SISTEM UROGENITALIA
LAPORAN BIOKIMIA
NAMA : NUR ICHFA DWI UTAMI NIM
: C111 09 316
KLP
: A8
Asisten :
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
A. SIFAT-SIFAT URIN 1. Volume Urin Pendahuluan : Volume urin dalam 24 jam tergantung pada faktor fisiologik (misalnya intake cairan suhu dan kerja fisik) dan faktor patologik (misalnya penyakit ginjal, diabetes mellitus, dan sebagainya). Beberapa obat misalnya golongan diuretic,kopi, alcohol dapat pula mempengaruhi volume urin. Pada manusia, normalnya volume urin antara 600-2500 ml/24 jam. Kelainan-kelainan dalam volume urin : Poliuri
: bila volume urin > 2500 ml/24jam
Oligouri
: bila volume urin < 600 ml/24 jam
Anuri
: bila tidak terbentuk urin
Prinsip : Untuk menentukan volume urin diperlukan urin yang dikumpulkan dalam 24 jam.
Percobaan : Urin hari pertama dibuang pada waktu yang telah ditentukan (misalnya jam 6 pagi). Semua urin mulai waktu itu sampai dengan waktu yang sama pada hari berikutnya dikumpulkan. dikumpulkan. Seluruh urine tersebut harus dismpan dalm keadaan dingiin dengan toluen sebagai pengawet.
Hasil
: Volume total urin 24 jam = 1100 ml/24 jam
Pembahasan : Mengukur volume urin bermanfaat untuk ikut menentukan adanya gangguan faal ginjal , kelainan dalam kesetimbangan cairan badan dan berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif urin. Volume urin dewasa normal daerah tropis untuk urin 24 jam berkisar antara 750 ml dan 1250 ml. Faktor yang mempengaruhi jumlah urin adalah : suhu, iklim, jenis dan jumlah makanan, pekerjaan jasmani, banyaknya keringat yang dikeluarkan, umur dan luas permukaan badan. (Gandasoebrata, 2006 ). 1. Dari hasil pemeriksaan urin 24 jam orang coba diperoleh hasil bahwa volume urin orang coba tersebut dalam keadaan normal yaitu 1100 ml/24 jam..
Kesimpulan : Hasil praktikum menunjukkan volume urin orang coba yaitu 1100 ml/24 jam dalam batas normal yaitu 600-2500 ml/24 jam.
2. Berat Jenis Urin Pendahuluan :Berat jenis urin normal antara 1,003-1,030 tergantung pada jumlah zatzat yang terlarut di dalmnya dan volume urin. Jumlah total zat padat dalm urin 24 jam kira-kira 50 gram. Berat jenis urin berubah terutama pada penyakit ginjal.
Prinsip : Untuk menetukan berat jenis urin diperlukan alat hydrometer/urinometer. Urin yang dikumpulkan dalam 24 jam.
Percobaan : Tampung urin (sewaktu, pagi hari dan urin 24 jam) ke dalam wadah yang telah disediakan. Isilah sebuah tabung urinometer dengan urin tersebut di atas dan letakkan hydrometer didalamnya hingga urinometer pada posisi terapung. Hidrometer tidak bleh menyentuh dinding tabung. Catatlah suhu urin tersebut dengan menggunakan thermometer. Tiap-tiap urinometer telah ditera pada suhu tertentu. Bil a suhu urin tidak sama dengan suhu tera, lakukanlah koreksi dengan cara tambahkan 0,001 pada angka yang dinyatakan hydrometer abgi tiap penambhan suhu 3°C di atas suhu tera atau dikurangi 0,001 pada angka yang dinyatakan hydrometer bagi tiap penambahan suhu 3°C di bawah suhu tera. Kemudian bacalah skala pada meniscus bawah urin dan hitunglah dengan menggunakan rumus menghitung berat jenis urin sesungguhnya. Kalikan dua angka terakhir berat jenis urin sesungguhnya tersebut di atas dengan koefisien Long (2,6). Hasilnya diperoleh secara kasar jumlah zat padat total dalam 1 liter urin (gram).
Hasil = - Berat jenis urin yang terukur = 1,025 - Suhu urin = 260C, suhu tera = 15 0C - Berat jenis urin sesungguhnya = 1,028 - Jumlah zat padat total = 28 x 2,6 = 72,8
Pembahasan : Berat jenis urin yaitu mengukur jumlah larutan yang larut dalam urin. Pengukuran BJ ini untuk mengetahui daya konsentrasi dan data dilusi ginjal. Normal
berat jenis berbanding terbalik dengan jumlah urin. Berat jenis urin erat hubungannya dengan diuresis, makin rendah diuresis makin tinggi berat jenisnya dan sebaliknya. Normal berat jenis adalah 1003 1030. Tingginya berat jenis memberikan kesan tentang pekatnya urin, jadi bertalian dengan faal pemekat ginjal.(Gandasoebrata, 2006)
Kesimpulan : Hasil pemeriksaan menunjukkan berat jenis urin orang coba yaitu 0,028 dalam batas normal yaitu 0,003-0,030.
3. pH urin Pendahuluan : Urin dapat bersifat asam, netral, atau basa dengan pH antara 4,7-8,0. Tetapi urin yang dikumpulkan selama 24 jam biasanya bersifat asam. urin yang diambil pada waktu-waktu tertentu mempunyai pH yang berbeda-beda. Beberapa waktu setelah makan, urin akan bersifat netral bahkan alkalis. Ini disebut alkalin ide. BIla dibiarkan waktu lama, urin dapt mengalami qmmoniacal fermentation atau acid fermentation. Hal ini disebabkan oleh bakteri dan PH urin menjadi basa.
Prinsip : pH urin ditentukan dengan indikator universal, urin yang digunakan adalah 24 jam
Percobaan : Celupkan secarik strip indicator universal ke dalam urin sewaktu dan 24 jam kemudian bacalah pH urin tersebut.
Hasil : pH urin adalah 5,0 Pembahasan : Derajat keasaman urin harus diukur pada urin baru, pH urin dewasa normal adalah 4,6 7,5. pH urin 24 jam biasanya asam, hal ini disebabkan karena zat zat sisa metabolisme badan yang biasanya bersifat asam. Penentuan pH urin berguna pada gangguan cairan badan elektrolit serta pada infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh kuman yang menguraikan ureum. Adanya bakteriurea urin akan bersifat alkalis.( Gandasoebrata, 2006)
Kesimpulan : Hasil pemeriksaan menunjukkan pH urin orang coba yaitu 5,0 dalam batas normal yaitu 4,7 8,0.
4.
Bau, Warna, dan Kekeruhan Pendahuluan : Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau khas. Bila urin mengalami dekomposisi, timbul bau ammonia yang tidak enak. Pada penderita diabetes mellitus dengan ketosis maka urin akan berbau aseton. Warna urin berbedabeda sesuai dengan kepekatannya, tetapi dalam keadaan normal urin berwarna kuning muda. Warna terutama disebabkan oleh pigmen urokrom yang berwarna kuning dan sejumlah kecil oleh urobilin dan hematoporfirin. Dalam keadaan demam karena pemekatan, warna urin berubah menjadi kuning tua atau agak coklat. Pada penyakit hati, pigmen empedu dapat menyebabkan urin menjadi hijau, coklat, atau kuning tua. Darah/hemoglobin menyebabkan urin warna merah, sedangkan methemoglobin atau asam hemogentisat menyebabkan warna urin coklat tua. Urin normal biasanya jernih pada waktu dikeluarkan, tetapi bila dibiarkan dalam
waktu lama akan timbul kekeruhan disebabkan oleh nucleoprotein, mukoid, atau selsel epitel. Selain itu pada urin yang alkalis, kekeruhan dapat disebabkan oleh endapan fosfat sedangkan pada urin asam biasanya disebabkan oleh endapan urat.
Percobaan : Catatlah bau, warna, dan kekeruhan urin sewaktu, pagi hari dan urin 24 jam.
Hasil : - Bau
= bau khas urin
-Warna
= kuning
- Kekeruhan = jernih
Pembahasan : Biasanya spesifik. Normal baunya tidak keras. Bau khusus pada urin dapat disebabkan oleh makanan misalnya : jengkol, pete, durian dan yang disebabkan obat obatan, misalnya : mentol, terpentin. Pada karsinoma saluran kemih, urin akan berbau amoniak karena adanya kuman yang menguraikan ureum dalam urin. ( Gandasoebrata, 2006 ) Warna urin yang dikeluarkan tergantung dari konsentrasi dan sifat bahan yang larut dalam urin. Warna urin dapat berubah oleh karena : obat obatan, makanan, serta penyakit yang diderita. Warna urin normal: Putih jernih, kuning muda atau
kuning. Warna urin berhubungan dengan derasnya diuresis ( banyak kencing ), lebih besar diuresis lebih condong putih jernih. Warna kuning urin normal disebabkan antara lain oleh urocrom dan urobilin. Pada keadaan dehidrasi atau demam, warna urin lebih kuning dan pekat dari biasa ginjal normal. ( Gandasoebrata, 2006 ) Adanya infeksi traktus uranius urin akan berwarna putih seperti susu yang disebabkan oleh bakteri, lemak dan adanya silinder. Warna urin patologis lain adalah : 1) Warna kuning coklat ( seperti teh ) penyebabnya adalah bilirubin. 2) Warna merah coklat penyebabnya hemoglobinuria dan porpyrin. 3) Warna merah dengan kabut coklat penyebabnya darah dengan pigmen pigmen darah. 4) Warna coklat hitam penyebabnya melanin dan warna hitam disebabkan oleh pengaruh obat - obatan. (Kee, Joyce LeFever,1997). Urin yang baru dikemihkan biasanya jernih. Kekeruhan yang timbul bila urin didiamkan beberapa jam disebabkan oleh berkembangnya kuman Kekeruhan ringan bisa disebabkan oleh nubecula. Pada infeksi traktus urinarius, urin akan keruh sejak dikemihkan yang disebabkan lendir, sel sel epitel dan lekosit lama lama mengendap. ( Gandasoebrata, 2006 )
Kesimpulan : Bau, warna dan kekeruhan urin orang coba adalah normal.
B. ZAT-ZAT FISIOLOGIK URIN 1. Klorida Pendahuluan : Klorida merupakan zat padat yang jumlahnya terbanyak kedua setelah urea dalam urin, eksresi melalui urin utamanya dalam bentuk NaCl sekitar 10-15 gr/24 jam, sehingga kita dapat menentukan jumlah NaCl yang diekskresikan melalui urin.
Reagensia : y
y
HNO3 encer (4 tetes) AgNO3 2% (4 tetes)
Alat-alat : y
Tabung reaksi
y
Pipet
Hasil : Rujukan : adanya endapan putih yang terbentuk menujukkan adanya perak klorida yang larut dalam ammonia.
Pembahasan : Sewaktu natrium di reabsorpsi melalui sel-sel epitel tubulus, ion-ion negative seperti klorida ditrnaspor bersama dengan natrium karena adanypotensial listrik. Dengan demikian, transport ion natrium bermuatan positif keluar dari lumen akan meninggalkan bagian dalam lumen menjadi muatan negative, dibandingkan dengan cairan intertisial. Hal ini menyebabkan ion-ion klorida berdifusi secara pasif melalui jalur paraseluler (yaitu antar sel-sel). Reabsorpsi tambahan ion-ion klorida timbul karena terjadinya gradien konsentrasi klorida ketika air direabsorpsi dari tubulus dengan cara osmosis, sehingga mengkonsentrasi ion-ion klorida dalam lumen tubulus.(fisiologi kedoteran guyton & hall) Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl -diikat oleh ion merkuri membentuk HgCl 2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat yang berlebih, ion-ion merkuri ini akan bereaksi dengan indikator difenilkarbazon membentuk warna ungu (urin ditambahkan difenilkarbazon 0,1%lalu dititrasi dengan merkuri nitrat sampai berwarna ungu). (Ganong 2003)2
Interpretasi
y
Ekskresi klorida menurun pada persipitasi berlebihan, retensi natrium, radang ginjal menahun, diare.
y
Ekskresi klorida meningkat pada insufisiensi korteks adrenal
Kesimpulan : Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan , menunjukan bahwa urin orang coba mengandung klorida.
2. Belerang Pendahuluan : Dalam keadaan normal, 1 gram belerang dikeluarkan dalam 24 jam. Belerang adalah zat sisa metabolisme asam amino yang mengandung S, tiosulfat, tiosianat, sulfida, dan sebagainya.
Sulfat Anorganik (Bagian terbesar dari belerang teroksidasi). Reagensia : y
1 ml HCL encer
y
1 ml BaCl2
y
Tabung reaksi
y
Pipet
Alat-alat :
Hasil : endapan putih yang terbentuk menunjukkan BaSO 4 yang terbentuk
Pembahasan : Belerang anorganik merupakan bagianterbesar
dari
belerang
teroksidasi (85-90%) dan berasal terutama darimetabolisme protein. Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkanadanya belerang anorganik pada urin Endapan putih pada urin menandakan terdapat sulfat dalam urin tersebut,belerang
merupakan hasil dari metabolisme protein, hal ini diakibatkan karena penambahan asam klorida dan BaSO4 yang digunakan yaitu tiga tetes ke dalam sampel urin.(Biokimia Harper)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, urin yang menjadi sampel percobaan mengandung sulfat anorganik.
Belerang yang Tidak Teroksidasi Dasar : Dengan adanya katalisator Zn, belerang yang terdapat dalam urin bereaksi dengan HCl encer menghasilkan gas H2S, yang baunya sangat khas dimana gas ini dapat diidentifikasi dengan menghitamnya kertas saring yang telah direndam dengan Pb asetat membentuk PbS (endapan hitam).
Reagensia : y
1 butir Zn
y
HCl encer
y
Pb asetat
Alat-alat : y
Kertas Saring
y
Tabung reaksi
y
Pipet
Hasil : Terbentuk endapan hitam pada kertas saring
Rujukan : endapan hitam yang terbentuk pada kertas saring menujukkan adanya belerang yang tidak teroksidasi
Pembahasan : Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yang mempunyaigugus -SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin),tiosulfat, tiosianat, sulfida. Jumlahnya adalah 5-25% dari belerang total urin. (Biokimia Harper) 3
Kesimpulan : Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, urin yang menjadi sampel percobaan mengandung belerang yang tidak teroksidasi.
Indikan (Tes obermeyer) Tujuan : Untuk memeriksa adanya indikan (potassium indoksil sulfat) dalam urine. Dasar : Pereaksi obermeyer (FeCl 3 dalam HCl pekat) akan mengoksidasi gugus indoksil membentuk warna biru indigo yang larut dalam kloroform.
Reagensia : y
Pereaksi obermeyer 5 ml ((FeCl 3 dalam HCl pekat))
y
3 ml kloroform
Alat-alat : y
Tabung reaksi
y
Pipet
Hasil : Terbentuk endapan biru pada tabung reaksi Rujukan : endapan biru indigo yang larut dalam klorofom menunjukkan adanya indikan
Pembahasan : Indikan adl k-indoksil sulfat, da di urin orang obstipasi/abses sehingga triptofan, indol indikan. Indikan dpt dibuktikan dg reaksi obermeyer, indikan indigo biru, larut dlm kloroform.(Biokimia Harper)
Interpretasi : Ekskresi indikan meninggi pada beberapa keadaan seperti stagnasi usus, pembusukan dalam usus meningkat, dan pada pemecahan protein jaringan atau protein cairan tubuh (abses, gangren, emfisema).
Kesimpulan : Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, urin yang menjadi sampel percobaan mengandung indikan.
3. Fosfat Pendahuluan : Pada umumnya, jumlah ekskresi fosfat melalui urin kira-kira 1,1 gr/24 jam. Sebagian besar dalam bentuk fosfatanorganik dan 1-4% dalam bentuk fosfat organik. Reagensia : y
1 ml Larutan urea 10%
y
10 ml pereaksi molibdat spesial
y
1 ml larutan ferosulfat spesial
y
Tabung reaksi
y
Pipet
Alat-alat :
Hasil : adanya warna biru yang terbentuk pada tabung reaksi Rujukan : warna biru yang terbentuk menunjukkan adanya fosfat
Pembahasan : Di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasiadan hiperparatiroidisme ekskresinya naik dan menurun pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.
Interpretasi y
Ekskresi fosfat meningkat pada beberapa penyakit, misalnya hiperparatiroidisme, pada beberapa penyakit tulang seperti osteomalasia, ricketsia, dan sebagainya.
y
Ekskresi fosfat menurun pada hipoparatiroidisme, penyakit ginjal, kehamilan, dan lain-lain.
Kesimpulan : berdasarkan hasil praktikum, urin orang cobamengandung fosfat
3. Amonia Pendahuluan : Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein yang mengandung N. Ini merupakan kedua terpenting setelah urea. Dalam urin, amonia terdapat dalam bentuk garam amonium dan jumlahnya kira-kira 0,7 gr/24 jam atau 2,5-4,5% dari nitrogen total/24 jam. Reagensia : y
Larutan NaOH (2ml)
y
Kertas Lakmus
y
Tabung reaksi
y
Pipet
y
Pembakar Bunsen
y
Korek api
Alat-alat :
Hasil : Bau yang timbul adalah bau amonia
Rujukan : Bau yang timbul dari uji uap yang terbentuk dengan kertas lakmus yang telah dibasahi menghasilkan bau ammonia.
Pembahasan : Amonia dikeluarkan dari sel tubulus ginjal. Pada asidosis pembentukan amonia akan naik Bau amonia disebabkanperombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkantanpa pengawet. Amonia secara konstan diproduksi dalamjaringan tapi hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada darah tepi yang dengancepat dikeluarkan dari dalam darah oleh hati dan diubah menjadi glutamat,glutamin, ataupun urea (urin).(Biokimia Harper)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa urin yang menjadi sampel percobaan mengandung amonia.
C. SISA-SISA METABOLISME Tujuan: 1)
Mengetahui metode pemeriksaan sisa-sisa metabolisme yaitu urea, asam urat, dan kreatinin
2)
Menginterpretasi hasil pemeriksaan sisa metabolisme urin
1. Penentuan Kadar Urea (Metode Berthelot) Dasar : Urea dihidrolisis oleh adanya air dan urease menjadi ammonia dan karbondioksida. Dalam reaksi berthelot ion amoniunm bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat untuk membentuk zat warna yang dihasilkan (turunan indophenol) dapat diperkuat dengan menambahkan sejumlah kecil natrium nitroprussid. Intensitas warna sebanding dengan kadar urea diukur secara fototmetrik.
Reaksi : Urea + H2O
urease
2NH4+ + CO32-
2NH4+ + salisilat + hipoklorit
turunan indofenol
Metode 1 : Reagensia : a. Reagen warna (fosfat buffer pH =6,820 mM; sodium salisilat 61 mM; sodium nitropussid 3,4 mM; EDTA-Na2 1,34 mM ; urease 23 U/ml; stabilizer) b. Standar urea 40 mg/dl dan Larutan hypoklorit c. Sampel serum/urin pengenceran 50 kali
Alat-alat : Spektrofotometer, kuvet, waterbath, pipet dan tabungg reaksi Hasil : y
Absorban sampel (serum) = 0,057
y
Absorban standar (serum) = 0,045
Perhitungan
Absorban sampel
Sampel serum/plasma, kadar urea =
x 40mg/dl Absorban standar
0,057
=
0,045
x 40 mg/dl
= 50,8 mg/dl
Nilai Normal : Sampel serum/plasma, kadar urea = 10 50 mg/dl Pembahasan : Hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr, tergantung intakeproteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis, aktivitas hormonadrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO 2 danNH3). Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.(Biokimia Harper)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, serum/plasma yang menjadi sampel percobaan mengandung kadar urea yang sedikit lebih tinggi dari normal 50,8 mg/dl.
2. Penentuan Kadar Asam Urat (Metode Enzimatik Urikase PAP) Dasar : Asam urat diubah secara kualitatif oleh uricase sehingga menghasilkan hidrogen peroksida. Dengan adanya enzim peroksidase, H 2O2 akan mengoksidasi 3,5dikloro-2-hidroksi benzena sulfanic acid (DCHBS) dna 4-aminoantipyrin membentuk zat warna merah derivat quinoneimin. Intensitas warna yang terjadi sebanding dengan konsentrasi asam urat dan diukur secra fotometrik.
Reaksi : Asam urat + H 2O + O2
Uricase
Allantoin + CO 2 + H 2O2 POD
2H2O2 + 4-aminoantipyrin + 3,5-diklro-2-hidroksi sulphonat
zat warna merah (turunan quinoneimin) + 4
H2O
Reagensia : a. Reagen warna (Buffer pH= 7 120mM; 3,5-diklro-2-hidroksi benzena sulfanic acid (DCHBS) 3,5mM; 4-aminoantipyrin 0,4 mM; EDTA Na 2O 0,9mM; K3Fe(CN)6 0,1mM; Uricase 120 U/l; Peroksidase 350 U/l; Asorbat-oksidase 7000 U/l; Stabilizers tidak reaktif) b. Standar asam urat 8 mg/dl
Alat-alat : Spektrofotometer, kuvet, waterbath, pipet dan tabung reaksi Hasil : y
Absorban sampel (serum) = 0,016
y
Absorban standar (serum) = 0,102
Perhitungan
Absorban sampel
Kadar asam urat serum
=
x 8 mg/dl Absorban standar
0,016
=
0,102
= 1,25 mg/dl
x 8 mg/dl
Nilai Normal : Asam Urat serum
Laki-laki
= 3,4 7 mg/dl
Perempuan
= 2,4 5,7 mg.dl
Pembahasan : manusia mengubah nukleosida purin utama adenosine dan guanine, menjadi asam urat melalui intermediet. Ademosin pertama-tama mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim deonisin deaminase. Fosforolisis ikatan Nglikosidat inosin dan guanosin yang dikatalis oleh enzim nukleosida purin fosforilase akan melepas senyawa ribose 1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanine selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalis masing-masing oleh enzim xantin oksidase. Eksresi netto asam urat pada manusia normal rata-rata 400-600mg/24 jam. Urin pada PH 5 hanya dapat melarutkan sekitar sepersepuluh total urat (15 mg/dl) yang dapat dilarutkan oleh urin pada PH 7 (150-200mg/dl) dan PH urin yang normal secara khas berada di bawah 5,8. Dengan demikian Kristal saluran kemih berupa natrium urat ditemukan disebelah proksimal lokasi asidifikasi urin sedangkan asam urat ditemukan disebelah distal. Karena sebagian besar batu pada system pengumpul saluran kemih tersusun atas asam urat, pembentukan batu dapat dikurangi dengan alkanisasi urin.(Biokimia Harper)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa serum/plasma yang menjadi sampel percobaan mengandung kadar asam urat yang normal yaitu 1,25mg/dl.
3. Penentuan Kadar Kreatinin (Metode Jaffe tanpa Deproteinisasi) Dasar : Kreatinin dengan asam pikrat dalam suasana alkali bereaksi membentuk suatu senyawa kompleks berwarna kuning orange. Intensitas warna yang dihasilkan sebanding dnegan kadar kreatinin diukur secara fotometrik. Reagensia : 1.Asam pikrat 0,035 mol/l
2.Natrium hidroksida 0,32 mol/l 3.Standar kreatinin 2 mg/dl
Alat-alat : Spektrofotometer, kuvet, waterbath, pipet dan tabung reaksi Hasil :
Kadar kreatinin yang diukur adalah kadar kreatinin serum
Asp1
= Absorbansi sampel pada waktu 30
detik = 0,70
Asp2
= Absorbansi sampel pada waktu 2 menit = 0,71
Ast1
= Absorbansi standar pada waktu 30
Ast2
= Absorbansi standar pada waktu 2 menit = 0,85
detik = 0,75
Perhitungan
Asp2- Asp1
Kadar kreatinin
=
x 2 mg/dl Ast2 Ast1
0,71 - 0,70
=
0,85 0,75
x 2 mg/dl
= 0,2 mg/dl
Nilai Normal : Kadar Kreatinin Serum = Laki-laki <50 tahun < 1,3 mg/dl >50 tahun < 1,4 mg/dl Perempuan
< 1,1 mg/dl
Pembahasan : Kreatinin merupakan hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalahjumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normalkreatinin pada laki-laki adalah 20-26 mg/kg BB. Sedangkan adalah14-22
mg/kg
BB.
Ekskresi
kreatinin
meningkat
Kreatinin,yang dibentuk dari keratin setiap hari
pada
sebanyak
pada wanita
penyakit
otot.
1,0-1,5 g kreatinin.
Keratin,melalui sirkulasi spontan dan ireversibel, berasal dari metabolisme otot. Karenajumlah kreatinin yang dikeluarkan setiap hari dari suatu individu adalah konstan,jumlah ini berbanding langsung dengan masa otot, maka kreatinin
dapatdigunakan sebagai ukuran kuantitatif untuk ukuran komponen-komponen urinlainnya. Jumlah kreatin 0,05-0,10 g dari metabolisme otot.Kreatinin adalah produk sampingan dari hasil pemecahan fosfokreatin(kreatin) di otot yang dibuang melalui ginjal. Pada pria, normalnya 0,6-1,2 mg/dl.Hiperfosfatemia dapat terjadi pada peminum alkohol
akibat
hipoparatiroidismeyang
diinduksi
oleh
hipomagnesemia.
Hipofosfatemia ditandai dengan kerusakanpada otot, kelemahan dan rasa nyeri pada otot, disfungsi eritrosit dan leukosit,serta trombosit, osteolisis, dan asidosis metabolik. Rhabdomiolisis ditandaidengan kerusakan pada otot, rasa lemah dan nyeri pada otot, mioglobinuria,meningkatkan keratin kinase, dan nekrosis serabut otot. Hal terebut di atas dapatmenimbulkan kegagalan ginjal akut yang ditandai dengan naiknya kadar keratindalam serum yang tidak proporsional dalam kaitannya dengan urea nitrogendalam
darah,
hiperurikemia,
hiperfosfatemia,
dan
hipokalsemia.
Hipafosfatemiamerupakan suatu faktor penting yang menyebabkan terjadinya rhabdomiolisispada peminum alkohol di samping karena turunnya kadar magnesium dankalium. Hipofosfatemia akan menjadi lebih buruk pada pemberian karbohidratdan pada hiperventilasi pada waktu putus alkohol (Poedjiadi 1994).Tabel 4
Hasil uji
kandungan kreatinin dalam urinSampelReaksi JaffeTanpa HCl Dengan HCl2 Merah Merah (+)Pada
percobaan
untuk
mengetahui
adanya
kreatinin
dalam
urin,dilakukan reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe berdasarkan pembentukan tautomer kreatinpikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikratalkalis.
Warna
ini
akan
berubah
menjadi
kuning
apabila
larutan
diasamkan.(Biokimia Harper)
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa,
serum/plasma yang menjadi sampel percobaan mengandung kadar kreatinin normal.
D. ZAT-ZAT PATOLOGIK DALAM URIN 1. GLUKOSA Pada keadaan normal, todak lebih dari 1 gram glukosa diekskresi dalam 24 jam. Bila kadar glukosa tinggi disebut glukosuria. Pada keadaan fisiologik, glukosuria dapat terjadi setelah makan banyak karbohidrat (alimentary glukosuria). Sedangkan, pada keadaan patologik glukosuria dapat disebabkan oleh : -
Ambang ginjal untuk glukosa menurun. Pada keadaan ini, gula darah dalam batas
batas normal. Hal ini terjadi
pada beberapa kalainan ginjal dan disebut renal
diabetes. -
Gangguan metabolisme karbohidrat. Ini menyebabkan kadar glukosa darah
meningkat sehingga ambang ginjal dilampaui dan glukosa dikeluarkan ke dalam urin. Misalnya,
terdapat
pada
penyakit
diabetes
mellitus,
hipopituitarisme,
dan
hiperadrenalisme.
Tujuan
: memeriksa kadar gula dalam urin secara semikuantitatif.
Dasar
:dalam susasana alkalis ion kupri akan direduksi menjadi kuprooksida oleh
gula yang memiliki gugus aldehide atau keton bebas. Kuprooksida yang
terbentuk
bersifat tidak larut dan berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sebanding dengan kadar gula yang terdapat dalam urin.
Reagen
: Pereaksi Benedict
Alat-alat : tabung reaksi, penjepit tabung, penangas api :
Penafsiran
Warna
Penilaian
Biru/hijau keruh
0
-
Hijau/kuning hijau
+
< 0,5 g%
Kuning/kuning kehijauan
++
0,5 1 g%
Jingga
+++
Kadar
1 - 2 g%
Merah bata
++++
> 2 g%
Hasil : Terbentuk endapan warna biru
Pembahasan : Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus munculdalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalamurin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsitubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus.Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakaiuntuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosaoksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna. (Gandasoebrata, 2009)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil percobaan di atas, ternyata urin coba tersebut kandungan glukosanya negative yaitu terbukti dengan terbentuknya endapan warna biru yang berarti kadar glukosanya tidak ada.
2. ZAT-ZAT KETON Yang termasuk zat-zat keton ialah asam asetoasetat, -hidroksibutirat, dan aseton. Zat-zat ini merupakan zat antara pada pemecahan asam lemah didalam hati dan selanjutnya mengalami pemecahan pada jaringan ekstrahepatik. Pada beberapa keadaan patologik, terjadi penimbunan zat-zat keton dalam darah (ketonemia) dan dikeluarkan melalui urin dalam jumlah besar (ketonuria). Keadaan ini disebut ketosis.
Hasil : Terbentuk warna ungu
Pembahasan
:
Badan
keton
(aseton,
asam
aseotasetat,
dan
asam
-
hidroksibutirat)diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapatdigunakan. Asam aseotasetat dan asam -hidroksibutirat merupakan bahanbakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk ototjantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakanketon sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabilakemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, makaterjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalahaseton dan asam asetoasetat.Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidakseimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguanabsorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolismekarbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energidari lemak atau protein, febris. (Gandasoebrata, 2009)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil percobaan di atas, ternyata urin coba tersebut kandungan zat-zat ketonnya positif yaitu terbukti dengan terbentuknya warna ungu.
3. PROTEIN Dalam keadaan normal, tidak lebih dari 30-200mg protein dieksresi dalam 24 jam, yang dimaksud dengan proteinuria adalah terdapatnya protein dalam jumlah yang abnormal dalam urin. Urin normal tidak memberi hasil positif dengan tes-tes terhadap protein yang biasa dikerjakan.
Reagensia: asam sulfosalisilat 10% Alat-alat : tabung, reaksi pipet, dan penangas api
Hasil : Terbentuk endapan dan kekeruhan, endapan bertambah bila dipanaskan
Pembahasan : Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulusyang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidakmelebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebihdari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karenaperubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbangdengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikanmuncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapatmenyebabkan jumlah protein tinggi.Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresialbumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yangdisebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi.Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendahmerupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakittubulointerstitiel.Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru,yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin,protein Bence-Jones, dan mukoprotein. (Gandasoebrata, 2009)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil percobaan di atas, ternyata terbentuknya kekeruhan dan endapan, endapan bertambah bila dipanaskan menandakan urin coba tersebut kandungan proteinnya positif.
4.
DARAH
Bila dalam urin terdapat darah, keadaan ini diesebut hematuria atau hemoglobinuria. Hematuria terjadi karena darah masuk kedalam urin, misalnya pada radang atau kerusakan ginjal dan saluran kemih. Sedangkan hemoglobinuria terjadi karena hemolisi sehingga hemoglobin dibebaskan. Ini dapat terjadi pada penyakit malaria, transfusi atau kogenital. Darah dapat kita periksa secara mikroskopis atau kimia. Secara kimia yaitu dengan tes yang kita kenal sebagai benzidin tes/ortholuidine tes atau dapat pula dengan menggunakan tes guaiak.
Hasil : Terbentuk warna merah
Pembahasan : Darah didalam urin berarti hematuria, misalnya pada penyakit radang ginjal atau salurankencing di bawahnya. Porfirin, koproporfitin diekskresi sebanyak 60200 g/hari.(Biokimia Harper)
Kesimpulan : dengan terbentuknya warna merah menandakan
5. BILIRUBIN Bilirubin normalnya tidak terdapat dalam urin. Pada keadaan patologik seperti hepatitis dan batu empedu maka bilirubin akan meninggi kadarnya di dalam darah dan kemudian akan di ekskresikan melalui urin.
Hasil : Tidak terbentuk endapan warna hijau
Pembahasan : Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk(terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasioleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darahmeningkat.
Bilirubinuria
dijumpai
pada
ikterus
parenkimatosa
(hepatitisinfeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHFdisertai ikterik. (Gandasoebrata, 2009)
Kesimpulan : Dengan tidak terbentuk endapan warna hijau, menandakan kandungan bilirubin orang coba adalah negative.
DAFTAR PUSTAKA 1. Gandasoebrata, 2006. Penuntun laboratorium Klinik . Jakarta Timur: Penerbit Dian Rakyat. (diunduh dari http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=5790) 2. Guyton & Hall.1997.Fisiologi kedoteran edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC. 3. Ganong W.2003.Fisiologi Kedokteran edisi 14.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. Biokimia Harper edisi 25. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.Robert K. Murray 2003. 5. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC.Lehninger AL. 1982. 6. Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun laboratorium Klinik . Jakarta Timur: Penerbit Dian Rakyat (diunduh dari http://www.scribd.com/doc/51301025/12/IV-2-PEMBAHASAN)