BAB I PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang menjadi ancaman utama bagi kesehatan umat manusia manusia pada abad 21. Berdasarkan perkiraan perkiraan yang dibuat dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes melitus di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, yaitu pada tahun 2025, jumlah ini akan membengkak menjadi 300 juta orang. Data terakhir dari WHO menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan peningkatan prevalensi DM yang lebih tinggi di negara-negara Asia Tenggara termasuk di Indonesia. (1) Di Indonesia, jumlah penderita Diabetes pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat pesat menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030. (2) Besarnya dampak yang ditimbulkan oleh diabetes selain disebabkan oleh semakin tingginya prevalensi diabetes juga diakibatkan oleh berbagai komplikasi yang ditimbulkannya. Komplikasi diabetes berupa penyakit kardiovaskuler, penyakit pembuluh darah perifer, stroke, kebutaan dan gagal ginjal sangat mengurangi kualitas hidup sehingga akan melambungkan biaya kesehatan pada masyarakat terkait. Diabetes dapat mengenai segala lapisan masyarakat, segala strata ekonomi, semua golongan umur baik pria maupun wanita. (3) Bahkan dilaporkan bahwa diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika Serikat pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia. (4) Perkembangan prevalensi kasus diabetes di dunia, dan besarnya dampak yang diakibatkan oleh komplikasi akut maupun kronis diabetes melitus menempatkan diabetes menjadi salah satu penyakit yang menjadi perhatian badan-badan kesehatan dunia. Berbagai upaya dilakukan dalam rangka pencegahan diabetes. Salah satu tujuan pengobatan diabetes melitus adalah mencegahnya tumbulnya komplikasi kronis. Tetapi pada kenyataannya pada waktu diagnosis ditegakkan sebagian besar penderita sudah mempunyai komplikasi kronis sehingga pencegahan komplikasi tampaknya
1
sudah terlambat pada banyak kasus seperti itu. Melihat kondisi permasalahan tersebut maka akan lebih baik bila diabetes dapat dicegah sebelum terjadinya diabetes. (3) Peluang pencegahan diabetes dimungkinkan dimungkinkan karena adanya suatu suatu keadaan
di dalam
spectrum perjalanan penyakit diabetes yaitu keadaan prediabetes. Keadaan prediabetes ini merupakan suatu keadaan yang menjadi aba-aba untuk terjadinya diabetes di kemudian hari. (3) Berbeda dengan keadaan diabetes yang bersifat irreversible, keadaan prediabetes merupakan suatu titik yang dapat bergerak ke dua arah, yaitu ke arah normal atau ke arah diabetes. (4) Berdasarkan pengamatan, individu dengan prediabetes dalam perkembangannya mempunyai 3 kemungkinan: sekitar 1/3 akan berkembang menjadi diabetes tipe 2, 1/3 berikutnya akan tetap menjadi prediabetes sedangkan 1/3 sisanya akan menjadi normoglikemi. (5) Dalam patogenenesis diabetes tipe 2 terdapat dua hal yang memegang peranan penting yaitu insulin resisten dan defek sel beta pancreas. (4) (6) Banyak penelitian menyatakan bahwa defek sel beta pancreas sudah terjadi pada keadaan prediabetes (7; 8; 9; 10) bahkan ada yang menyebutkan hal ini sudah terjadi pada keadaan sebelum prediabetes . Hal ini tentu saja dapat mempercepat \transformasi dari keadaaan prediabetes menjadi diabetes. Oleh karena itu dalam refrat ini kami ingin menulis defek pancreas pada prediabetes yang meliputi mekanisme (patofisiologi) dan pengobatannya. Dengan mencegah defek sel beta pancreas ini diharapkan dapat mencegah atau memperlambat perubahan prediabetes menjadi diabetes.
2
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI PANKREAS
2.1 Anatomi Kelenjar pancreas terdiri dari 0.7-1 juta kelenjar endokrin, yaitu pulau-pulau Langerhans, tersebar di dalam struktur kelenjar pada kelenjar pancreas. Massa pulau Langerhans menyusun 1-1,5 % massa pancreas total dan dengan berat pada orang dewasa adalah 1-2 g. Di dalam pancreas setidaknya terdapat 4 jenis sel yaitu A, B, D dan PP (juga dinamakan , , dan F) yang berhasil dikenali pada kelenjar pancreas. Sel-sel ini tidak tersebar secara merata di sepanjang pancreas. Sel PP yang mensekresikan polipeptida pancreas (PP), ditemukan paling banyak di daerah posterior kaput pancreas (kaput posterior). Kaput posterior ini mendapatkan perdarahan arteri mesenterika superior, bagian lain dari pancreas mendapatkan suplai darah dari arteri coeliaca. (11) Pulau-pulau pada lobus posterior terdiri dari 80-85% sel F, 15-20 % sel B dan kurang dari 0,5% merupakan sel A penghasil glukagon. Massa sel PP bervariasi menurut umur dan jenis kelamin, cenderung lebih tinggi pada laki-laki dan orang yang lebih tua. Berbeda dengan lobus posterior, pulau-pulau Langerhans yang minim PP terdapat pada ekor, badan dan bagian anterior kaput pancreas, tumbuh dari tonjolan dorsal embrionik, utamanya mengandung sel-sel beta (7080%), dengan kandungan sel A penghasil glukagon 20% dan kira-kira 3-5% sel D yang menghasilkan somatostatin. Gambaran sel-sel khusus penghasil berbagai hormone dapat dilihat pada gambar 1. (11)
3
Gambar 1.Gambaran Histologis Pankreas. Sel-sel A merupakan sel yang lebih besar dengan sitoplasma gelap. Sel D juga terdapat di bagian perifer, sedangkan sel B terdapat di tengah pulau langerhans. (dikutip dari Basic Histology, Histology, 7 ed, 1992) 1992)
2.1 Sintesis dan Metabolisme Metabo lisme Insulin Insulin merupakan suatu protein yang terdiri dari 2 rantai peptida (rantai A dan B) yang dihubungkan oleh 2 rantai sulfida. Prekursor insulin, preproinsulin (BM 11.500) disintesis di dalam ribosom dan memasuki retikulum endoplasma sel Beta, yang mana dipotong oleh enzim mikrosomal untuk membentuk proinsulin (BM 9000). Prosinsulin yang terdiri atas rantai A dan B dihubungkan oleh peptide C yang terdiri atas 31 asam amino, diangkut ke apparatus Golgi, dimana ia dikemas menjadi vesikel sekretorik. Sementara itu di dalam vesikel proinsulin dipotong pada 2 tempat membentuk insulin (51 asam amino, BM 5808) dan suatu peptide C yang tidak memiliki aktivitas biologis. Dengan demikian, sekresi insulin akan diikuti oleh sekresi peptide C dengan jumlah molar yang sepadan, dan sejumlah kecil proinsulin yang urung dipotong. (12) Ketika hormon insulin disekresikan ke dalam darah, ia segera beredar di sirkulasi dalam bentuk yang tidak terikat. Hormon ini hanya memiliki waktu paruh rata-rata 6 menit, sehingga sebagian besar akan hilang dari dari sirkulasi dalam 10-15 menit. Pengecualian pada sebagian
4
hormon insulin insulin yang berikatan dengan reseptor pada sel sel target, hormon hormon ini akan didegradasi oleh enzim insulinase yang terdapat di hati, dan sebagian kecil di ginjal dan otot. (13) 2.3 Sekresi Insulin Glukosa merupakan senyawa kunci yang mengatur sekresi insulin. Selain itu terdapat juga senyawa-senyawa lain yang turut mempengaruhi sekresi insulin diantaranya adalah asam amino, benda-benda keton, peptida gastrointestinal, nutrisi lain dan neurotransmitter. Sintesis insulin akan terstimulasi bila kadar glukosa >70 mg/dL, hal ini berlangsung dengan cara meningkatkan translasi protein. (4) Stimulasi sekresi insulin oleh glukosa dimulai dengan diangkutnya glukosa ke dalam sel beta pancreas oleh protein pembawa GLUT2 (gambar 2). Langkah selanjutnya adalah fosforilasi glukosa oleh enzim glukokinase yang merupakan tahapan yang rate limiting yang dapat mengatur sekresi insulin. Langkah selanjutnya adalah metabolisme glukosa-6-fosfat yang menghambat aktivitas kanal K+ sensitive ATP. Kanal ini terdiri dari dua protein terpisah: satu berikatan dengan obat hipoglikemik oral tertentu (seperti sulfonylurea, meglitinid); yang lain +
adalah protein kanal K+. penghambatan kanal K ini menginduksi depolarisasi membrane sel 2+
2+
beta, yang menyebabkan pembukaan kanal Ca tergantung-voltase (menyebabkan influx Ca ) yang kemudian merangsang pelepasan insulin. (4) increatin yang dilepaskan oleh sel neuroendokrin di saluran cerna meningkatkan sekresi insulin dan menghambat sekresi glucagon. Pada individu sehat, respons sel-sel beta pancreas terhadap rangsangan oleh sekretagok insulin (seperti glukosa) berlangsung secara bifasik, dimana terjadi sekresi insulin fase awal selama 10 menit setelah rangsangan, diikuti oleh sekresi insulin fase lanjut yang berakhir dalam beberapa jam. Sekresi insulin fase awal merupakan pelepasan insulin yang telah disintesis di dalam granul-granul sekresi sel-sel beta pancreas, sementara sekresi inulin fase lanjut merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis sebagai respon terhadap rangsangan sel-sel beta pancreas selanjutnya. (14)
5
Gambar 2. Stimulasi sekresi insulin oleh glukosa. (4) Kelainan awal dalam pathogenesis DM tipe 2 adalah hilangnya sekresi insulin fase awal setelah pemberian beban glukosa. Hal ini menyebabkan hambatan pencapaian puncak profil insulin, yang akan diikuti dengan penurunan toleransi glukosa. Semakin berat progresifitas gangguan toleransi glukosa, akan terjadi gangguan fungsi sel-sel beta pancreas yang akan menyebabkan gangguan sekresi insulin baik fase awal maupun fase lanjut. Selama transisi dari toleransi glukosa normal ke toleransi glukosa terganggu dan pada akhirnya DM tipe 2 klinis., akan diikuti dengan beberapa episode hiperglikemia post prandial. Sejalan dengan progresifitas penyakit makan akan terjadi hiperglikemia baik dalam keadaan puasa maupun post prandial. (14)
6
BAB III PREDIABETES DAN DEFEK SEL BETA BET A PANKREAS
3.1 Prediabetes IGT (Impaired glucose tolerance) dan IFG (impaired fasting glucose) disebut juga prediabetes karena pada para penderita diabetes yang memiliki data lengkap, ternyata pada umumnya menunjukkan keadaan tersebut lama sebelum diagnosis diabetes ditegakkan. (3) Kelompok antara ini telah dikenali oleh komite komite ahli dalam diagnosis dan pengklasifikasian DM sejak tahun 1997 dan 2003. (15) IFG atau GPT (glukosa puasa terganggu) ditegakkan bila kadar gula darah puasa 100-125 mg/dL dan IGT atau TGT (toleransi glukosa terganggu) ditegakkan bila didapatkan kadar gula darah 2 jam setelah pembebanan glukosa adalah 140-199 mg/dL. (16) Selama ini HbA1C yang menunjukkan nilai rata-rata gula darah dalam 2-3 bulan biasanya dikaitkan dengan risiko komplikasi menahun dan tidak dijadikan sebagai alat diagnostik baik pada DM maupun prediabetes. Namun pada tahun 2010 ini, di dalam Standard of Medical Care in Diabetes Mellitus-2010 yang diterbitkan oleh American Diabetes Association (ADA), A1C telah digunakan sebagai diagnostic untuk prediabetes. Dalam standar yang` disusun oleh ADA menetapkan nilai A1C 5,7 -6,4 % sebagai sebagai prediabetes. (16) Keadaan prediabetes bukanlah suatu diagnosis penyakit namun merupakan suatu faktor risiko untuk terjadinya penyakit, yaitu risiko untuk terjadi diabetes maupun risiko untuk terjadi komplikasi lain seperti kardiovaskuler. (16) Di Amerika serikat prevalensi GPT diperkirakan sebesar 26% dan TGT 15%, 57 juta Individu dinyatakan menjadi penyandang prediabetes, beberapa diantaranya sudah menunjukkan kelainan mikrovaskular yang khas untuk komplikasi diabetes. Di Indonesia prevalensi prediabetes cukup tinggi, mencapai mencapai 10,2 % yang yang merupakan prevalensi glukosa darah puasa, sehingga diperkirakan terdapat sekitar 24 juta penduduk Indonesia telah menderita kelainan ini. (5) Seperti halnya pada DM tipe 2, maka dalam pathogenesis terjadinya prediabetes juga melibatkan resistensi insulin dan kerusakan sel beta pankreas. Keadaan prediabetes ini erat kaitannya dengan suatu sindroma yang disebut sindroma metabolik atau disebut juga sindroma resistensi insulin dimana komponen utamanya adalah obesitas obesitas sentral. (16) overweight dan 7
obesitas berperan dalam persistensi prediabetes. (17) Selain resistensi insulin maka aspek lain yang berperan adalah defeks sel beta pancreas. GPT dan TGT terjadi dengan mekanisme mekanisme yang berbeda hal ini dibuktikan dengan bervariasinya tingkat resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pada kedua kelompok ini. (8) (10)
3.2 Patofisiologi Defek Sel Beta Pankreas Kerusakan sel beta merupakan bagian penting dalam patofisiologi terjadinya prediabetes maupun pada diabetes. Ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya kerusakan sel beta ini, diantaranya adalah teori glukotoksisitas, lipotoksisitas dan penumpukan amiloid. (18) Efek Efek hiperglikemi sendiri terhadap sel sel beta pancreas dapat manifes manifes dalam beberapa bentuk: bentuk: pertama glukotoksisitas sel beta, yang merupakan kerusakan ireversibel; kedua adalah ausnya sel beta (beta cell exhaustion), adalah kelainan yang masih reversible dan terjadi lebih dini dibandingkan toksisitas toksisitas dan yang ketiga adalah desensitasi desensitasi sel beta, yaitu yaitu gangguan sementara sel beta yang dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang keadaan ini akan kembali normal bila gula darah dinormalkan. (3) Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi kerusakan sel beta yaitu: glukotoksisi g lukotoksisitas, tas, lipotoksisi lipotok sisitas tas dan agregasi amiloid.
3.2.1 Glukotoksisitas Terdapat fakta bahwa dengan perjalanan waktu telah terjadi penurunan fungsi sel beta pada hampir semua pasien diabetes, sehingga muncul pendapat bahwa glukosa sendiri toksik terhadap sel beta pancreas. (18) Hal ini juga telah terbukti melalui percobaan pada invitro atau pada binatang binatang percobaan. Pada suatu suatu penelitian penelitian
didapatkan bahwa glukotoksisitas dapat
menginduksi suatu suatu gen yang disebut TRIB 3 yaitu yaitu suatu protein yang yang terlibat dalam jalur sinyal sinyal yang menyebabkan apoptosis sel beta pancreas. (19) Secara invitro, perlakuan hiperglikemia hiperglikemia dapat menyebabkan menurunnya mRNA insulin dan menurunkan pula laju translasi protein proinsulin. (20) Selain menyebabkan kematian/apoptosis sel beta pancreas, glukotoksisitas juga menyebabkan gangguan pada tahap akhir dari eksositosis insulin. (21) Metabolisme glukosa yang bersifat oksidatif di sel beta pancreas juga akan menyebabkan pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang akan menyebabkan kerusakan sel beta (gambar 3). Sel beta pancreas hanya mempunyai sedikit enzim katalase dan superoksida dismutase, yang berfungsi untuk 8
merubah ROS. ROS akan mengaktifkan NF-B, yang merupakan jalur proapoptotik. Selain itu efek hiperglikemia pada pancreas adalah menurunkan ekspresi gen duodenum homeobox-1, yaitu suatu suatu regulator transkripsi transkripsi gen insulin. insulin.
Mekanisme lain lain adalah melalui keterlibatan
upregulasi protein uncoupling 2 (UCP-2) oleh glukosa yang tinggi dapat menyebabkan metabolism glukosa oksidatif berlangsung tanpa pembentukan ATP sehingga pembentukan ATP menjadi rendah. (18)
3.2.2 Lipotoksisitas Meskipun asam lemak bebas (FFA) merupakan suatu senyawa yang dapat merangsang sekresi insulin, (4) namun demikian kelebihan beban asam lemak bebas yang kronik juga dapat menyebabkan kerusakan sel beta pancreas. Salah satu bukti bahwa bahwa lipotoksisitas berperan berperan dalam patofisiolgi kerusakan sel beta adalah ditemukannya penumpukan lemak dari pemeriksaan post mortem pada sel beta pancreas pasien DM dan subyek dengan faktor risiko. (22) Penderita DM tipe 2 sering mengalami peningkatan kadar asam lemak bebas karena ada nya resistensi insulin.
Gambar 3. Mekanisme defeks sel sel beta pancreas akibat glukotoksisitas glukotoksisitas dan lipotoksisitas (18)
Tingginya kadar glukosa sudah terbukti menghambat oksidasi beta asam lemak bebas, hal ini akan menyebabkan penumpukan kompleks asam lemak rantai panjang-koenzim A (LC-KoA). Hal ini akan mengganggu aktivitas pompa K+ normal, normal, (18) atau UCP-2, yang ujung-ujungnya ujung-ujungnya 9
adalah menghambat pembentukan ATP. (18; 23) Pengendalian pembentukan UCP 2 ini terjadi melalui jalur PPAR, (23) PPAR (24) dan leptin. (25) Mekanisme lain defeks sel beta oleh lipotoksisitas adalah melalui sintesis seramida yang dirangsang oleh asam lemak lemak bebas atau melalui pembentukan oksida nitrit nitrit (NO). Pada jaringan lain misalnya otot, penghancuran seramida dapat mencegah total resistensi insulin akibat asam lemak bebas. Sehingga terdapat dugaan bahwa asam lemak bebas bekerja melalui pembentukan seramida pada sel beta pancreas. Seramida telah dibuktikan dapat menhambat ekspresi gen insulin dan mengakibatkan apoptosis melalui berbagai jalur. Pentingnya transduksi sinyal insulin terhadap ekspresi gen insulin tidak dapat dianggap remeh, dan hal ini merupakan suatu hal penting lain dari lipotoksisitas: melalui asam lemak-KoA dapat menghambat pensinyalan reseptor insulin pada sel beta melalui pengaruh terhadap protein IRS, PI-3 kinase atau atau lebih ke hulu dari kaskade pensinyalan insulin. (18) 3.2.3 Penumpukan Amiloid pada Sel Beta Pankreas Berdasarkan pemeriksaan postmortem pada pasien dengan diabetes tipe 2 ditemukan bahwa hampir semua jaringan pancreas pasien DM tipe 2 terdapat kandungan amioloid dalam jumlah yang bermakna. Amiloid terdiri atas amiloid polipeptida (IAPP), atau amilin. IAPP merupakan senyawa yang secara normal terdapat di dalam granul insulin sehingga ikut disekresikan bersama insulin. Agregat kecil dari IAPP bersifat sitotoksik secara invitro, dan diduga bahwa hal ini berhubungan dengan pembentukan saluran oleh molekul IAPP yang beragregasi. Pembentukan saluran ini menyebabkan masukkan kalsium ke dalam sel beta; kemungkinan lain adalah terbentuknya terbentuknya agregasi intraselular
setelah terjadi interaksi dengan
membrane liposomal. Bila hiperglikemi dapat memicu agregasi IAPP, maka asam lemak bebas dapat menambah sitotoksisitas agregat. (26) Meskipun Meskipun ada kecendrungan bahwa bahwa peningkatan sekresi insulin akan menyebabkan lebih banyak sekresi IAPP pada subyek dengan resistensiinsulin yang kemudian menyebabkan agregasi IAPP, namun adanya temuan bahwa kurangnya IAPP pada turunan pertama penderita DM dibandingkan kontrol membantah dugaan ini. (27) Karena agregasi amiloid tidak dijumpai pada subyek non-DM dengan resistensi insulin telah melahirkan anggapan bahwa agregasi agregas i amiloid merupakan kejadian lanjut pada patofisiologi DM.
10
3.3 Defek Sel Beta Pankreas pada Prediabetes Sebagaimana pada DMT2, bahwa kerusakan sel beta pankreas juga merupakan salah satu aspek penting pada prediabetes disamping resistensi resistensi insulin. insulin. Berbeda dengan pada diabetes melitus bahwa kerusakan sel beta sudah berlansung lanjut ( glucotoxycity), glucotoxycity), pada prediabetes kerusakan sel beta mungkin masih bersifat glucoexhaustion, glucoexhaustion, yang mana pada stadium ini kerusakan masih bersifat reversible. reversible . (3) Dari segi luasnya kerusakan pancreas, juga ditemukan perbedaan antara prediabetes dan diabetes. Pada keadaan prediabetes (GPT dan TGT) kerusakan pancreas diperkirakan sekitar 50 % sedangkan pada diabetes sudah terjadi kerusakan yang lebih parah yakni sekitar 65%. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia yang nyata pada diabetes. (28)
3.3.1 Perubahan histopatologis pada prediabetes Perubahan pada sel beta pankreas dari segi patologi anatomi merupakan suatu informasi penting mengenai patofisiologi terjadinya diabetes. Namun demikian data-data tentang perkembangan defek sel beta ini pada manusia sangatlah terbatas jumlahnya. Diabetes tahap lanjut biasanya ditandai dengan menurunnya jumlah sel beta, penumpukan amiloid di dalam pulau-pulau Langerhans, dan penumpukan lemak. Pemeriksaan histopatologi post mortem biasanya dilakukan hanya pada pasien yang mengidap diabetes lama, karena teknik-teknik noninvasif untuk melihat pulau-pulau pankreas tidak tersedia sehingga sangat sedikit yang diketahui tentang perubahan histopatologi pada awal-awal diabetes. (29) Suatu penelitian sudah lama yang dilakukan oleh Ogilvie pada tahun 1933 menemukan bahwa terjadi hipertrofi hipertrofi pulau-pulau Langerhans pada pasien-pasien obesitas, obesitas, dan ditemukannya tumpukan amiloid pada sebagian kecil pasien lansia yang tidak menderita diabetes sebelumnya. Berhubung kedua pasien ini mewakili orang-orang yang berisiko tinggi untuk menderita diabetes maka perubahan-perubahan tersebut mungkin dapat mencerminkan keadaan-keadaan yang dapat ditemukan pada prediabetes. (29) Penelitian telah dilakukan pada tikus ZS (Zucker Fatty) Fatty) yang memiliki mutasi mutasi pada gen yang mengkode reseptor leptin (fa/fa) yang menyebabkan terjadinya obesitas dan hipertensi. Pada tikus ini didapatkan peningkatan aktivitas sel beta dan keadaan fisiologis yang ditemukan pada prediabetes yaitu yaitu beberapa sel tampak normal, normal, banyak yang mengalami hipertrofi, hipertrofi, dan
11
sedikit infiltrasi sel mononuclear, degenerasi sel beta dan fibrosis. Selain itu juga didapatkan hiperinsulinemia sebagai kompensasi. (29) Hal yang sama juga juga ditemukan pada penelitian pada pada tikus ZDF ZDF (Zucker diabetic rat) yang yang membawa mutasi sehingga terjadinya hiperglikemia hiperglikemia pada umur 7-10 minggu.
Pada
awalnya beberapa pulau Langerhans tampak normal, sementara yang lain mengalami hipertrofi dan sedikit irregular. Sejumlah kecil mengalami perubahan degenerative yang ditandai dengan vakuolisasi dan hemoragis ke dalam jaringan pulau langerhans. Pada tahap ini terjadi hipersekresi insulin, meskipun mRNA insulin masih normal. Setelah memasuki onset diabetes struktur pulau Langerhans menjadi irregular dengan penonjolan ke arah eksokrin karena terjadi hyperplasia/hipertrofi dan infiltrasi oleh sel-sel inflamasi. Pada keadaan tikus memperlihatkan hiperglikemia gula darah puasa maka jumlah sel beta berkurang 50 % dibandingkan dengan pada keadaan prediabetes replikasi sel beta menurun dan apopotosis meningkat. (30) Pada umur 14 minggu (keadaan diabetes lanjut) perubahan degeratif pada sel beta menjadi lebih berat, pulau langerhans sebagian besar terdiri atas fibroblast, kolagen dan sel-sel mononuklear (29) (gambar 4)
3.3.2 Proses inflamasi pada prediabetes Proses inflamasi yang melibatkan sitokin-sitokin inflamasi telah dibuktikan oleh penelititian-penelitian baik pada manusia maupun pada hewan hewan coba. Suatu penelitian penelitian kohor yang melibatkan 27.628 subyek membuktikan bahwa pada orang yang berisiko terjadinya diabetes terjadi peningkatan IL-6 dan CRP (C (C reactive protein) protein) dibandingkan dengan kelompok kontrol.
31
Hal yang sama juga ditemukan pada pasien-pasien dengan obesitas morbid dan
intoleransi glukosa (prediabetes) dimana didapatkan rendahnya kadar adiponektin dan tingginya 32
kadar CRP.
penelitian lain mendapatkan bahwa tingginya kadar hCRP (human (human C reactive
protein) protein) pada kelompok sinddroma metabolik berhubungan dengan meningkatnya kejadian kardiovaskuler. 33
Dalam patofisiologi terjadinya prediabetes, terjadinya disfungsi sel beta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi, karena hal ini sudah dibuktikan oleh banyak penelitian-penelitian. (8; 17; 9; 10) Hal yang menjadi perdebatan adalah patofisiologi GPT dan TGT dalam hal kerusakan sel sel beta pancreas. pancreas. Suatu penelitian menemukan menemukan bahwa disfungsi sel sel beta, maupun maupun sel 12
alfa pada IFG dan TGT tidak tidak ada perbedaan, namun terdapat perbedaan pada sekresi sekresi increatin hormone dan fungsi insulin, insulin, (31) penelitian lain menyatakan menyatakan bahwa pada GPT dan TGT terdapat perbedaan baik sekresi insulin maupun pada fungsi insulin. (32; 33; 9; 34) Mekanisme utama pada hiperglikemi pada GPT adalah terganggunya sekresi insulin basal dan insulin fase I, sedangkan pada mekanisme utama pada TGT adalah resistensi insulin post prandial yang menyebabkan hiperglikemi setelah pembebanan glukosa. (33) Dalam hal resistensi insulin juga ditemukan perbedaan yang mana pada GPT, lebih didominasi oleh resistensi insulin hati, sedangkan pada TGT, resistensi pada sel otot lebih menonjol. (32) Hal yang sama juga ditemukan oleh penelitian yang melakukan studi terhadap perjalanan penyakit dari keadaan normoglikemik menjadi TGT, GPT dan gabungan TGT/GPT. (34) Dengan adanya perbedaan dalam hal derajat resistensi insulin pada TGT dan GPT maka dalam rangka prevensi DM untuk TGT, yang didominasi oleh penurunan sensitivitas sensitivitas insulin hati, akan lebih logis logis bila diberikan obat untuk meningkatkan sensitivitas insulin hati yaitu metformin. Sedangkan pada TGT yang mana lebih menonjol resistensi insulin otot, lebih dianjurkan untuk memberikan obat yang meningkatkan resistensi insulin otot yaitu peroxisom proliferator-activated receptor gamma (PPAR-). (32)
13
14
Gambar 4. Karakteristik pulau pankreas pada Zucker fatty diabetic rat. (a) 6 minggu memperlihatkan 2 tampilan yang berbeda pada bagian kiri tampak sel mengalami hipertrofi dengan kompresi pada jaringan eksokrin, kongesti vascular lebih dominan dan beta sel pada pinggir bersatu dalam kelompok linear. Pada bagian kiri sel mengalami vakuolisasi dan tampak kongesti/perdarahan. (b) 6 minggu, dengan perbesaran lebih besar memperlihatkan vakuolisasi sel, kematian sel. (c) 14 minggu tampak vakuolisasi sel beta dan degenerasi dan sejumlah fibroblast. (d) degenerasi pulau pankreas yang ditandai dengan penurunan jumlah sel beta dengan berbagi pewarnaan insulin. (e) 14 minggu, degenerasi merata pulau-pulau langerhans dengan sekresi insulin yang heterogen. (f) 6 minggu, distribusi monosit/makrofag monosit/makrofag di pinggir pulau merupakan gambaran infiltrasi infiltrasi yang penting pada saat ini. (g) 14 minggu, distribusi monosit/makrofag monosit/makrofag di pinggir pulau hampir tidak ada pada tahap ini dan telihat sedikit sel beta, jaringan pulau pankreas digantikan oleh jaringan ikat. (h) 14 minggu distribusi kolagen yang banyak pada pulau pankreas yang berdegenerasi.
15
BAB IV PENGOBATAN PREDIABETES DAN IMPLIKASINYA PADA FUNGSI SEL BETA PANKREAS
Berdasarkan buku panduan pengelolaan dan pencegahan prediabetes yang dikeluarkan oleh PERKENI telah diusulkan beberapa langkah dalam pencegahan diabetes yang meliputi: Intervensi gaya hidup dan terapi t erapi farmakologis. (5)
4.1 Intervensi gaya hidup hidup Modifikasi gaya hidup seharusnya seharusnya merupakan bagian utama terapi dan diberikan pada pasien pasien bahkan selalu ditingkatkan pada setiap kunjungan pasien. Gaya hidup merupakan pendekatan pengelolaan fundamental yang dapat mencegah atau menunda berkembangnya prediabetes
menjadi
diabetes
serta
menurunakan
risiko
penyakit
mikrovaskular
dan
makrovaskular. Lebih penting, intervensi gaya hidup memperbaiki semua faktor risiko diabetes dan komponen sindroma metabo lic, obesitas, hipertensi, dislipidemia, dislipidemia, dan hiperglikemia. (5) Berdasarkan studi yang dilakukan peneliti yang tergabung dalam Diabetes Prevention Program mendapatkan bahwa modifikasi gaya hidup dapat menurunkan insidensi diabetes melitus lebih baik baik dibandingkan metformin. Target penurunan berat badan badan dalam studi ini 5-10 % dan sedangkan aktivitas aktivitas jasmani yang yang dianjurkan adalah intensitas intensitas sedang yang teratur 30-60 menit perhari, paling sedikit 4 hari dalam seminggu atau minimal 150 menit/minggu. Dengan perubahan gaya hidup tersebut didapatkan penurunan insiden sebesar 58%, sedangkan dengan metformin 31%. (35) Dalam suatu penelitian lain bahkan didapatkan efek aktivitas fisik singkat tidak hanya memperbaiki resistensi insulin namun juga meningkatkan fungsi sel beta pada pasien dengan TGT. (36) Pada studi yang dilakukan pada binatang percobaan didapatkan bahwa mekanisme perbaikan jumlah dan fungsi fungsi sel beta oleh aktivitas aktivitas jasmani adalah melalui aktivasi insulin reseptor substrat-2 (IRS-2) dan perbaikan resistensi insulin adalah melalui peningkatan ekspresi GLUT-2. (37)
3.2 Intevensi Farmakologi
16
Perubahan gaya hidup dalam kehidupan nyata sangat sulit dilakukan tanpa bantuan dan pengawasan dari praktisi kesehatan professional. Tolak ukur potensial untuk menentukan kberhasilan intervensi gaya hidup adalah penurunan berat badan 2 kg dalam sebulan atau 5% penurunan BB pada 6 bulan. Hal ini serupa dengan penuruanan kadar glukosa plasma sebagai respon yang diinginkan dar intervensi gaya hidup. Namun semua tidak semua individu dengan risiko tinggi dapat menerima perubahan gaya hidup dan untuk mencapai ini diperlukan intervensi lain yaitu dengan minum obat. Pengobatan dengan terapi farmakologis direkomendasikan sebagai intervensi sekunder yang diberikan setelah atau bersama-sama dengan intervensi modifikasi gaya hidup. Jika dengan intervensi gaya hidup belum didapatkan sasaran yang inginkan maka dipertimbangkan untuk memulai penggunaan obat. (5)
3.2.1 Metformin Metformin adalah obat yang telah digunakan secara luas dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2. Alasan penggunaan metformin ini adalah selain aman, hal ini disokong oleh masa edarnya yang sudah 40 tahun, dan murah. Efektifitasnya dalam mencegah mencegah diabetes melitus tipe 2 sudah dibuktikan dalam penelitian diabetes prevention program. Penggunaan metformin 850 mg 2 kali sehari bersama makan mengurangi timbulnya DM sebesar 31 % dan sindroma metabolic sebesar 17 %. Selain itu metformin juga dapat menurunkan berat badan pada kelompok dengan BMI >30 kg/m2 sebesar 16-35%. (35) Berdasarkan studi invitro pada kultur sel beta pancreas tikus didapatkan bahwa metformin memiliki efek langsung terhadap sel beta pancreas baik basal maupun setelah induksi glukosa. (38) Studi lain lain mendapatkan bahwa bahwa kombinasi vildagliptin dengan metformin selama 52 minggu meningkat fungsi sel beta pancreas dan sensitivitas insulin sesudah makan. (39) Kekurangan metformin adalah dapat menyebabkan asidosis laktat (gangguan iskemia pada ginjal dan hepar) sehingga tidak direkomendasikan pada semua TGT. (5) Selain itu berdasarkan DPP metformin kurang berperan dalam mencegah diabetes pada orang dengan usia >60 tahun. (35) Selain itu metformin juga memiliki efek yang tidak diinginkan pada saluran cerna, namun hal ini dapat diatas dengan peningkatan dosis yang dilakukan secara bertahap. 3.2.2 Acarbose Acarbose adalah obat yang bekerja dengan cara menghalangi pencernaa glukosa di usus (inhibitor glukosidase alfa), sehingga mengurangi penyerapannya. (3) Pada studi STOP-NIDDM, 17
dalam follow up 3,3 tahun acarbose menurunkan risiko DM sebesar 25% dan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 49%. Adanya efek samping pada saluran cerna menimbulkan terjadinya drop out sebesar 31% (dibandingkan 19% pada placebo) sehingga membatasi pengggunaanya dalam mencegah DM. Studi ini merekomendasikan penggunaannya pada orang yang toleran dengan efek samping saluran cerna untuk pencegahan DM dan risiko kardiovaskular. (5)
Glitazone Pada studi DPP, pemberian glitazone dihentikan setelah pengobatan 1 tahun karena efek samping hepatoksik. Hasil studi the Troglitazone in Preventing of Diabetes (TRIPOD) menunjukkan, pemberian troglitazone lebih dari 3 tahun secara kumulatif menurunakan angka kejadian timbulnya DM sampai nol. (5) Pada studi lain yang melibatkan 982 orang dengan IFG dan IGT mendapatkan bahwa pemberian rosiglitazon, bukan ramipril, mengakibatkan memperbaiki fungsi sel beta pancreas pada prediabetes. Efek ini juga berkonsekuensi terhadap pencegahan diabetes. (40)
DPP4 inhibitor Pada suatu studi yang memberikan vildagliptin 100 mg selama 6 minggu didapatkan hasil bahwa obat ini dapat mencegah terjadinya prediabetes pada kelompok yang berisiko. Lebih jauh dikatakan bahwa vildagliptin dapat memperbaiki resistensi insulin dan fungsi sel beta pancreas pada pasien dengan GPT. (41) Studi lain yang memberikan vildagliptin pada pasien DM yang telah mendapatkan metformin juga memberikan hasil perbaikan baik terhadap resistensi insulin maupun fungsi sel beta pancreas. (39)
Orlistat Orlistat adalah sebuah obat yang bekerja menghalangi enzim yang memecah trigliserda di dalam saluran cerna. Hasil suatu penelitian mendapatkan bahwa orlistat dapat menurunkan berat badan sebesar 3,5 kg dalam 6 bulan, yang dapat dipertahankan dalam 4 tahun. Pengobatan pada subyek TGT yang obesitas dengan orlistat sebagai tambahan terhadap diit dan modifikasi gaya hidup dapat menurunkan risiko terjadinya DMT2. (5)
18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Defek sel beta pancreas merupakan salah satu aspek penting dalam patofisiologi prediabetes 2. Defek sel beta pancreas dapat terjadi karena glukotoksitas dan lipotoksitas kronik serta agregasi amiloid di dalam sel beta pancreas 3. Defek sel beta pada prediabetes terjadi dalam derajat lebih rendah (glucose exhaustion) dan masih reversible. 4. Pada prediabetes terjadi perubahan pankreas pada tingkat genetika berupa penurunan ekspresi gen PGC1 dan NRF1 dan mutasi DNA mitochondria; pada tingkat molekuler terjadi defek enzim-enzim kunci seperti glukokinase, piruvat dehidrogenase
dan
karboksilase;
sedangkan
pada
tingkat
selular
dan
histopatologis terjadi hipertrofi dan hyperplasia sel beta pankreas 5. Perbedaan antara GPT dan TGT adalah: pada GPT, yang terganggu adalah sekresi insulin basal dan fase I dengan mekanisme utama adalah gangguan sensitivitas insulin hati; sedangkan pada TGT yang terganggu adalah sekresi insulin fase I dan mekanisme utamanya adalah resistensi insulin otot. 6. Strategi pencegahan transformasi prediabetes menjadi DM meliputi modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis yang terbukti dapat memperbaiki defek sel beta pankreas
4.2 Saran 1. Perlu pemahaman tentang patofisiologi terjadinya kerusakan sel beta pada prediabetes 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai patofisiologi kerusakan sel beta pada prediabetes
19
Daftar Pustaka
1. Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. h. 1852-56 2. Wild S, Sicree R, Green A, et et al. Global Prevalence of DM. Diabetes Care 2004; 27: 1047-53 3. Kariadi SHKS. Pengelolaan pra-diabetes dan pencegahan diabetes. Dalam: Manaf A, editor. Naskakh lengkap pertemuan ilmiah berkala X Ilmu Penyakit Dalam. Bagian Penyakit Dalam FK Unand/RS Dr M Djamil Padang; 2010. h. 235-242 4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Harrison's Principle of Internal Medicine 17 ed. USA: MGrawHill Companies; 2008. 5. PB Perkeni. Perkeni. Buku panduan pengelolaan dan dan pencegahan prediabetes. Jakarta: Perkeni; 2009. 6. Codario RA. type 2 DM, pre-diabetes and metabolic syndrome: Humana Press; 2005 7. Rhee RY, Kwoon MK, Park JB,et al. Differences in insulin sensitivity and secretory capacity based on OGTT in impaired glucose regulation. The Kor J of Int Med 2007;22: 270-4 8. Bacha F, Lee SJ, Gungor N, et al. From Prediabetes to Type 2 diabetes in Obese Youth. 2010; 31: 12 9. Gani MAA, Tripathy D, DeFronzo RA, et al. Contributions of beta Cell Dysfunction Dysfunctio n and Insulin Resistance to the Pathogenesis of IFG and IGT. Diabetes Care 2006;29: 1130-39. 10. Pereult L, Breigman BC, Playdon, MC. Impaired fasting glucose with or without impaired glucose tolerance: progressive or parallel states of prediabetes? Am J Physiol Endocrinol Metab 2008; 295: 428-35 11. Masharani U, Karam JH. Pancreatic hormone and diabetes mellitus. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG. Basic and clinical endocrinology 7th ed.McGraw Hill: 2004. 12. Funk JL. Dissorder of endocrine pancreas. Dalam: McPee SJ, Lingappa VR and Ganong WF. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine, 5th ed: McGraw Hill; 2006. 13. Guyton AC and Hall JE. Textbook of medical physiology, 11th ed. Philadelphia: Lange; 2006. 14. Shahab A. Fisiologi homeostasis glukosa dan sekresi insulin. Palembang: PAPDI palembang; 2006. 15. The Expert Commitee on Diagnosis and Clasification DM 2003. Report of the Expert Committee on the diagnosis and clasification of diabetes mellitus. diabetes care , 2003. 16. American Associati Association on of Diabetes. Standard of Medical Care in Diabetes Mellitus-2010. Diabetes Care 2010.
20
17. Goran MI. Persistence Persistence of Pre-diabetes in overweight and obese obese in Hispanic children. Diabetes 2008; 57. 231-5 18. Stumvold M, Goldstein BJ and van Haeten TW. Pathogenesis of type 2 DM . Dalam:Goldstein BJ and Wieland DM. Type 2 diabetes: principles and practice. Humana Press:2008; 13-27 19. Qian B, Wang H Men X. TRIB3 is implicated implicated in glucotoxicity and oestrog oestrogen en receptor-stress-induced receptor-stress-i nduced b-cell apoptosis. J endocrinology 2008; 199:407-16 20. Zhang L, Lai E, Teodor T, et all. GRP78, but Not Protein-disulfide Isomerase, Partially Part ially Reverses Hyperglycemia-induced Inhibition of Insulin Synthesis and Secretion in Pancreatic Beta Cells. Journal Of Biological Chemistry 2009; 284: 5289-98 21. Dubois M. Glucotoxicity inhibit late step of insulin insulin exocitosis. Endocrinology Endocrinolog y 2007; 148: 1606-1614 22. Tushuizen M, Bunck M, Pouwel. Pancreatic Fat Content and beta Cell Function in Men With and Without Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2007;30:2916±2921 23. Amstrong MB, Towle HC. Polyunsaturated fatty acid stimulate hepatic UCP-2 expression via PPARalfa mediated pathway. Am J Physiol Endocrinol Endocri nol Metab 2001;1197-1204 24. Kelly LJ,Vicario PP,Thompson GM, et al. Peroxisome Proliferator-Activated Receptors gamma and alfa Mediate in Vivo Regulation of Uncoupling Protein (UCP-1, UCP-2, UCP-3) Gene Expression. Endocrinology 1998;139: 4920-27 25. Zhow YT, Shimabukuro M, Koyama, K . Induction by leptin of uncoupling protein-2 and enzymes of fatty acid oxidation. Proc. Natl. Acad. Sci, 1997; 94 26. Hull RL, Westermark GT, Kahn SE. 8 Islet Amyloid: A Critical Entity in the Pathogenesis of type 2 DM. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 2002; 89: 3629-35 27. Knowles NG, Lanchild MA, Fujimoto WY, Khan SE. Insulin and Amylin Release Are Both Diminished in First-Degree Relatives of Subjects With With Type 2 Diabetes.Diabetes Care 2002;25:29297 28. Matveyenk AV, Velduis JD, Buttler PC, et, al. Mechanisms of IGT and IFG Induce by 50%
pancreatectomy. Diabetes 2006; 5:2347-56. 29. A review of islet of Langerhans degeneration in rodent model of type 2 DM . Nugent, DA and Smith,
DM, Jones, HB. s.l. : Toxicology pathology, 2008, Vols. 36 (529-51). 30. Finegood DT, Mc Arhur MD , Kojwang D, et al. Rosiglitazone prevent the rise of net cell death .
diabetes 2001; 50:1021-9 31. Pradhan AD, Manson JE, Rifai . C-Reactive Protein, Interleukin 6, and Risk of Developing Type 2
Diabetes Mellitus. JAMA 2001; 286:327-44
21
32. Hofso D, Ueland T, Hager H. Inflammatory mediators in morbidly obese subjects . European Journal
of Endocrinology 2009;161:451-58 33. Devaraj S, Singh D, Jialal H, et al. Human C -reactive protein and the metabolic syndrome. Curr Opin
Lipidol 2009; 20:182-89 34. Patti ME, Butte AJ, Crunkhorn S. Coordinated reduction of genes of oxidative me tabolism in humans
with insulin resistance and diabetes : Potential role of PGC1 and NRF1. PNAS 2003; 100:8466-71 35. Bensch KG, Mott JL, Chang SW, et al. Selective mtDNA mutation accumulation results in -cell
apoptosis and diabetes development.. Am J Physiol P hysiol Endocrinol Metab 2009; 296: 672-680.
36. Færch K. Impaired fasting glycaemia vs impaired glucose tolerance, similar impairment impairment of pancreatic alpha and beta cell function. Diabetologia 2008; 51:583-61). 37. Gani, MAA, Jeckinson CP, Richarson DK, Tripathy D, De Fronzo RA. Insulin Secretion and Action in Subjects With Impaired fasting glucose and impaired glucose tolerance. Diabetes, 2006; 55: 143035 38. Laakso M, Zilinskaite J, Hansen T. Insulin sensitivity, insulin release and glucagon-like peptide-1, levels in persons with impaired fasting glucose and/or impaired glucose tolerance in the EUGENE2 study.Diabetologia 2008; 51: 502±511 39. Faerch K, Vaag A, A, Holst JJ. Natural History of Insulin Sensitivity and Insulin Secretion in the Progression From Normal Glucose Tolerance to Impaired Fasting Glycemia and Impaired Glucose Tolerance: The Inter99 Inter99 Study. Diabetes Care 2009; 32: 439-444 40. Diabetes Prevention Program Research Group. Reduction In The Incidence Of Type 2 Diabetes With Lifestyle. NEJM 2002; 346:394-403. 41. Bloom CJ and Chang AM. Short-Term Short-Ter m Exercis Exercisee Improves B Cell Function and Insulin Resistance in Older People with Impaired Glucose Tolerance.J. Clin. Endocrinol. Metab. 2008; 93:387-92. 42. Park, s, et al. Exercise improves glucose homeostasis that has been impaired by a high-fat diet by potentiating pancreatic pancreati c B cell cell function and mass through IRS2 in diabetic diabetic rats. J Appl Physiol 2007; 103: 1764-71. 43. Patanè G. Metformin Restores Insulin Secretion Altered by Chronic Exposure to Free Fatty Acids or high glucose. Diabetes, 2000; 49. 44. Ahren . Improved Meal-Related beta Cell Function and Insulin Sensitivity by the Dipeptidyl Peptidase-IV Inhibitor Vildagliptin in Metformin-Treated Patients With Type 2. Diabetes Care 200; 28:1936-40 45. Hanley AJ, Zinman B, B, Sheridan P. Efect of Rosiglitazone and Ramipril on beta cell cell function in people with IGT and IFG . Diabetes Care 2010; 33:608±613
22
46. Utzschneider UKM, Tong J, Montgomery W. The Dipeptidyl Peptidase-4 Inhibitor Vildagliptin Improves beta cell Function and Insulin Sensitivity in Subjects With Impaired Fasting Glucose. Diabetes Care 2008; 31:108-13.
23
Daftar Pustaka
1. Suyono, S. Diabetes Melitus di Indonesia . [book auth.] AW Sudoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed IV . Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2007. 2. Global Prevalence of DM . Wild, S and Sicree, R. 2004 : Diabetes Care , Vol. 27. 3. Pengelolaan pra-diabetes dan pencegahan diabetes. Kariadi, SHKS. Padang : Bagian Penyakit Dalam
FK Unand/RS Dr M Djamil Padang , 2010. 4. Fauci, AS, Kasper, DL an d Longo, DL. Harrison's Principle of Internal Medicine. USA : MGraw-Hill
Companies , 2008. 5. Perkeni, PB. Buku panduan pengelolaan dan pencegahan prediabetes. Jakarta : s.n., 2009. 6. Codario, RA. DM tipe 2, prediabetes . 7. Differences in Insulin Sensitivity and Secretory. Rhee, RY, Kwoon, MK and Park, JB. Korea : s.n., 2007,
Vol. 22. rom Prediabetes to Type 2 diabetes in Obese Youth: Pathophysiological. Bacha, F, Lee, SJ an d 8. F rom Gungor, N. 2010. 9. ontributions of beta Cell Dysfunction and I nsulin Resistance to the Pathogenesis of I F G and IGT . Gani,
MAA, Tripathy, D an d DeFronzo, RA. 2006, Vol. 29.
10. Impaired fasting glucose with or without impaired glucose tolerance: progressive or parallel states of prediabetes? Pereult, L, Breigman, BC and Playdon, MC. 2, s.l. : Am J Physiol Endocrinol Metab, 2008, Vol. 295. 11. Masharani, U an d Karam, JH. Pancreatic hormone and diabetes mellitus. [book auth.] FS Greenspan and DG Gardner. Basic and clinical endocrinology, 7th ed . San Francisco : McGraw Hill , 2004. 12. Funk, JL. Dissorder of endocrine pancreas. [book auth.] SJ McPee, VR Lingappa and Ganong WF. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine, 5th ed . s.l. : McGraw Hill , 2006. 13. AC, Guyton and JE, Hall. Textbook of medical physiology, 11th ed. philadelphia : s.n., 2006. 14. F isiologi isiologi homeostasis glukosa dan sekresi insulin . Shahab, A. Palembang : PAPDI palembang , 2006.
24
15. The expert commitee on diagnosis and clasification DM, 2003. Report of the Expert Committee on the diagnosis and clasification of diabetes mellitus. s.l. : diabetes care , 2003. 16. Association, American Diabetes. Standard of Medical Care in i n Diabetes Mellitus-2010. 2010. 17. Persistence of Pre-diabetes in overweight and o bese in Hispanic children. Goran, MI, et al. s.l. : Diabetes , 2008, Vol. 57. 18. Stumvold, M, Goldstein, BJ and van Haeten, TW. Pathogenesis of type 2 DM . [book auth.] BJ Goldstein and DM Wieland. Type 2 diabetes: principles and practice. New York : s.n., 2008. 19. TRIB3 is impli cated in glucotoxicity- and oestrogen receptor-stress-induced b-cell apoptosis. apoptosis. Q ian, B, Wang, H an d
Men, X. s.l. : Journal of endocrinology, 2008, Vol. 199.
20. GRP78, but Not Protein-disulfide Isomerase, Partially. Zhang, L, La i, E an d Teodoro, t: Vo lch Ak. 21. Glocotoxicity inhibit late step of insulin exocitois. Dubois, M, et al. Jakarta : Endocrinology, 2007,
Vol. 148. at Content and beta Cell F unction unction in Men With and Without Type 2 Diabetes. Tushuizen, 22. Pancreatic F at M, Bunck, M an d Pouwel, PJ. s.l. : Diabetes Care, 2007, Vols. 30 (29162921). 23. Polyunsaturated fatty acid stimulate hepatic U CP-2 expression via PPAR-alfa mediated pathway.
Amstrong, MB and HC, Towle. s.l. : Am J Physiol Endocrinol Metab, 2001, Vol. 281. 24. Peroxisome Proliferator-Activated Receptors gamma and alfa Mediate in Vivo Regulation of
Uncoupling Protein (UCP-1, UCP-2, UCP-3) Gene Expression. s.l. : Endocrinology, 1998, Vol. 139. 25. Induction by leptin of uncoupling protein-2 and enzymes of fatty acid oxidation. Zhow, YT,
Shimabukuro, M and Koyama, K. s.l. : Proc. Natl. Acad. Sci, 1997, Vol. 94. 26. Islet Amyloid: A Critical Entity in the Pathogenesis of. REBECCA L. HULL, GUNILLA T. WESTERMAR K, PER WESTERMAR K,
AND STEVEN E. KAHN. 8, s.l. : The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism ,
2002, Vol. 89.
irst-Degree Relatives of Subjects With Type 2 27. Insulin and Amylin Release Are Both Diminished in F irst-Degree Diabetes . Negar G. Knowles. s.l. : Diabetes Care , 2002, Vol. 25. 28. Mechanisms of IGT and I F G Induce by 50% pancreatectomy . Matveyenko, AV, Velduis, JD an d Butler, PC.
s.l. : Diabetes, 2006, Vols. 55 (2347-56).
29. A review of islet of Langerhans degeneration in rodent model of type 2 DM . Nugent, DA an d Smith,
DM, Jones, HB. s.l. : Toxicology pathology, 2008, Vols. 36 (529-51). 30. rosiglitazone prevent the rise of net cell death . Finegood, DT, Mc Arhur, MD an d D, Kojwang. s.l. :
diabetes, 2001, Vols. 50 (1021-9).
25
i mpaired glucose tolerance, similar impairment of pancreatic alpha 31. Impaired fasting glycaemia vs impaired and beta cell function. Færch, K, et al. s.l. : Diabetologia 51:853861, 2008, Vols. 51 (583-861). S ubjects With Impaired fasting glucose and impaired glucose 32. Insulin Secretion and Action in Subjects tolerance. Gani, MAA and Christopher, Jenkinson, CP. s.l. : Diabetes , 2006, Vol. 55. 33. Insulin sensitivity, insulin release and glucagon-like peptide-1, levels in p ersons with impaired fasting
glucose and/or impaired glucose tolerance in the EUGENE2 study . Laakso, M, Zilinskaite, J an d T, Hansen. s.l. : diabetologia , 2008, Vol. 51.
rom Normal Glucose 34. Natural History of Insulin Sensitivity and Insulin Secretion in the Progression F rom Tolerance to Impaired F asting asting Glycemia and Impaired Glucose Tolerance: The Inter99 Study. Faerch, K, Vaag, A an d Holst, JJ. s.l. : Diabetes Care, 2009, Vol. 32.
ESTYLE. Group, Diabetes Prevention 35. REDUCTION IN T HE INCIDENCE OF TYPE 2 DIABETES WIT H LIF ESTYLE. Program
Research. s.l. : NEJM , 2002, Vols. 346 (394-4 03).
unction and Insulin Resistance in Older P eople with Impaired 36. Short-Term Exercise Improves B Cell F unction Glucose Tolerance. Bloom, CJ and Chang, AM. s.l. : J. Clin. Endocrinol. Metab. 2008 93:387-392 , 2008, Vols. 93:387-392. 37. Park, s, et al. s.l. : J Appl Physiol , 2007, Vols. 103 (1764-1771).
ree F atty atty Acids or high glucose. 38. Metformin Restores Insulin Secretion Altered by Chronic Exposure to F ree Patanè, G, et
al. s.l. : DIABETES, 2000, Vol. 49.
39. Improved Meal-Related beta Cell F unction unction and Insulin Sensitivity by the Dipeptidyl Peptidase-IV
Inhibitor Vildagliptin in Metformin-Treated Patients With Type 2. Ahren, B, et al. s.l. : Diabetes Care , 2005, Vols. 28 (1936-40). 40. Efect of Rosiglitazone and Ramipril on beta cell function in people with IGT and I F G . Hanley, AJ, Zinman, B and Sheridan, P. s.l. : Diabetes Care 33:608613, 2010, 2010, Vols. 33 (608-13).
41. The Dipeptidyl Peptidase-4 Inhibitor Vildagliptin Improves beta cell F unction unction and Insulin Sensitivity in
Subjects With Impaired F asting asting Glucose. Utzschneider, UKM, Tong, J an d Montgomery, W. s.l. : Diabetes Care , 2008, Vols. 31 (108-13).
26