TOLERANSI OSMOTIK ERITROSIT HEWAN POIKILOTERMIK DAN HOMOIOTERMIK TERHADAP
BERBAGAI TINGKAT KEPEKATAN MEDIUM
Diana Widyaningtyas Wardani , 130210103067 , Fisiologi Hewan Kelas A , e-
mail :
[email protected]
Abstrak
Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu
Poikilotermik dan Homoitermik. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh
lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Yang
termasuk dalam poikiloterm adalah bangsa Ikan, Reptil, dan Amfibi. Dan
hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas karena dapat menjaga
suhu tubuhnya. Hewan yang termasuk dalam homoiterm adalah bangsa Aves dan
mamalia. Pada eritrosit hewan poikilotermik dan homoiotermik memiliki
kisaran toteransi tertentu. Biasanya pada hewan poikilotermik isotonisnya
yaitu 0,7 NaCl% dan pada hewan homoiotermik isotonisnya yaitu 0,9% NaCl.
Eritrosit dapat mengalami lisis jika dimasukkan ke dalam larutan hipotonis
dan akan mengalami krenasi jika eritrositnya dimasukkan ke dalam larutan
hipertonis. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu eritrosit kadal
mengalami krenasi dengan larutan 0,9 % NaCl dan eritrosit mencit mengalami
lisis dengan larutan 0,7 % NaCl.
Kata kunci :, Poikilotermik, Homoiotermik, Eritrosit
Pendahuluan
Lingkungan luar sel adalah cairan, baik sel tunggal maupun sel jamak.
Dengan lingkungan luar itulah sel mengadakan pertukaran zat atau bahan.
Bahan yang dibutuhkan diambil dari lingkungan luarnya, dan sisa metabolism
juga dikeluarkan ke lingkungan luarnya. Pertukaran zat dapat dilakukan
melalui proses fisika yaitu difusi osmosis atau melalui proses biologis
yaitu transport aktif (Tim Dosen.2015)
Hewan perlu bertukar material-material dengan lingkungannya, dan ini
memerlukan pembatasan pada bangun tubuhnya (seperti pada semua organisme
multiselular yang lain). Pertukaran terjadi sewaktu zat-zat yang terlarut
didalam medium berair bergerak melintasi membrane plasma setiap sel. Laju
pertukaran nutrient-nutrien , zat buangan, dan gas-gas berbanding lurus
dengan area permukaan membrane. Sebaliknya , jumlah material yang harus
dipertukarkan untuk mempertahankan hidup berbanding lurus dengan volume
(Campbell.2008)
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh , hewan dapat
diklasifikasikan menjadi dua , yaitu poikiloterm dan homeoterm. Hewan
poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan
berubahnya suhu lingkungan. Sementara , hewan homeoterm yaitu hewan yang
suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya
sangat berubah (Isnaeni.2006).
Agar sel-sel organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka komposisi
dan konsentrasi ionik harus sesuia dengan kebutuhan Keong Macan. Oleh
karena itu diperlukan pengaturan tekanan osmotik (osmoregulasi) agar
tercipta komposisi dan konsentrasi ionik yang seimbang antara cairan tubuh
dengan lingkungan. Selain mempengaruhi tekanan osmotik di dalam dan di luar
sel, salinitas juga mempengaruhi efisiensi pemanfaatan energi pakan untuk
pertumbuhan. Pemanfaatan energi pakan akan efisien apabila ikan hidup pada
media yang tidak jauh dari kondisi isoosmotiknya (Maulana.2013).
Osmoregulasi adalah suatu sistem homeostatis untuk menjaga kemantapan
milieu interiurnya dengan cara mengatur keseimbangan konsentrasi osmotik
antara cairan intrasel dengan cairan ekstraselnya. Aktivitas tersebut
dilakukan dengan cara mengatur volume air didalam cairan ekstrasel serta
mengatur pertukaran ion antara cairan intrasel dengan cairan ekstrasel
(Maulana.2013).
Pergerakan cairan ekstraseluler keseluruh bagian tubuh hewan melalui
dua tahap yaitu tahap pertama pergerakan darah dalam tubuh didalam buluh
darah, tahap kedua pergerakan cairan dari kapiler ke celah antar sel.
Volume cairan yang menurun merangsang baroresptor arterial sehingga terjadi
hipotensi, hal ini berakibat peningkatan tonus nervus simpatik perifer,
peningkatan tonus ini akan mengawali proses kompensasi untuk mengembalikan
volume cairan yang bersirkulasi. Proses kompensasi:kontriksi vena untuk
meningkatkan aliran vena; peningkatan kontraksi otot jantung untuk
peningkatan output jantung; vasokontriksi arteri untuk meningkatkan tekanan
darah; peningkatan sekresi renin untuk meningkatkan kadar angiotensin II
(vasokontriksi); dan peningkatan resorpsi ion Na di tubular ginjal
(Anthara.2011).
Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis. Osmosis adalah
pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi (yang
lebih encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air lebih rendah
(yang lebih pekat). Contoh osmosis ialah pergerakan air dari larutan gula
5% menuju larutan gula 15%. Dalam contoh tersebut, air akan bergerak terus
dari larutan gula 5% menuju larutan gula 15% sampai tercipta keadaan
seimbang antara keduanya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa osmosis
baru akan berhenti apabila kedua larutan mencapai konsentrasi yang sama,
yaitu sebesar 10%. Apabila keadaan ini telah tercapai, berarti kedua
larutan sudah mencapai kondisi isotonis (Isnaeni.2006).
Metodologi
Hewan yang digunakan pada percobaan yaitu 2 ekor kadal dan mencit. Pada
kadal perlakuan dengan cara membius menggunakan kloroform kemudian dibedah
sedangkan pada mencit dengan cara disinggelpit. Kemudian kedua hewan
tersebut dibedah sehingga tampak jantung dan pembuluh darah besar. Setelah
itu menusuk pembuluh darahnya dengan jarum sehingga darahnya keluar.
Meletakkan darah tersebut diatas kaca benda dengan mengambil darahnya
mengguanakan pipit tetes. Selanjutnya, mengamati bentuk (keadaan) sel darah
merah pada medium. Perlakuan pertama tanpa menggunakan penambahan
(kontrol), perlakuan kedua dengan menambahkan NaCl 0,7% dan perlakuan
ketiga dengan menggunakan penambahan NaCl 0,9%. Kemudian setelah ditetesi
pada tiap larutan menutup dengan menggunakan kaca penutup. Mengamati di
bawah mikroskop dari perbesaran lemah ke perbesaran kuat.
Hasil dan Pembahasan
"No."Bahan "Gambar/Larutan "
"1. "Mencit " "
" " "Larutan 0,1 % "
" " "Sel mengalami "
" " "Krenasi "
" " "Perbesaran 40 x "
" " "10 "
"2. "Mencit " "
" " "Larutan 0,9 % "
" " "Sel mengalami "
" " "Isotonis (normal)"
" " "Perbesaran 40 x "
" " "10 "
"3. "Mencit " "
" " "Larutan 0,7 % "
" " "Sel mengalami "
" " "lisis "
" " "Perbesaran 100 x "
" " "10 "
"4. "Mencit " "
" " "Larutan Aquadest "
" " "Sel mengalami "
" " "lisis "
" " "Perbesaran 40 x "
" " "10 "
"5. "Kadal " "
" " "Larutan 1 % "
" " "Sel mengalami "
" " "krenasi "
" " "Perbesaran 100 x "
" " "10 "
"6. "Kadal "Tidak ada hasil "
"7. "Kadal " "
" " "Larutan 0,7 % "
" " "Se mengalami "
" " "isotonis (normal)"
" " "Perbesaran 40 x "
" " "10 "
"8. "Kadal " "
" " "Larutan Aquadest "
" " "Sel mengalami "
" " "lisis "
" " "Perbesaran 40 x "
" " "10 "
"Kel. "Hewan "Perlakuan "
"1, 3 "Mencit (Mus "Kontrol : "
"& 5 "musculus) "normal "
" " "NaCl 0,7 % : "
" " "sel mengalami "
" " "lisis "
" " "NaCl 0,9 % : "
" " "sel isotonis "
" " "NaCl 1 % : sel"
" " "mengalami "
" " "krenasi "
" " " "
" " "Aquades : sel "
" " "mengalami "
" " "lisis "
"2 & 4"Kadal "Kontrol : "
" "(Mabuya "normal "
" "multifasciat" "
" "a) " "
" " "NaCl 0,7 % : "
" " "sel isotonis "
" " "NaCl 0,9 %: "
" " "tidak "
" " "ditemukan "
" " "hasilnya "
" " "NaCl 1 % : sel"
" " "mengalami "
" " "krenasi "
" " "Aquades : sel"
" " "mengalami "
" " "lisis "
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa Pada
hasil pengamatan eritrosit hewan homoiotermik yaitu mencit (Mus musculus),
eritrosit mencit dibeli NaCl 0,7% mengalami lisis , apabila eritrosit
mencit diberi NaCl 0,9% maka sel akan menjadi isotonis (seimbang) ,
eritrosit mencit diberi larutan NaCl 1% , selnya akan mengalami krenasi dan
eritrosit mencit debri tetesan aquades maka sel akan mengalami lisis.
Lisis merupakan peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat
masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang
berarti pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehngga
hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya.
Sedangkan krenasi yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel akibat keluarnya
air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit
dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit.
Pada hasil pengamatan eritrosit hewan poikilotermik yaitu kadal (Mabuya
multifasciata), Kemudian eritrosit kadal diberi larutan NaCl 0,7% maka
selnya menjadi isotonis (seimbang) , kemudian eritrosit kadal dibeli
larutan NaCl 0,9% pada saat pengamatan tidak ditemukan hasilnya , lalu
eritrosit deri tetesan NaCl 1% maka selnya mengalami krenasi dan apabila
eritrosit kadal dicampur dengan aquades maka selnya mengalami lisis.
Eritrosit kedua hewan tersebut apabila tidak dicampur larutan apapun maka
selnya akan normal.
Larutan hipertonis adalah larutan yang konsentrasi zat terlarutnya
lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di dalam sel atau larutan yang
memiliki osmolalitas lebih rendah dari plasma. Sedangkan larutan hipotonis
adalah larutan yang terdapat di luar sel, konsentrasi zat terlarutnya lebih
rendah daripada di dalam sel atau larutan yang memiliki osmolalitas lebih
besar dari plasma. Larutan hipotonis terjadi bila cairan disekeliling sel
lebih rendah tekanan osmotiknya dan air cenderung melewati membran, masuk
ke dalam sel. Air yang masuk sel menyebabkan pembengkakan dan kemudian
pecah, keadaan ini disebut sel darah merah mengalami hemolisa. Larutan
hipertonis terjadi apabila sel darah merah terdapat di dalam plasma
hipertonis (lebih pekat daripada sitoplasma sel) maka akan melepaskan air
ke dalam plasma dan menjadi berkerut. Sel darah merah yang berkerut disebut
krenasi.
Eritrosit merupakan komponen sel darah terbesar. morfologi dan ukuran
eritrosit sangat bervariasi diantara spesies hewan. Eritrosit memiliki inti
pada kebanyakan vertebrata kecuali pada sebagian besar mamalia yang tidak
berinti. Bentuk eritrosit mamalia adalah bulat dan bikonkaf kecuali pada
kelompok anellidae yang berbentuk lonjong. Sedangkan pada kebanyakan
vertebrata lainnya bentuk eritrosit adalah lonjong dan bikonfeks. Eritrosit
paling besar ditemukan pada amphibi, sedangkan sel eritrosit mamalia
dianggap lebih kecil dan spesifik dengan ketiadaan nukleus. Secara
struktural, eritrosit terdiri atas membran sel, substansi spons yang
disebut stroma dan hemoglobin yang berada di dalam ruang-ruang kosong
stroma. Membran selnya terdiri atas lipoprotein dengan golongan lipidnya
berupa kolesterol, sefalin, dan lesitin sedangkan komponen proteinnya
adalah stromatin.
Di dalam eritrosit terdapat berbagai senyawa seperti glukosa, enzim
katalase, enzim karbonat anhidrase, garam organik dan garam anorganik.
Kadar ion kalium relatif lebih tinggi daripada ion natrium. Keberadaan
glukosa dalam eritrosit sangat penting sebagai sumber energi seluler yang
akan mempertahankan kelangsungan fungsional eritrosit. Dikemasnya
hemoglobin dalam eritrosit sangat erat kaitannya dengan upaya pencegahan
efek viskositas dan tekanan osmotik yang dapat berubah akibat adanya
molekul besar seperti hemoglobin jika berada di dalam plasma darah. Dengan
terisolasinya letak hemoglobin, maka stabilitas sistem dapat dijaga
Toleransi osmotik pada hewan poikilotermik dan homoiotermik jelas
berbeda. Pada hewan poikilotermik kisaran isotonisnya adalah pada larutan
NaCl 0,7%. Sedangkan pada homoitermik kisaran isotonisnya adalah pada
larutan NaCl 0,9%. Hewan poikilotermik lebih toleran terhadap larutan NaCl
0,7% yang lebih pekat sedangkan pada hewan homoiotermik lebih toleran
terhadap larutan NaCl 0,9% yang lebih encer.
Simpulan
Toleransi osmotik pada hewan poikilotermik dan homoiotermik berbeda.
Pada hewan poikilotermik seperti kadal (Mabuya multifasciata) lebih toleran
pada larutan larutan NaCl 0,7% yang lebih pekat sedangkan pada hewan
homoiotermik seperti mencit (Mus musculus) lebih toleran terhadap larutan
NaCl 0,9% yang lebih encer. Bila eritrosit dimasukkan kedalam larutan yang
hipotonis, maka zat terlarut masuk kedalam eritrosit dan bila membran
eritrosit tidak mampu lagi menahan tekanan zat pelarut yang masuk maka
eritrosit akan mengalami lisis. Sebaliknya bila eritrosit dimasukkan
kedalam cairan hipertonis, maka air akan keluar dari dalam eritrosit dan
eritrosit dapat mengalami krenasi. Dengan demikian maka yang lebih toleran
terhadap larutan yang lebih encer daripada garam fisiologisnya adalah
eritrosit hewan poikiloterm, dan yang lebih toleran terhadap larutan yang
lebih pekat daripada garam fisiologisnya adalah eritrosit hewan homoioterm
Daftar Pustaka
Anthara, I, Made, Suma, dkk. 2011. Homeostatis Cairan Tubuh pada Anjing dan
kucing. Denpasar. Jurnal bulletin Veteriner Udayana. Vol 3 No 1 : 23-
37
Campbell, et al. 2008. Biologi Edisi Kedelapan – Jilid III. Jakarta:
Erlangga.
Isnaeni, Wiwi.2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius Yogyakarta
Maulana, Reza, dkk. 2013. Pola Osmoregulasi, Pertumbuhan dan Kelulushidupan
Keong Macan (Babylonia spirata L.) pada Media dengan Salinitas
Berbeda.Semarang. Jurnal Of Management Of Aquatic Resources. Vol 2 No
3 : 233-242
Tim Dosen Fisiologi Hewan. 2015. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan.
Jember: Universitas Jember Press.