RESPONSI
SEORANG WANITA USIA 35 TAHUN DENGAN DERMATITIS KONTAK ALERGI ET CAUSA SUSPECT KAIN DRIL
Oleh : Qonita Sakinatul Janani G99122097
Pembimbing : dr. Suci Widhiati, SpKK, M.Sc
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2014
STATUS RESPONSI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing
:
dr. Suci Widhiati, SpKK, M.Sc
Nama Mahasiswa
:
Qonita Sakinatul Janani
NIM
:
G99122097
DERMATITIS KONTAK ALERGI A. DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. 1, 2 Dermatitis kontak ialah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan/alergen eksternal yang mengenai kulit 1, 2. Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi inflamasi akibat pemaparan bahan alergen pada dermal yang mampu mengaktivasi sel T dan kemudian akan bermigrasi pada tempat pemaparan tersebut. Dermatitis kontak alergi (DKA) terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. 1, 2
B. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada semua umur dan pria maupun wanita memiliki frekuensi yang sama untuk terkena. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif) 1,3. Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait dengan pekerjaan di Amerika Serikat3. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan,
2
insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu. Pada penelitian epidemiologi di St Spiridion, Romania tahun 200-2009 bahwa wanita lebih sering terkena dermatitis kontak dibanding laki-laki, yaitu 1.83: 1 dan 64.46% berusia di atas 45 tahun. Akan tetapi, usia dan jenis kelamin sendiri sebenarnya bukan merupakan faktor risiko DKA, tetapi berhubungan dengan paparan alergen ketika beraktivitas di luar maupun ibu rumah tangga3.
C. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton) yang disebut hapten, 4 bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup) 2. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, lama pajanan, suhu, dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari)1.
D. PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sistem imun spesifik yang menyebabkan perkembangan sel T efektor atau reaksi tipe IV
4,5
.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana berukuran sangat kecil (low molecul weight) yang akan terikat dengan protein epiderma membentuk antigen lengkap yang disebut hapten protein complex4. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel Langerhans, diekspresikan ke permukaan dengan bantuan MHC II. Antigen tidak hanya dipresentasikan di kelenjar getah bening, tetapi juga di kulit ke sel memori T
3
spesifik 6. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.4 Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi4,5. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Fase sensitasi tidak menimbulkan gejala klinis pada kebanyakan kasus, tetapi menginduksi DKA primer yang dikarakteristikan sebagai inflamasi kulit karena hapten spesifik pada 5-15 hari setelah kontak kulit5. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen ( sensitizer ), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan 1. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya berlangsung antara 24-48 jam pada tikus dan 72 jam pada manusia. Sel T diaktifkan baik oleh kontak direk melalui ikatan reseptor antigen dengan antigen-kompleks MHC, keratinosit, dan sel T lain yang menginfiltrasi kulit. Sel T memproduksi sitokin antara lain IL 4 dan IFNγ pada dermatitis fase akut dan sitokin tipe I yang lebih menonjol pada fase kronis. Sitokin dan kemokin menimbulkan akumulasi sel T efektor 6. Reaksi inflamasi ini akan bertahan selama beberapa hari setelah itu akan menurun dengan mekanisme down regulation5.
4
Gambar 1. Patogenesis DKA4
E. GEJALA KLINIS
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah) 1,2. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas 1,2. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.1,2
5
Tabel 1. Erupsi akut, sub akut, atau kronis 6 Akut
Subakut
- Vesikel atau bula yang terisi
cairan
jernih
multiple dan berat. Bila terjadi
vesikel/berair,
Kronis
- Eritem bertambah
- Kemerahan
- Edema mengurang
bengkak
- Papul menggantikan
- Lebih
vesikel
timbul erosi dan eczema
menonjolkan
sisik, hyperkeratosis, dan
- Edema, eritem
dan
likenifikasi
di
daerah yang terkena
- Infeksi sekunder dengan bakteri gram (+)
Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak 1 : 1. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida 1.
Gambar 2. DKA pada Tangan, Subakut 2 2. Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum 1.
6
Gambar 3. DKA pada Lengan 2
3. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata1.
Gambar 4. DKA pada Wajah 2
7
4. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids1. 5. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian1.
Gambar 5. DKA pada Leher 2 6. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen 1. 7. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan1. 8. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.1
F. DIAGNOSA
Diagnosis
didasarkan
atas
hasil
anamnesis
yang
cermat
dan
pemeriksaan klinis yang teliti1,2,7. 1.
Anamnesis
Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki, dan ada peningkatan insiden dengan bertambahnya usia. Riwayat awal pasien terkena penyakit ini yang pada akhirnya akan dievaluasi sebagai DKA merupakan standar anamnesa dermatologi. Riwayat dimulai dengan diskusi tentang penyakit ini dan fokus pada tempat timbulnya masalah dan agen topikal yang digunakan untuk mengobati masalah. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan
8
kesehatan umum juga secara rutin diselidiki. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis alergen yang menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi. Dalam
anamnesis
riwayat
pasien,
penting
untuk
mempertimbangkan
pekerjaan, rumah tangga, dan kemungkinan paparan terhadap alergen saat bepergian, dan juga tentu saja waktu, lokalisasi, alergen sebelumnya diidentifikasi, diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik, dan obat topikal maupun sistemik 1,2,7. 2.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebabsebab endogen.4 Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi. Pada kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan papula eritema, vesikel, atau bula, tergantung pada intensitas dari respon alergi. Namun, dalam DKA akut di daerah tertentu dari tubuh, seperti kelopak mata, penis, dan skrotum, eritema dan edema biasanya mendominasi dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis umumnya tidak tegas. DKA pada wajah dapat mengakibatkan pembengkakan periorbital yang menyerupai angioedema. Pada fase subakut, vesikel kurang menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan lichenifikasi dini bisa saja terjadi. Pada DKA kronis hampir semua kulit muncul scaling , lichenifikasi, dermatitis yang pecah-pecah (membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi yang menyertainya 1,2,7
. DKA tidak selalu tampak eksema, ada varian noneksema yang mencakup
lichenoid kontak, eritema multiformis (EM), hipersensitivitas kontak kulit seperti
selulitis,
leukoderma
kontak,
dyschromicum perstans8.
9
purpura
kontak,
dan
erythema
Daerah
kulit
yang
berbeda
juga
berbeda
dalam
kemudahan
tersensitisasi. Tekanan, gesekan, dan keringat merupakan faktor yang tampaknya meningkatkan sensitisasi. Kelopak mata, leher, dan alat kelamin adalah salah satu daerah yang paling mudah peka, sedangkan telapak tangan, telapak kaki, dan kulit kepala lebih resisten 1. 3.
Pemeriksaan Penunjang
Standar emas untuk menegakkan diagnosis DKA, termasuk yang dicurigai akibat kerja adalah uji tempel 7,9,10. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya finn chamber system kit dan T.R.U.E test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen standar buatan pabrik di Eropa dan negara lain. 1,7,10 Adakalanya test dilakukan dengan antigen yang bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati - hati sekali, jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui. 1 Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung di gunakan apa adanya (as is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya misalnya sampoo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral, produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya detergen hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. 1 Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air dan ditempelkan dikulit dengan memakai finn chamber , dibiarkan sekurangkurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan
10
standar perlu kontrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.1 Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel: 1. Dermatitis harus sudah tenang atau sembuh, bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk 1. 2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg perhari atau dosis ekivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari ( sunburn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga karena urtikaria kontak 1,10. 3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca, pembacaan kedua dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi 1,10. 4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberi hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai1. 5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan atau immediate urtikaria type karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.1 Patch test biasanya dilakukan di punggung, tetapi dapat juga dilakukan di lengan atas bagian luar
1,7
. Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji
11
tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal 1. Hasilnya dicatat sebagai berikut : Tabel 2. Interpretasi Hasil Patch Test 10 Simbol
Morfologi
Interpretasi
-
Tidak ada reaksi
Negatif
?
Hanya eritema, tanpa infiltrasi
Hasil meragukan
+
Eritema,
infiltrasi,
dan
bisa Reaksi positif lemah
ditemukan papul diskret ++
Eritema, infiltrasi, papul, vesikel
Reaksi positif kuat
+++
Eritema, infiltrasi, vesikel konfluen
Reaksi positif ekstrim
Ir
Tipe reaksi yang berbeda (reaksi Reaksi iritan sabun, vesikel, bula )
Nt
Tidak dites
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi1,7,10. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respon alergi atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, olek karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai 1 minggu setelah aplikasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 10% pasien menjadi (+) pada hari ke-7, padahal pada hari ke-2 dan ke-4 menunjukkan hasil negatif. Alergen yang paling sering menjadi positif setelah hari ke-4 adalah neomycin, tixocortol pivalate, dan nikel7. Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergi biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe descrecendo). Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen, perlu ditemukan relevannya dengan keadaan klinik, riwayat
12
penyakit dan sumber antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami, atau merupakan reaksi silang dari allergen lain yang sejenis, atau mungkin tidak ada hubungannya (tidak diketahui) 7. Reaksi positif klasik terdiri atas eritem, edem, dan vesikel-vesikel kecil yang letaknya berdekatan. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain apabila konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi), efek pinggir uji tempel, umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ada. Ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi cairan di bagian pinggir. Sebab lain karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan padat. Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsetrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada uji tempel dilakukan. 1
13
Gambar 6. Algoritma Patch Test 10
G. DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.1,2 Tabel 3. Perbandingan DKA dan DKI 6 Variabel
Iritan
Alergi
Penderita
Banyak orang
Tidak
banyak
yang
menderita Timbulnya
reaksi Biasanya
dalam
48
Beberapa jam, 5-6 jam
sesudah kontak
jam
Lokasi
Terlokalisasi
Tersebar
Batas tegas
Sering khas
Dapat terjadi
14
Waktu
untuk
klinis
setelah
resolusi
Sering
mengurang
Beberapa hari
bahan setelah 96 jam
disingkirkan Terjadinya reaksi
Terjadi cepat dengan 24-72 jam iritan
kuat
(menit-
jam); lambat dengan iritan lemah Hubungan
dengan
pekerjaan
Membaik
dengan Dapat membaik bahkan
liburan
lama
(4 pada akhir minggu
minggu) Atopi
Predisposisi
Predisposisi
tidak
diketahui Morfologi
Eritem, sisik, fisura
Vesikel
yang
sulit
dibedakan dari iritan Agen penyebab
Tergantung
pada
Relatif
tidak
terkait
konsentrasi agen dan dengan jumlah aplikasi, kondisi
barier
kulit; biasanya
konsentrasi
hanya terjadi di atas yang sangat sedikit pun ambang batas
cukup
menyebabkan
DKA, tetapi tergantung pada derajat sensitasi Sistem imun
Respon
imun
tidak Tipe IV DTH
spesifik
H. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penanganan DKA meliputi 11: 1. Perlindungan terhadap kulit, seperti penggunaan sarung tangan dan perubahan gaya hidup, termasuk edukasi adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. 2. Pengobatan
topical
[emollient,
cream/ointment
corticosteroid,
topical
immunomodulator, dan irradiasi dengan sinar ultraviolet (UV) atau X-ra ys].
15
3. Pengobatan
sistemik
[azathioprine,
methotrexate
(MTX),
cyclosporine,
retinoids, dan oral kortikosteroid jangka pendek]. Kebanyakan pasien akan membaik hanya dengan perlindungan kulit dan pengobatan topical. Akan tetapi, pada pasien yang masih persisten meski dengan pemberian topical kortikosteroid yang adekuat, di mana hal ini merupakan terapi utama pada DKA, sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan untuk hal tersebut. Pengobatan sistemik mungkin menyebabkan kesembuhan remisi temporer, tetapi tidak selalu cocok untuk control jangka panjang11. 1. Menghindari Alergen
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul. 7,11 Deteksi dan menghindari allergen adalah hal yang penting tetapi terkadang sulit untuk dilaksanakan 7. Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien telah ditentukan oleh uji tempel, sangat penting untuk menyampaikan informasi ini kepada pasien dengan cara yang mudah dimengerti.
Ini
melibatkan
penjelasan
cermat
terhadap
bahan
yang
mengandung alergen7,11. Secara keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini buruk 7. Menasihati pekerja dengan DKA untuk meninggalkan posisi mereka saat ini mungkin bukan saran terbaik, terutama jika perubahan pekerjaan akan menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan buruk 7. Pekerja yang mempunyai riwayat DKA terhadap allergen tertentu harus tercatat dalam rekam medis dan riwayat tersebut akan selalu diperhatikan ketika dia menerima pekerjaan baru agar pihak industri juga dapat ikut menjaga kesehatan kulitnya9. Penggunaan sabun cuci tangan dengan emulsi dan cream yang dipakai setelah bekerja dilaporkan dapat menurunkan insidensi dan prevalensi dermatitis kontak 7.
16
Gambar 7. Algoritma Pasien dengan Dermatitis Kontak Akibat Kerja 9
Pengobatan dengan agen fisikokimia yang mengurangi respon juga mungkin diperlukan. Orang-orang ini mungkin dapat menggunakan sarung tangan dengan bahan sesuai risiko paparan allergen 7. Tabel 4. Bahan Sarung Tangan untuk Pencegahan Dermatiti s Kontak 7 Hazard
Tipe Sarung Tangan
Mikroorganisme
NRL thermoplastic elastomer
Desinfektan
NRL, polyvinyl chloride (PVC), polyethylene (PE), ethylene methylmethacrylate (EMA)
Bahan farmasi
NRL
Bahan material
NRL, 4H glove
Bahan terlarut
PE, PVC, nitril, NRL, neoprene, butyl rubber, viton, 4H glove
Oli Mesin
PVC, nitril, NRL, neoprene, 4H glove
17
2. Pengobatan Topikal
Kortikosteoroid topical digunakan secara luas untuk pengobatan DKA. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa kombinasi steroid topical dan antibiotic topical memiliki manfaat pada pengobatan eczema yang disertai infeksi atau potensial untuk terinfeksi 7. Kortikosteroid oral dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal 1. Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat bermanfaat untuk vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi likenifikasi paling baik ditangani dengan emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau antihistamin oral, antihistamin topikal atau anestesi sebaiknya dihindari karena risiko merangsang alergi sekunder pada kulit yang sudah mengalami dermatitis 1.
I. PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari. 1,27
18
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. H
Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Penjahit
Alamat
: Jebres, Surakarta
Tanggal Pemeriksaan : 11 September 2014 No. RM
: 01270087
B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama
Gatal pada tangan dan kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan gatal di kedua tangan dan kaki kiri. Saat itu pasien merasa tangannya ada merahmerah dan gatal yang kemudian makin lama makin membesar dan juga kakinya menjadi gatal. Gatal dirasakan sepanjang hari, tidak tercetuskan oleh makanan. Karena gatal, pasien sering menggaruk tangan dan kakinya. Pasien sudah berobat ke puskesmas 3 kali. Pertama mendapatkan salep gentamycin, kedua mendapatkan salep betametasone, dan ketiga juga mendapat pengobatan salep betamethason dengan obat minum. Ketika menggunakan obat dari puskesmas, pasien merasa keluhannya berkurang sedikit, tetapi begitu efek obatnya habis pasien merasa gatal kembali dan timbulnya bercak-bercak di kulit juga makin lebar sehingga pasien memeriksakan diri ke poli kulit RSDM. Pasien tidak menggunakan lotion ataupun salep di luar yang diberikan puskesmas. Pasien juga tidak menggunakan barang logam,
19
seperti gelang atau perhiasan untuk kaki dan tangannya akhir-akhir ini. Di rumahnya juga tidak banyak tanaman ataupun bahan kimia. Pasien adalah seorang penjahit rumah yang biasanya hanya menerima order jahitan pribadi. Akan tetapi, kurang lebih sejak 2 minggu sebelum pasien merasa gatal, pasien menerima order dari perusahaan untuk mengerjakan seragam berbahan drill dengan kain sebanyak satu gulung besar. Pasien belum pernah menerima order kain drill yang persis sama dengan seragam yang ia kerjakan sekarang. Pasien tidak mempunyai pekerja sehingga mulai dari memotong dan menjahit ia kerjakan sendiri. Saat menjahit pasien lebih senang menggunakan baju dan celana pendek karena gerah. Saat bekerja pasien merasa terganggu karena gatal dan pasien merasa lebih gatal bila bekerja. Pasien bekerja tidak tentu karena dilakukan di rumahnya sendiri, bisa dari pagi sampai malam menjelang tidur atau sampai pasien merasa lelah. Pasien tidak mencuci tangan dan kakinya sebelum dan setelah bekerja. Pasien mandi dang anti baju 2 kali sehari. Di keluarga pasien tidak ada yang kulitnya gatal-gatal. Pasien menyangkal alergi obat atau makanan, tidak memiliki asma sejak kecil, dan tidak bersin-bersin di pagi hari. 3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat alergi makanan
: disangkal
Riwayat alergi obat
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat HT
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat bersin-bersin pagi hari
: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
20
C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup Tanda Vital
: Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Respiration rate
: 20x/menit
Nadi
: 88x/menit
Suhu
: afebril
b. Kepala
:
dalam batas normal
c. Mata
:
dalam batas normal
d. Hidung
:
dalam batas normal
e. Mulut
:
dalam batas normal
f. Leher
:
dalam batas normal
g. Punggung
:
dalam batas normal
h. Dada
:
dalam batas normal
i.
Abdomen
:
dalam batas normal
j.
Gluteus dan anogenital :
dalam batas normal
k. Ekstremitas atas
:
lihat status dermatologis
l.
:
lihat status dermatologis
Ekstremitas bawah
2. Status Dermatologis
Regio ekstremitas superior et regio cruris sinistra: Tampak plak eritem berbatas tegas dengan skuama diatasnya.
F. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Iritan Dermatofitosis
21
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kerokan kulit dengan KOH 10% (negatif)
H. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Kontak Alergi ec suspect kain drill
I. TERAPI
a. Non Medikamentosa Edukasi pasien: 1.) Menghentikan kontak zat penyebab alergi atau menggunakan pelindung saat bekerja (pakaian lengan panjang, sarung tangan) 2.) Menjaga kebersihan kulit 3.) Menjaga kelembapan kulit
b. Medikamentosa •
Metil Prednisolon tablet 16 mg 1 x 1
•
Cetirizine tablet 10 mg 1 x 1
•
Inerson cream tube 2x1 ue
J. Plan Patch test bila lesi sudah sembuh
K. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad kosmetikam
: dubia ad bonam
22
Foto pasien
Gambar Regio Ekstemitas Superior
23
Gambar Regio Ekstemitas Inferior
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito SA and Djuanda S. Dermatitis; in: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009, pp 148-150. 2. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2009. h. 20 33. 3. Statescua L, Branisteanu D, Dobreb C, Solovastru LG, Vasilcab A, Petrescu Z,
Azoicaic D. Contact dermatitis – epidemiological study. Maedica A
Journal of Clinical Medicine, Volume 6 No.4; 2011. P 277-281 4. Matthias Peiser. Role of Th17 cells in skin Inflammation of allergic contact dermatits. Clinical and Developmental Immunology Hindawi 2013, 261037 : p 1-10 5. Vocanson M, Hennino A, Rozi A, Poyet, Nicolas JF. Effector and regulatory mechanisms in allergic contact dermatitis. John Wiley & Sons A/S Allergy 2009: 64: 1699 – 1714 6. Baratawijaya KG, Rengganis I. Alergi Dasar. Edisi 1. 2009. Jakarta: Interna Publishing, p 299-314 7. Bourke J, Coulson I, English J. Guidelines for care of contact dermatitis. British Journal of Dermatology 2001; 145: 877-885 8. Bonamonte D, Foti C, Vestita M, Angelini G. Noneczematous contact dermatitis. Allergy Hindawi 2013, p 1-10 9. Adisesh A, Robinson E, Nicholson PJ, Sen D, Wilkinson M. U.K. standards of care for occupational contact dermatitis and occupational contact urticaria. British Journal of Dermatology 2013, 168, pp1167 – 1175 10. Schnuch A, Aberer W, Agathos M, Becker D, Brasch J, Elsner P, Frosch PJ, Fuchs T, Geier J, Hillen U, Löffler H, Mahler V, Richter G, Szliska C. Patch testing with contact allergens. JDDG 9˙2008. P 770-775
25
11. Diepgen TL, Agner T, Aberer W, Jones JB, Cambazard FR, Elsner P, Mcfadden J, Coenra PJ. Management of chronic hand eczema. Contact Dermatitis 2007: 57: 203 – 210
26