BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN KETUA DR. IR. HJ. ST. ROHANI, M.SI
ANGGOTA IR. ABD. HAMID HODDI, MS IR. MARTHA B. ROMBE, MP MUH. RIDWAN, S.PT, M.SI
SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
ii
HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2011 Judul Buku Ajar : Pengelolaan Usaha Peternakan Nama Lengkap : Dr. Ir. Hj. St. Rohani, M.Si NIP : 19690822 200801 2 015 Pangkat/Golongan : Lektor / IIIc Jurusan/Bagian/Program Studi : Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas/Universitas : Peternakan / Universitas Hasanuddin Alamat Email :
[email protected] Biaya : Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) Dibiayai oleh Dana DIPA BLU Universitas Hasanuddin Tahun 2011 Sesuai SK Rektor Unhas Nomor : 20875/H4.2/KU.10/2011 Tanggal 29 November 2011
Makassar,
Desember 2011
Dekan Fakultas Peternakan
Penulis
Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc NIP. 19520923 197903 1 002
Dr. Ir. Hj. St. Rohani, M.Si NIP. 19690822 200801 2 015
Mengetahui Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc NIP. 19630501 198803 1 004
iii
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayahNya jualah sehingga dapat menyelesaikan penyusunan bahan ajar ini meskipun terdapat halangan dan rintangan yang menantang. Bahan ajar ini disusun sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa sehingga dapat memperlancar proses pembelajaran terutama untuk mata kuliah Pengelolaan Usaha Peternakan. Dalam penyusunan bahan ajar ini, kami banyak mendapat masukan, bimbingan serta petunjuk dari berbagai pihak. Akhirnya kami sangat menyadari bahwa bahan ajar ini masih penuh dengan kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu tegur sapa dan sumbang saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan agar terciptanya tulisan yang lebih sempurna. Semoga apa yang kami paparkan dapat diterima dan berguna bagi kita semua. Amin…..
Makassar,
Desember 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
i ii iii iv vi vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TIPOLOGI USAHA PETERNAKAN
8
BAB III
BAB IV
A. Usaha Peternakan Rakyat B. Usaha Peternakan Komersial
9 10
ASSET USAHA PETERNAKAN
13
A. B. C. D. E. F. G. H.
14 15 16 17 18 18 19 29
SATUAN TERNAK DAN KOEFISIEN TEKNIS A. B. C. D.
BAB V
BAB VI
Pengertian Asset Pengukuran Penilaian Pengakuan Penyajian Fixed Asset Working Asset Liquid Asset
31
Pengertian Satuan Ternak Penggunaan Satuan Ternak Pengertian Koefisien Teknis Jenis-jenis Koefisien Teknis
32 32 38 40
FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
48
A. Jenis-jenis Faktor Produksi B. Alokasi Faktor Produksi C. Efisiensi Teknis dan Efisiensi Ekonomis
49 52 53
APLIKASI FUNGSI PRODUKSI A. B. C. D. E.
Law of Diminising Return Incrasing Productivity Decreasing Productivity Constant Produkctivity Fungsi Produksi
56 57 57 58 58 59
v
BAB VII MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN A. Produksi dan Reproduksi B. Kandang dan Peralatan C. Pakan Ternak BAB VIII ANALISA PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN A. Biaya B. Pendapatan C. Analisa Biaya dan Pendapatan Usaha Peternakan BAB IX
76 77 79 80 82 83 84 87
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PETERNAKAN
110
A. Sinkronisasi Produksi dan Pemasaran B. Potensi Usaha Peternakan Sul-Sel dan Globalisasi Ekonomi
111
DAFTAR PUSTAKA
115 129
vi
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
Teks
1 Matriks Hubungan Antara Profil dan Kompetensi Lulusan
2
2 Perkembangan Nilai Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Pengelolaan Usaha Peternakan pada 3 Semester Terakhir
3
3 Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP) Pengelolaan Usaha Peternakan 4 Daftar Satuan Ternak
6 32
5 Daya Dukung Tanaman Pangan
33
6 Jumlah Ternak per Tenaga Kerja
35
7 Net Calf Crop Dan Gugus Nilai Koefisien Teknis
40
8 Umur Awal dan Afkir Ternak Bibit
41
9 Masa Bunting dan Kering Kandang
42
10 Umur Awal, Berat Awal Dan Masa Penggemukan
43
11 Pertambahan Berat Badan Harian (PBH)
44
12 Kelas Babi Ras Unggul Finishing
45
13 Rata-rata Produksi, Masa Laktasi dan Penggunaan Susu Bagi Anak Sapi
46
14 Kebutuhan Ransum Beberapa Jenis Ternak
80
15 Pertambahan berat badan setiap hari, tergantung dari banga sapi
87
16 Model Penggemukan Sapi
88
17 Model Proyeksi Populasi Mortalitas) Ranch Sapi
Sapi
Bibit/Penggemukan
(Dengan
18 Model Proyeksi Produksi Broiler
89 94
19 Model Proyeksi Produksi Telur
100
20 Proyeksi Sapi Perah (Fh) 10 Induk Awal + Ib (Tanpa Pre – Proyek)
103
21 Proyeksi sapi perah (fh) 5 induk awal + 5 induk tambahan + ib (dengan pre – proyek)
105
22 Beberapa Analisis Usaha Peternakan
108
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
1 Analisis Kebutuhan Pembelajaran
Halaman 5
2 Garis linear sederhana
62
3 Garis linear sederhana dengan nilai a = 0
62
4 Fungsi produksi linier dengan satu variabel input
63
5 Fungsi Produksi Kuadratik
64
6 Fungsi produksi kuadratik dengan satu variabel input
65
7 Fungsi produksi cob-douglas dengan satu variable input
66
1
BAB I PENDAHULUAN
Pengembangan bidang peternakan akhir-akhir ini semakin menjadi perhatian penting karena adanya program diversifikasi pangan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, yang mana dalam kaitan ini peternakan merupakan sumber produksi pangan berkualitas tinggi, disertai dengan permintaan konsumsi masyarakat akan produk peternakan masih jauh melebihi persediaan yang ada. Usaha ternak di pedesaan mampu memberikan tambahan pendapatan dan lapangan pekerjaan bagi keluarga petani dan masyarakat. Upaya mendayagunakan hewan dengan sebaik-baiknya tidaklah mudah, oleh karena itu perlu adanya suatu pengetahuan yang mantap dan berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran Fakultas Peternakan sangat besar untuk memberikan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat agar tahu, mau, dan mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengembangan usaha ternak. Hal ini merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh lulusan Sosial Ekonomi Peternakan, dimana mereka mampu menerapkan dan mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang manajemen, sosial dan ekonomi dalam bidang agribisnis peternakan dengan adaptif dan kreatif dalam pemanfaatan sumber daya lokal yang berjiwa bahari. Kompetensi Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan yaitu sebagai berikut : 1. Kompetensi Utama : •
Kemampuan menerapkan aspek teknis peternakan, teknologi hasil peternakan
•
kepada masyarakat.
•
Kemampuan mengelola usaha agribisnis peternakan.
•
Mampu melakukan usaha manidiri (berwirausaha) di bidang peternakan
•
Kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah manajemen, sosial dan ekonomi bidang peternakan.
•
Kemampuan membuat dan menganalisis studi kelayakan usaha peternakan.
•
Kemampuan membina dan mengembangkan masyarakat dalam menerapkan inovasi dan teknologi dibidang peternakan
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
2
2. Kompetensi Pendukung : •
Kemampuan menyusun dan menganalisa laporan keuangan perusahaan peternakan
•
Mampu melakukan presentasi dan negosiasi untuk meyakinkan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi peternakan.
•
Kemampuan untuk mengolah dan menganalisa serta pengambilan keputusan berbasis komputer
3. Kompetensi Lainnya (Institusional) : •
Kemampuan mengembagkan diri berdasarkan wawasan budaya bahari.
•
Mampu bekerjasama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
•
Mampu membuat media dan presentasi multim
Tabel 1. Matriks hubungan antara Profil dan Kompetensi Lulusan Profil Lulusan a.
Inovatif
b.
c.
a.
Adaptif
a.
Kreatif b.
Kompetensi yang seharusnya dimiliki Kompetensi Utama Kompetensi Pendukung Kompetensi Lainnya Kemampuan menerapkan a. Mampu membuat media aspek teknis peternakan, dan presentasi teknologi hasil peternakan multimedia kepada masyarakat. Kemampuan mengelola usaha agribisnis peternakan. Mampu melakukan usaha mandiri (berwirausaha) di bidang peternakan Kemampuan membina dan a. Mampu melakukan a. Kemampuan mengembangkan presentasi dan negosiasi mengembangkan diri masyarakat dalam untuk meyakinkan berdasarkan wawasan menerapkan inovasi dan masyarakat dalam budaya bahari teknologi dibidang bidang sosial ekonomi b. Mampu bekerjasama peternakan. peternakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan Kemampuan menganalisis a. Kemampuan menyusun a. Mampu membuat dan memecahkan masalah dan menganalisis media dan presentasi manajemen, sosial dan laporan keuangan multimedia ekonomi bidang perusahaan peternakan peternakan. b. Kemampuan untuk Kemampuan membuat dan mengolah dan menganalisis studi menganalisis serta kelayakan usaha pengambilan keputusan peternakan. berbasis komputer
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
3
Pengembangan usaha peternakan hanya dapat dilakukan jika manusia memiliki kemampuan dalam pengelolaan usaha peternakan itu sendiri. Pengelolaan usaha menjadi acuan untuk mengembangkan usaha peternakan. Namun kurangnya sarana dan fasilitas pembelajaran dan minat mahasiswa untuk mengakses internet mengakibatkan proses pembelajaran e-learning kurang berkembang. Hal ini juga berdampak pada proses pembelajaran Mata Kuliah Pengelolaan Usaha Peternakan terbukti dengan pencapaian nilai yang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Nilai Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Pengelolaan Usaha Peternakan pada 3 Semester Terakhir No. 1
2
3.
Semester Akhir 2008/2009
Awal 2009/2010
Akhir 2010/2011
Nilai Hasil A AB+ B BC+ C CD E A AB+ B BC+ C CD E A AB+ B BC+ C CD E
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Jumlah (Orang) 6
19
4
13
6 12 9 25 6 18
1 3 6 3 13 3 4
Jumlah (%) 14.29 45.24 9.52 30.95 7.89 15.79 11.84 32.89 7.89 23.68 3.03 9.09 18.18 9.09 39.39 9.09 12.12
Sosial Ekonomi Peternakan
4
Pada Tabel 2, memperlihatkan nilai mahasiswa 3 semester terakhir. Hal ini menjadi bukti pembelajaran yang kurang efektif. Oleh karena itu untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa maka perlu dilakukan penyediaan bahan ajar yang berbasis internet. Dengan adanya bahan ajar ini diharapkan akan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa dan memberikan dukungan pada mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan dengan baik mengingat sangat pentingnya mata kuliah ini. Pentingnya mata kuliah Pengelolaan Usaha Peternakan dapat dilihat pada Analisis Kebutuhan Pembelajaran berikut ini : Mata Kuliah
: Pengelolaan Usaha Peternakan
Kompetensi Utama
: a. Kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah manajemen, dan ekonomi bidang peternakan. b. Kemampuan
membuat
dan
menganalisis
studi
kelayakan usaha peternakan. Kompetensi Pendukung
: a. Kemampuan menyusun dan menganalisis laporan keuangan perusahaan Peternakan.
Sasaran Belajar
: Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa mampu mengelola suatu usaha peternakan secara efisien dan ekonomis.
Analisis
kebutuhan pembelajaran tersebut
menjadi
landasan pelaksanaan
Pengelolaan Usaha Peternakan. Grafik analisis pembelajaran dapat dilihat pada gambar 1.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
5
Mahasiswa mampu mengelola suatu usaha peternakan secara efisien dan ekonomis
Mampu memberikan argumntasi tentang kebijakan pemerintah terhadap usaha peternakan 9 Mampu menghitung biaya & pendapatan usaha peternakan 8 Mampu membuat pola manajemen usaha peternakan yang baik 7 Dapat mengukur produktivitas melalui aplikasi fungsi produksi 6
Dapat menjelaskan pengalokasian faktorfaktor produksi 5
Dapat menjelaskan & menguraikan faktor faktor produksi 4
Dapat menjelaskan tentang Satuan Ternak dan Koefisien Teknis 3
Dapat mengklsifikasikan asset usaha peternakan 2
Mampu mengidentifikasi tipologi usaha peternakan di Indonesia 1
Gambar 1. Analisis Kebutuhan Pembelajaran Dengan demikian keberadaan bahan ajar ajar ini akan menjadi tambahan referensi bagi mahasiswa peserta mata kuliah Pengelolaan Usaha Peternakan yang selama ini masih kurang. Penyusunan bahan ajar ini didasarkan pada GBRP (Garis Besar Rancangan Pembelajaran). Susunan GBRP Mata Kuliah Pengelolaan Usaha Peternakan dapat dilihat pada tabel 3.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
6
GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP) Mata Kuliah Kompetensi Utama Kompetensi Pendukung Kompetensi Lainnya Sasaran Belajar
: : : : :
Pengelolaan Usaha Peternakan Kemampuan membuat dan menganalisis studi kelayakan usaha peternakan. Kemampuan menyusun dan menganalisis laporan keuangan perusahaan peternakan. Mampu bekerjasama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Mampu mengelola suatu usaha peternakan secara efisien dan ekonomis.
Tabel 3. Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP) Pengelolaan Usaha Peternakan BOBOT NILAI (%)
- Pemahaman secara sistematik - Referensi jelas
5
SASARAN PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
I
Dapat mengidentifikasi tipologi usaha peternakn di Indonesia
1.Pengertian Ush ptrnkn 2.Usaha Ptrnkn Rakyat 3.Usaha Ptrnkn Komersial
KULIAH & DISKUSI
II
Dapat mengklasifikasikan asset usaha peternakan
1. Fixed Asset 2. Working Asset 3. Liquid Asset
- Ketepatan menyelesaikan tugas KULIAH & TUGAS - Kejelasan perbedaan beberapa istilah.
III
IV
STRATEGI PEMBELAJARAN
KRITERIA PENILAIAN
MINGGU KE
1. Pengertian satuan ternak 2. Analisis satuan Ternak - Pemahaman secara sistematik Dapat menjelaskan tentang 3. Pengertian Koefisien KULIAH, DISKUSI - Referensi jelas satuan ternak dan koefisien tehnik & TUGAS - ketepatan menyelesaikan teknik 4. Jenis-jenis koefisien tugas tehnik Jenis-jenis faktor produksi : - Ketepatan menjelaskan jenisDapat menjelaskan, tanah, modal, tenaga kerja, jenis faktor produksi menguraikan dan manajemen KULIAH, DISKUSI - Ketepatan menguraikn jenismengalokasikan faktorAlokasi Faktor Produksi & TUGAS jenis faktor produksi faktor produksi Efisiensi teknis & -Keaktifan dlm diskusi klmpk ekonomis -Kejelasan menguraikan
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
5
5
30
Sosial Ekonomi Peternakan
7
V, VI, VII
VIII, IX, X
XI, XII, XIII
XIV, XV, XIV
pengalokasian faktor-faktor produksi -Ketepatan menyelesaikan tugas 1. Law of Diminising - Ketepatan menguraikan Return tentang produktivitas melalui 2. Incrasing Productivity aplikasi fungsi produksi Dapat mengukur KULIAH, DISKUSI 3. Decreasing productivity - Ketepatan menentukan faktorproduktivitas melalui KELOMPOK & 4. Constant productivity faktor produksi yang optimal aplikasi fungsi produksi TUGAS 5. Fungsi Linear - Keaktifan dlm diskusi klmpk 6. Fungsi Kuadratik - Ketepatan menyelesaikan 7. Fungsi Cobb Douglass tugas Manajemen Usaha Petrnakn -Ketepatan waktu penyelesaian 1.Reproduksi dan Produksi Dapat membuat pola MID TEST, STUDI ujian. 2.Kandang & pralatan manajemen usaha LAPANG & -Kedisiplinan dalam 3.Pakan & Ternak peternakan DISKUSI mengemukakan pendapat dan KELOMPOK menghargai pendapat orang lain Analsis Biaya & -Kedisiplinan dalam Dapat menghitung biaya & KULIAH, TUGAS & Pendapatan Ternak Potong, mengemukakan pendapat dan pendapatan usaha DISKUSI unggas & sapi perah. menghargai pendapat orang peternakan KELOMPOK lain Kebijakan Pemerintah - Kesesuaian jawaban dengan Terhadap Usaha referensi yang relevan Dapat memberikan Peternakan: - Kedisiplinan dalam argumentasi tentang 1. Sinkronisasi Produksi PRESENTASI & mengemukakan pendapat dan kebijakan pemerintah dan Pemasaran FINAL TEST menghargai pendapat orang terhadap usaha peternakan 2. Poteni Ush Ptrnkn Sullain Sel dan Globalisasi - Ketepatan waktu penyelesaian Ekonomi ujian.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
5
10
20
20
Sosial Ekonomi Peternakan
8
BAB II TIPOLOGI USAHA PETERNAKAN
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat mengidentifikasi tipologi usaha peternakn di Indonesia STRATEGI PEMBELAJARAN •
Kuliah
•
Diskusi
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang pengertian usaha peternakan yang meliputi usaha peternakan rakyat dan usaha peternakan komersial PENDAHULUAN Ilmu usaha tani atau farm management berkembang di Amerika dan Eropa sejak permulaan abad ke XX. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan Ilmu Ekonomi Produksi. Ilmu usaha tani juga berkembang di negara-negara lain termasuk Australia dan Taiwan. Ilmu usaha tani di Asia telah mengalami perubahan disesuaikan dengan ukuran usaha petani-petani di Asia yang pada dasarnya berusaha dalam ukuran yang kecil (small size). Walaupun petani-petani Asia berukuran skala kecil, mereka telah menerapkan prinsip-prinsip bisnis pertanian. Pengembangan sub sektor peternakan sebagai bagian dari ilmu usaha tani dalam era globalisasi ekonomi dihadapkan pada persaingan yang semakin terbuka, kondisi tersebut seharusnya dijadikan momentum untuk memacu peningkatan sumberdaya lokal, daya saing serta antisipasi masa depan. Kegiatan Peternakan saat ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja. Tapi sudah merupakan usaha yang dijadikan sumber penghasilan pokok. Dewasa ini usaha peternakan juga sudah mencapai level usaha industri yang menyediakan lapangan kerja bagi orang banyak. Saat ini usaha peternakan yang pengelolaannya masih didominasi usaha skala kecil dan menengah antara lain ternak kerbau, sapi, domba, kambing, kelinci, itik dan ayam buras. Sementara ternak sapi potong, sapi perah, ayam ras dan puyuh dikelolah oleh perusahaan peternakan. Namun demikian, usaha ternak sapi potong, sapi perah atau puyuh bisa dikelola sendiri dengan skala kecil. Secara umum tipe usaha peternakan akan dibahas pada bab ini. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
9
URAIAN MATERI 1. Usaha Peternakan Rakyat Usaha ini diwakili oleh petani-petani dengan lahan sempit yang mempunyai 1-2 ekor ternak, baik ternak ruminansia besar,kecil bahkan ayam kampung. Keluarga petani yang bergerak dalam usaha ini diperkirakan terdiri atas 37.836.000 rumah tangga dengan populasi ternak sebesar : a. ± 7 juta ekor sapi potong b. ± 3 juta ekor kerbau c. ± 11 juta ekor kambing dan domba d. ± 140 ekor ayam kampung Usaha peternakan nasional hingga saat ini masih didominasi usaha peternakan rakyat. Jumlahnya mencapai lebih dari 95 persen dari jumlah keseluruhan peternak di Indonesia.
Tipe usaha ini tidak mengalami kemajuan pesat, karena perkembangannya
sangat dipengaruhi oleh daya dukung wilayah dan terbatasnya modal dan pemakaian teknologi. Cara ini dapat digambarkan hanya merupakan usaha sambilan, memanfaatkan by produk pertanian dan sangat berguna untuk saving keluarga. Dari tipe usaha ini tentu telah ada yang berkembang ke arah usaha semi intensif. Usaha peternakan rakyat atau small farmers merupakan usaha peternakan yang melaksanakan biosekuriti secara terbatas, karena masalah biaya sedangkan perkandangan terbuka, sehingga terjadi hubungan dengan ternak liar. Secara terperinci ciri-ciri system peternakan rakyat adalah : a. Manajemen intensif yang rendah b. Modal yang sangat rendah c. Produknya adalah pengan dengan ketergantungan pada pasar output dan input pada jasa pelayanan Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk menjaga kesinambungan usaha peternakan rakyat, adalah melalui sentuhan perbaikan sistem pemasaran ternak potong, yang paling tidak dapat dilakukan 2 pendekatan : a. Peternak sapi dan kerbau rakyat mendirikan wadah dan bersatu didalamnya untuk menggalang sumber daya yang dimiliki untuk diarahkan pada keberlangsungan peternakan rakyat dibidang usaha ternak potong secara agribisnis, dengan pengertian peternak melalui wadah dimaksud mampu mengendalikan kegiatanBAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
10
kegiatan hulu sampai dengan hilir sub sistem agribisnis usaha ternak potong yang tentunya pemasaran termasuk didalamnya. b. Pemerintah atau pengusaha yang peduli terhadap pembangunan peternakan rakyat mempelopori pendirian usaha pembelian ternak rakyat secara langsung, menjamin pembelian dengan harga memadai, memiliki cabang-cabang pada sentra pengembangan ternak potong, tanpa perantara, dan menggunakan cara penentuan harga per ekor ternak berdasarkan timbangan berat hidup ternak. Selanjutnya jika yang menjadi pelopor tersebut adalah pemerintah dan usaha dimaksud telah berjalan lancar dan menguntungkan, dapat dijual ke pihak swasta melalui kebijakan privatisasi. Peternak dengan peluang perolehan yang tinggi akan bergairah dalam pengembangan usahanya dan selanjutnya akan muncul pendatang baru sebagai investor untuk menanamkan modalnya dalam usaha pengembangan ternak potong tersebut. Argumentasi penguat dapat ditinjau dari realitas dan keunggulan usahatani skala kecil. Pertama, usaha pertanian tidak pernah akan lenyap selama manusia masih perlu makan. Kedua, kenyataan bahwa kepemilikan faktor produksi (lahan, modal) petani kita sangat sempit dan terbatas. Ketiga, sebagian besar penduduk masih bergantung pada sektor pertanian di pedesaan. Keempat, kontribusi pertaniansangat besar dalam menunjang sektor industry hulu dan hilir serta jasa pertanian, baik dalam kontribusi komoditi pertanian, pendapatan, pasar maupun penyerapan tenaga kerja. Kelima,program-program dalam skala kecil lebih memungkinkan adanya partisipasi, lebih mudah disesuaikan, serta lebih peka menjawab kebutuhan petani. Keenam, program kecil membutuhkan teknologi sederhana yang disesuaikan dengan kemampuan pelakupelakunya. Terakhir, program-program skala kecil memberi ruang yang besar bagi partisipasi dan kemandirian demi pencapaian masyarakat yang bebas, demokratis dan berkeadian sosial. 2. Usaha Peternakan Komersil Merupakan usaha yang benar-benar telah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi antara lain usaha dengan tujuan untuk profit maksimal. Dalam usaha ini profit adalah motivasinya yang diproyeksikan kepada pasar-pasar yang ada. Sistem perusahaan Peternakan Komersial (SPPK) memiliki ciri-ciri : a. Melaksanakan sekuriti relative intensif b. Modal relative tinggi BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
11
c. Manajemen sekuriti relatuf moderat sampai tinggi d. Produknys merupakan pangan dengan input tergantung pada Sistem Industri Peternakan Terintegrasi atau impor Usaha komersial dalam bidang peternakan dapat bermacam-macam, misalnya : a. Usaha pembibitan b. Usaha makanan ternak c. Usaha penggemukan (feed lot) d. Usaha ranch, dan lain-lainya Sebagai gambaran jumlah usaha peternakan yang bergerak dalam tipe komersial antara lain : a. 7 usaha peternak pembibitan ayam tipe GPS (Grant Parent Stock) b. 61 buah usaha peternakan pembibitan type PS (Parent Stock) c. 97 Buah pabrik makanan ternak dengan kapasitas dari 1 ton/jam sampai 60 ton/jam d. 3 jumlah feedlot e. 45 jumlah ranch sapi potong Usaha peternakan komersial umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki modal besar serta menerapkan teknologi modern. Disamping itu usaha peternakan komersial telah melakukan pemeliharaan dalam ruangan tertutup dan menerapkan biosekuriti secara moderat. Seperti usaha lainnya, usaha peternakandapat juga dikelola secara industry. Beberapa jenis ternak yang sudah dikelola secara industi antara lain ayam ras, sapi potong, dan sapi perah. Usaha ternak secara industry sudah berbadan hukum. Usaha peternakan skala bear seyogiyanya berbadan hukum karena melibatkan banyak pihak yang terdiri dari pemilik modal dan pekerja. Beberapa bentuk badan hukum yang dapat dipilih antara lain yayasan, koperasi, CV, atau perseroan terbatas. Tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha ini mencapai 100%. Contoh usaha yang dikelola secara industry adalah adalah peter nakan sapi perah. Namun demikian, usaha ini dikelola oleh peternak di bawah gabungan Koperasi Susu Indonesia.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
12
PENUTUP Soal Latihan 1. Jelaskan perbedaan antara usaha peternakan komersial dan peternakan rakyat ! 2. Bagaimana upaya pemerintah untuk mempertahankan kesinambungan usaha peternakan rakyat ? Daftar Bacaan Hasnudi, Iskandar Sembiring, Sayed Umar. 2010. Usaha Peternakan Komersial Umumnya Dilakukan oleh Peternak Yang Memiliki Modal Besar Serta Menerapkan Teknologi Modern. Fakultas Pertanian. Jurusan Peternakan. Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fp/ternakhasnudi.pdf. Indro Surono. 1997. Agribisnis Skala Kecil. Wacana No. 8 / Mei - Juni 1997 Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Rahardi dan Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
13
BAB III ASSET USAHA PETERNAKAN
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat mengklasifikasikan Asset usaha peternakan STRATEGI PEMBELAJARAN •
Kuliah
•
Tugas
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang : •
Fixed Asset
•
Working Asset
•
Liquid Asset
PENDAHULUAN Usaha apapun yang dijalankan pasti
membutuhkan sejumlah modal. Modal
merupakan sejumlah barang, jasa dan uang yang dimiliki untuk mengawali sebuah langkah usaha dibidang peternakan. Modal memegang peranan penting dan merupakan tulang punggung usaha peternakan. Oleh karena itu, diperlukan manajemen permodalan yang bertujuan untuk mengelola modal agar pengalokasiannya tepat dan penggunaannya efisien. Seiring dengan berkembangnya suatu perusahaan maka jumlah aset juga akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Aset adalah barang tidak habis pakai (non consumable) yang dimiliki perusahaan yang memiliki umur lebih dari 12 bulan. Aset membutuhkan manajemen yang baik agar lebih mudah untuk dipantau dan ditelusuri. Kebutuhan informasi mengenai data dan informasi suatu aset sangatlah penting guna untuk memperbaiki kinerja atau efisiensi di dalam suatu perusahaan.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
14
URAIAN MATERI A. Pengertian Asset FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No 6, prg 25): Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a perticular entity as a result of past transactions or events. (Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu.) Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut: An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise. Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut: Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a result of past transaction or other past events. Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi yang lain luas karena aset dinilai mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset. Berdasar uraian diatas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset, yaitu: 1. Manfaat ekonomik yang datang cukup pasti Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena daya belinya atau daya tukarnya. Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat ditukarkan dengan kas, barang, BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
15
atau jasa, karena dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi kewajiban. 2. Dikuasai atau dikendalikan entitas Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Oleh, karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini berarti
kemampuan
entitas
untuk
mendapatkan,
memelihara/menahan,
menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Hal ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance over form). Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna yuridis atau legal. 3. Timbul akibat transaksi masa lalu Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset. Aset harus timbul akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi. Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Misalnya perubahan tingkat bunga, punyusutan atau kecelakaan. B. Pengukuran Salah satu kriteria pengakuan aset adalah keterukuran (measureability) manfaat ekonomik yang akan datang. Yang dimaksud pengukuran di sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek aset pada saat terjadinya, yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Dan jika suatu sumberdaya yang diperoleh suatu perusahaan tidak andal (reliable) pada elemen pengukurannya, maka sumberdaya tersebut tidak dapat ditampilkan sebagai aset melainkan diakui sebagai pendapatan ketika terjadi transaksi.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
16
C. Penilaian Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian. Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat, dan ketidakpastian aliran kas bersih ke badan usaha. Singkatnya, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan. FASB mengidentifikasi lima makna atau atribut yang dapat direpresentasi berkaitan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut: a. Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan jumlah bagian yang telah didepresiasi atau diamortisasi. b. Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan kalau aset tertentu diperoleh sekarang. c. Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
17
digunakan untuk aset yang kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya. d. Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang disajikan sebesar nilai terealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskun) dari aset tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya. e. Present (or discounted) value of future cash flows. Piutang dan investasi jangka panjang disjikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskun implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan tersebut. D. Pengakuan Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempebgaruhi aset. Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset tersebut, yaitu: 1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset 2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, dibutuhkan dan berharga. 3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset. 4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter. 5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca).
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
18
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi. Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria) FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual atau umum. E. Penyajian Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut: 1. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di bagian atas dalam neraca berformat laporan. 2. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan aset tetap. 3. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling lancar dicantumkan pada urutan pertama. 4. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan (misalnya metoda depresiasi aset tetap dan dasar penilaian sediaan barang. F. Fixed Asset (Asett Tetap) Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan ekonomi perusahaan. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas tanah, peralatan, gedung bangunan, jalan dan sebagainya. Aset tidak berwujud adalah jenis aset yang tidak memiliki wujud fisik. Contoh dari aset ini adalah hak cipta, paten, merek dagang, rahasia dagang. Aset tetap (Fixed tetap) adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
19
Aset tetap adalah aset berujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan. Karakteristik aset tetap sebagai berikut: 1. Dimiliki perusahaan untuk digunakan (bukan barang dagangan) 2. Dimiliki untuk digunakan dalam operasi perusahaan yang utama (bukan investasi jangka panjang) 3. Dimiliki untuk digunakan dalam jangka waktu lebih dari satu siklus operasi perusahaan (bukan perlengkapan) 4. Memiliki nilai yang relatif tinggi Dikarenakan memiliki nilai yang tinggi, penggunaan yang relatif lama dan menjadi alat utama perusahaan menghasilkan revenue, maka investasi dalam aset tetap (Capital Budgeting) harus diperhitungkan dengan matang. Klasifikasi Aset Tetap Umumnya aset tetap dibagi dalam empat kelompok, yaitu: 1. Tanah, seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung perusahaan. 2. Perbaikan Tanah, seperti jalan diseputar lokasi perusahaan yang dibangun perusahaan, tempat parkir, pagar, dan saluran air bawah tanah. 3. Gedung, seperti gedung yang digunakan untuk kantor, toko, pabrik, dan gudang. 4. Peralatan, seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan, dan meubel. Penentuan Harga Perolehan Aset Tetap Dari beragam aset tetap berujud, untuk tujuan akuntansi dilakukan pengelompokkan sbb: 1. Aset tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah untuk lokasi perusahaan, pertanian, dan peternakan. 2. Aset tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aset yang sejenis, misalnya gedung dan peralatan.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
20
3. Aset tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aset yang sejenis, seperti sumber-sumber alam misalnya tambang dan hutan. Penyusutan atas 3 kelompok aset tetap berujud tsb adalah: 1. Aset tetap yang umurnya tidak terbatas --------- tidak dilakukan penyusutan terhadap harga perolehannya 2. Aset tetap yang terbatas umurnya --------- dilakukan penyusutan terhadap harga perolehannya Aset tetap yang dapat diganti dengan aset sejenis, penyusutannya disebut depresiasi. Penyusutan sumber alam disebut deplesi, sedangkan penyusutan aset tidak berwujud disebut amortisasi. Prinsip Penilaian Aset Tetap Berwujud aset tetap dinyatakan sebesar nilai buku yaitu harga perolehan aset tetap tersebut dikurangi dengan akumulasi penyusutannya Sesudah aset tetap diperoleh dan dalam masa penggunaan, maka: 1. Aset yang umurnya tidak terbatas seperti tanah, dilaporkan dalam neraca sebesar harga perolehannya 2. Aset yang umurnya terbatas dicantumkankan dalam neraca sebesar nilai bukunya. Harga perolehan (acquisition cost) aset tetap meliputi jumlah uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul untuk memperoleh aset tetap tersebut. Nilai buku aset tetap adalah harga perolehan aset tetap dikurangi dengan akumulasi depresiasi/deplesi aset tetap tersebut Cara-Cara Perolehan Aset Tetap 1. Pembelian Tunai 2. Pembelian Angsuran 3. Ditukar dengan Surat-surat Berharga 4. Ditukar dengan Aset Tetap yang Lain a) Pertukaran aset tetap yang tidak sejenis BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
21
b) Pertukaran aset tetap yang sejenis 5. Diperoleh dari Hadiah/Donasi 6. Aset yang Dibuat Sendiri Aset tetap berwujud, termasuk: 1. Tanah 2. Bangunan/Gedung 3. Mesin dan Alat-alat 4. Alat-alat Kerja 5. Pattern dan Dies/Cetakan 6. Perabot/Mebelair dan Alat-alat Kantor 7. Kendaraan 8. Tempat Barang yang Dapat Dikembalikan/Returnable Container Tanah, harga perolehannya meliputi a. harga beli tunai tanah b. biaya balik nama c. komisi pembelian d. biaya penelitian tanah e. pajak, iuran, atau pungutan lain yang harus dibayar pembeli f. biaya merobohkan bangunan lama g. biaya perataan tanah, pembersihan, dan pembagian Bangunan Jika gedung dibuat sendiri, maka harga perolehan gedung terdiri dari: a. biaya-biaya pembuatan gedung b. biaya perencanaan dan desain gambar c. biaya izin bangunan d. pajak-pajak selama masa pembangunan gedung e. bunga selama masa pembuatan gedung f. asuransi selama masa pembangunan Perlengkapan gedung (seperti tangga berjalan dan lift) dicatat sendiri dalam rekening alat-alat gedung dan akan didepresiasi selama umur alat-alat tersebut. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
22
Mesin dan alat-alat, harga perolehannya meliputi: a. harga beli b. pajak-pajak yang menjadi beban pembeli c. biaya angkut d. asuransi selama dalam perjalanan e. biaya pemasangan f. biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin Bila mesin dibuat sendiri, maka harga perolehannya meliputi semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat mesin. Mesin yang disewa dari pihak lain, biaya sewanya tidak dikapitalisasi tetapi dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya. Alat-alat kerja berupa alat-alat untuk mesin atau alat-alat tangan (seperti drei, catut, & palu) memiliki harga perolehan yang relatif kecil shg tidak didepresiasi tetapi diperlakukan sbb: 1. pada waktu pembelian dikapitalisasi, kemudian pada setiap akhir periode dihitung fisiknya. Selisihnya dicatat sebagai biaya untuk periode yang bersangkutan dan rekening alat-alat kerja dikredit; atau 2. dikapitalisasi sebagai aset dengan jumlah tertentu dan dianggap sebagai persediaan normal, kemudian setiap kali pembelian baru dibebankan sebagai biaya. Pattern dan Dies/Cetakan yang dipakai untuk produksi dalam beberapa periode dicatat dalam rekening aset tetap dan didepresiasi selama umur ekonomisnya. Tetapi jika cetakan hanya dipakai memproduksi pesanan khusus, maka harga perolehannya dibebankan sebagai biaya produksi pesanan tersebut. Perabot dan alat-alat kantor, pembelian atau pembuatannya harus dipisahpisahkan untuk fungsi produksi, penjualan, dan administrasi karena depresiasinya dibebankan pada masing-masing fungsi tersebut. Harga perolehannya terdiri atas harga beli, biaya angkut, dan pajak yang menjadi tanggungan pembeli.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
23
Kendaraan, juga dipisahkan berdasarkan fungsi. Harga perolehannya meliputi harga faktur, bea balik nama, & biaya angkut. Pajak yang dibayar setiap periode (seperti pajak kendaraan bermotor dan jasa raharja) dibebankan sebagai biaya pada periode yang bersangkutan. Returnable Container adalah barang-barang yang dipakai sebagai tempat dari produk yang dijual, misalnya drum, tangki, dan botol. Barang tersebut merupakan aset perusahaan dan disusut selama umur kegunaannya. Bila tempat barang tersebut dikembalikan, maka harga jual tidak termasuk harga tempat barang tersebut Biaya-Biaya Selama Masa Penggunaan Aset Tetap 1. Reparasi dan Pemeliharaan 2. Penggantian 3. Perbaikan/betterment/improvement 4. Penambahan 5. Penyusunan Kembali Aset Tetap/Rearrangement Reparasi dan pemeliharaan terjadi berulang-ulang dan manfaat biaya tersebut hanya dalam periode yang bersangkutan, sehingga dicatat sebagai biaya. Reparasi besar terjadi selang beberapa tahun dan manfaatnya dirasakan dalam beberapa periode, sehingga biaya reparasi besar dikapitalisasi dan
pembebanannya
sebagai biaya dilakukan dalam beberapa periode yang menerima manfaatnya. Dua cara mencatat biaya reparasi besar, yaitu: 1. menambah harga perolehan aset tetap, apabila biaya ini dikeluarkan untuk menaikkan nilai kegunaan aset dan tidak menambah masa manfaatnya. 2. mengurangi akumulasi depresiasi jika memperpanjang umur ekonomis dan nilai residu, sehingga nilai buku bertambah besar dan mempengaruhi perhitungan depresiasi. Penggantian adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengganti aset atau suatu bagian aset dengan unit yang baru dengan tipe yang sama.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
24
Improvement adalah penggantian suatu aset dengan aset baru untuk memperoleh kegunaan yang lebih besar. Perbaikan dengan biaya relatif kecil diperlakukan seperti reparasi biasa. Tetapi perbaikan dengan biaya relatif besar dicatat sebagai aset baru. Aset lama yang diganti serta akumulasi depresiasinya dihapuskan dari rekening-rekeningnya. Penambahan adalah memperbesar atau memperluas fasilitas suatu aset seperti penambahan ruang dalam bangunan, ruang parkir, serta penambahan alat pada mesin pabrik yang dapat meminimalisir pencemaran. Biaya yang timbul dalam penambahan dikapitalisasi menambah harga perolehan aset dan didepresiasi selam umur ekonomisnya. Rearrangement Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyusunan kembali atau perubahan route produksi, atau untuk mengurangi biaya produksi jika jumlahnya cukup berarti dan manfaatnya akan dirasakan lebih dari satu periode akuntansi maka harus dikapitalisasi. Biaya tersebut dikapitalisasi sebagai biaya dibayar dimuka atau beban yang ditangguhkan dan akan diamortissi ke periode yang memperoleh manfaat rearrangement. Pemberhentian Aset Tetap Aset tetap bisa dihentikan penggunaannya dengan cara: 1. Dijual, 2. Ditukarkan, atau 3. Rusak Pada saat aset tetap diberhentikan dari pemakaian 1. semua rekening yang berhubungan dengan aset tetap tersebut dihapuskan 2. apabila aset tetap tersebut dijual, maka selisih harga jual dengan nilai buku atau residu dicatat sebagai laba atau rugi. Ilustrasi Mesin yang dibeli pada tanggal 1 Februari 2002 dengan harga Rp5.700.000,00; pada tanggal 1 Juli 2006 dijual dengan harga Rp1.200.000,00. Mesin tersebut ditaksir berumur 5 tahun, didepresiasi menggunakan metoda garis lurus, dan taksiran nilai residu Rp450.000,00. Penjualan pada tanggal 1 Juli 2006 dicatat: Depresiasi Mesin Akumulasi Depresiasi Mesin
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Rp525.000,00 Rp525.000,00
Sosial Ekonomi Peternakan
25
Depresiasi 6 bulan: 6/12 x 1/5 x (Rp5.700.000,00 – Rp450.000,00) = Rp525.000,00 Kas
Rp1.200.000,00
Akumulasi Depresiasi Mesin
4.637.500,00
Mesin
Rp5.700.000,00
Laba Penjualan Mesin
137.500,00
Perhitungan Harga jual Rp1.200.000,00 Nilai buku mesin: Harga perolehan
Rp5.700.000,00
Akumulasi depresiasi: 2002: 11 bulan = Rp962.500,00 2003: 12 bulan =
1.050.000,00
2004: 12 bulan =
1.050.000,00
2005: 12 bulan =
1.050.000,00
2006: 6 bulan =
525.000,00
(4.637.500,00)
(1.062.500,00)
Laba penjualan aset tetap Rp137.500 Jenis aset tidak lancar ini biasanya dibeli untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Contoh aset tetap antara lain adalah properti, bangunan, pabrik, alat-alat produksi, mesin, kendaraan bermotor, furnitur, perlengkapan kantor, komputer, dan lain-lain. Aset tetap biasanya memperoleh keringanan dalam perlakuan pajak. Kecuali tanah atau lahan, aset tetap merupakan subyek dari depresiasi atau penyusutan.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
26
Harta adalah benda baik yang memiliki wujud maupun yang semu yang dimiliki oleh perusahaan. Klaim atas harta yang tidak berwujud disebut ekuitas / equities yang dapat mendatangkan manfaat di masa depan. 1. Harta Lancar / Aktiva Lancar / Current Assets Harta lancar adalah harta yang berbentuk uang tunai maupun aktiva lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang tunai dalam jangka satu tahun. Contoh : piutang dagang, biaya atau beban dibayar di muka, surat berharga, kas, emas batangan, persediaan barang dagang, pendapatan yang akan diterima, dan lain sebagainya. 2. Harta Investasi / Aktiva Ivestasi / Investment Assets Harta Investasi adalah harta yang diinvestasikan pada produk-produk investasi untuk mendapatkan keuntungan. Contoh : Reksadana, saham, obligasi, dan lain-lain. 3. Harta Tak Berwujud / Intangible Assets Aset tak berwujud adalah harta yang tidak memiliki bentuk tetapi sah dimiliki perusahaan dan dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Contoh : Merk dagang, hak paten, hak cipta, hak pengusahaan hutan / hph, franchise, goodwill, dan lain sebagainya. 4. Harta Tetap / Aktiva Tetap / Fixed Assets Harta tetap adalah harta yang menunjang kegiatan operasional perusahaan yang sifatnya permanen kepemilikannya. Contoh : Gedung, mobil, mesin, peralatan dan perlengapan kantor, dan lain-lain. 5. Harta Lainnya / Other Assets Harta lain adalah perkiraan atau akun yang tidak dapat dikategorikan pada harta atau aset di atas baik dalam bentuk aset tetap, aset investasi, aset tak berwujud dan aset lancar. Contoh : Mesin rusak, uang jaminan, harta yang masih dalam proses kepengurusan yang sah, dan lain-lain. Salah satu ukuran yang menyangkut aset atau aktiva adalah angka rasio penjualan/total aset, yang dinyatakan sebagai persentase. Asumsinya, semakin besar penjualan yang diwujudkan, semakin efisien penggunaan aset seluruhnya. Angka penjualan diambil dari laporan laba-rugi, sedang angka total aset berasal dari neraca. Dalam hal ini rasio dari tahun terakhir dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
27
G. Working Asset Working asset adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat yang relative lebih singkat, biasanya hanya digunakan dalam satu periode produksi dalam kegiatan ekonomi perusahaan. Aset ini berupa bahan yang akan diolah dalam proses produksi, sehingga sifatnya bergerak. Asset tidak tetap digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk digunakan dalam proses produksi usaha hanya untuk satu periode. Sehingga selalu diadakan perbaharuan setiap melakukan proses produksi. Asset ini merupakan bahan yang diolah menjdai barang adi yang siap untuk dijual kepada pihak lain sebagai hasil produksi. Karena dari asset ini akan diperoleh keuntungan dari usaha yang dijalani. Banyaknya asset ini tergantung pada kapasitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga cenderung disebut sebagai asset tidak tetap. Aktiva lancar adalah kas dan asset-aset lainnya yang dapat ditukarkan menjadi kas (uang) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun atau dalam 1 (satu) periode kegiatan normal perusahaan. Paling tidak ada 5 (lima) jenis aktiva lancar yang dapat dijadikan acuan untuk menilai sebuah perusahaan, yaitu Kas & Setara Kas, Surat-surat Berharga, Piutang, Persediaan, dan Biaya dibayar di muka. Kas dan setara kas. Yang termasuk di dalam komponen ini adalah asset dalam bentuk kas dan kas dalam bank. Aset yang termasuk dalam komponen Aktiva Lancar ini merupakan asset yang paling cair bagi perusahaan karena dapat secara langsung digunakan untuk segala macam transaksi. Surat-surat Berharga. Surat-surat berharga dapat berupa saham, obligasi atau surat-surat berharga lain yang dimiliki perusahaan yang bertujuan untuk memutarkan kelebihan uang tunai yang tidak ditujukan untuk investasi jangka panjang.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
28
Piutang Piutang adalah dana perusahaan pada perorangan atau perusahaan lainnya sebagai konsekwensi penjualan dalam bentuk kredit/pinjaman. Pada akhir periode yang ditentukan, dana tersebut kemudian dapat dicairkan dalam bentuk kas (uang). Terkadang piutang naik lebih cepat dari penjualan, ini mengindikasikan masalah pada penagihan (pembayaran). Untuk menganalisa piutang dipakai receivable turn over yang menghitung lama penerimaan pembayaran rata-rata. Penyisihan piutang ragu-ragu Penyisihan piutang ragu-ragu adalah sejumlah dana yang disisihkan untuk mengantisipasi kemungkinan gagal bayar oleh konsumen perusahaan. Jumlah yang disisihkan tersebut dihitung berdasarkan besarnya piutang yang tak tertagih dalam periode tertentu. Persediaan. Persediaan merupakan barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau digunakan dalam kegiatan perusahaan. Barang-barang ini dapat merupakan hasil produksi atau komponen produksi perusahaan. Tidak semua perusahaan memiliki persediaan, terutama jika perusahaan tersebut bergerak di bidang jasa. Dua hal yang perlu diperhatikan dari persediaan : pertama; nilai yang dilaporkan sering berbeda dengan nilai wajarnya karena perbedaan penerapan sistem akuntansi, kedua; nilai persediaan biasanya besar dan merupakan sumber yang menyerap penggunaan dana. Jika tidak diolah secara efisien akan menghambat aliran dana. Untuk mengukur persediaan, kita akan bahas dengan inventory turnover yang menghitung perputaran persediaan selama satu tahun. Biaya dibayar di muka Yang terakhir adalah biaya dibayar dimuka. Komponen ini merupakan salah satu bentuk pengeluaran yang telah dibayar perusahaan kepada pemasok/supplier perusahaan sebelum perusahaan menerima barang atau jasa tersebut.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
29
H. Liquid Asset Aset tidak likuid atau cair adalah aset yang tidak dapat segera diubah menjadi uang tunai, berbeda dengan aset likuid, aset yang baik dalam bentuk uang tunai, atau dengan mudah dikonversi menjadi uang tunai. Orang sering mencoba untuk menghindari menjaga keseimbangan besar aset tidak likuid dalam portofolio mereka, karena aset bisa menjadi kewajiban serius, terutama jika pasar menjadi tidak stabil. Beberapa contoh dari aset tidak likuid meliputi: real estat, blok besar saham, barang antik, dan koleksi. Investasi ini memberikan kemudahan bagi investor untuk mengakses dana jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Jenis aset liquid diantaranya : rekening tabungan, rekening koran, dan deposito berjangka baik dalam mata uang lokal maupun asing. Khusus produk aset liquid dalam mata uang asing, investor harus menyadari bahwa produk ini mengandung resiko mata uang (exchange rate risk). Ada beberapa alasan mengapa aset dapat menjadi tidak likuid. Salah satu alasan umum adalah ketidakpastian tentang nilai aset, yang dapat disebabkan oleh instabilitas keuangan umum, atau masalah khusus untuk aset tersebut. Sebagai contoh, dalam periode menurunnya nilai properti, rumah merupakan aset tidak likuid, karena nilainya tidak jelas, dan hal ini dapat membuat pembeli enggan. Demikian juga, saham bisa menjadi tidak likuid jika perusahaan reorganisasi atau berpindah tangan, sebagai nilai saham akan terpengaruh oleh perubahan di dalam perusahaan, tetapi tidak ada yang tahu apakah nilai akan naik atau turun. Demikian pula, penjualan blok saham besar dapat menyebabkan perubahan nilai, melakukan penjualan seperti sulit untuk ditangani. Alasan lain untuk aktiva menjadi tidak likuid adalah karena mereka jarang atau jarang diperdagangkan. Hal-hal seperti karya seni dan barang antik sering tidak likuid karena mereka unik, dan bisa sulit untuk menemukan pasar untuk barang-barang, dan untuk menentukan apa nilai wajar item tersebut mungkin. Sebuah lukisan Picasso, misalnya, sangat sulit untuk nilai karena satu-satunya contoh bahwa lukisan di dunia, dan pembeli yang memenuhi syarat untuk karya bernilai tinggi yang unik dan seni bisa jadi sulit untuk menemukan. Keuntungan dari aset yang tidak likuid, bagi seseorang yang bersedia untuk duduk di atasnya, adalah bahwa kadang-kadang dapat mencapai nilai yang sangat tinggi. Rumah, misalnya, memiliki nilai yang dapat berfluktuasi liar, tetapi jika orang bertahan di masa BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
30
jatuh nilai bukan penjualan panik, mereka mungkin dapat bersih keuntungan di masa depan ketika nilai rumah pulih. Demikian juga, nilai sebuah lukisan Bruegel asli tidak akan menurun dalam jangka panjang, bahkan jika lukisan sulit untuk menjual dan nilai berfluktuasi dalam jangka pendek. Kerugian yang jelas pada jenis-jenis aset adalah bahwa ketika seseorang membutuhkan uang dalam terburu-buru, aset tidak likuid tidak sampai tugas. Seseorang mungkin menjual aset tersebut pada diskon tajam putus asa jika tidak ada cara lain untuk meningkatkan dana yang tersedia, atau seseorang mungkin berjuang untuk menjual aset tidak likuid pada waktunya untuk memenuhi kewajiban lain atau mengambil keuntungan dari kesempatan. Masalah ini adalah sebuah gambaran yang sangat baik mengapa sangat penting untuk diversifikasi investasi dan kepemilikan untuk fleksibilitas maksimum dan potensi keuntungan. PENUTUP Soal Latihan 1. Jelaskan keuntungan dari liquid asset ? 2. Jelaskan perbedaan antara fixed asset dan working asset ! Bahan Bacaan Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Rahardi dan Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Suharno B. 1995. Agribisnis Ayam Ras. Penebar swadaya: Jakarta. Soeprapto H, dan Abidin, Z. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agro media Pustaka, Jakarta. http://id.shvoong.com/business-management/investing/2063951-smart-investing-investasijangka-panjang/#ixzz1f3cxCEIa
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
31
BAB IV SATUAN TERNAK DAN KOEFISIEN TEKNIS
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat menjelaskan tentang satuan ternak dan koefisien teknis STRATEGI PEMBELAJARAN •
Kuliah
•
Diskusi
•
Tugas
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang : •
Pengertian satuan ternak
•
Analisis satuan ternak
•
Pengertian koefisien teknis
•
Jenis-jenis koefisien teknis
PENDAHULUAN Dalam memilih usaha yang memberikan keuntungan maksimum diperlukan perencanaan usaha tani yang tepat. Perencanaan ini merupakan tahapan-tahapan inventarisasi sumber-sumber produksi yang tersedia, di ikuti dengan mengorganisasi faktor-faktor tersebut dalam suatu rencana yang sesuai dengan tujuan usaha. Selanjutnya disusun perkiraan semua ongkos atau biaya atas dasar rencana tersebut dalam bentuk suatu anggaran. Rencana-rencana usaha tani harus selalu diperbaiki agar sesuai dengan perkembangan harga, ilmu pengetahuan, teknologi, sumber daya tersedia dan lain-lain. Dalam tahap perencanaan usaha diperlukan data koefisien tehnik. Koefisien ini adalah persyaratan teknik yang menggambarkan beberapa input diperlukan dalam menghasilkan satu unit satuan usaha terkecil. Setiap usaha tani biasanya diukur dalam unit per ha, sedang ternak per ekor. Jadi koefisien atau indeks untuk usaha satu ekor ternak bibit misalnya diperlukan 0,5 ha tanaman rumput, 5 jam tenaga kerja, satu juta capital dan lain-lain. Angka ini sangat dibutuhkan dalam menentukan ukuran usaha baik usaha tunggal maupun usaha kombinasi. Secara jelas mengenai koefisien tehnik termasuk satuan ternak akan dijelaskan pada bab ini. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
32
URAIAN MATERI 1. Pengertian Satuan Ternak Satuan Ternak (ST) adalah ukuran yang digunakan untuk menghubungkan berat badan ternak dengan jumlah makanan ternak yang dimakan. Jadi ST memiliki ari ganda, yaitu ternak itu sndiri atau jumlah makanan ternak yang dimakannya. Mula-mula ST digunakan pada ternak pemamah iak (rumninansia) untuk mengetahui daya tamping suatu padang rumput terhadap jumlah ternak yang dapat dipelihara dengan hasil rumput dari padang rumput tersebut. Namun penggunaan ST kini juga pada jenis ternak lainnya. Manfaat Satuan Ternak (ST) yaitu : a. Untuk mengetahui potensi ternak suatu daerah b. Untuk memproduksi kebutuhan makanan c. Sebagai standart untuk pertukaran ternak 2. Penggunaan Satuan Ternak Satuan ternak digunakan disamping untuk menghitung daya tampung makanan ternak suatu padang rumput atau daya tampung sisa hasil usaha tani suatu areal tanah pertanian terhadap jumlah ternak, dapat juga digunakan untuk perhitungan berbagai masukan dan keluaran fisik. Dengan demikian biaya masukan dan penerimaan dapat pula diperhitungkan. Masukan fisik misalnya, rumput, hijauan dan makanan ternak lainnya, luas kancang, luas padang rumput, jumlah air minum, obat, perkawinan ternak dan tenaga buruh. Output fisik misalnya, jumlah pupuk kandang, jumlah berat badan dan tenaga kerja ternak. Tabel 4. Daftar Satuan Ternak Jenis Ternak Sapi
Kerbau
Kambing/Domba
Babi
Ayam/Itik
Kelompok Umur Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Dewasa (100 ekor) Muda (100 ekor) Anak (100 ekor)
Umur Lebih dari 2 tahun 1-2 tahun Kurang dari 1 tahun Lebih dari 2 tahun 1-2 tahun Kurang dari 1 tahun Lebih dari 1 tahun ½ - 1 tahun Kurang dari ½ tahun Lebih dari 1 tahun ½ - 1 tahun Kurang dari ½ tahun Lebih dari ½ tahun 1/6 - ½ tahun Kurang dari 1/6 tahun
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Satuan Ternak 1.00 0.50 0.25 1.00 0.50 0.25 0.14 0.07 0.035 0.40 0.20 0.10 1.00 0.50 0.25
Sosial Ekonomi Peternakan
33
Padang Rumput Sebidang padang rumput seluas 5 ha misalkan dapat menghasilkan 51 ton rumput segar dan dedaunan atau hijauan lain setahun. Oleh karena Satuan Ternak memerlukan 35 kg hijauan sehari, maka setahun dibutuhkan 365 x 35 kg = 12.775 kg. Jadi daya tampung padang rumput tersebut adalah (52.000) : (12.775) = 4.07 ST per tahun atau 4 ekor sapi dewasa. Bila orang ingin beternak kerbau, maka daya tampungnya = 4 ekor kerbau dewasa. Untuk kambing atau domba = 29 ekor ternak dewasa. Bilamana ternak muda yang dipelihara, maka jumlah makanan ternak yang tersedia adalah untuk dua kali ternak diatas. Sisa Hasil Usaha Tani Sisa hasil usaha tanaman pangan adalah makanan ternak yang baik. Per Ha tanaman pangan dapat mendukung jumlah Satuan Ternak sebagai berikut: Tabel 5. Daya Dukung Tanaman Pangan Jenis Tanaman Padi Jagung Singkong Ubi Jalar Kacang Kedelai Kacang Tanah
Daya Dukung (ST/Ha) 1.136 4.986 0.767 1.874 1.269 1.740
Jenis Makanan Jerami Jerami Daun Daun Jerami Jerami
Seorang petani yang memiliki ½ Ha dengan pola tanaman setahun : 1. Padi + Jagung + Ubi Jalar, maka daya dukung
= 2.7 ST
2. Padi + Ubi Jalar + Kacang Tanah, maka daya dukung
= 1.6 ST
Pada pola tanam (1) ia dapat memelihara 5 sapi muda atau 19 domba/kambing. Sedangkan pada pola tanam (2) ia dapat memelihara 3 sapi muda atau 11 domba/kambing. Kedua macam pola tanam di atas terdapat berbagai kecamatan di pulau Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Luas Kandang Secara umum satu ST memerlukan luas kandang x 1,5 = 3 m2 . Berapa luas kandang untuk sapi 5 induk + jantan + 5 dara + 6 jantan muda + 10 anak? Perhitungannya adalah sebagai berikut : BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
34
5 induk sapi
=
5 ST
1 Jantan
=
1 ST
5 dara
=
2,5 ST
6 jantan muda
=
3 ST
10 anak
=
2,5 ST
=
14 ST = 14 x 3 m2 = 42 m2
Jumlah
Karena 1 ekor domba/kambing dewasa = 0,14 ST, maka pada luasan kandang 3 m2 = 1 ST, dapat ditampung (1) : (0,14) = 7 ekor kambing atau domba. Hasil Pupuk Kandang Satu ST menghasilkan
pupuk kandang sebanyak
4 ton setahun. Umumnya
sebagian besar (kl. 90%) pupuk kandang digunakan sendiri. Bila jumlah ternak adalah 2 induk sapi dan 2 anak, berapakah penerimaan pupuk kandang setahun? Kalau harga pupuk kandang = Rp. 10/ kg, perhitungan adalah : 2 induk
= 2 ST = 2 x 4 = 8 ton
2 anak
= ½ ST= ½x 4 = 2 ton Jumlah
= 10 ton
Penjualan 10% = 1 ton = 10.000 = penerimaan dari pupuk Berapa pupuk bila terdapat 20 domba dewasa? 20 domba = 20 x 0,14 = 2,8 ST = 11,2 ton 10% = 1,12 x Rp 10.000 = Rp 11.200, Estimasi Harga Ternak Tinggi dan rendahnya
harga ternak, berhubungan dengan berat badan. Harga
ternak ruminansia dapat diestimasikan sesuai dengan Satua Ternak. Misalnya satu induk dewasa (1 ST) berharga Rp. 400.000,- maka harga satu betina muda (1 – 2 th = ½ ST) dapat diestimasikan ½ x 400.000 = Rp. 200.000,- satu pedet = ¼ST = Rp 100.000. Satu domba dewasa (0,14 ST) di daerah yang sama = 0,14 x Rp 400.000 = Rp 56.000,-. Mengetahui harga sapi, kemudian mengistimasi harga domba atau kambing di daerah yang sama, disebut estimasi silang. Estimasi silang tak berlaku antara sapi dengan babi, karena lingkungan teknis dan pasar berbeda. Namun bila diketahui harga babi dewasa BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
35
misalnya Rp. 100.000, maka dapat diestimasikan harga anak babi yaitu ¼ x 100.000 = Rp 25.000. karena babi dewasa = 0,4 ST dan anak babi 0,1 ST. Estimasi harga ini penting didalam menyususn arus kas untuk menghitung keuntungan. Karena sesudah akhir tahun masa proyesi produksi, masih ada sjumlah ternak sisa disebut “Stock on hand”. Stock on hand ini perlu diestimasikan harganya menjadi “value on hand” (VOH) atau nilai sisa komponen ternak. Biaya Pengobatan Estimasi biaya pengobatan berhubungan dengan besar kecilnya dosis obat. Ternak dewasa memiliki dosis lebih besar dari ternak muda dan anak. Jadi misalnya suatu jenis pengobatan pada ternak sapi dewasa (1 ST) bernilai Rp. 5.000,- maka pada ternak sapi muda (½ ST) dapat diestimasikan ½ x 5.000 = Rp. 2.500,- dan pada anak sapi (¼ ST) = Rp. 1.250,-. Dengan mengetahui pengobatan yang umumnya ditentukan per ternak dewasa serta proyeksi kelahiran ternak, dapatlah diprkirakan biaya pengobatan setiap tahun. Untuk pengobatan sebaiknya dihubungi Dinas Peternakan agar memperoleh keterangan harga obat yang lebih lengkap. Tenaga Kerja Pada system pemeliharaan ternak intensif di pulau Jawa dibutukan 0,7 jam setiap hari untuk 2ekor sapi dewasa. Pada system ekstensif di Sulawesi Selatan dibutuhkan 0,3 jam untuk 2 ekor sapi dewasa. Dari dua contoh ini dapatlah dihitung kebutuhan tenaga kerja buruh seperti table berikut : Tabel 6. Jumlah Ternak per Tenaga Kerja Jenis Ternak Sapi Potog Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Ayam Ras (Layer) Ayam Ras (Broiler) Itik
Usaha Intensif (ekor) 29 23 27 163 163 57 617 1088 568
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Usaha Ekstensif (ekor) 67 53 63 381 381 133 1368
Sosial Ekonomi Peternakan
36
Catatan
: Pada system pemeliharaan intensif, ternak lebih banyak dikandangkan, pada system ekstensif, ternak lebih banyak digembala.
1 HK
= 8 jam kerja perhari
Biaya Breeding Biaya breeding diperhitungkan dari jumlah ST induk. Bilamana ada program AI, maka digunakan ukuran service/conception (S/C) setempat. S/C memperlihatkan berapa kali inseminasi untuk membuat seekor induk bunting. Pada umumnya S/C = 2. Maka biaya breeding setiap ST induk = 2 x 2.500 = 5000 (bilamana setiap kali kawin suntik = Rp. 2.500,-). Ternak Ruminansia Satu ekor sapi dewasa lebih dari 2 tahun akan mengkonsumsi rumput/ dedaunan/hijauan sebanyak ±35 kg sehari. Seekor ternak muda (umur 1-2 th) mengkonsumsi setengah dari jumla itu (15-17½ kg). dan seekor pedet (umur kurang dari 1 tahun) akan mengkonsumsi ±seperempatnya (7½-9 kg). oleh karena itu kita sebut satu ekor Sapi Dewasa = 1 Satuan Ternak (ST). satu ekor sapi muda = ½ ST dan 1 ekor anak sapi = ¼ ST. bila kita hendak memelihara seekor ternak dewasa selama 1 bulan, maka jumlah makanan ternak yang dikonsumsi adalah 30 ST/hari, yaitu 30 x 35 kg rumput = 1.050 kg. bila satu tahun, maka dibutuhkan 365x35 kg=12775 kg. kita sebut 12.775 kg rumput = 1 ST/tahun. Misalkan 1 Ha padang rumput menghasilkan 25.550 kg rumput setahun. Maka daya tampung padang rumput tersebut adalah (25.550) : (12.775) = 2 ST atau sama dengan 2 ekor sapi dewasa. Apa akibatnya bila kita memelihara 4 ekor ternak sapi dewasa? Marilah kita menghitung imbangan antara umlah ternak dan makanan yang tersedia. Terdapat 4 sapi dewasa = 4 ST Makanan ternak yang tersedia adalah 2 ST. Jadi ratio makanan ternak/ternak = 2/4 = ½. Akan terlihat bahwa ternak di tempat ini adalah kurus-kurus, karena makanan ternak yang tersedia hanya setengah dari kebutuhan. Penggolongan daerah berdasarkan perbandingan antara makanan ternak yang tersedia dengan jumlah ternak adalah sebagai berikut :
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
37
(1)
< 1 daerah ini kekurangan makanan ternak. Pada musim kemarau kelihatan badan
ternak menjadi kurus-kurus. Ternak muda banyak dijual ke daerah lain sebagai bibit atau bakalan. Selain itu dapat kelihatan penggundulan padang rumput, terutama selama musim kemarau. Umumnya hai ini terjadi pada daerah yang sudah sangat padat ternak. (2)
= 1 daerah ini adalah seimbang antara jumlah makanan dan jumlah ternak. Badan
ternak umumnya kelihatannya sedang (tidak kurus, tidak gemuk). Disini juga terdapat penjualan ternak muda ke daerah lain. Terutama jantan muda sebagai bakalan bibit. (3)
> 1 daerah ini memiliki kelebihn makanan ternak. Tubuh hewan kelihatan
gemuk-gemuk sepanjang tahun. Kadang-kadang kelewat gemuk). Daerah ini umumnya memasukkan ternak terutama jantan muda dari daerah lain untuk digemukkan. (STm = Satuan Ternak untuk makanan ternak, STt = Satuan Ternak untuk ternak). Ternak Omnivora Ternak omnivore yang akan dibicarakan di sini adalah unggas dan babi. Makanan ternak omnivora yang menentukan adalah konsentrat yaitu biji-bijian, dedak, bungkil, tepung ikan. Dengan demikian daya dukung suatu daerah terhadap pengembangan unggas dan babi adalah : 1. Limbah processing hasil usaha tani, yaitu: Dedak padi Dedak jagung Bungkil kelapa Bungkil kelapa sawit Bungkil kedelai Bungkil kacang tanah 2. Biji-bijian hasil usaha tani, yaitu: Jagung Kedelai 3. Limbah hasil perikanan dan peternakan, yaitu: Tepung ikan Tepung tulang. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
38
Ternak Babi Seekor induk
babi mengkonsumsi makanan konsentrat sehari sebanyak 2.5 kg.
Satu ST babi atau 3 induk mengkonsumsikan makanan konsentrat sebanyak 7.5 kg sehari atau 225 kg sebulan atau 2.7 ton setahun. Dengan mengetahui populasi babi di suatu daerah serta golongan umurnya (dewasa, muda, anak), serta produksi makanan konsentrat, maka dapat diperkirakan apakah ternak babi masih dapat dikembangkan di daerah tersebut. Penggunaan satuan ternak pada ternak babi terbatas
pada estimase potensi
pengembangan teknis di suatu daerah. Berhubungan sifat teknis biologis ternak babi yang sangat berbeda dengan ternak ruminansia, maka penyusunan biaya dan penerimaan usaha ternak babi lebih banyak didasarkan pada perhitungan dengan memakai koefisien teknis. Hal ini akan diuraikan kemudian. Ternak Unggas Penggunaan Satuan Ternak pada
ternak unggas baik broiler maupun petelur
terbatas pada beberapa unsure masukan, yaitu kandang, tenaga kerja, obatan dan kebutuhan kecil lain-lainnya. Unsur masukan Dan keluaran lainnya dihitung atas dasar penggunaan koefisien teknis. Dari uraian di atas ternyata, bahwa parameter Satuan Ternak tidak dapat digunakan untuk menghitung semua komponen masukan dan keluaran ternak omnivore, karena ST berasal mula dari cara menghitung daya tamping makanan ternak di suatu padang pengembalaan untuk ternak pemakan rumput dan hijauan. Tapi ST sendiri adalah satu dari sekian banyak koefisien Teknis yang dikelompokkan secara tersendiri. Untuk semua perhitungan masukan dan keluaran, biasanya digunakan Satuan Ternak dan Koefisien Teknis secara bersama-sama. 3. Pengertian Koefisien Teknis System pengukuran memerlukan patokan-patokan tertentu. Untuk menghitung suatu besaran yang bersifat linear, luas bidang, besaran volume atau jumlah berat, diperlukan angka standar, yang mematuhi kaidah-kaidah yang sudah ditentukan, yang dipilih, disebut koefisien teknis (KT), dan dapat berbentuk persentase (%), ukuran linear (m, cm), ukuran berat (kg, ton), ukuran volume (1, cc), ukuran luas (m 2, Ha), ukuran BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
39
waktu (jam, hari, minggu, bulan, tahun), rasio antara sumber daya (feed-Egg Ratio, Gainfeed Ratio). Di dalam menghitung produksi, KT sangat diperlukan. Di dalam bidang peternakan, semua jenis koefisien teknis dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok, yaitu : 1. Koefisien Teknis yang berhubungan dengan masukan, misalnya Satuan Ternak dan tingkat penggunaan sumber daya untuk masukan. 2. Koefisien Teknis yang berhubungan dengan reproduksi, misalnya angka kelahiran, service per conception pada kawin suntik. 3. Koefisien Teknis yang berhubungan dengan produksi, misalnya pertambahan berat badan harian, produksi susu rata-rata per ekor per hari, produksi telur rata-rata per ekor perhari. 4. Koefisien Teknis yang berhubungan dengan rasio sumber daya, misalnya ; sex ratio, feed –egg ratio, feed-gain, bull-cow ratio. 5. Koefisien Teknis yang berhubungan dengan sifat teknis non biologis, misalnya depresiasi tahunan, umur mesin, pemakaian bahan bakar. Nilai Koefisien Teknis Angka yang digunakan untuk memproyeksikan produksi atau kelahiran ternak dan produksi makanan ternak disebut koefisien teknis. Pada dasarnya koefisien teknis merupakan asumsi berdasarkan pertimbangan factor lingkungan dan teknologi di suatu lokasi. Misalkan net calf crop sapi (angka kelahiran sapi setelah dikurangi prosentase kematian) adalah 100 %, berarti setiap induk sapi akan melahirkan 1 anak setiap tahun, tak ada kematian dan semua anak sapi ini diharapkan dapat dibesarkan. Namun bilamana tak ada pejantan atau AI, keadaan makanan ternak tak cukup dan terdapat factor penyakit atau betina dan jantan majir, maka net calf crop = 0 %. Kita sebut net calf crop 100 % adalah sangat optimistic dan 0 % = sangat pesimistik sebagai koefisien teknis yang ekstrim. Di dalam kenyataan sehari-hari koefisien teknis ekstrim jarang ditemukan. Yang ditemukan adalah antara 0 – 100 % untuk suatu kelompok ternak. Untuk kepentingan praktis menghitung proyeksi kelahiran bersih dalam merencanakan arus kas tunai suatu usaha peternakan, maka koefisien teknis dapat dibagi dalam enam gugus nilai yaitu nilai sangat optimistic, optimistik tinggi, optimistic, pesimistik tinggi, pesimistik rendah dan sangat pesimistik. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
40
Dalam tabel berikut diberikan contoh tentang berbagai angka net crop ternak bibit dengan gugus koefisien teknisnya. Tabel 7. Net Calf Crop Dan Gugus Nilai Koefisien Teknis Ternak
Angka Stand Sangat kelahira ard optimis n bersih devisa tic ratarata Sapi Bali (%) 70 20 90 Sapi PO (%) 55 10 65 Sapi SO (%) 55 10 65 Sapi Madura (%) 60 10 70 Kerbau (%) 50 20 70 Kambing (%) 120 20 140 Domba (%) 120 20 40 Babi (%) 7 2 9
Optimisti Optim Pesim. c tinggi istic Tinggi
80 60 60 65 60 130 130 8
70 55 55 60 50 120 120 7
60 50 50 55 40 110 110 6
Pesim. Rendah
Sangat pesimisti k
50 45 45 50 30 100 100 5
20 10 10 10 10 20 20 2
Terlihat dalam tabel di atas, bahwa angka rata-rata = Optimistik. Jadi untuk keperluan praktis, gugus nilai koefisien teknis rata-rata kita jumlahkan atau kurangi dengan berturut-turut ½ Standar Diviasi. Sebagai pedoman penggunaan koefisien teknis, kita perlu mengetahui kondisi lingkungan (bibit, makanan, perkawinan, penyakit) yang dinilai dalam tiga keadaan yaitu : baik, sedang, kurang. Untuk keadaan baik, digunakan nilai optimistic s/d optimistic tinggi Untuk keadaan sedang, digunakan nilai pesimistik tinggi s/d optimistic Untuk keadaan kurang, digunakan nilai pesimistik rendah s/d sangat pesimistik. Khusus untuk nilai sangat optimistic dapat digunakan pada penterapan teknologi tinggi pada usaha peternakan yang telah maju. Disamping untuk Calf Crop terdapat juga jenis koefisien teknis misalnya sex ratio, umur awal, umur pasar dll. 4. Jenis-jenis Koefisien Teknis Koefisien Teknis Usaha Ternak Bibit Untuk menyusun proyeksi kelahiran, penjualan dan sisa ternak diakhir masa proyeksi ternak bibit, diperlukan koefisien teknis sbb: 1) Umur awal induk dan jantan, untuk menentukan pada tahun berapa diafkir.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
41
2) Umur pasar betina bibit dan jantan muda/bibit, untuk menentukan penjualan setiap tahun. 3) Sex ratio, yaitu jumlah anak jantan berbanding jumlah anak betina, untuk menentukan jumlah jantan dan betina pada setiap kelahiran yang direncanakan. Pada umumnya secara alamiah peluang jantan dan betina adalah sama. 4) Net Calf Crop, yang ditentukan berdasarkan kondisi lingkungan pada lokasi yang direncanakan. Untuk kambing,: Net Kid Crop, untuk domba : net lamb crop dan untuk babi : net litter. Dari semua jenis koefisien teknis tersebut yang sangat penting adalah angka kelahiran bersih ini. Kemampuan Pejantan Semakin bertambah umur, semakin tinggi kemampuan pejantan melayani betina. Kemampuan ini menurun lgi setelah jantan menjadi tua. Seekor jantan dapat melayani 910 ekor betina. Jantan yang sudah diketahui keunggulannya dapat melayani sampai 20 ekor betina atau lebih. Syarat Ternak Bibit Syarat ternak bibit meliputi : umur, tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada dan berat badan. Bagi usaha ternak bibit murni dan unggul, persyaratan sejarah keturunan atau pedigree juga diharuskan. Umur awal bibit sangat penting ditinjau dari segi pembiayaan. Karena ternak yang masih di bawah umur harus dipelihara terlebih dahulu sebelum dikawinkan. Akibatnya akan memperlambat penjualan hasil pertama. Sebaliknya umur bibit yang terlalu tua pun tidak baik, karena sudah mengurangi jumlah anak secara keseluruhan, karena lebih cepat diafkir. Ternak bibit yang sudah tua sebaiknya dijual untuk dipotong, karena kemampuannya telah menurun. Umur ternak bibit dan umur afkirnya terlihat pada tabel berikut. Tabel 8. Umur Awal dan Afkir Ternak Bibit Jenis ternak Sapi Kerbau Kambing Domba Babi
Umur awal (tahun) 2 2½ 1 1 ¾
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Umur afkir (tahun) 10 10 6 6 4 Sosial Ekonomi Peternakan
42
Berapa anak yang dapat dihasilkan sebelum seekor induk diafkir karena tua ? Produksi anak ditentukan oleh 1) Ternak bibitnya 2) Perkawinan yang tepat 3) Makanan yang berkwalitas 4) Penjagaan kesehatan yang baik Bila keempat factor ini baik. Maka factor pembatas lain adalah. 1) Lamanya masa bunting 2) Lamanya induk kering kandang, yaitu masa antara menyapih anak dikawinkan lagi. Pada tebel berikut ini terlihat masa bunting dan kering kandang sebelum induk dikawinkan lagi. Tabel 9. Masa Bunting dan Kering Kandang Jenis ternak
Masa bunting (bulan)
Sapi Kerbau Kambing Domba Babi
9 11 5 5 3,8
Masa kering kandang (bulan) 3 3 1 1 ½
Dengan demikian sebelum seekor induk diafkir, ia dapat menghasilkan anak sebanyak : Sapi 8 ekor, kerbau 6 ekor, kambing/domba 15 ekor, babi 80 ekor, dengan catatan bahwa kambing dan domba, 50 % kelahiran adalah kembar, sedang pada babi setip kelahiran = 10 anak. Angka- angka ini adalah potensi penghasilan anak yang sangat optimistic. Di dalam kenyataannya nanti, seorang peternak akan menghadapi rupa-rupa hambatan, sehingga terjadi kematian anaj. Jadi angka kelahiran bersih sesudah dikurangi kematian, itulah yang perlu digunakan dan disebut koefisien teknis. Koefisien Teknis Usaha Penggemukan Koefisien teknis (KT) yang terpenting adalah : pertambahan berat badan harian (PBBH). PBBH didapat dari hasil penelitian, oleh karena itu diketahui untuk setiap jenis ternak. Dengan mengetahu berat awal seekor ternak, serta berat pasar yang diinginkan konsumen, kita dapat menghitung lamanya waktu penggemukan. Seekor sapi muda dengan BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
43
berat hidup awalnya 175 kg dengan preferensi berat pasar yang diinginkan konsumen 250 kg, memerlukan waktu lebih dari 7 bulan penggemukan, bila KT – PBBH adalah 0,35 kg/hari. Untuk penggemukan ternak ruminansia, dimana di samping tambahan makanan konsentrat, makanan hijau memegangperanan penting, maka angka konversi ransum ke dalam berat badan, kurang menarik perhatian, karena harga makanan hijauan relative murah dibandingkan dengan makanan konsentrat. Tidak demikian halnya pada usaha sapi perah, unggas dan babi. Jadi koefisien teknis pada penggemukan ternak sapi, kerbau, domba, kambing dan babi adalah : 1) Umur awal 2) Berat bada awal 3) Pertambahan berat badan harian 4) Masa penggemukan dan 5) Berat badan yang diinginkan pasar atau berat pasar. Pada tabel berikut terlihat umur awal, berat bada awal dan masa penggemukan bakalan ternak potong. Tabel 10. Umur Awal, Berat Awal Dan Masa Penggemukan Ternak
Umur (bulan)
Berat (kg)
Sapi 18 150 Kerbau 18 150 Kambing 6 15 Domba 6 15 Babi 4 30 1) Catatan : Bangsa ternak sangat mempengaruhi berat bakalan
Waktu penggemukan (bulan) 6–8 6–8 3–5 3–5 3–4
Pertambahan Berat Badan Harian Setiap jenis ternak memiliki sifat-sifat pertambahan berat badan harian tersendiri. Untuk memperoleh pertambahan berat badan yang setinggi mungkin, diperlukan pemberian makanan yang sesuai, dan penjagaan kesehatan yang baik. Di bawah ini terlihat pertambahan badan harian setiap jenis ternak potong.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
44
Tabel 11. Pertambahan Berat Badan Harian (PBH) Ternak 1 Sapi Bali Sapi Madura Sapi Peranakan Ongole Sapi Sumba Ongole Sapi Grati Sapi Frisian Holstein Kambing Kacang Kambing Peranakan Ettawah Domba Kampung Domba Ekor Gemuk Domba Garut Babi Kampung Babi Silangan Babi Ras Kerbau Murrah Kerbau Lumpur
P B H (Kg) 2 0.30 – 0.40 0.30 – 0.40 0.30 – 0.45 0.35 – 0.60 0.35 – 0.50 0.40 – 0.70 0.10 – 0.15 0.15 – 0.25 0.10 – 0.15 0.10 – 0.15 0.15 – 0.25 0.35 – 0.45 0.40 – 0.60 0.40 – 0.70 0.40 – 0.70 0.25 – 0.40
Bagaimanakah kita dapat menggunakan angka pertambahan berat badan di atas untuk memperhitungkan keuntungan dalam satu masa penggemukan suatu jenis ternak ? Sebagaimana telah disebutkan sebelum ini, koefisien Teknis juga meliputi angka PBBH. Sehingga penggunaan suatu nilainya diambil dari penyebaran nilai rata-rata dan standard diviasinya. Penggemukan Babi Istilah penggemukan pada ternak babi pada hakekatnya adalah kurang tepat, karena yang terjadi adalah pembesaran babi muda yang beratnya antara 15 – 30 kg menjadi babi potong dengan berat 90 – 100 kg. namun karena pembesaran ini dipercepat dengan jenis ransum khusus, maka masyarakat peternak terlanjut menggunakan penggemukan. “Finishing” adalah istilah yang lebih tepat digunakan. KT yang digunakan di sini di samping umur awal, berat badan awal, pertambahan berat badan harian, masa penggemukan dan berat pasar, sangatlah penting diketahui angka konversi ransum/berat badan. Hal ini penting karena hamper seluruh ransum babi adalah konsentrat yang relative mahal. Yang disebut angka konversi ransum ialah jumlah ransum yang diperlukan untuk memperoleh tambahan berat badan 1 kg. Angka ini disebut juga efisien ransum atau “ feed Effeiciency”. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
45
Pada penggemukan babi ras unggul dengan makanan yang sesuai, berat badan 90 kg dapat dicapai pada waktu 190 hari. Bilamana pada umur 200 hari barulah berat badan tersebut (90 kg) dicapai, maka babi ras tersebut adalah kurang baik. Berikut ini terdapat tebel dimana seorang peternak dapat menilai apakah babi yang digemukkan berasal dari keturunan yang baik atau tidak, dengan melihat umur pada berat pasar, PBBH dan efisiensi ransum. Tabel 12. Kelas Babi Ras Unggul Finishing
Umur sewaktu 90 kg (hari)
1 170
2 180
Klas 3 190
Kurang > 190
Pertambahan berat badan harian (kg)
0.70
0.65
0.60
< 0.60
Efisiensi makanan (kg)
3.2
3.4
3.6
< 3.6
Standard
Kebanyakan efisiensi makanan usaha penggemukan babi masih berada di atas 4 kg. apakah efisien ? secara teknis memang tidak efisien, tp secara ekonomis mungkin sekali masih menguntungkan, dilihat dari pertbandingan harga ransum per kg dan harga babi per kg. Misalkan harga ransum babi adalah Rp 125/kg dan harga babi Rp 100/kg, memperlihatkan suatu margin sebesar Rp 500, mungkin masih menguntungkan. Usaha Sapi Perah Umur bibit awal sapi yang terbaik adalah 1.5 – 2 tahun. Karena Sapi Perah adalah jenis ternak ruminansia semua Koefisien teknis pada ruminansia berlaku juga bagi sapi perah. Ternak betina digunakan untuk bibit dan penghasil susu. Ternak jantan, disamping untuk bibit, dapat digunakan untuik penggemukan. Bangsa Sapi Frisian Holstein jantan memperlihatkan pertambahan badan harian yang cukup baik. Koefisien teknis yang khusus untuk ternak sapi perah adalah yang menyangkut produksi susu, yaitu : 1) Produksi susu rata-rata per hari 2) Masa laktasi BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
46
3) Penggunaan hasil susu untuk pembesaran anak sapid an perkiraan susu yang rusak 4) Umur induk Pada tabel berikut terlihat nilai Koefisien Teknis tersebut. Tabel 13. Rata-rata Produksi, Masa Laktasi dan Penggunaan Susu Bagi Anak Sapi
Uraian Sapi perah Silangan local Sapi perah FH (murni)
Rata-rata Masa produksi susu per laktasi hari (bulan) (liter) 9.5 6 – 10
10
Umur akhir (tahun)
11 – 20
7
7
Konsumsi susu Anak jantan Anak betina 2 bln 4 bln (liter/ekor) (liter/ekor) 150 300
150
300
Ayam Broiler Masa pembesaran ayam broiler mulai dari DOC, adalah 1.5 sampai 2 bulan, dimana ayam broiler telah dapat mencapai 1.5 kg sampai 2 kg berat hidup. Koefisien teknis terpenting usaha broiler adalah konversi ransum atau Effisiensi Makanan. Preferensi Konsumen di pasaran adalah broiler dengan dengan berat potong ringan (1 kg) atau sedang (1.5 kg). oleh karena berat potong (karkas) broiler adalah 75 % berat hidup, maka untuk memperoleh berat potong 1 atau 1.5 kg, diperlukan berat hidup berturut-turut 1.34 atau 2 kg berat hidup. Efisiensi makanan yang baik adalah 2.5 sampai 3 kg. jadi untuk memperoleh broiler 1.34 kg dan 2 kg berat hidup dibutuhkan ransum masing-masing 3.35 dan 5 kg ransum (3.335 kg = 1.34 x 2.5 kg dan 5 kg = 2 x 2.5) Ayam Ras Petelur Koefisien teknis yang terpenting pada ayam ras petelur adalah konversi ransum. Istilah yang popular adalah
Rasio Ransum Telur atau “Feed – Egg Ratio (FER).
Merupakan angka rata-rata flok dihitung mulai DOC hingga flok itu afkir, umumnya pada umur 2 tahun.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
47
FER ini dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yaitu : 1. Rata-rata jumlah ayam yang bertelur setiap harinya
(Hen Day Percentage).
Persentase ini sebaiknya di atas 60%. 2. Culling dan replacement rate. Bilamana ayam tya yang sudah menurun produksinya tetap masih dipertahankan, maka konsumsi ransum bertambah 3. Penyusunan/mortalitas ayam dewasa. Makin besar angka kematian ayam dewasa dengan produktif, makin tinggi rasio ransum telur, karena jumlah telah terlanjur dikonsumsi oleh ayam yang mati tanpa produksi telur diperhitungkan. PENUTUP Soal Latihan 1. Jelaskan Perbedaan antara satuan ternak dan koefisien teknis 2. Mengapa dalam pengelolaan usaha ternak, dibutuhkan penggunaan koefisien teknis terutama dalam proses produksi Bahan Bacaan Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan. Usaha Peternakan, Perencanaan Usaha, Analisis dan Pengelolaan. Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Rahardi dan Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutawi, Ir. 2007. Kapita Selekta Agribisnis Peternakan. UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah, Malang.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
48
BAB V FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat menjelaskan, menguraikan dan mengalokasikan faktor-faktor produksi STRATEGI PEMBELAJARAN •
Kuliah
•
Tugas
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang : •
Jenis-jenis faktor produksi
•
Alokasi faktor produksi
•
Efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis
PENDAHULUAN Dalam agribinisnis peternakan, produksi diartikan sebagai rangkaian kegiatan untuk menghasilkan produk peternakan baik berupa barang maupun jasa. Proses produksi usaha peternakan sangat penting diperhatikan. Untuk itu diperlukan pengelolaan produksi secara terencana, terstruktur, dan berpola dalam suatu system yang disebut manajemen produksi. Produksi melibatkan aktivitas memasukkan barang dan jasa yang dinamakan input untuk memperoleh barang dan jasa lain yang dinamakan output. Input dan output merupakan barang dan jasa yang belum dinilai dengan satuan harga, jadi masih dalam wujud satuan fisik seperti apa adanya. Sumber yang adanya bersifat mutlak untuk menghasilkan produk dinamakan “Faktor Produksi”. Keadaan jumlah dan kualitas faktor produksi menentukan jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Dalam keadaan teknologi tertentu, hubungan antara faktor produksi dengan produknya tercermin dalam spesifikasi fungsi produksinya. Dengan mengetahui spesifikasi produksi dari faktor produksi maka lebih memudahkan dalam mengalokasikan faktor produksi tersebut sehingga penggunaannya dapat efisien baik secara teknis maupun secara ekonomis.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
49
URAIAN MATERI A. Jenis-jenis faktor produksi Istilah faktor profuksi sering pula disebut dengan korbanan produksi, karna produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa inggris, faktor produksi disebut dengan input. Dalam tahap pertama dari perencanaan usaha tani, jenis faktor produksi sangat dibutuhkan, yang merupakan titik tolak awal suatu kegiatan. Dari sini akan terlihat sumbersumber yang potensial, yang kurang baik, yang terbatas baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam praktek, faktor produksi yang mempengaruhi produksi ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan sebagainya. b. Faktor social-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan,
tingkat
pendapatan,
risiko
dan
ketidakpastian,
kelembagaan,
tersedianya kredit, dan sebagainya. Faktor produksi yang umumnya digunakan dalam suatu usaha peternakan antara lain: a. Tanah Unsur ini harus mula-mula dilihat karena dari sini akan terlihat
macam dan
besarnya usaha. Beberapa hal yang perlu dicatat dalam inventaris tanah adalah : -
Luas tanah dan pembagian pemakaian, berapa yang untuk tanaman pangan, pakan ternak, tanaman keras, dan bangunan dari yang tidak terpakai.
-
Tipe lahan termasuk kemiringan, tekstur dan kedalamannya
-
Analisa tanah dan tingkat kesuburannya
-
Sistem irigasi, sumber air yang tersedia
-
Keadaan top dan sub soil, sistem drainase
-
Curah hujan pada saat tanam, type pupuk
-
Peta tanah dan lain-lain Lahan dan lingkungan menjadi salah satu bagian sumber daya peternakan. Sampai
saat ini potensi lahan untuk peternakan masih cukup luas, terutama di kawasan timur BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
50
Indonesia. Sulawesi, Nusa Tenggara, Kalimantan dan Papua merupakan sentra-sentra ternak yang telah dan akan dikembangkan oleh pemerintah. Daerah tersebut, terutama untuk pengembangan breeding sapi potong. Sementara untuk penggemukan dan pengembangan sapi perah lebih cocok di Jawa. Lingkungan diartikan sebagai ketersediaan bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan budidaya ternak. Bahan pakan dari hijauan seperti rumput-rumputan dan produk sampingan pertanian lainnya tersedia cukup melimpah sehingga merupakan potensi yang dapat mendukung kegiatan budidaya ternak. b. Modal Jumlah untuk investasi, tambahan investasi dan modal kerja. Modal milik sendiri dan beberapa yang harus dipinjam dengan bunga berapa. Besar kecilnya modal dalam usaha peternakan tergantung pada : skala usaha, jenis komoditas yang diproduksi, tersedianya kredit. Sebagian besar usaha peternakan masih dikelola dengan skala kecil dan menengah. Penyebabnya antara lain keterbatasan modal yang dimiliki oleh para peternak. Padahal, salah satu kunci kesuksesan dalam pengembangan usaha peternakan adalah ketersediaan modal dan kemampuan untuk mengelolanya. Saat ini peluang mendapatkan modal untuk usaha peternakan terbuka luas. Modal dapat diperoleh dari para investor yang ingin menanamkan modalnya maupun fasilitas kredit yang disediakan oleh pemerintah melalui skim kredit. Ketersediaan modal yang cukup menjadi mutlak dibutuhkan dalam usaha peternakan. Namun,besarnya modal yang akan digunakan tergantung dari skala usaha. Sumber modal data berasal dari dana sendiri, pinjaman bank, skim kredit pemerintah, dan dari investor dalam bentuk kemitraan atau bagi hasil. Dalam kegiatan proses produksi, maka modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tidak bergerak (modal tetap) dan modal tidak tetap (modal variable).perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
51
Peristiwa ini terjadi alam waktu yang relative pendek (short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long term). Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variable merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi. Misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. c. Tenaga Kerja Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam perlu diperhatikan. Perlu dicatat baik segi kuantitas maupun kualitas tenaga kerja. Kuantitas dapat diukur dalam hari, minggu atau tersedia dari tenaga kerja harian, tetap, sewa dan keluarga. Distribusi pekerjaan perlu diketahui disamping kecakapan tenaga kerja, macam training, pengalaman dan lain-lain. Usaha disektor peternakan tidak termasuk dalam jenis usaha yang padat kerja. Kegiatannyapun bersifat temporer. Pada dasarnya kegiatan pokok dari tenaga kerja dalam suatu usaha peternakan adalah pemberian pakan dan pembersihan kandang. Kegiatan lain seperti pengawasan dan pencegahan penyakit hanya merupakan pendukung. Namun, yang paling penting diperhatikan oleh para pengusaha atau peternakan adalah pengorganisasian tenaga kerja. Pengorganisasian tenaga kerja, terutama dilakukan untuk skala usaha menengah dan
besar
(industry
peternakan).
Hal
ini
untuk
menciptakan
efisiensi
kerja.
Pengorganisasian tenaga kerja berkaitan dengan pembagian tugas kerja kepada masingmasing tenaga kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan tenaga kerja yaitu : tersedianya tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja musiman, serta upah tenaga kerja, dimana besar kecilnya upah dipengaruhi oleh mekanisme pasar,jnis kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, lama waktu bekerja,serta penggunaan tenaga kerja bukan manusia (mesin dan ternak)
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
52
d. Managemen Tingkat manajemen, apakah diatas rata-rata, pengalaman dan kecakapan manager perlu pula dicatat. Dalam usaha tani modern, peranan manajemen enjdai sangat penting dan strategis. Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Karena prosesproduksi ini akan melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan,maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi. Dalam praktek, faktor manajemen ini banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain. •
Tingkat pendidikan
•
Tingkat keterampilan
•
Skala usaha
•
Besar-kecilnya kredit
•
Macam komoditas
B. Alokasi faktor produksi Produksi
optimal
dikaitkan
dengan
penggunaan
faktor
produksi
untuk
memproduksi output tertentu, posisi optimal ini dicapai dimana tidak dimungkinkan untuk meningkatkan output tanpa mengurangi produksi output yang lain. Alokasi faktor produksi yang menghasilkan produksi optimal akan dicapai jika : =
MRTSxij = MRTSyij Dimana x dan y adalah output yang dihasilkan dan i dan j adalah faktor produksi yang digunakan. Alokasi kombinasi faktor-faktor produksi dengan tepat dapat meningkatkan produktivitas. Penggunaan faktor produksi yang produktif dan efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas peternakan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan peternak. Adanya efisiensi kegiatan produksi dapat meningkatkan hasil tproduksi yang pada gilirannya pendapatan peternak juga akan meningkat.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
53
Prinsip efisiensi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana pengalokasian faktor produksi tersebut agar digunakan secara seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi , maka pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (efisiensi harga) serta efisiensi ekonomi C. Efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis Ada dua konsep efisiensi dalam penyelenggaraan produksi yaitu efisiensi teknis dan ekonomis. Efisiensi teknis menyatakan perbandingan output fisik dengan input fisik telah mencapai maksimum. Efisiensi ekonomis menyatakan kondisi proses produksi telah mencapai keuntungan yang maksimum berupa nilai uang (bukan berupa hasil produk fisik). Dalam proses produksi, dikenal istilah efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis merupakan syarat keharusan dan efisiensi ekonomis merupakan syarat kecukupan dalam setiap petimbangan pengambilankeputusan produsen. Efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata-rata berada pada maksimumnya dan efisiensi ekonomis tercapai pada saat nilai produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinalnya (BKM). Efisiensi ekonomis merupakan kata lain dari “keuntungan maksimum”. Secara kronologis, setiap tambahan input dari awal sampai akhir akan didapatkan efisiensi taknis lebih dahulu dan setelah itu baru efisiensi ekonomis. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif apabila nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan (NPMx = Px) dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga efisiensi harga. Model pengukuran efisiensi juga berbeda tergantung dari model yang dipakai. Umumnya ada dua model yang umum dipakai, yaitu: a) Model fungsi produksi b) Model linear programming Efisiensi ekonomis penggunaan faktor-faktor produksi dirumuskan sebagai berikut:
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
54
Apabila sejumlah faktor produksi digunakan untuk menghasilkan satu produk, maka efisiensi ekonomis masing-masing faktor produksi dirumuskan sebagai berikut :
Perhitungan rasio produktivitas dapat dilakukan setelah nilai ril dari element output dan input telah diperoleh. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam perhitungan rasio produktivitas adalah sebagai berikut : a. Perhitungan angka-angka indeks Angka indek di hitung untuk membandingkan baik element output maupun input terhadap periode dasar msing-masing, misalnya output periode Februari 2010 terhadap output periode Januari 2010 dan seterusnya. Rumusan untuk menghitung angka indeks adalah sebagai berikut : Indeks Output periode ke-t = output period eke-t/output periode dasar atau :
b. Perhitungan rasio produktivitas Perhitungan rasio produktivitas adalah untuk menghitung besarnya perbandingan antara output yang dihasilkan dengan masing-masing input yang digunakan, dengan menggunakan rumusan sebagai berikut : Produktivitas input period eke-t = output periode ke-t/input periode ke-t atau
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
55
PENUTUP Soal Latihan 1. Mengapa dalam pengelolaan usaha peternakan harus memperhatikan alokasi penggunaan faktor-faktor produksi ? 2. Jelaskan perbedaan antara efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis ! Bahan Bacaan Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Djoko Sumarjono.2004. Diktat Kuliah Ilmu Ekonomi Produksi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Situmorang, Jontor. 2007. Analisis Produktivitas dengan Menggunakan Fungsi Produksi Cobb-Douglass dalam Menentukan Return To Scale pada PT Perkebunan Nusantara IV Sawit Langkat. USU Repository. Soekartawi. 1990.Teori Ekonomi Produksi. CV. Rajawali. Jakarta. Sumarjono, D. 1986. Analisis Ekonomi Ayam Pedaging pada Dua Skala Usaha Keluarga di Kelompok Peternak Unggas ’’Tulus Rahayu“ Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Tesis. Fakultas Pascasarjana Unpad.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
56
BAB VI APLIKASI FUNGSI PRODUKSI
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat mengukur produktivitas dengan menggunakan aplikasi fungsi produksi STRATEGI PEMBELAJARAN •
Kuliah
•
Diskusi Kelompok
•
Tugas
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang : •
Law of Diminising Return
•
Incrasing Productivity
•
Decreasing productivity
•
Constant productivity
•
Fungsi Linear
•
Fungsi Kuadratik
•
Fungsi Cobb Douglass
PENDAHULUAN Sumber daya diartikan sebagai input atau pengorbanan untuk menghasilkan output tertentu. Dalam menghasilkan suatu produk atau input dapat dipengaruhi oleh produk yang lain. Di dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu produk dapat dipengaruhi oleh satu atau beberapa faktor. Secara matematis hubungan input dengan output digambarkan sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3,.....Xn) Di dalam proses produksi peternakan, biasanya berupa hubungan yang mula-mula bersifat increasing yang dilanjutkan dengan hubungan yang bersifat decreasing productivity setelah variabel yang diberikan relative telah cukup. Kombinasi ini merupakan fenomena produksi dan dinyatakan dalam hukum penambahan hasil yang menurun atau law of diminishing return. Hukum ini berlaku untuk produk penambahan hasil (produk marginal).
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
57
URAIAN MATERI A. Law of Diminishing Return Law of diminishing returns adalah sebuah hukum dalam ekonomi yang menjelaskan tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. Teori ini menjelaskan bahwa ketika input yang kita miliki melebihi kapasitas produksi dari input, maka return (pendapatan) kita akan semakin menurun. Terdapat tiga tingkat dalam teori ini, yaitu fase increasing return (pendapatan yang meningkat), fase kedua dimana pendapatan tetap meningkat tapi pada intensitas yang lebih rendah dan fase ketiga adalah diminishing returns. Hukum ini menyatakan bahwa setiap penambahan input kepada input yang tetap akan menghasilkan tambahan output yang semakin lama menjadi semakin kecil dibandingkan tambahan inputnya. Bayangkan jika sawah yang oleh 10 orang saja sudah sempit, ditambah lagi dengan 1,2, bahkan tiga orang lagi. Maka sawah akan semakin penuh. Disinilah timbul pendapatan yang menurun. Petani yang ada disana tidak produktif. Bahkan, pemilik sawah juga harus membayar lebih dari 10 petani, yang mana sawah itu sendiri hanya bisa menghasilkan output yang dilakukan oleh 10 petani. Otomatis, pemilik sawah harus membayar lebih untuk itu, sehingga pendapatan mereka akan semakin menurun. Sawah juga akan semakin sesak jika diisi oleh lebih dari 10 orang, bisa jadi mereka justru mencangkul kaki dari petani yang lain, karena lahan nya sudah habis. Demikianlah mengapa pendapatan bisa justru menurun jika angka buruh pada suatu pabrik terlalu banyak. Pabrik bisa rugi dan tidak bisa membayar para buruh, sehingga sampailah pada keputusan untuk melakukan PHK. B. Incrasing Productivity Law of Increasing Return merupakan hukum yang menyatakan bahwa setiap penambahan input kepada input yang tetap, akan menghasilkan tambahan output yang semakin besar dibanding tambahan inputnya. Contoh logis adalah misalnya kita mempunyai sawah, dengan input petani. Satu sawah memiliki kapasitas petani sebanyak 10 orang. Maka, ketika kita menempatkan satu BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
58
orang petani disana, kita akan mendapatkan output (beras). Begitu juga jika ditambah terus sampai misalnya angka 7. Ketika level petani sudah berada pada angka 7, output akan stabil dan terus menerus meningkat. Begitu juga jika sampai 8, 9 dan 10, pendapatan terus meningkat. Fenomena ini menggambarkan bahwa terjadi penambahan hasil yang menigkat pada pemberian input tambahan berikutnya C. Decreasing Productivity Hukum ini menyatakan bahwa setiap penambahan input kepada input yang tetap akan menghasilkan penurunan output yang semakin lama menjadi semakin besar dibandingkan tambahan inputnya. Contohnya, misalnya kita mempunyai sawah, dengan input petani. Satu sawah memiliki kapasitas petani sebanyak 10 orang. Maka, pendapatan ketika 7 petani disawah dengan 10 petani berbeda. Secara logika kita bisa melihat, misalnya saja para petani, ketika semakin banyak yang terlibat, akan secara psikologis bertambah malas. Atau mereka juga bisa bertambah susah dalam bekerja, karena sawah yang mereka garap semakin penuh. Tapi, pendapatan tetap meningkat. D. Constant productivity Fenomena ini menggambarkan pada setiap penambahan unit input pada suatu kegiatan produksi, akan memberikan tambahan hasil yang tetap pada setiap kenaikan input berikutnya. Karena kenaikan tersebut bersifat tetap, maka bila digambarkan akan berbentuk garis lurus. Keadaan
ini
jarang
terjadi
dalam
dunia
usaha
pertanian.
Salah
satu
kemungkinannya adalah apabila input masih relative kecil. Fenomena ini menggambarkan pada setiap penambahan unit input pada suatu kegiatan produksi, akan memberikan tambahan hasil yang tetap pada setiap kenaikan input berikutnya. Karena kenaikan tersebut bersifat tetap, maka bila digambarkan akan berbentuk garis lurus. Disebut constant productivity apabila tambahan hasil atau produk marjinal selalu tetap yaitu ΔY/ΔX selalu mempunyai nilai yang sama
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
59
E. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y ) dan variabel yang menjelaskan (X) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasaanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, maka telaahan yang banyak diminitai dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi ini. Hal tersebut disesababkan karena beberapa hal, antara lain : a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara factor produksi (input) dan prroduksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti. b. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (independent variable), Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Y = f ( X1, X2, . . . . , Xi, . . . . , X2) Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas , maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1 . . . . Xn dan X lainnya juga dapat diketahui. Hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksinya dapat diberi ciri khusus berupa suatu fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan jumlah hasil produksi tertentu ditentukan oleh jumlah faktor produksi yang digunakan. Jumlah hasil produksi merupakan “dependent variabel” dan jumlah faktor produksinya sebagai “independent variabel”. Bentuk hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksinya yang sering digunakan adalah sebagai berikut : 1. Yt = a + bXt + Et
Fungsi linier sederhana
2. Yt = a + b1X1t + b2X2t +...... bnXnt + Et
Fungsi linier berganda
3. Yt = a + b1X1t + b2X1t2 + Et
Fungsi kuadratik
4. Yt = a X1tbi 10Et
Fungsi Cobb-Douglas sederhana
5. Yt = a X1tb1 X2tb2 ..... Xntbn 10Et
Fungsi Cobb-Douglas berganda
Suatu hal yang harus diperhatikan adalah ada banyak sekali bentuk persamaan aljabar yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu fungsi produksi. Tidak ada suatu BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
60
bentuk yang dapat dipakai untuk menggambarkan produksi di setiap daerah dan pada suatu keadaan. Tetapi jika bentuk fungsi produksi telah ditemukan, maka keterangan itu sangat berguna bagi produsen untuk mengambil keputusan optimasi. Oleh karena itu, penelitilah yang mempunyai tugas untuk menemukan fungsi produksi di setiap keadaan usaha. Bentuk persamaan aljabar yang menyatakan fungsi produksi seperti diatas perlu disempurnakan dengan menentukan konstanta dari a dan b secara statistik dihitung dengan metode “Least Sguare” dari sekumpulan data produk dan faktor produksinya. Prinsip “Least Sguare” adalah membuat suatu garis dari sekumpulan titik dalam suatu ruang dimana letak garis tersebut mempunyai simpangan yang paling kecil dari letak titik-titik yang ada. Cara yang lebih rinci dapat dipelajari dalam statistika. Macam fungsi produksi Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai adalah sebagai berikut : a. Linear b. Kuadratik ; dan c. Eksponensial Disamping juga fungsi produksi CES (Constant Elasticity Of Substitution), Transcendental dan Traslog. Fungsi Produksi Linear Rumus matematik dari fungsi produksi linear adalah sebagai berikut : Y = f ( X1, X2, . . . Xi, . . . Xa) Dimana : Y = variabel yang dijelaskan (dependent variabel) dan X = variabel yang menjelaskan (independent variabel) Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah variabel X yang dipakai dalam model fungsi produksi linear sederhana ialah bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model. Secara matematis dapat dituliskan sebagi berikut : BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
61
Y = a + bX Dimana: a = intersep ( perpotongsn) dan b = koefisien regresiBila a = 0, maka Y = bX, dan garis ini akan melewati titik origin. Hal ini dapat dilihat di gambar 1 dan 2 y
∇x
∇y
y = a + bx
=
0
x Gambar 2. Garis linear sederhana
Y
∇x
∇y
0
y = bx
=
x
Gambar 3. Garis linear sederhana dengan nilai a = 0
Terlihat di gambar 1 dan 2 bahwa koefisien regresi. B, sekaligus merupakan slope (kemiringan) yang garis Y = a + bX (gambar 1 ) dan Y = bX (gambar 2 ). Karena itu, maka b merupakan produk marginal dari garis Y = a + bX atau Y = Bx dan dapat ditulis sebagai berikut : BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
62
b = (∇Y / ∇X ) Di dalam praktek, penggunaan garis linear sederhana ini banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena anlisisnya mudah dilakukan dan hasilnya lebih mudah dimengerti secara cepat. Sedangkan kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai di dalam model; sehingga dengan tidak memasukkannya variabel X yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan dalam model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya menggunakan garis linear berganda atau garis regresi berganda (multiple regression). Berbeda dengan garis regresi linear sederhana (simple regression), maka jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Secara matematis hal ini dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X1,X2,...,XI,..Xn); atau Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + biXi + ... + bnXn Dimana a, b, dan X dan Y telah dijelaskan sebelumnya. Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan modal estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. Pada bentuk persamaan yang melibatkan lebih dari dua variabel (satu variabel Y dan lebih dari satu variabel X), maka hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksinya tidak perlu digambar karena disamping sukar juga menyulitkan tafsirannya. Tetapi jika hanya melibatkan dua variabel saja, maka sebaliknya hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksinya digambarkan untuk menjadikan jelas dalam tafsiran maknanya. Gambar fungsi linier Ŷ = 25 + 0,5X adalah sebagai berikut :
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
63
Gambar 4. Fungsi produksi linier dengan satu variabel input. Keterangan : Fungsi linier itu menyatkan bahwa setiap tambahan satu unit X (=25) akan mengakibatkan tambhan setengan unit Y (=12,5). Gambar 1 memperlihatkan gerak yang menaik lurus. Fungsi Produksi Kuadratik Rumusan matematik dari fungsi produksi kuadratik biasanya dituliskan sebagai berikut: Y = f ( Xi ) : atau dapat ditulikan Y = a + bX + cX2 Di mana : Y = variabel yang dijelaskan; X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga. Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum. Jadi, bila: Y = a + bX + cX2, Maka nilai maksimum akan tercapai bila turun pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol. Jadi turunan pertama dari fungsi kuadrat adalah: ∂Y / ∂X
= b + 2cX = 0
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
64
X = b / 2c,. Dalam proses produksi pertanian, dimana berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai berikut :
Y = a + bX – cX2 Y Y = a + bX - cXa c= negatif
0
X Gambar 5. Fungsi Produksi Kuadratik
Nila parameter c yang negatif menunjukkan kaidah kenaikan hasil yang berkurang tersebut. Karena ciri seperti inilah maka fungsi kuadratik sering dipakai dalam analisis percobaan pemupukan. Karena dalam penelitian pemupukan, biasanya yang dicari adalah berapa dosis pupuk yang dipakai agar hasilnya optimum dan maksimum; dan berapa pula, dosis pupuk yang dipakai pada titik atau pada kondisi di mana produksi sudah mulai menurun. Bila benar bahwa nilai parameter c adalah negatif, maka hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang berlaku pada fungsi produksi tersebut. Hal ini dapat digunakan sebagaimana terlihat pada gambar 6.3. Fungsi produksi kuadratik juga disebut dengan fungsi produksi polinominal kuadratik. Jika persamaan fungsi produksi menjadi sebaliknya yaitu : Y = 100 –0,5X, maka gerak garis menjadi menurun lurus dari titik awal 100 dan memperlihatkan berlakunya hukum “Decreasing return”. Gambar fungsi kuadratik Ŷ = 12,5 + X + 0,005X 2 adalah seperti gambar 5 berikut ini.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
65
Ŷ = 12,5 + X + 0,005X2 100
75 50 25
0
25
50
75
Gambar 6. Fungsi produksi kuadratik dengan satu variabel input. Fungsi Produksi Polinominal Akar Pangkat Dua Di samping dikenal fungsi produksi dan polinominal kuadratik, dikenal pula fungsi produksi polinominal yang lain yang sering disebut dengan fungsi produksi polinominal akar pangkat dua. Secara matematis, persamaan fungsi ini dapat ditulis sebagai berikut : Y = a0 + a1X1½ + a11X1. Bila X pangkat setengah ini diganti dengan inisial Z, maka fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Y = a0 + a1Z + a11Z2 Kalau diperhatikan, maka persamaan ini adalah persamaan kuadratik; sehingga dengan demikian penyelesaiannya adalah sama dengan penyelesaian fungsi kuadratik seperti yang dijelaskan sebelumnya. Fungsi Produksi Eksponensial Fungsi produksi eksponensial ini dapat berbeda satu sama lain tergantung pada ciri data yang ada; tetapi umumnya fungsi produksi eksponensial ini dapat dituliskan sebagai berikut : Y = aXb (biasanya disebut fungsi Cobb-Douglas) Dan Y = abx BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
66
Karena di dalam fungsi produksi eksponensial ini ada bilangan berpangkat, maka penyelesaiannya diperlukan bantuan logaritma. Misalnya Y = 0,5X0,3 Maka penyelesaian persamaan tersebut adalah Log Y = log 0,5 + 0,3 log X.
Gambar 7 . Fungsi produksi cob-douglass dengan satu variabel input. Fungsi Produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variable, dimana variable yang satu disebut variable dependent (Y) yang dijelaskan, dan yang lain disebut variable independent (X), atau merupakan salah satu bentuk fungsi produksi yang dapat dipergunakan dalam analisis produktivitas. Beberapa alasan praktis dalam menggunakan fungsi produksi cobb-douglas yaitu : a. bentuk fungsi cob-douglas bersifat sederhana dan mudah penerapannya b. Fungsi produksi coob-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun. c. Koefisien – koefisien fungsi cob-douglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang dipergunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi cob-douglas d. Koefisien intersep produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari system produksi yang sedang dikaji
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
67
Bentuk umum dari fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : Q = ϭ Lα M β Bentuk Transformasi Ln Qn = konstanta + L ln Ln + M ln Mn Bentuk Asli Qn = e Constanta LnL MnM Dimana : Q
= output
L
= Input jam kerja efektif (tenaga kerja)
M
= Input jam kerja mesin efektif
Ϭ (deltha)
= Koefisien intersep ( indeks efisien)
α (alpha)
= Elastisitas output dari input L
β (betha)
= Elastisitas output dari input M
Koefisien intersep ( indeks efisiensi) yang dilambangkan dengan ϭ ( deltha) merupakan koefisien yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari system produksi yang sedang dikaji itu. Berikut ini adalah tiga ketentuan yang berkenaan dengan koefisien intersep atau indeks efisiensi ϭ yaitu : 1. jika deltha periode ii > deltha periode I, maka system produksi mengalami kenaikan produktivitas 2. jika deltha periode II < deltha periode I , maka system produksi mengalami penurunan produktifitas 3. jika deltha periode II = deltha periode I, maka system prosuksi tetap Koefisien elastisitas output dari input yang dipergunakan adalah koefisien yang memberikan gambaran elastisitas penggunaan input dalam menghasilkan output yang terdapat di dalam suatu system produksi. Terdapat enam ketentuan mengenai elastisitas output, yaitu 1. jika α > β, artinya input jam kerja efektif yang dipergunakan dalam system produksi jumlahnya lbih besar daripada input jam kerja mesin efektif, dalam hal ini tenaga kerja lebih berperan dibandingkan mesin. 2. jika α > β, artinya input jam efektif yang dipergunakan dalam system produksi jumlahnya sama dengan jumlah input jam mesin efektif, dalam hal ini tenaga kerja dan mesin memilii peran yang seimabang BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
68
3. jika α < β, artinya input jam kerja efektif yang dipergunakan dalam system produksi jumlahnya lebih kecil daripada jumlah input jam kerja mesin efektif dalam hal ini mesin lebih berperan dibandingkan tenaga kerja 4. jika α + β > 1, maka system produksi memiliki skala hasil meningkat 5. jika α + β = 1, maka system produksi memiliki skala hasil tetap 6. jika α = β < 1, maka system produksi memiliki skal hasil menurun Secara umum Model cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Model Cobb-Douglas dapat dibedakan berdasarkan jenis sisaannya : 1. Model Cobb-Douglas tak- linear tak penuh yang mempunyai bentuk umum
Model in terjadi jika sisaannya bersifat multiplikat. Bentuk linearnya dapat dituliskan sebagai
2. Model Cobb-Douglas tak-linear penuh yang mempunyai bentuk umum :
Mentransformasikan persamaan regresi linier ke dalam fungsi produksi CobbDouglass Setelah data-data hasil pengamatan selesai diolah dengan spss, maka akan didapat persamaan regresi Y = a + bXatau Y = In Q dan X = In I, maka persamaan regresi menjadi In Q = a+ b In I. Selanjutnya persamaan regresi linear tersebut ditransformasikan ke dalam fungsi produksi Cobb Dougles dengan langkah-langkah sebagi berikut ; In Q = a + b In I In Q = a + In Ib BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
69
In Q – In Ib = a In (Q/Ib) = a In Q/ Ib = aa Q = ea Ib Dengan demikian persamaan fungsi produksi Cobb- Douglas telah didapatkan dengan ea merupakan indeks efisiensi dari proses transformasi (ϭ) dan b merupakan elastisitas produksi dari input yang digunakan ( α ). Adapun Kelebihan dari fungsi Cobb Douglass yaitu : 1. Dapatmenunjukkanefisiensiteknisdalamsistemproduksi 2. Lebihmudahmelihatelastisitas 3. Dapat menunjukkan Return To Scale Tetapi fungsi cobb douglas ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain : 1. Spesifikasi variabel yang keliru, hal ini menyebabkan nilai elastisitas produksi yang diperoleh negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil. Spesifikasi ini akan menimbulkan terjadinya multikolinearitas pada variabel bebas 2. Kesalahan pengukuran variabel, hal ini terjadi bila data kurang valid sehingga menyebabkan besaran elastisitas produksi yang terlalu besar atau kecil. 3. Bias terhadap variabel manajemen. Faktor manajemen merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena berhubungan langsung dengan variabel terikat seperti manajemen penggunaan faktor produksi yang akan mendorong besaran elastisitas tehnik dari fungsi produksi ke arah atas. Manajemen ini berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input dan kadang sulit diukur dalam pendugaan fungsi cob douglas 4. Multikolinearitas, dalam fungsi ini sulit dihindarkan meskipun telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel indipenden tidak terlalu tinggi seperti memperbaiki spesifikasi variabel yang dipakai Misalnya adapun Penyelesaian hubungan antara y dan x adalah sebagai berikut : Persamaan dalam Fungsi produksi Cobb Douglas Y = axibix2b2eu Ln Y = ln a + b1ln X1 + b2ln X2 + ln e Misalnya : Z = lnY α = ln a BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
70
X11 = ln X1 X22 = ln X2 μ = ln e Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglass harus diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan persamaan tersebut : 1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui 2. Dalam fungsi produksi,perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan tehnologi dalam setiap pengamatan, ini artinya kalau fungsi produksi yang dipakai dalam pengamatan memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan (slope) model tersebut 3. Tiap variabel x adalah perfect competition 4. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah tercakup pada faktor kesalahan u (disturbance term) Seperti dijelaskan sebelumnya, maka di samping keempat macam fungsi produksi tersebut, juga sering dipakai fungsi produksi CES, transcendental dan translog. Ketiga fungsi produksi yang lain, akan mempunyai kelemahan – kelemahan dan keunggulan – keunggulan. Fungsi produksi tersebut, secara sekilas dapat dijelaskan sebagai berikut : Fungsi Produksi CES Fungsi produksi CES untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Arrow,dkk., (1960). Fungsi ini dipakai bila berlaku asumsi atau situasi constant returns to scale. Rumus matematik dari CES adalah sebagai berikut: Y = ɣ [δK-p + (1 – δ)L-p]-1/p. Di mana : Y
= output
ɣ
= parameter efisiensi (ɣ > 0),
δ
= distribusi parameter (0 < δ < 0),
K
= Kapital
L
= input tenaga kerja, dan
P
= parameter subtitusi (p > -1)
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
71
Oleh fletcher (1968), fungsi produksi CES tersebut dimodifikasi dan juga dipakai oleh soskie (1968). Selanjutnya model CES yang telah dimodifikasi ini dilaporkan oleh fletcher dan Lu (1969) dengan VES (variable elasticity of substitution). Rumus matematis VES adalah sebagai berikut: ɣ = ɣ[Δk-p + (1 – δ)
–C(1 + P)
L -P]-1/P
di mana : Persamaan VES ini mempunyai ciri antara lain mempunyai produk marginal yang positif dan menurun ke bawah dan homogenitas derajat satu. Di samping keunggulan fungsi ini, maka VES ini mempunyai kelemahan, yaitu jumlah variabel yang dipakai tersebut hanya dua dan bila dipakai lebih dari dua, maka penyelesaiannya menjadi relatif sulit. Fungsi Produksi Transcendental Rumus umum dari fungsi produksi transcendental adalah sebagai berikut: b
1 c1x1
Y = AX1
e
b
2 c 2x 2
x2
e
+ u,
Di mana : Y
= Output
X
= input
A,b,c
= parameter yang akan diduga
e
= bilangan konstan
u
= galat (disturbance term) Dalam kondisi – kondisi tertentu fungsi produksi teranscendental ini akan menjadi
fungsi cobb-douglas. Fungsi produksi transcendental ini, untuk pertama kalinya, diperkenalkan oleh Halter, dkk., (1957)dan keunggulan fungsi ini adalah dapat menggambarkan kondisi di mana produk marginaldapat menaik, menurun dan menurun dalam “negatif” (negative marginal products). Sebaliknya kelemahan fungsi ini adalah bila salah satu dari nilai X adalah nol, maka fungsi tersebut tidak dapat diselesaikan, karena fungsi Y menjadi nol.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
72
Fungsi Produksi Translog Fungsi produksi translog dapat ditulis sebagai berikut : Log Y = log A + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 (log X1 log X2) + u di mana : Y = output X = input b1, b2, b3 = parameter yang diduga A = parameter yang juga berfungsi sebagai intersep u = galat (disturbance term) Fungsi produksi translog ini dapat berubah bentuknya menjadi fungsi produksi Cobb-Douglas apabila parameter b tidak berbeda nyata dengan nol. Fungsi produksi translog ini juga banyak dimodifikasi oleh berbagai peneliti disesuaikan dengan situasi data yang dimiliki, antara lain dikembangkan oleh Christensen, dkk. (1973), Ranade dan Herdt (1978). Memilih Fungsi Produksi Memilih fungsi produksi yang sesuai dengan keinginan si peneliti adalah bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini disebabkan karena data yang ada belumtentu sesuai dengan model atau fungsi produksi yang telah disiapkan sebelumnya. Kejadian ini seringkali ditemui pada analisis yang menggunakan data yang tidak terkontro; misalnya data survei sosial ekonomi. Bila data yang dipakai adalah data yang terkontrol (misalnya data percobaan di rumah kaca atau green house), maka model atau fungsi produksi yang dirancang dapat dengan mudah diaplikasikan; karena datanya dapat dikontrol disesuaikan dengan tujuan penelitian. Sebaliknya untuk data sosial-ekonomi, walaupun datanya sudah disiapkan dengan baik; namun modelnya atau fungsi produksi yang direncanakan sering dimodifikasi, disesuaikan dengan data yang dikumpulkan. Hal ini disebabkan karena data sosial-ekonomi sering dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang kadang-kadang di luar jangkauan ingatan responden. Misalnya, kalau ditanyakan “beberapa produksi ketela pohon Mukibat yang Bapak peroleh pada masa panen yang lalu ?” Kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut, antara lain adalah : BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
73
a. Mungkin petani sudah lupa beberapa produksi ketela pohon Mukibat setahun yang lalu b. Produksi ketela pohon Mukibat tidak dipanen dalam waktu yang bersamaan sehingga untuk menjumlahkan semua produksi yang diperoleh adalah agak sulit c. Produksi ketela pohon Mukibat dapat dihitung dengan produksi kualitas basah atau kering; dan untuk kualitas kering ini pun juga bervariasi sehingga menyulitkan petani responden untuk mengingat kembali beberapa produksi yang sebenarnya. Berdasarkan uraian di atas maka di dalam memilih bentuk atau model fungsi produksi maka diperlukan tindakan yang antara lain sebagai berikut : a. Identifikasi masalah yang jelas. Variabel apa yang berfungsi sebagai variabel yang dijelaskan. Y, dan variabel apa yang berfungsi sebagai variabel yang menjelaskan X. Jadi bentuk persamaan Y = f (X) harus jelas. Perlu pula diperhatikan bahwa dalam identifikasi model ini dikenal istilah simultaneus equations; di mana variabel yang semula bertindak sebagai independent variable berubah fungsinya sebagai variabel dependen. Misalnya, Y = f (X1, X2) X1 = f (X1, X2, X3 ) ; dan X5 = f (X6, X7) Kasus seperti ini sering ditemui dala data sosial ekonomi; dan dengan bantuan ekonometrika simultaneous tersebut dapat diselesaikan dengan mudah. b. Identifikasi masalah tersebut akan berhasil baik kalau dilakukan hal – hal sebagai berikut : b.1. Studi Pustaka Dengan studi pustaka, peneliti meras percaya bahwa identifikasi masalah yang dilakukan didukung oleh teori yang benar. b.2. Pengalaman Penelitian Sendiri Pengalaman peneliti dalam melakukan identifikasi masalah adalah sangat besar manfaatnya untuk diidentifikasi masalah ini. b.3. Belajar dari Peneliti Lain Makin banyak kontak anata peneliti satu dengan peneliti lain bila melakukan identifikasi masalah adalah besar manfaatnya. Belajar dari peneliti lain, bukan saja bermanfaat untuk memperbesar wawasan, tetapi juga lebih memudahkan pekerjaan. Caranya tidak selalu harus berdiskusi langsung tetapi juga membaca hasil-hasil yang pernah dilakukan oleh orang lain. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
74
c. Melakukan trial and error (coba-coba) Melakukan trial and error (TAE) ini penting untuk menguatkan model yang dipakai. Bila perangkat komputer sudah tersedia, maka TAE ini lebih mudah dilakukan; misalnya untuk mengecek apakah variabel satu dengan variabel lain ada hubungan yang kuat, maka perlu di cek dengan tehnik diagram sebaran titik atau membuat scatter diagram. Dengan cara seperti ini maka peneliti akan lebih mudah menentukan model pendugaan, apakah modelnya linear, kuadratik, eksponensial atau model lainnya. Variditas Model Fungsi Produksi Variditas model adalah suatu pernyataan atau uraian yang menjelaskan dukungan apakah model atau fungsi produksi yang dipilih sebagai model itu valid (kuat, sah). Penjelasan dukungan ini harus mampu menunjukkan tentang keunggulan model yang dipakai berikut asumsi-asumsi yang dipakai. Uraian yang berisikan dukungan terhadap model yang dipakai, seyogyanya terdiri dari : a. Secara teoritis, model yang dipakai itu benar dan dapat dipertanggungjawabkan. b. Secara praktis, model yang dipakai itu dapat dilaksanakan atau dapat diduga dengan baik dan mudah. c. Secara analisis model yang dipakai itu menghasilkan parameter statistik yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk dapat menghasilkan model yang baik, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, perlu di dasari oleh wawasan yang luas dalam melakukan pendekatan terhadap fenomena yang diteliti. Kelemahan-kelemahan yang sering dijumpai dalam memilih model dan dalam melakukan analisis, adalah tidak dilakukannya uji variditas model. Hal ini dapat dengan mudah terlihat dari kurang besarnya alat analisis atau model yang dipakai tetapi terus saja parameter yang dihasilkan dari pendugaan tersebut diartikan dan dibuat sebagai dasar membuat kesimpulan. Sebagai contoh model pendugaan fungsi produksi, katakanlah model Cobb-Douglas, yang menghasilkan koefisien determinasi yang rendah dan dijumpai adanya multikolinearitas anatrvariabel yang tinggi, hasil analisisnya masih dipakai sebagai dasar membuat kesimpulan
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
75
PENUTUP Soal Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan a.
Fungsi Produksi
b.
Fungsi Produksi Linear
c.
Fungsi Produksi Kuadratik
d.
Fungsi Produksi Eksponensial
2. Jelaskan bagaimana prosedur pemilihan fungsi produksi sebagai model pendugaan yang baik. 3. Apa yang anda lakukan jika terjadi fungsi produksi sebagai model yang Anda pakai menghasilkan hasil estimasi yang jelek. Daftar Bacaan Bishop, C. E dan Toussaint, W.D. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Mutiara. Jakarta. Djoko Sumarjono.2004. Diktat Kuliah Ilmu Ekonomi Produksi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Soekartawi. 1990.Teori Ekonomi Produksi. CV. Rajawali. Jakarta. Situmorang, Jontor. 2007. Analisis Produktivitas dengan Menggunakan Fungsi Produksi Cobb-Douglass dalam Menentukan Return To Scale pada PT Perkebunan Nusantara IV Sawit Langkat. USU Repository http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2079431-law-diminishingreturn/#ixzz1eJEm6scP
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
76
BAB VII MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat membuat pola manajemen usaha peternakan STRATEGI PEMBELAJARAN •
Studi Lapang
•
Diskusi Kelompok
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang : •
Produksi dan Reprodusi
•
Kandang dan Peralatan
•
Pakan ternak
PENDAHULUAN Agribisnis peternakan mulai dikenal dan berkembang di Indonesia sekitar pertengahan tahun 1980-an. Agribisnis peternakan merupakan sebuah system pengelolaan ternak secara terpadu dan menyeluruh yang meliputi semua kegiatan mulai dari pembuatan (manufacture) dan penyaluran (distribution) sarana produksi ternak (sapronak), kegiatan usaha produksi(budi daya), penyimpanan dan pengolahan, serta penyaluran dan pemasaran produk peternakan yang didukung oleh lembaga penunjang seperti perbankan dan kebijakan pemerintah. Ini penting dipahami oleh para pelaku usaha peternakan agar pengelolaan usahanya menjadi efisien. Selain itu, dimaksudkan pula agar pelaku usaha memahami pola atau alur usaha peternakan secara umum. Dalam agribisnis peternakan, sumber daya manusia (peternak) menjdai sangat penting karena berperan sebagai pengelola kegiatan usaha. Dalam agribisnis peternakan, produksi diartikan sebagai rangkaian kegiatan untuk menghasilkan produk peternakan, baik berupa barang maupun jasa. Proses produksi usaha peternakan menjadi sangat penting diperhatikan. Untuk itu, diperlukan pengelolaan produksi secara terencana, terstruktur dan terpola dalam suatu system yang disebut
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
77
manajemen produksi. Manajemen produksi peternakan mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian proses produksi dalam suatu unit usaha peternakan. URAIAN MATERI A. Produksi dan Reprodusi Perencanaan produksi dan reproduksi dalam agribisnis peternakan dimaksudkan agar kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Perencanaan produksi dan reproduksi meliputi : a. Perencanaan Produk Perencanaan produk berkaitan dengan jenis usaha yang akan dipilih sesuai dengan permintaan pasar. Dalam usaha produksi ternak, ada tiga jenis produk utama yang dihasilkan, yaitu daging, telur dan susu. Perlu dipahami bahwa pada subsistem produksi ternak, selain usaha yang langsung memproduksi daging, telur, dan susu, terdapat pula usaha yang masih terkait langsung untuk menghasilkan produk tersebut. Calon peternak ataupun investor dapat memilih usaha pembibitan saja, seperti pembibitan sapi, pembibitan ayam atau itik. Dengan demikian posisi usaha ini adalah sebagai penyuplai benih bagi para peternak atau pengusaha yang bergerak pada usaha pembesaran dan penggemukan ternak. Dalam memilih salah satu produk peternakan sebaiknya memperhatikan beberapa hal seperti berikut ini : •
Prospek pasar produk peternakan. Untuk itu, calon peternak atau pengusaha sebaiknya mencari informasi tentang volume, kualitas, harga, sistem pembayaran, dan jalur pasar, baik dalam negeri maupun ekspor
•
Modal kerja dan investasi. Hal ini penting juga diketahui oleh calon pengusaha atau peternak karena akan berhubungan dengan modal grace priode dan BEP (Break Event Point)
•
Kontinuitas produk, produk yang akan dipilih harus mampu menjamin kontinuitas produksi. Hal ini dimaksudkan agar usaha dapat terus berlangsung.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
78
•
Risiko usaha, produk yang akan dipilih sebaiknya produk peternakan yang memiliki tingkat risiko usaha yang kecil agar potensi kerugian yang di alami dapat ditekan.
b. Lokasi Pemilihan lokasi berkaitan dengan syarat social ekonomi dan teknis. Syarat social ekonomi meliputi : 1) lokasi bukan daerah kawasan industry dan pemukiman penduduk; 2) harus memperhatikan lingkungan dan kelestariannya; 3) memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitarnya; 4) lokasi peternakan sebaiknya dekat dengan pasar atau konsumen; dan 5) terdapat prasarana jalan yang baik dan sarana angkutan yang memadai. Sedangkan syarat teknis berhubungan dengan tata letak lokasi usaha peternakan. Beberapa syarat yang harus diperhatikan adalah lokasi peternakan berdekatan
dengan
sentra
produksi
peternakan,
sesuai
dengan
wilayah
pengembangan usaha peternakan, wilayah penyebaran industry peternakan, atau sesuai dengan wilayah pengembangan ekspor produk peternakan. Dengan memperhatikan syarat tersebut, peternak akan lebih mudah mengembangkan usahanya. Penentuan lokasi usaha harus didasarkan pada faktorfaktor yang sanga berpengaruh dalam pengelolaan usaha peternakan seperti ketersediaan pakan dan sumber air.
c. Skala Usaha Perencanaan
skala
usaha
menjadi
penting
diperhatikan
karena
berhubungann dengan modal, tenaga kerja, dan jumlah produksi yang akan dihasilkan. Skala usaha juga berhubungan dengan perizinan. Untuk usaha peternakan skala kecil (peternakan rakyat) tidak perlu mengurus izin pendirian usaha pada pemerintah, tetapi cukup dengan melaporkan saja. Namun untuk skala usaha menengah dan besar memerlukan prosedur perizinan. Berdasarkan SK Menteri Pertanian. Usaha peternakan sebaiknya diarahkan menjadi usaha komersial karena sala satu sifat usahanya adalah semakin besar skala usaha semakin ekonomis. Beberapa jenis ternak dapat memberikan tingkat keuntungan besar jika dikelola secara BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
79
komersial antara lain usaha peternakan ayam ras pedaging, ayam ras petelur, sapi potong dan sapi perah. d. Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja perlu memperhatikan jumlah, sumber dan upah tenaga kerja yang digunakan. Jumlah tenaga kerja sebaiknya disesuaikan dengan skala usaha karena akan berdampak pada biaya produksi yang akan dikeluarkan. Jumlah tenaga kerja harus disesuaikan dengan jenis kegiatan yang ada dalam usaha peternakan. Tenaga kerja dalam usaha peternakan dapat berasal dari tenaga kerja sendiri dan tenaga kerja luar. Tenaga kerja sendiri terdiri dari diri sendiri (peternak) dan anggota keluarganya. Sedangkan tenaga kerja luar merupakan tenaga kerja yang sengaja diambul dari luar dengan memberikan kompensasi atau gaji. B. Kandang dan Peralatan Kandang, obat-obatan, peralatan vaksin, dan peralatan pelengkap lainnya adalah sederetan faktor produksi yang harus diperhatikan dalam pengelolaan usaha peternakan. Dalam usaha peternakan komersial,kandang menjadi salah satu faktor produksi yang harus diperhatikan dengan baik. Kandang pada dasarnya berfungsi untuk mempermudah tatalaksana pemeliharaan dan pengontrolan ternak. Model dan konstruksi kandang untuk beberapa jenis ternak seperti itik, ayam, domba, dan sapi perlu diperhatikan. Untuk ayam model yang ideal adalah ayam postal, sedangkan kandang baterai lebih ideal untuk ayam petelur. Sementara model kandang untuk ternak sapi dan domba tidak terlalu penting, tetapi konstruksi kandang harus kuat dan permanen. Hal ini dimaksudkan agar kandang dapat digunakan untuk periode waktu lama. Peralatan usaha disesuaikan dengan kapasitas produksi atau jumlah ternak yang diusahakan. Peralatan berfungsi untuk melengkapi dan mempermudah kegiatan produksi.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
80
C. Pakan Ternak Pakan sangat penting dalam usaha peternakan. Sekitar 60-65% biaya usaha diserap oleh pakan ternak. Oleh karena itu, calon peternak harus memperhatikan cara penggunaan dan pemberian pakan pada ternak. Untuk menjamin kelangsungan usaha, ketersediaan pakan yang cukup dengan kualitas yang baik menjadi sangat penting. Ternak akan menghasilkan daging atau telur jika pakan yang diberikan cukup dan memiliki nilai gizi sesuai kebutuhan ternak. Kebutuhan pakan untuk setiap jenis ternak masing-masing berbeda. Sebagai contoh kebutuhan pakan ayam ras pedaging berbeda dengan kebutuhan ayam ras petelur. Jumah pakan yang dibutuhkan ayam ras pedaging relative lebih banyak dibandingkan dengan ayam ras petelur. Pakan untuk ayam ras petelur biasanya membutuhkan konsentrat buatan pabrik yang dicampur dengan jagung kuning giling dan bekatul dengan perbandingan tertentu. Pakan ternak sapi, kebutuhan pakan ternak sapi perah lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pakan yang dibutuhkan sapi potong. Pemberian pakan harus dilakukan secara teratur dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan ternak. Kelebihan atau kekurangan pakan akan berdampak kurang baik bagi ternak. Sapi potong yang mendapatkan porsi pakan yang sedikit dengan kualitas pakan yang terbatas akan menurunkan berat badannya. Tabel 14. Kebutuhan Ransum Beberapa Jenis Ternak Jenis Ternak Ayam Ras Pedaging • 0-4 minggu • 4-6 minggu • > 6 minggu Ayam Ras Petelur • 0-6 minggu • 6-20 minggu • > 20 minggu Domba • 20 kg • 25 kg • 30 kg • 35 kg • 40 kg Kambing Sapi Potong (Penggemukan) • Local (250-350 kg) •
Eropa (350-450 kg)
Kebutuhan Ransum 150 kg/ 100 ekor/hari 200 kg/100 ekor/ hari 250 kg/100 ekor/hari 4 kg/100 ekor/hari 4-8 kg/100 ekor/hari 8-10 kg/100 ekor/hari 10 kg pakan hijauan/ekor/hari 12 kg pakan hijauan/ekor/hari 13 kg pakan hijauan/ekor/hari 16 kg pakan hijauan/ekor/hari 18 kg pakan hijauan/ekor/hari 7 kg pakan hijauan/ekor/hari + 0.5-1 kg pakan tambahan/hari • 30 ml Bosdext + 3-5kg dedak + 5 lt air + 5-7 kg jerami (untuk satu ekor/hari) • 45 ml Bosdext + 7,5 kg dedak + 7,5 lt air + 7-10 kg jerami (untuk satu ekor/hari)
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
81
Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan, waktu pemberian, dan konsentrasi pakan yang diberikan pada ternak. Pakan utama ternak sapi, kerbau, domba atau kambing terdiri dari hijauan dan pakan tambahan berupa konsentrat. Sementara jenis unggas seperti ayam dan itik pakan utamanya berupa konsentrat dan pakan tambahan hijauan. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah tercukupinya kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Kebutuhan zat gizi tersebut diperlukan untuk perkembangbiakan, pertumbuhan, reproduksi dan kebutuhan aktivitas. PENUTUP Soal Latihan 1. Mengapa proses produksi usaha peternakan sangat penting untuk diperhatikan ? 2. Susunlah sebuah rencana produksi untuk peternakan unggas dan ruminansia ! Daftar Bacaan Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan. Usaha Peternakan, Perencanaan Usaha, Analisis dan Pengelolaan. Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Rahardi dan Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutawi, Ir. 2007. Kapita Selekta Agribisnis Peternakan. UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah, Malang.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
82
BAB VIII ANALISA PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat menghitung biaya dan pendapatan usaha peternakan STRATEGI PEMBELAJARAN •
Kuliah
•
Tugas
•
Diskusi Kelompok
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang analisa biaya dan pendapatan usaha ternak potong, ternak unggas dan sapi perah. PENDAHULUAN Dalam merencanakan suatu usaha yang baik, segala kegiatan yang dilakukan harus tersusun dan terarah sehingga kendala dan hambatan dalam pengelolaan usaha dapat diatasi. Peternak yang ingin mengusahakan salah satu usaha ternak terlebih dahulu harus menyusun perencanaan produksi, modal dan pemasaran. Pada aspek produksi, peternak harus meencanakan jenis ternak yang akan diusahakan, skala produksi yang akan dihasilkan, dan proses kegiatan produksi. Pada aspek modal, peternak harus menyusun anggaran modal yang dibutuhkan dalam mengelola usaha ternak. Sementara aspek terakhir yang perlu diperhatikan adalah pemasaran. Pemasaran menjadi sangat penting karena produk yang dihasilkan harus terjual agar usaha dapat berkembang dengan baik. Peternak harus mampu melihat peluang pemasaran dari produk yang akan dihasilkan. Namun, bukan hanya mengelola ke tiga aspek tersebut, untuk mencapai keberhasilan suatu usaha peternakan, maka peternak dituntut memiliki kemampuan untuk menganalisis biaya dan pendapatan usaha yang dilakukannya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui layak tidaknya usaha tersebut dikembangkan.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
83
URAIAN MATERI Analisis usaha dilakukan setelah gagasan usaha layak untuk dikembangkan, dilihat dari aspek pemasaran dan produksi. Pembahasan analisi usaha menyangkut perhitungan biaya investasi dan operasional serta penerimaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan. Metode analisis usaha yang umum digunakan adalah anggaran aliran kas (cash flow), analisi laba/rugi, return cost ratio (R/C), benefit cost ratio (B/C), dan break even point (BEP). Namun terlebih dahulu perlu diketahui analisis biaya dan pendapatan A. BIAYA Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Beban (expense) adalah biaya yang dibebankan (matched) dengan pendapatan (revenue) dalam suatu periode akuntansi. Obyek Biaya (Cost Object) adalah unit atau aktivitas dimana biaya diakumulasikan dan diukur. Unit atau aktivitas itu dapat berupa: produk, order, departemen, divisi, proyek Macam-macam Biaya Biaya Produksi •
Biaya eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik, misalnya berupa uang.
•
biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat secara langsung, misalnya biaya kesempatan dan penyusutan barang modal.
Biaya jangka pendek 1. Biaya total(total cost) merupakan jumlah dari biaya tetap dengan biaya variable. 2. Biaya tetap(fixed cost) adalah tegantung dari jumlah produksi,misalnya biaya modal, biaya gaji,sewa gedung dll. 3. Biaya variable(variable cost) adalah biaya yang besarnya tergantung dari tingkat produksi misalnya biaya bahan baku, upah buruh.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
84
Biaya Peluang Biaya peluang merupakan salah satu cara untuk melakukan perhitungan dari sesuatu biaya. Bukan saja untuk mengenali dan menambahkan biaya ke proyek, tetapi juga mengenali cara alternatif lainnya untuk menghabiskan suatu jumlah uang yang sama. Keuntungan yang akan hilang sebagai akibat dari alternatif terbaik lainnya; adalah merupakan biaya peluang dari pilihan pertama. Biaya Pabrikasi/Manufacturing Cost diklasifikasikan dalam: 1. Bahan Langsung (Direct Material). 2. Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor). 3. Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead) yaitu biaya selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya Non-pabrikasi/Commercial Expenses diklasifikasikan: 1. Biaya Pemasaran yaitu biaya yang diperlukan untuk memperoleh pesanan dan menyediakan produk bagi pelanggan 2. Biaya Administrasi yaitu biaya yang dibutuhkan untuk mengelola organisasi dan menyediakan dukungan bagi karyawan Prime Cost (Biaya Utama) adalah jumlah bahan langsung dan tenaga kerja langsung Conversion Cost (Biaya Konversi) adalah jumlah tenaga kerja langsung dan overhead pabrik Volume Produksi diklasifikasikan dalam: 1. Biaya Variabel yaitu biaya yang berubah secara proporsional sesuai dengan volume kegiatan. 2. Biaya Tetap yaitu biaya yang tidak berubah karena perubahan volume kegiatan dalam rentang yang relevan 3. Biaya Campuran yaitu biaya yang mempunyai komponen variable dan tetap B. PENDAPATAN Pengertian Pendapatan Merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
85
awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. Karakteristik Pendapatan, dapat dilihat dari : •
Sumber pendapatan
•
Produk dan kegiatan utama perusahaan
•
Jumlah rupiah pendapatan dan proses penandingan
1. Aliran kas Anggaran aliran kas adalah rencana, realisasi, dan evaluasi terhadap uang masuk dan uang keluar. Baik uang masuk berupa pinjaman maupun uang keluar berupa pengembalian pinjaman. 2. Laba/rugi Keuntungan (laba) atau rugi suatu usaha akan diketahui setelah penerimaan hasil penjualan produk dikurangi dengan harga pokok, biaya pemasaran, dan biaya umum. Laba ini masih disebut laba kotor. Laba bersih baru didapat setelah ditambahkan pendapatan di luar usaha (misalnya penjualan limbah) dikurangi biaya di luar usaha (misalnya sumbangan ke pemda) dan pajak (PPh 25 dan 29). 3. Return cost ratio (R/C) R/C adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi hingga biaya – biaya yang dikeluarkan selama proses produksi hingga menghasilkan produk. Usaha peternakan akan menguntungkan apabila nilai R/C > 1. Semakin besar nilai R/C semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari uasaha tersebut.
R/C
=
total penerimaan penjualan produk Total biaya
4. Benefit cost ratio (B/C) B/C adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memeberikan manfaat apabila nilai B/C > 0. Semakin besar nilai B/C semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut.
B/C
= Tingkat keuntungan Total biaya
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
86
5. Break Even Point (BEP) BEP merupakan titik impas usaha. Dari nilai BEP dapat diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha peternakan tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian. BEP produksi =
total biaya Harga penjualan
BEP harga
=
total biaya Total produksi
Berikut ini disajikan beberapa contoh perhitungan biaya, pendapatan, dan analisi usaha peternakan. Mengenai sumber data diambil dari beberapa sentra produksi sekitar pertengahan tahun 2011.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
87
C. ANALISA BIAYA DAN PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN a) Analisa Biaya dan Pendapatan Usaha Ternak Potong Bakalan Syarat Bakalan Sehat, kondisi badan kurus atau sedang, ternak muda. Umur: 1½ tahun Berat badan awal 150 – 175 kg
Pertambahan Berat Badan Tabel 15. Pertambahan berat badan setiap hari, tergantung dari banga sapi, yaitu : Bangsa Sapi Bali Madura Peranakan Ongol Sumba Ongol Grati Frisian Holstein
Pertmabahan Berat Badan Sehari (kg) 0,30 – 0,55 0,30 – 0,55 0,30 – 0,65 0,35 – 0,70 0,35 – 0,65 0,40 – 0,75
Ternak Tua Induk bibit dan jantan bibit yang tua atau majir yang badannya kurus tapi sehat, dapat digemukkan sebelum dijual masa penggemukan : 1 – 2 bulan. Faktor Pengelolaan Masa penggemukan 4 – 8 bulan Berat jual tergantung permintaan pasar dan berkisar antara 250 – 400 kg/ekor. Pengebirian jantan perlu dilakukan untuk mempertinggi pertambahan berat badan dan memperbaiki struktur lemak daging. Di samping rumput dan hijauan segar, perlu diberikan konsentrat sebagai makanan. Waktu penggemukan yang paling baik sewaktu hewan berumur antara 1 tahun - 2½ tahun. Masukan Fisik Makanan Ternak Rumput/hijauan segar = 10% dari berat hidup ehari atau bahan kering 2,5 - berat hidup. Biji-bijian/konsentrat = 1,8% berat hidup sehari. Kandang 1 ekor = 3 m2 luas kandang BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
88
Oleh karena masa penggemukan rata-rata 6 bulan, maka biaya tetap kandang (penyusutan) = setengah penyusutan tahunan. Tenaga Kerja 1 ekor = 6,3 HK Pengobatan 1 ekor = 1 unit Lain – lain 1 ekor = 1 unit Keterangan : masa penggemukan rata – rata 6 bulan Hasil Fisik Pertambahan berat badan yang dihasilkan selama masa penggemukan Pupuk kandang : 1 ekor = 2 ton Catatan Berat hidup ternak potong menentukan harga penjualan ternak hidup. Namun harga daging ditentukan oleh berat karkas (persentase pemotongan = berat daging tanpa kepala, kulit, kaki dan alat tubuh di rongga dada dan perut, kecuali ginjal). Persentase karkas terhadapt berat hidup adalaha : Sapi Bali
57%
Sapi Ongol/PO
45%
Sapi Madura
47%
Sapi FH
57%
Tabel 16. Model Penggemukan Sapi keterangan Bakalan (1 – 2 th) Satuan Ternak (ST) Pemblian Bakalan Mortalitas Bakalan Penjualan Sapi Potong Koefisien Teknis Berat Hidup (kg) Berat Pasar (kg) Pertambahan Berat Badan (g/h/ekor) Masa Penggemukan (bl) Daya Tampung (ST) Jumlah ST
Akhir Tahun 3 4 8 8 8 8
Tanpa Proyek (Th 0) -
1 -
2 7 7
-
-
7
8
8
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7
8
8
-
-
150 300 400 12,5 1,4 7
150 300 400 12,5 1,6 8
150 300 400 12,5 1,6 8
150 300 400 12,5 1,6 8
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
5 8 8
Sosial Ekonomi Peternakan
89
Tabel 17. Model Proyeksi Populasi Sapi Bibit/Penggemukan (Dengan Mortalitas) Ranch Sapi Akhir Tahun Keterangan 0 1 2 3 4 5 6 7-10 Pejantan 1 1 1 1 1 1 1 Induk & Pengganti 9 28 25 25 26 27 27 Anak Sapihan 5 17 11 12 12 12 Dara (1-2 th) 3 5 4 4 4 Jantan (1-2 th) 8 8 6 8 8 10 34 54 50 50 52 52 Jumlah Ternak Satuan Ternak (ST) (10) (29) (39) (36) (35) (36) (36) Pembelian Pejantan 1 1 Dara (1-2 th) 9 19 Bakalan (1-2 th) 8 Jumlah 10 19 8 1 1 Mortalitas Pejantan Induk & Pengganti 1 1 1 1 Dara (1-2 th) Bakalan (1-2 th) Jumlah 1 1 1 1 Penjualan Pejantan Afkir/Tua 1 Induk Afkir/Tua 2 3 3 3 3 Sapihan 5 6 7 8 Sapi Kebiri (1-2 th) 2 Sapi Kebiri 1-2 th) 8 6 8 8 Dara (1-2 th) 4 Jumlah J 4 20 18 16 19 Koefisien Teknis Sapihan (%) 60 60 65 70 75 75 75 Mortalitas Dewasa (%) 2 2 2 2 2 2 2 Culling Induk (%) 5 7 10 12 12 12 12 Culling Pejantan (%) 20 20 20 20 20 20 20 Daya Tampung (ST) 10 30 40 40 40 40 40 Luas Perbaikan (ST) 10 20 20 20 20 20 20 Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisi usaha penggemukan sapi adalah sebagai berikut. •
Penggemukan per unit kandang berisi 96 ekor sapi dengan pemanenan 12 ekor/minggu.
•
Masa penggemukan 100 hari (1 periode)
•
Berat awal sapi 250 kg/ekor
•
Berat badan satu ekor sapi akan naik 1,1 kg/hari atau 110 kg selama satu periode
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
90
•
Harga jual sapi hasil penggemukan Rp. 12.300,00/kg atau Rp 4.478.000.00/ekor.
•
Umur ekonomis kandang dan peralatan selama 20 tahun.
1) Biaya investasi Uraian
Jumlah (rp)
Kandang dan peralatannya
150.000.000.00
Sewa lahan 4.000 m2 per tahun
1.000.000.00
Total
151.000.000.00
2) Biaya operasional produksi selama 100 hari Uraian
Jumlah
1. Biaya tetap -
Biaya penyusutan kandang dan peralatannya
-
Sewa lahan
2.055.000.00 274.000.00
2. Biaya tidak tetap -
Biaya bibit @rp 3.125.000.00 x 96
-
Biaya tenaga kerja @rp 2.130,00/hari x 100 x 96 ekor
20.448.000.00
-
Biaya pakan sapi rp 5.500/hari x 100 hari x 96 ekor
52.800.000.00
-
Biaya obat – obatan
2.880.000.00
-
Biaya lain - lain
1.000.000.00
300.000.000.00
Total biaya
379.457. 000.00
Keterangan: Penyusutan kandang =
total biaya pembangunan kandang
Per periode
Umur ekonomis kandang =
Rp 150.000.000.00 (20 ahun/365 hari)
X 100 hari
Periode (ekor)
Harga (Rp/ekor)
Jumlah (Rp)
96
4.478.000.00
429.888.000
3) Penerimaan
4) Analisis usaha a. Laba/rugi Laba/rugi = Rp 429.888.000.00 – Rp 379.457.000.00 = Rp 50.431.000.00 BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
91
Usaha penggemukan sapi untuk 96 ekor sapi menghasilkan keuntungan sebesar Rp 50.431.000.00 per periode produksi (100 hari) atau Rp 552.300.00 per ekor sapi. b. Return cost ratio (R/C), R/C
=
Rp 429.888.000.00 = 1.13 Rp 379.457.000.00
Berdasarkan hasil analisi R/C bahwa usaha penggemukan sapi layak diusahakan dan menguntungkan karena nilai R/C sebesar 1,13 > 1. Nilai R/C 1.13 artinya bahwa setiap Rp 1.000.00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 1.130.00 c. Benefit cost ratio (B/C) Rp 50.431.000.00 B/C
=
= 0.13 Rp 379.457.000.00
Dari analisi B/C diperoleh nilai 0.13, artinya bahwa setiap rp 1.000.00 biaya yang dikeluarkan, usaha penggemukan sapi akan menghasilkan manfaat atau keuntungan sebesar rp 130.00 d. Break even point (BEP) Rp 379.457.000.00 BEP produksi =
= 84.7 (dibulatkan 85 ekor) Rp 4.478.000.00 Rp 379.457.000.00
BEP harga
=
= 3.952.677.10 96 ekor
Usaha penggemukan sapi tidak mengalami kerugian dan tidak memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang diusahakan sebanyak 85 ekor harga sapi hanya Rp 3.952.677.10 per ekor.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
92
b) Analisa Biaya dan Pendapatan Usaha Ternak Unggas USAHA TERNAK AYAM BROILER Satuan Ternak 1 ST – 100 ekor broiler Syarat Doc DOC haruslah berasal dari perusahaan yang telah mndapat izin, dan bebas penyakit, terutama pulorum Telah diketahui data pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan berat badan yang dicapai pada waktu mencapai umur untuk dipasarkan. Mortalitas doc, telah diketahui (maximum 5%). Strain Final Stock yang telah terkenal adalah : Arbor Acre, Cobb ColorSex, White Rock, Hubbard, Indian River, Peterson, Dekalb, Starbro 15 dan masih banyak strain yang memiliki nama dagang sendiri. Faktor Pengelolaan Produksi Masa pemanasan (brooding) dilakukan sejak doc sampai umur 4 minggu. Masa pembesaran dari umur 5 minggu sampai 8 minggu. Bila pasaran menginginkan broiler yang ringan (kecil), umur pembesaran dapat diperpendek menjadi 6 atau 7 minggu. Pencegahan penyakit dilakukan dengan program yang teratur sejak umur doc sampai umur 4 minggu, yaitu terhadap Tetelo dan cacar ayam. Pemberian antibiotika dalam air minum atau dalam makanan pada umur 3 -5 hari. Pemberian coccidiostat dalam makanan selama pemeliharaan 0 – 56 hari, untuk mencegah penakit coccidiosis. Kebersihan kandang dan kandang perlu diperhatikan setelah suatu flock selesai dijual. Kotoran ayam ditumpuk disuatu tempat yang disinari matahari agar dapat dijadikan pupuk. Makanan dan minuman diberikan ad libitum (sesuka ayam dapat makan /minum). Namun pengisian tempat makanan tidak boleh penuh, untuk mencegah tumpah kelantai. Ayam yang kelihatan penyakitan sebaiknya segera diafkir. Indikator efisiensi usaha adalah :
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
93
Feed Gain Ratio (FGR), yaitu perbandingan antara jumlah ransum yang digunakan dari doc s/d dijual (untuk suatu flock) dengan berat badan yang dicapai. Misalkan ransum yang digunakan 15450 kg dan berat badan flock yang dicapai 6175 kg. Jadi FGR = 15450 6175
= 2,5
Biaya makan per kg broiler Pada (1), 1 kg broiler dihasilkan oleh 2,5 kg ransum. Kalau harga ransum = Rp. 200/kg, maka biaya makanan per kg broiler = 2.5 x Rp. 200 = Rp. 500. Biaya produksi per kg broiler Karena diketahui bahwa biaya ransum merupakan 75 % biaya produksi broile, maka dari (1) dan (2), biaya produksi 1 kg broiler = 100 75
x Rp. 500 = Rp. 665.
Masukan fisik DOC DOC yang dibeli hendaknya 5 % labih banyak dari jumlah broiler yang direncanakan. Makanan Ternak 1) Starter ( 0 – 4 minggu) = 1.21 kg/ekor 2) Finisher (5 – 8 minggu) = 1.92 kg/ekor Kandang 1 ST = 100 ekor broiler = 15 m2 luas kandang, yang terdiri dari: 1. Kandang pemanasan doc sampai umur 3 hari = 3 m2 2. kandang pemanasan sampai umur 4 minggu = m2 3. kandang pembesaran sampai 8 minggu = 8 m2 Gudang Makanan = 10 % luas kandang Freeder : 1 bulan/100 – 250 ekor Weterer : 1 bulan/ 100 – 250 ekor Tenaga Kerja 1 ST = 33.6 HK/th atau 5.16 HK/ 8 minggu BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
94
Pengobatan 1 ST = 1 unit /½ th Lain – Lain 1 ST = 1 unit /½ HASIL FISIK Produksi broiler per 2 bulan atau 5 kali setahun karkas broiler dihitung 75% berat badan hidup. Produksi pupuk kandang 1 st = 3 ton pupuk kandang 1 th Tabel 18. Model Proyeksi Produksi Broiler Keterangan
tanpa Proyek ( th 0)
Dengan proyek Tahun 1 Tahun 2
Komposisi flock Broiler (0 – 8 m)
4000
8000
8000
Pembelian Doc (dibeli) Doc (didapat) x)
20000 20400
36000 36720
40000 40800
Mortalitas Broiler ( 0 – 8 m)
1020
1836
2040
Penjualan Broiler
19380
34884
38760
1 8 5 5
1 8 5/4xx) 5
1 8 5 5
1.45 1.80 1.30 2.5 : 1
1.45 1.80 1.30 2.5 : 1
1.45 1.80 1.30 2.5 : 1
Koefisien teknis Umur beli (h) Umur pasar (m) Batch per tahun (ji) Mortalitas (%) Konsumsi ransum: Starter ( 0 – 5 m ) kg/ekor Finiser ( 0 – 5 m) kg/ekor Berat hidup pada 8 m (kg/ekor) Rasio konversi ransum
x) 2 % dari jumlah dibeli bebas biaya xx) 5 batch di kandang lama dan 4 batch di kandang baru pada tahun 1. Asumsi yang digunakan dalam usaha ini adalah sebagai berikut. •
Skala usaha 100 ekor ayam selama 3 bulan
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
95
•
Tingkat mortalitas ayam (DOC) sebesar 10%
•
Harga jumlah ayam untuk jantan rp 17.500.00 dan betina rp 20.000.00
•
Bunga bank 2%/bulan
1. Biaya investasi Uraian
Jumlah (rp)
Kandang boks
80.000.00
Kandang baterai 50 kotak
500.000.00
Total
580.000.00
2. Biaya operasional produksi selama 100 hari Uraian
Jumlah (rp)
-
DOC 100 x rp 3.000
300.000.00
-
Biaya pakan 100 x 2.5 kg x 1.700
425.000,00
-
Biaya pemeliharaan kandang rp
36.000.00
12.000.00/bulan -
Biaya vaksin 100 x rp 26 x 3 kali
7.800.00
-
Jamu ternak
22.800.00
-
Mortalitas DOC 10%
30.000.00
-
Biaya tenaga kerja
45.000.000
-
Listrik rp 4.500.00 x 3 bulan
9.000.000
-
Bunga bank 2% bulan x 3 x rp
52.116.00
868.600.00 Total biaya
927.716.00
3) penerimaan Produksi daging ayam
Harga (Rp/ekor)
Jumlah (rp)
45 ekor jantan x 0.9 kg
17.500.00
708.750.00
45 ekor betina x 1 kg
20.000.00
900.000.00
Total
1.608.750.00
4) analisis usaha a. laba/rugi laba
= Rp 1.608.750.00 – Rp 927.716.00 = Rp 681.034.00
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
96
Usaha ayam buras pedaging dengan skala usaha 100 ekor selama 3 bulan menghasilkan keutungan sebesar rp 681.034.00 b. Return Cost Ratio (R/C) Rp 1.608.750.00 R/C
=
= 1.73 Rp 927.716.00
Berdasarkan hasil analisi R/C bahwa usaha ayam buras pedaging layak untuk diusahakan dan menguntungkan karena nilai R/C sebesar 1.73 > 1. Nilai R/C 1.73, artinya bahwa setiap Rp 1.000.00 biaya yang dikeluarkan, akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 730.00. d. Break event point (BEP) Rp 927.716.00 BEP produksi =
= 49.5 (dibulatkan 50 ekor) Rp 18.750.00 RP 927.716
BEP harga
=
= 10.307.95 90 ekor
Usaha ayam buras pedaging tidak mengalami kerugian dan tidak memberikan keuntungan jika jumlah ayam buras yang diusahakan sebanyak 50 ekor atu harga jual ayam buras rata – rata hanya rp. 10.307.95 ekor.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
97
Usaha Ternak Ayam Petelur Satuan Ternak (ST) 100 Ayam dewasa ( umur > ½ th )
= 1 ST
200 Ayam muda ( umur 1/6 – ½ th ) = 1 ST 400 Anak ayam ( umur < 1/6 th )
= 1 ST
Syarat Day Old Chick (DOC) Berasal dari usaha Bibit (Breeding Farm), atau perusahaan bibit yang sudah ada izin dan bebas penyakit, terutama pulorum. Strain Final stock yang sudah dibeli, sudah jelas kapasitas produksi telurnya, daya tahan terhadap penyakit, dan masa produksinya. Strain Final Stock yang terkenal : Hy-Line, Harco, Rosella, Kimber, Super Harco, Babcock, Hysex, Kimbrown, Star Cross, Shaver. Mortalitas DOC telah diketahui (maksimum 10%). DOC yang dibeli sudah melewati sexing, sehingga harus 100% betina. Faktor Pengelolaan Produksi Masa Pemanasan (brooding) berlansung sejak anak ayam umur sehari (DOC) sampai umur 8 minggu. Masa pembesaran anak ayam mulai dari umur 9 minggu sampai umur 20 minggu (growing). Masa pemeliharaan ayam petelur mulai dari umur 21 minggu hingga di afkir (75 minggu). Produksi telur asih berlangsung sesudah umur 75 minggu, namun penurunan produksi terjadi sebesar 20 – 25 %. Perpanjangan masa afkir hanya dianjurkan pada waktu harga telur tinggi dan harga ransum rendah. Lama penyinaran cahaya diperlukan untuk stimulasi produksi layer minimum 14 jam sehari. Stock doc pengganti ayam afkir (replacement stock) diatur pembeliannya setiap 21 minggu sekali. Lantai kandang system litter, perlu digunakan dengan bahan yang tidak memproduksi debu, atau bahan yang dapat menyerap air. Kandang ayam diubah menjadi petek-petek per 500 – 1000 ekor per petek (yang juga disebut flock), untuk memudahkan evaluasi produksi, konsumsi ransum dan menghindari risiko kematian akibat penyakit. Ayam layer yang muda memperlihatkan sifat cannibal, perlu digunting 1/3 paruh atas (debeaking).
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
98
Teknik pemberian ransum dan air minum adalah dua kali sehari. Sedangkan program pencegahan penyakit harus teratur dilakukan untuk Tetelo, cacar ayam dan Coccidiosis. Persentasi rata-rata ayam bertelur setiap hri (Hen Day) sebaiknya70 % atau lebih, tapi hendaknya jangan kurang dari 60%, dhitung mulai berproduksi sampai dengan diafkirnya suatu kelompok (flock). Kotoran ayam yang diperoleh setiap kali suatu flock selesai produksi dan diafkir, ditimbun pada suatu lokasi untuk pupuk. Indikator efisiensi usaha adalah : Konversi Ransum Feed Egg Ratio (FER) = jumlah ransum yang dikonsumsi mulai doc sampai diafkir (dari suatu flock) dibagi dengan jumlah telur yang dihasilkan. Misalnya : Konsumsi ransum = 1027 ton, produksi telur = 285 ton, FER =
1027 285
=3,76
Biaya makanan per kg telur. Dari FER di atas (1), 1 kg telurdihasilkan oleh 3,76 kg ransum. Kalau 1 kg ransum = Rp. 150, -- maka biaya makanan = 3,76 x Rp.150,-- = Rp. 564, -Biaya Produksi per kg telur. Diketahui bahwa biaya ransum = 70 % biaya produksi telur. Jadi biaya produksi 1 kg telur = 100 70
x Rp.564,- = Rp.806,--
Kaidah Jempol (Rule of Thumb). Agar suatu usaha layer masih tetap untung, harga telur per kg harus lebih dari 5 kali harga ransum per kg. MASUKAN FISIK DOC : DOC yang dibeli hendaknya 10 % lebih banyak dari jumlah layer yang direncanakan. Makanan Ternak (1) Starter ( 0-8 minggu )
= 2 kg/ekor
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
99
(2) Grower ( 9-20 minggu )
= 10 kg/ekor
(3) Layer ( 21 – 75 minggu )
= 40 kg/ekor
Kandang ( Sistem Litter ) 1 ST = 100 ekor layer = 45 m2 luas kandang, yang terdiri dari : (1) Kandang pemanasan
= 9 m2
(2) Kandang pembesaan (growing)
= 18 m2
(3) Kandang petelur (laying)
= 18 m2
Untuk kandang system Battery 1 ST = 100 ekor layer = 20 m2 luas kandang, yang terdiri dari : (1) Kandang pemanasan (brooding)
= 5 m2
(2) Kandang pembesaan (growing)
= 7 m2
(3) Kandang petelur (laying)
= 8 m2
Gudang Makanan (1) Sistem litter, 10 % luas kandang (2) Sistem battery, 20 % luas kandang Alat Pemanas DOC (Brooder) Per 200 doc = 1 buah brooder kecil Per 1000 doc = 1 buah brooder besar Brooder, hanya pada system litter, pada system battery, kotak tempat doc sudah berfungsi sebagai brooder, tinggal pemanasan saja. Feeder ( Tempat Makan ) DOC – 4 buah/100 doc Grower – 4 buah/100 ekor Layer – 5 buah/100 ekor Waterer ( Tempat Minum ) (1) DOC : 1 buah a 5 1/100 doc (2) Grower : 4 buah a 5 1/100 ekor (3) Layer : 4 buah a 5 1/100 ekor Tenaga Kerja 1 ST (100 layer) atau (200 ayam nuda) atau (400 anak ayam) = 59,2 HK/th. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
100
Pengobatan 1 ST = 1 unit/th. Lain-lain 1 ST = 1 unit/th. HASIL FISIK Produksi Telur selama 12 – 13 bulan Ayam afkir, Pupuk kandang 1 ST = 4 ton/th. Tabel 19. Model Proyeksi Produksi Telur Keterangan Komposisi Flock akhir th Jumlah Petelur sebelumnya Petelur yang ditambahkan Jumlah Rata-rata Petelur/th Pembelian Doc Mortalitas Anak Ayam & Growers Petelur Jumlah Mortalitas Penjualan Petelur Afkir Telur Koefisien Teknis Umur Beli (h) Masa Bertelur (bl) Umur Pasar (th) Hen day (%) Konsumsi Ransum (Starter 0 – 6 m(kg/ekor) (Grower 6 – 26 m (kg/ekor) (Layer 26 – 104 m (kg/ekor) Mortalitas : Anak ayam & Grower (%) Layer (%) x) x) Termasuk Culling xx)
Tanpa Proyek (Th 0) Th 1
Dengan Proyek Th 2 Th3
667 1.333 1.800 1.700
2000 1.133 3.133 1.700
2000 3400 5.400 3.533
2000 3400 5.400 5.100
1.500
3.000
4.500
4.500
166 400 566
333 400 733
500 800 1.300
500 1.200 1.700
934 372.300
934 372.300
934 773.727
2.800 1.116.900
1 18 2 60
1 18 2 60
1 18 2 60
1 18 2 60
2 10 40
2 60 40
2 60 40
2 60 40
11 23.5
11 23.5
11 22.6xx)
11 23.5
Pada masa Transisi
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
101
c) Analisa Biaya Dan Pendapatan Usaha Sapi Perah SATUAN TERNAK (ST) Sapi dewasa ( > 2 th)
= 1 ST
Sapi muda
( 1 – 2 th) = ½ ST
Anak sapi
( < 1 th)
= ¼ ST
SYARAT BIBIT Umur 1 ½ th ( 2 sampai 4 gigi seri berganti) keadaan tak gemuk, berbentuk seperti gergaji, sempit di depan, lebar di belakang ( untuk betina), sehat tak bercacat. Pd FH murni, lihat pedigree (silsilah). PERKEMBANG BIAKAN Siklus berahi 21 hari, lama berahi 2 – 3 hari Masa bunting : 9 bulan Masa kering kandang : 1 – 2 bulan Pemberian air susu pada anak sapi maksimum selama 4 bulan untuk anak betina, 2 bulan untuk anak jantan, jumlah susu = 10 % dari berat badan. Umur afkir induk/pejantan : 8 – 10 tahun Umur jual anak jantan 1 ½ - 2 bulan Bila dibesarkan, 1 ½ - 2 th. Sex ratio kelahiran anak jantan/ betina = 1/1 Masa produktif (menghasilkan susu) induk, umur 3 – 10 tahun. Mortalitas Ternak Dewasa
( > 2 th)
= 1 – 2 %/ th
Ternak Muda
( 1 – 2 th) = 4 %/ th
Anak
( < 1 th)
= 5 – 8 %/ th
Calf crop : 60 – 90 %/ th.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
102
FAKTOR PENGELOLAAN PRODUKSI Jumlah induk laktasi harus > 80% dari jumlah induk. Masa laktasi 9 – 10 bulan, sebaiknya 300 hari/th. Interval beranak : 12 – 13 bulan Produksi rata-rata sehari : Sapi Hissar
:3–8 1
Sapi Grati/ FH Lokal
: 6 – 10 1
Sapi FH Murni
:11- 10 1
Tempat usaha FH murni sebaiknya pada daerah 500 m di atas permukaan laut atau lebih. Kebersihan kandang, ternak, alat susu dan kesehatan ternak adalah menentukan kwalitas air susu, di samping ransum yang baik. Berat jenis air susu minimum 1,0280 (Melk Codex). MASUKAN FISIK Makanan ternak 1 ST = 35 kg rumput/ hijauan segar/sehari (10 % berat induk) atau 10.5 kg bahan kering/
sehari (3 % berat badan).
Konsentrat : 1,4 kg/hari (0,4 % berat badan) atau 1 ST ( induk) = 1,4 kg/ hari. Untuk induk laktasi : Selain ransum di atas, perlu tambahan konsentrat untuk setiap liter susu = 0,4 kg konsentrat. Kandang 1 ST (Sapi local, Grati Hissar) = 3m2 luas kandang 1 ST (Sapi FH Murni)
= 5m2 luas kandang
Tenaga Kerja 1 ST = 15,9 HK/ th ( Usaha intensif) 1 ST = 6,9 HK/ th ( Usaha extensive) BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
103
Pengobatan 1 ST = 1 unit/ th Breeding 1 ST (induk) = 2 unit/ th Peralatan susu 1 ST ( induk) = 1/5 unit / th (Milk can bervolume 10 – 20 liter) Lain- lain 1 ST = 1 unit/th. HASIL FISIK Hasil produksi susu (dikurangi pemberian pada anak sapi, dan rusak ½%) Anak sapi jantan 2 bulan (Sapi jantan muda 1 ½ - 2 th bila dibesarkan) Induk tua/ Afkir Jantan tua/afkir (bila tak memakai A1) Pupuk kandang 1 ST = 4 ton/th. Tabel 20. Proyeksi Sapi Perah (Fh) 10 Induk Awal + Ib (Tanpa Pre – Proyek) Tahun Induk Anak betina Anak jantan Dara 1 th Dara 2 th
1 10 -
2 10 4 3 -
3 10 3 4 4 -
4 10 4 3 3 4
5 14 5 5 4 3
6 14 5 5 5 4
7 14 5 5 5 5
Jumlah ternak
10
17
21
24
31
33
34
Satuan ternak (ST)
(10) (21.5)
Penjualan Anak jantan Susu (1000 1) Induk tua
-
Sisa ternak
10
(11.75) (13.75) (15.25) (20)
3 24.7 35.8 14
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
4 3 24.9 24.7
(21)
5 35.8
5 35.9
5
-
-
3
4
3
17
21
23
24
26
Sosial Ekonomi Peternakan
104
Koefisien Teknis Umur induk Awal = 1.5 th Persentasi Induk Laktasi = 90 % Umur jual anak sapi jantan = 2 bl Umur Afkir induk = 5 th Sex rasio anak = 1/1 Net Calf Crop = 70 %/ th (th 1 = 0 %) Masa laktasi (mulai th 2) = 300 h/th Rata-rata produksi susu induk = 10 1/hari Penggunaan susu untuk anak betina = 2.5 1/ hari/ekor/selama 4 bl Penggunaan susu untuk anak jantan = 2.5 1/ hari/ekor selama 2 bl Susu yang rusak = 0,5 %/th Keterangan Calf Crop Gross Calf Crop
= 90 %
Mortalitas Dewasa (2 %)
8%
“
pre sapihan
=
8%
“
post sapihan
=
4%
Jumlah
=
20 %
Net calf Crop
=
70 %
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
105
Tabel 21. Proyeksi sapi perah (fh) 5 induk awal + 5 induk tambahan + ib (dengan pre – proyek) Tahun Induk Anak betina Anak jantan Dara 1 th Dara 2 th
0 5 5 2 2 -
Jumlah ternak
11
Satuan ternak (ST)
1 5+5 2 2 2 2
2 12 4 4 2 2
3 12 4 4 4 4
4 13 5 4 4 4
5 15 5 5 5 4
6 16 5 6 5 5
7 19 7 6 5 5
18
24
28
30
34
37
42
(16)
(18) (19.25) (22) (23.75) (27.25)
4 30.6 2
4 30.8 3
4 33.7 2
5 36 3
18
21
24
26
(7.75) (13)
Penjualan Anak jantan Susu (1000 1) Induk tua
2 11 -
Sisa ternak
9
2 11 16
6 6 38.3 50.4 2 3 29
33
Koefisien Teknis Umur induk pre proyek
= 3 th
Persentase Induk Laktasi
= 90 %
Umur Awal Induk Tambahan
= 1.5 th
Umur juan anak sapi jantan
= 2 bl
Umur afkir induk
= 5 th
Net calf crop
= 70 %/ th
(bagi induk tambahan, th 1 = 0 %) = 300 h / th Rata-rata produksi susu / induk
= 10 / hari
Penggunaan susu untuk anak betina = 2.5 1/ ekor/hari, selama 4 bl Penggunaan susu untuk anak jantan = 2.5 1/ekor, selama 2 bl Susu yang rusak
= 0.5 %/ th
Setiap usaha peternakan bermaksud untuk memperoleh suatu keuntunga, termasuk usaha ternak sapi perah. Untuk bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, setiap peternak harus berjuang kepada prinsip ekonomi, yakni mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
106
dengan biaya yang sekecil mungkin. Maka sabagai seorang peternak yang menginginkan suatu keuntungan tentu saja harus mengerti harga pokok per liter air susu yang dihasilkan, sehingga peternak bisa menentukan harga penjualan susu. Lebih lanjut, di bawah ini akan diberikan contoh perhitungan biaya pokok per liter susu secara praktis, agar para peminat bisa mudah menghayati dan mempraktekkan. Misalnya : 1. Harga seekor sapi yang siap diperah 2. Biaya kandang seekor sapi 3. Seorang karyawan sanggup memelihara 5 ekor Sapi dengan gaji Rp 25.000,Jadi ongkos karyawan per ekor/ bulan = Jadi 1/5 x Rp 25.000,-
Rp 350.000,Rp 150.000,-
Rp
5.000,-
4. Ongkos perawatan dan alain-lain
Rp
2.500,-
5. Produksi rata-rata per hari 10 liter 6. Bahan makan yang disediakan
50 kg rumput 3 kg dedak 2 kg bungkil kelapa 50 kg tepung tulang 50 kg NaCl
Maka perhitungan harga poko per liter air susu adalah sebagai berikut : 1. Makanan per hari/ekor : 50 kg rumput a Rp 5,-
Rp 250,-
3 kg dedak a Rp 40,-
Rp 120,-
2 kg bungkil kelapa a Rp 110,-
Rp 220,-
50 kg tepung tulang a Rp 125,-
Rp
50 gr Nacl a Rp 40,Jumlah
Rp
6,25,2,-
Rp 598,25,-
Rp 598,25
Rp 5000,-
Rp 166,60
2. Karyawan : Per hari =
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
107
3. Ongkos perawatan dan lain-lain Per hari =
Rp 2500,-
Rp 83,30,-
30 4. Harga per ekor sapi perah Rp 350,000,Dapat dipakai selama 5 tahun Penyusutan per hari =
1
x Rp 350.000,-
Rp 191,80,-
5 x 365 = 1825 5. Biaya kandang yang bisa dipakai 5 tahun Dengan biaya Rp 150.000,- per hari = 1
x Rp 150.000,Rp
5 x 365 Jadi biaya untuk memproduksi susu 10 liter adalah = Rp 1.122,15 10
82,20
Rp 122,215,-
Denga diketahuinya harga produksi per liter susu, maka peternak tentunya akan menjual diatas biaya pokok. Untuk analisi usaha peternakan lainnya, disajikan secara singkat dalam table 22.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
108
Table 22. Beberapa Analisis Usaha Peternakan Jenis Total biaya Penerimaan Keutungan R/C usaha (rp) (rp) Sapi perah 176.936.800.00 206.493.600.00 32.807.360.00 1.16
Itik petelur Ayam ras pedaging
32.692.458.00
54.187.500.00
21.495.042.00 1.65
Ayam ras petelur Ayam buras petelur
27.253.164.00
71.968.000.00
44.174.836.00 2.64
11.892.281.00
18.782.955.00
6.890.674.00
256.893.000.00 321.450.000.00 64.557.000.00 1.25
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
1.47
B/C
Asumsi
0.18 - skala usaha 10 ekor sapi selama 7 tahun - pendapatan diperoleh dari penjualan susu (15 liter/hari), pedet, sapi apkir, dan pupuk kandang 0.65 - skala usaha 500 ekor ayam buras selama 2 tahun -pendapatan diperoleh dari penjualan telur dan itik apkir 0.25 -skala usaha 1000 ekor ayam ras selama 30 periode produksi ( 1 =40 hari) - pendapatan dipeorleh dari penjualan daging dan kotoran ayam 1.64 -skala usaha 500 ekor ayam selama 2 tahun-pendapatan diperoleh dari penjualan telur,ayam apkir,dan kotoran ayam 0.58 - skala usaha 100 ekor ayam buras selama 2 tahun -pendapatan diperoleh dari penjualan telur dan ayam apkir
Sosial Ekonomi Peternakan
109
PENUTUP SOAL LATIHAN 1. Susunlah aliran cas (Cash Flow) suatu usaha peternakan ! 2. Mengapa aspek financial sangat penting untuk diketahui dalam mengelola usaha peternakan ? DAFTAR BACAAN Widjaja K. dan Abdullah S., 2003. Peluang Bisnis Ayam Ras Dan Buras. Penebar Swadaya: Jakarta Sudaryani T. dan Santosa H., 1995. Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Di Kandang Baterai. Penebar Swadaya: Jakarta Suharno B. 1995. Agribisnis Ayam Ras. Penebar swadaya: Jakarta. Soeprapto H, dan Abidin, Z. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agro media Pustaka. Jakarta. Santosa Undang. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M. 1991. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. AAK. 2006. Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Produksi Telur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sutawi, Ir. 2007. Kapita Selekta Agribisnis Peternakan. UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah, Malang.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
110
BAB IX KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PETERNAKAN
SASARAN PEMBELAJARAN Dapat memberikan argumentasi tentang kebijakan pemerintah terhadap usaha peternakan STRATEGI PEMBELAJARAN •
Tugas
•
Presentasi
DESKRIPSI MATERI Materi ini menjelaskan tentang Kebijakan Pemerintah Terhadap Usaha Peternakan yang meliputi : a. Sinkronisasi produksi dan pemasaran b. Potensi usaha peternakan Sul-Sel dan Globalisasi Ekonomi PENDAHULUAN Bagi para pelaku usaha peternakan, pemerintah diharapkan berperan aktif dalam memberikan bantuan dan kemudahan menjalankan usaha. Memang diakui bahwa kebijakan pemerintah di sector peternakan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi usaha yang kondusif agar para investor mau menanamkan modalnya. Dalam rangka mendukung perkemangan usaha dan investasi di sector peternakan, pemerintah telah menyusun berbagai langkah kebijakan. Antara lain memacu pembangunan peternakan dengan meningkatka perannya sebagai penghasil protein hewani bernilai tinggi melalui peningkatan produksi ternak, pengamanan ternak, penyediaan kredit, dan penyuluhan. Meningkatkan kesejahteraan peternak melalui peningkatan pendapatan yang diperoleh dari peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya masyarakat peternak. Dengan program pemerintah telah mengeluarkan kebijakan berupa penepatan sentra-sentra peternakan, terutama di kawasan timur Indonesia seperti Sentra-sentra produksi bibit dan pakan. Realisasi dari program tersebut yaitu dibangunnya pusat pembibitan dan budidaya ayam buras serta pabrik pakan di 71 kabupaten pada 18 propinsi. Sampai dengan tahun 2000 pemerintah telah mampu menjangkau 649 kelompok peternak dengan melibatkan kurang lebih 16.000 rumah tangga peternak. Pemerintah juga BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
111
memberikan peluang kepada para pelaku peternakan untuk memenfaatkan kredit program dan nonprogram dalam berbagai pola kemitraan. Khusus kepada investor yang ingin menenanamkan modalnya dalam pembibitan ternak potong,pemerintah mengupayakan pemberian fasilitas khusus. Pemberiaan fasilitas khusus ini, terutama pada peternakan babi, sapi perah, sapi potong, ayam broiler, itik, dan pakan ternak. Kegiatan investasi di subsector peternakan dapat dilakukan dengan dua macam, yakni didasarkan pada PMA dan PMDN serta nonfasilitas. Hasil dari program tersebut diantaranya telah dimlainya ekspor obat hewan, ternak potong, telur tetas, dan itik ke berbagai Negara. Antara lain telah di ekspor itik ke timur tengah serta daging sapi dan kambing ke Malaysia, filiphina, dan timur tengah. Kebijakan lain yang patut diperhitungkan oleh para investor adalah izin mendirikan usaha.pemerintah telah mengeluarkan ketetapan tentang pemberiaan izin usaha berdasarkan jenis ternak dan skala usahanya. Ini dimaksudkan agar pelaku usaha dalam menjalankan usahanya tidak mengalami kendala dan hambatan. URAIAN MATERI A. Sinkronisasi Produksi Dan Pemasaran a. Pola Pemasaran Pola pemasaran merupakan jalur distribusi suatu produk dari produsen melalui beberapa pelaku pemasaran hingga sampai ke konsumen. Secara umum produk peternakan memiliki tiga pola pemasaran, yaitu pola pemasaran melalui koperasi, kemitraan (PIR), dan umum 1. Pola Pemasaran Melalui Koperasi Pola ini menggunakan koperasi sebagai saluran untuk memasarkan produk peternakan sekaligus sebagai tujuan pemasaran. Pola ini digunakan oleh para peternak yang menjadi anggota koperasi. Keuntungan dari pola ini adalah peternak tidak perlu lai mencari tempat untuk memasarkan produknya, karena semua produk peternakan yang dihasilkan akan ditampung oleh koperasi. Bagi peternak yang ingin menggunakan pola pemasaran melalui koperasi sebagai tempat memasarkan produknya terlebih dahulu harus menjadi anggota koperasi. Pola pemasaran produk peternakan melalui koperasi banyak ditempuh oleh para peternak sapi perah. Para peternak sapi perah tersebut menggunakan Gabungan Koperasi Susu BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
112
Indonesia (GKSI) sebagai tempat pemasaran susu segar yang dihasilkannya. Selanjutnya, oleh pihak koperasi tersebut diolah menjadi produk olahan berupa susu siap konsumsi atau susu segar tersebut disalurkan ke industry pengolahan susu pola ini dapat dikembagkan untuk semua jenis produk peternakan. 2. Pola pemasaran melalui kemiraan/PIR Dalam pola kemitraan antara peternak dengan industry peternakan, peternak sebagai plasma memiliki keterikatan dengan perusahaan/ industry sebagai inti. Pihak peternak harus menjual produknya ke perusahaan inti sesuai dengan perjanjian. Sebelumnya, pihak inti telah menentukan standar mutu produk yan harus dihasilkan oleh peternak. Pola ini telah banyak dilakukan oleh perusahaan peternakan ayam ras pedaging atau ayam ras petelur. Pihak perusahaan bekerja sama dengan pihak peternak. Biasanya perusahaan peternakan ayam tidak mampu memenuhi permintaan pasar dengan skala usahanya sendiri, sehingga harus bekerja sama dengan peternak untuk memenuhi permintaan tersebut. Dalam pola ini pihak perusahaan biasanya menyediakan DOC dan pakan untuk dikelola oleh peternak, kemudian hasilnya dijual ke perusahaan. 3. Pola pemasaran umum Pola ini adalah pola pemasaran yang berlangsung secara alami. Biasanya pola ini banyak dilakukan oleh peternak yang ingin berusaha sendiri memasarkan produknya. Peternak dapat menjual langsungke konsumen, pedagang besar, atau ke pasar-pasar yangtelah ada. Untuk memperjelas pandangan tentang pola pemasaran produk-produk peternakan, berikut ini beberapa produk peternakan dengan pola pemasaran masing-masing. a) Pola pemasaran sapi potong Pola 1. Peternak/produsen ----------- pedagang pengumpul --------- konsumen Pola 2. Peternak/produsen ----------- pedagang pengumpul --------- rumah pemotongan hewan ---------- eksportir/ konsumen Pola 3. Peternak/produsen ----------- pedagang pengumpul --------- rumah pemotongan hewan ---------- industry pengalengan daging --------- eksportir/ konsumen.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
113
b) Pola pemasaran susu sapi Pola 1. Peternak/produsen ------------ koperasi ----------- konsumen Pola 2. Peternak/produsen ------------ koperasi ----------- industry pengolahan susu --------- eksportir/konsumen Pola 1. Peternak/produsen
-----------
pedagang
pengumpul
-------------
industry
pengolahan susu ---------- eksportir/konsumen c) Pola pemasaran ayam ras pedaging Pola 1. Peternak/produsen ----------- pedagang pengumpul --------- konsumen Pola 2. Peternak/produsen (industry peternakan ayam ras pedaging) -------- industry pemotongan
hewan
-----------
industry
pengalengan
------------
eksportir/konsumen Pola 3. Peternak/produsen ------------ koperasi ----------- eksportir/konsumen d) Pola pemasaran ayam ras petelur Pola 1. Peternak/produsen ----------- pedagang pengumpul --------- pedagang besar ---------- konsumen Pola 2. Peternak/produsen
(industry
peternakan
ayam
ras
pedaging)
--------
eksportir/konsumen Pola 3. Peternak/produsen ----------- koperasi ------------ konsumen e) Pola pemasaran domba/kambing Pola 1. Peternak/produsen ----------- konsumen Pola 2. Peternak/produsen ----------- pedagang pengumpul --------- konsumen Pola 3.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
114
Peternak/produsen ----------- pedagang pengumpul --------- rumah pemotongan hewan ------------- eksportir/konsumen b. Strategi Pemasaran Produk Peternakan Prinsip dasar pemasaran produk peternakan adalah menguntungkan produsen dan konsumen. Untuk itu, diperlikan strategi yang tepat bagi produsen dalam menghasilkan produk yang berkualitas prima serta aman dikonsumsi dengan memperhatikan standard an harga sesuai keinginan konsumen Pada umumnya pemasaran produk peternakan masih dilakukan secara tradisional, yaitu dijual begitu saja tanpa memperhatikan penanganan seperti seleksi produk dengan menggunakan standar mutu, kebersihan, dan kontinutas. Dalam system pemasaran tradisional, kualitas produk belum memegang
peranan penting dan control produk
sepenuhnya oleh produsen. Dalam pemasaran dengan menggunakan pola yang lebih modern, standar kualitas dikontrol sepenuhnya oleh konsumen. Sebelum memasarkan produk peternakan, ada tiga hal yang harus dikuasai yaitu memahami struktur pasar, penampilan produk, dan pelaksanaan pemasaran. Struktur pasar menyangkut berbagai pengetahuan antara lain pertumbuhan pasarnya, teknologi pemasarannya, jumlah produsen dan konsumen serta peraturan-peraturan yang menyangkut keluar masuknya komoditas. Semuanya itu sangat menentukan tinggi rendahnya harga dan jumlah barang yang bisa tersedia setiap kali diperlukan. Sebagai contoh, daging domba atau kambing mempunyai struktur pasar yang berbeda dengan daging sapi/ kerbau ataupun ayam. Konsumen daging kambing masih terbatas sehingga dari segi kuantitasnya juga terbatas. Daging domba selain mendominasi rumah makan atau warung-warung sate, juga paling banyak dikonsumsi rumah tangga. Namun, hal ini juga menjadi keuntungan bagi peternak kambing karena dengan keterbatasan tersebut, harga daging kambing menjadi relative lebih mahal dan stabil dalam perubahan harga. Kelemahan produk peternakan Indonesia adalah kurangnya perhatian produsen dalam bidang pemasaran. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pemasaran seperti penyimpanan, pengangkutan dan penjualan sering tidak berjalan sejajar. Akibatnya efisiensi pamasarannya menjadi lemah. Penguasaan informasi pasar juga sangat kurang, terutama mengenai harga pada saat tersebut. Informasi pasar yang lengkap, akurat, dan BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
115
adanya upaya terus-menerus untuk memantau perkembangannya akan memberikan manfaat yang sangat besar. Manfaat yang bisa diperoleh antara lain sebagai berikut, •
Dapat
digunakan
untuk
mengatur
kegiatan
produksi
(meningkatkan/
mengurangi produksi) •
Diversifikasi usaha yang masih berkaitan dengan usaha pokok.
•
Menciptakan sisitem pengadaan dan penyaluran barang yang lebih efektif hingga dicapai tingkat harga yang layak.
•
Dapat menjamin kesinambungan produksi.
Dalam pemasaran yang paling penting adalah pihak produsen memiliki kekuatan menentukan harga secara layak.harga jual produk peternakan lebih banyak ditentukan oleh penanganan produk yang berdampak pada mutu. Semakin baik mutu
produk yang
dihasilkan semakin baik pula harga yang akan diterima peternak. B. Potensi Usaha Peternakan Sul-Sel Dan Globalisasi Ekonomi 1. Potensi Usaha Peternakan Sul-Sel Sulawesi Selatan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha ternak sapi karena didukung oleh sumber daya alam (lahan, pakan), sumber daya manusia, serta peluang pasar yang memadai. Ternak sapi mempunyai prospek dan potensi pasar yang cerah. Selain memberikan tambahan pendapatan bagi petani-peternak, usaha ternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah melalui perdagangan antarprovinsi dan antarpulau, antara lain ke Maluku, Papua, Jawa (Jakarta), dan Kalimantan Timur Pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan telah melakukan berbagai langkah untuk mengembangkan peternakan di wilayah tersebut. Satu dari kebijakan tersebut adalah memberikan bantuan ternak sapi maupun modal kepada kelompok petani-peternak. Dalam upaya mengembangkan kawasan integrasi ternak sapitanaman, misalnya, pemerintah memberikan bantuan dana kepada kelompok melalui Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan). Di Sulawesi Selatan, sapi dipelihara secara terpadu dengan tanaman, yang dikenal dengan sistem integrasi tanaman ternak (integrated farming system). Menurut Priyanti (2007), usaha ternak sapi tanaman dapat memberikan dampak budi daya, sosial, dan ekonomi yang positif. Potensi ketersediaan pakan dari limbah tanaman cukup besar sepanjang tahun sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pakan dari luar dan menjamin keberlanjutan usaha ternak (Priyanti 2007). BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
116
Pola integrasi tanaman-ternak di Sulawesi Selatan yang dijumpai adalah integrasi sapi-jagung dan integrasi sapi-kelapa. Sistem integrasi merupakan penerapan usaha tani terpadu melalui pendekatan low external input antara ternak sapi dan tanaman (Priyanti 2007). Sistem ini sangat menguntungkan karena ternak dapat memanfaatkan rumput dan hijauan pakan yang tumbuh liar, jerami atau limbah pertanian sebagai pakan, selain menghasilkan kotoran sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Sistem integrasi juga dapat menambah pendapatan rumah tangga dengan mengolah kotoran sapi menjadi kompos. Pupuk kompos selanjutnya dapat dijual kepada petani lain atau masyarakat yang membutuhkannya. Usaha tani integrasi menerapkan pendekatan sistem dalam satu kesatuan daur produksi (Priyanti 2007). Dalam penelitiannya,Suwandi (2005) dan Priyanti (2007) mengkaji sistem integrasi tanaman-ternak sapi potong. Beberapa hasil penelitian menunjukkan sistem integrasi ternak sapitanaman dapat meningkatkan pendapatan petani (Sariubang et al. 2003; Suwandi2005; Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat 2007; Priyanti 2007). Di Sulawesi Selatan sapi yang biasa dipelihara dalam sistem integrasi adalah sapi “dwi fungsi”, yaitu sebagai penghasil daging sekaligus ternak kerja. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah sistem integrasi sapi-jagung dan sapi-kelapa dapat memberikan insentif bagi petanipeternak di wilayah tersebut. Akan tetapi luas lahan padang penggembalaan di Sulawesi Selatan menunjukkan kecenderungan
semakin
berkurang.
Dengan
demikian
produktivitas
padang
penggembalaan sebagai basis ekologi penyedia hijauan bagi ternak ruminansia juga mengalami penurunan. Hasil estimasi produksi hijauan padang penggembalaan sebesar 4,905,804 ton, dan dapat menyediakan hijauan untuk ternak ruminansia sebesar 384,016 ST. Jika dibandingkan dengan populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan sebesar 576.701 ST, maka daya dukung tersebut jauh lebih rendah dibandingkan jumlah populasi ternak ruminansia. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan hijauan dari padang penggembalaan adalah perbaikan padang penggembalaan, pemanfaatan dan penanaman rumput unggul dan leguminosa pohon, serta optimalisasi pemanfaatan biomas limbah pertanian dan industri.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
117
2. Membangun Daya Saing Agrbisnis Peternakan Agribisnis peternakan pada awal millennium ketiga menghadapi persaingan ganda, yaitu persaingan antar daerah sebagai konsekuensi pelaksana otonomi daerah,dan persaingan antar Negara sebagai konsekuensi kesepakatan liberalisasi perdagangan barang dan jasa internasional. Kata kunci dalam memenangkan persaingan tersebut adalah daya saing (competitivenes). Pada awalnya, daya saing suatu Negara ditentukan oleh keunggulan mutlak (absolute advantage) atau keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dimilikinya. Keunggulan mutlak menunjukkan kemampuan suatu Negara menghasilan barang/jasa yang mempunyai efisiensi lebih
tinggi dari pada Negara lain (misalnya
kekayaan alam yang melimpah), sedangkan keunggulan komparatif menunjukkan kemampuan suatu Negara menghasilkan barang/jasa dengan harga yang relative lebih rendah dari pada Negara lainnya. Dalam perkembangannya, daya saing lebih ditentukan oleh keunggulan bersaing (competitive advantage) yang diciptakan suatu Negara, yaitu kemampuannya menghasilkan barang/jasa sesuai dengan preferensi konsumen Ada tiga kunci sebagai prime determinant (penentu utama) untuk dapat meningkatkan daya saing suatu Negara. Pertama, produktifitas yang merupakan nilai output yang dihasilkan oleh suatu unit sumber daya yang digunakan. Dengan konsep pemasaran yang benar, maka produkyang dihasilkan dengan produktifitas tinggi akan menghasilkan return on invesment (tingkat pengembalian investasi)yang tinggi, yang selanjutnya menarik investor untuk menanamkan modalnya lebih banyak. Kedua, inovasi (pembaharuan). Dengan inovasi dalam aspek luas akan menghasilkan produk baru, yang selanjutnya dapat meningkatkan daya saing suatu Negara. Ketiga, segmentasi (focus). Tidak ada suatu Negara mempunyai daya saing dalam semua industry (no nation can be competitive in everything). Karena itu, suatu Negara harus berkonsentrasi pada salah satu industry yang mempunyai core competence (kompetensi inti). Selain ketiga penentu utama tersebut diatas, suatu Negara akan menunjukkan keunggulan bersaingnya apabila suatu individu atau unit sistemnya menjadi pendukung empat lambing keunggulan(advantage attribute) suatu Negara sebagai syarat tejadinya national advantage (keunggulan nasional). Keempat lambing keunggulan yang oleh Michail E. Porter (1990) disebut “The diamond of national advantage” adalah (1) kondisi faktor produksi suatu Negara, (2) kondisi permintaan suatu domestic, (3) adanya industry pendukung, dan (4) kondisi persaingan domestic dan strategi serta struktur perusahaan. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
118
Pengalaman Negara-negara industry baru (new industrial countries) seperti korea selatan dan Taiwan, dan Negara-negara industry maju (developed industrial countries) seperti singapura, jepang, jerman, inggris, perancis, dan amerika serikat, yang sebagian adalah Negara miskin sumber daya alamnya, menunjukkan bahwa kemajuan bangsa bersumber pada produktifitas ekonomi masyarakat yang didukung oleh SDM yang berkualitas. Indonesia empnyaikelemahan mendasar pada syarat pertama yaitu faktor produksi (factor conditions) untuk menjadi negara dengan daya saing tinggi jika hanya mengandalkan sumber daya alam yang melimpah. Engalaman membuktikan bahwa meskipun memiliki kekayaan alam melimpah Indonesia adalah importir netto sarana produksi peternakan baik bibit, bahan pakan maupun teknologinya. Bahkan, akhir-akhir ini pengusaha dan pemerintah sering mengambil jalan pintas dengan mengimpor hasil produksi seperti daging, susu, dan telur konsumsi, sehingga tidak saja melemahkan daya saing tetapi juga tidak enimbulkan semangat bersaing bgi pengusaha peternakan Indonesia. Untuk menjadi bangsa yang kompetitif, kapasitas dan mutu sumber daya manusia (SDM) harus menjadi tumpuan.masalahnya, kualitas SDM Indonesia terus merosot tingkatannya. Data tentang Human Development Indeks (HDI) yang disajikan oleh United Nations for Development Program (UNDP) menunjukkan bahwa peringkat kualitas SDM Indonesia tahun 2000 berada pada urutan 109, tahun 1999 pada urutan 105, tahun 1998 pada urutan 99. Upaya perbaikan yang harus terus dilakukan adalah melalui pendidikan dan pelatihan untukmenciptakan sumber daya manusia terampil dan memiliki keahlian khusus (skilled and specialized human resources) melalui basis ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu sumber ekonomi penting yang tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kemajuan teknologi dan tentu saja kualitas sumber daya manusia. Manfaat pendidikan dan pelatihan terhadap pertumbuhan ekonomi berasal dari perbaikan kualitas SDM, pebaikan kualitas manejemen, dan kontribusinya dalam menciptakan teknologi baru dan memperbaiki teknologi yang ada. Syarat kedua suatu Negara dapat menjadi kompetitif harus memiliki basis permintaan (demand conditions), karena dengan itu perusahaan atau industry dapat mengalahkan pesaingnya. Indonesia mempunyai pasar domestic yang besar karena jumlah penduduknya yang mencapai 210 juta, meskipun saat ini daya belinya masih rendah. Jika kondisi ekonomi semakin membaik, maka peningkatan pendapatan masyarakat akan mendorong permintaan pangan hewani (daging, susu, dan telur) yang semakin meningkat. Pasar domestic ini telah lama menjadi incaran pemasaran Negara maju, karena itu dengan BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
119
berbagai upaya mereka telah memaksakan pemberlakuan perdagangan bebas internasional agar mereka dengan mudah memasarkan produknya keseluruh dunia tanpa hambatan. Jika kondisi pasar domestic yang demikian besar tidak dijaga dan dimanfaattka dengan sebaikbaiknya, maka Indonesia akan mengalami keterjajahan baru yaitu menjadi obyek dari hegemoni ekonomi Negara-negara maju. Syarat ketiga merupakan peneguhan kekuatan bersaing suatu industry yaitu adanya industry pendukung dan terkait (supporting and related industries) pengalaman Indonesia selama ini menunjukkan bahwa pengembangan agribisnis peternakan tidak disertai dengan industry pendukung dan terkait yang kuat ( foot loose industry), seperti pembibitan, bahan pakan, dan teknologi produksi. Akibatnya, meski memiliki basis permintaan yang besar, agribisnis peternakan kurang kompetitif dalam bersaing dengan agribisnis peternakan luar negeri. Menurut Prof. Bugaran Saragih, pakar ekonomi pertanian yang saat ini menjadi Menteri Pertanian paradigm pembangunan peternakan yang mampu menciptakan daya saing global adalah paradigm pembangunan agribisnis berbasis peternakan. Menurut beliau, system agribisnis berbasis peternakan mencakup empat
subsistem, yaitu (1)
subsistem agribisnis hulu (upstream agribusinees) yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk, (2) subsistem agribisnis budidaya (on-farm agribusiness) yakni kegiatan yang menggunakan sapronak untuk menghasilakn komoditas peternakan primer, (3) subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness) yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas peternakan primer menjadi produk olahan, (4) subsistem jasa penunjang (supporting institution) yaitu kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa yang dibutuhkan ketiga subsistem yang lain. Dengan kekuasaan yang dimiliki saat ini, mudahmudahan Mentan Bungaran Saragih mampu mewujudkan paradigm pembangunan agribisnis peternakan yang berdaya saing seperti yang slama ini selalu diucapkannya. Syarat keempat yaitu kondisi persaingan domestic, sangat dipemgaruhi oleh kesiapan SDM karena menyangkut gaya dan praktek manajemen, dan struktur dan persaingan usaha. Tidak ada satu praktek manajemen, dan struktur usaha yang dapat berlaku untuk semua Negara. Setiap Negara memiliki keunggulan bersaing sendiri, khas, dan sesuai dengan struktur usaha dan kemampuan SDM-nya. Amerika ebih mengandalkan teknologi informasi, Jepang pada teknologi otomotif, Italia pada industry rumah tangga, Thailand pada industry pertanian, dan sebagainya. Semua keberhasilan tersebut berkat BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
120
system pendidikan yang benar yang menghasilkan SDM berbakat, bertanggung jawab, tekun, dan bekerja keras. Akibatnya, industry dalam negeri mereka tumbuh dan saling berkompetisi baik di dalam maupun di luar negeri, persaingan local (local rivalry) akan mendorong industry kea rah inovasi, efisiensi, perbaikan kualitas, serta selalu mendorong penciptaan produk dan teknologi baru. Hal inilah yang menjadi modal bersaing ditingkat global. Untuk mencapai kondisi demikian, persaingan yang bersifat monopoli dan oligopoly harus diubah menjadi kerjasama kemitraan yang saling membutuhkan, memperkuat dan menguntungkan. Untuk menjadi Negara yang mempunyai daya saing di pasar global khususnya dalam agribisnis peternakan baik ternak unggas, ternak potong, atau ternak perah, Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan basis sumber daya local seperti tercantum pada visi pembangunan peternakan yang dicanangkan oleh Ditjen Peternakan sekarang, namun lebih dari itu harus dapat mengadopsi empat lambing keunggulan “the diamond of national advantage” tersebut. Tanpa itu semua, maka Indonesia akan bisa menjadi Negara tanpa kompetitif apapun, atau “A nation that be competitive in nothing”. 3. Agribisnis Peternakan Dalam Perekonomian Global Proses industrialisasi perekonomian suatu Negara pada mulanya diawali pada sector pertanian. Penemuan dan perkembangan teknologi pertanian mulai rekayasa genetika bibit, mekanisme produksi sampai teknologi pengolahannya telah mampu meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyrakat petani. Peningkatan kesejahteraan petani ini membawa dampak positif lanjutan berupa peningkatan permintaan barang dan jasa, menstimulasi lapangan kerja dan pendapatan di sector-sektor lain, sehingga berkembanglah sector industry dan jasa. Disisi lain,, mekanisasi pertanian yang telah ampu menggantikan sebagian tugas tenaga kerja petani, telah menyebabkan urbanisasi tenaga kerja pertanian dari pedesaan ke sector industry dan jasa yang terkonsentrasi di perkotaan dengan segala permsalahannya. Negara-negara industry maju, yang telah lebih dahulu melampaui tahapan industrialisasi pertaniannya, menggunakan sector pertaniannya ini sebagai alat politik dan ekonomi dalam menjajah Negara-negara berkembng melalui tiga tahap. Pertama, melalui pemasaran sarana produksi, tknologi, dan produksi pertanian ke Negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang yang sebagian besar penduduknya hidup bergantung pada sector pertanian, pada umumnya masih menghadapi masalah BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
121
pangan.kenyataan ini tidak disia-siakan oleh Negara maju dengan mengekspor sarana produksi, teknologi, dan produksi pertaniannya ke Negara-negara berkembang. Akibatnya, perkembangan sector pertanian di Negara-negara berkembang sangat bergantung pada sarana produksi impor dari Negara-negara industry maju dengan mengalahkan potensi sumber daya alam local yang dimiliki sendiri. Perkembangan agribisnis peternakan Indonesia misalnya, juga banyak bergantung pada sarana produksi dan teknologi impor. Pada agribisnis ayam ras, impor telur dan DOC GPS mencapai 100%, bahan baku pakan 70%, obat dan vaksin 95%, peralatan dan mesin pabriknya memiliki komponen impor hampir 90%. Dapat dipastkan perkembangan agribisnis ayam ras mendatang tidak dapat terlepas dari sarana produksi dan teknologi impor. Kondisi ini akan menjadikan pengusaha peternakan Indonesia sebagai “tukang jahit” atas komponen impor, bukan sebagai “desainer” atas sumber daya atau kekayaan alam yang dimiliki negaranya sendiri. Selain menjual produksi dan teknologi, Negara-negara maju juga menyediakan berbagai pinjaan dan bantuan dalam upaya meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan petani diberbagai Negara berkembang. Bagi Negara donor, pinjaman yang diberikan bukanlah bermotif social semata, tetapi memiliki muatan ekonomis yang diperhitungkan secara cermat. Menurut studi Anderson dan Cohen (1998) setiap peningkatan nilai produksi pertanian satu dolar di Negara berkembang akan mendorong 73 sen dolar impor baru termasuk 24 sen dolar impor produkpertanian, dan setiap satu dolar pinjaman untuk investasi di sector pertanian, berarti 29 sen dolar peningkatan impor Negara berkembang termasuk 10 sen dolar impor produk pertanian. Pengalaman Korea Selatan merupakan contoh nyata hubungan antara bantuan dengan impor pertanian. Sepanjang tahun 1950-an sampai 1980, Negara ini merupakan resipien utama bantuan Amerika Serikat, termasuk bantaun pertanian. Sekarang meskipun Negara ini tidak menerima bantuan AS lagi, tetapi menjadi Negara kelima terbesar pasar ekspor pertanian AS. Contoh lain, pada tahun 1970-an banyak petani AS menentang bantuan AS kepada Brasilia yang menjadikan Negara ini sebagai competitor AS di pasar global. Tetapi, pada than 1997, brasilia mengimpor produk pertanian AS senile 500 juta USS. Seiring dengan peningkatan produksi pertanian, Negara-negara berkembang berusaha memproteksi induntri pertaniannya dengan cara memberlakukan kuota dan tariff atas produk pertanian impor. Melihat gejala ini, Negara industry maju melancarkan strategi BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
122
kedua yaitu pemaksaan pemberlakuan perdagangan bebas dunia (global free trade). Bermula pada tahun 1947, 23 negara yang merupakan original members berhasil merumuskan Havana Charter yang menyetujui artikel awal mengenai GATT (General Agreement on Tariff and Trade) mengenai konsensi penurunan tariff (bea masuk). Setelah melalui proses panjang dan melelehkan, pada tanggal 15 April 1994 dalam pertemuan tingkat Menteri di Maroko sebanyak 117 negara terpaksa menandatangani kesepakatan GATT, yang kemudian menjelma menjadi WTO (World Trade Organisation) yang bertugas mengatur lalu lintas perdagangan barang dan jasa di dunia. Mulai saat itu secarabertahap namun pasti, dimulailah era perdagangan global yang bebas hambatan. Globalisasi ekonomi yang berbuat wewenang WTO kian besar, seperti diungkapkan Amaladoss (1999), pada dasarnya merupakan upaya untuk menjadikan seluruh dunia sebagai kesatuan pasar yang dicirikan oleh bebasnya gerakan modal, barang, dan jasa melalui penurunan tariff, penghapusan hambatan non tarif, enghapusan subsidi, peningkatan akses pasar, dan prinsip diskriminasi dalam perdagangan internasional. Tujuan yang hendak dicapai adalah peningkatan tarif hidup masyarakat dunia. Hal ini dapat tercapai karena dengan perdagangan bebas diharapkan akan mampu mendorong meningkatnya perdagangan internasional yang lebih efisien. Peningkatan volume perdagangan tersebut akan mendorong peningkatan produksi dan investasi yang selanjutnya memperluas lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Namun pada kenyataanya, peran yang dilakukan oleh WTO tidak lain adalah praktek domonasi dari korperasi lintas Negara (multi national corporations) yang didukun oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) yang mengatur hubungan antara Negara kaya dengan miskin seperti hubungan antara penguasa dan bawahannya. Atas tekanan IMF pula, pemerintah Indonesia terpaksa
mengeluarkan
keppres 4/1998 tanggal 2 februari 1998 yang menghapuskan ketentuan tentang tataniaga susu. Dengan kata lain, menyerahkan sepenuhnya agribisnis persusuan kepada mekanisme pasar. Selanjutnya disuse dengan keppres 99/1998 tanggal 14 juli 1998 yang diantaranya membuka semua usaha peternakan untuk penanaman modal baik PMA maupun PMDN, kecuali ayam buras. Sejalan dengan tuntutan global, dengan dalih apapun
misalnya
melindungi usaha peternakan local – pemerintah tidak bisa lagi main larang terhadap pemilik modal baik PMA maupun PMDN untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
123
Pemberlakuan perdagangan bebas global dirasakan secara berbeda oleh masyrakat. Bagi konsumen, penurunan tariff dirasakan sangat menguntungkan karena mereka dapat membeli produk-produk pertanian impor dengan mudah, harga lebih murah, dan kualitas lebih baik. Sebaliknya, bagi produsen pertanian utamanya petani dan peternak, penurunan atau bahkan penghapusan tariff produk pertanian impor adaah sebuah malapetaka karena produk mereka kalah bersaingdengan produk pertanian impor. Tidak mengherankan jika petani Indonesia akhir-akhir ini semakin berani berunjuk rasa menentang masuknya beras impor, gula impor, daging impor, buah-buahan impor, dan produk pertanian impor lain yang dengan mudah memasuki dan membanjiri pasaran local. Sebelum Negara-negara berkembang sempat menyesuaikan diri dan menikmati perluasan pasar produk pertanian mereka di pasar internasional. Negara-negara industry maju telah mempersiapkan jurus ketiga yaitu persyaratan kualitas (quality instrument) yang ketat bagi produk pertanian yang akan masuk ke Negara mereka. Berbagai aturan control kualitas seperti standar sertifikasi ISO, HACCP, (Hazard Analysis and Critical Control Point), SPS (Sanitary and Phitosanitary), ecolabelling, intellectual property right (HAKI), human right (HAM), dan sejenisnya merupakan tembok penghalang yang tidak mudah tembus bagi produk pertanian Negara berkembang untuk memasuki pasar di Negara-negara industi maju. Disadari atau tidak, sebuah bentuk klonialisme ekonomi yamg berkedok perdagangan bebas telah mengancam kehidupan petani dan peternak yang akan terhimpit dalam pemasaran produksi sekaligus tidak memiliki kebebasan dalam memanfaatkan potensi sumber daya local yang dimilikinya. Bagi peternak Indonesia, perdagangan bebas bukan berarti pasar yang semakin luas, melainkan perjuangan hidup yang semakin keras. 4. Kebijaksanaan Pengembangan Industri Kecil Dan Menengah Mengingat bahwa kebanyakan IKM di Indonesia adalah relatif lemah dan kurang efisien, maka dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) akan diusahakan agar produktivitas dan daya saing UKM, termasuk IKM, akan ditingkatkan. Untuk mencapai tujuan ini maka kebijaksanaan dasar untuk UKM diarahkan pada penggalakkan ikhtiar pengusaha kecil dan menengah dan peningkatan kemampuan UKM ini, khususnya melalui peningkatan sumber daya manusia (SDM) UKM ini, serta perbaikan iklim usaha bagi UKM ini yang dapat mempermudah kegiatan-kegiatan mereka di berbagai bidang ekonomi. (Iwantono, 1995:2). BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
124
Prioritas yang kini diberikan pada perbaikan iklim usaha bagi UKM rupanya mencerminkan suatu pergeseran yang telah terjadi dalam pemikiran mengenai pengembangan UKM. Di masa lampau, pandangan umum adalah bahwa UKM memerlukan bantuan khusus dari pemerintah karena mereka dirugikan oleh mekanisme pasar yang lebih menguntungkan usaha-usaha besar. Di samping ini pertimbangan untuk mengurangi kesenjangan antara usaha-usaha besar dan UK (yang kini masih tetap merupakan sumber keprihatinan) juga diajukan sebagai alasan mengapa UKM memerlukan bantuan dan fasilitas khusus. Akan tetapi akhir-akhir ini pandangan ini lambat laun mulai ditinggal_kan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu pembuat kebijaksanaan di kebanyakan negara Asia Timur (termasuk Indonesia) dan badan-badan bantuan inter- nasional, seperti Bank Dunia dan Bank Pemba- ngunan Asia, dan kebanyakan pakar pembangunan, meskipun di Indonesia sendiri berbagai pihak masih menganut pandangan bahwa pemerintah perlu melakukan campur tangan khusus untuk mengembangkan dan membina UKM. Pemikiran baru mengenai UKM ini sejalan dengan arus deregulasi yang telah dianut di kebanyakan negara Asia Timur yang lebih mengandalkan diri pada kekuatan pasar sebagai cara terbaik untuk pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk pengembangan UKM. Para penganut pandangan mutakhir ini menunjuk pada berbagai kasus kegagalan atau kekurang- berhasilan berbagai program pengembangan UKM, seperti program bantuan kredit yang disubsidi, seperti program KIM/ KMKP, dan bantuan teknis, seperti program BIPIK, yang ternyata kurang efektif untuk meningkatkan kinerja komersial UKM. Kebanyakan program campur tangan khusus dan protektif ini ternyata menim- bulkan bukan saja berbagai distorsi yang menghambat pertumbuhan UKM yang efisien akan tetapi juga pemborosan dana dan tenaga dan korupsi. Lagipula, berbagai program UKM ini ternyata kurang efektif karena tiadanya koordinasi antar instansi yang baik. Dengan kata lain, program-program lama rupanya gagal karena lebih mengutama- kan pendekatan 'kesejahteraan' atau pemerataan (welfare approach) daripada peningkatan efisiensi UKM. Karena program bantuan langsung kepada UKM ini kurang berhasil, maka pemerin- tah Indonesia telah berusaha untuk mendorong perkembangan UKM melalui cara yang _tidak langsung_, yaitu dengan mengem- bangkan konsep 'Kemitraan dan Keterkaitan Bapak Angkat-Mitra Usaha', di mana usaha-usaha besar, termasuk perusahaan swasta besar dan BUMN, membantu mitra usaha mereka, yaitu BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
125
UKM, dalam berbagai hal, seperti bantuan teknis, pengendalian mutu (quality control), pembelian bahan baku, manajemen, dan pemasaran. Akan tetapi hingga kini program kemitraan ini pada umumnya juga belum memenuhi harapan. (Iwantono, 1995:9). Misalnya, program keterkaitan antara perusahaanperusahaan perakit besar dan perusahaan- perusahaan pemasok (yang kebanyakan IKM) yang di masa lampau hendak digalakkan melalui program penanggalan di industri-industri barang modal Indonesia, khususnya industri otomotif dan industri elektronik, ternyata kurang berhasil terutama karena kemampuan dari IKM masih jauh dari memadai, baik ditinjau dari segi biaya, mutu, maupun ketepatan memenuhi jadwal penyerahan barang (delivery schedule). (Thee, 1994: 168-169). Demikian pula program Bapak Angkat hingga kini juga tidak membawa hasil yang diharapkan oleh karena program-program yang 'dipaksakan' memang tidak akan membawa hasil-hasil yang diharapkan jika perusahaanperusahaan besar, baik perusahaan swasta maupun BUMN, sendiri tidak memperoleh manfaat komersial dari program- program ini, bahkan sering merasa dibebankan oleh berbagai tugas yang tidak termasuk kegiatan bisnis mereka sendiri. Berbeda dengan pendekatan 'kesejahteraan' ini, maka pandangan mutakhir lebih mengutamakan pendekatan efisiensi (eficiency approach) yang meliputi usaha untuk meningkatkan kemampuan UKM dalam hal manajemen, teknologi, dan pemasaran serta usaha untuk menghilangkan berbagai kendala yang telah merintangi perkembangan UKM yang sehat. (Hill, 1995:19). Di bawah ini akan dikaji lebih lanjut cara apa kiranya yang dapat ditempuh untuk mengembangkan IKM yang dinamis dan efisien yang dapat menunjang proses industrialisasi yang pesat dan efisien. Dalam pada itu pengembangan IKM tidak dapat dilakukan secara seragam, karena jika ditinjau dari hubungannya dengan industri besar, dapat dibedakan tiga kategori IKM, yaitu: (1) IKM yang bersaing (kompetitif) dengan industri besar karena menghasilkan barang yang kurang lebih sama dengan industri besar; (2) IKM yang komplementer dengan industri besar karena telah menjalin kaitan vertikal atau horisontal di luar pasar (extramarket direct vertical or horizontal linkages) dengan industri besar; dan BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
126
(3) IKM yang telah mengadakan spesialisasi (specialized) dalam menghasilkan barang-barang untuk segmen- segmen pasar khusus yang berada di luar jangkauan industri besar. (Hill, 1995;4). Berhubung dengan berbagai ragamnya IKM di Indonesia, maka tulisan ini akan secara khusus menyoroti kasus IKM yang telah atau dapat menjalin hubungan komplementer dengan industri-industri besar, khususnya sebagai perusahaan pemasok komponen bagi industri-industri besar, khususnya industri elektronika. 5. Kebijakan Subsektor Peternakan di Sul-Sel Peternakan di Sulawesi Selatan umumnya didominasi oleh peternakan rakyat berskala kecil dan diusahakan secara sambilan. Dalam mengembangkan usaha tersebut, umumnya petani-peternak menghadapi masalah kekurangan modal. Berkaitan dengan hal itu, pemerintah telah menggulirkan berbagai paket kredit sebagai sumber pembiayaan bagi petanipeternak, baik dari sumber keuangan formal maupun nonformal (kredit individu dan bagi hasil). Dalam menunjang pembangunan peternakan, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Upaya ini dilakukan dengan membuka peluang investasi dan pasar sekaligus mengembangkan
investasi
nasional
dengan
meningkatkan
peran
swasta
dalam
pembangunan peternakan serta memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal (Direktorat Pengembangan Peternakan 2004). Pemerintah sebagai motivator, akselerator, regulator, fasilitator, dan promotor sangat berperan dalam pembangunan peternakan. Pemerintah telah menempuh berbagai cara, namun pembangunan peternakan sangat terkait dengan sumber daya yang ada sehingga kebijakan pemerintah perlu didasarkan pada potensi daerah. Program Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi tahun 2005 adalah meningkatkan ketahanan pangan, nilai tambah dan daya saing komoditas peternakan, kesejahteraan masyarakat, serta mengembangkan komoditas unggulan daerah. Namun, berbagai program tersebut belum berjalan sebagaimana yang dicanangkan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan program tersebut. Program sebaiknya dibarengi dengan penerapan strategi agresif dan diversifikatif termasuk dalam pengembangan usaha ternak sapi. Strategi ini diadopsi dari Hoda (2002) dan dianggap relevan dengan kondisi usaha ternak sapi di Sulawesi Selatan, karena BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
127
penyediaan hijauan pakan bukan hanya bergantung pada limbah pertanian tetapi juga dengan gerakan menanam hijauan makanan ternak. Berkaitan dengan hal ini pemerintah perlu memperkenalkan penanaman rumput maupun tanaman leguminosa unggul pada lahan kosong. Rumput Brachiaria brizanta dan legum Arachis pintoi tahan terhadap naungan sehingga dapat ditanam di antara pohon kelapa, sedangkan yang tidak tahan naungan seperti rumput Pennisetum purpureum dan legum Centrosema pubescens ditanam di lahan terbuka. Usaha lain adalah memberikan pelatihan kepada petani mengenai teknik budi daya, pemeliharaan ternak, dan pengawetan tanaman hijauan makanan ternak unggul dengan membuatnya menjadi silase. Usaha ternak sapi umumnya bersifat ekstensif atau tradisional. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah memberikan penyuluhan secara intensif kepada petanipeternak mengenai manajemen pemeliharaan, kesehatan serta reproduksi ternak. Melalui upaya ini diharapkan usaha ternak berkembang dari tradisional ke komersial dengan orientasi bisnis atau memperoleh keuntungan. Dengan pengetahuan yang dimiliki, petani-peternak dapat memecahkan masalahmasalah dalam berusaha ternak sapi. Penyuluhan yang diikuti dengan praktek akan memberikan hasil yang optimal. Untuk memudahkan penyuluhan dan pelatihan peningkatan keterampilan peternak dapat dibentuk kelompok-kelompok petani-peternak. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah telah mencanangkan program pengembangan kelembagaan kelompok petani-peternak. Kelompok selanjutnya mendapat pembinaan secara intensif dan kontinu dari pemerintah. Pemeliharaan ternak sapi masih bersifat tradisional dengan tujuan menyediakan tenaga kerja untuk mengolah tanah dan mengangkut hasil pertanian. Ternak dibiarkan berada di lahan pertanian untuk mencari makan. Petani-peternak yang tergabung dalam kelompok menggunakan bibit sapi lokal yang telah diseleksi. Dalam mengawinkan ternak, petani telah menggunakaninseminasi buatan (IB) untuk memperoleh bibit unggul. Anak atau pedet yang lahir divaksinasi sesuai kebutuhan dan diberi obat bila sakit. Masalah yang dihadapi petani-peternak anggota kelompok adalah keterbatasan modal (Somba 2003). Masalah ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, antara lain dengan mencari investor untuk lebih mendorong pengembangan usaha ternak sapi di Selawesi Selatan.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
128
PENUTUP SOAL LATIHAN 1. Jelaskan Upaya Pemerintah Untuk Menjaga Kondisi Peternakan Dalam Menghadapi Globalisasi 2. Jelaskan Tujuan Perlunya Sinkronisai Produksi Dan Pemasaran DAFTAR BACAAN Femi Hadidjah Elly, Bonar M. Sinaga, Sri Utami Kuntjoro, dan Nunung Kusnadi. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Rakyat Melalui Integrasi Sapi-Tanaman Di Sulawesi Utara. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi Yusdja dan Ilham. 2005. Suatu Gagasan Tentang Peternakan Masa Depan Dan Strategi Mewujudkannya. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Yusdja dan Ilham. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat.. Analisis Kebijakan Pertanian.Volume 4. Nomor 1, Maret 2006 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
129
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2006. Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Bishop, C. E dan Toussaint, W.D. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Mutiara. Jakarta. Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan. Usaha Peternakan, Perencanaan Usaha, Analisis dan Pengelolaan. Djoko Sumarjono.2004. Diktat Kuliah Ilmu Ekonomi Produksi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Femi Hadidjah Elly, Bonar M. Sinaga, Sri Utami Kuntjoro, dan Nunung Kusnadi. Pengembangan usaha ternak sapi rakyat Melalui integrasi sapi-tanaman Di sulawesi utara. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi. Hasnudi, Iskandar Sembiring, Sayed Umar. 2010. Usaha Peternakan Komersial Umumnya Dilakukan oleh Peternak Yang Memiliki Modal Besar Serta Menerapkan Teknologi Modern. Fakultas Pertanian. Jurusan Peternakan. Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fp/ternakhasnudi.pdf. Indro Surono. 1997. Agribisnis Skala Kecil. Wacana No. 8 / Mei - Juni 1997 Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Rahardi dan Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M. 1991. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Produksi Telur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Santosa Undang. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta. Soeprapto H, dan Abidin, Z. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agro media Pustaka, Jakarta. Soekartawi. 1990.Teori Ekonomi Produksi. CV. Rajawali. Jakarta. Situmorang, Jontor. 2007. Analisis Produktivitas dengan Menggunakan Fungsi Produksi Cobb-Douglass dalam Menentukan Return To Scale pada PT Perkebunan Nusantara IV Sawit Langkat. USU Repository. Sudaryani T. dan Santosa H., 1995. Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Di Kandang Baterai. Penebar Swadaya: Jakarta Suharno B. 1995. Agribisnis Ayam Ras. Penebar swadaya: Jakarta. BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan
130
Sumarjono, D. 1986. Analisis Ekonomi Ayam Pedaging pada Dua Skala Usaha Keluarga di Kelompok Peternak Unggas ’’Tulus Rahayu“ Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Tesis. Fakultas Pascasarjana Unpad. Sutawi, Ir. 2007. Kapita Selekta Agribisnis Peternakan. UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah, Malang. Widjaja K. dan Abdullah S., 2003. Peluang Bisnis Ayam Ras Dan Buras. Penebar Swadaya: Jakarta Yusdja dan Ilham. 2005. Suatu Gagasan Tentang Peternakan Masa Depan Dan Strategi Mewujudkannya. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Yusdja dan Ilham. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat. Analisis Kebijakan Pertanian.Volume 4. Nomor 1, Maret 2006 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2079431-law-diminishingreturn/#ixzz1eJEm6scP
BAHAN AJAR PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Sosial Ekonomi Peternakan