BAB I KONSEP DASAR MEDIK
A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini 1. Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini atau KPD merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan. persa linan. Bila ketuban ke tuban pecah pec ah dini terjadi sebelum sebe lum usia kehamilan kehamil an 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature (Sarwono, 2008) Secara klinis diagnose KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan. KPD dapat terjadi pada kehamilan cukup bulan (atermi) atau pada setiap umur kehamilan sebelum cukup bulan (preterm) (Manuaba, 2009). Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan komplikasi infeksi korioamnionitis hingga sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Prawirohardjo, 2007)
2. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Saifudin, 2000). Menurut manuaba 1998 penyebab ketuban pecah dini antara lain: a. Servik incompetent Yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis selalu terbuka b. Ketegangan uterus yang berlebihan Misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas ostium uteri internum pada servik atau peningkatan penin gkatan intra uterin secara menda mendadak. dak.
c. Kelainan letak janin dalam rahim Misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. d. Kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
3. Tanda dan Gejala
Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kunin g, hijau, atau kecoklatan sedikitsedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering (Arif mansjoer, 2001)
4. Patofisiologi
Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketuban perubahan menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanan dalam ketuban meningkat. Adanya bakteri yang mengandung enzime protease dan kolagenase di tambah dengan respon inflamasi dari neutrofil secara bersama-sama menurukan kadar kolagen membran yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga juga adanya molekul perusak jaringan lunak yang di sebut Reactive Oxigen Species (ROS) merusak kebutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan kelemahan selaput ketuban. Produksi relaxine yang berlebihan juga akan meningkatkan aktivitas enzime kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban. Kemungkinan jugatrombosis vaskuler plasenta juga turut berperen karena menimbulkan gangguan transport nutrisi sehingga aktivitas metabolisme kolagen terganggu (Mochtar, 1998)
5. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm den gan atau tanpa komlikasi harus di rujuk di rumah sakit. Bila janin hidup dan terdapat polap tali pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu posisi kepala janin di dorong keatas dengan 2 jari agar tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien tidak tahan ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral. Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg. Diberikan antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan. Sedangkan pada kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his, mimpin meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dengan skor pelvik lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvik kurang dari 5 (Arif Mansyur, 2001). Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan postpartum karena pemberian antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Dan pada tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar Rustam, 2002).
B. Tinjauan Tentang Tindakan 1. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005) Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2. Indikasi
a. Indikasi Ibu : 1) Panggul sempit 2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi 3) Stenosis serviks uteri atau vagina 4) Plassenta praevia
5) Disproporsi janin panggul 6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju 8) Incordinate uterine action b. Indikasi Janin 1) Kelainan Letak : a) Letak lintang b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi) c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang d) Presentasi ganda e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
3. Kontraindikasi
Kontraindikasi merupakan suatu keadaan dimana SC tidak layak atau pun tidak boleh dilakukan, pada umumnya kontraindikasi SC bilamana terdapat keadaan seperti dibawah ini: 1. Bila pada pemeriksaan didapatkan janin yang dikandung telah mati 2. Klien dalam keadaan syok 3. Anemi berat yang belum diatasi. 4. Kelainan kongenital berat pada janin
C. Tinjauan tentang Masa Nifas a. Definisi
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput dan diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Walyani & Purwoastuti, 2015). Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Amru, 2012). Periode postpartum atau puerperium adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktur reproduksi wanita
b. Klasifikasi
Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) a) Puerperium dini, yaitu keputihan
ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan, serta beraktivitas layaknya wanita normal. b) Puerperium Intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu c) Remote Puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai kompikasi.
c. Perubahan fisiologis masa nifas
Menurut Handayani dan Lubis (2013) perubahan disiologi ibu dalam masa nifas adalah sebagai berikut: a.
Uterus Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Pada waktu bayi lahir tinggi fundus uteri setinggi pusat dan berat uterus 1000 gram, waktu uri lahir. Tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam setelah lahir tinggi fundus uteri setinggi umbilikus dengan konstitensi lembut dan kontraksi masih ada. Setelah 12 jam tinggi fundus uteri 1 cm diatas umbilikus setelah 2 hari tinggi fundus uteri turun 1 cm. Satu minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat simfisis dengan berat uterus 500 gram, dua minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simfisis dengan berat uterus 350 gram. 6 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram, dan 8 minggu setelah persalinan tinggi fundu s uteri kembali normal dengan berat 30 gram.
b.
Lochea Lochea adalah cairan yang keluar dari uterus melalui vagina berupa getah, darah,lendir yang terjadi pada masa nifas. Lochea dibagi menjadi beberapa macam yatu: 1)
Lochea rubra (Cruenta ): warna merah berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, hari 1- 2 post partum.
2)
Lochea Sanguinolenta : berwarna merah muda, berisi darah dan lendir, sisa chorion,amnion,desidua kuman kuman yg sdh mati, hari 3 – 6 post partum.
3)
Lochea serosa ( old blood) : berwarna pucat kekuning2an ,mengandung sedikit darah,tetapi banyak leukosit,kuman kuman yg sudah mati dan desidua. hari ke 7 - 9 post partum
4)
Lochea alba : putih, kuning, pucat, mengandung lendir, leukosit,kuman yg sudah mati, jumlah semakin berkurang. setelah hari ke 10 -11 post partum
c.
Servik dan vagina Setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui oleh 2 jari, sisinya tidak rata karena robekan saat melahirkan. Baaimanapun juga servik tidak dapat kembali secara sempurna ke masa sebelum hamil. Dalam beberapa hari bentuk servik mengalami distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu. Struktur eksternal melebar dan tampak bercelah. Sedangkan vagina akan menjadi lebih lunak dengan sedikit rugae dan akan kembali mengecil tetapi akan kembali ke ukuran semula seperti sebelum hamil dalam 6-8 minggu meskipun bentuknya tida akan sama persis hanya mendekati bentuk awalnya saja.
d.
Perineum Selama persalinan perineum mendapatkan tekanan yang besar, yang kemudian setelah persalinan menjadi edema. Perawat perlu mengkaji tingkat kenyamanan sehubungan dengan adanya luka episiotomy, laserasi dan hemorois. Perawat perlu melaporkan adanya edema, khimosis, kemerahan dan pengeluaran
(darah, pus, serosa) dan apabila ada luka episiotomy kaji tanda-tanda infeksi dan luka episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu. e.
Proses laktasi Diawal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh plasenta menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada hari pertama postpartum terdapat perubahan pada mammae ibu post partum. Semenjak masa kehamilan kolostrum telah disekresi. Pada 3 hari pertama post partum mammae terasa penuh atau membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti dengan meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi produksi susu.
f.
Tanda-tanda vital Jumlah
denyut
nadi
normal
antara
50 — 70x/
menit.
Takikardi
mengidentifikasi perdarahan, penyakit jantung, infeksi, dan kecemasan. Tekanan darah terus selalu konsisten dengan keadaan sebelum melahirkan. Penurunan tekanan darah secara drastisdicurigai adanya pendarahan. Kenakan tekanan darah sistole 30 mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya dicurigai kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan suhu tubuh hingga 380C pada 24 jam pertama atau lebih diduga terjadi infeksi atau karena dehidrasi. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda vital, karena sebagai petunjuk adanya perdarahan, infeksi, atau komplikasi post partum lannya. g.
Sistem pernapasan Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum melahirkan dalam 6-8 minggu post partum. Respiratori rate 16-24 kali per menit. Keseimbangan asam basa akan kembali normal dalam 3 minggu post partum dan metabolisme basal akan meningkat selama 14 hari post partum. Pada umumnya tida ada tandatanda infeksi pernafasan atau distress pernafasan pada beberapa wanita mempunyai faktor predisposisi penyakit emboli paru. Secara tiba-tiba terjadi dyspneu. Emboli paru dapat terjadi dengan gejala sesak nafas disertai hemoptoe dan nyeri pleura.
h.
Sistem musculoskeletal Pada kedua ekstermitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau perubahan vascular. Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya udema
dan varises. Jika ada udema observasi apakah ada pitting udema, kenaikan suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga sebagai tanda dari tromboplebitis. Abulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi. i.
Sistem persyarafan Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri epigastrik, dan sakit kepala.
j.
Sistem perkemihan Untuk mengkaji sistem perkemihan pada masa post partum secara akurat harus meliputi riwayat : kebiasaan berkemih, infeksi saluran kemih, distensi kandung kemih, retensi urin. Kemampuan untuk berkemih, frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, rasa lampias. Kemampuan untuk merasakan penuhnya kandung kemih dan pengetahuan tentang personal hygiene. Pada umumnya dalan 4-8 jam setelah melahirkan ibu post partum, mempunyai dorongan untuk mengosongkan kandung kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu post partum akan sering berkemih tiap 3-4 jam sekali untuk menghindari distensi kandung kemih.
k.
Sistem pencernaan Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising usus 5-35/ menit. Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama post partum adalah hal yang biasa terjadi. Sebagai akibat terjadinya udema saat kelahiran, kurang asupan makan (puasa) sesaat sebelum melahirkan selanjutnya pada beberapa hari pertama post partum. Khususnya saat berada di rumah sakit. Beberapa ibu tidak mendapatkan kembali kebiasaan makannya. Jika terjadi konstipasi, abdomen akan mengalami distensi, maka feses akan terpalpasi.
d. Perubahan Psikologi Masa Nifas
Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) a) Fase taking in Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari hari pertama melahirkan, pada fase ini ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri, ibu akan berulangkali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. b) Fase taking hold Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan.
Pada
fase
ini
timbul
rasa
khawatir
akan
ketidakmampuan dan rasa tanggungjawabnya dalam merawat bayi. c) Fase letting go Fase letting go adalah periode menerima tanggungjawab akan peran barunya sebagai orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
e. Data focus masa nifas
Menurut Mitayani (2009) data fokus masa nifas adalah sebagai berikut: a. Identitas pasien (nama, alamat dan usia pasien serta suami, pendidikan dan pekerjaan pasien dan suami pasien, agama, suku, bangsa pasie dan suami pasien. b. Anamnesa obstetric (kehamilan yang ke, HPHT). c. Riwayat obstetri: 1) Usia kehamilan (abortus, preterm, aterm, postterm). 2) Proses persalinan (spontan, tindakan, penolong persalinan). 3) Keadaan pasca persalinan, masa nifas, dan laktasi. 4) Keadaan bai (jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini). d. Pada primigravida. 1) Lama kawin, pernikahan yang ke? 2) Perskawinan terakhir ini sudah berlangsung berapa tahun? 3) Anamneses Anamnese mengenai keluhan utama yang dikembangkan sesuai dengan halhal yang berkaitan dengan kehamilan (kebiasaan buang air kerja/ buang air
besar, kebiasaan merokok, hewan periaraan, konsumsi obat-obatan tertentu sebelum dan selama kehamilan. e. Pemeriksaan fisik umum 1) Kesan umum (nampak sakit berat, sedang), anemia konjungtiva, ikterus, kesadaran, komunikasi personal. 2) Tinggi dan berat badan. 3) Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh. 4) Pemeriksaan fisik lan yang dipandang perlu. f. Pemeriksaan khusus obstetric.
f. Diagnose keperawatan yang muncul
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (trauma jalan lahir, episiotomi) b. Hambatan mobiilitas fisik berhubungan dengan nyeri c. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
g. Perencanaan Keperawatan
Dianosa keperawatan
Rencana Intervensi
Rasional
Nyeri akut b.d agen injuri Pain Management fisik perineum,
(peregangan luka
a. Mengetahui
a. Lakukan pengkajian
tingkat nyeri
pengalaman nyeri
episiotomy, involusi uteri,
secara
klien dan tindakan
hemoroid, pembengkakan
komprehensif.
keperawatan yang
payudara).
b. Gunakan
teknik
komunikasi terapeutik
akan
dilakukan
untuk mengurangi untuk
mengetahui
nyeri. b. Reaksi
terhadap
pengalaman nyeri
nyeri
biasanya
pasien.
ditunjukkan dengan reaksi non
c. Ajarkan
tentang
teknik
verbal
non
farmakologi.
disengaja. c. Mengetahui
d. Evaluasi
pengalaman nyeri.
keefektivan
d. Penanganan nyeri
kontrol nyeri. e. Motivasi
tidak
untuk
obat.
meningkatkan
Nafas dalam dapat
asupan
membantau
nutrisi
mengurangi
f. Tingkatkan
tingkat nyeri.
istirahat. g. Latih
e. Mengetahui
mobilisasi
miring miring
keefektifan
kanan kiri
kondisi
jika
kontrol nyeri. f. Mengurangi
klien
h. Anjurkan
intervensi
pasien
keperawatan
untuk membasahi perineum dengan air
sesuai skala nyeri. g. Mengidentifikasi
hangat
penyimpangan
sebelum
dan
berkemih.
berdasarkan
Anjurkan dan latih
involusi uteri.
pasien
cara
rasa
nyeri menentukan
mulai membaik.
j.
selamanya
diberikan
yang bergizi.
i.
tanpa
kemajuan
h. Mengurangi
merawat payudara
ketegangan
secara teratur.
luka perineum.
Jelaskan pada ibu tentang
teknik
merawat
luka
perineum
dan
i.
Melatih
pada
ibu
mengurangi bendungan
ASI
mengganti
PAD
secara
dan mempelancar
teratur
pengeluaran ASI.
setiap 3 kali sehari ata
setiap
lochea
j.
Mencegah infeksi
kali
dan kontrol nyeri
keluar
pada
banyak.
luka
perineum.
k. Kolaborasi dokter
k. Mengurangi
tentang pemberian
intensitas
analgesik.
dengan
nyeri menekan
rangsang
nyeri
pada nosiseptor. Hambatan mobiilitas fisik berhubungan
a
dengan
Monitor alat bantu
a. Untuk mengetahui
pasien
perkembangan
nyeri
kemampuan pasien b
Berikan
pasien
b.
alat bantu
Memudahkan
pasien
dalam
beraktivitas c
Bantu
pasien
c. Agar pasien mampu
untuk berdiri
menjalankan kegiatannya
d
Libatkan keluarga dalam membantu
d.
aktivitas pasien
sangat dibutuhkan
Resiko
infeksi
a.
Monitor TTV
berhubungan
dengan
b.
Monitor
prodsedur invasif
infeksi c.
Ajarkan
mengenali infeksi
Peran
keluarga
a. Mengetahu KU pasien
adanya b.
Mengetahui
ada
tidaknya infeksi pasien c. agar cepat dilakukan tanda tindakan
jika
muncul
infeksi
d. Kolaborasi dengan d. Mempercepat antibody dokter
DAFTAR PUSTAKA
Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC Sukarni I, sudarti. 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea & Laparatomi Kelainan Adneksa. Jakarta: CV Sagung Seto Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas: Salemba Medika Jakarta Walyani, S. E & Purwoastuti, E (2015). Asuhan Keperawatan Masa Nifas & Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Dianosa keperawatan Hambatan mobiilitas fisik berhubungan
Rencana Intervensi e
dengan
Rasional
Monitor alat bantu
a. Untuk mengetahui
pasien
perkembangan
nyeri
kemampuan pasien f Berikan
pasien
b.
alat bantu
Memudahkan
pasien
dalam
beraktivitas g
Bantu
pasien
c. Agar pasien mampu
untuk berdiri
menjalankan kegiatannya
h
Libatkan keluarga dalam membantu
d.
aktivitas pasien
sangat dibutuhkan
Resiko
infeksi
a.
Monitor TTV
berhubungan
dengan
b.
Monitor
prodsedur invasif
infeksi c.
Ajarkan
mengenali infeksi
Peran
keluarga
a. Mengetahu KU pasien
adanya b.
Mengetahui
ada
tidaknya infeksi pasien c. agar cepat dilakukan tanda tindakan
jika
muncul
infeksi
d. Kolaborasi dengan d. Mempercepat antibody dokter