BAB I PENDAHULUAN Berpikir adalah ciri khas manusia.makhluk-makhluk lain tidak mempunyai kemapuan berpikir. Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas berpikir. Karena itu, inti berfilsafat adalah berpikir. Berpikir yang dapat disebut berfilsafat adalah beerpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni berpikir yang radikal, sitematis dan universal. Judul Buku yang akan di bedah “filsafat ilmu : klasik hingga kontemporer” dari penulis Akhyar Yusuf Lubis. Buku ini diterbitkan oleh Rajawali Pers di Jakarta tahun 2016. Buku ini mengajak kepada kita apapun kelimuan Anda akan sangat sulit melepaskan diri dari Filsafat Barat yang mulai berkembang sejak ribuan tahun lalu. Buku ini mencoba menyajikan tema mendasar perihal filsafat ilmu (epistimologi) dan metodologi secara runut dan sistematis. Pada bab ini akan dipaparkan mulai perihal sumber pengetahuan, objek pengetahuan, struktur pengetahuan teori atau kriteria kebenaran, hingga batas dan jenis pengetahuan. Buku ini terbagi dalam sembilan bab. Bab pertama hingga bab keenam membahas pengertian dasar filsafat, epistemologi, logika dan metodologi dari masa Yunani Klasik hingga era modern (nasionalisme, empirisme, positivisme). Pembahasan-pembahasan di sejumlah bab ini amat penting apa lagi dikaitkan dengan pemahaman terhadap teori dan kritikan posmodernisme atas asumsi (epistemologis, aksiologis, atau ontologis) modernisme. Di bab tujuh terdapat pembahasan tentang paradigma bedasarkan hasil pemikiran dari Thomas Samuel Khun
yang
membawa
pemahaman
perihal
ketidaksepadanan
(incommensurability)dan plularitas paradigma. Berbeda dengan positivisme yang menekankan “kesatuan” atau “keseragaman”. Adapun bab kedelapan dan kesembilan di buku ini membahas mengenai hermeunetika dan fenomenologi. Hermeunetika dan fenomenologi memliki asumsi dasar yang berbeda dengan positivisme. Adapun di makalah ini akan mambahas pad bab satu dan dua.
1
BAB II DESKRIPSI ISI BUKU 1.
Bab pertama ( Filsafat : sebuah perkenalan singkat)
A. Apa itu filsafat Filsafat berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni philosophia dan philosophos yang berarti “orang yang cinta pada kebijaksanaan” atau cinta pada pengetahuan”. Karena itu, filsafat dengan sedirinya identik dengan cara/metode berpikir yang selalu mempertanyakan segala sesuatu secara kritis dan mendasar. Adapun pertanyaan itu muncul dari rasa ingin tahu manusia (homo curiosus) terhadap dunia dan dirinya. Pertanyaan itu bisa pula berkaitan dengan pertanyaanpertanyaan sederhana atau juga pertanyaan-pertanyaan serius yang membutuhkan keseriusan untuk menjawabnya. Adapun bentuk pertanyaan sehari-hari (pertanyaan sederhana) dengan pertanyaan teknis dan mendalam (pertanyaan serius) tersebut memberikan jawaban yang berbeda. Pertanyaan sehari-hari memberikan jawaban yang dikenal dengan pengetahuan eksistensial sementara pertanyaan teknis dan mendalam menghasilkan jawaban yang disebut filsafat. Arinya apabila seseorang berpikir demikian dalam menghadapi masalah dalam hubungannya dengan kebenaran, adalah orang itu telah memasuki filsafat. Pelanuturan dan uraian yang tersusun oleh pemikirannya itu adalah filsafat. Akhyar Yusuf Lubis Menyatakan bahwa filsafat bukanlah tanda seru namun filsafat adalah sebuah tanda tanya, sehingga pemahaman kita tentang segala sesuatu semakin diperluas dan diperdalam. Dalam buku filsafat ilmu karangan Akhyar Yusuf Lubis, ada beberapa pengertian yang dapat digunakan untuk memahami apa itu filsafat.diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Filsafat sebagai upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Filsafat mencoba memberikan gambaran (pemetaan) tentang pemirikiran manusia yang bercerai-cerai menjadi suatu keseluruhan secara konseptual.
2.
Filsafat sebagai upaya untuk mencari sifat hakiki dari realitas (esensialis). Pencarian filsafat ini memasuki dimensi kepercayaan. Misalnya pada
2
kepercayaan adanya Tuhan sebagai zat yang menciptakan semua realitas di semesta ini. 3.
Filsafat sebagai upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan.
4.
Filsafat sebagai hasil suatu penelitian kritis atas pengandaian-pengandaian dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan.
5.
Filsafat sebagai disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda untuk menyatakan apa yang anda katakan dan untuk mengatakan apa yang anda lihat.
B. Dari Mitos Ke Logos Bertanya dan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan telah dilakukan oleh para filsuf sepanjang sejarah pemikiran selama ribuan tahun. Pertanyaan-pertanyaan seperti dari manakah asal-mula alam, apakah alam termasuk manusia, apakh manusia itu secara prinsip sama dengan binantang (sekedar hasil evolusi) ataukah ia justru makhluk rasional yang diciptakan Tuhan dan bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan hidup lainnya. Adapun pertanyaan-pertanyaan filosofis itu muncul saat manusia sudah mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan alam. Pada alam pikiran mistis (pra-logis); manusia, alam, tumbuhan dan binatang digolongkan dalam satu kelas. Maksudnya, tidak ada perbedaan antar manusia dengan objek lain. Alam dianggap memiliki kekuatan (jiwa) yang disebut anima. Pandangan pra-logis (mistis) ini disebut hylozoisme. Pandangan ini lantas berganti dengan pandangan dunia logis yang melihat adanya perbedaan antara manusia dengan alam (ontologis). Pada tahap ini, manusia mulai mencoba untuk mempertanyakan alam dan dirinya. Karena penjelasan mitologi tidak dapat dijelaskan atau “dikontrol” oleh rasio, maka tokoh filsafat Yunani abad ke-6 SM mulai memberiakn penjelasan mengenai berbagai masalah yang didasarkan atas penjelasan atau argumen yang rasional. Lantaran itu, sering disebut bahwa filsafat lahir ketika logos (akal budi atau rasio) menggantikan mitos. Pikiran-pikiran
3
filosofis tentang manusia dan alam yang berbau mitos itu mulai bergeser dan pelan-pelan hilang
C. Periodisasi Filsafat Barat 1.
periode yunani Pada periode ini (6000 SM=400 M), filsafat dibagi 2 masa. Yang pertama, masa pra-Socrotes pemikiran para filsuf yunani di masa itu berkaitan dengan pertanyaan tentang alam dan terbuat dari apa alam itu. Berdasarkan rasio, para filsuf masa ini sampai pada kesimpulan bahwa alam itu merupakan satu susunan yang teratur dan harmonis. Karena itu, filsafat pada masa PraSocrates ini disebut kosmosentris. Contoh Filsuf pra-Socrates adalah Thales Pythagoras dan Heraclitos. Thales adalah filsuf alam, yang berusaha untuk memberikan jawaban terkait asal mula alam dengan mengabaikan penjelasan mitos dan dewa-dewa yunani. Phytagoras berpendapat bahwa adanya harmoni pada alam karena alam atau benda-benda dibuat atas dasar prinsip bilangan (matematika). Ia meyakini bahwa kunci pemahaman alam semesta adalah angka-angka. Heraclitos, filsuf yang disebut dengan ‘orang
yang tidak jelas’ dan
ketidakjelasannya terlihat dalam gaya tulisannya. Yang kedua, masa Yunani klasik (abad pertengahan dan modern) yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah seorang kritis yang selalu mempertanyakan segala hal. Ia mempertanyakan dasar argumentasai dan konsisten berpikir para tokoh di zamannya. Ucapannya yang terkenal saat ini adalah “kenalilah dirimu sendiri!”. Selain seorang pemikir beras, socrates dikenal pula sebagai seorang ynag teguh pendirian dan seorang yang memiliki moralitas yang tinggi. Ia percaya bahwa di bimbing oleh suara ilahi. Socrates yang sangat terkenal itu tidak meninggalkan tulisan. Pemikirannya justru diketahui melalui muridnya yang sangat mengaguminya, yaitu plato. Plato dan aristoteles adalah dua filsuf besar setelah socrates yang memiliki wawasan yang sangat luas dan pemikiran mereka banyak memengaruhi filsafat Barat sampai sekarang ini.
4
2.
Periode abad pertengahan Periode abad pertenganhan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya.
Periode ini (400-1500 M) umumnya dibagi
menjadi dua yakni zaman patristik dan zaman skolastik. Filsafat dan pengetahuan pada era ini hanya ditujukan sebagai alat untuk mengabdi pada teologi Kristen. Filsafat dijadikan sebagai alat untuk membenarkan/mengabdi pada teologi (ancila theologiae). Para filsuf yang zaman ini umumnya percaya bahwa kebenaran sejati hanya ada pada kitab suci (injil). Para filsuf yang terkenal pada masa ini adalah Justinus de Martyr, Tertulianus, Origenes dan Augustinus. Pada abad ke-9 dan ke 10 masehi berkembangnya sekolah teologi. Berkembangnya sekolah gereja dilingkungan memunculkan pula dampak “negatif” karena pemimpin gereja semakin mendominasi seluruh pemikiran manusia di zaman itu. Abad ke 10 dan ke 15 M disebut masa Skolastisisme, adanya perkembangan baru yaitu lahirnya sekolah-sekalah dikatedral. Pemikir terkenal pada masa Skolastisisme ini antara lain: Abelardus, Anselmus, Duns Scotus, William Ockham dan Thomas Aquinas. Puncak filsafat Skolastik dicapai pada masa Thomas Aquino. Dalam karyanya Summa Theologia, ia membedakan tugas ilmu pengethuan dengan Agama, tetapi keduanya tidak saling bertentangan tetapi saling melengkapi. Perkembangan pemikiran ini dpt mewujudkan Sekolah-sekolah di Katedral kemudian berkembang menjadi Studium General yg menjadi cikal-bakal lahirnya Universitas di Eropa. Antara abad ke-15 dan ke-17 munculnya zaman Renaisans di mana pengaruh pemikiran Plato, Aristoteles dan humanisme telah melahirkan kebangkitan dan kebebasan individu pada masa itu. Renaisans telah mentransformasikan kehidupan intelektual yang menghidupkan kembali pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran, astronomi dan ilmu pengetahuan klasik. Karena itu, zaman ini disebut sebagai zaman penemuan kembali manusia (rediscovery of man) atau masa Renaisans.
5
3.
Periode modern Periode ini dibagi menjadi dua yakni masa Renaisans (abad ke-14 samapai ke-17) dan masa pencerahan (abad ke-18). Zaman modern ditandai dengan berbagai pertemuan dalam
bidang ilmiah. pada masa Renaisans
muncul kembali upaya membangkitkan kebebasan berpikir seperti pada masa yunani. Zaman pencerahan adalah zaman yang menghasilkan pemikiran yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kebudayaan modern. Pemikir zaman Renaisans dan pencerahan berjasa besar dalam memajukan penalaran ilmiah (metode ilmiah) pada abad ke-16 dan ke 17 dan mengawali apa yang disebut dengan “filsafat modern” atau “dunia modern”. Pemikir-pemikir besar yang melahirkan zaman Renaisans antara lain Roger Bacon, Machiavelli, Copernicus, Francis Bacon, Thomas Hobbes, Rene Descartes, John Locke, George Berkeley, David Hume dan lain sebagainya. Pemikir-pemikir tersebut berjasa dalam mengubah paradigma berpikir Barat dari paradigma Teologis ke paradigma ilmiah. Bersama dengan berkembangnya Renaisans, redupnya pemikiran (teosentris), abad pertengahan dan Skolastik. Dalam era postmodern ilmu pengetahuan tidak memiliki tujuan untuk dirinya sendiri. Ilmu pengetahun lebih bersifat pragmatis. Tokoh yang terkenal yaitu Gillez Deleuze dan Felix Guattari.
D. Pemetaan cabang filsafat Secara umum pemetaan bidang filsafat dalam buku filsafat ilmu pengarang Akhyar yusuf lubis, secara garis besarnya dikelompokan menjadi tiga bidang yaitu ontologi, epistomologi dan aksiologi. Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas atau membicarakan masalah “ada” realitas. Salah satu cabang ontologi adalah metafisika. Dalam kajian metafisika, ada banyak pertanyaan yang berhubungan dengan kehidupan keseharian. Dalam sejarah pertanyaan-pertanyaan yang pernah ada tidak pernah terjawab secara memuaskan atau selesai. Dari jawaban-jawaban yang muncul atas sejumlah pertanyaan muncul 2 pandangan yakni (1) monisme dan (2) pluraisme. Pandangan monisme adalah pandangan
6
yang beranggapan bahwa alam semesta ini berasal dari satu asal/sumber. sedangkan pluralisme adalah pandangan yang beranggapan bahwa alam semsta ini berasal dari berbagai sumber. Epistomologi,
membahas
persoalan-persoalan
tentang
dari
manakah
pengetahuan itu berasal atau apakah sumber pengetahuan itu, bagaimanakah manusia mengetahui dan pelbagai persoalan lainnya. Dalam bidang filsafat ini, didalamnya terkait pembahasan tentang logika, filsafat ilmu dan metodologi. Aksiologi, yaitu cabang filsafat yang membahas tentang “nilai”. Bukan hanya mengaju kepada pengertian etis tetapi juga bisa estetis. Dalam cabang filsafat aksiologi ini terkait bidang etika dan estetika. Objek dari estetika adalah pengalaman akan keindahan.
E. Filsafat,ilmu pengetahuan dan agama Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama ternyata memiliki perbedaan. Apakah perbedaan itu? Perbedaan antara kajian filsafat dan ilmu pengetahuan salah satunya terletak pada ciri berpikir radikal dan komprehensif. Jika filsafat mengkaji tentang manusia (disebut objek material) misalnya, maka kajian tentang manusia itu dilakukan secara menyeluruh; sementara ilmu pengetahuan mengkaji manusia dari sisi atau aspek (objek formal): oleh karena itu ilmu pengetahuan sangat bersifat spesialis atau mengembangkan spesialisasinya masing-masing. Sedangkan perbedaan antara filsafat dengan agama dapat dilihat berdasarkan sumbernya. Jika filsafat (juga ilmu pengetahuan) bersumber dari pengalaman dan rasio, maka agama bersumber dari iman (wahyu Tuhan). Bukan berati kita tidak perlu menggunakan rasio dalam kehidupan. Meskipun ada perbedaan anatara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama, akan tetapi juga ada persamaan antara ketiga itu, yaitu ketiganya sama sama mencari kebenaran yang berangkat dari titik tolak dan cara yang berbeda.
F. Ciri berpikir filsafat Berpikir filsafat menuntut kejelasan, keruntutan, konsisten dan sitematika. Ciri berpikir konsisten maksudnya ialah berpikir secara filsafat haruslah runtut
7
atau konsisten antarasatu gagasan dengan gagasan lain. Sedangkan sistematis maksudnya adalah berpikir mengikuti aturan atau alur (sistem) tertentu. Kemudian berpikir filosofis secara komprehensif artinya melihat sesuatu secara tidak terpisah. Namun, dalam buku filsafat ilmu karya Akhyar Yusuf Lubis mengemukakan berpikir secara filosofis itu adalah memberikan penjelasan tentang dunia, tentang manusia, tentang segala sesuatu, termasuk tentang bagaimana cara manusia mengetahui. Upaya untuk mengetahui segala sesuatu pada akhirnya bisa melahirkan weltanschauung atau satu pandangan dunia yang memberikan keterangan tentang dunia dan semua yang ada didalamnya.
G. Cara belajar filsafat Dalam buku akhyar yusuf lubis, beliau mengikuti Marx woodhouse (2000). Ada beberapa syarat untuk berfilsafat antara lain: 1.
Dalam belajar filsafat diperlukan empat sikap batin yang mendukung, yaitu a.
Keberanian untuk menguji secara kritis hal hal yang diyakini.
b.
kesediaan untuk mengajukan hipotesis tentatif dan untuk memberikan tanggapan awal terhadap suatu pernyataan filsafat,
c.
kesediaan untuk menempatkan tekad pencarian kebenaran diatas keputusan diri sendiri karena telah menang dalam suatu perdebatan atau kalah karena kecewa,
d.
kemampuan untuk memisahkan sikap/pandangan/konflik pribadi karena ketidakmampuan memisahkan hal yang pribadi.
2.
Dapat menggunakan berbagai metode secara sensitif dan tepat, dengan menyadari kekhususan dan keterkaitannya dengan yang lain.
3.
Kita harus belajar filsafat dan berfilsafat sekaligus.
4.
Dalam berfilsafat/berpikir, hindarilah bersikap kekeuh dengan berpendapat pribadi.
5.
Jangan mencampuradukan antara argument filosofis dengan praktik psikologi.
6.
Filsafat memiliki dua sisi, yakni sisi kritis dan sisi konstruktif.
8
7.
Ketika mengkritik pendapat orang lain, usahakan untuk mempertimbangkan kekuatan kritik anda.
H. Metode filsafat Tidak sedikit para pakar mengatakan bahwa filsafat adalah upaya pencarian kebenaran dan pencerahan. Dapat dilihat metode yang telah digunakan oleh para filsuf guna menggunakan kebenaran dan pencerahan tersebut. Adapun metode itu setidaknya
adalah
metode
kritis,
intuitif,
skolatik,
geometri,
dialektis,
transcendental, empiris, fenomenologi-hermenuitis dan analisis bahasa. Filsafat memerlukan bermacam metode (hermeneutika, dialetika, fenomologi, semiotika, dan
lain-lain)
lantaran
filsafat
bertugas
“menerjemahkan”
atau
menginterpretasikan semua bentuk pengalaman manusia.
I.
Manfaat belajar filsafat Pemikiran filsafat yang awalnya dianggap sebagai abstrak atau tanpa manfaat
praktis, dalam perkembangan berikutnya ternyata memberikan manfaat praktis yang luar biasa. Contoh teori atom demokritos dan Leucippos diwujudkan dalam bentuk energi/nuklir. Contoh lain konsep-konsep filsuf tentang negara, keadilan, demokratis, dan hak rakyat. Filsafat melakukan pemikiran kritis terhadap berbagai konsep yang dikemukakan ilmu pengetahuan (sexondary reflextion), sebagaimana dilakukan dalam filsafat ilmu pengetahuan (atau filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat ekonomi dan lain-lain). Filsafat lebih memberikan pertimbangan etis terhadap masalah biomedis, bisnis, lingkungan dan lain-lain. Manfaat belajar filsafat adalah belajar filsafat secara mendalam akan membentuk kemandirian secara intelektual, membangun sikap toleran terhadap perbedaan sudut pandang dan membebaskan dari jeratan dogmatisme.
9
2. Bab kedua ( EPISTEMOLOGI) A. Pengertian epistimologi Manusia tidaklah memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan pertanyaan bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan? Pertanyaan mendaasar inilah yang harus dijawab didalam epistemologi pengetahuan. Secara singkat menurut akhyar yusuf lubis bahwa epistimologi pada dasarnya merupakan satu upaya evaluatif dan kritis tentang pengetahuan (knowledge) manusia.
B. Sumber pengetahuan Dalam tulisan ini, pada buku Akhyar Yusuf Lubis, mencantumkan sumbersumber pengetahuan baik oleh Hospers maupun oleh Honderich tersebut. 1.
Perception (Persepsi/Pengamatan Indrawi) Persepsi adalah hasil tanggapan indrawi terhadap fenomena alam. Adapun istilah yang lebih umum untuk istilah persepsi ini adalah empiri atau pengalaman (empeira; experiential). Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang diterima dalam epistemologi (barat dan Islam)
2.
Memory (Ingatan) Pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis, banyak sekali mengandalkan ingatan. Ada 2 syarat agar ingatan itu dapat dijadikan sumber pengetahuan. Yang pertama, ada kesaksian orang lain bahwa ingatan dan pengalaman masa lalu itu benar adanya. Kedua, ingatan itu konsisten dan bernilai pragmatis (dapat membantu memecahkan masalah).
3.
Reason (Akal, Nalar) Adapun pikiran atau penalaran adalah hal yang paling mendasar bagi kemungkinan adanya pengetahuan. Penalaran adalah proses yang harus dilalui dalam menarik kesimpulan. Ada hubungan yang erat antara metode (metodologi) dengan logika (penalaran).
4.
Intropection (introspeksi)
10
Manusia mendapatkan pengetahuan (pengenalan atau pemahaman terhadap sesuatu) ketika ia mencoba melihat ke dalam dirinya. Socrates pernah menyatakan “kenalilah dirimu sendiri” 5.
Intuition (intuisi) Intuisi adalah “tenaga rohani”, suatu kemampuan yang mengatasi rasio, kemampuan untuk menyimpulkan serta memahami secara mendalam. Intuisi adalah pengenalan terhadap sesuatu secara langsung dan bukan melalui inferensi logis (deduksi-induksi).
6.
Authority (otoritas) otoritas berasosiasi atau berarti negatif bila otoritas itu justru bersifat dominasi, menindas dan otoritasnya tidak absah. Otoritas ini dapat memasuki dunia politik, kehidupan religius dan moral. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu. Bahwa pengetahuan yang terjadi karena adanya otoritas adalah pengetahuan yang terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
7.
Prekognition (Prakognisi) Prakognisi ialah kemampuan untuk mengetahui sesuatu peristiwa yang akan terjadi. Misalnya Nosradamus, seorang yang terkenal karena memiliki kemampuan ini, mampu memberi peringatan akan terjadinya gempa bumi di San Francisco, dan mengemukakan akan terjadinya pembunuhan pada Presiden Kennedy jauh sebelum kejadian tersebut.
8.
Clairvoryance Clairvoryance adalah kemampuan mempersepsi suatu peristiwa tanpa menggunakan indra. Seseorang ahli nujum yang mampu mengetahui barang anda yang hilang beberapa hari lalu, maka orang ini memiliki kemampuan clairvoyence.
9.
Telephaty (Telepati) Telepati adalah kemampuan berkomunikasi tanpa menggunakan suara atau tanpa menggunakan bentuk simbolik lain, namun hanya dengan
11
menggunakan kemampuan mental. Misalnya jika seseorang dapat mengetahui pikiran orang lain tanpa menggunakan salah satu bentuk komunikasi.
C. Model-model penalaran Dalam buku filsafat karangan Akhyar Yusuf Lubis mengemukakan Ada 4 model penalaran, antara lain : 1.
Induksi Ialah proses penalaran atau penarikan kesimpulan di mana benartidaknya tesis (pernyataan/proposisi) ditentukan oleh pengalaman. Proses induksi induksi itu mulai dari seperangkat fakta yang diobservasi secara khusus lalu ditarik pernyataan bersifat umum tentang fakta dari seperangkat sebab tertentu menuju pada akibat. Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang jika dipanasi juga akan mengembang. Metode induksi mendasarkan pengetahuan pada observasi tentang realitas yang dapat diindra dan menolak realotas metafisika masuk ke dalam wilayah ilmu pengetahuan.
2.
Deduksi. Ialah penalaran yang bertolak dari generalisasi (hal yang umum) lalu kita rumuskan kesimpulan yang lebih khusus. Cara kerja ilmu-ilmu a priori (ilmu pasti: matematika, logika). Pernyataan atau klaim deduktif disebut juga dengan klaim a priori. Kebenaran dan kesalahan klaim a priori tidak ditentukan oleh pengamatan (pengalaman). Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulankesimpulan yang ada. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan yang bisa diambil dari teori tersebut.
3.
Abduksi. Ialah sebuah bentuk pembuktian berdasarkan silogisme. Penalaran ini tidak memberikan kepastian yang mutlak. Ini adalah salah cara pembuktian yang memungkinakan hipotesa-hipotesa dibentuk. Abduksi adalah sebuah bentuk pembuktian berdasarkan silogisme.
12
4.
Dialektika. Penalaran ini menggunakan metode dialog, Socrates mengajak orang untuk mengajukan pendapat. Proses dialektis terdiri dari tiga tahap: (1) tesis, (2)antithesis, (3) sintesis. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan.
D. Objek pengetahuan Honderich (1995) dalam buku Filsafat Ilmu karangan Akhyar Yusuf Lubis menyatakan bahwa obyek pengetahuan adalah: gejala alam, masa lalu, masa depan, nilai-nilai (aksiologi), abstraksi, pikiran (philosophy of mind: our own experiences, our own inner states, other minds). Jadi pengetahuan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Atau dengan kata lain bahwa pengetahuan adalah hasil usaha manusia untuk memahami suatu obyek tertentu. Menurut Honderich (1995) dalam buku Filsafat Ilmu karangan Akhyar Yusuf Lubis menyatakan bahwa obyek pengetahuan dikelompokkan berdasarkan konsep Popper tentang teori tiga dunia, yaitu: Dunia I, yaitu obyek yang berkaitan dengan alam fisis; Dunia II, yaitu semua yang berhubungan dengan dunia pemikiran dan proses mental; sedangkan Dunia III, yaitu semua hal yang berhubungan dengan konsep, teori yang ada dalam buku atau tulisan dan hasil budaya lain misalnya semua hasil penelitian atau teori yang terdapat dalam berbagai karya tulis yang terdapat dalam perpustakaan.Jadi obyek pengetahuan adalah benda-benda atau hal-hal yang ingin diketahui oleh manusia.
E. Struktur pengetahuan 1.
Objektivisme : Kaum obyektivisme berpendapat bahwa subyek (ilmuwan) bersifat pasif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Obyek dianggap paling berperan. Posisi ilmuwan hanya seperti cermin yang memantulkan realitas luar secara apa adanya. Aliran empireisme dan positivisme biasanya menerima aliran ini.
2.
Subjektivisme : Subyektivisme adalah pandangan yang menekankan peran unsur/dimensi subyek dalam menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan kita
13
merupakan ide-ide dalam pikiran orang yang mengetahui (the knower). Karena itu, tidak mungkin kita mengetahui sesuatu (objek, fenomena) di luar ide-ide tersebut. 3.
Skeptisime : Skeptisisme adalah paham yang menyatakan ketidakmungkinan untuk memperoleh kebenaran obyektif (akhir, final) pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Legaut mengemukakan, di dalam buku filsafat ilmu karangan akhyar yusuf lubis ada beberapa macam skeptisisme, antara lain:
a.
Solipisme; paham “egosentrisme epistemologi”, berpendapat bahwa saya hanya tahu diri saya ada, tapi tidak mengetahui sesuatupun di luar saya.
b.
sensoris; sensasi atau persepsi bersifat relatif, tidak reliabel. Sensasi hanya bagian dari modifikasi obyek yang diamati.
c.
rasional; keraguan yang disebabkan paradoks (Zeno) atau antinomi (Kant) pada kesimpulan dan argumen. Antinomi adalah dua pernyataan yang bertentangan dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Contoh: pernyataan telur lebih dahulu daripada ayam.
d.
metodologis; keraguan sistematis dan sementara yang tujuannya untuk menemukan pengetahuan dan fundasi pengetahuan yang kuat dan terpercaya (seperti metode keraguan Descartes).
4.
Relativisme : Relativisme pandangan yang menyatakan bahwa kebenaraan tidak bersifat absolut atau universal. Paham Protagoras, bahwa individu menjadi ukuran segala hal disebut “relativisme epistemologis” karena ia menyatakan kerelatifan nilai kebenaran pengetahuan terhadap subyek yang mengetahui, terhadap kelompok masyarakat dan paradigma tertentu. Ada beberapa relativisme, antara lain:
a.
Relativisme subyektif; kebenaran pengetahuan dipahami sebagai sesuatu yang relatif terhadap subyek yang bersangkutan. Misalnya: apa yang benar untuk si A belum tentu benar untuk si B.
b.
Relativisme budaya; kriteria benar-salah relatif terhadap kesepakatan (konsensus) sosial dalam masyarakat.
c.
Relativisme konseptual; benar-salah tergantung pada kerangka konsep atau teori.
14
5.
Fenomenalisme: Fenomenalisme (phenomenon=apa yang tampak) adalah pandangan yang menyatakan bahwa kita hanya dapat mengetahui gejalagejala yang diinrai atau gejala sebagaimana tampak melalui pengamatan.
F. Teori kebenaran 1.
Teori kebenaran korespondensi Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila saling
berkesesuaian dengan dunia kenyataan. Kebenran dapat dibuktikan secara langsung pada dunia kenyataan. 2.
Teori kebenaran konsistensi atau koherensi Dalam pandangan ini, kebenaran adalah apabila adanya saling hubungan
antar putusan-putusan atau kesesuaian/ketaatasasan
dengan kesepakatan atau
pengetahuan yang telah dimiliki. Teori kebenaran ini, umunya terdapat dalam matematika dan logika. Contoh: 5 + 6 + 11 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah disepakati bersama. 3.
Teori kebenaran pragmatis Menurut pendekatan ini, tidak ada apa yang disebut kebenaran yang tetap
atau kebenaran yang mutlak. Teori ini menekankan pentingnya akal budi (rasio) sebagai sarana pemecahan masalah (problem solving) dalam kehidupan manusia baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Contoh: dalam dunia sains, suatu ilmu itu bermanfaat atau tidak bagi kehidupan sehari-hari manusia. Ilmu perbintangan bermanfaat bagi para nelayan karena dapat memberi petunjuk arah dan keadaan cuaca pada saat dia sedang mengarungi lautan luas. Tetapi belum tentu bagi Polisi. 4.
Teori kebenaran performatif Teori performatif menjelaskan, suatu pernyataan dianggap benar jika ia
menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi justeru dengan pernyataan itu tercipta realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini disebut juga “tindak bahasa” mengaitkan kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan satu pernyataan.
15
5.
Teori kebenaran paradigmatis dan konsensus Menurut Kuhn dalam buku filsafat ilmu karangan Akhyar Yusuf Lubis teori
ini berkaitan dengan konsep paradigma sebagai dasar atau model yang diterima oleh kelompok ilmuan dalam mengembangkan dan menguji teorinya. Teori ilmiah dengan demikan dianggap/dinyatakan benar kalau dapat disetujui oleh komunitas ilmuan pendukung paradigma tersebut.
G. Makna (kriteria) kebenaran dan postulat ilmiah Karangan Akhyar Yusuf Lubis dalam bukunya filsaft ilmu, Juliene ford, sebagaimana dikutip Lincoln dan Guba (1985: 14-15), mengemukakan bahwa kebenran memiliki empat makna, yaitu: a.
Kebenaran empiris (kriterianya vertifikasi dan falsifikasi)
b.
Kebenaran logis-matematis (kriterianya koherensi dan konsistensi).
c.
Kebenaran etis (ditentukanoleh nilai-nilai moral, misalnya apakah aborsi, euthanasia, kloning dibolehkan atau tidak).
d.
Kebenaran metafisik (kebenaran ini tidak dapat dibuktikan, akan tetapi diterima sebagai keyakinan paling dasar).
Beberapa postulat ilmiah adalah: a. Bahwa dunia ada dan kita mengetahuinya. Pengakuan adanya dunia menjadi prinsip dasar untuk ilmu pengetahuan b. bahwa dunia empiris dapat diketahui melalui panca indra. Bahwa realitas (dunia) dapat diketahui secara utuh sebenarnya lebih bersifat postulat c. bahwa fenomena alam ditentukan oleh hukum kausalitas dan hukum kausalitas itu dapat ditemukan melalui metode empiris-eksperimental.
H. Batas dan jenis pengetahuan Dalam buku filsafat ilmu karangan Akhyar Yusuf Lubis, batas pengetahuan dan model logika atau metode yang digunakan dalam epistomelogi, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa jenis pengetahuan, antara lain: 1. Pengetahuan biasa, yang disebut juga dengan pengetahuansehari-hari, pengetahuan eksistensial, common sense atau knowledge.
16
2. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang memliki sistem, metode tertentu, atau pengetahuan yang memiliki ciri-ciridn metode keilmiahan. 3. Pengertian filosofis, semacam ilmu khusus yang membahas masalah yang tidak dibahas/tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan ilmiah dan biasa. 4. Pengetahuan teologis, pengetahuan yang sumber utamanya dari ayat-ayat atau wahyu tuhan.
I.
Macam-macam (jenis-jenis) epistoemologi Menurut Sudarminta dan Pranarka dalam buku filsfat ilmu karangan Akhyar
Yusuf Lubis ada beberapa jenis epistemologi, epistemologi dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1.
Epistemologi Metafisis Plato dan Hegel membicarakan pengetahuan bertolak dari pandangan tentang
metafisika yang dianggap mendasari semua realitas. Pembedaan Plato antara dunia idea dengan dunia fisis (yang diasumsikan hanya sebagai tiruan dari dunia idea) sedangkan epistemologi Hegel yang bertolak dari asumsi metafisis, di mana baginya realitas hanya merupakan perwujudan dari roh. 2.
Epistemologi Skeptis Epistemologi Rene Descartes adalah sebagai upaya untuk menemukan
metode yang pasti, sehingga filsafat dan pengetahuan dapat mengatasi berbagai perbedaan dan pertentangan pendapat yang muncul. Cara yang dilakukan Descartes untuk menemukan metode yang pasti itu adalah dengan kesangsian metodis. 3.
Epistemologi Kritis Epistemologi kritis bertolak pada sikap kritis terhadap berbagai macam
asumsi, teori, dan metode yang ada dalam pemikiran serta yang ada dalam kehidupan kita. Pengetahuan teori, metode, dan cara berpikir yang ada dikritisi artinya dicari kelemahan atau kekurangannya Kemudian diupayakan untuk merumuskan metode baru.
17
Sedangkan perkembangan epistemologi dari masa yunani sampai sekarang, kajian objek epistemologi dapat dibedakan atas Epistemologi Individual dan epistemologi sosial.
J.
Alasan belajar epistemologi S.M.W. Pranarka (1987) dalam bukunya epistemologi dasar mengemukakan
3 argumen/alasan mengapa epistemologi perlu dipelajari. 1. Pertimbangan strategis karen ailmu pengetahuan dan teknologi menjadi unsur yang dominan dalam zaman modern. 2. Asumsi epitomologi ilmu pengetahuan berkaitan dengan asumsi ontologis dan aksiologis yang biasanya tersembunyi. Artinya asumsi-asumsi itu memperanguhi pandangan tentang realitas yang ada, termasuk pandangan religius dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan secar eksplisit dalam ilmu pengetahuan itu. 3. berdasarkan pertimbangan edukatif (pendidikan), epistemologi membantu peserta didik memahami berbagai bentuk pengetahuan dan memahami kekuatan dan keterbatasannya sehingga terbentuk pemahaman yang lebih holistik.
18
BAB III KESIMPULAN PENULIS Pada bab I, Filsafat: sebuah Perkenalan singkat, uraian tersebut dipahami bahwa filsafat bertalian dengan kegiatan pemikiran atau berpikir yang dilakukan oleh manusia. Sasaran pemikiran diarahkan pada segala sesuatu yang ada secara keseluruhan. Dalam mempelajari filsafat, tentunya terdapat manfaat didalamnya, yaitu untuk membentuk pemikiran dan bukan sekedar mengisi kepala kita dengan fakta atau informasi, mempertahankan keyakinan yang dimiliki dengan menggunakan argumentasi yang rasional yang membawa pada pemahaman kemandirian secara intelektual, dan pemahaman itu dapat membawa kita untuk bertindak lebih layak (toleran terhadap perbedaan sudut pandang). Tentang asalusul filsafat dan mempelajari perkembangannya dari klasik hingga modern secara rinci sehingga kita dapat mengetahui secara holistik dan radikal hakikat filsafat barat yang sebenarnya. Kemudian pada Bab II, Epistemologi: buku ini mencoba menyajikan tema mendasar perihal filsafat ilmu (epistimologi) dan metodologi secara runtut dan sistematis. Beberapa catatan untuk buku ini perlu juga diberikan. buku ini menjelaskan. Adanya sajian lampiran daftar istilah beserta maknanya membantu pembaca mengenalkan istilah-istilah penting yang tidak semua orang mengerti maknanya. buku ini sudah tersusun sistematis, ditemukan adanya sejumlah kekeliruan tipologis atau salah ketik yang tidak sedikit. namun Kekurangan yang saya temui dalam buku ini adalah banyaknya membahas makna-makna yang berdasarkan pemahaman dari tokoh-tokoh filsafat. Namun , walaupun begitu buku ini patut mendapatkan apresiasi. Karena telah berhasil menghadirkan bahasan Filsafat Ilmu dengan cara sistematik dan berhasil menguraikan runutan sejarah Filsafat Ilmu dari klasik hingga kontemporer.
19