FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA TERNAK SAPI POTONG DI DESA MANGKAI LAMA KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
NINA WAHYU PUTRI SIREGAR H34104127
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul FaktorFaktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013
Nina Wahyu Wahyu Putri Siregar Siregar NIM H34104127
ABSTRAK NINA WAHYU PUTRI SIREGAR. Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong (Studi Kasus Peternak Sapi Potong dengan Unit Analisis Keluarga di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara) Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan juga modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi potong bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan manajemen. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan, dan kesehatan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Faktor – faktor tersebut dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda karena dapat memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga p-variabel prediktor. Dalam analisis regresi linier berganda yang berfungsi sebagai variabel dependent yaitu pendapatan dan untuk variabel independent yaitu faktor-faktor internal dari peternak seperti sepert i jumlah ternak, pendidikan, umur peternak, pengalaman beternak, dan jumlah tanggungan keluarga. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara adalah jumlah ternak sapi, dan tingkat pendidikan. Adapun umur peternak, pengalaman beternak, dan jumlah tanggungan keluarga peternak tidak berpengaruh terhadap usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Kata Kunci : faktor, usaha ternak, sapi potong
ABSTRACT Farming system is a process of combining the factor of production such as land, livestock, labour, and capital to produce farm products. The success of beef cattle business depends on three elements; seed, feed, and management. Management Management includes the management of mating, feeding, housing, and cattle health. The purpose of this study is to analyze the factors that affect the beef cattle business in the village of Mangkai Lama, Lima Puluh Sub District, Batubara District District using multiple multiple linear regression regression analysis. Income Income servers as the dependent variable. Other side the independent variable is internal factors of farmer such as the number of livestock, livestock, education, age of farmer, farming experience, and number of family dependent. The factors that affect the beef cattle business in the village of Mangkai Lama, Lima Puluh Sub-District, Batubara District District is the number of beef cattle and education level. Age of farmer, farming experience, experience, and number of family dependent other side have no effect in the beef cattle business in the village of Mangkai Lama, Lima Puluh Sub District, Batubara District. District.
Keywords : factor, farming, beef cattle
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA TERNAK SAPI POTONG DI DESA MANGKAI LAMA KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA PROVINSI SUMATERA UTARA
NINA WAHYU PUTRI SIREGAR H34104127
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
v
vi
Judul Skripsi
:
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara
Nama
:
Nina Wahyu Putri Siregar
NRP
:
H34104127
Disetujui oleh
Dr Ir Andriyono Kilat Adhi Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA
Puji Syukur dipanjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Ir. Burhanuddin MS, selaku dosen penguji utama dan Ir. Juniar selaku dosen penguji akademis yang telah membantu dalam penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para peternak sapi potong di Desa Mangkai Lama atas kesempatan dan informasi yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga dan rekan, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Nina Wahyu Putri Siregar
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Peternakan Sapi Potong di Indonesia
4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong
6
Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Potong
7
Pendapatan Usaha Ternak
8
Kajian Peneliti Terdahulu
8
KERANGKA PEMIKIRAN
10
Kerangka Pemikiran Teoritis
10
Konsep Analisis Regresi
11
Kerangka Pemikiran Operasional
13
METODE PENELITIAN
14
Lokasi dan Waktu Penelitian
14
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Pengumpulan Data
15
Metode Analisis Data
15
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
17
Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Mangkai Lama
17
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
18
Karakteristik Peternak Responden
19
TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK SAPI POTONG
22
Sistem Pemeliharaan
22
Pemasaran
25
Biaya Produksi Usaha ternak Sapi Potong
26
Pendapatan Bersih Pada Usaha ternak Sapi Potong
26
PENGARUH VARIABEL BEBAS/INDEPENDENT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG
29
SIMPULAN DAN SARAN
33
Simpulan
33
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
36
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL
1
2 3
4
5 6
7
8
9
10
11 12
Daftar Populasi Ternak Sapi Potong Desa Mangkai Lama pada Tahun 2012 Kajian Peneliti Terdahulu Jumlah Penduduk Desa Mangkai Lama Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 Jumlah Penduduk Desa Mangkai Lama Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011. Karakteristik Responden Peternak Sapi potong Berdasarkan Umur Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong Berdasarkan Pengalaman Usaha ternak Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Pendapatan bersih peternak sapi potong per satuan ekor pada sistem ekstensif. Pendapatan bersih peternak sapi potong per satuan ekor pada sistem semi- intensif Hasil Output Analisis Regresi Linier Berganda Elastisitas koefisien regresi pada analisis regresi linier berganda
2 9 18 19 20 21 21 22 27 27 29 32
DAFTAR GAMBAR 1
2 3
Kerangka Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara. Sapi Peranakan Ongole (PO) Kandang Ternak Sapi Potong
14 23 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Hasil Regresi Linier Berganda Dokumentasi Penelitian Kuisioner
36 38 39
PENDAHULUAN Latar Belakang
Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan juga modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi potong bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau pengelolaan. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan, dan kesehatan ternak. Selain itu pengelolaan maupun manajemen dalam usaha ternak tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonomi peternak sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil yang akan diperoleh oleh peternak. Sistem usaha ternak sapi potong adalah suatu sistem usaha yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan terhadap usaha pemeliharaan sapi potong. Peternak memilih mengusahakan ternak s api dengan beberapa tujuan. Bagi peternak, ternak sapi potong berfungsi sebagai sumber pendapatan, protein hewani, dan tenaga kerja serta penghasil pupuk. Fungsi lain adalah sebagai penghasil bibit dan bersifat tabungan. Usaha ternak sapi potong merupakan usaha yang saat ini banyak dipilih oleh rakyat untuk dibudidayakan. Kemudahan dalam melakukan budidaya serta kemampuan ternak untuk mengkonsumsi limbah pertanian menjadi pilihan utama. Sebagian besar skala kepemilikan sapi potong di tingkat rakyat masih kecil yaitu antara 5 sampai 10 ekor. Hal ini dikarenakan usaha ternak yang dijalankan oleh rakyat umumnya hanya dijadikan sampingan yang sewaktu-waktu dapat digunakan jika peternak memerlukan uang dalam jumlah tertentu (Y.B Sugeng 1992). Pada usaha peternakan rakyat biasanya peternak berfungsi sebagai pembuat keputusan yang berusaha mengambil keputusan yang efektif dan efisien dalam menjalankan dan mengelola usaha ternaknya. Karakteristik sosial ekonomi peternak (Jumlah ternak, umur, tingkat pendidikan, lamanya beternak, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja, luas kandang, jumlah investasi, total penerimaan produksi dan total biaya produksi) dapat mempengaruhi peternak dalam mengambil keputusan yang dapat memberikan keuntungan bagi usaha ternaknya. Sehingga dari karakteristik sosial ekonomi tersebut nantinya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh per peternak sehingga perlu diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong. Faktor- faktor dari karakteristik sosial ekonomi peternak seperti jumlah ternak, umur, tingkat pendidikan, lamanya beternak, jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah tenaga kerja memiliki peran yang sangat penting di dalam usaha ternak sapi potong. Karakteristik peternak tersebut nantinya akan membentuk suatu pola pikir peternak dalam menangani proses budidaya ternak sapi potong, sehingga dari karakteristik peternak dapat mencerminkan hasil yang akan diperoleh peternak nantinya. Sehubungan dengan hal diatas maka penulis mencoba untuk meneliti dan menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong pada suatu daerah yang berdasarkan jumlah kepemilikan ternak sapi potong. Adapun
2
daftar populasi ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Daftar Populasi Ternak Sapi Potong Desa Mangkai Lama pada Tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. 5 6. 7.
Jumlah pemilik ternak (orang) 13 12 7 27 61 27 54 Jumlah
Dusun I II IV V VI VII VIII
Jumlah ternak (ekor) 83 64 38 118 311 179 248 1041
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Batubara, 2012
Dari hasil tabel diatas terlihat bahwa pada Desa Mangkai Lama yang terdiri dari 8 dusun dengan jumlah peternak yang mengusahakan sapi potong sebesar 201 orang serta jumlah ternak sebanyak 1.041 ekor. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya daerah tersebut sangat memiliki potensi dalam ternak khususnya ternak sapi potong dengan melihat banyaknya masyarakat yang mengusahakan usaha ternak sapi potong. Masing-masing peternak yang berada di Desa mangkai lama memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda dalam menjalankan usaha ternaknya. Sehingga dari karakteristik yang berbeda tersebut sangat penting untuk dianalisis yang akan berhubungan dengan hasil yang akan diperoleh peternak nantinya.
Perumusan Masalah
Pada sistem pemeliharaan peternakan rakyat umunya peternak memberikan pakan yang tidak menentu, peternak umumnya tidak mengerti nilai padang penggembalaan dan peternak biasanya tidak mengusahakan lahan yang cukup untuk memungkinkan peternak menanam tanaman khusus sebagai pakan ternak, sapi-sapi dibiarkan merumput mencari makan pada wilayah penggembalaan. Padahal sistem pemeliharaan yang baik akan memberikan hasil produksi yang jauh lebih baik pula. Usaha peternakan sapi potong didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. Peternakan bukanlah suatu hal yang jarang dilaksanakan. Hanya saja skala pengelolaannya masih merupakan usaha sampingan yang tidak diimbangi dengan permodalan dan pengelolaan yang memadai. Hampir semua rumah tangga (terutama di pedesaan) yang mengusahakan ternak sebagai kegiatan sehari-hari. Pengembangan sapi potong sebagai salah satu ternak potong yang masih banyak mengalami hambatan karena pemeliharaanya yamg masih bersifat tradisional, sangat tidak menguntungkan karena tidak diharapkan berproduksi
3
secara maksimal hal ini disebabkan karena tidak adanya pengawasan yang baik tentang makanan, standar gizi, bahkan sering dijumpai sapi potong dilepas begitu saja untuk mencari makanan sendiri, tatalaksana pemeliharaanya juga tidak terprogram dengan baik dan kandangnya hanya dibuat sekedar untuk tempat berlindung dan teriknya matahari diwaktu siang dan udara yang dingin pada malam hari. Sistem pemeliharaan yang dilaksanakan peternak tidak terlepas dari bagaimana kondisi perbedaan karakteristik sosial ekonomi peternak, kondisi itu meliputi umur peternak, tingkat pendidikan, pengalamaan beternak sapi, peternak, jumlah ternak, dan total pendapatan serta pemeliharaan meliputi pengelolaan reproduksi, pemberian pakan atau minum, mengangon (ternak lepas terbuka atau mencari lahan sendiri), sanitasi kandang, sanitasi ternak sapi dan pengendalian penyakit. Sistem pemeliharaan menyangkut besarnya penerimaan yang diperoleh peternak dan biaya yang dikeluarkan masing-masing peternak berbeda sehingga akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh oleh masing-masing peternak. Dari hal tersebut maka perlu diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak peternak sapi potong sehingga nantinya akaan menentukan besar atau kecilnya pendapatan yang akan diterima oleh peternak. Usaha ternak sapi dalam bentuk usahatani merupakan salah satu usaha yang dikelola oleh peternak dengan peran ekonomi yang relatif terbatas. Usaha ternak sapi potong merupakan salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Usaha peternakan ini dijadikan oleh masyarakat sebagai pekerjaan sampingan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut : Apakah ada pengaruh jumlah ternak sapi, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, dan jumlah tanggungan keluarga terhadap usaha ternak s api potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Bagi peternak dapat menjadi acuan dalam menentukan jumlah kepemilikan ternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong guna meningkatkan pendapatan dengan menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhinya. 2) Bagi instansi yang terkait khususnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dimasa mendatang, terutama bagi para pengambil keputusan dan para pembuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan dapat menjadi acuan dalam rangka pembangunan usaha ternak sapi potong di wilayah tersebut atau di daerah lain.
4
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi kalangan akademisi dan peneliti lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah, dan mempunyai daya reproduksi yang baik. Potensi dan kelebihan sapi lokal bisa dimanfaatkan secara optimal apabila manajemen pemeliharaan dan perawatan dilakukan dengan baik. Anggraini (2003) menyatakan usaha peternakan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, yaitu: 1) peternakan sebagai usaha s ambilan, yaitu petani mengusahakan komoditas pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak hanya digunakan sebagai usaha sambilan dengan skala usaha rakyat untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan tingkat pandapatan dari ternak kurang dari 30%, 2) peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dari peternakan sebesar 30 - 70%, 3) peternakan sebagai usaha pokok, peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dengan tingkat pendapatan mencapai 70 -100%, 4) peternakan sebagai skala industri dengan tingkat pendapatan dari usaha peternakan mencapai 100%. Struktur industri peternakan di Indonesia sebagian besar tetap bertahan pada skala usaha rakyat. Ciri-ciri usaha rakyat yaitu tingkat pendidikan peternak rendah, pendapatan rendah, penerapan manajemen dan teknologi konvensional, lokasi ternak menyebar, ukuran usaha relatif sangat kecil, dan pengadaan input utama bergantung pada musim, ketersediaan tenaga kerja keluarga, penguasaan lahan terbatas, produksi butiran terbatas dan sebagian besar bergantung pada impor (Yusdja 2005). Mersyah (2005) mengemukakan, ada dua faktor yang menyebabkan lambannya perkembangan sapi potong di Indonesia. Pertama, sentra utama produksi sapi potong di Pulau Jawa yang menyumbang 45% terhadap produksi daging sapi nasional. Produksi tersebut sulit dicapai karena dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu ternak dipelihara menyebar menurut rumah tangga peternakan (RTP) di pedesaan, ternak diberi pakan hijauan pekarangan dan limbah pertanian, teknologi budidaya rendah, tujuan pemeliharaan ternak sebagai sumber tenaga kerja, perbibitan (reproduksi) dan penggemukan (Roessali et al. 2005), dan budidaya sapi potong dengan tujuan untuk menghasilkan daging dan berorientasi pasar masih rendah. Faktor kedua terletak pada sentra produksi sapi di kawasan timur Indonesia. Produksi sapi pada kawasan ini sebanyak 16% dari populasi nasional, serta memiliki padang penggembalaan yang luas. Kendala produksi kawasan timur Indonesia adalah tingkat mortalitas tinggi, pada musim kemarau panjang sapi menjadi kurus, dan angka kelahiran rendah. Kendala lainnya adalah berkurangnya areal penggembalaan, kualitas sumber daya rendah, akses ke lembaga permodalan sulit, dan penggunaan teknologi rendah.
5
Faktor lain yang menjadi permasalahan adalah sistem pemeliharaan ternak di Indonesia. Sebagian besar ternak sapi dipelihara secara tradisional dalam usaha rakyat. Ada tiga sistem pemeliharaan yang umum digunakan oleh peternak rakyat, yaitu 1) sistem ekstensif yaitu sistem pengembalaan atau grazing (NTT, NTB, Bali, Kalsel, sebagian Sumatera, dan sebagian Kalimantan), pemeliharaan dengan sistem ini hanya untuk status sosial peternak dan tabungan, 2) sistem intensif yaitu sapi tidak digembalakan dengan sistem cut and carry (Jatim dan Jateng, sebagian Sulawesi), pengembangan peternakan dengan sistem ini sangat bergantung pada ketersediaan tenaga kerja keluarga yang bertugas mencari pakan hijauan. Pengembangan ternak dengan menyediakan pakan hijauan akan mengurangi tenaga kerja keluarga dan skala usaha bisa meningkat. Tujuan produksi sistem ini adalah tenaga kerja tanpa memperdulikan pasar dan produksi, 3) sistem kombinasi, ternak digembalakan pada lahan yang terbatas dan kekurangan pakan hijauan dalam kandang. Sistem pemeliharaan kombinasi bertujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sapi bakalan. Pada pemeliharaan intensif, sapi dikandangkan terus menerus atau dikandangkan pada malam hari dan digembalakan pada siang hari. Sistem pemeliharaan secara intensif banyak dilakukan oleh petani di Jawa, Madura, dan Bali. Sistem pemeliharaan ekstensif banyak dilakukan oleh peternak di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Sulawesi. Ternak pada sistem ini umumnya dipelihara di padang pengembalaan dengan pola pengembalaan pertanian menetap atau di pelihara di hutan (Sugeng 2006). Kebijakan pengembangan ternak sapi harus melihat ketiga aspek tersebut karena terdapat perbedaan masalah yang dihadapi sehingga penanganannya akan berbeda, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya lahan dan pakan. Selain itu sistem pemasaran yang ada tidak memberikan intensif yang layak kepada peternak. Para peternak tidak mempunyai daya tawar sehingga peran pedagang menjadi dominan dalam menentukan harga. Pada sisi lain perdagangan ternak hidup antar pulau dan wilayah menimbulkan biaya angkutan dan resiko ekonomi yang besar, sementara perdagangan karkas belum layak dilakukan karena infrastruktur yang tersedia belum memadai. Usaha peternakan tradisional memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) sebagian besar usaha masih berskala kecil sebagai usaha keluarga, 2) tingkat keterampilan peternak rendah dan modal usaha yang kecil, 3) belum memanfaatkan bibit unggul dan jumlah ternak produktif yang sedikit, 4) penggunaan ransum tidak efisien dan belum disediakan secara khusus, 5) kurang memperhatikan pencegahan penyakit, dan 6) usaha belum bersifat komersil. Usaha ternak sapi potong sangat menguntungkan untuk dijalankan, selain penghasil daging dapat juga berfungsi sebagai tenaga kerja yang digunakan untuk membajak sawah. Disamping itu ternak sapi menghasilkan pupuk kandang yang merupakan hasil sampingan bagi peternak dari usaha pemeliharaan sapi (Abidin 2002). Tujuan usaha pemeliharaan ternak sapi potong diantaranya adalah menambah pendapatan bagi peternak.
6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong
Pada usahatani dan usaha peternakan, pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala usaha besar (Kay dan Edward, 1994). Petani dalam usahatani tidak hanya memiliki kontribusi pada bagian teknis saja tetapi memiliki kemampuan yang lebih dalam mengelola usahataninya. Petani adalah pemimpin (manager) usahatani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan (Mubyarto 1991). Beberapa karakteristik sosial peternak yang diduga berpengaruh terhadap usaha ternak dan juga nantinya akan berpengaruh dengan pendapatan para peternak yaitu : a) Skala Kepemilikan Usaha yang bersifat tradisional diwakili oleh para petani dengan lahan sempit yang mempunyai 1-2 ekor ternak (Prawirokusumo 1991). Dengan skala kepemilikan ternak sapi potong yang banyak akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh peternak dimana semakin banyak kepemilikan ternak akan menambah jumlah penjualan serta dapat menekan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan ternak sapi potong. b) Umur Semakin tinggi usia seseorang semakin kecil ketergantungannya kepada orang lain atau semakin mandiri. Chamdi (2003) mengemukakan, semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. Soekartawi (2002), menyatakan bahwa para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir dan cara pandang guna meningkatkan kemajuan dari segi usahataninya, cara kerja dan cara hidupnya. Petani ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru. c) Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu, dengan semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan akan semakin berkembang (Syafaat et al, 1995). Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi 2003). Seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mampu memanfaatkan potensi didalam maupun diluar dirinya dengan lebih baik. Orang itu akan menemukan pekerjaan yang paling tidak setara dengan pendidikannya (Soekartawi 1996). Dengan pendidikan yang tinggi maka akan peka terhadap perubahan maupun terbuka akan informasi yang ada di sekitar. Peternak yang berpendidikan dan berpengetahuan tinggi cepat dan tepat dalam menerima serta melaksanakn inovasi baru (Yasin dan Dilega 1999).
7
d)
Pengalaman Beternak Pengalaman seseorang dalam berusahatani memiliki peranan terhadap perolehan informasi sebanyak-banyaknya terutama terhadap inovasi. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian (Fauzia dan Tampubolon 1991). Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997), faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan peternakan didaerah itu. e) Jumlah Tanggungan Keluarga Semakin banyak anggota keluarga di dalam usahatani maka akan berpengaruh terhadap beban yang dipikul oleh petani yang ditandai dengan semakin banyak anggota keluarga semakin berat juga beban yang diperoleh. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani. Keluarga yang memiliki sebidang lahan tetap saja jumlahnya semakin sempit dengan bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan akan produksi terutama pangan semakin bertambah (Daniel 2002).
Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Potong
Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi serta mempercepat penyebaran ternak besar oleh peternak adalah dengan cara pemeliharaan ternak tersebut. Pemeliharaan ternak yang baik sangat mempengaruhi perkembangbiakan serta terjaminnya kesehatan ternak. Berdasarkan Sensus Pertanian (1993), pemeliharaan ternak besar khususnya sapi oleh peternak rakyat dikategorikan dalam 3 cara yaitu pemeliharaan intensif dimana ternak dikandangkan, pemeliharaan semi-intensif dimana ternak dikandangkan dan dilepas, serta pemeliharaan ekstensif dimana ternak dilepas sama sekali. Cara pemeliharaan dikandangkan (intensif) dianggap lebih baik karena selain tidak banyak menggunakan lahan, penggemukan ternak lebih intensif karena jumlah dan komposisi pakan dapat dilakukan dengan baik, kesehatan dan keamanan ternak lebih terjamin, bahaya penyakit karena virus dan sejenisnya bisa diketahui sejak dini. Namun cara ini memerlukan biaya, waktu, tenaga serta perhatian yang cukup, misalnya kebersihan kandang dan ternak harus senantiasa dijaga . Cara pemeliharaan dikandangkan dan dilepas (semi-intensif) dipandang lebih efisien. Pada malam hari ternak dikandangkan dan siang hari ternak dilepas sehingga pemberian pakan tidak terlalu rutin dilakukan di kandang, tetapi ternak dibiarkan mencari rumput sendiri pada siang hingga sore hari dan pada malam hari pemberian pakan berupa pakan hijauan diberikan di dalam kandang sebagai pakan ternak pada malam hari. Sehingga dengan sistem ini para peternak dapat melakukan pengontrolan dan pengawasan terhadap ternaknya.
8
Cara pemeliharaan berikutnya yaitu pemeliharaan ekstensif dimana ternak dilepaskan dalam suatu areal tertentu tanpa harus disediakan pakan. Cara ini membuat ternak tidak terlindungi dari hujan dan terik matahari, pemberian pakan, pengaturan perkembangbiakan, pengawasan terhadap kesehatan, dan pencegahan penyakitnya yang kurang terkontrol, walaupun sesekali peternak mengontrol ternaknya di areal perkebunan kelapa sawit tetapi pengontrolan seperti ini tidak akan berdampak baik pada ternak tersebut dimana pengontrolan yang dilakukan oleh peternak yaitu umumnya mengontrol dalam hal keberadaan sapi potong dan dalam hal pemberian pakan. Ternak yang sering dilepas dapat berdampak pada kelestarian lingkungan sumberdaya alam akibat tekanan penggembalaan yang berlebihan, tanah menjadi tandus, rumput dan tanaman hijauan sulit tumbuh sehingga pakan tidak tersedia sepanjang tahun. Akibatnya perkembangbiakan ternak menjadi lebih lambat. Sistem budidaya ternak sapi potong yang dilakukan masyarakat yang berada di Desa Mangkai lama Kabupaten Batubara yaitu dengan sistem ekstensif dan semi-intensif. Pemeliharaan ternak sapi potong yang dilakukan oleh para peternak yaitu dengan cara ternak dilepas tanpa campur tangan pemilik terhadap ternaknya maupun terhadap kepedulian akan perbaikan atau kelestarian lingkungan padang penggembalaan. Pendapatan Usaha Ternak
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang 1993). Usaha ternak sapi potong telah memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga peternak. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga peternak sapi tidak dapat dilepaskan dari cara mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi.
Kajian Peneliti Terdahulu
Saleh (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong (studi kasus: Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara) meneliti mengenai analisis pendapatan peternak sapi potong dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan seperti: skala usaha (jumlah ternak), umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak dan jumlah tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata (P<0,1) atau pada taraf nyata 10% terhadap pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah
9
tenaga kerja tidak berpengaruh nyata (P>0,05) atau pada taraf nyata 5% terhadap pendapatan peternak sapi potong. Amri (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong (studi kasus : Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara) meneliti mengenai analisis pendapatan peternak sapi potong dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan seperti: skala usaha (jumlah ternak), umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak dan jumlah tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, motivasi beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap pendapatan peternak sapi potong. Namun dari uji F diperoleh skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, motivasi beternak, dan jumlah tenaga kerja secara bersama berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pendapatan peternak sapi potong. Penelitian mengenai pendapatan peternak sapi potong yang dilakukan oleh Saleh (2006) di Kabupaten Deli Serdang, dan Amri (2009) di Kabupaten Langkat. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sapi potong diperoleh bahwa usaha ini menguntungkan dilihat dari pendapatan usahaternak sapi potong yaitu sebesar Rp. 3.648.905/tahun (Saleh 2006), dan Rp. 7.229.989/tahun (Amri 2009). Tabel 2. Kajian Peneliti Terdahulu No
Nama Penulis
Tahun
1.
Surya Amri Siregar
2009
2.
Eniza Saleh, Yunilas, 2006 dan Yanda Habib Sofyan
Judul
Metode Analisis Analisis Pendapatan Regresi Peternak Sapi Potong di Linier Kecamatan Stabat Berganda Kabupaten Langkat. Analisis Pendapatan Regresi Peternak Sapi Potong di Linier Kecamatan Hamparan Berganda Perak Kabupaten Deli Serdang.
Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, dilakukan analisis mengenai pendapatan peternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Dengan adanya penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Persamaan dengan penelitian Amri (2009) dan Saleh (2006) adalah menganalisis pendapatan peternak sapi potong dengan variabel independent dan dependent dan alat analisis yang sama. Untuk perbedaan penelitian tersebut terletak pada lokasi penelitian yaitu pada penelitian Amri (2009) berlokasi di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat sedangkan pada penelitian Saleh (2006) belokasi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Dari hasil
10
penelitian Amri (2009) faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong yaitu jumlah ternak. Sedangkan hasil penelitian Saleh (2006) faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan yaitu jumlah ternak sapi dan motivasi. Adapun keterkaitan penulis dengan peneliti terdahulu yaitu memiliki alat analisis serta variabel yang sama dan juga menghitung pendapatan peternak dan untuk perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Kondisi usahatani yang satu di setiap organisasi alam, tenaga kerja dan modal yang bertujuan untuk produksi di lapangan pertanian. Setiap organisasi tersebut dapat dilaksanakan oleh seseorang atau sekumpulan orang. Dengan kata lain, Usahatani juga didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya dan unsur pengolahan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seorang yang disebut petani atau keluarga tani. Konsep Pendapatan Usahatani Ada tiga variabel yang perlu diketahui saat melakukan analisis usahatani. Ketiga variabel tersebut antara lain adalah penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus uang tunai ( cash flow analysis ). Banyak cara untuk mengukur pendapatan (Soekartawi 1986), diantaranya adalah pendapatan bersih usahatani dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Penerimaan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Sedangkan pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dan penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Dalam analisis pendapatan, terdapat dua tujuan utama dari analisa pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan atau tindakan. Penerimaan usaha tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha. Penerimaan Usahatani Menurut Soekartawi (1986), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang
11
dipergunakan dalam suatu usahatani. Sedangkan yang dimaksud dengan pendapatan ushatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk pertanian, untuk pengeluaran tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk mendapatkan faktor-faktor produksi di dalam kegiatan usahatani. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani, seperti pinjaman tunai, harus ditambahkana, dan pengeluaran tunai usahatani yang tidak ada kaitannya dengan pengadaan faktorfaktor produksi, seperti bunga pinjaman dan uang pokok, harus dikurangkan (Soekartawi 1986). Konsep Biaya Usahatani Hernanto (1989) mengungkapkan bahwa biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan: 1. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari : a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman. b. Biaya variabel adalah biaya yang berhunbungan langsung dengan jumlah produksi, misalkan pengeluaran utnuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya tenaga kerja. 2. Berdasarkan yang langsung dikeluaarkan dan diperhitungkan terdiri dari : a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran utnuk bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani. b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.
Konsep Analisis Regresi
Analisis regresi (Harmini, 2011) merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu : a) Variabel Respon disebut juga variabel dependent yaitu variabel yang keberadaannya diperngaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan Y. b) Variabel Prediktor disebut juga variabel independent yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X. Analisis Regresi Linier Berganda ( Multiple Linier Regression) Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga peubah variabel ( p-
12
variabel) prediktor dimana banyaknya peubah ( p) kurang dari jumlah observasi (n). Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah dengan prosedur Least Square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan ( error). Pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dikarenakan jumlah variabel independent lebih dari satu variabel seperti jumlah ternak, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman beternak dan umur peternak sedangkan untuk variabel dependent yaitu pendapatan. Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa analisis regresi linier berganda sangat cocok dilakukan dalam penelitian ini. Uji-F (uji model secara keseluruhan) Pemeriksaan akurasi model dugaan, di samping menggunakan ukuran deskriptif melalui R 2 tersebut, juga dibutuhkan pemeriksaan melalui inferensia statistika, yakni melalui uji hipotesis. Berdasarkan data sampel, apakah model dugaan yang diperoleh signifikan. Untuk menjawab hal tersebut, diperiksa melalui uji hipotesis statistik. Uji Hipotesa H0 : Model tidak mampu menjelaskan keragaman Pendapatan H1 : Model sudah mampu menjelaskan keragaman Pendapatan 2
Koefisien Determinasi (R ) Koefisien determinasi (R 2) digunakan untuk mengukur goodness of fit model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual Yt dengan ramalannya (Ŷt). Nilai R 2 berkisar antara 0 hingga 1. nilai R 2 mengukur besarnya keragaman total data (keragaman variabel dependent) yang dapat dijelaskan oleh model, sisanya dijelaskan oleh komponen Error. Semakin tinggi nilai R 2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent , atau dengan kata lain goodness of fit antara data aktual Yt dengan ramalannya (Ŷt) semakin tinggi.
13
Kerangka Pemikiran Operasional
Desa Mangkai Lama adalah salah satu daerah dimana masyarakatnya banyak mengusahakan usaha ternak sapi potong di Sumatera Utara. Usaha ternak sapi potong yang diusahakan oleh para peternak di Desa Mangkai Lama masih bersifat sampingan. Sapi yang dipelihara peternak berumur lebih dari 1 tahun, sapi setiap harinya dilepas di padang penggembalaan dimana sapi tersebut mencari makan dengan sendirinya, adapun sebagian peternak membawa pulang kembali sapinya pada sore hari untuk dikandangkan di sekitar rumah peternak. Adapun didalam kandang tersebut telah disediakan rumput sebagai pakan sapi pada malam hari, setiap harinya peternak yang akan membawa pulang sapinya untuk dikandangkan, peternak mengarit rumput di areal padang penggembalaan sebagai pakan sapi nantinya. Pola pemeliharaan sapi potong yang berada di Desa Mangkai Lama masih bersifat tradisional dengan mengandalkan hasil-hasil dari alam dan masih memanfaatkan hijauan yang berada disekitar pemukiman penduduk. Tidak adanya pakan tambahan yang diberikan pada sapi sehingga sapi-sapi yang dihasilkan memiliki berat badan yang kurang proporsional. Karena hanya mengandalkan padang penggembalaan para peternak memiliki kendala yaitu pada saat masa replanting dimana padang penggembalaan tersut dimilki oleh salah satu perusahaan swasta perkebunan kelapa sawit sehingga akibatnya kebutuhan pakan sapi tidak terpenuhi seperti pada saat normal dimana kebutuhan pakan dapat terpenuhi di padang penggembalaan. Sistem pemeliharaan usaha ternak yang dikelola oleh para peternak tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonomi peternak dalam menjalankannya. Pola pikir yang masih sangat sederhana tersebut menuntut peternak untuk memanfaatkan yang telah tersedia saja. Karakteritistik sosial ekonomi peternak dalam usaha ternak sapi potong seperti jumlah ternak, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak akan mempengaruhi besar-kecilnya penerimaan dan pendapatan yang akan diperoleh oleh masingmasing peternak. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor –faktor yang berpengaruh terhadap usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama. Adapun variabel-variabel yang mempengaruhi usaha ternak adalah jumlah ternak, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman beternak. Untuk melihat pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap usaha ternak sapi potong, maka perlu dilakukan analisis regresi linier berganda. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi variabel tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap usaha ternak sapi potong. Kerangka penelitian operasional faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama dapat dilihat pada Gambar 1.
14
Usahaternak Sapi Potong
Karakteristik sosial ekonomi peternak yang masih rendah sehingga usaha ternak ini masih bersifat tradisional dan menjadikan usaha ini sebagai sampingan.
Pendapatan Analisis Pendapatan Usahatani Pd = TR-TC
Faktor-faktor karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi: - Jumlah ternak - Umur peternak - Tingkat pendidikan - Pengalaman beternak - Jumlah tanggungan keluarga - Motivasi beternak - Jumlah tenaga kerja
Analisis Regresi Linear Berganda
Faktor- faktor karakteristik sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap usaha ternak sapi potong
Rekomendasi
Gambar 1.
Kerangka Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Persyaratan responden adalah para peternak sapi potong di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan unit analisis
15
keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Pengambilan sampel di Desa Mangkai Lama dilakukan sebanyak 30 sampel dengan metode proportional random sample. Metode ini digunakan agar data yang diperoleh memiliki ragam atau bervariasi dimana metode ini sangat cocok digunakan pada populasi yang relatif homogen. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan di Desa Mangkai Lama memiliki populasi ternak sapi yang sangat besar sehingga hal ini berpotensi menjadikan daerah tersebut sebagai salah satu sentra ternak sapi potong terbesar di Sumatera Utara. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan untuk mendukung penulisan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Mangkai lama meliputi data primer dan data sekunder, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode Pengumpulan Data
Data yang di peroleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh langsung dari monitoring responden terhadap kegiatan usaha ternak sapi potong melalui wawancara dan pengisian daftar kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik Medan, Kantor Kecamatan Lima puluh, Kantor Kepala Desa Mangkai Lama. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden dilapangan diolah dan ditabulasi. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode analisis pendapatan dan diolah dengan model pendekatan ekonometri dan dijelaskan secara metode deskriptif. Adapun untuk menghitung pendapatan dari kegiatan beternak sapi, dapat dihitung dengan rumus (Soekartawi 1995). Pd = TR – TC Keterangan: Pd = total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun). TR = total revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun). TC = total biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong (rupiah/tahun).
Jumlah pendapatan ditabulasi secara sederhana, yaitu dengan menghitung pendapatan peternak pada usaha beternak sapi terhadap pendapatan keluarga di daerah penelitian.
16
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan Model Pendekatan Teknik Ekonometri dengan menggunakan analisis regresi linear berganda (alat bantu Software (SPSS 13) Statistical Package for Social Sciences). Analisis Regresi Linear Berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat dan memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor dengan model penduga ( Djalal dan Usman, 2002 ). Model digambarkan sebagai berikut:
Ŷ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + μ Keterangan: Ŷ (Y : topi) a b1 b2 b3 b4 b5 X1 X2 X3 X4 X5
μ
adalah pendapatan peternak yang dipengaruhi berbagai faktor dalam memelihara ternak sapi potong (rupiah) adalah koefisien Intercept (konstanta) adalah koefisien regresi adalah jumlah tanggungan keluarga (jiwa) adalah umur peternak (tahun) adalah jumlah ternak sapi dalam satuan ternak adalah pengalaman beternak (tahun) adalah tingkat pendidikan (tahun) adalah Variabel lain yang tidak diteliti
Gambaran dari variabel-variabel tersebut adalah: 1. Variabel yang menjadi tidak bebas adalah pendapatan. Pendapatan adalah total penerimaan bersih yang diterima oleh peternak. Pendapatan peternak dinyatakan dalam satuan rupiah. 2. Variabel yang menjadi bebas dalam penelitian ini meliputi: a. Jumlah tanggungan keluarga (X1) Semakin banyak anggota keluarga didalam usahatani maka akan berpengaruh terhadap beban yang dipikul oleh petani yang ditandai dengan semakin banyak anggota keluarga semakin berat juga beban yang diperoleh. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani. b. Umur peternak (X2) Semakin tinggi umur seseorang maka akan semakin kecil ketergantungannya kepada orang lain atau dapat dikatakan semakin mandiri. c. Jumlah ternak sapi (X3) Dengan skala kepemilikan ternak sapi potong yang banyak akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh peternak dimana semakin banyak kepemilikan ternak akan menambah jumlah penjualan serta dapat menekan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan ternak sapi potong dan memperoleh pendapatan yang lebih besar pula. d. Pengalaman beternak (X4) Pengalaman seseorang dalam berusahatani memiliki peranan terhadap perolehan informasi sebanyak – banyaknya terutama terhadap inovasi. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki peternak maka akan semakin mahir dalam menjalankan usaha ternaknya.
17
e. Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Salah satu prosedur pendugaan model (Draper and Smith, 1992). Pada regresi linier berganda adalah dengan prosedur Least Square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error) . Variabel-variabel pada hipotesis di uji secara serempak dan parsial untuk mengetahui apakah variabel tersebut mempunyai pengaruh dominan atau tidak. Jika variabel tersebut berpengaruh secara serempak. Maka menurut (Sudjana 2002) digunakan uji F yakni :
r 2 / k F= (1- r 2) / (n-k-1) Keterangan : 2 R = Koefisien determinasi n= Jumlah responden k= Derajat bebas pembilang n-k-1 = Derajat bebas penyebut
Kriteria uji: F-hit ≤ F-tabel............................................. H0 diterima (H1 ditolak) F-hit > F-tabel............................................. H0 ditolak (H1 diterima)
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Mangkai Lama
Lokasi penelitian berada di Desa Mangkai Lama, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data dari kantor Kepala Desa Mangkai Lama, memiliki batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Barat : Mangkai Baru Sebelah Timur : Kebun Lima Puluh Sebelah Utara : Kebun Lima Puluh Sebelah Selatan : Kebun G. Bayu Luas wilayah yang dimiliki Desa Mangkai Lama menurut ekosistem yang tercatat di kantor Kepala Desa Mangkai Lama adalah 228,05 ha dengan rincian untuk pemukiman 29 ha, bangunan 7,35 ha, perkebunan rakyat 188,7 ha, sarana rekreasi dan olah raga 2,95 ha, perikanan darat 0,05 ha. Jarak jangkauan ke pusat Kecamatan 3 km, dan jarak ke pusat Kabupaten 40 km, jarak ke ibu kota Provinsi 120 km, sedangkan waktu tempuh ke pusat fasilitas terdekat (Ekonomi, Kesehatan, Pemerintahan) 0,5 jam.
18
Luas dataran 231 ha, kondisi geografis untuk curah hujan rata-rata per tahun 2500 mm, dan kesuburan tanah dengan luas 231 ha. Drainase baik dan sangat cocok untuk diusahakan berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan juga pemeliharaan ternak. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Jumlah penduduk Desa Mangkai Lama pada tahun 2012 adalah 2919 jiwa, terdiri dari 1488 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1431 jiwa berjenis kelamin perempuan. Persentase jumlah penduduk yang berjenis laki-laki lebih besar dibangdingkan perempuan, dengan persentase 50,97 persen untuk laki-laki dan 49,02 persen untuk perempuan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah, serta merupakan faktor utama untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM). Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan akan berimplikasi pada keadaan sumber daya manusia baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai maka semakin tinggi kemampuan ekonomi, sosial, dan budaya serta kemampuan sumber daya manusianya. Tingkat pendidikan di Desa Mangkai Lama dapat digolongkan menjadi beberapa jenjang pendidikan diantaranya adalah belum sekolah, tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, SD, SLTP, SLTA, dan S1. Kondisi masyarakat Desa Mangkai Lama berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Mangkai Lama Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
%
65 254 79 115 137 1 651
9,98 39,01 12.13 17,66 21,04 0,15 100
Buta Aksara dan Angka Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA S1 Jumlah Penduduk
Sumber: Data Dasar Profil Desa Mangkai Lama, 2013 (diolah)
Pada tahun 2011 penduduk di Desa Mangkai Lama didominasi oleh penduduk yang tidak tamat SD yaitu sebanyak 254 jiwa atau sebesar 39,01 persen. Tingkat pendidikan dengan jumlah yang terkecil yaitu pada tingkat S1 dengan jumlah 1 orang. Kondisi penduduk Desa Mangkai Lama memiliki jenis pekerjaan yang bermacam-macam. Hal tersebut dapat dilihat, berdasarkan mata pencahariannya pada tabel 4.
19
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Mangkai Lama Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011. No
Jenis Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pegawai Kelurahan Guru Pegawai negeri sipil/ABRI Bidan Pegawai swasta Pensiunan swasta Pedagang Tukang ojek Jasa Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa) 1 5 7 3 7 40 54 30 3 150
Persentase (%) 0,67 3,33 4,67 2 4,67 26,67 36 20 2 100
Sumber : Data Dasar Profil Desa Mangkai Lama, 2013 (diolah)
Penduduk di Desa Mangkai Lama yang bermata pencaharian sebagai pedagang adalah 54 jiwa atau 36 persen. Maka sektor ini merupakan sumber pendapatan utama yang menopang hidup masyarakat di Desa Mangkai Lama. Adapun mata pencaharian dengan persentase terkecil adalah jenis pekerjaan pegawai kelurahan yaitu sebanyak 1 jiwa atau hanya 0,67 persen. Karakteristik Peternak Responden
Peternak responden dalam penelitian ini adalah peternak yang masih tergolong peternak sapi potong tadisional dan bertempat tinggal di Desa Mangkai Lama. Pemeliharaan sapi potong yang diusahakan oleh peternak bersifat tabungan/dapat dijual kapan pun. Setiap hari sapi diangon ke perkebunan untuk digembalakan. Sebagian peternak membawa pulang sapi ke rumah dan sebagian lagi ditinggalkan di areal perkebunan. Sebagian besar mata pencaharian warga Desa Mangkai Lama, berdagang, dan beternak. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi: umur, pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, jumlah ternak, jumlah tenaga kerja, dan motivasi. Peternak sapi potong yang menjadi responden pada penelitian ini berjumlah 30 orang, dimana masing-masing peternak mempunyai mata pencaharian lain di luar usahaternak sapi potong. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki dan merupakan kepala keluarga yang dominan dalam hal mencari nafkah atau melakukan pekerjaan seperti memelihara sapi. Kedudukan usahaternak di Desa Mangkai Lama pada umumnya masih merupakan usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari. Umur
Umur merupakan suatu tingkat kedewasaan seseorang dalam pengambilan suatu keputusan, dan berpengaruh juga terhadap pengalaman yang dimiliki, semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin banyak pengalaman yang dimiliki begitu juga sebaliknya, akan semakin sedikit pengalaman yang dimiliki
20
apabila umur seseorang dikatakan lebih muda. Data mengenai karateristik peternak responden di Desa Mangkai Lama berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Responden Peternak Sapi potong Berdasarkan Umur Kelompok Umur
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%)
< 30
4
13.3
31-39
7
23.3
> 40
19
63.3
Jumlah
30
100
Peternak sapi potong di Desa Mangkai Lama, berdasarkan tingkat umurnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu responden peternak di bawah 30 tahun, 31 – 39 tahun, dan kelompok usia 40 tahun keatas. Jumlah peternak responden pada usia di bawah 30 tahun yakni sebanyak 4 orang atau 13,3 persen, pada usia 31 – 39 tahun yakni sebanyak 7 orang atau 23,3 persen, sedangkan sisanya untuk peternak pada usia lebih dari 40 tahun yaitu sebanyak 19 orang atau 63,3 persen. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan beternak banyak dilakukan oleh penduduk yang berusia diatas 40 tahun dimana telah memiliki banyak pengalaman di bidang usaha beternak meskipun usia tersebut tidak tergolong dalam usia produktif dan tidak mempunyai kekuatan fisik yang lebih besar dibandingkan pada usia yang lebih produktif. Tetapi dengan usia tersebut dapat menunjukkan peternak tersebut sudah sangat paham mengenai usaha beternak sapi potong dan cenderung diikuti dengan keberhasilan yang tinggi. Pendidikan Proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakat. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga seseorang dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap usahaternak baik secara teknis, pengelolaan maupun terhadap manajemen usahaternak dalam penyerapan teknologi baru, dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan para peternak mampu menjalankan kegiatan usahaternaknya dengan lebih baik, karena didukung oleh pengetahuan dan wawasan yang semakin luas. Tingkat pendidikan cukup berpengaruh dalam pelaksanaan usahaternak, termasuk dalam penyerapan teknologi baru. Peternak yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas, pada umumnya menggunakan teknologi secara sederhana dan turun temurun dalam kegiatan usahaternaknya. Karakteristik dari peternak sapi potong yang menjadi responden di Desa Mangkai Lama berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6.
21
Tabel 6. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%)
SD
10
33.33
SLTP
9
30
SLTA
10
33.33
S1
1
3.33
Jumlah
30
100
Tingkat pendidikan peternak responden terdiri dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA ), dan Sarjana (S1). Pengalaman Usaha ternak Pengalaman dalam usahaternak dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengelola usahaternak, dengan pengalaman yang cukup lama peternak memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap usahaternak yang dijalankannya. Sebagian besar peternak memiliki pengalaman dalam usahaternak sapi potong cukup lama, karena mata pencaharian beternak adalah usaha turun temurun. Dengan demikian, secara teknis para peternak ini sudah sangat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila terdapat masalah mengenai penyakit yang ditimbulkan dalam usahaternak sapi potong. Karakteristik responden peternak sapi potong berdasarkan pengalaman beternaknya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong Berdasarkan Pengalaman Usaha ternak Pengalaman Beternak (Tahun)
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%)
< 10
14
46.7
11-20
13
43.3
>21
3
10
Jumlah
30
100
Adapun lama pengalaman usahaternak pada peternak responden Desa Mangkai Lama dibagi menjadi tiga yaitu pengalaman bertani kurang dari 10 tahun, 11 tahun sampai dengan 20 tahun, dan diatas 21 tahun. Jumlah responden paling banyak dengan 14 orang yaitu pada pengalaman beternak kurang dari 10 tahun sedangkan jumlah responden yang paling sedikit sebanyak 3 orang pada pengalaman beternak lebih dari 21 tahun. Tanggungan keluarga Jumlah tanggungan keluarga per peternak di desa Mangkai Lama berbeda beda. Hal ini dapat dilihat pada karakteristik responden peternak sapi potong berdasarkan jumlah tanggungan keluarga pada Tabel 8.
22
Tabel 8, Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga <2 3-4 >6 Jumlah
Jumlah (orang)
Responden 8 18 4 30
Persentase (%) 26,7 60 13,3 100
Jumlah tanggungan keluarga peternak di Desa Mangkai Lama dibagi menjadi 3 yaitu jumlah tanggungan keluarga kurang dari 2 sebanyak 8 orang dengan persentase 26,7%, jumlah tanggungan keluarga 3 sampai 4 sebanyak 18 orang dengan persentase 60%, dan jumlah tanggungan keluarga lebih dari 6 sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar 13,3%. Adapun jumlah tanggungan keluarga peternak sapi potong dengan proporsi tertinggi yaitu pada jumlah tanggungan 3 sampai 4 orang dengan persentase 60%.
TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK SAPI POTONG Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama umumnya ialah pemeliharaan ekstensif walaupun ada sebagian terdapat pemeliharaan dengan sistem semi-intensif. Pemeliharaan ekstensif merupakan pemeliharaan dengan cara ternak sapi dilepaskan dalam wilayah penggembalaan (perbukitan). Peternak hanya perlu menggembala atau menggiring ternak sapinya 2-3 kali ke wilayah penggembalaan, selanjutnya ternak sapi dengan sendirinya akan melakukan hal yang sama setiap harinya tanpa harus digiring lagi. Pemeliharaan yang seperti ini tidak ada pengawasan yang rutin oleh peternak terhadap sapinya. Dalam pemeliharaan ternak sapi potong setiap harinya sapi diangon di areal perkebunan untuk digembalakan dan di areal tersebut juga terdapat aliran air yang dapat dimanfaaatkan oleh peternak sebagai sumber air bagi ternaknya. Sistem pemeliharaan tersebut kurang baik karena ternak tidak terlindungi dari hujan dan terik matahari, tidak terkontrolnya pemberian pakan, pengaturan perkembangbiakan, pengawasan terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit. Oleh karena sistem pemeliharaan yang ekstensif, tidak jarang dari peternak yang tertukar sapinya dengan peternak lain dan peternak sudah terbiasa dengan hal ini. Resiko pencurian ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama terbilang jarang terjadi karena hampir semua peternak banyak yang membiarkan begitu saja ternaknya untuk digembalakan. Cara lain yang dilakukan peternak dalam menghindari pencurian ternak adalah dengan memberikan tanda yakni berupa kaleng kalung pada leher ternak sapi. Pemeliharaan ternak sapi potong yang dilakukan peternak di Desa Mangkai Lama masih bersifat tradisional dalam hal manajemen dan masih mengandalkan dari alam seperti dalam pemeliharaan yaitu dengan cara
23
digembalakan di padang rumput dengan mengandalkan rumput yang berada di perkebunan kelapa sawit serta ternak dibiarkan begitu saja, pengontrolan juga sangat jarang dilakukan oleh peternak serta makanan yang akan masuk ke dalam tubuh sapi sehingga sapi-sapi yang dipelihara oleh peternak memiliki berat badan yang kurang proporsional. Pemeliharaan sapi dilakukan sebagai usaha sampingan oleh peternak di Desa Mangkai Lama. Pekerjaan utama dari peternak tersebut yaitu sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit, buruh di pertambangan batu podas, dan berdagang. Sifat dari pemeliharaan ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama masih tergolong tradisional dan bersifat tabungan yaitu sapi potong tersebut dapat dijual sewaktu-waktu apabila peternak memerlukan uang. Selain pemeliharaan ekstensif, terdapat pula beberapa peternak yang menggunakan sistem pemeliharaan semi-intensif yaitu ternak sapi digembalakan dari pukul 7 pagi sampai 4 sore kemudian ternak sapi di bawa pulang oleh peternak untuk di kandangkan di dekat rumah peternak tersebut. Sekitar 50% peternak memiliki kandang di dekat rumahnya. Fungsi kandang sebagai tempat ternak sapi berteduh pada malam hari.
Sapi Peranakan Ongole (PO) Jenis sapi potong yang dipelihara oleh peternak di Desa Mangkai Lama yaitu jenis sapi peranakan ongole (PO). Sapi PO adalah sapi hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole (SO) dengan sapi betina lokal di Jawa yang berwarna putih. Sapi PO telah banyak di silangkan dengan sapi Brahman, sehingga sapi PO diartikan sebagai sapi lokal berwarna putih (keabu-abuan), berkelasa dan gelambir. Sapi PO memiliki ciri-ciri seperti berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Sapi PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perbedaan kondisi lingkungan, memiliki tenaga yang kuat dan aktivitas reproduksi induknya cepat kembali normal setelah beranak, serta jantannya memiliki kualitas reproduksi yang baik.
Gambar 2. Sapi Peranakan Ongole (PO) Perkandangan Bentuk perkandangan di Desa Mangkai Lama yaitu terbuat dari atap berupa seng dan tiang yang terbuat dari beton serta berlantai semen. Kandang
24
tersebut digunakan pada saat malam hari sedangkan pada pagi hingga sore hari ternak dibiarkan di areal penggembalaan. Terdapat beberapa peternak yang menyediakan kandang sebagai tempat tinggal ternak pada malam hari yaitu sekitar 50% selebihnya ternak tersebut dibiarkan di areal perkebunan dengan cara mengikat ternak di batang pohon kelapa sawit hal ini ditujukan agar ternak tersebut masih dalam pengawasan peternak.
Gambar 3. Kandang Ternak Sapi Potong Perkawinan Peternak di Desa Mangkai Lama melakukan perkawinan ternak sapinya dengan cara alami atau kawin liar, sehingga peternak tidak mengetahui kapan ternaknya kawin dan peternak tidak mengetahui tanda-tanda birahi pada sapinya. Peternak baru mengetahui ternaknya bunting yaitu apabila ada tanda – tanda birahi pada sapinya. Peternak baru mengetahui ternaknya bunting yaitu apabila ada tanda-tanda seperti pembengkakan pada vulva atau penonjolan perut pada bagian kiri. Belum diketahuinya teknologi Inseminasi Buatan (IB) oleh peternak menyebabkan tidak teraturnya proses perkawinan pada ternak sapinya. Meskipun begitu, ternak sapi potong yang dipelihara peternak tiap tahunnya tetap menghasilkan anak, meski kebuntingannya tidak diketahui peternak. Proses perkawinan alami ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama yaitu sapi diangon atau dibiarkan begitu saja di areal perkebunan, dimana di areal tersebut trerdapat sapi-sapi milik peternak yang lain sehingga sapi dengan sendirinya akan melakukan hubungan dengan lawan jenisnya. Pemilihan Bibit Peternak di Desa Mangkai Lama tidak melakukan pembelian bibit sapi potong tetapi peternak membeli sapi yang berumur diatas satu tahun untuk dipelihara selanjutnya dan dikembangbiakan dengan sendirinya, sehingga tidak ada melakukan pemilihan maupun pembelian bibit terhadap bakalan sapi nantinya. Pemberian pakan Ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama memakan hijauan sebagai pakan utamanya. Pakan yang diberikan berupa rumput lapang dimana cara pemberiannya dengan digembalakan (grazing) di perkebunan kelapa sawit dan untuk ternak yang dikandangkan disediakan oleh peternak rumput yang diaritkan untuk diletakkan di kandang. Sekitar 50% peternak membawa pulang kembali
25
ternaknya pada malam hari dan digiring ke kandang serta di dalam kandang tersebut telah tersedia pakan berupa hijauan (rumput). Penanganan Penyakit Peternak di Desa Mangkai Lama tidak melakukan pencegahan terhadap ternaknya tetapi hanya melakukan penanganan terhadap ternak yang sakit. Dengan pemberian obat-obatan tradisional seperti gula merah, garam, temulawak, dengan pemberian sebanyak 1-2 kilogram setiap sekali pemberian kepada ternak sapi potong. Adapun penyakit yang sering menyerang ternak sapi potong seperti demam, cacingan, pneumonia, pilek dan scabies. Dalam penanganan penyakit peternak juga menggunakan jasa mantri dalam pengobatan ternaknya tetapi tidak sesering mungkin hanya apabila penyakit tersebut telah diobatin sebelumnya tetapi sulit untuk disembuhkan sehingga diperlukan jasa mantri dalam penanganannya. Tenaga Kerja Peternak sapi potong di Desa Mangkai Lama memiliki tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan tidak memiliki tenaga kerja dari luar keluarga. Peternak memiliki proporsi yang besar dalam memelihara ternaknya. Peternak setiap harinya melakukan tugas seperti menggiring ternak sapi ke wilayah penggembalaan selanjutnya ternak sapi akan memakan rumput dengan sendirinya, daerah tersebut juga terdapat aliran sungai kecil sehingga apabila ternak ingin minum akan pergi dengan sendirinya ke sumber air tersebut. Beberapa peternak menggiring kembali ternaknya pada sore hari untuk dibawa pulang dan dimasukkan ke dalam kandang, beberapa peternak lainnya membiarkan ternaknya digembalakan di wilayah penggembalaan. Pemasaran
Penjualan sapi potong di Desa Mangkai Lama yaitu dengan sistem taksir kilo daging yaitu dengan metode penaksiran bobot sapi potong yang akan dibeli. Penaksiran bobot tersebut dilakukan oleh si pembeli dan peternak, dan apabila telah disepakati bersama kemudian hasil taksiran bobot sapi potong tersebut dikalikan dengan harga yang berlaku di pasar. Penjualan sapi potong banyak dilakukan peternak pada saat hari raya idul adha dan idul fitri dimana pada harihari besar tersebut permintaan sapi potong hidup maupun dagingnya sangat meningkat sehingga harga dipasaran juga sangat tinggi dan penerimaan yang diterima oleh peternak juga sangat besar dibandingkan dengan hari-hari biasa. Penjualan sapi potong dilakukan dengan menggunakan jasa agen sapi potong yaitu peternak menjualkan sapinya ke agen untuk dijualkan ke daerah lain dan adapun keuntungan dalam penjualan ke agen yaitu dapat memperkecil resiko yang diterima peternak di dalam penjualan atau pun pendistribusian sapi potong. Untuk distribusi dari penjualan sapi potong dilakukan di Kabupaten yang terdekat seperti Kabupaten Asahan, Simalungun dan Kota Tebing Tinggi.
26
Biaya Produksi Usaha ternak Sapi Potong
Peternak membutuhkan pengorbanan berupa biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel) untuk menghasilkan suatu output (penambahan berat badan ternak sapi). Biaya produksi seperti biaya variabel dan biaya tetap dibedakan menjadi dua yaitu pada sistem pemeliharaan ekstensif dan pemeliharaan semiekstensif. Pada pemeliharaan ekstensif biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak di Desa Mangkai Lama terdiri dari penyusutan sepeda motor dan peralatan dengan jumlah Rp 865.893. Sedangkan biaya variabel yang dikeluarkan peternak terdiri dari obat-obatan dan bensin dengan jumlah biaya variabel sebesar Rp 2.025.000 dan total keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan oleh masing-masing peternak sebesar Rp 2.890.893. Biaya yang dikeluarkan tidak banyak sebab peternak mengandalkan semua dari alam dalam pemberian pakan dengan cara menggembalakan di padang rumput dan pemeliharaan juga dilakukan diluar kandang atau digembalakan di padang rumput. Pada pemeliharaan semi-intensif biaya tetap yang dikeluarkan oleh masing-masing peternak terdiri dari penyusutan kandang dan peralatan sebesar Rp 1.402.560 dan untuk biaya variabel yang dikeluarkan peternak terdiri dari biaya obat-obatan dan bensin sebesar Rp 2.025.000 dan total keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan oleh masingmasing peternak sebesar Rp 3.427.560. Pada pemeliharaan semi-intensif ternak sapi potong dibawa pulang pada sore hari untuk dikandangkan pada malam hari sehingga ada penambahan biaya dari pemeliharaan ekstensif yaitu berupa biaya pembuatan kandang dan penambahan peralatan beternak seperti ember dan arit sedangkan untuk biaya variabel yang dikeluarkan sama seperti pemeliharaan ekstensif yaitu biaya obat-obatan dan bensin. Pendapatan Bersih Pada Usaha ternak Sapi Potong
Pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan usahaternak per tahun dengan total biaya produksi per tahun. Pendapatan bersih usahaternak merupakan hasil terhadap manajemen ternak dalam pelaksanaan usahaternak sapi. Dari hasil analisis di daerah penelitian pada sistem pemeliharaan ekstensif seperti yang terlihat pada tabel 9 diperoleh pendapatan bersih peternak sapi potong sebesar Rp 3.109.107 sedangkan pada sistem pemeliharaan semi-intensif yang terlihat pada tabel 10 diperoleh pendapatan bersih peternak sapi potong diperoleh sebesar Rp 3.072.440. Dari tabel 9 diperoleh pendapatan bersih peternak sapi potong pada sistem pemeliharaan ekstensif sebesar Rp 3.109.107 dengan biaya tertinggi yaitu pada biaya bensin dengan persentase sebesar 63,12% yang dijadikan sebagai bahan bakar minyak sepeda motor.
27
Tabel 9. Pendapatan bersih peternak sapi potong per satuan ekor pada sistem ekstensif. No A. B. 1. 2. C. 1. 2. D. E.
Komponen Penerimaan Biaya Penyusutan Tali Sepeda Motor Biaya Variabel Bensin Obat-obatan Total Biaya Pendapatan
Total (Rp) 6.000.000 8.750 857.143 1.825.000 200.000 2.890.893 3.109.107
% 29,95 0,30 29,64 70,04 63,12 6,91 100
Pada sistem pemeliharaan seperti ini, kebanyakan aktivitas ternak sapi potong digembalakan di padang rumput dimana ternak sapi potong dibiarkan begitu saja oleh peternak untuk digembalakan diluar setiap harinya. Sehingga pada metode ini perlakuan peternak terhadap ternaknya sangat sedikit sekali dan tidak ada tempat untuk berteduh bagi ternaknya serta peternak hanya mengandalkan areal padang rumput saja yang terdapat disekitar areal penggembalaan. Tabel 10. Pendapatan bersih peternak sapi potong per satuan ekor pada sistem semi- intensif No A. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. C. 1. 2. D. E.
Komponen Penerimaan Biaya Penyusutan Kandang Sepeda Motor Arit Ember Tali Cangkul Biaya Variabel Obatan-obatan Bensin Total Biaya Pendapatan
Total (Rp) 6.500.000 500.000 857.143 10.000 15.000 8.750 11.667 200.000 1.825.000 3.427.560 3.072.440
% 40,92 14,58 25,00 0,29 0,43 0,25 0,34 59,07 5,83 53,24 100
Dari tabel 10 diperoleh bahwa pendapatan peternak sapi potong pada sistem semi-intensif yaitu sebesar Rp 3.072.440 dengan biaya tertinggi yaitu pada biaya bensin dengan persentase sebesar 53,24% yaitu sebagai bahan bakar minyak sepeda motor. pada sistem pemeliharaan semi-intensif peternak memiliki kandang sebagai investasi dan juga sebagai tempat ternak sapi potong pada waktu malam hari. Hal tersebut menunjukkan perbedaan pada pendapatan bersih yang diterima oleh peternak pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi-intensif. Pada pemeliharaan dengan metode ekstensif dan semi-intensif terdapat perbedaan dari
28
pemeliharaan dengan metode ekstensif dan semi-intensif terdapat perbedaan dari segi biaya produksi dan pendapatan bersih yang diperoleh per peternak. Hal tersebut berbeda karena pada pemeliharaan semi-intensif memiliki peralatan tambahan yang dipakai seperti kandang, arit, ember, dan cangkul sedangkan pada pemeliharaan secara ekstensif peralatan yang digunakan sangat sedikit sehingga pendapatan yang diterima per peternak nantinya juga akan berbeda.
29
PENGARUH VARIABEL BEBAS/INDEPENDENT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima puluh Kabupaten Batubara digunakan analisis regresi linier berganda, dimana yang menjadi variabel bebas (independent) adalah jumlah tanggungan keluarga (X 1), umur peternak (X2), jumlah ternak sapi (X3), pengalaman beternak (X4), tingkat pendidikan (X 5), sedangkan yang menjadi variabel terikat/tidak bebas (dependent) adalah pendapatan (Y). Adapun hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara dapat di lihat pada Tabel 10. Tabel 11. Hasil Output Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Konstanta X1 X2 X3 X4 X5 R square F- tabel
Koefisien Regresi 13,273 -0,115 0.017 0,060 0,031 0,124 0,468 2,62
Std. Error
t- hitung
Signifikan
1,310 0,109 0,024 0,020 0,024 0,068
10,131 -1,059 0,734 2,996 1,302 1,824
0,000 0,300 0,470 0,006 0,205 0,081
Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Uji Hipotesis : •
•
•
Pengaruh X1 ( jumlah tanggungan keluarga) terhadap Y H0 : β1= 0 H1 : β1≠ 0 Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p(0,300) > alpha 5% maka terima H0 artinya jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Pengaruh X2 ( Umur) terhadap Y H0 : β2= 0 H1 : β2≠ 0 Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p(0,470) > alpha 5% maka terima H0 artinya umur tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Pengaruh X3 ( jumlah ternak) terhadap Y H0 : β3= 0 H1 : β3≠ 0 Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p(0,006) < alpha 5% maka tolak H0 artinya jumlah ternak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Nilai koefisien positif artinya peningkatan jumlah ternak mampu meningkatkan pendapatan.
30
•
•
Pengaruh X4 (Pengalaman beternak) terhadap Y H0 : β4= 0 H1 : β4≠ 0 Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p(0,205) > alpha 5% maka terima H0 artinya pengalaman beternak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Pengaruh X5 ( Pendidikan) terhadap Y H0 : β5= 0 H1 : β5≠ 0 Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p(0,081) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pendidikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Nilai koefisien positif (0,124) artinya semakin tinggi pendidikan maka akan meningkatkan pendapatan.
Berdasarkan Hasil Regresi di atas dapat diketahui: 1. Nilai Konstanta/ Intersept adalah sebesar 13273. Artinya apabila variabel bebas yaitu jumlah tanggungan keluarga, umur peternak, skala usaha (jumlah ternak), pengalaman beternak, dan tingkat pendidikan tidak ada maka peternak sapi potong tetap memperoleh pendapatan sebesar nilai Konstanta yaitu 13273. 2. Secara serempak nilai F-hitung (4,231) lebih besar daripada F-tabel (2,62). Hal ini menunjukkan bahwa secara serempak kelima variabel tersebut yaitu jumlah tanggungan keluarga, umur peternak, skala usaha (jumlah ternak), pengalaman beternak, dan tingkat pendidikan berpengaruh secara nyata (ada pengaruh positif) terhadap pendapatan peternak sapi potong dengan taraf signifikansi 0.000 dan pada taraf nyata 10%. 3. Secara partial nilai t-hitung variabel yang mempengaruhi adalah variabel jumlah tanggungan keluarga (-1,059), variabel umur peternak (0,734), variabel skala usaha (jumlah ternak) (2,996), variabel pengalaman beternak (1,302), dan variabel tingkat pendidikan (1,824). a. Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p (0,300) > alpha 10% maka terima H0 artinya jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Hal ini menyatakan bahwa tanggungan anak dalam keluarga peternak tidak dapat memberikan dorongan positif terhadap peningkatan pendapatan peternak. Menurut Bossard and Boll yang disitir Ahmadi (2003), bahwa masyarakat itu mula-mula terdiri dari small family (keluarga kecil), yaitu suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya paling banyak 2 atau 3 anak. Pada keluarga kecil ini anak-anak lebih banyak menikmati segi sosial ekonomi dan lebih banyak diperhatikan orang tuanya. b. Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p (0,470) > alpha 10% maka terima H0 artinya umur tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. kriteria umur peternak tidak mendorong peternak dalam mengembangkan usahaternak sapi potong di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Faktor umur biasanya lebih diidentikkan dengan produktivitas kerja, dan jika seseorang masih tergolong usia produktif ada kecenderungan produktivitasnya juga
31
tinggi. Chamdi (2003) mengemukakan, semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. c. Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p (0,006) < alpha 10% maka tolak H0 artinya jumlah ternak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara maka akan semakin besar pula pendapatan yang akan diperoleh peternak sapi potong. Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usahaternak sapi sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak sapi maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh. d. Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p (0,205) > alpha 10% maka terima H0 artinya pengalaman beternak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Umumnya pengalaman beternak diperoleh dari orang tuanya secara turun-temurun. Pengalaman beternak yang cukup lama memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik. Namun di lapangan tidak diperoleh pengaruh seperti yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan banyak peternak yang memiliki pengalaman yang memadai namun masih mengelola usaha tersebut dengan kebiasaan-kebiasaan lama yang sama dengan sewaktu mereka mengawali usahanya sampai sekarang. Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997), faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktorfaktor topografi, iklim, keadaaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan peternakan didaerah itu. e. Dari hasil uji-t diatas diperoleh nilai-p (0,081) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pendidikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Soekartawi (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih tinggi seharusnya dapat meningkatkan pendapatan peternak yang lebih besar. Dalam pengujian analisis regresi linier berganda pada variabel pendapatan difungsikan kedalam bentuk Ln (logaritma natural) hal tersebut bertujuan untuk memenuhi asumsi pada analisis regresi linier berganda sehingga dari bentuk linier tersebut diperoleh juga nilai elastisitas pada koefisien regresi linier berganda. Adapun hasil elastisitas dari regresi linier berganda pada koefisien regresi masingmasing variabel dapat dilihat pada tabel 12.
32
Tabel 12. Elastisitas koefisien regresi pada analisis regresi linier berganda Variabel X1 X2 X3 X4 X5
Koefisien regresi -0,115 0,017 0,060 0,031 0,124
Rata-rata
3,1 43,5 12,9 13,2 9,2
Elastisitas -0.4 0.7 0.8 0.4 1.1
Adapun arti dari persamaan berikut adalah: LnPendapatan = 13,273 – 0,4 X1 + 0,7 X2 + 0,8 X3 + 0,4 X4 + 1,1 X5. Keterangan: X1 : Jumlah tanggungan keluarga X2 : Umur peternak X3 : Jumlah ternak sapi dalam ST X4 : Pengalaman beternak X5 : Tingkat pendidikan
Berdasarkan model persamaan diatas dapat diinterpretasi bahwa: a. Apabila variabel bebas jumlah tanggungan keluarga (X 1) mengalami peningkatan sebesar 1 %, maka akan terjadi penurunan pendapatan (Y) sebesar 0,4 %. b. Apabila variabel bebas umur (X 2) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 0,7%. c. Apabila variabel bebas jumlah ternak (X3) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 0,8 %. d. Apabila variabel bebas pengalaman beternak (X4) mengalami kenaikan sebesar 1 %, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 0,4 %. e. Apabila variabel bebas pendidikan (X 5) mengalami kenaikan sebesar 1 %, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 1,1 %. f. Apabila variabel X1, X2, X3, X4, dan X 5 yang dianalisis dianggap nol (tidak melakukan aktivitas), maka peternak sapi potong akan menanggung biaya sebesar Rp 13.273/tahun . 2
Koefisien Determinasi (R ) Nilai R 2 diperoleh dari tabel 8 diatas sebesar 0,468 menunjukkan informasi bahwa 46,8% pendapatan telah dapat dijelaskan oleh variabel jumlah tanggungan keluarga, umur, jumlah ternak, pengalaman beternak dan pendidikan atau dengan kata lain R-square 46,8% artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktorfaktor dalam model sebesar 46,8% sedangkan sisanya mampu dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Uji-F (uji model secara keseluruhan) Berdasarkan tabel 8 di atas diperoleh uji-F dengan nilai-p (0.007) < alpha 10 % maka tolak H0 artinya model regresi berganda sudah mampu menjelaskan keragaman pendapatan atau dari tabel ANOVA tersebut diperoleh nilai Sig sebesar 0,007 atau 0,7%, nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 10 % dengan kesimpulan tolak H0 artinya model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi variabel pendapatan pada taraf nyata 10 %.
33
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara dapat disimpulkan sebagai berikut : Jumlah ternak sapi, pendidikan, merupakan faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan usaha ternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Adapun umur peternak, tingkat pendidikan peternak, pengalaman beternak, dan jumlah tanggungan keluarga peternak tidak berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Saran
Sebaiknya para peternak sapi potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara dapat meningkatkan skala usaha dan memperbaiki sistem pemeliharaan ternak sapi potong. Diharapkan di Kawasan Desa Mangkai Lama diberikan penyuluhan peternakan dan mengaktifkan kembali kelompok tani ternak di daerah tersebut. Di samping itu, disarankan kepada peternak untuk meningkatkan kualitas pemberian pakan ternak dengan tambahan pakan konsentrat. Dan sebaiknya pihak pemerintah setempat lebih memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan usaha peternakan sapi potong yang masih di jalankan masyarakat mengingat hasil yang diperoleh cukup memberikan prospek di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, A. dan Simanjuntak, D. 1997. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong . Jakarta: PT.Agro Media Pustaka. Ahmadi, A. H., 2003. Sosiologi Pendidikan. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Amri, S. 2009. Analisis Pendaptan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat [skripsi]. Medan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Anggraini, W. 2003. Analisis usaha peternakan sapi potong rakyat berdasarkan biaya produksi dan tingkat pendapatan peternakan menurut skala usaha (Kasus di Kecamatan Were Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
34
Aritonang, D. 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta. Biro Pusat Statistik. 1993. Hasil Sensus Pertanian 1993 . Jakarta. Chamdi, A.N., 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing Di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Cyrilla, L. dan Ismail. A., 1998. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kreman. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Batubara. 2012. Medan: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, 1998. Buku Statistik Peternakan 1999. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta. Djalal N. dan Hardius Usman. (2005). Teknik Pengambilan Keputusan. Grasindo, Jakarta. Draper, N.R., & Smith, H. 1992. Analisis Regresi Terapan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Fathoni, A. H, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Fauzia, L., dan H. Tampubolon., 1991. Pengaruh Keadaan Sosial Ekonomi Petani Terhadap Keputusan Petani Dalam Penggunaan Sarana Produksi. Universitas Sumatera Utara Press, Medan. Gunawan, Pamungkas, D., Affandhy. L. S., 1993. Sapi Bali Potensi. Produktivitas dan Nilai Ekonomi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Harmini. 2011. Modul Matakuliah Metode Kuantitatif Bisnis I. Departemen Agribisnis FEM IPB, Bogor. Hernanto F. 1989. Ilimu Usahatani. Jakarta. Penebar Swadaya. Hernanto, F. 1993. Ilmu usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Kay, R. D. dan Edward, W. M., 1994. Farm Management. Third Edition. Mc. Graw-Hill. Inc, Singapore Mersyah, R. 2005. Desain sistem budi daya sapi potong berkelanjutan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan. Disertasi, Sekolah Pasca- sarjana, Institut Pertanian Bogor. Mubyarto. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta. Murtidjo, B.A., 1990. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Kanisius, Yogyakarta. Parakkasi, A., 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI – Press, Jakarta. Prawirokusumo, Y. B., 1991. Ilmu Usahatani. BPFE, Yogyakarta. Roessali, W., B.T. Eddy, dan A. Murthado. 2005. Upaya pengembangan usaha sapi potong melalui entinitas agribisnis “corporate farm- ing” di Kabupaten Grobogan. Jurnal Sosial Ekonomi Peternakan 1(1): 25 −30.
35
Santosa, U. 1997. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya , Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. Saleh E, Yunilas, Yanda. 2006. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Agribisnis Peternakan No 1 Volume 2 Soehadji. 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta Soeharjo dan Patong., 1973. Sendi-sendi Pokok Usahatani. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit UI. Bogor. Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani, UI-Press, Jakarta. Soekartawi. 1996. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Pertanian Kecil. Rajawali Press. Jakarta Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung. Sudrajad. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung:CV Pustaka Setia Sugeng, Y.B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugeng, Y. B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugeng, Y.B. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Suharno, B dan Nazaruddin., 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. Syafaat, N., A. Agustian, T. Pranadji, M. Ariani, I. Setiadji dan Wirawan. 1995. Studi Kajian SDM dalam Menunjang Pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu di KTI. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Tafal, Z. B., 1981. Ranci Sapi. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Tawaf, 2011. Sifat Fisik dan Kimia Susu Segar. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Tohir, K. A., 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta. Yasin dan Dilega. 1999. Peternakan Sapi Bali dan Permasalahannya. Bumi Aksara, Jakarta
36
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Regresi Linier Berganda
Regression (Enter Method)
37
38
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Penempatan pakan hijauan di kandang
Sumber air di Perkebunan
Pengangkutan pakan hijauan
Penyimpanan pakan hijauan
Sapi potong yang sedang digembalakan
39
Lampiran 3. Kuisioner
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi “ FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA TERNAK SAPI POTONG (Studi Kasus : Peternak Sapi Potong dengan Unit Analisis keluarga di Desa Mangkai Lama di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara)” Oleh Nina Wahyu Putri Siregar (H34104127), Mahasiswi Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Adapun kuesioner ini akan seperti di bawah ini: Identitas Peternak 1. Nama responden 2. Jumlah tanggungan keluarga 3. Pendidikan terakhir 4. Umur 5. Jenis kelamin 6. Pekerjaan
diberikan kepada peternak, yang berisikan
: : : : : : Utama.................... Sampingan.............
Usaha Ternak 7. Jumlah ternak 8. Pengalaman beternak 9. Luasan lahan 10. Modal awal 11. Biaya produksi
A. BIAYA TETAP Komponen Jumlah
Pembuatan kandang Peralatan: Mesin pemotong rumput dan pencacah konsentrat Sumur/sumber air Peralatan ternak Jumlah
: : : : :
Harga (Rp)
Total Biaya (Rp)
Masa Pakai (bulan)
Penyusutan per bulan (Rp)
40
B.
BIAYA VARIABEL Komponen Jumlah
Bakalan (ekor/kg)
Harga (Rp)
Total Biaya (Rp)
sapi
Pakan Obat-obatan Tenaga kerja Listrik Jumlah C. No
HASIL Uraian
Satuan
1 Penerimaan a. Penjualan sapi potong
Ekor
Jumlah
Harga (Rp/unit)
Total (Rp)
Data input pada analisis regresi linier berganda Y
Y Pendapatan (Ln)
X1
X2
Jumlah Tanggungan Keluarga
X3
Umur
X4
Jumlah Ternak
X5
Pengalaman Beternak
Nama Petani
Pendapatan
Pendidikan
Malik
8,574,107
15.964
4
45
8
12
9
Suroto
11,074,107
16.220
3
33
18
20
12
Legion
14,574,107
16.495
1
65
9
40
6
Wagiran
6,574,107
15.699
5
48
12
20
9
Sutino
3,074,107
14.939
4
35
4
4
9
bachtiar purba
4,674,107
15.358
6
52
13
10
12
Matsyah
1,109,107
13.919
3
45
10
3
9
syarifuddin purba
6,574,107
15.699
4
42
8
8
12
Syahrun
1,274,107
14.058
3
38
5
4
12
Ahmadi
10,074,107
16.125
4
36
10
8
12
Wagimin
2,574,107
14.761
5
48
12
20
6 4 1
4 2
Marsudi
15,109,107
16.531
3
49
8
15
9
jaenal purba
23,574,107
16.976
4
57
18
30
6
Surifto
41,574,107
17.543
4
53
20
18
9
Tukiman
4,574,107
15.336
3
50
6
10
6
Rebo
19,609,107
16.792
2
52
30
15
6
Komari
9,109,107
16.025
4
60
16
21
9
Bejo
13,609,107
16.426
2
45
17
9
9
Suwandi
32,109,107
17.285
0
23
30
15
16
sigit sumantri
17,109,107
16.655
3
31
12
15
12
Legimin
10,609,107
16.177
4
58
9
12
6
armansyah
10,609,107
16.177
6
39
7
9
12
Suprayogi
8,109,107
15.908
2
44
21
17
6
ardi saragih
26,574,107
17.095
3
47
30
12
6
Maimun
1,374,107
14.133
1
29
7
10
6
Nasib
4,609,107
15.344
3
40
6
8
9
Isnan
6,709,107
15.719
3
39
4
6
12
Kasiyan
17,109,107
16.655
4
48
20
15
6
deni ardiansyah purba
22,109,107
16.912
0
28
9
5
12
Mulia
19,109,107
16.766
0
26
8
6
12
4 3