BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFISIENSI G6PD
a. Definisi
Defisiensi G6PD adalah suatu kelainan enzim yang terkait kromosom sex (x-linked), yang diwariskan, dimana aktifitas atau stabilitas enzim G6PD menurun, sehingga menyebabkan pemecahan sel darah merah pada saat seorang individu terpapar oleh bahan eksogen yang potensial menyebabkan kerusakan oksidatif.
b. Epidemiologi
Defisiensi G6PD merupakan penyakit defisiensi enzim tersering pada manusia, sekitar 2-3% dari seluruh populasi di dunia diperkirakan sekitar ± 400 juta manusia di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi didapatkan daerah tropis, ditemukan dengan frekuensi yang bervariasi pada berbagai ras Timur tengah, India, Cina, Melayu, Thailand, Filipina dan Melanesia. Defisiensi G6PD menjadi penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik akut di kawasan Asia Tenggara 14. Di Indonesia insidennya diperkirakan 1-14% 17,18, prevalensi defisiensi G6PD di Jawa Tengah sebesar 15% 19, di pulau-pulau kecil yang terisolir di Indonesia bagian Timur (pulau Babar, Tanimbar, Kur dan Romang di Propinsi Maluku), disebutkan bahwa insiden defisiensi G6PD adalah 1,6 - 6,7%.
c.
Biokimia Molekuler dan Metabolisme Fisiologis Enzim
G6PD
Enzim G6PD merupakan polipeptida yang terdiri atas 515 asam amino dengan berat molekul 59,265 kilodalton 15. Enzim G6PD merupakan enzim pertama jalur pentosa phoshat, yang mengubah glukosa-6-phosphat menjadi 6 fosfogluconat
pada
proses
glikosis.
Perubahan
ini
menghasilkan
NicotinamideAdenine Dinucleotide Phosphate (NADPH), yang akan mereduksi
glutationteroksidasi (GSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH). GSH berfungsi sebagai pemecah peroksida dan oksidan radikal H2O2 (Gambar 1) 10- 16.Dalam keadaan normal peroksida dan radikal bebas dibuang olehkatalase dan gluthatione peroxidase, peroxidase, selanjutnya meningkatkan produksi GSSG. GSH dibentuk dari GSSG dengan bantuan enzim gluthatione enzim gluthatione reductase yang keberadaannya tergantung pada NADPH. Pada defisiensi G6PD, pembentukkan NADPH berkurang sehingga berpengaruh pada regenerasi GSH dari GSSG, GSSG, akibatnya mempengaruhi kemampuan untuk menghilangkan peroksida dan radikal bebas. Gen G6PD terdiri 13 ekson dan 12 intron yang tersebar pada daerah seluas lebih 100 kb pada ujung terminal lengan panjang kromosom X. Defisiensi G6PD terjadi akibat mutasi gen G6PD, suatu penyakit sex-linked . Laki-laki hanya mempunyai 1 kromosom X, sehingga jika terjadi mutasi maka defisiensi G6PD akan muncul atau bermanifes. Wanita mempunyai 2 kromosom X, sehingga jika terdapat 1 gen yang abnormal karena mutasi, pasangan atau allele-nya allele-nya dapat “menutupi” kekurangannya tersebut, sehingga defisiensi G6PD bisa bermanifes namun dapat pula tidak. Defisiensi G6PD meliputi berbagai mutasi gen G6PD yang berbeda-beda dan tidak bereaksi sama, hal ini menjelaskan mengapa individu defisiensi G6PD menunjukkan reaksi berbeda dengan faktor pencetus yang sama. Gen G6PD yang berlokasi pada kromosom Xq28 dengan panjang 18 Kb, terdiri atas 13 exon merupakan DNA dan 12 intron merupakan sekuen pengganggu, merupakan sampah DNA yang tidak berperan dalam fungsi enzim. Fungsi enzim ditentukan oleh sekuens dan ukuran gen G6PD dan mRNA yang menjadi ciri gen. Pemeriksaan PCR ( polymerase chain reaction) reaction) dapat membantu mengidentifikasi adanya mutasi. Saat ini telah diketahui lebih 40 mutasi yang tersebar sepanjang pada seluruh pengkode gen, masing-masing berbeda-beda dan mempunyai ciri khas tersendiri. Telah dilaporkan lebih 400 varian G6PD, dengan disertai penampilan klinis dan atau fenotif yang beragam. Varian tersebut dibedakan berdasar aktifitas enzim residual, mobilisasi elektroforetik, afinitas dan analog subtrat, stabilisasi terhadap panas dan pH optimum.
WHO membuat klasifikasi berdasarkan varian yang ditemukan di setiap negara, subtitusi nukleotid dan subtitusi asam amino yaitu Kelas I : Anemia hemolitik non sferositosis (aktifitas residual G6PD, <20). Merupakan jenis defisiensi enzim G6PD yang jarang ditemukan. Kelompok ini mempunyai kelainan fungsional yang berat (varian Harilaou). Sel darah merah tidak mampu mempertahankan diri dari oksidan endogen, sehingga terjadi hemolisis kronik. Adanya pemaparan dengan faktor pencetus akan menyebabkan terjadinya eksaserbasi anemia hemolitik akut. Kelas II : defisiensi berat (aktifitas residual G6PD, <10). Kelompok defisiensi enzim G6PD berat (varian G6PD Mediteranian). Pemaparan dengan faktor pencetus (eksogen) akan menimbulkan hemolisis akut dan proses tersebut akan terus berlanjut selama masih terdapat pemaparan dengan faktor pencetus. Hal ini disebabkan rendahnya aktivitas enzim G6PD baik pada sel darah merah yang tua maupun muda. Kelas III : defisiensi sedang (aktifitas residual G6PD, 10-60). Kelompok defisensi enzim G6PD ringan (varian G6PD A). Pada kelompok ini, hemolisis yang timbul akibat pemaparan dengan faktor pencetus akan berhenti dengan sendirinya walaupun pemaparan masih terus berlanjut. Hal ini disebabkan aktivitas enzim G6PD pada sel darah merah yang muda masih cukup tinggi untuk menahan oksidan, dan hanya sel darah merah yang tua saja yang mengalami hemolisis. Kelas IV : non defisiensi (aktifitas residual G6PD, 100). Kelompok yang tidak mengalami gejala-gejala defisiensi G6PD. Kelas V : non defisiensi (aktifitas residual G6PD, >100)
d. Peranan Enzim G6PD Pada Sel Darah Merah
Sel darah merah membutuhkan suplai energi secara terus menerus untuk mempertahankan bentuk, volume, kelenturan (fleksibilitas), dan regulasi pompanatrium-kaliumnya. Energi ini diperoleh dari glukosa melalui dua jalur
metabolisme yaitu, 80% dari proses glikolisis anaerobik (jalur Emden-Meyerhof) dan 20% proses glikolisis aerobik (jalur Pentosa Fosfat). Peran enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah merah serta menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada fungsinya dalam jalur pentosa fosfat. Di dalam sel darah merah terdapat suatu senyawa glutation tereduksi (GSH) yang mampu menjaga keutuhan gugus sulfidril (SH) pada hemoglobin dan sel darah merah. Fungsi GSH adalah mempertahankan residu sistein pada hemoglobin dan protein-protein lain pada membran eritrosit agar tetap dalam bentuk tereduksi dan aktif, mempertahankan hemoglobin dalam bentuk fero, mempertahankan struktur normal sel darah merah, serta berperan dalam proses detoksifikasi, dimana GSH merupakan substrat kedua bagi enzim gluthation peroksidase dalam menetralkan hidrogen peroksida yang merupakan suatu oksidan yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan oksidatif pada sel darah merah. Senyawa GSH pada awalnya dalah suatu glutation bentuk disulfida (glutation teroksidasi, GSSG) yang direduksi menjadi glutation bentuk sulfhidril (glutation tereduksi, GSH). Reduksi GSSG menjadi GSH dilakukan oleh NADPH, pada jalur pentosa fosfat, dimana pada jalur metabolisme ini NADPH dibentuk bila glucose-6-phosphate dioksidasi menjadi 6-fosfogluconat dengan bantuan enzim G6PD (Gambar 2) 10-16,25. .Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa fungsi enzim G6PD adalah menyediakan NADPH yang diperlukan untuk membentuk kembali GSH.
Pada defisiensi G6PD kadar NADPH berkurang, sehingga adanya paparan terhadap stress oksidan akan mempengaruhi pembentukan ikatan disulfide, mengakibatkan hemoglobin mengalami denaturasi dan membentuk partikel kental (Heinz bodies). Heinz bodies akan berikatan dengan membran sel, menyebabkan perubahan isi, elastisitas, dan permeabilitas sel. Sel darah merah pada kondisi tersebut dikenali sebagai sel darah merah yang rusak dan akan dihancurkan oleh sistem retikulo-endotelial (lien, hepar dan sumsum tulang) proses hemolitik. Meskipun gen G6PD terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi efek defisiensi dalam eritrosit pengaruhnya sangat besar karena enzim G6PD diperlukan dalam menghasilkan energi untuk mempertahan umur eritrosit, membawa oksigen, regulasi transport ion dan air kedalam dan keluar sel, membantu pembuangan karbondioksida dan proton yang terbentuk pada metabolisme jaringan. Karena tidak ada mitokondria di dalam eritrosit maka oksidasi G6PD hanya bersumber dari NADPH, bila kadar enzim G6PD menurun, eritrosit mengalami kekurangan energi dan perubahan bentuk yang memudahkan mengalami lisis bila ada stres oksidan.
e. Manifestasi Klinis dan Laboratoris 1. Manifestasi Klinis
Pada umumnya, individu dengan defisiensi enzim G6PD yang diturunkan, tidak mengalami hemolisis dan sering tanpa anemia (serta tanpa gejala), namun hal tersebut dapat timbul bila penderita terpapar bahan eksogen yang potensial menimbulkan
kerusakan
oksidatif.
Beberapa
penyakit
yang
diketahui
berhubungan dengan defisiensi G6PD adalah : hiperbilirubinemia ( Kern Ikterik), hemolisis intravaskuler, favism, sindroma hepatitis hemolisis, anemia hemolisis kronik. Gejala klinik timbul 1-3 hari setelah terpapar faktor pencetus, berupa anemia hemolitik akut dengan gambaran khas berupa rewel, iritabel/tampak rewel, letargi, suhu meningkat > 380 C, mual, nyeri abdominal, diare, anemia, ikterik dan kelainan pada urine (hemoglobinuria). Pada pemeriksaan fisik didapat kepucatan yang bervariasi dan takikardi, lien dan hepar biasanya membesar. Pada kasus berat terjadi syok hipovolemik dan gagal jantung. 2. Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium didapatkan anemia normositik normokromik bervariasi dari ringan sampai berat, gambaran menyolok anisositosis, poikilositosis dan jumlah retikulosit meningkat > 30%. Dengan pewarnaan metil violet tampak Heinz bodies. Jumlah lekosit biasanya meningkat dengan dominan granulosit, bilirubin indirek meningkat tetapi enzim hepar dalam batas normal. Anemia hemolitik umumnya dicetuskan oleh paparan berupa obat-obatan (seperti sulfonamide, primakuin, kloramfenikol, kloroquin, asam nalidiksat, quinakrin, nitrofurantorin, salisilat, dapson, fenasetin, asitanisid, dan antipirin), diet kacang coklat (victa fava), bahan kimia (Naphthalene), infeksi pneumokokus, hepatitis dan penyakit ketoasidosis, yang pada prinsipnya menyebabkan penurunan kadar glutation, dimana kadar tersebut sudah rendah akibat defisiensi G6PD itu sendiri. Di daerah endemis malaria di Afrika dan Asia Tenggara hemolisis sering diinduksi pemberian primakuin.
Saat ini penunjang diagnostik yang banyak digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis defisiensi G6PD adalah tes Heinz Body dan tesstabilitas GSH. Uji tapis dapat dilakukan dengan test methylene-blue dengan perubahan warna saat reduksi methemoglobin atau dengan flouresensi NADPH. Tes diagnostik defisiensi G6PD berdasarkan aktifitas enzim dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium sederhana. melakukan skrining dengan metode the formazan-ring/Hirono’s methode.
f.
Bahan-bahan Kimia Eksogen Yang Dapat Berperan Sebagai Pencetus
Bahan-bahan yang dilaporkan pernah menginduksi terjadinya Anemia Hemolitik pada subyek dengan defisiensi G6PD antara lain (tabel 1):
II.
ANEMIA
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit dasar. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi yaitu : 1. Anemia normositik normokrom, di mana ukuran dan bentuk selsel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. 2. Anemia makrositik normokrom, ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. 3. Anemia mikrositik hipokrom, Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV rendah; MCHC rendah). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal congenital). Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya adalah :
1. Anemia pasca perdarahan, akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, luka operasi persalinan dan sebagainya. 2. Anemia hemolitik , akibat penghancuran eritrosit yang berlebihan. Dibedakan menjadi 2 faktor : 1) Faktor
intrasel ,
Misal
talassemia,
hemoglobinopatia
(talassemia HbE, sickle cell anemia), sferositos congenital, defisiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation reduktase). 2) Faktor ekstrasel , misal intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis
(inkompabilitas
golongan
darah,
reaksi
hemolitik pada transfusi darah). 3. Anemia defisiensi, karena kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, eritropoetin, dan sebagainya). 4. Anemia aplastik, disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
III.
INFEKSI SALURAN KEMIH
a. Definisi Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin. Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi bakteri.Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala.
b. Epidemiologi Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian infeksi saluran kemih pada bayi baru lahir dengan berat lahir
rendah mencapai 10-100 kali lebih besar disbanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar infeksi saluran kemih terjadi pada anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana infeksi saluran kemih pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada laki-laki hanya 0,2% dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian infeksi saluran kemih pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Pada anak laki-laki yang disunat, risiko infeksi saluran kemih menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat. Pada usia 2 bulan – 2 tahun, 5% anak dengan infeksi saluran kemih mengalami demam tanpa sumber infeksi dari riwayat dan pemeriksaan fisik. Sebagian besar infeksi saluran kemih dengan gejala tunggal demam ini terjadi pada anak perempuan. Faktor resiko yang berpengaruh terhadap infeksi saluran kemih: -
Panjang urethra. Wanita mempunyai urethra yang lebih pendek dibandingkan pria sehingga lebih mudah
-
Faktor usia. Orang tua lebih mudah terkena dibanndingkan dengan usia yang lebih muda.
-
Wanita hamil lebih mudah terkena oenyakit ini karena penaruh hormonal ketika kehamilan yang menyebabkan perubahan pada fungsi ginjal dibandingkan sebelum kehamilan.
-
Faktor hormonal seperti menopause. Wanita pada masa menopause lebih rentan terkena karena selaput mukosa yang tergantung pada esterogen yang dapat berfungsi sebagai pelindung.
-
Gangguan pada anatomi dan fisiologis urin. Sifat urin yang asam dapat menjadi
antibakteri
alami
tetapi
apabila
terjadi
gangguan
dapat
menyebabkan menurunnya pertahanan terhadap kontaminasi bakteri. -
Penderita diabetes, orang yang menderita cedera korda spinalis, atau menggunakan kateter dapat mengalami peningkatan resiko infeksi.
Sebagian besar infeksi saluran kemih tidak dihubungkan dengan faktor risiko tertentu. Namun pada infeksi saluran kemih berulang, perlu dipikirkan kemungkinan faktor risiko seperti :
Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih
Gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying)
Konstipasi
Operasi saluran kemih atau instrumentasi lainnya terhadap saluran kemih sehingga terdapat kemungkinan terjadinya kontaminasi dari luar.
Kekebalan tubuh yang rendah
c.
Etiologi
Bakteri yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah jenis bakteri aerob. Pada kondisi normal, saluran kemih tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, tetapi uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin berkurang pada bagian yang mendekati kandung kemih. Infeksi saluran kemih sebagian disebabkan oleh bakteri, namun tidak tertutup kemungkinan infeksi dapat terjadi karena jamur dan virus. Infeksi oleh bakteri gram positif lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan infeksi gram negatif. Lemahnya pertahanan tubuh telah menyebabkan bakteri dari vagina, perineum (daerah sekitar vagina), rektum (dubur) atau dari pasangan (akibat hubungan seksual), masuk ke dalam saluran kemih. Bakteri itu kemudian berkembang biak di saluran kemih sampai ke kandung kemih, bahkan bisa sampai ke ginjal. Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri-bakteri di bawah ini : A. Kelompok anterobacteriaceae seperti : 1. Escherichia coli 2. Klebsiella pneumoniae 3. Enterobacter aerogenes 4. Proteus 5. Providencia 6. Citrobacter B. Pseudomonas aeruginosa
C. Acinetobacter D. Enterokokus faecalis E. Stafilokokus sarophyticus
d. Gambaran Klinis
► Gejala – gejala dari infeksi saluran kemih sering meliputi:
· Gejala yang terlihat, sering timbulnya dorongan untuk berkemih · Rasa terbakar dan perih pada saat berkemih · Seringnya berkemih, namun urinnya dalam jumlah sedikit (oliguria) · Adanya sel darah merah pada urin (hematuria) · Urin berwarna gelap dan keruh, serta adanya bau yang menyengat dari urin
· Ketidaknyamanan pada daerah pelvis renalis · Rasa sakit pada daerah di atas pubis · Perasaan tertekan pada perut bagian bawah · Demam · Anak – anak yang berusia di bawah lima tahun menunjukkan gejala yang nyata, seperti lemah, susah makan, muntah, dan adanya rasa sakit pada saat berkemih.
· Pada wanita yang lebih tua juga menunjukkan gejala yang serupa, yaiu kelelahan, hilangnya kekuatan, demam
· Sering berkemih pada malam hari Pada anak – anak, mengompol juga menandakan gejala adanya infeksi saluran kemih. Gejala- gejala dari cystitis di atas disebabkan karena beberapa kondisi:
· Penyakit seksual menular, misalnya gonorrhoea dan chlamydia · Terinfeksi bakteri, seperti E-coli · Jamur (Candida) · Terjadinya inflamasi pada uretra (uretritis) · Wanita atau gadis yang tidak menjaga kebersihan bagian kewanitaannya
· Wanita hamil · Inflamasi pada kelerjar prostat, tau dikenal dengan prostatitis · Seseorang yang menggunakan cateter · Anak muda yang melakukan hubungan seks bebas Jika infeksi dibiarkan saja, infeksi akan meluas dari kandung kemih hingga ginjal. Gejala – gejala dari adanya infeksi pada ginjal berkaitan dengan gejala pada cystitis, yaitu demam, kedinginan, rasa nyeri pada punggung, mual, dan muntah. Cystitis dan infeksi ginjal termasuk dalam infeksi saluran kemih. ► Tidak setiap orang dengan infeksi saluran kemih dapat dilihat tanda – tanda dan gejalanya, namun umumnya terlihat beberapa gejala, meliputi:
· Desakan yang kuat untuk berkemih · Rasa terbakar pada saat berkemih · Frekuensi berkemih yang sering dengan jumlah urin yang sedikit (oliguria) · Adanya darah pada urin (hematuria) Setiap tipe dari infeksi saluran kemih memilki tanda – tanda dan gejala yang spesifik, tergantung bagian saluran kemih yang terkena infeksi: 1. Pyelonephritis akut. Pada tipe ini, infeksi pada ginjal mungkin terjadi setelah meluasnya infeksi yang terjadi pada kandung kemih. Infeksi pada ginjal dapat menyebabkan rasa salit pada punggung atas dan panggul, demam tinggi, gemetar akibat kedinginan, serta mual atau muntah. 2. Cystitis. Inflamasi atau infeksi pada kandung kemih dapat dapat menyebabkan rasa tertekan pada pelvis, ketidaknyamanan pada perut bagian bawah, rasa sakit pada saat urinasi, dan bau yang mnyengat dari urin. 3. Uretritis. Inflamasi atau infeksi pada uretra menimbulkan rasa terbakar pada saat urinasi. Pada pria, uretritis dapat menyebabkan gangguan pada penis. Gejala infeksi saluran kemih pada anak – anak, meliputi: 1. Diarrhea
2. Menangis tanpa henti yang tidak dapat dihentikan dengan usaha tertentu (misalnya: pemberian makan, dan menggendong) 3. Kehilangan nafsu makan 4. Demam 5. Mual dan muntah Untuk anak – anak yang lebih dewasa, gejala yang ditunjukkan berupa: 1. rasa sakit pada panggul dan punggung bagian bawah (dengan infeksi pada ginjal) 2. seringnya berkemih 3. ketidakmampuan memprodukasi urin dalam jumlah yang normal, dengan kata lain, urin berjumlah sedikit (oliguria) 4. tidak dapat mengontrol pengeluaran kandung kemih dan isi perut 5. rasa sakit pada perut dan daerah pelvis 6. rasa sakit pada saat berkemih (dysuria) 7. urin berwarna keruh dan memilki bau menyengat Gejala pada infeksi saluran kemih ringan (misalnya: cystitis, uretritis) pada orang dewasa, meliputi: 1. rasa sakit pada punggung 2. adanya darah pada urin (hematuria) 3. adanya protein pada urin (proteinuria) 4. urin yang keruh 5. ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang keluar 6. demam 7. dorongan untuk berkemih pada malam hari (nokturia) 8. tidak nafsu makan 9. lemah dan lesu (malaise) 10. rasa sakit pada saat berkemih (dysuria) 11. rasa sakit di atas bagian daerah pubis (pada wanita) 12. rasa tidak nyaman pada daerah rectum (pada pria) Gejala yang mengindikasikan infeksi saluran kemih lebih berat (misalnya: pyelonephritis) pada orang dewasa, meliputi:
1. kedinginan 2. demam tinggi dan gemetar 3. mual 4. muntah (emesis) 5. rasa sakit di bawah rusuk 6. rasa sakit pada daerah sekitar abdomen Merokok, ansietas, minum kopi terlalu banyak, alergi makanan atau sindrom pramenstruasi bisa menyebabkan gejala mirip infeksi saluran kemih. Gejala infeksi saluran kemih pada bayi dan anak kecil. Infeksi saluran kemih pada bayi dan anak usia belum sekolah memilki kecendrungan lebih serius dibandingkan apabila terjadi pada wanita muda, hal ini disebabkan karena memiliki ginjal dan saluran kemih yang lebih rentan terhadap infeksi. Gejala pada bayi dan anak kecil yang sering terjadi, meliputi: 1. Kecendrungan terjadi demam tinggi yang tidak diketahui sebabnya, khususnya jika dikaitkan dengan tanda – tanda bayi yang lapar dan sakit, misalnya: letih dan lesu. 2. Rasa sakit dan bau urin yang tidak enak. ( orang tua umumnya tidak dapat mengidentifikasikan infeksi saluran kemih hanya dengan mencium urin bayinya. Oleh karena itu pemeriksaan medis diperlukan). 3. Urin yang keruh. (jika urinnya jernih, hal ini hanya mirip dengan penyakit, walaupun tidak dapat dibuktikan kebenarannya bahwa bayi tersebut bebas dari Infeksi saluran kemih). 4. rasa sakit pada bagian abdomen dan punggung. 5. muntah dan sakit pada daerah abdomen (pada bayi) 6. jaundice (kulit yang kuning dan mata yang putih) pada bayi, khususnya bayi yang berusia setlah delapan hari.
2.1. DEFENISI Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Penyakit Malaria Yang Terjadi Pada Manusia Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam. 2.2. ETIOLOGI Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca penularan transplasenta atau sesudah transfuse darah yang terinfeksi, di mana keduanya melewati fase pre-eritroser perkembangan parasit dalam hati. Parasit malaria Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu : 1. Plasmodium falciparum 2. Plasmodium vivax 3. Plasmodium malariae 4. Plasmodium ovale Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda, yaitu: 1. Plasmodium falciparum Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis penyakit malaria yang terberat atau paling ganas, kadar parasitemia paling tinggi. Satusatunya parasit malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena
dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll. 2. Plasmodium vivax Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit awal. 3. Plasmodium malariae Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama. 4. Plasmodium ovale Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat. Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran P.Falciparum dengan P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. Malaria yang disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik. Malaria yang disebabkan oleh spesies selain P.Falciparum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi tubuh; lemah, menggigil dan demam yang biasanya berlangsung 10-14 hari. Nyamuk Anopheles Nyamuk yang dapat menularkan malaria pada manusia hanya nyamuk Anopheles betina. Pada saat menggigit penderita malaria (manusia yang terinfeksi malaria), nyamuk Anopheles akan menghisap parasit malaria (plasmodium) bersamaan dengan darah, sebab di dalam darah manusia yang telah terinfeksi malaria banyak terdapat parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian bereproduksi dalam tubuh nyamuk Anopheles, dan pada saat menggigit manusia lain (yang tidak terinfeksi malaria), maka parasit malaria masuk ketubuh korban bersamaan dengan air liur nyamuk. Cara penularan : · Nyamuk Anopheles menggigit penderita malaria dan menghisap juga parasit malaria yang ada di dalam darah penderita. · Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh nyamuk Anopheles (menjadi nyamuk yang infektif) · Nyamuk Anopheles yang infektif menggigit orang yang sehat (belum menderita malaria) · Sesudah +12-30 hari (bervariasi tergantung spesies parasit) kemudian, bila daya tahan tubuhnya tidak mampu meredam penyakit ini maka orang sehat tsb berubah menjadi sakit malaria dan mulai timbul gejala malaria. 2.3. EPIDEMIOLOGI Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak mungkin terutama penting dalam hal ini. Penularan malaria terjadi pada kebanyakan daerah tropis
dan subtropics, walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang bebas malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis. Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan dapat sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran. 2.4. SIKLUS PARASIT MALARIA Ketika nyamuk anoples betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit. Sebagian besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia. Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati – disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif P. vivax/ovale. Pada P. Falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir
semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60% penduduk. 2.5. PATOGENESIS MALARIA 1. Demam Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur, plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir di atas sampai kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3. 2. Anemia Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi sumsum tulang Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orangorang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter. Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadangkadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ. 3. Kejadian immunopatologi Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun, depresi immun, pelepasan sitokin seperti TNF Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas : a) Imunitas alamiah non imunologis Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan darah duffy negative kebal terhadap infeksi plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat. b) Imunitas didapat non spesifik Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan
sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik). c) Imunitas didapat spesifik. Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. 4. Anoxia jaringan parasit P. falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah merah berparasit yang memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-parasitized red cells ke sel-sel endotel vaskular otak, ginal, organ yang terkena lainnya a obstruksi aliran darah & kerusakan kapiler a leakage protein dan cairan vaskular, edema, serta anoxia jaringan otak, jantung, paru, usus, ginjal. P. vivax dan P. ovale : menyerang eritrosit imatur P. malariae: menyerang eritrosit matur P. falciparum: menyerang eritrosit matur & imatur a parasitemia lebih berat Kerentanan bervariasi secara genetik, beberapa fenotip sel darah merah: Hemoglobin S Hemoglobin F Thalassemia Resisten (parsial) terhadap infeksi P. falciparum. 2.6. MANIFESTASI KLINIS Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis: A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi) Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari mana parasit berasal. Gejala malaria yang klasik terdiri dari tiga stadium berurutan yang disebut trias malaria, yaitu : 1. Stadium dingin (cold stage) Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah. 2. Stadium demam (hot stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang. 3. Stadium berkeringat (sweating stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama kali menderita malaria. Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik. Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada. Di antara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae. B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi) Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini: 1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah) 2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri) 3) Kejang-kejang 4) Panas sangat tinggi 5) Mata atau tubuh kuning 6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang) 7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan 8) Nafas cepat atau sesak nafas 9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum 10)Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman 11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni 12)Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%) 13)Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan semestinya.