HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 7 – 12 12 BULAN DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKRTA
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh : RIANA SARI GURDAM 201410104131
PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2014/2015
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susus Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus dimasa depan (Depkes RI, 2004). Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai “periode emas” sekaligus periode “kritis”. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak meperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan ak an mengganggu tumbuh t umbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2006). Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, didalam Global Strategi For Infant and Young Child Feeding, World Health Organization (WHO)/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu pertama memberikan Air Susu Ibu kepada bayi segera
dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara Esklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketika memberikan makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sejak berusia lebih dari 6 bulan sampai 12 bulan. Dan dapat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006). Menurut Mufdilah,dkk (2012) dalam pemberian ASI sesuai dengan tuntutan Al Qur’an yaitu surat Al Baqarah ayat 233 yang berbunyi :
Artinya “Para ibu hendaklah menyusukan anak -anaknya anak -anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. kerjakan ”. (Mushaf Al-Burhan, QS Al Baqarah: 233) Masa pertumbuhan bayi berumur lebih dari 6 bulan sampai 12 bulan membutuhkan asupan gizi tidak hanya cukup dengan ASI saja, karena produksi ASI pada saat itu semakin berkurang sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan berat badan, oleh karena itu bayi harus mendapatkan makanan pendamping selain ASI. Untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung didalam ASI. Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang jenis dan cara pengolaan makanan bayi dapat mengakibatkan mengakibatkan terjadinaya kekurangan gizi pada bayi (Krisnatuti, 2006). Menurut WHO pemberian MP-ASI harus sesuai dengan waktu pemberian yang tepat, memadai, aman untuk dikomsumsi. Bayi yang diberi MP-ASI dalam waktu yang semakin awal memiliki kecenderungan mempunyai status gizi yang kurang dibandingkan dengan bayi yang diberikan MP-ASI tepat pada waktunya yaitu mulai usia enam bulan (Depkes RI, 2006).
Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan atau seteah pemberian ASI Esklusif karena pada usia tersebut kebutuhan gizinya masih terpenuhi dari ASI. Bayi yang lebih cepat mendapatkan makanan tambahan akan lebih rentan terhadapat penyakit infeksi seperti infeksi telinga dan pernapasan, diare, resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi (Arisman, 2004). Pola pemberian makan tersebut mendukung pertumbuhan optimal bagi anak. Pada 1000 Hari Pertama Kelahiran terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar 75%. Kajian global telah membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan intervensi kesehatan yang memiliki dampak terbesar terhadap keselamatan baduta, yakni 13% kematian baduta dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat mencegah 22% kematian neonatal (neonatus adalah bayi usia 0 sampai 28 hari). Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat waktu dan berkualitas juga dapat menurunkan angka kematian baduta sebesar 6% (Bappenas, 2010). Untuk mengurangi dan mencegah kasus gizi buruk dan gizi kurang, pemerintah telah merencanakan program yang melibatkan aspek sosial budaya dan aspek pemberdayaan masyarakat sebagai dasar dalam menyusun program pemberian MP-ASI yang berbasis lokal sesuai dengan wilayah setempat yang biasa disebut dengan MP-ASI dapur Ibu. (Depkes, 2006).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahannya yaitu “Adakah Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Mengetahui Adakah Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarat Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a) Mengetahui Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Usia 7-12 Bulan. b) Mengetahui Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan. c) Mengetahui Keeratan Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapakan bisa menambah pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan hubungan pemberian makanan pendamping ASI dengan dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan. 2. Bagi pengguna (Consumer ( Consumer )
a. Bagi Ibu Bayi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada ibu mengenai pentingnya pola asuh dalam pemberian asupan makanan yang baik dalam pencapaian pertumbuhan pada anak. b. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaaan dalam pembelajaran tentang pemenuhan gizi bayi dan balita
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi pada bayi. 2. Ruang Lingkup Responden Responden pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 7-12 bulan yang masih diberikan ASI dan sudah mendapatkan makanan pendamping ASI. 3. Ruang Lingkup Waktu Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini dimulai dari penyusunan proposa yaitu pada bulan Oktober 2014, pengumpulan data pada bulan Desember 2014, dan penyusunan hasil penelitian pada bulan Maret 2015. 4. Ruang Lingkup Tempat Penelitian bertempat di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Karena di Puskesmas Tegalrejo memiliki jumlah bayi lebih dari 100 bayi saat
imunisasi. Dan para ibu yang telah memberikan MP-ASI tersebut kurang memperhatikan usia, jenis, frekuensi dan jumlah pemberian makanan yang tepat untuk bayinya. F. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berhubungan dengan MP-ASI telah banyak dilakukan, antara lain penelitian : 1. Diana Herawati (2006). Dengan judul Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Perilaku Pemberian Makanan Tambahan (MPT) Pada Balita Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Warungboto Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta. Variabel bebasnya Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Pemberian Makanan Tambahan Pada Balita Usia 6-24 Bulan dan variabel terikatnya adalah perilaku ibu terhadap pemberian makanan tambahan pada balita usia 6-24 bulan, Meotode yang digunakan diskriptif analitik dengan gross sectional. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Hasil penelitiannya adalah tidak ada hubungan yang signifikan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan perilaku. Perbedaan dengan peneliti ini adalah variabel bebas yaitu pemberian makanan tambahan dan variabel terikatnya status sta tus gizi pada bayi usia 7-12 bulan. Metode yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional. sectional. Metode pengumpulan data data dengan kuisioner dan observasi. 2. Murniningsih (2007) dengan judul “Hubungan Antara Pemberian Makanan Tambahan pada Usia Dini dengan Tingkat Kunjungan Ke
Pelayanan Kesehatan Masyarakat dikelurahan Sine Sragen”. Subjek Subje k penelitian yang digunakan adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan, dengan metode penelitian observasi yang menggunakan pendekatan
korelasional
untuk
menggambarkan
suatu
objek.
Kesimpulan atau hasil dari penelitian tersebut yaitu ada hubungan yang positif yang signifikan denga tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah pada variabel bebas yaitu pemberian makanan pendamping ASI dan variabel terikatnya adalah status gizi bayi usia 7-12 bulan. Metode yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan kuisioner dan observasi. 3. Rohmawati, D (2007) yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Tambahan dengan Pertumbuhan Bayi Umur 612 Bulan di Desa Nguntoroadi”, Subjek penelitian yang digunakan adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan dengan metode penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan
ibu
tentang
makanan
tambahan
dengan
pertumbuhan bayi umur umur 6-12 bulan. Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada pada variabel penelitian yaitu variabel bebas pemberian p emberian makanan pendamping ASI, dan variabel terikatnya adalah status gizi bayi usia 7-12 bulan. Metode
yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan kuisioner dan observasi.
BAB II TINJAUAN TEORI DAN KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Pengertian
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara komsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi dapat diartikan sebagai ekspresi dari keadaaan keseimbangan dalam bentuk variabel tententu (Supariasi, 2005). Status
gizi
merupakan
suatu
keadaan
tubuh
yang
disebabkan komsumsi makanan dan pengguna zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan jenis yang dikomsumsi dan penggunaannya dalam tubuh. Apabila komsumsi makanan dalam tubuh terganggu dapat mengkibatkan status gizi jelek dan biasanya disebut kurang gizi (Almatsier, 2004). b. Penilaian Status Gizi pada Anak
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik bersifat objektif maupun subjektif, untuk
kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2006). Menurut Supariasa (2005), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. 1) Penilaian status gizi secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu : a) Secara antropometri Dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur bagian tubuh seprti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak dan lain-lain. b) Secara klinis Dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau
orang
yang
sudah
terlatih.
Metode
ini
didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat diihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organorgan yang dekat dengan permukaaan tubuh seprti kelenjar tiroid. c) Secara biokimia
Dengan pemriksaan specimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. d) Secara biofisik Dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. 2) Penilain status gizi secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga penilaian yaitu: a) Survei komsumsi makanan Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung denga melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikomsumsi. Kesalahan dalam survei makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikomsumsi
balita,
kecenderungan
untuk
mengurangi makanan yang banyak dikomsumsi dan menambah makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan komsusmsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat (food reced). b) Statistik vital
Adalah dengan cara menganalisa data beberapa statistik
kesehatan
seperti
angka
kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. gizi. c) Faktor ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa
faktor
fisik,
biologis,
dan
lingkungan budaya, jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. c. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Di masyarakat cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antorpometri gizi, antropometri telah lama dikenal sebagi indikator utnuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana (Depkes RI, 2006). Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menrutu umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menrutu tinggi badan (BB/TB). a) Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah suatu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya makanan yang dikomsumsi. Berat badan adalah parameter parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. b) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiiki hubungan yang linear denga tinggi badan. Dalam keadaaan normal, perkembangan berat badan akan seraha denga pertumbuhan tinggi badan denga kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. c) Tinggi badan menurut umur (TB/U) Tinggi menggambarkan
badan
merupakan
keadaan
antropometri
pertumbuhan
skeletal
yang pada
keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring denga pertumbuhan umur, pertumbuhan tuggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indeks TB/U disamping menggambarkan status gizi masa lalu, juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.
Penggunaan berat badan dan tinggi badn akan lebih jelas dan sensitif dalam menujukan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/TB, menrutu standar WHO bila prevalensi kurus/wasting kurus/wasting <-2SD <-2SD diatas 10% menunjukansuatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka ksakitan. Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TBU, BB/TB Standar Baku Antropometri Menurut WHO 2005
No
Indeks yang
Status gizi
Keterangan
Dipakai 1.
2.
BB/U
TB/U
Berat badan normal Berat badan kurang
Zscore < -2 sampai -3
Berat badan sangat kurus
Zscore <-3
Normal Pendek
3.
BB/TB
Zscore ≥ -2 sampai 1
Zscore ≥ -2 sampai 3 Zscore <-2 sampai-3
Sangat pendek
Zscore <-3
Sangat gemuk
Zscore >3
Gemuk Resiko gemuk
Zscore >2 sampai 3 Zscore >1 sampai 2
Normal
Zscore ≥ -2 sampai 1
Kurus
Zscore < -2 sampai -3
Sangat kurus
Zscore <-3
Sumber : Interpretasi Indikator pertumbuhan depkes, 2008
d. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Statsu Gizi Pada Bayi
Status gizi dipengaruhi oleh komsumsi makanan dan penggunaan zat-zat didalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapaki status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisi, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2004). Ada dua faktor yang berperan daam menentukan status gizi seseorang yaitu : 1) Faktor Gizi Internal Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna
makanan,status
kesehatan,
status
fisiologis,
umur,jenis kelamin, dan ukuran tubuh. Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin derita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait denga pola pengasuh anak yang diberikan oleh ibu/pengasuhnya (Dinkes, 2010). 2) Faktor Gizi Eksternal Faktor
gizi
eksternal
adalah
faktor – faktor faktor
yang
berpengaruh diluar diri seseorang yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.
2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) a. Pengertian
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari Air Susu Ibu (Depkes RI, 2006). Makanan penedamping ASI ini diberikan pada bayi karena pada masa itu produksi ASI semakin menurun sehingga suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi keutuhan gizi anak yang semakin meningkat sehingga pemberian dalam bentuk makanan pelengkap sangat dianjurkan (WHO, 2004). Makanan tambahan berarti memberi makanan lain selain ASI dimana selama periode pemberian makanan tambahan seoarang bayi terbiasa memakan makanan keluarga. Pemberian makanan tambahan merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari reflek menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Depkes RI, 2006). b. jenis Makanan Makanan Tambahan
1) Makanan tambahan lokal
Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah dirumah tangga atau di posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah diperoleh denga harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahan sebelum dikomsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini disebut juga dengan makanan pendamping ASI lokal (Depkes RI, 2006). Pemberian makanan tambahan lokal memiliki beberapa dampak positif, antara lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan dari pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan
pemberian
makanan
tambahan
secara
mandiri,
meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta meperkuat kelembagaan seperti posyandu, memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan hasil pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluah gizi (Depkes RI, 2006). 2) Makanan tambahan olahan pabrik Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan dengan olahan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan zat-zat gizi esensial pada bayi (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan pabrik disebut juga makanan pendamping ASI pabrik atau makanan komersial, secara komersial k omersial makanan bayi tersedia dalam bentuk tepung campuran instan atau
biskuit yang dapat dimakan secara langsung atau dapat dijadikan bubur (Krisnatuti,2006). c. Komposisi Makanan Tambahan
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energy, protein dan terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C,dan fosfat, bersih dan aman, idak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin, tidak ada patogen tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi tersedak, tidak terlalu panas atau asin, mudah dimakan bayi, mudah disiapkan dan harga terjangkau (Rosidah, 2004). Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani dan nabati. Golongan hewani terdiri dari telur, ikan, daging. Golongan yang tediri dari nabati buah-buahan. Sayursayuran, padi-padian (Baso, 2007). Makanan tambahan yang baik adalah yang mengandung sejumlah kalori atau energi (karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral dan serat untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga yang terjangkau. Makanan harus bersih dan aman, terhindar dari pencemaran mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluarsa (Kepmenkes RI, 2007). Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah untuk mencukupi kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60-70% energi total berasal dari karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar
susu formula bayi 40-50% kandungan karbohidrat berasal dari karbohidratterutama laktosa (Krisnatuti, 2006). Protein ASI rata-rata 1,15 g/100ml sehingga apabila bayi mengkomsumsi ASI selama 4 bulan pertama (sekitar 600-900ml/hari). Pertambahan protein pada bayi yang diberi MP-ASI pertama kali usia 7-12 bulan pertambahan proteinya tidak terlalu besar. Semakin bertambah usia bayi maka protein yang dibutuhkan semakin meningkat. Setelah menginjak usia 1 tahunbayi membuthkan protein sekitar dua kali lipat pada masa sebelumnya (Krisnatuti, 2006). Kacang – Kacang – kacangan kacangan merupakan sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya digunakan tempe kedelai, kacang tanah, dan tempe koro benguk (Baso, 2007). Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikomsumsi oleh bayi dapat dilihat pada setiap Recommended Diatary Allowance Allowance (RDA) yang telah distiminasikan berdasarkan kelompok usia seperti tabile berikut: Tabel 2.2 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak Indonesia Tinggi badan dan 0-6 bulan 7-12 bulan Kecukupan zat gizi Berat badan (kg) 5,5 8,5 Tinggi badan 60 71 Energi (Kkal) 560 800 Protein 12 15 Vitamin A (RE) 350 350 Ribovlavin (mg) 0,3 0,5 Niasin (mg) 2,5 3,8 Vitamin B12 (mg) 0,1 0,1 Asam folat 22 32 Vitamin C (mg) 30 35
Kalsium (mg) 600 Fosfor (mg) 200 Magnesium (mg) 35 Basi (mg) 3 Seng (mg) 3 Iodum (mg) 50 Selenium (mg) 10 Sumber :Widya Karya Pangan dan Gizi (2005)
400 250 55 5 5 70 15
Angaka kebutuhan diatas bukanlah suatu kebutuhakn minimum dan maksimum, akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat komsumsi dari suatu populasi. d. Faktor – faktor faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI
Menurut Notoatmodjo (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi makanan pendamping ASI yaitu: 1) Tingkat pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan dini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap subyek tertentu. Pengetahuan ibu adalah faktor yang penting dalam pemberian makanan tambahan pada bayi karena denga pengetahuan yang baik, ibu tahu kapan waktu pemberian makanan yang tepat. Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, media cetak, media elektronik, atau penyuluhan. Pengetahuan didukung oleh pendidikan
karena pendidikan
merupakan suatu proses untuk
mengembangkan semua aspek kepribadian manusia meliputi pengetahuan , nilai, sikap, dan keterampilan sehinggga terjadi perubahan perilaku yang positif. 2) Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian, mengembangkan pengetahuan jasmani dan rohani agar mampu melaksananakan tugas. Pendidikan bukan sekedar usaha pemberian informasi dan keterampilan tetapi diperluas ruang lingkupnya sehinggga mencakup usaha mewujudkan kehidupan pribadi sosial yang memuaskan. 3) Sosial Ekonomi Menurut Ariani (2008), status sosial ekonomi berhubungan erat dengan pekerjaan dan pendapatan orang tua yang nantinya berpengaruh terhadapat komsumsi energi. Ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap pola asuh anak, ibu menjadi kurang perhatian dan kurang dekat dengan anak karena sebagian besar waktu siang digunakan untuk bekerja diluar rumah, selain itu pemberian ASI untuk bayipun semakin berkurang. 4) Tingkat Pendapatan Keluarga Orang tua mempunyai pendapatan tinggi akan mempunyai daya beli yang lebih tinggi pula, sehinggga memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih berbagai jenis makanan dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan dan pertimbangan kesehatan, termasuk pada pemberian makanan pendamping ASI bagi bayi (Lily, 2005). 2005). 5) Pekerjaan
Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini karena orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan diluar rumah dan pengasuhan anak diserahkan kepada orang lain. Banyak sekali orang tua yang memberikan
makanan
pendamping
sebelum
usia
6
bulan.
Umumnya banyak ibu yang beranggapan bahwa jika anaknya kelaparan diberi makanan akan tidur nyenyak belum lagi anggapan masyarakat seperti orang tua terdahulu bahwa anak mereka dulu yang diberi makanan pada umur 2 bulan sampai sekarang dapat hidup sehat, alasan ini bahwa saat in gencarnya promosi makanan bayi yang belum mengindahkan ASI Esklusif sampai 6 bulan (Lily, 2005). e. Pola Makan pada Bayi Usia 6-12 bulan (ASI dan MP-ASI)
Seorang bayi untuk tumbuh dan menjadi lebih aktif, gizinya tidak cukup hanya dengan asupan ASI saja, karena ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai umur 6 bulan, setelah itu produksi ASI semakin berkurang sedangkan kebutuhan bayi bayi semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan berat badan. Walaupun bayi telah diperkenalkan dengan makanan tambahan sebagai tahap awal, perkenalan dengan bubur dan sari buah dua kali sehari sebanyak 1-2 sendok makan penuh. Frekuensi pemberian bubur
ini, lambat laun harus ditingkatkan menginjak
umur 7-9 bulan porsi kebutuhan dapat ditingkatkan yaitu sebanyak 3-6 sendok penuh tiap kali makan, paling tidak empat kali sehari
seadaan bubur harus tetap disaring, apabila bayi masih tampak lapar dapat diberi makanan kecil sepert roti kering, pisang. Pada umur 9 bulan berikan bubur yang tidak disaring atau nais tim yang dibuat dari bahan makanan yang bergizi tinggi (WHO,2007). Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur yang dicacah untuk mempermudah proses penelanan. Setelah berumur 1 tahun bayi mulai mengenal makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang bayi harus makan 4-5 kali sehari. Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan, pangan hewani, minyak , santan
atau lemak, buah-buahan
(Krisnatuti, 2006). Beberapa contoh menu sehat makanan untuk bayi sesuai dengan kebutuhan gizi bayi usia 0-12 bulan sebagai berikut: Tabel 2.3 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan Menurut Umur Bayi, jenis makanan, dan frekuensi pemberian makanan Usia Bayi Jenis makanan Berapa kali sehari
0-6 bulan 6-7 bulan
7-9 bulan
9-12 bulan
ASI 10-12 kali sehari ASI Saat dibutuhkan 1-2 kali Buah lunak/sari buah Bubur : tepung beras merah ASI Saat dibutuhkan 3-4 kali Buah-buahan Hati ayam atau kacangKacangan Beras merah atau ubi Sayuran (wortel,bayam) Minyak/santan/advokad ASI Saat dibutuhkan 4-6 kali Buah-buahan Bubur atau roti Daging/kacang-
Kacangan/ayam/ikan/beras Merah/kentang/labu/jagung/ Kacang tanah Minyak/santan/advokad Air tajin Sumber :Krisnatuti,D dan Yenrina, R (2006)
B. Kerangka Teori
Pemberian MP-ASI usia 712 bulan
Tingkat pengetahuan
tingkat Pendidikan
tingkat pendapatan
pekerjaan
asupan zat gizi meningkat
status gizi bayi baik
status kesehatan
Normal
kurang
sangat kurang
Resiko infeksi Bagan 2.1 kerangka teori 1. Variabel bebas yaitu pemberian makanan tambahan pendamping ASI. 2. Variabel terikat yaitu stautus gizi bayi usia 7-12 bulan 3. Variabel pengganggu : a. Tingkat pengetahuan b. Tingkat pendidikan c. Tingkat pendapatan
d. Pekerjaan ibu