Pengkajian A. Identitas Klien
Pada pasien stroke lebih menyerang pada usia 18-45 tahun semakin beresiko terkena. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi makanan yang berlemak meningkatkan risiko stroke di kalangan kalan gan usia muda. Dahulu stroke lebih banyak ditemukan pada orang lanjut usia, namun seiring dengan perubahan gaya hidup, terutama masyarakat di kota besar, stroke cenderung mulai menyerang usia muda atau kelompok usia produktif. Menurut data dasar rumah sakit di Indonesia,seperti yang diungkapkan oleh Yayasan Stroke Indonesia, angka kejadian stroke mencapai 63,52 per 100.000 pada kelompok usia 65 tahun ke atas. Menurut penelitian kesehatan, populasi laki-laki terkena stroke lebih banyak daripada perempuan, tetapi selisihnya tidak jauh berbeda. Sebagai gambaran, penelitian dari Northem Manhattan Stroke Study di Amerika menyebutkan, 53 persen persen laki-laki terkena stroke, sedangkan perempuan terkena stroke 47 persen. Pada stroke iskemik (infark atau kematian jaringan), serangan ini lebih sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari. Sedangkan pada stroke hemoragik (perdarahan), serangan ini lebih sering sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya
timbul setelah
beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental).
B. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama
Pada stroke hemorgik (perdarahan intraserebral), biasanya klien mengalami keluhan-keluhan seperti sakit kepala menetap. Stroke hemoragik (perdarahan subarachnoid), biasanya klien mengalami keluhan-keluhan seperti sakit kepala sementara. Sedangkan stroke iskemik (trombolisis pada pembuluh darah otak) biasanya klien mengalami keluhan-keluhan seperti serangan TIA (iskemik sementara). Stroke iskemik (emboli pada pembuluh darah otak) biasanya klien mengalami keluhan-keluhan seperti tidak sakit kepala.
2. Riwayat Penyaki Sekarang
Pada stroke hemorgik (perdarahan intraserebral), timbulnya dapat secara mendadak, kadang pada saat melakukan aktivitas dan adanya tekanan mental. Stroke hemoragik (perdarahan subarachnoid), timbulnya dapat secara mendadak, merasa ada tiupan di kepala. Sedangkan stroke iskemik (trombolisis pada pembuluh darah otak), timbulnya dapat secara perlahan, sering pada malam hari atau menjelang pagi. Stroke iskemik (emboli pada pembuluh darah otak), timbulnya dapat secara mendadak. 3. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. 4. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
C. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1- B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Keadaan Umum
umumnya mengalami penurunan kesadaran, suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi. a. B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan roduksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. b. B2 (Blood)
Pengkajian
pada
sistem
kardiovaskular
didapatkan
renjatan
(Syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi eningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi massif TD > 200 mmHg. c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, da aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak
dapat
membaik
sepenuhnya.
Pengkajian
B3
merupakan
pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. a) Tingkat Kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk mendeteksi disfungsi sistem persyarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat erubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. b) Fungsi Serebri 1) Status Mental Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas mototrik dimana pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. 2) Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan otak, yaitu kesukaran untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. 3) Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif dimana klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancer. Disartria (kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. 4) Lobus frontal Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memeori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Difungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastofik ini. Masalah psikologis lain juga umum
terjadi
dan
dimanifestasikan
oleh
labilitas
emosional,
bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama. 5) Hemisfer Stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi. c) Pemeriksaan Syaraf Kranial 1) Saraf I Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. 2) Saraf II Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area special) sering terlibat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. 3) Saraf III, IV, dan VI Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. 4) Saraf V Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus dan eksternus. 5) Saraf VII Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. 6) Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. 7) Saraf IX dan X Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut. 8) Saraf XI Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. 9) Saraf XII Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal. d) Sistem Motorik Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motoric. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
1) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. 2) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas. 3) Tonus otot didapatkan meningkat. 4) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0. 5) Keseimbangan
dan
koordinasi,
mengalami
gangguan
karenahemiparese dan hemiplegia. e) Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi saraf berulang), dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yag tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. f) Sistem Sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. Persepi aadalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spesial (mendapatakan hubungan dua atau lebih objek dalam area special) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan
atau
mungkin
lebih
berat,
dengan
kehilangan
proprioseptif (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli, taktil, dan auditorius.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi,
ketidakmampuan
mengomunikasikan
kebutuhan,
dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motoric dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. e. B5 (Bowel)
didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penuruan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. f.
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motoric. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motorvolunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda decubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis//hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Lumbal pungsi : pemeriksaan likuator yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. 2. Pemeriksaan darah rutin. 3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. 4. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. 3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular 4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis. 5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan. 6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif. 7. Resiko
tinggi
kerusakan
menelan
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskuler/perseptual. 8. Kurang pengetahuan tentag kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat.
Intervensi Keperawatan Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral Tujuan : Kesadaran penuh, tidak gelisah. Kriteria Hasil : Tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial. INTERVENSI Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skal coma glascow. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
RASIONAL Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran. Autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
Pertahankan keadaan tirah baring.
Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan Menurunkan tekanan arteri dengan dan dalam posisi anatomis (netral). meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral. Berikan obat sesuai indikasi : contohnya Meningkatkan/memperbaiki aliran darah antikoagulan (heparin). serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. Tujuan : Dapat melakukan aktivitas secara minimum. Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkian aktivitas. INTERVENSI Kaji kemampuan klien dalam aktivitas
RASIONAL melakukan Mengidentifikasi kelemahan/kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan.
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring). Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas. Anjurkan pasien untuk membantu pergerkan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara
Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu. Program
khusus
dapat
dikembangkan
aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
untuk menemukan kebutuhan yang berarti /menjaga kekurangan tersebut dalm keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular Tujuan : Dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya. Kriteria Hasil : Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesepahaman bahasa anatar klien, perawat dan keluarga. INTERVENSI
Kaji tingkat berkomunikasi.
kemampuan
RASIONAL
klien
dalam Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari derajat gangguan serebral. Minta klien untuk mengikuti perintah Melakukan penilaian terhadap adanya sederhana. kerusakan sensorik. Tunjukkan objek dan minta pasien Melakukan penilaian terhadap adanya menyebutkan nama benda tersebut. kerusakan mototrik. Ajarkan klien teknik berkomunikasi nonverbal Bahasa isyarat dapat membantu untuk (bahasa isyarat). menyampaikan isi pesan yang dimaksud. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi Untuk mengidentifikasi kekurangan/ wicara. kebutuhan terapi.
Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis. Tujuan : Tidak ada perubahan-perubahan persepsi. Kriteria Hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan. INTERVENSI RASIONAL Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan Penurunan kesadaran terhadap sensorik panas/dingin, tajam/tumpul, rasa persendian. dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
Catat terhadap tidak adanya perhatian pada Adanya agnosia (kehilangan pemahaman bagian tubuh. terhadap pendengara, penglihatan atau sensasi yang lain). Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti Membantu melatih kembali jarak sensori berikan pasien suatu benda untuk menyentuh untuk mengintegrasikan kembali sisi yang dan meraba. sakit.
Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu. Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintegrasikan kembali sisi yang sakit. Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian dan masalah pemahaman.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan. Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi. Kriteria Hasil : Klien bersih dank lien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal. INTERVENSI RASIONAL Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam Jika klien tidak mampu perawatan diri perawatan diri. perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri.
Bantu klien dalam personal hygiene.
Klien terlihat bersih dan rapid an memberi rasa nyaman pada klien. Rapikan klien jika klien terlihat berantakan Memberi kesan yang indah dank lien tetap dang anti pakaian klien stiap hari. terlihat rapi. Libatkan keluarga dalam melakukan personal Dukungan keluarga sangat dibutuhkan hygiene. dalam program peningkatan aktivitas klien. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi Memberikan bantuan yang mantap untuk okupasi. mengembangkan rencana terapi.
Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif. Tujuan : Tidak terjadi gangguan harga diri. Kriteria Hasil : Mau berkmunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi. INTERVENSI RASIONAL Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan Penentuan faktor-faktor secara individu dengan derajat ketidakmampuannya. membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/pilihan intervensi. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan Membantu peningkatan rasa harga diri dan
berdandan yang baik. Berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
kontrol atas salah satu bagian kehidupan. Mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya. Dorong orang terdekat agar memberi Membangun kembali rasa kemandirian dan kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin menerima kebanggan diri dan untuk dirinya sendiri. meningkatkan proses rehabilitasi. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/atau Dapat memudahkan adaptasi terhadap konseling sesuai kebutuhan. perubahan peran yang perlu untuk perasaan/merasa menjadi orang yang produktif.
Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan neuromuskuler/perseptual. Tujuan : Kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
dengan
kerusakan
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan. INTERVENSI Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara individual. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.
RASIONAL Intervensi nutrisi/pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini. Menggunakan gravitasi utuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk Menguatkan otot fasiel dan otot menelan meminum air cairan. dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program Meningkatkan pelepasan endorphin dalam latihan/kegiatan. otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan. Berikan cairan melalui intra vena dan/atau Memberikan cairan pengganti dan juga makanan melalui selang. makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
Kurang pengetahuan tentag kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat. Tujuan : Klien mengerti dan paham tentang penyakitnya. Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam proses belajar. INTERVENSI Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
RASIONAL Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien.
Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor Untuk mendorong kepatuhan terhadap peyebab, serta perawatan. program terapeutik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien. Beri kesempatan kepada klien dan keluarga Memberi kesempatan kepada orang tua untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas. dalam perawatan anaknya. Beri feed back/umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir.
Mengetahui tingkat pengetahuan pemahaman klien atau keluarga.
dan
Stimulasi yang beragam dapat memperbesar ganggun proses berfikir.