ii
2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYNDROM NEFROTIK
Oleh:
Kelompok 3
DW MADE ADI WISNU WIHARTA (12.321.1574)
LUH PUTU ARI MUDIASTUTI (12.321.1579)
NI KETUT AYU PERTIWI (12.321.1585)
NI NYOMAN DWI MAHENDRAYANTI (12.321.1590)
I PUTU FEBRI PRATAMA (12.321.1595)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
2014
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Pujisyukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat, rahmat, dan karuniaNya-lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYNDROM NEFROTIK" tepat pada waktunya. Adapun makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti mata kuliah Sistem Perkemihan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan saran, petunjuk, dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula makalah ini. Demi kesempurnaan makalah ini kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya.
Om Santih Santih Santih Om
Denpasar, 17 September 2014
(penulis)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
D. Metode Penulisan 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
A. Konsep Dasar Penyakit Syndrom Nefrotik 3
1. Pengertian 3
2. Epidemiologi 3
3. Etiologi/ faktor predisposisi 3
4. Patofisiologi 4
5. Pathway 6
6. Klasifikasi 7
7. Gejala klinis 7
8. Pemeriksaan diagnostic 7
9. Diagnosis / kriteria diagnosis 8
10. Penatalaksanaan 8
11. Prognosis 10
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 11
1. Pengkajian 11
2. Diagnosa keperawatan 12
3. Perencanaan keperawatan/ intervensi 13
4. Implementasi 18
5. Evaluasi 18
BAB III 20
PENUTUP 20
A. Simpulan 20
B. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Era Globalisasi ini kita sering mendengar istilah syndrom nefrotik, hal ini lumrah terjadi di kehidupan kita, tetapi kadang kita tidak mengetahui apa syndrome nefrotik itu sebenarnya. Sekarang melalui makalah ini kami akan membahas mengenai syndrom nefrotik.
Syndrome Nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien syndrome nefrotic sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
Bagaimana konsep dasar penyakit syndrom nefrotik ?
Bagaimana asuhan keperawatan syndrom nefrotik ?
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
Untuk mengetahui konsep dasar penyakit syndrom nefrotik ?
Untuk mengetahui asuhan keperawatan syndrom nefrotik ?
D. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
Metode Kepustakaan
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku atau refrensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas
Metode Media Informatika
Adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit Syndrom Nefrotik
1. Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).
Sindroma neprotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria (keluarnya protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipidemia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat)
Jadi, sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
2. Epidemiologi
Sindroma nefrotik biasanya lebih sering menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan dengan perbandigan 2 : 1 dan paling banyak pada umur 2 sampai 6 tahun.
3. Etiologi/ faktor predisposisi
Menurut pembagian berdasarkan etiologi (penyebab) dibagi menjadi :
Sindroma nefrotik primer yang atau disebut juga Sindroma nefrorik Idiopatik, yang diduga ada hubungan dengan genetik, imunoligik dan alergi. Meliputi :
Nefropati lesi minimal (minimal change disease)
Nefropati membranosa (membranous nephropathy)
Glomerulo-sklerosis fokal segmental (focal segmental glomerulosclerosis)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (membranoproliferative glomerulonephritis)
b. Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal (diluar ginjal). Penyebab SN sekunder adalah sangat banyak, diantaranya ialah:
Infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV),HIV, infeksi streptococcal, serta endokardtitis.
Neoplasma seperti limfoma, leukemia, serta karsinoma (kanker).
Obat-obatan seperti penicillamine, captopril, heroin.
Penyakit sistemik, contohnya SLE, amiloidosis, kencing manis (Diabetes), dll
Obesitas dan penyakit-penyakit metabolik serta penyakit-penyakit multisistem lainnya.
SN bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah dicoba pencangklokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
4. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin, ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal. Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal menyebabkan edema. Sintesis protein di hati biasanya meningkat( namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin). Hipotesis menunjukan kehilangan albumin mengakibatkan penurunan tekanan onkotik dalam saluran darah. Ini mengakibatkan kebocoran cairan dari dalam darah ke intestitium. Isi dari cairan yang berkurang dalam saluran darah seterusnya akan mengaktifkan renin- angiotensin- aldosteron sistem. Hormon vasopresin(ADH) akan dirembes untuk menstabilkan kandungan cairan dalam saluran darah seperti sediakala. Meskipun demikian, pengumpulan cairan ini menyebabkan kehilangan cairan yang terus- menerus ke interstitium karena protein terus – menerus hilang kedalam urin diikuti dengan kerusakan pada membran basal glomerulus. Ini menyebabkan penumpukan cairan secara berlebih dalam jaringan dan mengakibatkan edema. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah ( hiperlipidemia) hal ini menyebabkan intake nutrisi berkurang sehingga menyebabkan terjadinya malnutrisi. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia.
5. Pathway
6. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif
Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
7. Gejala klinis
Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak
Hipoalbuminemia< 30 g/l
Edema anasarka. Edema terutama jelas pada kaki, di sekitar mata (periorbital), asites, dan efusi pleura.
Hiperlipidemia
Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis arteri dan vena
8. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisa (protein, eritrosit, silinder)
Protein urin – meningkat
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin – meningkat
Clearance kreatinin (BUN / SC)
Uji darah
Albumin serum – menurun
Kolesterol serum – meningkat
Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
Laju endap darah (LED) – meningkat
Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).
9. Diagnosis / kriteria diagnosis
Masalah yang lazim muncul:
Kelebihan volume cairan
Ketidakefektifan pola napas
Resiko infeksi
Kerusakan integritas kulit
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload, kontraktilitas dan frekuensi jantung.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
Hambatan mobilitas fisik
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
10. Penatalaksanaan
Sindrom nefrotik serangan pertama.
Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
Perbaiki keadaan umum penderita.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Sindrom nefrotik kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
11. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dasar data pengkajian pasien:
Aktivitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus
Sirkulasi
Tanda: Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan, hipertensi akibat kehamilan/ eklampsia)
Disritmia jantung
Nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia)
Nadi kuat( hipervolemia)
Edema jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum)
Pucat, kecenderungan perdarahan
Eleminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi, polyuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/ oliguria(fase akhir)
Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/ obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda; Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
Oliguria( biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari)
Makananan/ Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan(edema), penurunan berat badan( dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tanda : Perubahan turgor kulit,/ kelembaban
Edema( umum, bagian bawah)
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pengelihatan kabur
Kram otot/ kejang; sindrom" kaki gelisah"
Tanda :
Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi,hilang memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran( azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/ asam/ basa)
Kejang, aktivitas kejang, faskikulasi otot.
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda : Perilaku berhati- hati, gelisah
Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda :
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan Kussmaul); nafas amonia.
Batuk produktif dengan sputum kental merah muda ( edema paru).
Keamanan
Gejala : Adanya reaksi transfusi
Tanda : Demam(sepsis, dehidrasi)
Pretekie, area kulit ekimosis
Pruritus, kulit kering
Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius, malignansi.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Sindrom Nefroti yaitu:
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake nutrisi
Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
3. Perencanaan keperawatan/ intervensi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Tujuan: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat
Kriteria hasil:
Menunjukan haluaran urine tepat dengan berat jenis/ hasil laboratorium mendekati normal
Berat badan stabil
TTV dalam batas normal
Tidak ada edema
No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Awasi denyut jantung, TD, dan CVP
Takikardi dan hipertensi terjadi karena : Kegagalan ginjal dalam mengeluarkan urine, pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi , perubahan pada sistem renin- angiotensin.
2
Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.Termasuk cairan" tersembunyi" seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh berkeringat. Awasi berat jenis urine.
Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan risiko kelebihan cairan
3
Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi panas, dingin, beku.
Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.
4
Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema( pada skala +1 sampai +4)
Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh, contoh tangan, kaki, area lumbosakral.
5
Kolaborasi: siapkan untuk dialisis sesuai indikasi
Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidakseimbangan elektrolit, asam/basa, dan untuk menghilangkan toksin.
6
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi( msl diuretik, antihipertensif)
Diuretik diberikan untuk meningkatkan volume urine adekuat.
Antihipertensif diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari penurunan aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan volume sirkulasi.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake nutrisi
Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
Mempertahankan/ meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.
No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Berikan makanan sedikit tapi sering
Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/ menurunnya peristaltik
2
Timbang berat badan tiap hari
Pasien puasa / katabolik akan segera normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan keseimbangan cairan
3
Berikan pasien/ orang terdekat daftar makanan/ cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu
Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dari rumah dapat meningkatkan nafsu makan
4
Kaji / catat pemasukan diet
Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik( mual, muntah, anoreksia), dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan
5
Kolaborasi: Konsul dengan ahli gizi/ tim pendukung nutrisi
Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan, dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang.
6
Kolaborasi: Berikan kalori tinggi, diet rendah/ sedang protein. Termasuk kompleks karbohidrat dan sumber lemak untuk memenuhi kebutuhan kalori( hindari sumber gula pekat)
Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal, kecuali pada pasien dialisis . Karbohidrat memenuhi kebutuhan energi dan membatasi jaringan katabolisme, mencegah pembentukan asam keto dari oksidasi protein dan lemak.Intoleran karbohidrat menunjukan DM dapat terjadi gagal ginjal berat. Asam amino esensial memperbaiki keseimbangan dan status nutrisi.
Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik
Tujuan : Menunjukan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang biasa/ normal
Kriteria hasil:
Melaporkan perbaikan rasa berenergi
Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
Intervensi
Rasionalisasi
1
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan
Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
2
Rencanakan periode istirahat adekuat
Mencegah kelelahan berlebih dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan
3
Berikan bantuan dalam aktivitas sehari – hari dan ambulasi
Mengubah energi, memungkinkan berkelanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/ normal , memberikan keamanan pada pasien
4
Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi pasien
Meningkatkan rasa membaik/ meningkatkan kesehatan, dan membatasi frustasi
5
Kolaborasi: awasi kadar elektroli termasuk kalsium, magnesium, dan kalium
Ketidakseimbangan dapat mengganggu fungsi neuromuskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah.
Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Tujuan: Pasien mengetahui tentang penyakit dan pengobatannya
Kriteria hasil:
Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit, prognosis, dan pengobatannya
Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab
Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan.
No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Kaji ulang rencana diet/ pembatasan. Termasuk lembar daftar makanan yang dibatasi
Nutrisi adekuat perlu untuk meningkatkan penyembuhan / regenerasi jaringan dan kepatuhan pada pembatasan dapat mencegah komplikasi
2
Dorong pasien untuk mengobservasi karakteristik urine dan jumlah/ frekuensi pengeluaran
Perubahan dapat menunjukan gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan dialysis
3
Diskusikan/ kaji ulang pengguanaan obat. Dorong pasien untuk mendiskusikan semua obat( termasuk obat dijual bebas) dengan dokter
Obat yang terkonsentrasi/ dikeluarkan oleh ginjal dapat menyebabkan reaksi toksik kumulatif dan/ atau kerusakan permanen pada ginjal
4
Tekankan perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium
Fungsi ginjal dapat lambat sampai gagal akut( sampai 12 bulan) dan defisit dapat menetap, memerlukan perubahan dalam terapi untuk menghindari kekambuhan/ komplikasi
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
Tujuan: Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
Kriteria :
Tidak mengalami tanda/ gejala infeksi
No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf
Menurunkan risiko kontaminasi silang
2
Hindari prosedur invansif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap, kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat / memanipulasi IV / area invansif. Ubah sisi/ balutan protokol. Perhatikan edema, drainase purulen
Membatsi introduksi bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini/ pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis.
3
Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering.
Mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan risiko infeksi paru
4
Awasi TTV
Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dari proses inflamasi, meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respon demam.
5
Kolaborasi: Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh SDP dengan diferensial
Meskipun peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum terlihat pada GGA dan dapat menunjukan inflamasi/ cedera pada ginjal, perpindahan diferensial ke kiri menunjukan infeksi.
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.
5. Evaluasi
Dx 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake nutrisi
Evaluasi: Nutrisi pasien terpenuhi
Dx 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Evaluasi: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat
Dx 3 : Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Evaluasi : Menunjukan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang biasa/ normal
Dx 4 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Evaluasi : Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
Dx 5: Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
Evaluasi: Pasien mengetahui tentang penyakit dan pengobatannya
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari penjelasan diatas, diperoleh beberapa kesimpulan diantaranya:
Nefrotik Syndrom adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
Nefrotik Syndrom merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Sudarth. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi :8 vol:3.Jakarta: EGC
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. EGC: Jakarta
Mutaqqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. ECG: Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Harif.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Media dan NANDA NIC-NOC Jilid 2.Yogyakarta: Med Action Publishing
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4.Jakarta: EGC
Sloane Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi.Jakarta.EGC