AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN 1
Resume (Consolidated Financial Statements-Intra-Entity Assets Transactions) Dosen osen:: Zuhrotun, Zuhrotu n, DR., SE, Msi., Ak
Dien Kharis Kharis Majid Majid (142160083)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA 2018
I. Laba Antarperusahaan
Laporan Konsolidasi memandang seluruh entitas dalam hubungan induk-anak sebagai satu, sehingga setiap transaksi antar perusahaan harus di eliminasi. Jual beli antarperuusahaan merupakan salah satu transaksi yang harus dieliminasi dalam kerta kerja konsolidasi. Dalam sudut pandang konsolidasi, jual-beli antarperusahaan dipandang sebagai transfer atau pindah tangan saja. Prinsip “arms length transaction”juga harus diterapkan dalam transaksi antara entitas induk dan anak. Dengan prinsip ini apabila entitas induk menjual barang dagang kepada entitas anak atau sebaliknya, harga jual antara induk – anak harus sama dengan harga jual kepada pihak eksternal. Untuk kepentingan penyusunan laporan konsolidasi yang menganggap induk – anak adalah satu, maka laba yg terjadi saat penjualan dianggap laba diri sendiri sehingga harus di eliminasi. Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur tidak terbatas hanya akan terealisasi apabila aset tetap tersebut telah berpindah tangan ke pihak ke-3 yang biasanya terjadi melalui proses penjualan. Laba antarperusahaan ata s aset tetap yang memiliki umur terbatas dapat terealisasi dengan dua cara yaitu : a) Pindah tangan kepihak eksternal (biasanya melalui proses penjualan). b) Masa pemakaian atau umur ekonomis aset tetap tersebut telah habis. Laba antarperusahaan akan terealisasi selama terdapat aset entitas induk atau anak yang berasal dari transaksi antarperusahaan. Apabila as et tersebut sudah tidak lagi dimiliki pihak pembeli, laba antarperusahaan sudah terealisasi. Aset tetap yang sudah habis masa pakainya secara akuntansi sudah bernilai nol, sekalipun secara fisik aset tersebut masih ada. Apabila nilai buku aset tersebut telah nol, itu berartinya aset tersebut sudah tidak terdapat lagi dalam hubungan induk – anak melalui proses alamiah (penyusutan), sehingga laba perusahaan juga sudah terealisasi secara alamiah.
II. Laba Antarperusahaan & Pendapatan Investasi
Laba antarperusahaan tidak diakui untuk kepentingan penyusunan laporan konsolidasi, sehingga harus dieliminasi. Pendapatan investasi menurut metode
ekuitas berasal dari laba entitas anak. Kesalahan dalam perhitungan laba entitas anak akan menyebabkan entitas induk melakukan kesalahan dalam pencatatan pendapatan investasi yang memerlukan koreksi. Laba antarperusahaan menyebabkan laba tercatat berlebih sehingga pendapatan investasi juga dicatat terlalu besar dan harus dikoreksi sebagai berikut : Pendapatan Investasi
xxx
Investasi dalam Saham
xxx
Apabila pada tahun berikutnya laba antarperusahaan terealisasi karena pihak pembeli dalam hubungan induk-anak telah menjual aset tersebut kepada pihak eksternal, maka laba yang telah ditunda pada tahun lalu direali sasi. Entitas induk harus mengembalikan nilai investasi yang telah dikurangi pada tahun lalu dengan jurnal penyesuaian (adjustment) berikut : Investasi dalam saham biasa Pendapatan Investasi
xxx xxx
Dampak laba antarperusahaan terhadap pendapatan investasi dan nilai investasi secara detail dijelaskan sebagai berikut : a. Pendapatan investasi dan nilai investasi dalam saham berkurang
Bila terdapat persediaan akhir yang berasal dari transaksi antarperusahaan
Keuntungan penjualan aset tetap antarperusahaan tahun berjalan baik yang memiliki umur ekonomis maupun tidak memiliki umur ekonomis.
b.
Pendapatan investasi dan nilai investasi bertambah
Bila terdapat persediaan awal antarperusahaan (penjualan tahun berjalan berasal dari persediaan awal)
Pada saat penjualan aset antarperusahaan yang tidak memiliki umur ekonomis kepada pihak eksternal.
Jika laba antarperusahaan diamortisasi untuk aset tetap antarperusahaan yang memiliki umur ekonomis.
III. Laba Antarperusahaan – Penjualan Downstream & Upstream
Koreksi atas pendapatan investasi harus dilakukan karena laba antarperusahaan jumlahnya sama dengan dampak laba antarperusahaan terhadap pendapatan
investas. Dampak laba antarperusahaan atas pendapatan investasi berbeda antara penjualan downstream dan penjualan upstream. Laba antarperusahaan atas penjualan downstream menyebabkan entitas induk memiliki laba laba atas aset antarperusahaan milik entitas anak. Misalkan PT. Indira memiliki 90% saham biasa PT. Andika. Pada tahun 2012, PT. Andika mengumumkan laba sebesar Rp. 200.000.000,- dan terjadi penjualan antarperusahaan – downstream yang menghasilkan laba antarperusahaan atas ase t sebesar Rp. 40.000.000,-. Hingga tanggal laporan konsolidasi, aset tersebut masih dimiliki pihak pembeli (PT. Andika). Laba entitas induk sebesar Rp. 40.000.000,- dalam penjualan downstream ini memerlukan koreksi karena aset antarperusahaan masih berada diperusahaan anak pada tanggal laporan konsolidasi. Laba antarperusahaan ini seluruhnya dikoreksi dengan mengurangkannya dari pendapatan investasi karena laba tersebut berasal dari entitas induk. Jadi, koreksi pendapatan investasi dalam penjualan downstream merupakan laba antarperusahaan. Jurnal penyesuaian (adjustment) entitas induk atas laba antarperusahaan ini adalah sebagai berikut : Pendapatan investasi
Rp. 40.000.000,-
Investasi Saham PT. Andika
Rp. 40.000.000,-
Laba antarperusahaan upstream berarti laba tersebut adalah laba entitas anak atas aset entitas induk. Laba antarperusahaan dari penjualan upstream akan mempengaruhi pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak, sehingga pendapatan investasi harus dikoreksi sebesar : Laba antarperusahaan x Persentase kepemilikan entitas induk Dalam kasus tersebut, bila laba antarperusahaan berasal dari penjualan upstream, pendapatan investasi dikoreksi sebesar Rp. 36.000.000,- (90% x Rp. 40.000.000,-). Laba entitas anak (sebagai pihak penjual) mempengaruhi pendapatan investasi 90%, sehingga koreksi laba antarperusahaan yang berasal dari entitas anak akan mengharuskan entitas induk mengoreksi pendapatan investasi 90% dari laba antarperusahaan tersebut dengan jurnal sebagai berikut : Pendapatan investasi Investasi dalam saham PT. Andika
Rp. 36.000.000,Rp. 36.000.000,-
IV. Transaksi Antarperusahaan – Aset Dan Kertas Kerja Konsolidasi
A. Transaksi Antarperusahaan – B arang D agang dan Aset Tetap Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi setiap transaksi antarperusahaan dan dampaknya sehingga laporan konsolidasi menggambarakan kesatuan entitas indukdan anak. Transaksi aset antarperusahaan menyebabkan keterkaitan akun akun laporan keuangan entitas induk dan akan dalam kertas kersa konsolidasi. Keterkaitan akun akun antarperusahaan itu didasarkan pada jenis aset. Penj ualan barang dagang bagi pihak penjual menimbulkan akun “penjualan”, sedangkan bagi pihak pembeli menimbulkan akun “pembelian” jika perusahaan menggunakan metode periodik, dan akun “persediaan” jika perusahaan menggunakan metode perpetual. Penjualan aset tetap tidak dicatat sebagai penjualan melainkan dengan pengkreditan akun “aset tetap”, sedangkan pembelian aset tetap dicatat dengan menimbulkan akun “aset tetap” bagi pihak pembeli. Karena perbedaan pencatatan transaksi jual beli barang dagang dan aset tetap, pengeliminasian akun antarperusahaan juga berbeda bagi transaksi jual beli antar perusahaan atas kedua jenis aset tersebut.
Barang Dagang Jual beli barang menimbulkan akun “penjualan” bagi pihak penjual.
Sementara itu , penjualan kredit akan memunculkan piutang usaha yang dicatat dengan jurnal sebagai berikut : Piutang Usaha
xxx Penjualan
xxx
Apabila perusahaan menggunakan metode perpetual, maka arus keluar persediaan dicatat sebagai berikut : Hpp
xxx Persediaan
xxx
Sedangkan dari sisi pembeli, jual beli barang dagang memunculkan akun pembelian yang dicatat dengan metode periodic sebagai berikut : Pembelian Utang Usaha
xxx xxx
Apabila perusahaan menggunakan metode perpetual, pencatatannya adalah sebagai berikut : Persediaan
xxx
Utang Usaha
xxx
Transaksi jual beli antarpersahaan menyebabkan keterkaitan akun akun perusahaan dalam hubungan induk-anak : 1. Akun “penjualan” dan akun “pembelian (jika diterapkan metode periodik)” atau “HPP (jika diterapkan metode perpetual)” 2. Akun “Utang usaha” dan akun “Piutang” atas penjualan – pembelian yang belum dilunasi. 3. Laba antarperusahaan dan persediaan. Laba antarperusahaan atas per sediaan pada akhir tahun dieliminasi dengan mengurangi nilai persediaan pada harga pokoknya. Laba penjualan akan mengecil jika HPP bertambah, sehingga laba penjualan dieliminasi dengan mendebet HPP. Jurnal eliminasinya adalah sebagai berikut : HPP
xxx Persediaan
xxx
Aset Tetap Pihak yang melakukan penjualan aset akan
mengkredit “aset” dan “keuntungan” serta mendebet “kas” atau “piutang” dan “rugi penjualan” pada saat transaksi penjualan terjadi. Pihak pembeli akan mendebet “aset” dalam pembukuannya dan mengkredit“kas” atau “utang”. Transaksi jual beli aset antarperusahaan menyebabkan aset tetap hasil penjualan menjadi akun hubungan induk-anak. Keuntungan penjualan aset tetap dieliminasi dari laporan laba-rugi pihak penjual dengan mengurangi nilai aset tetap pada harga pokoknya. Aset Tetap yang tidak disusutkan Contoh : Terjadi penjualan downstream tanah antara PT. Indah dengan PT. Andi, yaitu perusahaan anak yang dikuasai 80%, pada tanggal 1 Maret 2012 dengan harga
penjualan Rp. 500.000.000,- dimana harga pokoknya bagi PT. Andi adalah Rp 400.000.000,-. Pencatatan PT. Indah pada tanggal 1 Maret 2012 adalah ssebagai berikut : Kas
Rp 500.000.000,Tanah
Rp 400.000.000,-
Keuntungan
Rp 100.000.000,-
PT. Andi akan melakukan pencatatan pada tanggal 1 Maret 2012 sebagai berikut: Tanah
Rp 500.000.000,Kas
Rp 500.000.000,-
Laporan keuangan individu PT. Andi yang berakhir 31 Desember 2012 mencatat tanah senilai Rp 500.000.000,- sedangkan dalam laporan keuangan PT. Indah terdapat keuntungan sebesar Rp 100.000.000,- Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi keuntungan sebesar Rp 100.000.000,- tersebut dengan mengurangi nilai tanah menjadi sebesar harga pokoknya bagi pihak penjual, yaitu dengan jurnal eliminasi sebagai berikut : Keuntungan
Rp 100.000.000,-
Tanah
Rp 100.000.000,-
Aset Tetap yang Memiliki Umur Ekonomis Aset yang memiliki umur ekonomi akan mengalami penyusutan, sehingga dalam jangka panjang waktu tertentu nilai bukunya akan menjadi nol atau terhapus dari neraca sekalipun aset tersebut tidak dijual. Jadi, transaksi aset antarperusahaan yang memiliki umur ekonomis hanya akan mempengaruhi kertas kerja konsolidasi maksimum selama umur ekonomis aset tersebut, jika tidak dijual kepada pihak eksternal sebelum umur ekonomisnya habis. Contoh : Pada tanggal 1 Juli 2013 terjadi transaksi penjulaan downstream atas peralatan seharga Rp 600.000.000,- antara PT. Impal dan PT. Abia, yaitu perusahaan anak yang sahamnya dikuasai 90% oleh PT. Impal, dimana harga pokoknya bagi pihak penjual adalah Rp 450.000.000,- . Aset tetap tersebut masih memiliki umur ekonomis 6 tahun, dan disusutkan dengan metode garis lurus. Dalam penyusutan kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013, eliminasi dilakukan sebagai berikut :
Keuntungan
Rp 150.000.000,Peralatan
Rp 150.000.000,-
Keuntungan penjualan sebesar Rp 150.000.000,- yang melekat dalam peralatan pada neraca pihak pembeli menyebabkan penyusutan per tahun tercatat terlalu besar Rp 150.000.000,- / 6 tahun = Rp 25.000.000,- atas transaksi aset antarperusahaan tersebut. Karna konsolidasi memandang transaksi aset antarperusahaan sebagai transfer aset, maka harus dilakukan koreksi penyusutan sebesar Rp 25.000.000,- per tahun. Jadi kertas kerja konsolidasi harus mengurangi akumulasi penyusutan Rp 25.000.000,-/tahun. Untuk tahun 2013, koreksi akumulasi penyusutan Rp 12.500.000,-untuk setengah tahun karena transaksi jual beli dilakukan pada pertengahan tahun dengan jurnal : Akumulasi penyusutan Beban penyusutan
Rp 12.500.000,Rp 12.500.000,-
Dalam penyusunan kertas kerja per 31 Desember 2014, beban penyusutan harus dikoreksi satu tahun penuh sebesar Rp 25.000.000,- dengan jurnal : Akumulasi penyusutan Beban penyusutan
Rp 25.000.000,Rp 25.000.000,-
Selain koreksi beban penyusutan, kertas kerja tahun 2014 juga harus mengoreksi laba antarperusahaan yang terdapat dalam peralatan. Laba antarperusahaan telah teramortisasi sebesar Rp 12.500.000,- pada tahun lalu, sehingga laba antarperusahaan kini bersaldo Rp 137.500.000,- . Laba antarperusahaan yang ditunda ini menyebabkan catatan investasi entitas induk lebih kecil, sehingga harus dikoreksi pada nilai peralatan pada jurnal : Investasi dalam saham
Rp 137.500.000,-
Akumulasi penyusutan
Rp 12.500.000,-
Peralatan
Rp 150.000.000,-
Pada tahun – tahun berikutnya, laba antarperusahaan akan terus diamortisasi hingga mencapai nol ketika umur ekonomisnya habis, seperti tabel diatas. Jurnal eliminasi pada kertas kerja per 31 Desember 2016 adalah : Akumulasi penyusutan Beban penyusutan Investasi dalam saham
Rp 25.000.000,Rp 25.000.000,Rp 87.500.000,-
Akumulasi penyusutan
Rp 62.500.000,-
Peralatan
Rp 150.000.000,-
V. Penyusunan Kertas Kerja Konsolidasi
Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai dampak transaksi antarperusahaan, berikut ini disajikan contoh aplikasi transaksi antarperusahaan dalam penjualan downstream dan upstream atas barang dagang serta aset tetap. Sebagai contoh, PT Lucia mengakuisisi 90% saham PT Angelica pada tanggal 31 Desember 2012. Kekayaan PT Angelica pada tanggal tersebut: Modal Saham
Rp 400.000.000.000,-
Agio Saham
Rp 100.000.000.000,-
Laba Ditahan
Rp 80.000.000.000,-
Total kekayaan pemegang saham
Rp 580.000.000.000,-
Akuisisi dilakukan dengan total harga perolehan Rp 531.000.000.000,- atas 90% dari harga yang wajar. Selsih harga perolehan dan nilai buku disebabkan oleh goodwill. Penurunan nilai (impairment) goodwill terjadi 20% pada tahun 2014. Hubungan induk-anak antara PT. Lucia dan PT. Angelica terjadi sejak tangggal 31 Desember 2012. Harga akuisisi yang wajar atas kekayaan PT. Angelica adalah Rp 531.000.000.000,- / 90%, yakni Rp 590.000.000.000,- . Harga akuisisi tersebut menimbulkan Goodwill sebesar Rp 10.000.000.000,- yang dialokasikan ke entitas induk 90% atau Rp 9.000.000.000,- . Nilai buku yang diperoleh pada tanggal akuisisi sebesar persentase kepemilikan yakni 90% x Rp 580.000.000.000,- = Rp 522.000.000.000,Penurunan nilai Goodwill baru terjadi pada tahun 2014 sebesar 20% atau Rp 2.000.000.000,- yang dialokasikan ke entitas induk Rp 1.800.000.000,- . Pendapatan investasi PT. Lucia tahun 2014 dipengaruhi oleh Goodwill yang diimpair Rp 2.000.000.000,- serta laba antarperusahaan dalam persediaan awal dan akhir atas penjualan downstream, keuntungan penjualan tanah upstream, dan realisasi laba antarperusahaan atas peralatan yang transaksinya terjadi pada tahun lalu.
Laba perusahaan yang ditangguhkan terdapat dalam persediaan akhir, tanah dan peralatan, tetapi laba antarperusahaan dalam peralatan telah teramortisasi 2 tahun sehingga nilainya berkurang karena telah terealisasi. Nilai i nvestasi PT. Lucia dalam saham PT. Angelica per 31 Desember 2014 : Akun & transaksi eliminasi :
Investasi
Akun investasi dielimiasi dengan ekuitas entitas anak
Jika kepemilikan pada entitas anak tidak 100% akan muncul kepentingan nonpengendali
Perbedaan nilai wajar dan nilai buku harus diperhitungkan dalam konsolidasi (nilai wajar yang dikonsolidasi)
Goodwill muncul jika nilai perolehan tidak sama dengan nilai wajar
Akun => Utang – Piutangyang muncul antara anak dan induk harus dieliminasi
Transaksi => Transaksi yang boleh diakui adalah transaksi kepada pihak ketiga, transaksi anak dan induk harus dieliminasi
Persediaan
Penjualan dan harga pokok penjualan
Jika barang belum terjual makalaba yang belum direalisasi harus dikurangkan dari nilai inventory dan mempengaruhi laba yang telah diakui.
Aset tetap
Pada tahun terjadi transaksi tidak boleh diakui keuntungan/kerugian dari transaksi tersebut
Laba yang ada dalam aset tersebut harus dieliminasi Nilai penyusutan => disesuaikan
Obligasi
Obligasi hanya boleh diakui sebesar obligasi pada pihak eksternal.
Pendapatan / beban bunga harus dieliminasi
Jurnal eliminasi dibuat sebagai berikut : 1. Eliminasi atas pendapatan investasi (induk) dan laba yang dibagi anak
Pendapatan investasi
78.600.000.000
Dividen
72.000.000.000 Investasi dalam saham
6.600.000.000
2. Alokasi laba kepentingan nonpengendali. Laba kepentingan non pengendali dipengaruhi oleh keuntungan penjualan upstream tanah sebesar Rp 5.000.000.000,- yang harus ditangguhkan, dan realisasi laba antarperusahaan Rp 1.000.000.000,- dari penjualan upstream tahun lalu.Jurnal alokasi laba kepentingan nonpengendali adalah sebagai berikut : Laba kepentingan nonpengendali
9.400.000.000
Dividen
8.000.000.000
Kepentingan nonpengendali
1.400.000.000
3. Eliminasi saldo awal. Nilai Investasi per 01/01/2014 adalah Rp 532.700.000.000,- tetapi nilai ini disesuaikan dengan dampak realisasi laba antarperusahaan dalam persediaan awal sebesar Rp 10.000.000.000,- pada jurnal eliminasi dan laba antarperusahaan dalam peralatan sebesar Rp 6.300.000.000,- yang meningkatkan saldo investasi sehingga nilai investasi yang harus dieliminasi berjumlah Rp549.000.000.000,Modal Saham
400.000.000.000,-
Agio Saham
100.000.000.000,-
Laba ditahan Goodwill
4.
549.000.000.000,-
Kepentingan nonpengendali
61.000.000.000,-
Penurunan nilai goodwill pada tahun 2014 sebesar Rp 2.000.000.000,-
Goodwill
2.000.000.000,2.000.000.000,-
Penjualan antarperusahaan sebesar Rp 400.000.000.000,Penjualan HPP
6.
10.000.000.000,-
Investasi dalam saham biasa
Beban operasi
5.
100.000.000.000,-
400.000.000.000,400.000.000.000,-
Utang-piutang usaha antarperusahaan sebesar Rp 100.000.000.000,Utang usaha
100.000.000.000,-
Piutang usaha 7.
100.000.000.000,-
Realisasi laba antarperusahaan dalam persediaan awal sebesar Rp
10.000.000.000,- (40% x Rp 25.000.000.000,-) Investasi dalam saham
10.000.000.000,-
HPP 8.
10.000.000.000,-
Pengeliminasian laba antarperusahaan dalam persediaan akhir sebesar Rp
16.000.000.000,- (40% x Rp 40.000.000.000,-) HPP
16.000.000.000,Persediaan
9.
16.000.000.000,-
Laba antarperusahaan dalam tanah atas penjualan upstream tahun berjalan
sebesar Rp 5.000.000.000,Keuntungan penjualan tanah 5.000.000.000,Tanah
5.000.000.000,-
10. Pengembalian nilai investasi akibat laba antarperusahaan sebesar Rp 6.300.000.000,-dan kepentingan nonpengendali Rp 700.000.000,- akibat la ba antarperusahaan tahun lalu atas peralatan sebesar Rp 8.000.000.000,- yang telah terealisasi Rp 1.000.000.000,Akumulasi penyusutan
1.000.000.000,-
Investasi dalam saham
6.300.000.000,-
Kepentingan nonpengendali
700.000.000,-
Peralatan
8.000.000.000,-
11. Amortisasi laba antarperusahaan dalam peralatan sebesar Rp 8.000.000.000,- / 8 tahun Akumulasi penyusutan
1.000.000.000,-
Beban penyusutan
1.000.000.000,-