34
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN.S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN "POST OPEN PROSTATECTOMI"
Atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia
Di Ruang Instalasi Bedah
RSUD SAMBAS
Oleh:
Nashikin HakimNova Utomo PutriPipin Mayang SariRini KawatiSindi Muthiah UtamiTantin HidayahTri HartiniNashikin HakimNova Utomo PutriPipin Mayang SariRini KawatiSindi Muthiah UtamiTantin HidayahTri Hartini
Nashikin Hakim
Nova Utomo Putri
Pipin Mayang Sari
Rini Kawati
Sindi Muthiah Utami
Tantin Hidayah
Tri Hartini
Nashikin Hakim
Nova Utomo Putri
Pipin Mayang Sari
Rini Kawati
Sindi Muthiah Utami
Tantin Hidayah
Tri Hartini
Amanah Hijriah
Asep Nugraha Kusdiana
Ayu Tri Wulandari
Chairullah
Didin Hafidhuddin
Hugo Kingson Borneo
Merry
PRODI DIV KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia Di Ruang Instalasi Bedah RSUD Sambas".
Makalah ini membahas tentang konsep dasar penyakit BPH (Benigna Prostat Hiperplasia), dan konsep asuhan keperawatan Post Operatif pada pasien dengan BPH (Benigna Prostat Hiperplasia).
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada Ibu Ika Permata Sari A.md Kep selaku pembimbing praktek klinik di Ruang Instalasi Bedah RSUD Sambas yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat memotivasi para mahasiswa/i lain dalam mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun, yaitu berupa kritikan dan saran yang konstruktif demi memperbaiki dan penyempurnaan pembuatan laporan dan makalah kami selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Sambas, 12 Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN 3
2.1 Konsep Dasar Penyakit 3
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Etiologi 6
2.1.3 Tanda dan Gejala 7
2.1.4 Patofisiologi 8
2.1.5 Pathway 11
2.1.6 Komplikasi 11
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang 12
2.1.8 Penatalaksanaan Medis 13
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang 14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN 18
A. Pengkajian 18
B. Analisa Data 27
C. Daftar Masalah 30
D. Intervensi Keperawatan 33
E. Catatan Perkembangan dan Evaluasi 36
BAB IV
PENUTUP 42
DAFTAR PUSTAKA 43
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada berbagai masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan peningkatan sesuai dengan umur, terutama mereka yang berusia 60 tahun. Sebagian besar penyakit prostat menyebabkan pembesaran organ yang mengakibatkan terjadinya penekanan/pendesakan uretra pars intraprostatik, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran urine, retensi akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan tindakan kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala dan tanda ini adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja pada jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau karsinoma prostat (J.C.E Underwood, 1999).
Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan BPH, sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH berkepanjangan. Oleh karena itu, mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor penyebab (etiologi) BPH akan sangat membantu upaya penatalaksanaan BPH secara tepat dan terarah.
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran penyakit BPH, misalnya cara pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter. Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada anggota keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta memberikan penyuluhan tentang pentingnya cara berkemih. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat dengan judul "Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi atas Indikasi Benigna Prostat Hiperplasia".
Rumusan Masalah
Apa saja konsep dasar mobilisasi?
Apa saja konsep dasar asuhan keperawatan?
Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi?
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa/i dapat memahami tentang mobilisasi.
Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien gangguan mobilisasi.
Agar mahasiswa/i mengetahui tujuan asuhan keperawatan gangguan mobilisasi.
Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana cara penerapan asuhan keperawatan pada pasien gangguan mobilisasi.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
Konsep Dasar Penyakit
Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana Elin, 2011).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Anatomi Prostat
Kelenjar prostat merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil, yang hanya dimiliki oleh pria. Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih (vesika urinaria) melekat pada dinding bawah kandung kemih di sekitar uretra bagian atas. Biasanya ukurannya sebesar buah kenari dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur secret dari testis, perbesaran prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
Lobus posterior
Lobus lateral
Lobus anterior
Lobus medial
Batas lobus pada kelenjar prostat:
a. Batas superior: basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
b. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.
c. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
d. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus. Lobus lateral mengandung banyak kelenjar.
Gambar: Anatomi Prostat
Fungsi Prostat
Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan substansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat menyekresi cairan seperti susu yang menusun 30% dari total cairan semen, dan memberi tampilan susu pada semen. Sifat cairannya sedikit alkali yang member perlindungan pada sperma di dalam vagina yang bersifat asam. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina. Cairan prostat juga mengandung enzim pembekuan yang akan menebalkan semen dalam vagina sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.
Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.
Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi setrogen. (Kahardjo, 1995).
Tanda dan Gejala
Gejala iritatif, meluputi:
Peningkaan frekuesnsi berkemih.
Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)
Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat di tunda (urgensi).
Nyeri pada saat miksi (disuria).
Gejala obstruktif, meliputi:
Pancaran urin melemah.
Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik.
Jika ingin miksi harus menunggu lama.
Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena pernumpukan berlebih.
Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan etensi urun kronis dan volume residu yang besar.
Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:
Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih, kencing tidak puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam hari.
Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.
Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
Pathway
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah:
Seiring dengan semakin beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme. Yang dapat menyebabkan pyelonefritis (sjamsuhidrajat, 2005).
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :
Laboratorium
Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pencitraan
Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:
Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
Medika mentosa
Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi (misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
Pembedahan
Indikasi:
Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
Dengan residual urin >100 ml
Klien dengan pengulit
Terapi medika mentosa tidak berhasil
Flowmetri menunjukan pola obstruktif
Pembedahan dapat dilakukan dengan:
TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).
Retropublic atau extravesical prostatectomy.
Perianal prostatectomy.
Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.
Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi ultrasonic).
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :
Laboratorium
Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pencitraan
Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Keluhan saat pengkajian
Keluhan terdahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Pola fungsi kesehatan
Aktifitas
Istirahat
Eliminasi
Nutrisi
Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum
Keadaan umum
Kesadaran
TTV
TB dan BB
Pemeriksaan fisik secara head to toe
Data psikologis
pendidikan
hubungan siosial
gaya hidup
peran dalam keluarga
Data penunjang
Pengobatan
Diagnosa keperawatan
Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP.
Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit dan pengobatanya
Intervensi
Diagnosa I: Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP.
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam rasa nyeri berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil:
klien mengatak an nyeri berkurang / hilang
ekspresi wajah klien tenang
tanda-tanda vital dalam batas normal
NIC
Kaji skala nyeri.
R/mengetahui skala nyeri.
Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
R/klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung kemih.
Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Diagnosa II: Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi adanya tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
Klien tidak mengalami infeksi.
Dapat mencapai waktu penyembuhan.
Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda shock.
NIC
Monitor tanda dan gejala infeksi
R/ mengetahui tanda dan gejala infeksi.
Ajarkan intake cairan yang cukup sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
R/meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi isk dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal .
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik .
R/ mencegah infeksi.
Evaluasi
Pasien dapat bergerak dengan baik.
Kebutuhan pasien terpenuhi.
Tingkat pengetahuan pasien bertambah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Identitas pasien
Nama : Tn "S"
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Alamat : Desa Batu Mak Jage Kec. Tebas
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Juli 2014
Tanggal pengkajian : 14 Juli 2014
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
Dokter penanggung jawab : dr. Eka S. Sp.B
Identitas penanggung jawab
Nama : Tn "M"
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Cucu
Riwayat Penyakit
Alasan masuk rumah sakit sakit
Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas lalu dirujuk ke RSUD Sambas.
Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien meringis kesakitan.
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Laki-laki meninggal
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Pasien
: Tinggal dalam satu rumah
Data Biologis
Pola nutrisi
SMRS : Pasien makan 3x sehari dengan menu bervariasi.
MRS : Pasien makan 3x sehari, dengan porsi yang disediakan rumah sakit.
Pola minum
SMRS : Pasien minum 1,5-2 liter/hari.
MRS : Pasien minum 1-1,5 liter/hari.
Pola eliminasi
SMRS : Pasien BAB 1-2x/hari, BAK bisa lebih 10-15 x/hari dengan keluhan urin keluar sedikit-sedikit.
MRS : Pasien BAB 1 kali setelah operasi, terpasang kateter triway no. 22 dengan karakteristik warna urin kuning jernih, 500 ml/hari, kadang-kadang terasa nyei saat BAK. Pasien terpasang irigasi 30 tpm.
Pola istirahat/tidur
Waktu tidur
SMRS : Pasien tidur 7-8 jam/hari dan cemas terhadap penyakitnya.
MRS : Pasien tidur sekitar 6-8 jam/hari, dengan penerangan yang cukup.
Pola hygiene
Mandi
SMRS : Pasien mandi 2 x sehari.
MRS : Pasien mandi 1 x sehari dibantu oleh keluarga.
Cuci rambut
SMRS : Pasien cuci rambut setap hari saat mandi.
MRS : Pasien hanya membasahi rambut.
Gogok gigi
SMRS : Pasien gosok gigi dua kali sehari pagi dan malam.
MRS : Pasien tidak menggosok gigi.
Pola aktifitas
SMRS : Pasien melakukan aktifitas sehari-hari dibantu oleh orang lain.
MRS : - Pasien melakukan aktifitas dibantu oleh orang lain.
Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri.
Pasien tampak lemah.
Pasien tampak kesakitan dalam melakukan aktifitas.
Aktifitas
0
1
2
3
4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Pindah
Makan dan minum
Keterangan : 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung orang lain tidak mandiri
Data Sosial
Hubungan dengan keluarga
Baik.
Hubungan dengan tetangga
Baik.
Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.
Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
Data Psikologis
Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.
Peran diri
Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik karena dirawat di rumah sakit.
Gaya komunikasi
Menggunakan bahasa verbal.
Pola Koping
Pertahan tubuh menurun karena proses penyakit.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris, konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.
Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab, bibir lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.
Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah tanggal 11-07-2014 di abdomen inguinalis kanan dengan karakteristik panjang luka 8-10 cm jumlah hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor). Terpasang drain dengan produksi ± 50 cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di abdomen inguinalis kanan, skala 5-6 (nyeri sedang), teraba hangat di daerah sekitar luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).
Ekstremitas
Kanan KiriKeterangan: Terpasang infus di tangan kiri.Kanan KiriKeterangan: Terpasang infus di tangan kiri. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Kanan Kiri
Keterangan: Terpasang infus di tangan kiri.
Kanan Kiri
Keterangan: Terpasang infus di tangan kiri.
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
Data Penunjang
LABORATORIUM
14 Juli 2014
Hasil
Nilai Normal
Hb
10.0
Lk = 14-16 gr%, Pr = 12-14 gr%
Leucocyt
6.600
5.000-10.000 mm3/drh
Hematokryt
31 %
Lk = 47-54 %, Pr = 42-46 %
Eritrocyt
3.71
4,6-6 Jt mm3/drh
RONTGEN
Dari hasil rontgen tanggal 12 Juli 2014 menunjukkan adanya pembesaran prostat.
Pengobatan
Tramadol 2 x 100 ml (IV)
Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)
Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
NaCl/RL 20 Tpm.
ANALISA DATA
NO.
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.
DS:
- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas luka
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten
DO:
- Ps tampak meringis kesakitan
Proses pembedahan
Luka insisi pembedahan
Nyeri
Nyeri akut
2.
DS:
DO:
Terdapat luka post operasi pada abdomen bawah.
Tampak luka insisi post operasi 11-07-2014
Panjang luka 8-10cm
Jumlah heating 7 jahitan
Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)
Terpasang drain
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit
N : 80x/menit
S : 36,7oC
Leukosit 6.600mm3/drh
BPH
Tindakkan pembedahan
Proses inflamasi
Terpapar organisme
Resiko infeksi
Resiko infeksi
3.
DS:
Ps mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri
Ps mengatakan luka terasa nyeri saat melakukan aktifitas
DO:
Ps tampak lemah.
Ps tampak kesakitan jika melakukan aktivitas.
Ps terpasang kateter triway no. 22
Ps terpasang infus RL 20 tpm.
Tindakkan pembedahan
Nyeri
Susah beraktifitas
Intoleransi aktifitas
Intoleransi aktifitas
DAFTAR MASALAH
NO.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL MASALAH
PARAF
DITEMUKAN
TERATASI
1.
Nyeri akut b/d luka post operasi.
DS:
- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas luka
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten
DO:
- Ps tampak meringis kesakitan
14 Juli 2014
2.
Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan efek sekunder dari prosedur pembedahan.
DS:
DO:
Terdapat luka post operasi pada abdomen bawah.
Tampak luka insisi post operasi 11-07-2014
Panjang luka 8-10cm
Jumlah heating 7 jahitan
Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)
Terpasang drain
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit
N : 80x/menit
S : 36,7oC
Leukosit 6.600mm3/drh
14 Juli 2014
3.
Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat luka bekas operasi.
DS:
Ps mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri
Ps mengatakan luka terasa nyeri saat melakukan aktifitas
DO:
Ps tampak lemah.
Ps tampak kesakitan jika melakukan aktivitas.
Ps terpasang kateter triway no. 22
Ps terpasang infus RL 20 tpm.
14 Juli 2014
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOC
NIC
RASIONAL
PARAF
1.
Nyeri akut b/d luka post operasi, ditandai dengan:
DS:
- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas luka
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi.
S : 5-6
T : intermitten
DO:
- Ps tampak meringis kesakitan
Setalah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
Ds : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala 1-3
Do : pasien tampak tenang,
TTV dalam batas normal
Guidance :
Kaji skala nyeri
Kaji TTV setiap 4 jam
Support :
Berikan posisi yang nyaman untuk klien.
Teaching :
Ajarkan manajemen nyeri (teknik relaksasi napas dalam dan teknik distraksi).
Dev. Env :
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Collaboration :
Berikan analgetik sesuai instruksi dokter (Tramadol 2 x 100 ml)
Mengetahui skala nyeri
Mengetahui keadaan umum pasien.
Memberikan rasa nyamann bagi pasien.
Mengalihkan perhatian nyeri.
Memberi suasana nyaman bagi pasien.
Analgetik mengurangi rasa nyeri.
2.
Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan efek sekunder dari prosedur pembedahan ditandai dengan :
DS:
DO:
Terdapat luka post operasi pada abdomen bawah.
Tampak luka insisi post operasi 11-07-2014
Panjang luka 8-10cm
Jumlah heating 7 jahitan
Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)
Terpasang drain
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit
N : 80x/menit
S : 36,7oC
Leukosit 6.600mm3/drh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkaninfeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Do : tidak tampak adanya tanda tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor)
Leukosit normal 4.000-11.000
S : 36,7 -37,5 0C
Guidance :
Kaji tanda tanda infeksi
Observasi TTV setiap 6 jam.
Support :
Ganti balutan setiap hari dengan teknik aseptik dan steril
Teaching :
Ajarkan pasien dalam menjaga kebersihan pada daerah luka post op.
Dev. Env :
Ciptakan lingkungan yang bersih.
Collaboration :
Berikan antibiotik sesuai anjuran dokter.
Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian diit TKTP.
Mengetahui adanya tanda infeksi
Mengetahui keadaan umum
Mencegah adanya infeksi
Mengajarkan pasien untuk mempertahankan kondisi balutan luka.
Mencegah terjadnya infeksi
Mempercepat penyembuhan luka
Protein mempercepat proses penyembuhan luka.
3.
Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat luka bekas operasi, ditandai dengan:
DS:
Ps mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas secara mandiri
Ps mengatakan luka terasa nyeri saat melakukan aktifitas
DO:
Ps tampak lemah.
Ps tampak kesakitan jika melakukan aktivitas.
Ps terpasang kateter triway no. 22
Ps terpasang infus RL 20 tpm.
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan intoleran aktivitas dengan criteria hasil :
Pasien mengatakan bisa beraktivitas secara mandiri dan secara perlahan
Pasien biisa melakukan secara mandiri
Guidance :
- Kaji tanda tanda infeksi
- Kaji tingkat aktifitas
Support :
- berikan posisi senyaman mungkin
- dekatkan barang yang diperlukan pasien
Teaching :
- ajarkan pasien untuk latihan aktif dan pasif sesuai kondisi
Dev. Env :
- Ciptakan lingkungan yang tenang
Collaboration :
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat yang sesuai
Mengetahui keadaan umum pasien
Mengetahui tingkat ketergantungan pasien
Memberikan kenyamanan pada pasien
Memberikan kenyamanan pada pasien.
Mencegah kelemahan otot dan merangsang mobilisasi.
Memberikan kenyamanan pada pasien.
Memberikan terapi yang tepat untuk pasien
CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
NO. DX
TANGGAL
CATATAN KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
PARAF
DX 1.
14 Juli 2014
07.30
08.10
08.20
08.30
1. Mengkaji TTV
H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S : 36,7oC
Mengkaji skala nyeri
R/
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten
3. Megajarkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Pasien mengikuti dengan baik.
Memberi terapi injeksi sesuai instruksi dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi dengan skala 5-6 (nyeri sedang).
O : Pasien terlihat meringis kesakitan ketika bagian abdomen ditekan.
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi 1, 2 dan 4 dilanjutkan.
DX 2.
14 Juli 2014
09.00
10.00
11.00
1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor.
Memberikan penkes kepada pasien dalam menjaga kebersihan luka bekas operasi.
R/ pasien dan keluarga mendengarkan dengan baik.
3. Memberikan terapi injeksi .
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.
S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal, panas, dan sakit.
O : Tidak tampak adanya tanda-tanda infeksi.Pasien terlihat tenang
A : Masalah masih resiko.
P : Intervensi 1 dan 3 dilanjutkan.
DX 3.
14 Juli 2014
13.00
13.30
1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien.
H/ pasien hanya beraktifitas di tempat tidur.
Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
R/ pasien mengikuti dengan baik.
S : Pasien mengatakan belum bisa beraktifitas secara mandiri.
O : Pasien tampak lemah.
A : Masalah belum teratasi .
P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
DX 1.
15 Juli 2014
07.30
08.10
08.30
1. Mengkaji TTV
H/ TD : 150/80, N : 82 x/m, RR: 16 x/m, S : 36,5oC
Mengkaji skala nyeri
R/
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk.
R = Di bagian abdomen (luka operasi).
S = 4-5 nyeri sedang.
T = intermiten (kadang-kadang).
3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
4. Memberikan posisi nyaman bagi pasien.
H/ Pasien tampak nyaman.
S : Pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang.
O : Pasien tampak lebih tenang.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.
DX 2.
15 Juli 2014
09.00
11.00
08.00
1. Memberikan terapi injeksi .
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.
Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan steril.
H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal, panas dan sakit.
O : Tidak ada tanda-tanda infeksi.
A : Masalah masih resiko.
P : Intervensi 1,2 dan 3 dilanjutkan.
DX 3.
15 Juli 2014
13.00
13.30
1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien.
H/ sebagian aktifitas pasien sudah dapat dilakukan sendiri
Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
R/ pasien mengikuti dengan baik.
S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas sudah bisa dilakukan sendiri.
O : Pasien tampak lebih bersemangat dalam melakukan aktifitas.
A : Masalah teratasi sebagian .
P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
DX 1.
16 Juli 2014
07.30
08.10
08.30
1. Mengkaji TTV
H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, S : 36,5oC
Mengkaji skala nyeri
R/
P = Saat ditekan dan saat beraktifitas.
Q = Seperti ditusuk-tusuk.
R = Di bagian abdomen (luka operasi).
S = 1-3 nyeri ringan.
T = intermiten (kadang-kadang).
3. Memberi terapi injeksi sesuai dengan resep dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang.
O : Pasien tampak lebih tenang.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi 1, 2 dan 3 dilanjutkan.
DX 2.
16 Juli 2014
09.00
11.00
08.00
1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor).
2. Memberikan terapi injeksi sesuai dengan anjuran dokter.
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.
Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan steril.
H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal, panas dan sakit.
O : Tidak terlihat ada tanda-tanda infeksi.
A : Masalah masih resiko.
P : Intervensi dihentikan.
Delegasikan rencana intervensi kepada teman sejawat.
DX 3.
16 Juli 2014
09.00
13.30
1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien.
H/ sebagian aktifitas pasien sudah bisa dilakukan secara mandiri.
Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif.
R/ pasien mengikuti dengan baik.
S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas sudah bisa dilakukan sendiri.
O : Pasien tampak lebih bersemangat dalam melakukan aktifitas.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi 1 dilanjutkan.
BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra pars prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut, memiliki potensi untuk terkena pembesaran prostat atau benign prostat hyperplasia (BPH). Pembesaran akan menyebabkan komplikasi refluks, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis. Biasanya penanganan pasti pada BPH adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP dan prostatektomi terbuka.
Saran
Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan dalam menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum menentukan rencana tindakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.