Petunjuk Teknis Cara Pembuatan alat Kesehatan yang Baik (CPAKB)Full description
obat tradisional
Deskripsi lengkap
penyajian presentasiFull description
this is oke..
bahan kuliah farmasi
this is oke..Deskripsi lengkap
bagaimana menulis esei akademikFull description
manajemenDeskripsi lengkap
fvFull description
Full description
manajemenFull description
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.docxFull description
rppFull description
Nama : Thea Agrippina
Npm : 2011210243
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu internasional. Adapun tujuan dari CPKB adalah, : Secara Secara Um um 1. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. 2.
Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.
Secara Secara Kh usus : :
1.
Dengan dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri Kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri Kosmetik.
2.
Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri Kosmetik
CPKB memuat aspek-aspek pokok sebagai berikut: 1. Sistem Manajemen Mutu Sistem Manajemen Mutu, Prinsipnya adalah Industri kosmetik harus membuat produk sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuanp enggunaanya, memenuhi persyaratan persyaratan dan tidak menimbulkan resko yang yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau atau tidak efektif. efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan. Untuk mencapai tujuan konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang di desain secara manyeluruh dan deterapkan secara benar. 2.
Ketentuan Umum
3.
Personalia
4.
Bangunan dan Fasilitas
5.
Peralatan
6.
Sanitasi dan Higiene
7.
Produksi
8.
Pengawasan Mutu
9.
Dokumentasi
10. Audit Internal 11. Penyimpanan 12. Kontrak
Produksi dan Pengujian
13. Penangan
Keluhan dan Penarikan Produk
HARMONISASI ASEAN Bidang Kosmetik adalah penyeragaman persyaratan teknis peredaran kosmetik di wilayah ASEAN. Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN Harmonized Regulatory Scheme/AHCRS) telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN untuk diterapkan di Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar di p asaran (post market surveillance).
Adapun tujuan Harmonisasi Regulasi Kosmetik tersebut adalah : 1. Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota dalam rangka menjamin keamanan kualitas dan klaim manfaat dari semua kosmetik yang dipasarkan di ASEAN. 2. Menghapus hambatan perdagangan kosmetik melalui harmonisasi persyaratan teknis serta memberlakukan satu standar. 3. Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN. AHCRS itu sebenarnya telah ditandatangani pada 2 September 2003 oleh 10 negara anggota ASEAN. Harmonisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama penjaminan mutu, keamanan, dan klaim manfaat semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN. Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global. Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011. Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib mendaftarkan produk di BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem pengawasan yang berlaku pun menganut kontrol produk sebelum beredar ( pre market control ). Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk. Registrasi VS Notifikasi
Evaluasi pre-market
Sebelum 1 Januari 2011 Sistem registrasi
Setelah 1 Januari 2011 Sistem notifikasi, sehingga tanggung jawab lebih besar kepada produsen/importir terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan produknya. Kosmetik harus dinotifikasi oleh produsen / importir ke Badan POM sebelum beredar dan harus dijamin mutu dan keamanannya, dengan: Harus memenuhi persyaratan ACD Tersedia Dokumen Informasi Produk untuk pengawasan
Post market control
Post market surveillance
Pemeriksaan sarana produksi & distribusi Sampling produk Pengujian laboratorium
MESKOS Pengawasan iklan
Melaporkan kejadian yang tidak diinginkan (KTD) serius Perkuatan Post-market control oleh Badan POM: o Pemeriksaan sarana produksi & distribusi o Inspeksi CPKB o Sampling dan pengujian laboratorium o Audit DIP (Dokumen Informasi Produk) & evaluasi keamanan produk Perkuatan Post-Marketing Surveillance: Laporan efek samping oleh industri MESKOS Pengawasan periklanan
Konsekuensi dalam pelaksanaan Harmonisasi ASEAN bagi Produsen/Distributor/Importir : 1. Menyiapkan DIP sesuai dengan pedoman ASEAN yang sewaktu – waktu akan diaudit oleh Badan POM 2. SDM memiliki kemampuan dalam pengisian dan penyusunan template notifikasi. 3. Memiliki safety assessor yang akan memberikan jaminan keamanan produk sebelum dinotifikasi dan selama diedarkan; 4. Mengikuti persyaratan label dan klaim; 5. Mengikuti perkembangan peraturan terbaru dari ASEAN. 6. Menerapkan CPKB ⇒ kesepakatan ASEAN: setiap produsen yang tidak CPKB tidak dapat memproduksi produk kosmetika baru; 7. Produk yang dapat diperdagangkan adalah produk yang diproduksi sesuai CPKB; 8. Melakukan MONITORING EFEK SAMPING kosmetika beredar dan melaporkan ke Badan POM apabila terjadi efek samping serius dan/atau fatal Pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan untuk mengawal penerapan harmonisasi ini. Misalnya, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1176 tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika, Permenkes No 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, dan beberapa aturan yang diterbitkan BPOM.