KEBIJAKAN PERTAHANAN INDONESIA
Sistem keamanan dan pertahanan dalam sebuah negara menjadi sangat penting untuk menjaga kedaulatan negara dari berbagai ancaman, khususnya ancaman dalam bentuk perang, baik dari dalam maupun luar negeri. Semua kebijakan yang berlaku di Indonesia berdasarkan pada prinsip-prinsip yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Begitu pula dengan kebijakan pertahanan Indonesia, penetapan dan penerapan kebijakan pertahanan dilangsungkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Selanjutnya penulis akan membahas kebijakan pertahanan seperti apa yang telah diterapkan di Indonesia serta perkembangan dan perannya dalam era global saat ini.
Dalam menetapkan kebijakan pertahana, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan keadaan geopolitik. Keadaan geografis, strategi, dan politik menjadi bagian penting dalam pembuatan kebijakan pertahanan (Simatupang, 1981:200). Letak geografis menunjukkan bahwa Indonesia menjadi suatu daerah lalu lintas dunia (Simatupang, 1981:221). Dengan letak yang strategis tersebut, maka Indonesia akan lebih mudah berhubungan dengan negara-negara lain, sehingga politik persahabatan dapat dijalankan. Selain itu, pandangan maritim yang memfokuskan kekuatan kekuatan pada laut dan pandangan kontinental yang memusatkan kekuatan pada darat menjadi dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kebijakan pertahanan Indonesia. Dengan demikian, jika Indonesia mampu membangun kekuatan militer di darat, laut, dan udara yang sepadan dengan kestrategisan letak geografisnya, maka Indonesia mampu menjadi negara yang berpengaruh dan berperan penting di dunia. Sesuai dengan pernyataan Simatupang bahwa Indonesia harus tetap melakukan usaha untuk memelihara dan menambah kematangan kepribadian serta harus tetap teliti dalam mengikuti perkembangan negara lain (Simatupang, 1981:225).
Mengaitkan kondisi geografis dengan kebijakan pertahanan, Nasution (1984:82) menyebutkan bahwa kondisi geografis Indonesia mempunyai syarat-syarat yang cukup untuk mengaplikasikan perang gerilya. Gerilya menjadi sistem perang yang telah lama dipegang oleh Indonesia, yaitu dalam upaya meraih kemerdekaan serta dalam upaya pertahanan Indonesia pada tahun 1945-1949. Selain itu, gerilya juga dipilih karena gerilya sudah mengakar kuat dalam susunan rakyat Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gerilya sendiri didefinisikan sebagai suatu sistem perang yang tidak terkait secara resmi pada ketentuan perang (biasanya dilakukan dengan sembunyisembunyi dan secara tiba-tiba); perang secara kecil-kecilan dan tidak terbuka (http://kbbi.web.id/). Namun, gerilya sendiri baru menjadi serangan kecil terhadap perlawanan yang besar, sehingga sistem gerilya di Indonesia masih diklasifikasikan dalam taraf defensif. Nasution (1984:95) menekankan bahwa dalam menghadapi perang gerilya selanjutnya, maka Indonesia harus membangun tiga ‘lapisan’ pertahanan kita, yakni perlawanan tentara, perlawanan partisan (gerilya rakyat), dan pertahanan rakyat (sipil).
Selain itu, dalam rangka melakukan pertahanan atas ancaman yang datang dari luar negeri, Indonesia menggunakan sistem politik luar negerinya, yaitu bebas dan aktif. Nasution (1984:78) menjelaskan bahwa prinsip politik bebas aktif dapat diinterpretasikan sebagai usaha Indonesia untuk bersikap netral, tidak berpihak pada siapapun ketika terjadi blok-blok di dunia. Hal itu juga dapat diinterpretasikan dengan posisi Indonesia yang bebas memilih blok mana saja atau tidak mau bersekutu sama sekali. Namun, bila kita melihat kembali pada sejarah Indonesia yang mana lebih memilih bergabung pada Gerakan Non Blok, maka prinsip tersebut akan mengantar Indonesia sebagai negara yang netral. Dalam UUD 1945, Indonesia juga menyebutkan kecintaan terhadap perdamaian di dunia, namun Nasution (1984:80) menegaskan bahwa Indonesia seharusnya lebih mencintai kemerdekaannya dan harus bersiap diri untuk mempertahankannya. Dengan demikian, kebijakan pertahanan luar negeri yang dimiliki Indonesia juga berkaitan dengan posisi netral Indonesia dalam dunia internasional serta upaya mempertahankan kemerdekaan.
Selanjutnya, penulis akan membahas bagaimana perkembangan kebijakan pertahanan Indonesia dalam mengahadapi tantangan global. Dalam dunia global saat ini, kebijakan pertahanan Indonesia telah jauh berkembang dari sebelum kemerdekaan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pertahanan nasional bangsa ini masih jauh tertinggal di lingkup internasional. Oleh karena itu, masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang harus segera diselesaikan bangsa ini. Masalah utama dalam pembentukan pertahanan nasional yang kuat untuk Indonesia adalah masalah anggaran pertahanan Indonesia (Widjajanto, n.d:29). Seperti yang telah diketahui salah satu aspek penting dalam pertahanan militer suatu negara adalah mengenai sumber daya yang mana menyangkut sumber daya manusia dan sumber daya non manusia. D alam pertahanan militer Indonesia, sumber daya non manusia khususnya alutista jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malayasia, Singapore, Australia, dan lainnya. Pengembangan dan permberdayaan alutista menjadi masalah tersendiri saat anggaran pertahanan yang dikeluarkan minim jumlahnya. Selain masalah alutista, terdapat banyak masalah terkait sistem pertahanan Indonesia, contohnya seperti masalah sengketa perbatasan dengan negara lain. Kurangnya sikat antisipasi Indonesia terhadap wilayahnya sendiri merupakan contoh ketertinggalan bangsa ini dalam sektor sumber daya manusia. Lebih lanjut jika hal seperti ini tidak segera diatasi, maka tidak menutup kemungkinan bagi negara lain untuk kembali menjajah Indonesia.
Untuk mencegah segala kemungkinan yang dapat terjadi, Indonesia memiliki strategi pertahanan dalam menghadapi tantangan global. Strategi pertahanan Indonesia menurut Sjafrie Sjamsoeddin adalah untuk membina kepercayaan, mencegah bentrokan, dan menghindari bentrokan ketika terjadi persengketaan (indonesian.cri.cn,2013). Selain itu menurut Susilo Bambang Yudhoyono dalam peraturan presiden Republik Indonesia menyangkut kebijakan umum pertahanan negara (2008), mengatakan bahwa pertahanan negara bersifat semesta. Artinya segala aspek negara baik itu warga negara, wilayah, sumber daya nasional, harus dipersiapkan dan diselenggarakan oleh pemeritah untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segara ancaman. Oleh sebab itu, pemerintahan Republik Indonesia telah membentuk berbagai kebijakan terkait pertahanan nasional. Kebijakan tersebut antara lain yaitu kebijakan pertahanan integratif, kebijakan pembangunan kekuatan pertahanan, kebijakan pengerahan dan
pengunaan kekuatan pertahanan, kebijakan penganggaran, kebijakan kerjasama pertahanan internasional, kebijakan pengelolaan sumber daya nasional, kebijakan pengembangan postur pertahanan, dan kebijakan pengawasan (sjdih.depkeu.go.id, 2008).
Disamping kebijakan tersebut, terdapat pula rencana yang disebut sebagai strategi Minimum Essential Forces (MEF). Program ditujukan untuk mengatasi ketertinggalan pembangunan dan modernisasi sektor pertahanan (Soetjipto, 2014). Salah satu strategi yang tepat untuk menunjang ketertinggalan sektor pertahanan bangsa ini. Dalam program ini pemberdayaan alutista TNI, mulai diperhatikan oleh pemerintah. Selain itu, terdapat rencana baru pemerintah untuk membentuk Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Tujuan dari Kogabwilhan sendiri adalah untuk memadukan dan memaksimalkan tugas operasional Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, dengan begitu diharapkan dapat meningkatkan detterence dan sebagai upaya antisipasi meningkatnya ancaman terhadap pertahanan negara (Soetjipto, 2014). Karena seperti diketahui, bangsa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki batasan darat maupun laut dengan banyak negara di Asia Pasifik. Hal ini menimbulkan banyak permasalahan yang menyangkut perbatasan, khususnya perbatasan maritim. Indonesia juga perlu meningkatkan kewaspadaannya atas gerakan Amerika dalam Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense. Yang mana Amerika memperkuat pertahanan lautnya dengan menempatkan armada dan pangkalan Angkatan Lautnya di kawasan Asia Pasifik. Khusunya pangkalan Angkatan Laut Amerika di Darwin, Australia yang melakukan pengawasan hingga wilayah Indonesia (Soetjipto, 2014).
Selain hal diatas yang juga menjadi tugas pemerintah khususnya kementrian pertahanan RI adalah untuk mengembangkan bela negara, melalui wawasan kebangsaan, dan pendidikan bela negara untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan dikalangan generasi muda. Hal lain juga tengah dikembangkan pemerintah dalam sektor pengembangan industri strategis dalam negeri, guna penunjang pertahanan nasional. Dengan memiliki industri sendiri, ditujukan agar Indonesia mampu secara mandiri melakukan riset, pembuatan dan pemberdayaan alutista. Dengan demikian, bangsa ini tidak perlu bergatung pada industri-industi luar negeri dan dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia (dmc.kemham.go.id, n.d).
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpula bahwa kebijakan pertahanan diperlukan oleh setiap negara, termasuk Indonesia, untuk mempertahankan keutuhan wilayahnya. Dalam menentukan kebijakan pertahanan, pemerintah Indonesia memiliki berbagai hal yang menjadi pertimbangan, seperti kondisi geografis, politik, dan tentunya kesesuaian dengan Pancasila serta Undang-Undang dasar 1945. Pada era sebelum kemerdekaan, upaya pertahanan yang dilakukan Indonesia terfokus pada Perang Gerilya karena hal itu dianggap paling sesuai dengan karakter rakyat Indonesia. Namun seiring dengan perkembangannya, pemerintah Indonesia tidak hanya menekankan pada perang, namun lebih mengutamakan strategi khusus yang meliputi penerapan berbagai kebijakan, seperti kebijakan pertahanan integratif, kebijakan pembangunan kekuatan pertahanan, dan lainnya untuk membangun Indonesia yang kuat. Selain itu, pemerintah
juga menggalakkan pendidikan wawasan kebangsaan agar Indonesia memiliki generasi yang tetap memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Perang merupakan suatu subyek yang menarik, hal yang bersifat sentral untuk setiap pemahaman dunia dan cara berkembangnya dunia. Terlepas dari moralitas meragukan dari penggunaan kekerasan untuk mendapatkan sasaran-sasaran pribadi atau politik, kenyataannya tetap sama bahwa perang telah digunakan untuk melakukan hal seperti disepanjang sejarah tertulis. Manusia telah mempelajari perang hampir di sepanjang waktu saat mereka membuatnya. Catatan-catatan terinci telah ada sejak 1288 SM dan pertempuran Kadesh antara orang Mesir dan Hittite. “perang tidak termasuk ke dalam cakupan seni dan ilmu pengetahuan: yang ada, perang merupakan satu bagian dari keberadaan sosial manusia”, tulis Car l von Clausewitz. Penteori kelautan Alfred Mahan menyetujuinya: “konflik adalah suatu persayaratan dari semua k ehidupan”.
Perang adalah suatu bisnis yang tidak bisa diperkirakan, dan dikarenakan hal ini, para serdadu dan cendikiawannya di sepanjang sejarah, telah mencari-cari suatu solusi ajaib untuk bisnis perang – suatu daftar kaidah-kaidah emas yang, jika dipenuhi, akan menjamin adanya kemenangan. Pertempuran dan kampanye di masa lalu telah dipelajari dan dibandingkan dengan seksama, alasanalasan kekalahan atau kemenangan diamati dengan serangkaian prinsip perang di kembangkan.
Strategi memainkan perang yang sangat penting dalam perang atau setiap operasi militer. Kata “Strategi” berasal dari bahasa Yunani yaitu Strategos, yang biasanya diterjemahkan sebagai “jenderal”. Strategi, dalam artian tersebut, mempunyai suatu karakter militer yang jelas. Namun, sejak PD II, lembaga-lembaga sipil bisnis, korporasi, departemen pemerintah non-militer, bahkan Universitas – telah juga mengembangkan strategi-strategi, istilah yang biasa mereka maksudkan untuk beragam jenis perencanaan kebijakan. Maka, istilah strategi tidak lagi menjadi wewenang militer semata. Karena perang dan masyarakat menjadi lebih rumit, definisinya telah diperluas dengan mencakup:
Pertimbangan faktor-faktor non-militer – ekonomi, politik, psikologis, moral, hukum dan teknologi. Dalam makna yang lebih penuh, strategi adalah seni memobilisasi dan mengarahkan sumber daya total dari suatu negara atau komunitas bangsa-bangsa, termasuk angkatan bersenjata, untuk melindungi dan mendorong kepentingan-kepentingannya dari para musuhnya, yang bersifat nyata ataupun potensial.
Dalam artian yang lebih luas, strategi disebut juga “strategi besar”. Dalam konteks militer, “strategi” berarti kebijakan atau perencanaan yang melibatkan penggunaan kekuatan secara nyata atau ancaman penggunaan kekuatan; penerapan kekuatan sebagai instrumen kebijakan nasional.
Perumusan strategi tergantung pada letak geografi, perekonomian, masyarakat dan politik dari suatu negara tertentu. Dengan kata lain, strtegi mencakup perkembangan, pengusaan intelektual dan penggunaan semua sumber daya negara terkait untuk tujuan mengimplementasikan kebijakannya dalam perang.
1. Aliran Kontinental
Niccolo Machiavelli, Carl von Clausewitz, Antinie Henri de Jomini, Sun Tzu dan Basil Liddle-Hart adalah para tokoh utama dari aliran kontinental, yang menaruh perhatian pada peperangan darat antar angkatan darat, dan secara historis menjadi instrumen utama strategi geopolitik militer. Aliran ini juga mempunyai pengaruh yang besar pada bentuk peperangan di abad ke-20. Machiavelli, Jomini dan Clausewitz digambarkan sebagai penyusun strategi dari “perang ofensif” sedangkan Liddle-Hart dan Sun Tsu digambarkan sebagai penyusun strategi “perang terbatas atau defensif”.
Para penyusun strategi perang ofensif berpedoman pada keyakinan Clausewitzian bahwa kerusakan angkatan darat musuh adalah tujuan utama dari perang dan bahwa AL dan AU ada utamanya untuk mengangkut pasukan dan ke zona tempur dan mendukung tempat mereka semula.
a. Niccolo Machiavelli
Machaivelli dikatakan telah meletakkan dasar untuk strategi militer. Lingkungan politik – strategi sebelum jaman Machiavelli ditandai oleh perang-perang pribadi para raja dan pengeran, angkatan darat pribadi/swasta temporer, serdadu dengan tidak terlatih baik yang sering kali merupakan tentara bayaran, aksi-aksi keberanian pribadi, perang salib, pengepungan tanpa akhir dan pertempuran tanpa akhir yang jelas. Menulis di dalam era “yang kuat adalah yang benar”, k etika setiap negara yang besar meyakini ekspansi wilayahnya dan kekuasaannya dengan kekuatan dan kekerasan.
Elemen-elemen kunci dari pemikiran Machiavelli adalah sebagai berikut: pertama, perang adalah suatu aktivitas penting dalam kehidupan politik. Kedua, keberadaan pergulatan dan ketidakpastian membentuk karakter dan metode-metode perang. Ketiga, sasaran dari perang haruslah kekalahan total dari musuh. Keempat, perang harus “singkat dan tajam”. Perang harus diakhiri secepat mungkin dengan pancapaian suatu hasil yang pasti. Kelima, karena segala hal berganung dengan hasil dari pertempuran, segala hal yang mungkin harus dilakukan untuk menjamin kemenangan, termasuk penggunaan penuh kekuatan sekalipun jika musuh tampaknya kekuataanya lebih lemah. Keenam, suatu pertempuran yang menentukan harus menjadi sasaran dari setiap kampanye militer, dan setiap kampanye militer harus merupakan suatu operasi yang direncanakan dan
dikoordinasikan. Ketujuh, komando harus ada di tangan satu orang. Kedelapan, keberhasilan militer tergantung pada ketertiban dan disiplin. Kesembilan, harus ada hubungan yang erat dan harmonis antara pihak berwenang dan lembaga politik serta politik. Terakhir, tentara bayaran tidak bisa menjamin kemenangan; suatu negara harus mempunyai ’angkatan darat yang layak’ sendiri.
b. Jomini dan Clausewitz
Yang paling menonjol di antara penulis militer aliran baru yang muncul selama era Napoleon adalah Antonie Henri de Jomini (1779-1869) dari Swiss dan dari Prussia (sekarang – Jerman) Carl von Clausewitz (1780-1831), yang mempunyai pengaruh panjang pada teori militer maupun konsepsi populer dari peperangan.
- Persamaan dalam Tulisan Jomini dan Clausewitz
Perbandingan seksama dari Summary of the Art of War dari Jomini (1838) dan On War Clausewitz (1831) menunjukan suatu kesamaan besar dalam teori militer dasar. Persamaan-persamaan tulisan tersebut terdapat pada:
*Keduanya menulis tentang metode taktis dan strategi, dan keduanya menghargai arti penting perang dari moril.
* Menekankan pada kehancuran kekuatan musuh sebagai tujuan kunci dari suatu operasi militer.
*Sangat menaruh perhatian pada peperangan darat dan sangat menyadari nilai keterkejutan dan keunggulan serta inisiatif strategi.
* Menekankan perlunya mengkonsentrasikan sekuatan pada ‘titik menentukan’ dari pertempuran
*Penyusun strategi ofensif. On War Clausewitz benar-benar memperkuat penekanan Jomini penggunaan kekuatan secara besar-besaran dan agresif.
- Perbedaan Tulisan Jomini dan Clausewitz
Clausewitz menulis pada level strategis sedangkan Jomini menulis pada level operasional dan taktis. Jomini bersifat geometris secara arsitektural; Clausewitz bersifat holistik dan artistik.
# Praktisi vs Filsuf atau penyusun taktik vs penyusun strategi. Perbedaan fundamental dari keduanya adalah bahwa jika Jomini pada dasarnya menulis sebagai seorang praktisi perang, sedangkan Clausewitz menulis sebagai seorang filsuf perang.
# Titik Berat
Salah satu fitur kunci dari konsepsi Clausewitz adalah tentang strategi besar (Grand Strategi) adalah teorinya tentang titik berat atau kekuatan, yaitu titik di dalam organisme musuh – militer, politik, sosial, ekonomi, dll – di mana, jika musuh dikalahkan, atau jika musuh kehilangan sesuatu yang dinilai sebagai faktor kunci, struktur keseluruhan kekuatan nasional akan runtuh. Di sini ditekankan juga strategi mengidentifikasi dan itu juga merupakan peran dinas intelijen saat ini.
Selama perang teluk 1990-1991 jalur komunikasi Garda Republik Irak, instalasi militer dan sistem komando dan kontrolnya diidentifikasi sebagai apa yang disebut Clausewitz sebagai titik berat dan disebut Jomini sebagai titik menentukan.
# Peran Logistik atau Pasokan
Bagi Jomini, pasokan atau logistik adalah masalah serius yang sangatlah terkait dengan keseluruhan pola perang dan membantu menekankan hasil akhir banyak operasi militer. Clausewitz yang mencoba memisahkan pasokan militer dari urusan peperangan dan yakin bahwa masalah-masalah yang tidak terkait dengan aksi pertempuran selain untuk pemeliharaan perlengkapan dan perawatan yang sakit adalah hal yang tidak penting.
# Hubungan antara kewenangan/pihak berwenang (otoritas) politik dan militer.
Jomini melihat perang sebagian besar dalam makna personel dan heroik, yang dikontrol oleh komandan yang mempuni. Kepemimpinan politik harus membiarkan komandan militer untuk bebas melakukan perang menurut prinsip-prinsip ilmiah yag telah diidentifikasi oleh militer. Dengan kata lain, Jomini bersikap menentang setiap campur tangan politik ke dalam urusan-urusan militer.
Clausewitz berkeras bahwa kepemimpinan politik harus mengambil keputusan akhir, karena sifat kebijakan menentukan sifat perang dan keadaan/suasana politik akan menentukan strategi di samping dia juga melihat bahan pertimbangan lain yaitu masyarakat.
# Konsep Friksi
Pada dasarnya ini adalah Hukum Murphy: segala hal yang bisa berjalan salah akan berjalan salah. Segala hal yang mengurangi kemampuan militer dan mempengaruhi hasil akhir akhir perang disebut friksi. Hal ini disebabkan oleh rasa takut, kelelahan, stress, penderitahan, kebingungan dan faktorfaktor yang tidak bisa diperkirakan seperti cuaca buruk. Jadi perang dsifatnya dianggap tidak pasti. Friksilah yang membuat perbedaan perang sebenarnya dan perang di atas kertas.
# Tujuan dan Tipe Perang
Tidak seperti Clausewitz, Jomini memahami peperangan sebagian besar dalam pengertian spesial yaitu pencapaian tertorial merupakan tujuan sejati dari konflik bersenjata. Lebih jauh lagi, Jomini memberikan penekanan pada sifat yang ofensif. Clausewitz pada ofensif yang defensif (The Defensive offensive), yaitu pertahanan adalah suatu bentuk peperangan yang lebih kuat dibandingkan penyerangan karena hal ini lebih mudah dipertahankan dibandingkan didapatkan.
# Perang Sipil
Jika Jomini menentang keras konsep ‘perang sipil’, Claus ewitz menganggap bahwa perang sipil sangat efektif jika dilaksanakan terpadu dengan operasi-operasi dari suatu angkatan darat reguler.
# Peperangan Maritim
Tidak seperti Clausewitz, Jomini mempunyai suatu apresiasi yang baik terhadap kekuatan maritim dan membahas peperangan maritim. Jomini membuat kontribusi-kontribusi penting – walaupun secara tidak langsung – pada perkembangan daktrin kelautan.
# Nilai semak dan hutan
Bagi Jomini, penggunaan secara bijaksana atas perlindungan alami untuk menutupi pergerakan dan suatu rencana pasokan yang terperinci merupakan elemen-elemen penting dari suatu peperangan yang berhasil.
c. Liddell-Hart dan Sun Tzu
Basill Liddell-Hart terkenal karena ‘strategi pendekan tidak langsung’ dan sebagai peramal akan adanya peperangan mekanisasi atau blitzkrieg. Strategi pendekatan tidak langsung pertama kali diungkapkan secara luas pada 1929 dalam suatu berjudul “The Decisive Wars of History”. Ide -ide Liddell-Hart dipengaruhi oleh kekecewaannya atas kejahatan dalam PD I. Dia menjadikan kehancuran dan pembunuhan mengerikan yang disebabkan oleh apa yang dia yakini sebagai strategiyang salah yang didasarkan pada doktrin-doktrin Clausewitz dan mengarah pada brutalitas peperangan parit. Namun, dia bukan seorang pasifist dan di tidak pernah percaya bahwa perang bisa dihindari sama sekali. Tujuannya adalah memikirkan bagaimana cara perang bisa dihindari sama sekali. Tujuannya adalah untuk memikirkan bagaimana cara perang yang bisa dilakukan secara lebih bersih, lebih cerdas dan yang paling penting, semanusiawi mungkin.
Liddell-Hart adalah pendukung strategi perang ’perang defensif atau perang terbatas’. Dia yakin bahwa dengan adanya perubahan-perubahan teknologi militer , penyerangan bukan lagi menjadi strategi yang benar. Yang ada, “strategi tidak langsung” berupa manuver dan kejutan, yang memaksa keuatan musuh tercerai-berai, merupakan strategi yang tepat. Jadi jika dibandingkan dengan Clausewitz, pemikiran Liddell-Hart adalah bentuk strategi yang lebih kuat dan juag lebih ekonomis. Kesimpulan utamanya adalah bahwa ‘kekuatan musuh bergantung pada stabilitas atau “ekuilibrium” dari kendali, moral dan pasokan/logistik.
Definisi Liddell-Hart untuk strategi adalah seni mendistribusikan cara-cara militer untuk memenuhi tujuan-tujuan kebijakan. Inti dari strategi militer adalah pertempuran ketetapan hati antara dua lawan. Menurut Liddell-Hart, ‘dalam perang hal utama yang tidak bisa diperhitungkan adalah pikiran manusia, yang terwujud dalam resistansi. Tujuan strategi adalah untuk menghilangkan kemungkinan resistansi.
Liddle-Hart, memang pada dasarnya ia bukanlah penulis strategi pertama yang memikirkan pendekatan tidak langsung, banyak dari maksim yang dikembangkannya juga dijelaskan oleh Sun Tzu pada tahun 500 SM. The Art of War karya Sun Tzu adalah tulisan militer yang tertua,di dalamnya membahas tentang ide-ide militer yang mengandung banyak prinsip pendekatan tidak langsung: penipuan, kecepatan, penghindarian penghabisan lawan sampai hancur, dan yang lebih penting lagi menyerang kemauan musuh untuk bertempur.
Terdapat pula perbedaan antara pendekatan tidak langsung dan pendekatan langsung antara konsep Clausewitz dan Liddle-Hart. Clausewitz menekankan perlunya untuk menyerang lebih dahulu kekuatan terkuat dalam koalisi negara-negara musuh, namun Liddle-Hart malah sebaliknya menyerang sisi koalisi yang lebih lemah. Jika Liddle-Hart berpendapat bahwa strategi militer hanyalah berkepentingan dengan masalah memenangkan perang maka Clausewitz lebih mementingkan makna kemenangan sejati yaitu mengimplikasikan bahwa keadaan perdamaian adalah lebih beik setelah perang dibandingkan sebelumnya. Kemenangan total hanyalah akan membuat rumit tugas pencapaian suatu penyelesaian perdamaian yang adil dan masuk akal.
Apapun kelemahanya, “strategi pendekatan tidak langsung” telah mendorong suatu generasi baru para perwira untuk berpikir dalam pola pikir mencapai kesuksesan dengan pergerakan yang lebih baik dan memanfaatkan secara penuh ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meminimalkan korban jiwa. Maka oleh karena itu “pendekatan tidak langsung dirasakan lebih tepat karena penekanannya terletak pada dislokasi psikologi dan penetrasi jauh ke dalam garis pertahanan musuh untuk melumpuhkan sistem syaraf dari komando.
Esensi dari perang di masa datang tidak akan berupa perusakan massal atau kelemahan toal dari lawan. Yang ada, hal ini akan berupa perusakan minimum, pertumpahan minimal, dan kekalahan parsial dari musuh.
2. Aliran Maritim
Aliran maritim dibawah pengaruh Alfred Thayer Mahan berpendapat bahwa pengendalian laut pada akhirnya akan menentukan keputusan-keputusan yang diambil di daratan. Teori maritim pada dasarnya terdiri dari pengendalian laut dan eksploitasi kendali tersebut untuk membantu menciptakan pengendalian di daratan. Teori ini lebih dofokuskan pada pemblokadean perdagangan dan membatasi kemampuan untuk manuver. Kontribusi Mahan pada strategi modern terletak pada tiga area yaitu; pertama pengembangan suatu filosofi kekuatan laut yang mendapatkan pengakuan dan penerimaan jauh melampaui lingkar-lingkar AL professional, kedua perumusan suatu teori baru strategi AL, dan ketiga merupakan peneliti yang kritis atas taktik-taktik AL. Mahan berpandangan bahwa strategi AL dan kekuatan laut dikondisikan oleh fenomena alami fundamental tertentu dan oleh kebijakan-kebijakan nasioanal yang terkait dengan AL, kapal dagang dan pangkalan-pangkalan luar negeri. Dalam mengembangkan pemikirannya Mahan berpegang pada ajaran Jomini dan juga Clausewitz. Dari Jomini, Mahan belajar beberapa prinsip peperangan darat yang bias diterapkan di laut; prinsip konsentrasi; nilai strategis dari posisi sentral dan jalur-jalur dari operasi di bagian dalam;dan hubungan erat antara logistik dan pertempuran. Selain itu penekanan bahwa perang ada di bawah politik mengkaitkan Mahan dengan Clausewitz.
Namun analisa dan interpretasi Mahan telah dikritik oleh para ahli sejarah, terutama dengan alasan tertentu menyederhanakan melalaui pengabaian. Meskipun begitu kita harus bersikap adil pada Mahan dan mengakui bahwa isu-isu yang ditujunya masih relevan sampai sekarang. Diantaranya seperti konsep kepentingan nasional, dimensi moral dari kekuatan militer, komposisi armada,logistik peperangan dan yang paling penting penggunaan AL sebagai instrument kebijakan nasional.
Mahan mengajukan enam kondisi-konsi umum yang mempengaruhi keuatan laut yang dianggap sebagai hal yang bersifat universal dan tak lekang waktu:
(1). Lokasi geografis dari suatu negara
(2). Konfirmasi fisiknya
(3). Bentang wilayahnya
(4). Besar populasinya
(5). Karakter nasional
(6). Karakter dan kebijakan pemerintah
3. Aliran Angkasa
Jauh sebelum PD I, para peramal tentang kekuatan udara telah mengemukakan ide mereka. Para penganjur awal yang terlibat dalam pempromosian arti penting kekuatan udara ialah Guilo Douhet, William Mitchell, Sir Hugh Trenchard, dan Alexander de Seversky. Mereka pada dasarnya menyatakan bahwa kekuatan udara mempunyai potensi sebagai suatu senjata dengan kekuatan yang sangat besar berbeda dengan penulis strategi kontinental dan maritim yang mendasarkan teori mereka pada sejarah. Mereka yakin bahwa hasil dari konflik di masa dating akan ditentukan bukan di atas tanah, namun di atas udara. Melalui pengeboman strategis dan penggunaan kekuatan udara secara ofensif biasa menghancurkan moral penduduk sipil dan menghancurkan infrastruktur industri pertahanan musuh dan kemudian mengakhiri perang dengan cepat. Aliran angkasa sangat
menggantungkan kekuatanya pada penggunaan pesawat terbang untuk tujuan militer, tentunya kekuatan udara yang telah merevisi garis-garis pertempuran tradisional yaitu suatu senjata strategis utama yang bersifat final dan merupakan suatu instrumen kebijaksanaan nasional. Untuk bisa menjadi senjata strategis utama suatu sistem persenjataan harus mampu menyebabkan penyerahan diri suatu negara melalui aplikasi strategis bukan melalui aplikasi taktisnya, dengan cara yang lebih unggul dibandingkan cara yang lain.
Dalam hal ini kekuatan udara sangat perlu dan sangat penting untuk melakukan peperangan yang bersifat offensif ataupun yang bersifat defensif sebagai “pendukung” dari peperangan darat. Di sini memang peperangan darat adalah yang utama dan baik kekuatan AL dan AU merupakan pendukung yang sangat penting.
4. Aliran Revolusi
Peperangan revolusi berbeda dengan konflik-konflik konvensional antar Negara dalam hal bahwa perang revolusi adalah perang intra negara , dengan tujuan utamanya adalah peralihan kekuasaan politik dengan penggunaan angkatan bersenjata, kehancuran suatu masyarakat yang ada dan lembaga-lembaganya serta penggantiannya dengan struktur negara yang baru. Penganut dari aliran revolusi adalah Marx, Lenin, Mao Tse-tung, Ho Chi Min, dan Che Guevara. Suatu perang revolusi tak pernah terkekang dalam batas-batas aksi militer. Peperangan revolusi bisa mengambil beberapa bentuk; perang kemerdekaan nasional, pemberontakan atau upaya-upaya kekerasan untuk menggulingkan suatu system social politik, perang sipil, perang gerilya, dan perang-perang kecil lainnya.
Para pemikir aliran ini mengkaitkan prinsip-prinsip strategis dari perang revolusi pada Sun Tzu. Semua alasan Sun Tzu untuk mengambil alih suatu negara dalam keadaan utuh dianggap oleh Mao berkaitan dengan suatu revolusi. Kelompok-kelompok kecil pihak revolusioner yang dipersenjatai dengan persenjataan ringan dan taktik-taktik peperangan revolusi telah berhasil dalam memaksa tentara pendudukan yang jumlahnya besar untukmenarik diri. Perang revolusi secara umum merupakan alat bagi yang lemah menghadapi pihak yang kuat.