BAB I PENDAHULUAN
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan defek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering ditemukan. Enzim G6PD bekerja pada jalur fos fat pentosa metabolisme karbohidrat. Diwariskan secara X-linked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD, ditemukan lebih banyak pada laki-laki laki-la ki daripada perempuan,menyebabkan varian fungsional dengan beberapa biokimia dan fenotipe. Pali ng banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan menghindari stres oksidatif Pada makalah ini akan dibahas pengaruh G6PD terhadap eritrosit sehingga memberikan kerentanan timbulnya hemolisis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
1
BAB II PEMBAHASAN
Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat Penyakit Dahulu: 1) Apakah pernah mengalami gejala yang sama? 2) Apakah pernah mengalami alergi obat atau makanan? Riwayat Penyakit Keluarga: 1) Apakah ada keluarga yang menderita gejala serupa? 2) Apakah keluarga ada yang menderita tumor atau kanker? Riwayat Kebiasaan: 1) Bagaimana higienisitas diri dan lingkungan Anda? 2) Bagaimana pola makan sehari-hari? Makanan apa saj a yang dikonsumsi? 3) Apakah merokok atau mengonsumsi alkohol atau narkoba? Riwayat Pengobatan: 1) Obat penurun panas apa yang digunakan? 2) Berapa dosis yang dikonsumsi? 3) Berapa lama penggunaan obat tersebut?
Interpretasi Pemeriksaan Fisik
Status generalis : 1. Kesadaran : 2. Tanda vital : 1) Tekanan darah :
2
2) Nadi
:
3) Suhu
:
4) Pernaf Status lokalis :
Wajah : pucat sekali, dikarenakan kekurangan asupan oksigen yang merupakan kompensasi tubuh mengutamakan organ vital agar mendapatkan oksigen dengan mengurangi pemakaian oksigen pada perifer.
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening (normal), tiroid dalam keadaan normal
Hepar : dalam keadaan normal
Limpa : dalam keadaan normal
Kulit
: tidak ada ikterus belum tentu kadar bilirubin tidak naik, hal ini disebabkan
bilirubin indirect larut dalam air dan kurang mewarnai jaringan Dari hasil status lokalis didapatkan pada pasien ini mengalami anemia hal ini terbukti dengan wajahnya yang pucat menandakan ciri dari anemia. Dari hasil pemeriksaan status generalis dan lokalis menurut kelompok kami belum bisa belum bisa menyingkirkan dugaan/hipotesis. Oleh karena itu, untuk menentukan diagnosis kerja menurut kelompok kami perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Interpretasi Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Lengkap Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap No.
Jenis
Nilai Normal
Pemeriksaan
Hasil
Keterangan
Pemeriksaan
1.
Hb
13-16 g/dl
2.
Leukosit
5.000-10.000 /µl
3.
Hitung Jenis: Basofil
0-1 %
Eosinofil
1-3 %
Neutrofil Batang
2-6 %
8%
Tinggi
adanya peni 3
Neutrofil Segmen
50-70 %
Limfosit
20-40 %
Monosit
2-8 %
4.
Trombosit
150.000-400.000 /µl
5.
LED
0-10 mm/jam
Tinggi
adanya
infeksi/keganasan/hemo dilusi/hemolisis
6.
MCV
82-92 fl
90 fl
7.
MCH
27-31 pg
30 pg
8.
MCHC
32-36 g/dl
33 g/dl
Pemeriksaan Kimia Darah Hasil Pemeriksaan Kimia Darah
No.
Jenis
Nilai Normal
Pemeriksaan
Hasil
Keterangan
Pemeriksaan
1.
GDP
80-120 g/dl
2.
SGOT
5-40 IU/l
3.
SGPT
5-41 IU/l
4.
Ureum
20-40 mg/dl
5.
Kreatinin
0,5-1,5 mg/dl
6.
Bilirubin Direk
<0,2 mg/dl
Tinggi
kompensasi
faal hepar menaikkan bilirubin direct karena bilirubin indirect yang sangat meningkat 7.
Bilirubin Total
<1 mg/dl
Tinggi kelainan
adanya pada
pemecahan heme
4
2.6.1
Urinalisa
Hasil Pemeriksaan Urinalisa
No. Jenis Pemeriksaan
Nilai Normal
Hasil
Keterangan
Pemeriksaan Makroskopis Urin
1.
Warna
2.
Berat Jenis
1003-1030
3.
Glukosa
Negatif
4.
Protein
Negatif
5.
Bilirubin
Negatif
6.
Urobilinogen
Negatif tapi jumlah
7.
Urobilin
(ada,
Abnormal
adanya
dalam
gangguan
pada
pemecahan
heme
yang
sedikit)
(hemolisis)
Negatif
Abnormal Mikoskopis Urin
1.
Eritrosit
0-2 /LPB
2.
Leukosit
0-4/LPB
3.
Silinder
Negatif
4.
Kristal Oksalat
Positif (merupakan unsur anorganik
urin
yang normal)
5
Sediaan Apus Darah Tepi Hasil Pemeriksaan SADT
Pada gambar SADT di samping, ditemukan adanya sferosit (eritrosit tampak lebih kecil dan bagian putih/pucat di tengah selnya sedikit/tidak ada), basophilic erythroblast , eritrosit
yang
normal/besar,
dan
berukuran bentuk
lebih
dari
eritrosit
yang
sedang mengalami lisis. Berdasarkan hasil gambaran ini, dapat disimpulkan pasien ini mengalami anemia hemolitik.
Pada gambar SADT di samping, diemukan adanya retikulositosis (peningkatan retikulosit) dengan
morfologi
sel
berukuran
besar,
sitoplasma asidofilik, dan terdapat
karena
adanya retikulum yang merupakan sisa-sisa ribosom dan RNA yang berasal dari sisa inti dari bentuk
penuh
pendahulunya.
Ribosom
mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu seperti brilliant cresyl blue atau new methylene blue untuk membentuk endapan granula atau filamen yang berwarna biru.
Patofisiologi
Pada sel darah merah orang normal, terdapat enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) yang berguna untuk mengkatalisa oksidasi glukosa-6-fosfat menjadi bentuk 6fosfoglukonat bersamaan dengan pengurangan bentuk teroksidasi NADP + menjadi bentuk 6
NADPH. NADPH berguna untuk mempertahankan glutation dalam bentuk tereduksi. Glutation tereduksi berperan sebagai pemulung untuk zat-zat oksidatif berbahaya di dalam sel, termasuk sel darah merah. Dengan bantuan glutation peroksidase, glutati on tereduksi juga dapat mengubah H 2O2 (hidrogen peroksida) ke bentuk H 2O (air). Dengan tetap dipertahankannya bentuk glutation tereduksi ini dengan tetap adanya NADPH dari reaksi yang dikatalisa oleh enzin G6PD, maka stress oksidatif yang ada di dalam sel pun dapat diminimalisir sehingga keutuhan membrane sel tetap terjaga. (1 medscape) Pada pasien penderita defisiensi G6PD, pasien mengalami kekurangan enzim G6PD yang berakibat pada keutuhan membran sel darah merah. Defisiensi G6PD disebabkan oleh adanya mutasi gen yang memproduksi enzim G6PD. Pada defisiensi G6PD membran sel darah merah menjadi rentan terhadap stress oksidatif sehingga mudah pecah dan terjadi hemolisis. Di bawah pengaruh obat yang merupakan oksidan , maka akan mempermudah
pasien mengalami hemolisis dan memberikan gejala-gejala seperti yang dikeluhkan oleh pasien pada kasus (lemas dan pucat setelah minum obat penurun panas).5 Pucat seringkali dikaitkan dengan anemia.
Menurut definisi, anemia adalah
berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan hematokrit. Pada defisiensi G6PD, terdapat pengurangan jumlah sel darah merah yang disebabkan oleh banyaknya hemolisis yang terjadi sehingga hemoglobin pun keluar. Selain itu penurunan jumlah sel darah merah akibat hemolisis secara langsung juga mengurangi volume sel darah merah dalam 100ml darah (hematokrit) dari ketiga hal tersebut, maka dapat dikatakan pasien menderita anemia. Anemia yang dialami oleh pasien bertipe hemolitik karena anemia yang dialami oleh pasien diakibatkan dari lisis nya sel darah merah.6,7 Berkurangnya hemoglobin mengakibatkan pasien mengalami keadaan hipoksia (berkurangnya oksigen) karena hemoglobin dalam sel darah merah berguna untuk mengangkut oksigen dan mengantarkannya ke jaringan. Pada hemoglobinemia, respon tubuh adalah melakukan vasokonstriksi untuk memaksimalkan penghantaran oksigen yang ada ke organ-organ vital (tidak termasuk kulit), sehingga akan didapatkan keadaan kulit yang pucat. Bantalan kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan
indicator yang lebih baik untuk menilai pucat. 6 Pasokan oksigen yang berkurang juga berpengaruh terhadap otot. Otot mengalami hipoksia sehingga metabolismenya untuk menghasilkan energi (ATP) juga berkurang sehingga pasien mengeluhkan lemas. 7
Hemoglobin yang keluar dari sel darah merah akan dipecah menjadi heme dan globin. Heme yang mengandung besi dan porfirin akan dipecah. Besi akan dibawa oleh transferin dalam sirkulasi darah dan disimpan ke dalam sum-sum tulang dan hati untuk dibentuk kembali menjadi pembentuk hemoglobin dalam sel darah merah, sedangkan porfirin akan diubah menjadi pigmen empedu oleh hati. Pigmen yang pertama dibentuk adalah biliverdian yang akan cepat diubah menjadi bilirubin bebas (bilirubin indirek) yang akan berikatan dengan albumin dan dibawa ke hati untuk diubah menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diubah menjadi urobilinogen oleh mikroorganisme usus untuk dibuang melalui faeces (sterkobilinogen) dan direabsorbsi kembali kemudian dibuang melalui urin. Urobilinogen dan sterkobilinogen akan teroksidasi menjadi bentuk urobilin urin dan sterkobilin. 8 Pada pemecahan sel darah merah yang meningkat, maka pembentukan bilirubin indirek pun akan meningkat tetapi fungsi hati masih normal sehingga sel hati tidak dapat
mengekskresi bilirubin secepat pembentukannya. Oleh karena itu kadar bilirubin indirek lebih meningkat daripada bilirubin direk . Bilirubin indirek adalah bilirubin yang tidak
larut air sehingga kurang mewarnai jaringan. 8
8
Patof Bagan MUTASI GEN
G6PD ↓
Obat (oksidan)
NADPH ↓
Stress oksidatif ↑
Stress oksidatif
hemolisis
Eritrosit ↓
Bilirubin Hematokrit ↓
direk
lemas Hb keluar
ATP ↓
Katabolisme heme
hemoglobinemia
Metabolisme otot ↓
O2 ↓
Vasokonstriksi perifer
Bilirubin indirek ↑↑
pucat
Diagnosis Kerja : Anemia Hemolitik defisiensi G6PD
Berdasarkan keluhan pasien, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, diagnosis yang kami tegakkan pada pasien ini adalah anemia hemolitik et causa defisiensi G6PD. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh setelah demam dan mengkonsumsi obat penurun panas, pasien mengalami pucat dan lemah, ini menunjukkan bahwa pasien sebelumnya pernah demam yang kemungkinan besar karena penyakit infeksi, sehingga pasien mengkonsumsi anti pireutik dan setelah itu, pasien sedang mengalami suatu gejala anemia, lalu pada pemeriksaan fisik hanya 9
didapatkan keadaan pucat pada pasien, yang juga mengarahkan pikiran kami ke anemia, kemudian untuk mengkonfirmasi dan menunjang diagnosis kami dilakukanlah pemeriksaan penunjang laboratorium, yang didapatkan hasil yang abnormal, yaitu Hb, neutrofil batang, LED, bilirubin direk, bilirubin total, urobilinogen, urobilin, dan SADT yang kesemuanya ini mengarahkan diagnosis kami ke anemia hemolitik et causa defisiensi G6PD yang merupakan anemia dengan episode hemolisis akut dan akan bermanifestasi klinis apabila terdapat pencetusnya, yang pada pasien ini adalah infeksi dan obat-obatan yang berperan sebagai oksidan yang mengakibatkan hemolisis.
Diagnosis Banding : Anemia Hemolitik diinduksi dengan Obat
Kami mendiagnosis bandingkan anemia hemolitik diinduksi dengan obat ini karena prinsipnya anemia hemolitik ini menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit. Ada beberapa mekanisme yang dapat
menyebabkan hemolisis, salah satunya pada
mekanisme adsorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat, kemudian antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi pada permukaan sel darah merah yang dapat menyebabkan sel darah merah lisis. Gejala klinis dari anemia ini hampir sama dengan anemia hemolitik defisiensi G6PD, tetapi perbedaannya pada def G6PD jangka waktu reaksi terhadap obat sangat cepat berbeda dengan anemia hemolitik diinduksi obat memerlukan waktu yang lama untuk pembentukan autoantibodi. 9
Tatalaksana
Pada penatalaksanaan, penyakit ini mempunyai prinsip untuk tatalaksana, yaitu hilangkan faktor pemicu dan mengobati gejala (simptomatik), sehingga kelompok kami memberikan tatalaksana berupa edukasi untuk mencegah terjadinya pemaparan dari faktor pemicu. Dan untuk medikamentosa, kelompok kami menyarankan untuk pemberian suplemen penambah darah untuk menghilangkan anemia dan pemberian anti-oksidan untuk mencegah terjadinya anemia hemolitik ini. 10 Untuk lebih memastikan diagnosis, kelompok kami juga menganjurkan dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut lagi berupa test G6PD dan test Coomb (apa bila didapatkannya hasil anamnesis pemakaian obat2an yang jangka panjang).
10
Pencegahan
Pada kasus G6PD upaya yang kita dapat lakukan hanyalah pencegahan agar tidak timbul manifestasi klinis, terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan: 1.
Upaya pencegahan primer Upaya pencegahan primer termasuk skrining untuk mengetahui frekuensi (angka kejadian) kelainan enzim G6PD di masyarakat yang membantu diagnosis dini karena sebagian besar defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga pemahaman mengenai akibat yang mungkin timbul pada penderita defisiensi G6PD yang terpapar bahan oksidan masih belum sepenuhnya dipahami serta disadari yang dapat mengakibatkan diagnosis dini terlewatkan. Masih termasuk pencegahan primer yaitu dengan memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai kelainan enzim G6PD, termasuk berupa konseling genetik pada pasangan resiko tinggi. Diagnosa dibuat berdasarkan satu dari beberapa tes yang dirancang untuk mengetahui aktivitas G6PD eritrosit. Beberapa uji saring yang relatif sederhana dan memuaskan telah dikembangkan untuk menentukan defisiensi G6PD secara kualitatif antara lain: Fluorescent Spot test, Methemoglobin Reduction Test, Formazan ring test, Ascorbate-cyanide screening test, Methemoglobin elution tets . Hampir semua uji saring tersebut dapat mengidentifikasi penderita defisiensi G6PD hemizigot (pria) dengan tepat, sayangnya tidak sensitif untuk diagnosis penderita defisiensi G6PD yang heterozigot (wanita) , kecuali penggunaan Formazan ring test . Metoda Formazan ring test selain bisa mendeteksi defisiensi G6PD yang heterozigot, biaya relatif murah, mudah penggunaannya hanya memerlukan inkubator dan dapat digunakan sampel dalam jumlah besar .
2. Upaya pencegahan sekunder
Upaya pencegahan sekunder berupa pencegahan terpaparnya penderita defisiensi enzim G6PD dengan bahan bahan oksidan yang dapat menimbulkan manifestasi klinis yang merugikan, sehingga dapat tercapai sumber daya manusia yang optimal. Sekali diagnosa defisien enzim G6PD ditegakkan, orang tua harus dianjurkan 11
untuk menghindari bahan bahan oksidan termasuk obat obat tertentu, juga harus dijelaskan mengenai resiko terjadinya hemolisis pada infeksi berulang. Selain itu juga perlu dilakukan skrining G6PD pada saudara kandung dan anggota keluarga yang lainnya.
3. Upaya pencegahan tersier
Upaya pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi akibat paparan bahan oksidan maupun infeksi yang menimbulkan gejala klinik yang merugikan, seperti mencegah terjadinya kern ikterus pada hiperbilirubinemi neonatus yang dapat menyebabkan retardasi mental, mencegah kerusakan ginjal maupun syok akibat hemolisis akut masif maupun mencegah terjadinya juvenile katarak pada penderita defisiensi enzim G6PD.
Etiologi
I. Inherited Hemolytic Disorder A. Kelainan pada membran sel eritrosit B. Defisiensi enzym glikolitik eritrosit C. Kelainan metabolisme nukleotida eritrosit D. Defisiensi dari enzym yang terlibat pentosa pathway E. Kelainan synthese dan struktur hemoglobin II. Acquaired hemolytic anemia A. Immunohemolytic anemia B. Traumatik C. Infeksi Zat kimia (obat-obatan)
Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
12
Ad sanationam
: dubia ad malam
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
1. Baldy CM. Gangguan sel darah merah. In: Price SA, Wilson LM,editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi keenam. Jakarta:EGC ; 2007.p.256-7 2. Bakta MI. Hematologi klinis ringkas. Jakarta: EGC; 2007.p.51-9 3. Sutedjo AY. Pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan laboratorium. Jakarta: amara books; 2009.p.25-40 4. Sutedjo AY. Pemeriksaan kimia darah untuk faal hati dan untuk faal ginjal. Pemeriksaan laboatorium. Jakarta:amara books; 2009.p.79-81,95-7. 5. Carter
SM.
Glucose-6-phosphate
deficiency.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/200390-overview#a0104 . Accessed on April 4th, 2012 6. Price SA, Wilson LM. Gangguan sel darah merah. In : Hartanto H, Susi N, Wulanasari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 2. 6th ed. Jakarta : EGC; 2005; p. 256-7 7. Priyana A. Patologi klinik untuk kurikulum pendidikan dokter berbasis kompetensi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007. p. 23 8. Guyton AC, Hall JE. Hati sebagai suatu organ. In: Rachman LY, Hartanto H, Novrianti A, Wulandari N, Editors. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 907 9. Mitchell. Kumar. Abas. Fausto. Dasar Patologis Penyakit. Jakarta:EGC;2007.p.364. 10. Rinaldi Ikhwan, Sudoyo Aru W. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, editors. Anemia Hemolitik non autoimun. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: interna Publishing; 2009.p.1159. 11. Berger Barbara J. In: Chernecky Cynthia C, editors. Glucose 6-phosphate dehydrogenase quantitative. Laboratory Test and Diagnostic Procedures. USA: saunders; 2008.p.591-2.
13
BAB V PENUTUP
Penutup
Pada kasus ini, pasien di diagnosa kerja sebagai anemia hemolitik defisiensi G6PD berdasarkan gejala yang di dapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya pasien dengan defisiensi G6PD ini tidak menimbulkan anemia kecuali bila terpajan dengan infeksi atau obat-obatan. adapun yang penting dan harus diperhatikan oleh pasien adalah mengetahui faktor pencetus dan menghindarinya. Disini sangat dibutuhkan kedisplinan pasien untuk meminimalkan kekambuhan.
Ucapan Terima Kasih
Ucapkan terima kasih kepada tutor kami, dosen pembimbing serta kerabat dan berbagai pihak lain yang turut membantu pembuatan makalah Tuhan Memberkati.
14