BAB I PENDAHULUAN
Gang Ganggu guan an
pend penden enga gara ran n
adal adalah ah
keti ketida dakm kmam ampu puan an
seca secara ra
pars parsia iall
atau atau
tota totall
untu untuk k
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Saat terjadi gangguan pendengaran, suara-suara keseharian mulai memudar. Pada kebanyakan orang prosesnya berjalan sedikit demi demi sediki sedikit. t. Biasan Biasanya ya nada nada tinggi tinggi yang terlebi terlebih h dulu dulu memuda memudarr. Suara Suara kicauan kicauan burung burung dipohon terdengar lama kelamaan menjadi kecil. Suara musik makin tidak jelas. Karena nada rendah biasanya terdengar lebih baik dari nada lainnya, bukan hal yang aneh jika seseorang sudah mulai mengalami gangguan gangguan dan masih mengatakan mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan pendengarannya. Bila kondisi pendengaran memburuk, suara yang diperlukan untuk memaha memahami mi percak percakapan apan makin makin tidak tidak jelas. jelas. Konson Konsonan an dengan dengan frekwen frekwensi si tinggi tinggi tidak tidak lagi lagi terdengar dan membuat makin sulit membedakan satu suara dengan suara yang lain. Telinga adalah sistem yang sangat kompleks. Masalah yang terjadi pada salah satu bagian pada system dapat menyebabkan hilangnya pendengaran. Secara medis gangguan pendengaran dibagi ke dalam 2 (dua) kategori pokok: pokok: Conductive hearing Loss, disebabkan oleh masalah yang terjadi pada telinga luar atau tengah dan dan berk berkait aitan an deng dengan an masal masalah ah peng pengha hant ntara aran n suara suara.. Kemu Kemung ngki kina nan n peny penyeb ebab ab bisa bisa dari dari tertumpuknya earwax atau kotoran telinga, infeksi. Sensorineural hearing loss, ini adalah istilah untuk menggambarkan adanya masalah pada telinga bagian dalam, baik di cochlea, syaraf pendengaran atau sistim pendengaran pusat (sering disebut tuli syaraf). Gangguan dengan tipe ini bisa disebabkan oleh berbagai hal namun namun kebany kebanyaka akan n diseba disebabka bkan n oleh oleh kerusa kerusakan kan pada pada sel rambut rambut didalam didalam cochle cochleaa akibat akibat penuaan, atau rusak akibat suara yang terlalu keras. Tipe ke tiga dari gangguan pendengaran disebut Mixed Hearing Loss (gangguan pendengaran campuran), dimana kondisi gangguan pendengarannya ada unsur konduktif & sensorineural. Banyak orang dengan gangguan pendengaran jenis ini dapat terbantu bila memakai alat bantu dengar.
BAB II PEMBAHASAN
2.1.1 Klasifikasi
Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39dB), gangguan pendengaran sedang (40-69 (40-69 dB) dan gangguan pendengaran pendengaran berat (70-89 (70-89 dB). Gangguan Gangguan pendengaran pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai: 1. Tuli konduk konduktif tif
Diseba Disebabka bkan n oleh oleh kondis kondisii patolo patologis gis pada pada kanal kanal telinga telinga ekstern eksterna, a, membra membrane ne timpan timpani, i, atau telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif tidak melebihi 60dB karena dihantarkan menuju menuju koklea koklea melalui melalui tulang (hantaran melalui tulang) bila intensitasny intensitasnyaa tinggi. tinggi. Penyebab Penyebab tersering gangguan pendengaran jenis ini pada anak adalah otitis media dan disfungsi tuba eustach eustachius ius yang yang diseba disebabka bkan n oleh oleh otitis otitis media media sekreto sekretori. ri. Kedua Kedua kelaina kelainan n terseb tersebut ut jarang jarang menyebabkan kelainan gangguan pendengaran melebihi 40dB. Berbagai gangguan yang menyebabkan tuli konduktif adalah : Gangguan pada telinga luar, yaitu mulai dari daun telinga, liang telinga, ataupun sampai pada membran Tymphani. o
Microtia dan atresia liang telinga
Mikrotia merupakan suatu dimana daun telinga bentuknya lebih kecil dan tak sempurna, sedangkan atresia liang telinga berarti suatu keadaan dimana tidak terbentuknya liang telinga. keadaan ini umumnya di dapat sejak lahir yang merupakan kelainan embriologi dan sering terjadi terjadi pada pada salah salah satu satu telinga telinga,, namun namun dapat dapat juga juga terjad terjadii pada pada kedua kedua teling telinga. a. Penyeb Penyebab ab keadaan keadaan ini belum di ketahui ketahui secara pasti, di duga ada hubungan hubungannya nya dengan faktor genetik, infeksi virus, intoksikasi bahan kimia dan obat teratogenik untuk menggugurkan kandungan. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan tuli konduktif karena :
Pada ada Bent Bentu uk dau daun teli teling ngaa yang ang kecil ecil wala walaup upun un tida tidak k
sepenuhnya sepenuhnya menyebabkan menyebabkan ketulian ketulian namun berdampak berdampak pada sedikitnya frekuensi dan kekuatan suara yang masuk ke telinga dalam, karena fungsi daun telinga adalah untuk mengumpulkan suara dari dunia luar untuk di bawa ke telinga tengah, Jadi jika suara sedikit di kumpulkan maka akan menyebabkan gangguan pendengaran.
Tidak semua mikrotia menyebabkan gangguan tuli konduktif,
keadaan ini dapat menyebabkan tuli konduktif jika di sertai atresia liang telinga. Atresia
liang telinga (tidak ada liang telinga) akan menyebabkan tidak bisanya suara atau bunyi sampai pada telinga tengah, sehingga otomatis tidak ada suara yang masuk ketelinga tengah. o
Adanya cairan (sekret, air) ataupun benda asing pada liang telinga
(1,5)
Adanya benda asing pada liang telinga, baik berupa cairan, biji-bijian ataupun seranggga dapat menggangu konduksi atau hantaran suara. Benda asing pada liang telinga dapat berupa benda mati ataupun benda hidup misalnya serangga. Untuk mengatasi masalah ini, sebaiknya untuk serangga atau benda yang hidup dimatikan dahulu baru kemudian di keluarkan dari liang telinga. Gangguan pendengaran bisa terjadi akibat sumbatan langsung pada liang telinga ataupun karena penderita mencoba membersihkan sehingga resiko terdorong ke bagian tulang kanalis, terjadi laserasi kulit dan membran timpani sehingga terjadi nyeri dan penurunan pendengaran. Selain keluhan berupa gangguan tuli konduktif, dapat juga merasa tidak enak ditel itelin inga ga,,
rasa rasa
nyer nyerii
teli teling ngaa
/
otal otalgi gia, a,
secr secret et
bisa isa
berc bercam amp pur
darah arah,,
kead keadaa aan n
sakit kepala, pada keadaan lanjut meningitis o
Polip telinga
Polip telinga adalah pertumbuhan massa lunak di saluran (eksternal) telinga luar. Ini dapat menemp menempel el pada pada gendan gendang g teling telingaa (membr (membran an timpan timpani), i), atau mungki mungkin n tumbuh tumbuh dari dari ruang ruang telinga tengah. Polip telinga biasanya terbentuk dari iritasi kronis pada kulit saluran telinga atau gendang telinga, iritasi kronis ini paling paling sering disebabkan disebabkan oleh infeksi infeksi ( otitis externs kronis), ataupun karena Cholesteatoma, tumor ataupun benda asing. Gejala Gejala klinis klinis polip polip telinga telinga berhub berhubung ungan an dengan dengan masalah masalah infeksi infeksi yang yang mendas mendasarin arinya. ya. Seringkali ada rasa sakit dan gatal di liang telinga, dan mungkin ada beberapa drainase yang terinfe terinfeksi ksi.. Karena Karena saluran saluran telinga telinga memili memiliki ki pertum pertumbuh buhan an polip polip di dalamn dalamnya, ya, sehing sehingga ga mencegah suara masuk ke telinga tengah akibatnya adanya gangguan tuli konduktif o
Sumbatan oleh serumen
Serumen adalah hasil dari produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa yang terdapat dibagian kartilago liang telinga luar dan epitel kulit yang terlepas dan pertikel debu. Dalam keadaan normal serumen terdapat disepertiga luar liang telinga karena kelenjar tersebut hanya ditemukan didaerah ini dan keluar dengan sendirinya dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit yang bergerak dari arah membrane timpani menuju keluar serta dibantu oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah. Serumen memiliki banyak manfaat antara lain menjaga kanalis kanalis akustik akustikus us ekstern eksternus us dengan dengan barier barier protek proteksi si yang yang akan akan melapi melapisi si dan mambasa mambasahi hi kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda asing, menjaga secara langsung
kontak dengan bermacam-macam organisme, polutan, dan serangga. Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar 4-5) sehinnga tidak dapat ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat membantu menurunkan resiko infeksi pada kanalis akustikus eksternus. Tanpa kotoran telinga, kulit dalam telinga akan menjadi kering, pecah-pecah, terinfeksi atau terendam air dan sakit. Gejala dapat timbul jika sekresi serumen berlebihan akibatnya dapat terjadi sumbatan serumen akibatnya pendengaran berkurang sehingga menyebabkan tuli konduktif. Rasa nyeri timbul apabila serumen keras membatu dan menekan dinding liang telinga. Telinga berdengung (tinitus), pusing (vertigo) bila serumen telah menekan membrane timpani, kadang-kadang disertai batuk oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler. o
Otitis eksterna
Otitis eksterna biasanya ditunjukkan dengan adanya infeksi bakteri pada kulit liang telinga tetapi dapat juga disebabkan oleh infeksi jamur. Infeksi ini bisa menyerang seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah tertentu sebagai bisul (furunkel). Pada umumnya penyebab dari otitis eksterna adalah infeksi bakteri seperti Staphyilococcus aureus, Staphylococcus albus, E. colli. Selain itu juga dapat disebabkan oleh penyebaran yang luas dari proses dermatologis yang non-infeksius. Keluhannya dapat berupa adanya nyeri telinga (otalgia) dari yang sedang sampai berat, berkurangnya atau hilangnya pendengaran, tinnitus atau dengung, demam, discharge yang keluar dari telinga, gatal-gatal (khususnya pada infeksi jamur atau otitis eksterna kronik), rasa nyeri yang sangat berat (biasanya pada pasien yang imunocompopromais, diabetes, otitis eksterna maligna). Selain itu juga ditemukan adanya tanda nyeri tekan pada tragus dan sakit pada saat mengunyah atau membuka mulut jika keadaannya berat. o
Tumor pada telinga luar dan tengah
Tumor di telinga luar atau tengah, salah satu dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Tumor pada dasarnya merupakan istilah yang menggambarkan adanya suatu benjolan yang abnormal. Tumor pada telinga luar dapat berupa tumor jinak maupun ganas. Tumor jinak yang biasa di temukan berupa oxostose, adenoma, osteoma. Sedangkan tumor ganas dapat berupa squamosa sel karsinoma, basal sel karsinoma dan adenokarsinoma. Tumor pada telinga tengah dapat berupa tumor jinak yaitu polip, granuloma dan glomus jugulare, sedangkan tumor ganasnya dapat berupa
squamosa sel karsinoma, sarkoma
dan
adenokarsinoma. Tumor yang ada pada telinga luar maupun tengah akan menutup saluran
telinga sehingga akan menyebabkan hilangnya pendengaran dan juga menyebabkan kotoran pada telinga o
Sumbatan tuba eustachius
Sumbatan pada tuba dapat menyebabkan tuli konduktif. Sumbatan pada tuba dapat di sebabkan oleh perubahan tekanan udara luar dengan telinga tengah, akibat kegagalan membuka tuba oleh karena ganguan pada otot m.tensor velipalatini (biasanya pada gangguan kongenital ataupun akibat desakan tumor. Adanya sumbatan tuba ini akan menyebabkan rupturnya pembuluh pembluh darah kapiler- kapiler kecil yang ada pada telinga tengah, akibatnya terjadi penumpukan cairan di telingah tengah. Adanya penumpukan cairan di telinga tengah ini akan mengganggu konduksi suara. o
Infeksi telinga tengah
Infeksi telinga tengah atau otitis media, merupakan infeksi telinga pada telinga tengah yang umumnya di sebabkan oleh bakteri. Dapat di bedakan atas otitis media akut dan kronis. Kejadian otitis media akut lebih sering terjadi pada anak-anak. Hilangnya pendengaran pada otitis media bisa karena kerusakan membrana timpani berupa perforasi, ruptura, sikatriks yang terjadi pada otitis media akut supuratif, ataupun akibat glue ear yaitu menumpuknya cairan kental seperti lem yang di sebabkan oleh hasil sisa dari Otitis media supuratif kronis maupun karena otitis media efusi kronis. o
cairan (darah atau hematotimpanum karena trauma kepala)
Hemotimpanum dapat diartikan terdapatnya darah pada kavum timpani dengan membrana timpani berwarna merah atau biru. Warna tidak normal ini disebabkan oleh cairan steril bersama darah di dalam telinga tengah. Keadaan ini dapat menyebabkan tuli konduktif, biasanya ada sensasi penuh atau tekanan. Hemotimpanum bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi lebih kepada suatu gejala dari penyakit yang sering disebabkan oleh karena trauma. Tuli konduktif dapat terjadi oleh adanya darah yang memenuhi kavum tympani. Pada umumnya hemotimpanum disebabkan oleh epistaksis, gangguan darah dan trauma tumpul kepala. Dan yang paling dilaporkan adalah hemotimpanum yang terjadi akibat trauma kepala. Barotrauma dapat juga menyebabkan hemotimpanum misalnya, perjalanan udara dan hyperbaric oxygen chamber, penyelaman kompresi udara (SCUBA) atau penyelaman dengan menahan napas. Barotrauma telinga tengah tidak jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam. o
Gangguan pada tulang- tulang pendengaran
Gerakan sendi tulang pendengaran terganggu oleh sikatriks, mengalami destruksi karena otitis media, oleh ankilosis stapes pada otosklerosis, adanya perlekatan-perlekatan dan luksasi karena trauma maupun infeksi, atau bawaan karena tak terbentuk salah satu osikula. o
Otalgia
Otalgia adalah suatu gejala yang lazim terjadi, dan bisa dilukiskan sebagai rasa terbakar, berdenyut atau menusuk, bisa bersifat ringan atau sangat hebat, atau konsisten dan intermittent atau sementara. Rasa nyeri pada telinga ini karena telinga dipersarafi oleh saraf yang kaya (nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga), maka kulit di tempat ini menjadi sangat sensitif. Penyebab otalgia dapat dibedakan menjadi dua , yaitu Otalgia primer dan Otalgia sekunder. Otalgia primer di sebabkan Otitis Externa, Polikondritis, Otitis Media, Barotrauma, Mastoiditis Supuratif akut. Pada Otalgia sekunder dapat di karenakan nyeri alih (Reffered otalgia) oleh Nervus Trigeminus (N.V) seperti penyakit Gigi, Iritasi Sinus Paranasal, Iritasi Durameter, Lesi di rongga mulut. Otalgia sekunder juga akibat Nyeri alih oleh nervus fasialis (bell’s palsy, infeksi herpes zoster), Nyeri alih oleh nervus glossopharyngeal (Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes peritonsilar). Kehilangan pendengaran akibat otalgia dapat terjadi melalui mekanisme yaitu Nyeri di temporomandibularis, nyeri dari bagian lain seperti laring, faring, vertigo, iritasi lokal, kemudian nyeri ini menjalar, nyeri ini menjalar ke telinga karena kulit telinga banyak saraf (nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga.) akibat selanjutnya Kulit menjadi sensitif, Bila tidak diatasi kemungkinan saraf menjadi kebas akibatnya Gangguan pendengaran karena saraf kurang peka o
Otosklerosis
Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis si daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik. Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Otosklerosis merupakan gangguan herediter yang dimulai sejak remaja dengan bentuk dominant autosomal yang diwariskan. o
Keratosis obsturans eksterna
Keratosis obliterans adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan epitel liang telinga luar, berwarna putih seperti mutiara, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Keratosis obturans pada umumnya terjadi pada pasien usia muda antara umur 5-20 tahun dan dapat menyerang satu atau kedua telinga. Etiologi keratosis obturans hingga saat ini belum diketahui. Namun, mungkin disebabkan akibat dari eksema,
seboroik dan furonkulosis. Penyakit ini kadang-kadang dihubungkan dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik. Pada pasien dengan keratosis obturans terdapat tuli konduktif akut, nyeri yang hebat, liang telinga yang lebih lebar (karena adanya erosi tulang yang menyeluruh sehingga liang telinga tampak lebih luas), membran timpani utuh tapi lebih tebal dan jarang ditemukan adanya sekresi telinga. Gangguan pendengaran dan rasa nyeri yang hebat disebabkan oleh desakan gumpalan epitel berkeratin di liang telinga o
Kolesteatom
Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi tersebut dapat berasal dari kanalis auditoris externus (liang telinga) atau membrana timpani. Apabila terbentuk terus dapat menumpuk sehingga menyebabkan kolesteatom bertambah besar. Kolesteatoma dapat terjadi di kavum timpani dan atau mastoid Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Saat tuba eustachian tidak berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa udara. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus membentuk kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui kantong yang mengalami retraksi ini sehingga terjadi akumulasi keratin. Kantong tersebut menjadi kolesteatoma. Perforasi telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi kronik atau trauma langsung dapat menjadi kolesteatoma. Kolesteatoma sangat berbahaya dan merusak jaringan sekitarnya yang dapat mengakibatkan hilangnya pendengaran dengan akibatnya hilangnya tulang mastoid, osikula, dan pembungkus tulang saraf fasialis. Selain itu gangguan pendengaran juga dapat terjadi karena daerah yang sakit atau kolesteatoma, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
2. Tuli sensorineural
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran dan batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas pada sel rambut di koklea, maka sel ganglion dapat bertahan atau mengalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak, maka nervus VIII akan mengalami degenerasi Wallerian. Penyebabnya antara lain adalah: kelainan bawaan, genetik, penyakit/kelainan pada saat anak dalam kandungan, proses kelahiran, infeksi virus, pemakaian obat yang merusak koklea (kina, antibiotika seperti golongan makrolid), radang selaput otak, kadar bilirubin yang
tinggi. Penyebab utama gangguan pendengaran ini disebabkan genetik atau infeksi, sedangkan penyebab yang lain lebih jarang. Penyebab tuli sensoneural berdasarkan waktu kejadiannya.
1. periode prenatal •
Periode prenatal atau masa sebelum lahir adalah periode awal perkembangan manusia yang dimulai sejak konsepsi, yakni ketika ovum wanita dibuahi oleh sperma laki-laki sampai dengan waktu sebelum kelahiran seorang individu.
•
Pada periode ini dapat terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga apabila terdapat gangguan, akan menyebabkan permasalahan pada janin tersebut, salah satunya dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada anak setelah di lahirkan.
•
Beberapa penyebab yang akan menimbulkan terjadinya tuli sensoneural pada periode ini, adalah o
Oleh faktor genetik
o
Bukan oleh faktor genetik.
Terutama penyakit-penyakit yang diderita ibu pada kehamilan trimester pertama (minggu ke 6 s/d 12) yaitu pada saat pembentukan organ telinga pada fetus. Penyakit- penyakit itu ialah rubela, morbili, diabetes melitus, nefritis, toksemia dan penyakit-penyakit virus yang lain. Obat-obat yang dipergunakan waktu ibu mengandung seperti salisilat, kinin, talidomid, streptomisin dan obat- obat untuk menggugurkan kandungan. 2. Periode perinatal Penyebab ketulian disini terjadi diwaktu ibu sedang melahirkan. Misalnya trauma kelahiran dengan memakai forceps, vakum ekstraktor, letak-letak bayi yang tak normal, partus lama. Juga pada ibu yang mengalami toksemia gravidarum. Sebab yang lain ialah prematuritas, penyakit hemolitik dan kern ikterus. 3. Periode post natal •
Merupakan periode setelah lahir
•
Penyebab pada periode ini dapat berupa faktor genetik atau keturunan, misalnya pada penyakit familiar perception deafness.
•
Penyebab yang bukan berupa faktor genetik atau keturunan: o
Pada Anak-anak :
ensefalitis.
Penyakit-penyakit
infeksi
pada
otak
misalnya
meningitis dan
Penyakit-penyakit infeksi umum : morbilli, varisela parotitis (mumps),
influenza, deman skarlatina, demam tipoid, pneumonia, pertusis, difteri dan demam yang tak diketahui sebabnya. Pemakaian obat-obat ototoksik pada anak-anak.
o
Pada orang dewasa :
Gangguan pada pembuluh-pembuluh darah koklea, dalam bentuk
perdarahan, spasme (iskemia), emboli dan trombosis. Gangguan ini terdapat pada hipertensi dan penyakit jantung. Kolesterol yang tinggi : Oleh Kopetzky dibuktikan bahwa penderita-
penderita tuli persepsi rata-rata mempunyai kadar kolesterol yang tinggi dalam darahnya. Diabetes Melitus : Seringkali penderita diabetes melitus tak mengeluh
adanya kekurangan pendengaran walaupun kalau diperiksa secara audiometris sudah jelas
adanya
kekurang pendengaran.
Sebab
ketulian
disini
diperkirakan
sebagai berikut :
Suatu neuropati N VIII.
Suatu mikroangiopati pada telinga dalam (inner ear).
Obat-obat ototoksik. Penderita diabetes sering terkena infeksi
dan lalu sering menggunakan antibiotika yang ototoksik
Penyakit-penyakit ginjal : Bergstrom menjumpai 91 kasus tuli persepsi
diantara 224 penderita penyakit ginjal. Diperkirakan penyebabnya ialah obat ototoksik, sebab penderita penyakit ginjal mengalami gangguan ekskresi obatobat yang dipakainya.
Influenza oleh virus. Oleh Lindsay dibuktikan bahwa sudden deafness
pada orang dewasa biasanya terjadi bersama-sama dengan infeksi traktus respiratorius yang disebabkan oleh virus.
Obat-obat ototoksik : Diberitakan bahwa bermacam-macam obat
menyebabkan ketulian, misalnya : dihidrostreptomisin, salisilat, kinin, neomisin, gentamisin, arsenik, antipirin, atropin, barbiturat, librium.
Defisiensi
vitamin.
Disebut
dalam
beberapa
karangan,
bahwa defisiensi vitamin A, B1, B kompleks dan vitamin C dapat menyebabkan ketulian.
Faktor alergi. Diduga terjadi suatu gangguan pembuluh darah pada
koklea. Trauma akustik : letusan born, letusan senjata api, tuli karena suara
bising.
Presbiakusis : tuli karena usia lanjut.
Tumor : Akustik neurinoma.
Penyakit Meniere
Trauma kapitis.
o
Psikogen
Ketulian psikogen dapat :
simulated (malingering)
fungsional (histeri)
Derajat ketulian Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik sebagai dasar yaitu sebagai berikut: •
Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter
•
Tuli ringan bila suara bisik 4 meter
•
Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter
•
Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter.
Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensi- frekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz yang juga disebut speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang lebih 50 db.
Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagai berikut : •
Normal antara 0 s/d 20 db.
•
Tull ringan antara 21 s/d 40 db.
•
Tull sedang antara 41 s/d 60 db.
•
Tull berat antara 61 s/d 80 db.
•
Tull amat berat bila lebih dari 80 db.
Tuli mendadak
Tuli mendadak atau sudden deafness merupakan keadaan emergensi di telinga, dimana telinga mengalami ketulian secara mendadak, kadang tanpa disertai keluhan, umumnya
mengenai satu telinga dengan kehilangan pendengaran 30 dB atau lebih pada 3 frekuensi dan berlangsung selama kurang dari 3 hari. Dikatakan emergensi karena keadaan ini sering kali menetap, jika tidak diketahui cepat penyebabnya. Pada pasien dengan tuli mendadak, 4 teori etiologi yang terkenal: virus, vaskular, membran ruptur, dan auto imun. •
Etiologi virus Virus telah lama dicurigai sebagai agen etiologi dari tuli mendadak. Wilson et
o
al, penelitian pada 122 pasien dengan tuli mendadak di Boston, dan di temukan serokonversi virus sebesar 63%, dibandingkan dengan 40% kontrol. Tingkat konversi secara statistik tinggi secara berarti pada parotitis, rubeola, varicella-zoster, influenza, dan CMV. o
Ketulian mendadak sensorineural ditemukan pada kasus-kasus penyakit
MUMPS, measles, rubella, dan influenza yang disebabkan oleh infeksi adenovirus dan sitomegalovirus (CMV). •
o
Etiologi vaskuler Pembuluh darah koklea merupakan ujung arteri (end artery), sehingga bila
terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan, Pada kasus emboli, trombosis, vasospasme, dan hiperkoagulasi atau viskositas yang meningkat.terjadi iskemia yang berakibat degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligament spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat dan penulangan. •
o
Ruptur membran labirin Ruptur membran labirin berpotensial menyebabkan kehilangan pendengaran
sensorineural yang tiba-tiba, membran basalis dan membran reissner merupakan selaput tipis yang membatasi endolimfe dan perilimfe. o
Ruptur salah satu dari membran atau keduanya dapat menyebabkan ketulian
mendadak. Hal ini disebabkan bercampurnya cairan dari endolimf pada skala media dan perilimf tingkap lonjong dan tingkap bulat yang efektif mengubah potensial endokoklear. •
o
Penyakit autoimun pada telinga dalam Ketulian sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun telinga dalam
masih belum jelas, tapi aktivitas imunologik koklea menunjukkan fakta yang tinggi.
Dalam beberapa tahun ini, penyakit autoimun telinga telah ditambahkan sebagai etiologi disamping teori vaskular, viral dan ruptur membran.
Gejala klinik Timbulnya tuli pada iskemia kokhlea dapat bersifat mendadak atau menahun secara tidak jelas. Kadang-kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan, tetapi biasanya menetap. Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak berat dan tidak berlangsung lama. Kemungkinan sebagai pegangan harus diingat bahwa perubahan yang menetap akan terjadi sangat cepat. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat disertai dengan tinitus atau vertigo. Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu telinga, dapat disertai dengan tinnitus dan vertigo. Kemungkinan ada gejala dan tanda penyakit virus seperti parotis varisela, variola atau pada anamnesis baru sembuh dari penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan klinis tidak terdapat kelainan telinga. Tatalaksana
Secara umum penatalaksanaan tuli mendadak antara lain: •
Non medika mentosa: Tirah baring (total bed rest), istirahat fisik dan mental selama
dua minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar pengaruhnya pada keadaan kegagalan neurovaskuler. •
Medikamentosa: Koreksi terhadap penyebab.,misalnya bising, DM, penyakit vaskuler.
Selain itu umumnya diberi : o
Vasodilator
Secara teoritis, vasodilator dapat memperbaiki suplai darah ke koklea, mencegah terjadinya hipoksia. Papaverin, histamin, asam nikotinik, prokain, niasin, dan karbogen digunakan untuk memperbaiki aliran darah koklearis. Inhalasi karbogen (5% karbondioksida) menunjukkan adanya peningkatan tekanan oksigen perilimfatis. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING (NOISE INDUCED HEARING LOSE)
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :1,3,6,13 1. Intensitas kebisingan 2. Frekwensi kebisingan 3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu 5. Jenis kelamin 6. Usia 7. Kelainan di telinga tengah
pengaruh kebisingan pada pendengaran
Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa :2 1. Adaptasi Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan. 2. Peningkatan ambang dengar sementara Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mulamula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masingmasing individu. 3. Peningkatan ambang dengar menetap Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya
terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekwensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 – 6000 Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz (4 Knotch).1,3,4,6 Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi percakapan ( 500 – 2000 Hz ). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.6 Pembagian
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu : 5,14,15 1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS ) 2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS ) NOISE INDUCED TEMPORARY THRESHOLD SHIFT ( NITTS )
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch “ yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.15 Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal. 15 NOISE INDUCED PERMANENT THRESHOLD SHIFT ( NIPTS )
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan “ occupational hearing loss “ atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri.15 Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :15 1. tingkat suara bising 2. kepekaan seseorang terhadap suara bising NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan
timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 – 6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.15
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT OBAT OTOTOKSIK
Ototoksisitas adalah kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan
organ vestibuler yang
berfungsi mengirimkan informasi keseimbangan dan pendengaran dari labirin ke otak yang disebabkan oleh zat-zat kimia atau toxin (obat-obatan). Efek utama dari obat-obat ototoksik terhadap telinga adalah hilangnya sel-sel rambut yang dimulai dari basal koklea, kerusakan seluler pada stria vaskularis, limbus spiralis dan sel-sel rambut koklea dan vestibuler. Yang menyebabkan gangguan pendengaran frekuensi tinggi yang dapat berlanjut ke frekuensi rendah. Tinitus
dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas. tinitus cirinya kuat dan
bernada tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6 KHz serta biasa bilateral, gejala lainnya juga terdapat gangguan keseimbangan badan, sulit memfiksasi pandangan, terutama setelah perubahan posisi, ataksia dan oscillopsia tanpa adanya riwayat vertigo sebelumnya. Obat – obat yang sering menyebabkan Ototoksik diantaranya: a.
Golongan
Aminoglikosida
(
Streptomisin,
Dihidrostreptomisin,
Neomisin,
Gentamisin, Kanamisin ) b.
Diuretik ( Asam Etakrinat dan Furosemid )
c.
Salisilat ( aspirin )
d.
Anti Malaria ( Kina dan klorokuin )
e. Anti kanker ( Cisplastin ) f. Obat topikal telinga Pencegahan dengan mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien, monitoring ketat level obat dalam serum dan fungsi ginjal harus baik selama dan setelah terapi, mengukur fungsi audiometri sebelum terapi, memonitor efek samping secara dini. Berat ringan ketulian yang terjadi tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan jenis obat, lamanya pengobatan, kerentanan pasien, adanya faktor resiko seperti gagal ginjal akut ataupun kronis dan penggunaan obat ototoksik. Apabila ketulian sudah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara lain dengan alat Bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditory training, termasuk cara menggunakan sisa pendengaran dengan alat
bantu dengar, belajar komunikasi total dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea. KELAINAN TELINGA LUAR 3..I. Kelainan Kongenital 1. Atresia Liang Telinga dan Mikrotia
Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai dengan kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan jelas, diduga karena faktor genetik, seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada kehamilan muda. Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan melihat daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia saja. Atresia liang telinga dapat unilateral atau bilateral. Tujuan rekonstruksi adalah selain dari memperbaiki fungsi pendengaran juga untuk kosmetik. Operasi dilakukan dengan bedah mikro telinga. 2.
Fistula Periaurikular
Fistula periaurikular terjadi ketika pembentukan daun telinga dalam masa embrio. Kelainan ini berupa gangguan embrional pada arkus brakial 1 dan 2. Fistula dapat ditemukan di depan tragus atau di sekitarnya, dan sering terinfeksi. Pada keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran seujung pensil. Dari muara fistula sering keluar sekret yang berasal dari kelenjar sebasea. Bila tidak ada keluhan, operasi tidak perlu dilakukan. Akan tetapi bila terdapat abses berulang dan pembentukan sekret kronis, maka perlu dilakukan pengangkatan fistula itu seluruhnya, oleh karena apabila tidak bersih dapat menyebabkan kekambuhan. 3.
Lop Ear (Bat’s Ear)
Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun telinga. Tampak daun telinga lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologik tidak terdapat gangguan pendengaran, tetapi dapat menyebabkan gangguan psikis karena estetik.
II.
Kelainan Daun Telinga 1.
Hematoma
Hematoma daun telinga disebabkan oleh trauma, sehingga terdapat penumpukan bekuan darah di antara perikondrium dan tulang rawan. Bila bekuan darah ini tidak dikeluarkan dapat terjadi organisasi dari hematoma, sehingga tonjolan menjadi padat
dan permanen. Cara mengeluarkan bekuan darah itu ialah dengan melakukan insisi secara steril. Komplikasi yang terjadi, bila tindakan tidak steril ialah perikondritis. 2.
Perikondritis
Perikondritis (radang pada tulang rawan daun telinga) terjadi karena trauma, pasca operasi telinga (mastoiditis) dan sebagai komplikasi pseudokista. Pengobatan dengan antibiotik sering gagal. Dapat terjadi komplikasi, yaitu tulang rawan hancur dan menciut serta keriput, sehingga terjadi telinga lisut (cauliflower ear). 3.
Pseudokista
Pada kelainan ini terdapat cairan kekuningan di antara tulang rawan daun telinga dan perikondrium. Pasien tidak merasa nyeri, datang ke dokter karena ada benjolan di daun telinga yang tidak diketahui penyebabnya. Sebagai terapi dilakukan pungsi secar a steril, kemudian dilakukan balut tekan atau dengan gips selama seminggu supaya perikondrium melekat di tulang rawan. Apabila perlengketan tidak sempurna dapat timbul kekambuhan, dan bila pungsi tidak steril, dapat terjadi perikondritis dan berlanjut menjadi telinga lisut (cauliflower ear).
III. Kelainan Liang Telinga 1.
(5)
Serumen
Serumen ialah hasil produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang terdapat di kulit sepertiga luar liang telinga. Konsistensinya biasanya lunak, tetapi kadang-kadang padat, terutama dipengaruhi oleh faktor keturunan di samping faktor lain seperti iklim dan usia. Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri maupun anti jamur, serumen mempunyai efek proteksi, sebab membantu membawa kotoran yang ada di liang telinga, seperti pengelupasan kulit, debu yang masuk ke liang telinga. Pada keadaan normal serumen tidak akan tertumpuk di liang telinga. Serumen itu akan keluar sendiri pada waktu mengunyah, dan setelah sampai di liang telinga akan menguap karena panas. Serumen yang menumpuk di liang telinga dapat mengakibatkan gangguan pendengaran (tuli konduktif). Untuk membersihkan serumen tergantung pada konsistensinya. Gejala klinik: Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan kadang-
kadang berdengung. Pada pemeriksaan liang telinga tampak serumen dalam bentuk lunak, liat, keras dan padat. Penatalaksanaan:
a. Serumen cair Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas atau disedot dengan pompa penghisap. b. Serumen lunak Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran timpani, lakukan irigasi liang telinga dengan larutan permanganat 1/1000 suhu larutan sesuai suhu tubuh. Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat dilakukan irigasi. Bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. c. Serumen liat Dikait dengan pengit serumen, apabila tidak berhasil lakukan irigasi dengan syarat tidak ada perforasi membrana timpani. d. Serumen keras dan padat Apabila serumen berukuran besar dan menyumbat liang telinga, lunakkan terlebih dahulu dengan meneteskan karboliserin 10% selama 3 hari, kemudian keluarkan dengan pengait atau dilakukan irigasi. 2.
Benda Asing di Liang Telinga
Benda asing di liang telinga dapat berupa benda mati, benda hidup, binatang, komponen tumbuh-tumbuhan atau mineral. Adanya benda asing di liang telinga dapat menyebabkan tuli konduktif. Benda asing dapat ditarik dengan pengait serumen, bisa juga dengan menggunakan cunam atau pengait. 3.
Otitis Eksterna
Otitis eksterna ialah radang telinga akut ataupun kronis yang disebabkan oleh bakteri. Seringkali timbul bersama penyebab lain, seperti jamur, alergi, atau virus sehingga sulit dibedakan. Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah udara yang hangat dan lembab, pH di liang telinga (pH biasanya normal atau asam. pH yang basa akan menurunkan proteksi terhadap infeksi). Pada keadaan yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Hal lain ialah trauma ringan (ketika mengorek telinga) atau karena berenang yang menyebabkan perubahan pada kulit karena terkena air. a.
Otitis Eksterna Akut
-
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = Bisul)
Oleh karena di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel (bisul). Kuman penyebabnya (etiologi) biasanya
Staphilococcus aureus atau Staphilococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini diseabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuak mulut (sendi temporomandibula). Selain itu dapat juga terjadi gangguan pendengaran, bila furunkel besar dapat menyumbat liang telinga. Penatalaksanaan:
Diberikan antibiotik dalam bentuk salep seperti neomisin, polimiksin B, atau basitrasin; atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%); atau tampon iktiol dalam liang telinga selama 2 hari. Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya (pus). Kalau dinding furunkelnya tebal, dilakukan insisi kemuadian dipasang drain untuk mengalirkan nanah. Tidak perlu diberikan antibiotik sistemik, cukup obat simtomatik, seperti analgetik dan obat penenang. -
Otitis Eksterna Difus
Otitis eksterna difus dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis (OMSK) atau otitis media akut (OMA). Kuman penyebabnya (etiologi) biasanya golongan pseudomonas, Staphilococcus albus, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Gejala klinis: Gejala sama dengan otitis media sirkumskripta. Tampak duapertiga dalam
kulit liang telinga sempit, hiperemis, dan edema tanpa batas yang jelas, serta tidak ditemukan furunkel. Kadang terdapat sekret yang berbau, tidak mengandung lendir. Dapat disertai demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional. Penatalaksanaan: masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supaya
terjadi kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Dapat diberikan kompres rivanol 1/1.000 selama 2 hari. Dapat digunakan obat tetes telinga yang mengandung polimiksin B/kolistin, neomisin dan hidrokortison atau kloramfenikol. Bila kasus berat, diperlukan antibiotik sistemik atau oral. Bila terjadi akibat infeksi telinga tengah maka penyebabnya yang harus diobati. b.
Otitis Eksterna Maligna
Merupakan suatu tipe khusus dari infeksi akut yang difus di liang telinga luar. Biasanya pada orang tua dengan diabetes melitus. Pada otitis eksterna maligna peradangan dapat meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan organ di sekitarnya. Dengan demikian dapat menimbulkan kelainan berupa kondritis, osteitis, dan osteomielitis yang dapat mengakibatkan kehancuran tulang temporal.
Etiologi (penyebab): Pseudomonas
Gejala dapat dimulai dengan rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh nyeri hebat dan sekret yang banyak dan pembengkakan liang telinga. Rasa nyeri akan semakin menghebat, liang telinga akan tertutup oleh tumbuhnya jaringan granulasi secara subur. Saraf fasial dapat terkena sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial. Kelainan patologik yang penting ialah osteomielitis yang progresif (disebabkan infeksi kuman Pseudomonas aeroginosa). Terapi: Pengobatan dengan pemberian antibiotik dosis tinggi terhadap Pseudomonas
aeroginosa yang dikombinasikan dengan aminoglikosida dan diberikan secara parenteral 4-6 minggu. Bila perlu dilakukan debridemen pada jaringan nekrotik di liang telinga dan kavum timpani. Yang terpenting, gula darah harus dikontrol (pada pasien DM). 4.
Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang kandida albikans, dll. Gejala berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga. Tapi kadang juga tanpa keluhan. Pengobatan dengan membersihakn liang telinga. Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol biasanya dapat menyembuhkan. Kadang diperlukan obat anti jamur (salep) secara topikal.
KELAINAN TELINGA TENGAH (OTITIS MEDIA) (1,4)
Terdapat beberapa kelainan yang bisa kita temukan di telinga tengah, seperti gangguan fungsi tuba eustachius, barotrauma (aerotitis), otitis media, otosklerosis. Otitis Media
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Catatan :
Otits Media Supuratif Akut à < 3 mgg Otitis Media Sub Akut à > 3 mgg sampai 2 bulan Otitis Media Supuratif Kronik à> 2 bln
Otitis Media Supuratif Otitis Media Supuratif Akut (OMSA) Definisi dan Patogenesis
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah otitis media yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik. Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim, dan antibodi. Otitis media akut terjadi karena pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.Dikatakan juga, pencetus terjadinya OMSA adalah infeksi saluran napas atas. Pada anak, makin sering terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya OMSA. Pada bayi, terjadinya OMSA dipermudah oleh karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisntal. Kuman penyebab utama ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokkus. Selain itu kadang ditemukan juga hemofilus influenza, Escheria coli, Streptokokus anhemolitikus.
Stadium dan Terapi 1.
Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Hal ini diakibatkan oleh adanya radang di mukosa hidung dan nasofaring karena infeksi saluran napas atas berlanjut ke mukosa tuba eustachius. Akibatnya mukosa tuba eustachius mengalami edema yang akan menyempitkan lumen tuba eustachius. Kadang-kadang membran timpani tampak normal, atau berwarna keruh (pucat). Keluhan yang dirasakan : telinga terasa penuh (seperti kemasukan air), pendengaran terganggu, nyeri pada telinga (otalgia), tinnitus. Pada pemeriksaan otoskopi didapat gambaran membran timpani berubah menjadi retraksi / tertarik ke medial dengan tanda-tanda lebih cekung, brevis lebih menonjol, manubrium mallei lebih horizontal dan lebih pendek, plika anterior tidak tampak lagi, dan refleks cahaya hilang atau berubah (memendek). Terapi : pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (>12 tahun). 2.
Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
•
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani.
•
Seluruh mukosa membran timpani tampak hiperemis serta edem.
•
Sekret yang telah terbentuk masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat. Terapi : antibiotik (yang dianjurkan golongan penisilin atau ampisilin), obat tetes hidung,
analgetika. Pemberian antibiotik dianjurkan minimal 7 hari. Bila alergi dengan penisilin, amak diberikan eritromisin. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. 3.
Stadium Supurasi (Bombans)
Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, terbentuk eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah berat. Apabila tekanan di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) t idak mudah menutup kembali Terapi : Pemberian antibiotik dan miringotomi (bila membran timpani masih utuh). Dengan melakukan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. 4. Stadium Perforasi
Tekanan yang tinggi pada cavum timpani akibat kumpulan mucous dapat menimbilkan perforasi pada membran timpani. Terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi dapat mengakibatkan terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Keluhan yang dirasakan sudah banyak berkurang (karena tekanan di kavum timpani berkurang), keluar cairan di telinga, penurunan pendengaran, keluhan infeksi saluran napas atas masih dirasakan. Pada pemeriksaan otoskopi meatus
eksternus masih didapati banyak mukopus dan setelah dibersihkan akan tampak membran timpani yang hiperemis dan perforasi paling sering terletak di sentral. Terapi : cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari. 5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan kembali normal. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walau tanpa pengobatan. Komplikasi
- Bila setelah 3 minggu pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis. - OMSA dapat menimbulkan gejala sisa (sekuele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi. - Bila OMSA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif sub akut. - Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar selama satu setengah sampai 2 bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK). - Beberapa faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK antara lain : terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk. Prognosis
Prognosis pada OMSA baik bila terapi yang diberikan adekuat.
Miringotomi
Salah satu penangan yang perlu dilakukan pada OMSA (terutama pada stadium supurasi) adalah miringotomi. Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil. Lokasi miringotomi adalah di kuadran postero-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar yang cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau parasintesis yang
digunakan berukuran kecil dan steril. Bedakan miringotomi dengan parasintesis. Parasintesis merupakan punksi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus). Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada n. fasialis, trauma pada bulbus jugulare. Sebagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan apabila sudah diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup).
II.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari liang telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin kental, bening, atau berupa nanah. Beberapa faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK antara lain : terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk. OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Klasifikasi
a.
Berdasarkan letak perforasi di membran timpani, OMSK terbagi atas :
Perforasi sentral : perforasi terdapat di pars tensa (tengah) membran timpani. Bisa
antero-inferior, postero-inferior, dan postero-superior, kadang-kadang sub total. Sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada membran timpani.
Perforasi marginal: sebagian dari tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus
atau sulkus timpanikum. Referensi lain menuliskan perforasi marginal merupakan perforasi pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
b. ·
Perforasi atik : perforasi yang terletak di pars flasida. Berdasarkan jenis serangan, OMSK terbagi atas: OMSK tipe benigna (= tipe mukosa = tipe jinak = tipe aman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa, biasanya tidak mengenai tulang.
Perforasi terletak di sentral (pars tensa)
Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya
·
Tidak terdapat kolesteatom
OMSK tipe maligna ( = tipe tulang = tipe ganas = tipe bahaya)
OMSK yang disertai dengan kolesteatom
Perforasi terletak di marginal atau atik
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
maligna c.
Berdasarkan aktivitas sekret, OMSK terbagi atas : •
OMSK aktif : OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif. •
OMSK tenang : OMSK dengan keadaan kavum timpani yang terlihat basah
atau kering. Etiologi (Penyebab)
Penyebab OMSK antara lain : -
lingkungan
-
genetik
-
otitis media sebelumnya
-
infeksi saluran napas atas
-
autoimun
-
alergi
-
gangguan fungsi tuba eustachius
Gejala Klinis
1.
Telinga berair (otore)
•
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.
•
Pada OMSK tipe jinak (tipe benigna), cairan yang keluar berupa mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Pada OMSK tipe ganas (tipe maligna) unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang
•
atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret berbentuk nanah dan berbau busuk (aroma kolesteatom). Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan adanya kolesteatom yang mendasarinya. Pada OMSK tipe inaktif (tipe tenang) tidak dijumpai adanya sekret telinga.
•
2.
Gangguan pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapatkan tuli konduktif berat. 3
Otalgia (nyeri telinga)
Keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Namun bila OMSK telah berlangsung lama, biasanya penderita sudah tidak merasakan nyeri telinga lagi . Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis, atau ancaman terbentuknya abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, abses subperiosteal, atau trombosis sinus lateralis. 4 Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perubahan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Keluhan vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebellum.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung dari jenis OMSK dan luasnya infeksi, dimana penatalaksanaan terbagi atas pengobatan konservatif dan operasi. 1.
OMSK Benigna (Tenang)
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga, dilarang berenang, dan segera berobat bila menderita infeksi saluran napas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang dan gangguan pendengaran. 2.
OMSK Benigna (Aktif)
Prinsip pengobatan OMSK adalah membersihkan liang telinga dan cavum timpani serta pemberian antibiotik (topikal dan sistemik). Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Penggunaan antibiotik topikal yang ototoksik (misalnya neomisin) lamanya tidak lebih dari satu minggu. o
Antibiotik topikal yang dapat dipakai pada OMSK adalah: Polimiksin B atau Polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif.
o
Neomisin Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga. Kloramfenikol à Obat ini bersifat bakterisid. 3.
OMSK Maligna
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Pembedahan pada OMSK (tipe benigna / tipe maligna)
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna maupun maligna, antara lain: a.
Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy) •
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. •
Pada operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
•
Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
•
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b.
Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. c.
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. d.
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. e.
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V.
B. Otitis Media Non Supuratif (Otitis Media Serosa)
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh. Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Pada Otitis media mukoid, cairan yang ada di
telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius, dan rongga mastoid. Otitis media serosa / otitis media sekretoria / otitis media mukoid / otitis media efusi terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, disertai tanda-tanda radang maka disebut otitis media akut (OMA). Otitis media serosa dibagi 2 jenis : otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronik (glue ear)
I. Otitis Media Serosa Akut
Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain: -
Sumbatan tuba, dimana terbentuk cairan di telinga tengah disebabkan oleh tersumbatnya
tuba secara tiba-tiba seperti pada barotrauma. -
Virus, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan infeksi virus
pada jalan napas atas. -
Alergi, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan keadaan alergi
pada jalan napas atas. -
Idiopatik.
Gejala Klinis
Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang. Rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada barotrauma), tetapi setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini pelan-pelan hilang. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret adalah virus atau alergi. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan. Pengobatan
Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan.
Pada pengobatan medikal diberikan obat vasokonstriktor lokal (tetes hidung),
antihistamin, serta perasat valsava, bila tidak ada tanda-tanda infeksi di jalan napas atas.
Setelah satu atau dua minggu, bila gejala masih menetap, dilakukan miringotomi.
Bila masih belum sembuh dilakukan miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi
(Grommet tube).
II. Otitis Media Serosa Kronik (Glue Ear)
Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan otitis media serosa kronik hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa akut, sekret terbentuk secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga. Pada otitis media serosa kronis, sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama. Otitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis media serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa. Sekret pada otitis media serosa kronik dapat kental seperti lem, maka disebut glue ear . Otitis media serosa kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. Gejala klinik:
Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-50 dB), oleh karena sekret kental atau glue ear . Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan, atau keabu-abuan. Pengobatan:
Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi (Grommet-tube). Pada kasus yang masih baru pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi antihistamin-dekongestan peroral kadang-kadang bisa berhasil. Sebagian ahli menganjurkan pengobatan medikamentosa selama 3 bulan, bila tidak berhasil baru dilakukan tindakan operasi. Disamping itu harus pula dinilai serta diobati faktor-faktor penyebab seperti alergi, pembesaran adenoid atau tonsil, infeksi hidung dan sinus.
BAB III KESIMPULAN
Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39dB), gangguan pendengaran sedang (40-69 dB) dan gangguan pendengaran berat (70-89 dB).
Gangguan pendengaran dapat
diklasifikasikan sebagai: tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran. Tuli mendadak atau sudden deafness merupakan keadaan emergensi di telinga, dimana telinga mengalami ketulian secara mendadak, kadang tanpa disertai keluhan. Pada pasien dengan tuli mendadak, 4 teori etiologi yang terkenal: virus, vaskular, membran ruptur, dan auto imun. Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan : Intensitas kebisingan, Frekwensi kebisingan, Lamanya waktu pemaparan bising, Kerentanan individu, Jenis kelamin, Usia, Kelainan di telinga tengah Tinitus
dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas. tinitus cirinya kuat dan
bernada tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6 KHz serta biasa bilateral, gejala lainnya juga terdapat gangguan keseimbangan badan, sulit memfiksasi pandangan, terutama setelah perubahan posisi, ataksia dan oscillopsia tanpa adanya riwayat vertigo sebelumnya. Kelainan telinga luar meliputi : kelainan kongenital dan kelainan pada daun telinga dan kelainan pada liang telinga. Sedangkan kelainan telinga tengah meliputi otitis media, otitis media supuratif akut dan otitis media supuratif kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6 , Penerbit EGC, Jakarta, 1997.
2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar & Alkes, Jakarta, 2007. 3. Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001. 4. Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990. 5. Kelainan telinga luar . available at http://publichealthnote.blogspot.com/2012/05/kelainantelinga-luar.html 6. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 37-9. 7 Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kec elakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001. 8 Anonymous. Ototoxicity. [cited on October 17, 2011]. Avalaible from www.vestibular.org. 2011. 9
Oghalai, John. Drug-Induced Toxicity. [cited on October 17, 2011]. Available from
www.merckmanual.com. 2011. 10 Mudd, Pamela A. Ototoxicity. [cited on October 17, 2011]. Available from www.emedicine.com. 2010. 11 Moore, K. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates: Jakarta. 2002 12 Ellis Harold. Clinical Anatomy A Revised And Applied Anatomy For Clinical Student ed 11th. Blackwell Science: USA. 2004.