Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Phinisi, ISSN. 1907-6908, Vol.6 No.3, Juli 2011
ANALISIS PRIORITAS PEMANFAATAN WILAYAH PESISIR PUNTONDO KABUPATEN TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN
Asmidar Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan UMI Makass ar Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) (Kopertis) Wilayah IX Sulawesi. Jl. Bung Km 9 Tamalanrea Makassar (0411) 586201 Email:
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu pada bulan Juli sampai Oktober 2011 yang berlokasi di sekitar wilayah perairan Puntondo, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian adalah Mengetahui dan menganalisis prioritas pemanfaatan wilayah pesisir Puntondo Kabupaten Takalar terhadap potensi sumberdaya yang dimiliki. Dan menganalisis kriteria serta alternatif aktivitas yang telah di tetapkan dalam pemanfaatan wilayah pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Puntondo Kabupaten Takalar Penelitian ini di analisis dengan menggunakan analisa data dengan teknik analisis hierarki untuk dapat menentukan prioritas kegiatan/penggunaan lahan dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang optimal melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP), dengan menggunakan program Expert Choise 11. 11. Dari hasil kedua analisis tersebut dapat dirumuskan suatu rekomendasi yang paling tepat sebagai landasan pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan pemanfatan wilayah pesisir. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kriteria ekonomi memiliki bobot tertinggi dari responden yaitu sebesar 49.7%, kemudian faktor sosial 29.4% dan lingkungan sebesar 20.0%. Nilai indeks konsistensi sebesar 0,01 (nilai 0.05 masih < 0,1 yang yang merupakan batas maksimum). Sehingga hasil analisis dapat diterima. diterima. Performa sensitivitas dari kriteria dan masing-masing alternatif dari ketiga kriteria yang diformulasikan, urutan kriteria yang dianggap penting adalah kriteria ekonomi, lingkungan dan sosial. Hal ini berkaitan dengan dengan perlunya perlunya aktivitas pemanfaatan pesisir yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak bentang alam yang telah ada dan dikelola selama ini .
1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu negara yang memilikii potensi sumberdaya wilayah pesisir yang sangat besar. Hal ini ditandai dengan keberaadan ekosistem pesisir pesisir yang menyediakan sumberdaya alam
produktif
seperti terumbu karang, magrove dan lamun yang saling terkait. Adanya keterkaitan berbagai ekosistem di wilayah pesisir menyebabkan wilayah tersebut memiliki produktifitas hayati yang tinggi dan berperan penting sebagai penunjang sumberdaya ikan. Kehidupan dari sekitar 85% biota laut tropis khususnya di Indonesia bergantung pada ekosistem pesis ir (Bengen, 2010). Permasalahan umum yang juga sering terjadi di wilayah pesisir adalah degradasi habitat, kerusakan ekosistem pesisir, pencemaran, konflik pemanfaatan sumberdaya dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang tidak efisien. Di antara penyebab utama timbulnya masalah-masalah tersebut adalah karena belum adanya penataan pemanfaatan yang komprehensif pada wilayah pesisir, dan terjadinya penyimpanganpenyimpangan pemanfaatan terhadap tata ruang yang ada (Bengen 2000). Hal ini diperparah lagi dengan belum adanya alokasi pemanfaatan ruang yang sesuai dengan daya dukung lahan (carrying capacity) wilayah tersebut. Kabupaten Takalar merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki wilayah pesisir dam merupakan suatu kawasan pantai dan pulau dengan panjang garis pantai ± 74 km (Ukkas, 2001). Wilayah pesisir sebelah Barat berhadapan langsung dengan Selat Makassar, sebelah Selatan yang sebagian wilayahnya berupa teluk berhadapan dengan Laut Flores dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto. Wilayah pesisir Puntondo Kabupaten Takalar memiliki sumberdaya yang cukup luas dan potensial untuk dikembangkan. dikembangkan. Banyaknya aktivitas ekonomi yang telah berkembang di wilayah pesisir Kabupaten Takalar yang dapat menyebabkan konflik pemanfaatan ruang apalagi pemanfaatan ruang di wilayah itu tidak didasarkan pada perencanaan penggunaan ruang yang baik. Hal ini menyebabkan pemanfaatannya tidak efektif
2
dan efisien ditinjau dari aspek keruangan dan daya dukung sumberdaya yang ada. Menyikapi masalah-maslah yang ada maka salah satu alternatif dalam pemanfaatan wilayah pesisir adalah melakukan kajian/penelitian mengenai analisis prioritas pemanfaatan wilayah pesisir dengan memperhatikan kaidahkaidah pemanfaatan yang tepat. Dengan kata lain suatu bentuk pemanfaatan membutuhkan batasan-batasan yang disebut peraturan. Peraturan disini dapat mempunyai arti peraturan yang dikeluarkan oleh negara (state law), peraturan adat (customary law), peraturan sosial (sosial law). Pada dasarnya peraturan peraturan tersebut berfungsi untuk membatasi dan menjadi rambu-rambu dalam suatu pemanfaatan sumberdaya alam termasuk di wilayah pesisir. B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikaji dari penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana prioritas pemanfaatan wilayah pesisir Puntondo Kabupaten Takalar terhadap potensi sumberdaya yang dimiliki.
2.
Bagaimana kriteria dan alternatif aktivitas
yang ditetapkan dalam
pemanfaatan wilayah pesisir. C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui dan menganalisis prioritas pemanfaatan wilayah pesisir Puntondo Kabupaten Takalar terhadap potensi sumberdaya yang dimiliki.
2.
Menganalisis kriteria dan alternatif aktivitas yang telah di tetapkan dalam pemanfaatan wilayah pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Puntondo Kabupaten Takalar.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari
rencana penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi pemanfaatan wilayah pesisir yang diprioritaskan dan sebagai suatu bahan
rumusan
kebijakan
peningkatan kesejahteraan
masyarakat
pesisir
berdasarkan pilihan aktivitas yang reasonable dan mempertimbangkan aspekaspek ekologi, ekonomi dan sosial.
3
Aspek Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Perencanaan
ASPEK EKONOMI
Implementasi
ASPEK EKOLOGI
Evaluasi
ASPEK SOSIAL
Prioritas Strategi Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Rumusan Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Masayarakat
Kriteria Pemanfaatan Wilayah pesisir yang berkelanjutan
Gambar 1. Kerangka pemikiran
4
TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan instrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di darata seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di
wilayah pesisir
terhadap
beberapa
peruntukan seperti
pemukiman, pariwisata, industri dan pelabuhan, yang mengakibatkan tekanan ekologis terhadap wilayah pesisir semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini akan mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem di wilayah pesisir baik secara langsung seperti relamasi dan konversi lahan, maupun tidak langsung misalnya pencemaran oleh berbagai kegiatan pembangunan. Agar ekosistem di wilayah pesisir dapat berfungsi optimal dan memberikan manfaat secara berkesinambungan, maka diperlukan suatu upaya pengelolaan yang berbasis ekosistem dengan memperhatikan kesesuaian dan daya dukung lingkungan. B. Bentuk-bentuk Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Secara umum wilayah pesisir mempunyai satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man-made). Selain itu sumber daya di wilayah pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya yang tidak dapat pulih. Perencenaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral biasanya berkaitan dengan hanya satu macam pemanfaatan sumber daya atau ruang pesisir oleh satu instansi pemerintah untuk memenuhi tujuan tertentu, seperti perikanan tangkap, tambak, pariwisata, pelabuhan atau industri minyak dan gas. Pengelolaan semacam ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antarsektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah 5
pesisir dan lautan yang sama. Selain itu, pendekatan sektoral semacam ini pada umumnya tidak atau kurang mengindahkan dampaknya terhadap yang lain, sehingga dapat mematikan usaha sektor lain. (Dahuri, dkk , 2000). Beberapa jenis pemanfaatan wilayah pesisir oleh masyarakat antara lain adalah : 1.
Budidaya Perikanan
Sebagian besar kegiatan budidaya perikanan di wilayah pesisir adalah usaha perikanan tambak. Selain itu terdapat pula beberapa jenis kegiatan budidaya perikanan yang lain seperti budidaya rumput laut, tiram dan budidaya ikan dalam keramba (net impondment ). Dalam kegiatan budidaya perikanan, pengaruh utama yang perlu diperhatikan antara lain adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitar lokasi budidaya termasuk aktivitas dilahan atas dan pengaruh kegiatan budidaya terhadap lingkungan (Dahuri, dkk , 2000). 2.
Wisata Pesisir/Bahari
Daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian lingkungan seperti bentuk pantai, kehidupan bawah air, dengan kekayaan jenis tumbuhan, burung dan hewan lain. Keindahan dan keaslian lingkungan ini menjadikan perlindungan dan pengelolaan sebagai bagaian dari rencana pengembangan pariwisata. Oleh karena itu inventarisasi dan persiapan daerah rencana pengelolaan harus mendahului pengembangan dan pembangunan agar kelestarian lingkungan pesisir yang asli dapat terjaga dengan baik. (Danuri, dkk , 2000). 3.
Pelabuhan
Pelabuhan adalah suatu daerah perairan yang terlindung terhadap ombak dan arus, sehingga kapal dapat bersandar dan melakukan bongkar muat barang serta perpindahan penumpang. Penetuan lokasi pelabuhan didasarkan pada pengaruh sekecil mungkin terhadap daerah vital baik selama konstruksi maupun setelah berfungsinya pelabuhan tersebut. Dengan demikian kerusakan lingkungan perairan akibat pencemaran karena adanya tumpahan minyak tersebut dapat
dicegah.
Kegiatan
dan
pengembangan
aktivitas
pelabuhan
tidak
mengganggu dan merusak ekosistem wilah pesisir lainnya (Dahuri, dkk , 2000).
6
C. Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya pesisir
Sumberdaya pesisir memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia baik sebagai sumber pangan, penghasilan, obyek wisata, media dan transportasi. Secara umum potensi sumberdaya wilayah pesisir dibedakan menjadi 3 kategori yaitu sumberdaya hayati, non-hayati dan jasa kelautan. Sumberdaya hayati meliputi perikanan, mangrove, padang lamun, terumbu karang dan semua jenis biota laut. Potensi sumberdaya pesisir relatif kaya namun sebagian besar penduduk pesisir relatif miskin. Kemiskinan dan ketidakpedulian memicu tekanan terhadap sumberdaya pesisir yang menjadi sumber penghidupannya dan apabila tidak diatasi dengan baik akan menyebabkan meningkatnya kerusakan ekosistem pesisir. Peluang pembangunan sektor kelautan dan dampaknya terhadap pembangunan wilayah pesisir pada masa mendatang cukup cerah. Hal ini terutama dipengaruhi oleh permintaan pasar dalam dan luar negeri. Permintaan pasar merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, jumlah penduduk, harga komoditi subsitusi, selera, mutu, dan citra dari produk kelautan yang dipasarkan. D. Alokasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir
Permasalahan umum yang sering terjadi di wilayah pesisir adalah degradasi habitat, kerusakan ekosistem pesisir, pencemaran, konflik pemanfaatan sumberdaya dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang tidak efisien. Di antara penyebab utama timbulnya masalah-masalah tersebut adalah karena belum adanya penataan ruang yang komprehensif pada wilayah pesisir, dan terjadinya penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan terhadap tata ruang yang ada (Bengen 2000). Hal ini diperparah lagi dengan belum adanya alokasi pemanfaatan ruang yang sesuai dengan daya dukung lahan (carrying capacity) wilayah tersebut. Alokasi pemanfaatan ruang yang dimaksud adalah pemanfaatan ruang optimal berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan lahan. Akibat yang dapat ditimbulkan jika hal ini tidak diperhatikan adalah mempercepat terjadinya permasalahan umum sebagaimana tersebut di
7
atas. Misalnya membangun kawasan industri di lahan yang memiliki mangrove. Dampak yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran yang secara langsung akan menurunkan kualitas perairan di sekitarnya. Lebih jauh lagi, akan terjadi kerusakan ekosistem yang ada yang selanjutnya berpengaruh pada kegiatankegiatan lain di sekitarnya, seperti tambak dan pariwisata (Selian, 2003). E. Kebijakan Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Sumberdaya di wilayah pesisir tidak terbatas jumlah dan distribusinya, maka didalam proses pemanfaatannya oleh pengguna dari berbagai kepentingan harus ada suatu sistem pengaturan pemanfaatan yang dapat menjamin kelangsungan dan pemenuhan kepentingan yang menjadi prioritas. Dalam pasal 35 UU 27/2007 ditegaskan bahwa dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil, setap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang ; menambang karang secara merusak, mengambil terumbu karang dikawasan konservasi, menggunakan bahan peledak yang merusak serta menggunakan peralatan atau cara yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pualu kecil. Perumusan
kebijakan
dalam
pelaksanaan
pembangunan
dan
pemanfaatan wilayah pesisir adalah perlunya perencanaan tata ruang berdasarkan fungsi utama kawasan yang meliputi : (1) kawasan non budidaya (kawasan lindung / konservasi), misalnya : suaka alam, konservasi hutan mangrove, taman nasional, taman wisata alam dan kawasan budidaya, misainya : kawasan industri, kawasan pemukiman, kawasan pertanian, dan (2) kawasan budidaya perikanan. F.
Analisis Dengan Menggunakan sistem AHP
Pendekatan “ Analytical Hierarchy Process” (AHP) merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam analisis kebijakan yang bertujuan untuk memilih lokasi yang tepat dan peruntukan lahan/ruang yang sesuai dalam pemanfaatan ruang wilayah pulau-pulau kecil secara optimal dan berkelanjutan ( sustainable). AHP pada dasarnya di desain untuk menangkap persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang di desain untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai
8
alternatif. Unutk menggunakan anlisis ini, suatu masalah yang rumit terlebih dahulu dipecahkan ke dalam berbagai komponen. Setelah menyusun komponenkomponen tersebut ke dalam sebuah urutan hirarki, maka diberikan nilai dalam bentuk angka kepada setiap bagian yang menunjukkan penilaian terhadap relatif pentingnya setiap bagian yang mempunyai prioritas tertinggi (Budiharsono, 2001). AHP adalah salah satu alat analisis dalam pengambilan keputusan yang baik dan fleksibel. Metode ini didasarkan pada pengalaman dan penilaian dari pelaku/pengambil keputusan. AHP dapat diaplikasikan pada kondisi dimana informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi. AHP ini juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari beragam strategi dan pilihan yang ada (Saaty, 1993 dalam Sutanto, 2009). Kriteria yang digunakan (gambar 2) mengacu kepada Dahuri, (2003) dalam Noor (2003) bahwa beberapa aspek dalam peranan sumberdaya adalah (1) aspek ekonomi sumberdaya kelautan, (2) aspek ekologis
sumberdaya
kelautan, (3) aspek pertahanan dan keamanan, dan (4) aspek pendidikan dan penelitian.
Dalam kaitannya dengan alternatif aktivitas pemanfaatan wilayah
pesisir, maka didefinisikan kriteria ekonomi sebagai suatu landasan pengambilan keputusan dengan memperhakan penggunaan modal yang minimal yang dapat menghasilkan perputaran dan hasil yang cepat.
Sedangkan kriteria kondisi
alam/lingkungan mengandung pengertian pemilihan aktivitas harus didasarkan pada kondisi/karakteristik alam setempat.
Kriteria sosial dalam cakupan
kerangka diatas mengandung pengertian bahwa pemilihan alternatif mampu menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi kemampuan/skill yang umum.
9
Adapun kerangka hirarki yang digunakan adalah : Tujuan : Memilih Alternatif Aktivitas Pemanfaatan Wilayah Pesisir
A I EKONOMI R (penggunaan modal minimal, E T perputaran dan hasil yang cepat ) I R K
F I T A N R E T L A
Budidaya Rumput laut
KONDISI ALAM/LINGKUNGAN (pemilihan aktifitas berdasarkan kondisi/karaktreristik alam setempat )
Pengembangan Ekowisata
Budidaya Ikan Sistem KJA
SOSIAL (penyerapan tenaga kerja dengan kualifikasi kemampuan yang umum )
Aktivitas Budaya dan Kepemudaan
Gambar 2. Kerangka Hirarki, Kriteria dan Alternatif Pilihan Pengertian garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan berpasangan dengan arah ke level yang lebih tinggi (Teknomo et al ., 1999). Pada hirarki pertama merupakan tujuan dari penelitian yakni memilih alternatif pemanfaatan wilayah pesisir yang tertera hirarki ke-3. Faktor-faktor pada hirarki 2 (kriteria) diukur dengan perbandingan berpasangan berarah ke hirarki 1. Sebagai contoh, didalam memilih alternatif aktivitas pesisir, dilakukan perbandingan antara kriteria ekonomi dan kondisi alam/lingkungan, yang mana diantara keduanya yang paling penting.
Selanjutnya perbandingan berpasangan dilakukan antara
kriteria ekonomi dengan kriteria sosial dan seterusnya. Mengingat faktor-faktor tersebut diukur secara relatif antara satu dengan yang lain, maka digunakan skala pengukuran relatif 1 hingga 9, seperti yang tertera dalam Tabel 1, diusulkan oleh Saaty (1987) dalam Teknomo et al (1999).
10
Tabel 1. Skala Pengukuran Relatif (Saaty, 1987 dalam Teknomo et al ., 1999)
Intensitas dari kepentingan pada skala absolut
Definisi
1
sama pentingnya
3
Agak lebih penting yang satu atas lainnya
5
cukup penting
7
sangat penting
9
kepentingan yang ekstrim
2,4,6,8 berbalikan
Rasio
nilai tengah diantara dua nilai keputusan yang berdekatan jika aktifitas i mempunyai nilai yang lebih tinggi dari aktifitas j maka j mempunyai nilai berbalikan ketika dibandingkan dengan i
Penjelasan
Kedua aktifitas menyumbangkan sama pada tujuan Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain Bukti menyukai satu aktifitas atas yang lain sangat kuat Bila kompromi dibutuhkan
rasio yang didapat langsung dari pengukuran
Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis (Saaty, 1993) adalah : 1.
AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur.
2.
AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persolan kompleks.
3.
AHP dapat menangani saling ketrgantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pikiran linear.
4.
AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkatan.
5.
AHP memeberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas.
11
6.
AHP melacak konsistensi logis dari beberapa pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
7.
AHP menuntun kesuatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
8.
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan dari tujuan.
9.
AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesisi suatu hasil yang representatif dari beberapa penilain yang berbeda.
10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengalaman. Menurut Saaty (1993), tahapan dalam analisis data dengan pendekatan AHP, yaitu : 1.
Identifikasi
sistem,
yaitu
untuk
mengidentifikasi
permasalahan
dan
mentukaan solusi yang diinginkan 2.
Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah
3.
Membuat
matriks
perbandingan/komparasi
berpasangan
yang
menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setipa elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan “judgement” dari para pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lai nnya. Penilaian dilakukan dengan pembobotan untuk masing-masing komponen dengan komparasi berpasangan yang dimulai dari level tertinggi sampai level terendah. Pembobotan dilakukan berdasarkan judgement para pengambil keputusan berdasarkan nilao komparasi
1 – 9. Nilai skala komparasi
digunakan unutk mnegkuantitatifkan data yang bersifat kualitatif. Skala banding secara berpasangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
12
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 4 (empat) bulan. Lokasi penelitian berada di sekitar wilayah pesisir Puntundo Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 3).
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah alat tulis menulis dan kamera sebagai alat dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Rupa Bumi Kabupaten Takalar skala 1 : 50.000, kuisioner dan bahan wawancara. C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah menggunakan metode survei yang meliputi pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara mendalam, pengisian formulir penilaian (skoring) dan kuisioner kepada kelompok responden dengan total responden 15 orang (Key person :15 orang). Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
13
kompilasi dan kualitatif dari data dan laporan berbagai instansi terkait yang disesuiakan dengan tujuan penelitian. D. Analisis Data
Berdasarkan jenis data yang dikumpul, penelitian ini di analisis dengan menggunakan analisa data dengan teknik analisis hierarki
untuk dapat
menentukan prioritas kegiatan/penggunaan lahan dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang optimal melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP), dengan menggunakan program Expert Choise 11. Berdasarkan hasil kedua analisis tersebut dapat dirumuskan suatu rekomendasi yang paling tepat sebagai landasan pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan pemanfatan wilayah pesisir.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Takalar merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki wilayah pesisir dan merupakan suatu kawasan pantai dan pulau dengan panjang garis pantai sekitar 74 km (Ukkas, 2001). Wilayah pesisir sebelah Barat berhadapan langsung dengan Selat Makassar, sebelah Selatan yang sebagian wilayahnya berupa teluk berhadapan dengan Laut Flores dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto. Salah satu wilayah pesisir yang cukup strategis di Kabupaten Takalar adalah wilayah pesisir Puntondo. Wilayah pesisir ini memiliki sumberdaya yang cukup luas dan potensial untuk dikembangkan antara lain budidaya rumput laut, penangkapan ikan, transplantasi karang, wisata pantai (snorkling) dan konservasi. Selain itu wilayah pesisir Puntondo juga terdapat 3 ekosistem yakni ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan ekosistem hutan mangrove. Dusun Puntondo merupakan bagian dari Desa Laikang yang terletak di Pantai Selatan Pulau Sulawesi. Secara administratif, Desa Laikang terletak di Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar, yang terletak pada posisi 5 o 34’ 00” - 5o 36’00” LS dan 119 o 27’ 00” - 119o 30’ 00” BT. Daerah ini terletak sekitar 165 km arah selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Perairan Teluk Puntondo hampir seluruhnya dimanfaatkan oleh mas yarakt setempat sebagai lokasi budidaya rumput laut dan sebagian kecil dijadikan sebagai areal keramba jaring apung. Masyarakat pesisir Puntondo menjadikan budidaya rumput laut tersebut sebagai mata pencaharian utama sebagian juga sebagai nelayan. Di daerah ini juga terdapat lembaga Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH). B. Alternatife Aktivitas Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Alternatif aktvitas-aktivitas yang dapat dikembangkan untuk pemanfaatan wilayah pesisir Puntondo Kabupaten Takalar adalah budidaya rumput laut, Budidaya ikan sistem keramba jaring apung, ekowisata dan aktivitas kepemudaan bahari. Ke-empat alternatif aktivitas tersebut dipilih berdasarkan kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian ini dan berdasarkan sintesa studi literatur
15
khususnya mengacu pada renstra pengelolaan wilayah pesisir dan laut Propinsi Sulawesi Selatan. Renstra pengelolaan wilayah pesisir dan beberapa strategi pengelolaan pesisir yang dirumuskan antara lain pengembangan budidaya laut khususnya budidaya rumput laut dan budidaya ikan sistem keramba jaring apung (KJA) yang telah menjadi produk unggulan kabupaten Takalar pada khususnya dan Propinsi Sulawesi Selatan pada umumnya. Pemilihan kriteria didasarkan pada aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Hasil analisis dengan menggunakan software expert choice versi 11 didapatkan nilai bobot masing-masing alternatif aktivitas berdasarkan masingmasing kriteria dan gabungan kriteria. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kriteria ekonomi memiliki bobot tertinggi dari responden yaitu sebesar 49.7%, kemudian faktor sosial 29.4% dan lingkungan sebesar 20.0%. Nilai indeks
konsistensi sebesar 0,01 (nilai 0.05 masih < 0,1 yang merupakan batas maksimum). Sehingga hasil analisis dapat diterima.
Gambar 4. Nilai Bobot dan Indeks Konsistensi Alternatif Aktivitas Berdasarkan Kriteria Ekonomi. Berdasarkan kriteria lingkungan (Gambar 5), nilai bobot aktivitas budidaya rumput laut yang dinilai sesuai dengan karakteristik lingkungan sehingga mendapat bobot 0.459 diikuti dengan aktivitas budaya/pemuda bahari bobot 0.241, ekowisata 0.188 dan budidaya ikan KJA dengan bobot 0.112. Nilai indeks konsistensi sebesar 0.01 yang berarti hasil analis a dapat diterima. 16
Gambar 5. Nilai Bobot dan Indeks Konsistensi Alternatif Aktivitas Berdasarkan Kriteria Lingkungan/Kondisi Alam.
Gambar 6. Nilai Bobot dan Indeks Konsistensi Alternatif Aktivitas Berdasarkan Kriteria Sosial. Berdasarkan kriteria sosial (gambar 6), didapatkan bahwa budidaya rumput laut dinilai dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan kemampuan yang disyaratkan tidak terlalu tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan bobot sebesar 0.484 kemudian ekowiata dengan bobot 0.213, aktivitas budaya bobotnya 0. 187 dan budidaya ikan bobotnya 0.116 dengan nilai indeks konsistensi sebesar 0.1 Keunggulan budidaya rumput laut tersebut menjadikan tenaga kerja banyak yang terserap untuk menekuni bidang ini.
Bahkan aktivitas ekonomi
seperti bertani, tambak, menangkap ikan yang awalnya merupakan mata pencaharian utama telah bergeser menjadi pekerjaan sampingan (secondary source of income).
17
Performa sensitivitas dari kriteria dan masing-masing alternatif dari ketiga kriteria yang diformulasikan, urutan kriteria yang dianggap penting adalah kriteria ekonomi, lingkungan dan sosial.
Hal ini berkaitan dengan perlunya aktivitas
pemanfaatan pesisir yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak bentang alam yang telah ada dan dikelola selama ini. Grafik Performa Sensitivity Terhadap Kriteria dan Alternatif disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Performa Sensitivity Terhadap Kriteria dan Alternatif
18
C. Dukungan Masyarakat
Dukungan masyarakat difokuskan pada tingkat penerimaan masyarakat dan kesiapan masyarakat bagi pengembangan budidaya rumput laut, transplantasi karang pengembangan ekowisata dan aktivitas budaya/pemuda bahari, kondisi kelembagaan masyarakat serta aksesbilitas di lokasi penelitian. Wawancara mendalam dengan masyarakat sekitar menggunakan kuisioner yang berfungsi sebagai acuan dalam mengajukan beberapa pertanyaan karena keterbatasan dalam menggunakan bahasa. Ada 15 orang responden yang berhasil diwawancarai selain wawancara juga dilakukan diskusi untuk tukar pendapat. Sekitar 83 % masyarakat pesisir Puntondo menyetujui daerahnya dijadikan sebagai lokasi budidaya rumput laut, budidaya ikan, ekowisata dan aktivitas kepemudaan bahari dan 17 % masyarakat yang tidak pernah mendengar tentang ekowisata dan aktvitas kepemudaan bahari. Pada umumnya masyarakat menyetujui daerahnya dijadikan daerah wisata dengan tetap melibatkan masyarakat. Faktor pendukung lainnya adalah sistem kelembagaan sosial yang masih aktif, Pusat Pengembangan Lingkungan Hidup (PPLH-Puntondo) sebagai salah satu lembaga yang dapat berperan aktif dalam mendukung kegiatan pariwisata melalui kampanye lingkungan. Selain faktor pendukung tersebut juga terdapat beberapa faktor yang dapat memberi ancaman terhadap kelangsungan pengembangan pemanfaatan wilayah pesisir seperti : perubahan cara pandang masyarakat, adanya kompetensi lahan, cara pemanfaatan dan pengelolaan lahan, serta transfortasi baik transfortasi darat maupun laut. Perubahan cara pandang, cara pemanfaatan dan pengelolaan masyarakat dengan sumberdaya dapat menjadi ancaman mengingat saat ini mata pencaharian masyarakat umumnya sebagai pembudidaya rumput laut, tidak menutup kemungkinan suatu saat masyarakat jenuh dan beralih menjadi nelayan dan melakukan penangkapan ikan yang tidak ramah li ngkungan.
19
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Analisis Pemanfaatan wilayah pesisir berdasarkan analisis hierarki proses menunjukkan bahwa aktivitas akuabisnis berupa budidaya rumput laut menjadi prioritas utama kemudian aktivitas pengembangan ekowisata dan aktivitas budaya/pemuda bahari, budidaya ikan sistem kermba jaring apung. Kriteria yang digunakan adalah ekonomi (penggunaan modal yang minimal dengan perputaran dan hasil yang cepat dan menguntungkan); lingkungan (pemilihan aktivitas berdasarkan kondisi/karakteristik alam setempat); sosial (penyerapan tenaga kerja dan kualifikasi skill yang umum). 2. Mata pencaharian alternatif berbasis pada sumberdaya pesisir dan kelautan akan memberi dampak positif kepada masyarakt sehingga menumbuhkan semangat memiliki dan semangat bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya wilayah pesisir Puntondo. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi yang ada di wilayah pesisir Puntondo untuk mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan berdasarkan metode analisis yang digunakan. 2. Agar prioritas pemanfaatan wilayah pesisir dapat dilakukan secara optimal maka perlu ditingkatkan pemahaman penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah kabupaten Takalar tentang pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asaad, 2009. Analisis Aplikasi Model Kelembagaan co-manajemen Dalam Pengelolaan Terumbu Karang Secara Berkelanjutan Di Kabupaten Kepulauan Selayar. Bapedalda, 2001. Zonasi dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Sulawesi Selatan. Proyek Pengembangan Sistem Kelembagaan Pengelolaan Pesisir dan Lautan Sulawesi Selatan. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Bengen, D.G.,2000. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir , Sinopsis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bengen, D.G.,2010. Perspektif dan Pembelajaran Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Sebagai Pilar Pembangunan Lingkungan Hidup Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor (IPB). Budiharsono, 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, 2000. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramitha. Jakarta. FAO. 2000. The Status Of World Fisheris and Aquaculture . FAO Fisheris Departemen, Rome, Italy. Noor, Ariadi. 2003. Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur Di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta . Thesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (tidak diterbitkan). Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan. 2006. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006 - 2025 . Badan Perencana Pembangunan Daerah Sub Bidang Sumberdaya Alam dan Kelautan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan. Saaty, T.L., 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Proses Hirarki Analitik) unutk pengambilan Keputuan dalam Situasi Kompleks (Terjemahan). PT. Pustaka Binaman Presindo. Jakarta. Selian, A. 2003. Alokasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Tesis Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Sutanto, Himawan Arif. 2009. Pengelolaan Mangrove Sebagai Pelindung Kawasan Pesisir Dengan Pendekatan Co-Management dan Analisis 21
Hierarki Proses (AHP) (Studi Kasus di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah). Prosiding Seminan Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Gadjah Mada 25 Juli 2009. Yogyakarta.
Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Teknomo, Kardi., Hendro Siswanto, Sebastianus Ari Yudhanto. 1999. Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process Dalam Menganalisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Ke Kampus . Dimensi Teknik Sipil Volume 1, No. 1 Maret 1999 (31-39). Universitas Kristen Petra. Ukkas, M., 2001. Pemetaan Potensi/Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Takalar. Laporan Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar.
22