68� �
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN YANG MEMBEBASKAN MENURUT PAULO FREIRE DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
A. Hakikat Pendidikan yang Membebaskan Menurut Paulo Freire dalam Perpektif Pendidikan Islam
Dalam Islam, pendidikan memiliki makna yang tidak hanya sebagai upaya pembebasan umat manusia dari belenggu ketertindasan seperti yang dikemukakan Paulo Freire, namun lebih luas dari itu. Pendidikan Islam telah memandang manusia sebagai aktor utama dalam menjalani aktivitas di dunia, dengan demikian manusia diharapkan mampu untuk mengkreasikan dirinya dalam realitas kehidupan di dunia sesuai dengan tuntutan kaidah sosial kemasyarakatan. Secara efektifnya pendidikan Islam telah melibatkan diri untuk memajukan dan mengembangkan intelektualitas manusia, membantu untuk memantapkan penghayatan dan pengamalan etika yang sangat tinggi dalam agama dan akhlak, memantapkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan dasar-dasar demokrasi. Pendidikan Islam juga sangat peduli dan menganggap penting tercintanya persaudaraan dan persamaan derajat (egalitarian) diantara kaum Muslimin di negara-negara Islam yang berbeda dan tidak cukup dengan hanya menciptakan persaudaraan persaudaraan dan persamaan sesama kaum muslimin dalam satu tanah air saja.
68
69� �
Pendidikan Islam Islam sebagai suatu sistem sekaligus proses proses bermaksud bermaksud membina, mengembangkan dan mengarahkan potensi dasar insaniah (jasmanirohani) berdasarkan nilai-nilai transformatif ajaran Islam. Karena Islam sendiri memandang manusia sebagai kesatuan integral antara jasmani dan ruhani, pendidikan Islam pada hakikatnya ingin mengembangkan dan mengarahkan kedua dimensi tersebut secara seimbang dan harmonis menuju tujuan kematangan menurut ajaran Islam. Seperti yang dikemukakan Ibnu Khaldun mengenai prinsisp keseimbangan dalam ciri khas pendidikan Islam yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral. Dia menginginkan “peserta didik 83
mencapai kebahagiaan duniawi dan sekaligus akhiratnya kelak”. Pendidikan
Islam
juga
merupakan
suatu
usaha
untuk
mencapai
pertumbuhan kepribadian sesuai dengan ajaran kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan, dan perasaan serta panca indera dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Usaha bimbingan secara sadar dan sengaja serta berkelanjutan dengan potensi dasar (fitrah) dan kemampuan ajar (pengaruh eksternal) baik secara individual maupun kelompok agar manusia menghayati serta mengamalkan ajaran Islam secara utuh benar dan sempurna. Ajaran Islam yang utuh yaitu meliputi akidah (keimanan), syari’ah (ibadah mu’amalah), dan akhlak (budi pekerti). Dengan keimanan yang benar akan memimpin manusia ke arah budi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Dengan akhlak yang mulia, akan membawa ke arah usaha memahami hakikat dan
��������������������������������������� ��������������������� ��
������ �Ibnu Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, LC, et. al., cet. ke-3, ke-3, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2011, hlm. xi�
70� �
mengaplikasikan ilmunya secara benar. Dengan ilmu yang benar akan membawa manusia kepada amal shaleh. Islam tidak hanya meletakkan dasar-dasar pendidikan dalam lingkup penyadaran, kebebasan, memanusiakan manusia, keadilan, persaudaraan kemerdekaan, kesejahteraan dan kemajuan saja. Namun meliputi seluruh aspek kehidupan manusia secara universal. Karena Islam adalah agama tauhid dan agama persatuan yang tergolong mempunyai nilai-nilai intrinsik, fundamental dan memiliki kedudukan posisi paling tinggi. Formulasi tauhid yang paling singkat tetapi tegas ialah “Kalimah Tayyibah” : Lailaha ilallah”, yang berarti “tidak ada Tuhan selain Allah. “Kalimah Tayyibah” tersebut merupakan kalimat penegas dan pembebas bagi manusia dari segala pengkulturan dan penyembahan, penindasan dan perbudakan sesama makhluk atau manusia dan menyadarkan manusia bahwa dia mempunyai derajat yang sama dengan manusia lain. Oleh karenannya Tauhid dapat dijadikan landasan 84
bagi terwujudnya asas demokrasi dalam pendidikan.
Memang harus diakui secara jujur, jika ditinjau dari perspektif pendidikan dan pengajarannya, Islam saat ini memiliki kelemahan yang sulit dipahami sebagai akibat dari sistem pendidikan yang telah diimpor dari Barat. Akar permasalahan yang telah menghasilkan generasi muda yang tidak aktif dan kreatif
dalam
mengurusi
pertumbuhan
dan
perekonomian
dan
kemasyarakatan, sehingga lembaga-lembaga pendidikan hanya dipandang sebagai pabrik yang memproduksi ilmu pengetahuan belaka. Selain itu
��������������������������������������� ��������������������� 84
Achmadi, op. cit., hlm.88
71� �
terdapat pula masalah dalam dunia pengajaran, sehingga berimplikasi pada taraf keterasingan di dunianya sendiri keputus asaan (frustasi) dan depresi.
Dengan demikian maka tersebarlah diantara diantara kaum muslimin yang mengarah mengarah pada anarkisme dan atheisme dengan dalih kebebasan, serta mengajak kepada kehancuran dan kebatilan dengan dalih keadilan sosial. Beberapa konsep Paulo Freire dalam bidang pendidikan yang bertitik tolak dari terminologi pembebasan begitu mendunia dan banyak diadopsi oleh beberapa kalangan, yang sebagian diantaranya adalah umat muslim. Ini tidak berarti dalam al-Qur’an tidak menjumpai gagasan yang bertitik tolak dari semangat revolusioner untuk mengubah realitas yang membelenggu dan menghambar pemenuhan eksistensi manusia. Ajaran ini banyak sekali, tetapi belum mampu dirumuskan secara canggih dan sistematis. Al-Qur’an secara tersurat memberi penegasan kepada umat manusia tentang kebebasan dalam menentukan pilihan tehadap jalan hidupnya yang dari setiap pilihan tersebut memiliki konsekuensi logis dalam pertanggung jawabannya kelak di Yaumul Hisab. Sebagai implikasi dai penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan, umat muslim harus benar-benar bebas dari kebodohan dan bebas dari situasi yang menghambat bagi terpenuhinya ilmu pengetahuan, diantaranya adalah sistem pendidikan yang verbalistik.
72� �
B. Tujuan Pendidikan yang Membebaskan Menurut Paulo Freire dalam Perspektif Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan yang mebebaskan menurut paulo Freire yaitu lebih mengarah ke humanisasi sosial. Sedangkan dalam prinsip utama pendidikan Islam tidak hanya menyangkut masalah humanisasi sosial belaka tetapi juga mengarah ke pengembangan berpikir bebas dan mandiri secara demokratis dengan memperhatikan kecendrungan peserta didik secara individual yang menyangkut aspek kecerdasan akal dan bakat yang dititik beratkan pada pengembangan akhlak. Karena jika pendidikan Islam tanpa memperhatikan prinsip-prinsip kebaikan budi pekerti (akhlak) akan terasa hampa.
85
Di
samping itu, pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai-nilai tersebut. Kebebasan dan keadilan sosial dalam Islam tidak seperti yang dibayangkan sementara orang, kebebasan dalam Islam merupakan tuntutan agar dapat membentuk manusia yang bertangung jawab, yang mengutarakan persaudaraan, yang mengakui persamaan hak, kasih sayang yang mendasarkan pada rasa peri kemanusiaan, bersikap lapang dada, pemaaf (tidak anarkis) terhadap sesama manusia, mendorong ummat manusia (khusunya ummat Islam) untuk berbuat baik dan terpuji, selalu menepati j anji dan ikhlas beramal serta menjungjung tinggi nilai-nilai budi budi pekerti. Dalam tahap ini, akan diurai secara komperhensif baik dari pendidikan pembebasannya Paulo Freire maupun pendidikan Islam, beberapa aspek yang ��������������������������������������� ��������������������� 85
Muhaimin, Pengembangan KurikulumPendidikan Agama Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada , 2005, hlm. 66
73� �
memiliki signifikansi bahasan kaitannya dengan paradigma yang bertitik tolak dari semangat pembebasan. Sebagai upaya efesiensi dan sistemisasi bahasan, maka bisa dilihat gambar tabel perbandingan antara pendidikan pembebasan Paulo Freire dengan pendidikan Islam di bawah ini : PERBANDINGAN PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENDIDIKAN YANG MEMBEBASKAN MENURUT PAULO FREIRE PENDIDIKAN YANG ASPEK
MEMBEBASKAN
PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT PAULO FREIRE
Konsep
Manusia
Manusia sebagai
Manusia sebagai tokoh
khalifatullah fil ard .
sentral dalam realitas
Manusia sebagai
kehidupan.
pendidik dan peserta
didik.
Arti penting konsistensi bagi manusia.
Manusia sebagai subjek pendidikan.
Landasan
dan Tujuan Pendidikan
Al-Qur’an dan as-
Eksistensi manusia.
Sunnah.
Mengembalikan peran
Mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
sentral manusia.
Menyadarkan manusia
Kesempurnaan manusia
terhadap diri sendiri dan
mencapai kebahagiaan
realitas di sekitarnya.
Insan dunia dan akhirat ( Insan Kamil).
Karakteristik Pendidikan Akidah. Pendidikan
Aksi budaya
Pendidikan Syari’ah.
pemberantasan buta
Pendidikan Akhlak.
huruf.
Kritik konsep pendidikan
74� �
gaya bank. Pendidikan hadap
masalah. Pendidikan dan Dimensi Pembebasan
Bebas dalam
menentukan jalan hidup. Bebas dari kebodohan
hidup.
dan pembodohan. Bebas dari budaya
verbal yang naïf.
Bebas menentukan jalan
Bebas dari kebudayaan otoriter yang mendikte.
Bebas dari budaya verbal yang naïf.
C. Dasar Pemikiran Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Pembebasan merupakan situasi atau keadaan yang dikehendaki tanpa adanya bayang-bayang pemaksaan dan diktatorisasi dari pihak manapun, sedangkan, pembebasan sendiri merupakan suatu upaya atau proses yang bertujuan untuk menciptakan situasi bebas (bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya) dengan melalui berbagai macam pendekatan. Kebebasan termasuk hak asasi manusia, yang harus benar-benar dimiliki oleh setiap mansia. Pembebasan bisa saja dibahasakan dengan pemberdayaan manusia. Usaha untuk membebaskan keterasingan kaum lemah dan tertindas dalam berbagai hal, baik secara politis, ekonomi, budaya maupun pendidikan, sangatlah penting untuk di perjuangkan. Tidak terlalu berbeda dengan pemikiran Paulo Freire, dalam perspektif Pendidikan Islam, pembebasan dapat diterjemahkan pembebasan dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan sosial dan budaya ekonomi. Kebebasan bukan sesuatu yang sederhana dan gampang, melainkan kebebasan
75� �
mengandung ‘resiko’ yang besar. Allah telah mempertaruhkan kebebasan kepada hamba-Nya untuk ‘memilih’ kebenaran dan ketidak - benaran, memilih kebaikan dan keburukan. Oleh karena i tu hanya manusia yang ‘berani bertaruh’ untuk memikul tanggung jawab ini, karena hanya manusialah yang diberi kemampuan akal untuk dapat membedakan antara kebenaran dengan kebohongan dan antara kebaikan dan kejahatan. Kebebasan yang diberikan Allah SWT kepada manusia harus dimanfaatkan secara bijaksana dan bertanggung jawab serta konstruktif. Islam tidaklah memposisikan manusia dalam kehinaan, kerendahan, atau tidak berharga seperti binatang, benda mati ataupun mahkluk lainnya, sebagaimana Firman-Nya Firman-Nya dalam surat al-Isra’ ; 70 yaitu:
Ο Ζ Ψ — ‘u ρ Ìsó t79 Ψ Ηxqρ ™û © _ . ô ‰ )s9 óγ ß≈ ùÒ ÍhÜ ©9# i Νγ ß≈ øy ø# h9 ø# ÎΝ öγ ß≈ ùu Ít/ $Ψ ø §x u= ù sρ u ÏM≈ t7Š $š∅ ÏΒ o% u $ρ u Î y9 $’ û o= u tΠŠ y#u oΒ sρ u ∩∠ ⊃ ∪ ξWŠÒ = z ϑΒ ’n ?tã Å øs? $Ψ ô£ Ïi 9V Ï Ÿ o)øn y 2 Ÿ 4
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami mulyakan anak - anak Adam, Kami angkut di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik - baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan 86 mahkluk yang telah Kami ciptakan. ci ptakan. (QS. aL-Isra’: 70). Pada
ayat
tersebut,
Allah
telah
menganugerahi
menusia
dengan
kemampuan yang senggannya manusia dapat menguasai semesta yang telah diperuntukkan Allah bagi manusia. Artinya Allah telah memberikan berbagai anugerah kepada manusia sebagai bukti pemuliaan Allah terhadap makhluk��������������������������������������� ��������������������� 86
Departemen Agama, op. cit.,hlm. 231
76� �
Nya, untuk itu manusia sebagai pemegang amanah harus senantiasa menjaga amanah tersebut dengan berbuat kebajikan dengan tidak merendahkan derajat, harkat dan martabat manusia lainnya. Sebagai bukti atas pembebasan manusia dari belenggu penindasan, Islam juga mengajarkan mengenai Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan mengataskan posisi ummat manusia dari kehinaan dan kemunkaran sebagaimana firmanNya dalam surat Ali Imran: 110 yaitu:
βθ ϑ9 θγ ϑ9 ' s? ¨Ä $Ψ 9 z& z Ν ãΒ Ïσ ÷?èρ ø# Çtã šχ ö ÷s?ρ Å ρ ãè ÷y ø$Î/ βρ â ∆ ßù ¨= ÏM ô _ éπ >Β ¨& éu öy öçGΖ.ä tβθΖ u Ì6 x Ζß $ yΨ u∃ tβρ y Ì Ì÷ Ν ϑ9 ΖΒ z β 3 ™θ ãδ è ç Y ò & ãΒ Ïσ ÷ß ø# ãγ ß÷ Ïi 4Νγ ß9 ©# Z öy É≈ Å 9 ø# ãδ ÷& ö9 s2 rρ u χš θΨ $Ν t% s9 s= tG6 $≅ r š∅ Β t #u sρ u 3!« $Î/ ∩⊇ ⊃ ∪ βθ 9 ø# tβθ)à¡Å ≈x $ Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, da n beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang87 orang yang fasik. (Qs: Ali Imran: 110).
Adapun dalam pembebasan manusia dari kebodohan, Al-Qur’an juga telah menegaskan dalam surat al-Jumu’ah: 2 yaitu:
ϑkÏ= è ƒ ρΝ ƒ ™Ν = F ƒ ™u ‘ ↵ θδ Å9 ø# ãγ ßß ãu öκ Í jÏ. t“ ƒ ãρ Ï ÏG≈ öκ Í ön è÷ öκ å]÷Β Ïi ω Z θß Ïi { Î ]y è è !# |= ≈ tG3 $Ν y uµ t#u tã (#θ= tΝ z↵‹ÍhΒ W# $’ û yt/ “ Ï%© $u = Ê . β)Îρ ϑ3 :# •≅ 9≈ Å9 ã6 ö% Ï (#θΡ ç% õtÏø ∩⊄ ∪&7Î Β n | ’∀ s≅ s Β x uπ sy $ρ u Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat - ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As ��������������������������������������� ��������������������� 87
Ibid., h. 50
77� �
Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam 88 kesesatan yang nyata. (QS. al-Jumu’ah: 2).
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa makna pembebasan dalam Islam ialah pembebasan yang terikat norma religius, norma yang sangat menghargai dan menghormati kemanusiaan mannusia serta menjunjung tinggi nilai - nilai keuniversalan Islam dengan bersandar pada keimanan yang dipraktikkan oleh manusia. Dengan demikian sesungguhnya
dalam
pendidikan
yang
dapat dipahami bahwa
membebaskan
seperti
yang
dikemukakan oleh Paulo Freirte, tidak memiliki kesamaan dalam pendidikan pembebasan dalam Islam, dimana pembebasan yang dilontarkan Freire bermula ketika ia merasa adanya ketidak adilan lembaga keagamaan seperti Gereja yang dimonopoli untuk kepentingan para penindas serta dari para pemimpin Brazil dipemerintahannya yang dipandang Freire mengembangkan “budaya bisu dan monolog”. Sedangkan dalam Islam pembebasan bermula ketika Islam turun dengan membawa misi untuk perbaikan akhlak.[]
��������������������������������������� ��������������������� 88
Ibid., h. 441