LAPORAN SEMINAR KASUS Ny. I DENGAN DIAGNOSA MEDIS IMPAKSI GIGI M28 & M38 DENGAN TINDAKAN OPERASI ONDONTEKTOMI DI RSUD KOTA SEMARANG
OLEH :
Maria Nining Kehi, S. Kep.,Ns Aswindahari Indrawan, S. Kep., Ns Neny Dwi Pebriasanty., Ns Dewi Anifatul Lutfiati, AMK Fadli Satriawan, S. Kep., Ns
PELATIHAN BSCORN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG HIMPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA HIPKABI JAWA TENGAH SEMARANG 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami
membahas “Laporan kasus dengan diagnosa impaksi gigi dengan tindakan operasi odontektomi”. Makalah ini kami buat dengan berbagai observasi dan pemahaman langkah tindakan pembedahan odontektomi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit sehingga menghasilkan makalah yang kami susun sesua dengan tugas kiami pada pelatihan Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia yang bisa dipertanggung jawabkan hasilnya. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, Ketua Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia ( ), Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, Kepala Ruangan Instalasi Bedah ( ), Pembimbing Ruangan ( ), Dokter Operator ( ), Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan , kasih dan kepercayaan yang begitu besar sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasari pada makalah ini, oleh karena itu kami menerima masukan untuk saran untuk melengkapi perkembangan pengetahuan ilmu pembedahan pada kasus ini. Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan panduan kepada pembacanya.
Semarang, 12 Mei 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami
membahas “Laporan kasus dengan diagnosa impaksi gigi dengan tindakan operasi odontektomi”. Makalah ini kami buat dengan berbagai observasi dan pemahaman langkah tindakan pembedahan odontektomi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit sehingga menghasilkan makalah yang kami susun sesua dengan tugas kiami pada pelatihan Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia yang bisa dipertanggung jawabkan hasilnya. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, Ketua Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia ( ), Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, Kepala Ruangan Instalasi Bedah ( ), Pembimbing Ruangan ( ), Dokter Operator ( ), Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan , kasih dan kepercayaan yang begitu besar sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasari pada makalah ini, oleh karena itu kami menerima masukan untuk saran untuk melengkapi perkembangan pengetahuan ilmu pembedahan pada kasus ini. Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan panduan kepada pembacanya.
Semarang, 12 Mei 2016
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut. Keluhan penderita akibat impaksi gigi sangat bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya terselip sisa makanan sampai yang terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai dengan pembengkakan dan pus. Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal tersebut karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga sering mengalami impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai. Menurut chu, dkk (2009) ditemukan 28,3% dari 7468 klien mengalami impaksi dan gigi molar ketiga mandibula yang sering mengalami impaksi sebesar 82,5% (1). Goldberg dalam tridjaja () menyatakan bahwa pada 3000 hasil rotgen foto yang dibuat pada tahun 1950 dari penderita usia 20 tahun, 17% diantaranya mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Sedangkan hasil foto panoramik dari 5600 penderita usia antara 17-24 tahun yang dibuat tahun 1971 ditemukan sebesar 65,6% penderita mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Kenyataannya di indonesia berbeda, impaksi gigi molar ketiga mandibula ternyata frekuensinya lebih banyak daripada gigi molar tiga rahang bawah dan kemungkinan dapat disebabkan oleh karena adanya karies gigi molar ketiga rahang bawah (1,4,5). Apabila impaksi gigi molar ketiga rahang bawahnya terlihat sebagian maka akan memudahkan makanan terperangkap di dalamnya. Efek selanjutnya adalah rasa tidak enak, mulut berbau, gigi gampang terserang karies. Adanya komplikasi yang diakibatkan gigi impaksi maka perlu dilakukan tindakan pencabutan. Pencabutan dianjurkan jika ditemukan akibat yang merusak atau kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika gigi benar-benar tidak berfungsi (6). Salah satu penatalaksanaan dari kondisi impaksi gigi ini adalah dengan pembedahan minor odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan
gigi
impaksi
(terpendam).
Tindakan
ini
memiliki
indikasi
dan
kontraindikasinya dalam penerapannya. Indikasi operasi ini adalah masalah infeksi, kondisi patologis dari folikel gigi, penyimpangan panjang lengkung dan beberapa kondisi lainnya. Sedangkan kontraindikasi dari operasi ini adalah berupa kemungkinan bertambah buruknya kerusakan struktur penting di sekitar gigi sendiri, adanya penolakan dari penderita sendiri terhadap tindakan operasi, kondisi fisik penderita yang tidak mendukung dilakukannya
operasi ini serta sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau duapertiga gigi. Hal-hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan operasi odontektomi pada diagnosa medik impaksi gigi di rsd kota semarang. B. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana pemberian asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan operasi odontektomi dengan diagnosa medik impaksi gigi. C. Tujuan 1. Tujuan umum Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengenal dan memahami penerapan asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan operasi odontektomi dengan diagnosa medik impaksi gigi di rsd kota semarang 2. Tujuan khusus a)
Mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan odontektomi
b)
Memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan perioperatif klien dengan tindakan operatif odontektomi
c)
Mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan odontektomi
d)
Mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif klien dengan tindakan odontektomi
e)
Mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan perioperatif klien dengan tindakan odontektomi
D. Manfaat penulisan Adapun manfaat dari penyusunan makalah asuhan keperawatan perioperatif ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat memberikan informasi mengenai impaksi gigi dan tindakan odontektomi 2. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat kamar bedah mengenai penerapan asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan odontektomi 3. Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan baik bagi masyarakat dan terutama bagi mahasiswa keperawatan sendiri tentang tentang proses asuhan keperawatan perioperatif di kamar bedah.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut (situmorang, 2005). Gigi impaksi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang (fragiskos , 2007). Gigi impaksi dapat didefinisikan juga sebagai suatu keadaan dimana gigi yang dalam pertumbuhannya terhalang oleh gigi atau tulang sekitarnya baik secara keseluruhan atau sebagian. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. (pedersen, 2003). Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup. Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi (terpendam). Odontektomi atau surgical extraction adalah metode pengambilan gigi dari soketnya setelah pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi tersebut insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah gigi molar tiga (fragiskos , 2007). B. Anatomi fisiologi (Fragiskos, 2007)
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah
membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior.
Rongga mulut Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu: 1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi 2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu: a.
Palatum 1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris: palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae. (swartz, 198 9) 2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lender: palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama menelan.
Gigi-geligi dan tulang palatum b. Rongga mulut 1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat digunakan. 2) Tulang alveolar. Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar. 3) Gingiva. Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik. 4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih memungkinkan sedikit gerak. 5) Pulpa. Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa. 6) Lidah. Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12. Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan ( papilla). Pada papilla ini terdapat alat pengecap (taste-bud ) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujungujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat terlihat di bawah l C. Klasifikasi Klasifikasi gigi impaksi sangat penting untuk setiap operator yang akan melakukan operasi pengambilan gigi impaksi (odontektomi). Dengan demikian dapat ditentukan rencana teknik operasi, kesulitan-kesulitan apa yang akan dihadapi dan alat yang dipergunakan. 1. Berdasarkan sifat jaringan (sinan, 2006) Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Impaksi jaringan lunak Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi secara normal. Hal ini sering terlihat pada kasusu insisivus sentral permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai traua pasti menyebabkan fibromatosis. b) Impaksi jaringan keras Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong sebelum dicabut. 2. Klasifikasi menurut pell gregory dalam fragiskos (2007) adalah: Pell dan gregory menghubungkan kedalaman impaksi bidang oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam pendekatan lain (Obimakinde, 2009). Berdasakan relasi molar ketiga rahang bawah terhadap ramus mandibula (Pederson, 1996): 1. Kelas I
: Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang
antara batas anterior ramus mandibula dna permukaan distal gigi molar kedua (balaji, 2009). Pada kelas i ada celah di sebelah molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi molar ketiga (pederson, 1996). 2. Kelas II
: Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang
tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesio distal gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia (balaji, 2009). Ruangan antara distal molar dua dan ramus lebih kecil dari pada lebar mesio distal molar tiga.
3. kelas III
: sebagian besar atau seluruh molar tiga terletak di dalam ramus.
gambar 1 : relasi m3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi (balaji, 2009). Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua di sebelahnya (pederson, 1996). Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang bawah: a.
Posisi a:bagian tertinggi dari pada gigi terpendam terletak setinggi atau lebih tinggi dari pada dataran oklusal gigi yang normal.
b. Posisi b:
bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal tapi
lebih tinggi dari pada serviks molar dua (gigi tetangga). c.
posisi c:
bagian tertinggi dari pada gigi terpendam, berada di bawah garis
serviks gigi molar dua.
Gambar 2. Posisi M3 Rahang Bawah di dalam Tulang Rahang
3. Klasifikasi menurut archer dan kruger dalam Fragiskos (2007) antara lain: Relasi dari sumbu panjang gigi m3 rahang bawah dalam hubungan dengan poros panjang M2 rahang bawah
kelas 1
: mesioangular
kelas 2
: distoangular
kelas 3
: vertikal
kelas 4
: horizontal
kelas 5
: bukoangular
kelas 6
: linguoangular
kelas 7
: inverted
Gambar 3. Relasi dari sumbu panjang gigi M3 rahang bawah dalam hubungan dengan poros panjang M2 rahang bawah D. Etiologi Terdapat beberapa faktor etiologi dari gigi impaksi menurut berger dalam indonesian journal of oral and maxillofacial surgeon ( 2004) dan yaitu: 1. Faktor lokal a.
Kurangnya ruangan untuk erupsi normal pada lingkungan gigi
b.
Trauma pada benih gigi sehingga benih gigi terdorong lebih dalam lagi
c.
Posisi ektopik dari gigi
d.
Jarak benih gigi ke tempat erupsi jauh
e.
Infeksi pada benih gigi
f.
Adanya gigi berlebih yang erupsi lebih dulu
g.
Ankylosis gigi pada tulang rahang
h.
Persistensi gigi sulung yang menyebabkan impaksi gigi tetap di bawahnya
i.
Mukosa gingiva yang tebal sehingga sulit di tembus oleh gigi
j.
Pergerakan erupsi tertahan karena posisi yang salah dan tekanan dari gigi samping
k.
Neoplasma / tumor yang menggeser kedudukan benih gigi
l.
Kista dentigerous yang berkembang pada benih gigi yang masih dalam tahap pembentukan sering kali mencegah gigi erupsi
2. Faktor sistemik Menurut bergee, faktor sistemik yang menyebabkan gigi impaksi dapat terbagi dalam 2 sebab : a.
Sebab prenatal (herediter)
Faktor keturunan memegang peranan penting. Faktor keturunan ini tidak dapat diketahui dengan pasti apakah tulang rahang terlalu kecil, gigi teralu besar atau benih gigi-gigi yang letaknya abnormal. Dan keadaan miscegenation b. Sebab postnatal merupakan semua keadaan atau kondisi yanda dapat mengganggu pertumbuhan pada anak-anak seperti : ricketsia, anemia, syphilis kongenital, tbc, gangguan kelenjar endokrin dan malnutrisi. 1) Kelainan kelenjar endokrin a) Hipopituitari mengakibatkan kelambatan erupsi b) Hipotiroid mengakibatkan kelambatan erupsi 2) Malnutrisi Faktor ini sangat penting dalam pertumbuhan tubuh. Bila terjadi defisiensi maka pertumbuhan akan terganggu. c. Kelainan pertumbuhan 1) Cleido cranial dysostosis Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan atau abnormalitas dari tulang cranial. Hal 2) Oxycephali Disamping faktor-faktor yang disebutkan diatas, stimulasi otot-otot pengunyahan yang kurang juga dapat menyebabkan impaksi. dengan pertumbuhan rahang yang normal.
Erupsi gigi yang normal harus disertai
Untuk itu perlu adanya stimulasi otot-otot
pengunyahan. (dym, 2001) E. Patofisiologi Beberapa peneitian menunjukkan bahwa gangguan impaksi gigi disebabkan oleh karena factor lokal dan sistemik. Akibat dari adanya pengaruh beberapa faktor menimbulkan gejala-gejala seperti gangguan saluran cerna, sakit kepala, telinga berdengung, sakit leher, rematik, kencing manis, gangguan jantung, gangguan pada kulit, badan cepat lelah. Gangguan ini sering hilang timbul berkepanjangan atau gejala-gejala lain pada tubuh yang tidak bisa diobati maka gigi ini mulai dicurigai sebagai penyebab. Sementara itu berbagai gejala itu juga sering dialami oleh penderita alergi. Padahal kaitan antara gangguan pencernaan, gangguan kulit dan badan cepat lelah secara teori patobiologis tidak bisa dijelaskan secara baik kaitannya. Bila gangguan itu berkaitan dengan penderita alergi, secara imunopatobiologis kaitan antara impaksi gigi dan penderita alergi bisa dijelaskan. Secara teori penyebab impaksi gigi adalah reaksi inflamasi noninfeksi pada jaringan di sekitar gigi. Saat terjadi pembengkakkan tersebut menekan persarafan di sekitarnya yang menyebabkan rasa ngilu dan nyeri di sekitar
lokasi tersebut. Pada penderita alergi saat terjadi kekambuhan bisa mengakibatkan rekasi di seluruh organ tubuh termasuk gusi dan jaringan sekitarnya. Pembengkakan tersebut juga terjadi pada daerah gusi lainnya. Hal inilah yang juga sering dikeluhkan pada penderita gigi hipersensitif yang sangat mungkin mekanisme terjadi gangguan tidak berbeda. Demikian juga pada anak di bawah usia 2 tahun sering terjadi pembengkakkan gusi sering dianggap tumbuh gigi. Tetapi saat gejala alergi lainnya membaik bengkak tersebut berkurang tetapi tidak diikuti tumbuhnya gigi. Pembengkakkan jaringan pada gigi molar yang tumbuh di dasar gigi dan tumbuh tidak sempurna mengakibatkan desakan inflamasi atau pembengkakkan tersebut lebih mengganggu dan menekan persarafan. Hal ini juga dijelaskan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa impaksi gigi tidak terjadi pada gigi molar ketiga tetapi dapat terjadi pada gigi lainnya. Posisi gigi yang belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan bakteri terjebak di bawah gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga menyebabkan infeksi pada gusi yang disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani infeksi tersebut akan menyebar ke tenggorokan atau leher. Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga bergerak dan berubah posisi. Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan dan menjadi berlubang. Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di depannya juga berlubang karena sulit dibersihkan. Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus kista berhubungan dengan gigi geraham impaksi pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput tersebut menetap dalam tulang rahang, dapat terisi oleh cairan yang akhirnya membentuk kista yang dapat merusak tulang, gigi dan saraf. Mengingat komplikasi yang ditimbulkan oleh gigi geraham impaksi maka kita perlu mengetahui waktu terbaik gigi tersebut dicabut. Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum tumbuh. F. Manifestasi klinik Tanda dan gejala dari gigi impaksi antara lain: a.
Rasa sakit di sekitar gigi dan gusi
b. Pembengkakan di sekitar rahang c.
Pembengkakan dan warna kemerahan pada gusi di sekitar gigi yang terimpaksi
d. Nyeri di rahang e.
Bau mulut dan rasa tidak nyaman ketika menguyah
f.
Dapat disertai dengan rasa sakit kepala Banyak penelitianyang telah dilakukan untuk melihat gambaran impaksi yang terjadi
di seluruh dunia. Menurut national institute for health and clinical excellence (nice), gigi
molar yang menaglami impaksi ini bila tidak dicabut, maka akan menimbulkan masalah. Masalah yang ditimbulkan adalah perubahan patologis, seperti imflamasi jaringan lunak sekitar gigi, reabsorbsi akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan jaringan lunak, kerusakna gigi sebelahnya, perkembangan kista dan tumor, karies bahkan sakit kepala atau sakit rahang. (chanda, 2007; astuti, 2002). Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan masalah peridontal yang berhubungan dengan perikoronitis,
karies molar, reabsorbsi gigi molar kedua dan juga
pembentukan kista dan tumor infeksi atau karies pada gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar dua karena gigi molar ketiga mengalami impaksi. Gigi molar ketiga merupakan penyebab tersering karies pada molar kedua karena retensi makanan. Karies distal molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar ketiga. G. Penatalaksanaan 1. Operasi bedah minor mulut (odontektomi) Sebelum melakukan pembedahan terlebih dahulu harus mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari pengambilan molar tiga impaksi rahang bawah. a) Indikasinya adalah: 1) Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (perikoronitis) 2) Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan neoplasma) 3) Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga bagian dan sebelum klien mencapai usia 18 tahun 4) Adanya infeksi 5) Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonsi 6) Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi gingiva distal dari molar dua didekatnya) 7) Apabila molar kedua didekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal atau berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil 8) Sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu sebelum usia 26 tahun b) Kontraindikasinya adalah: 1) Klien tidak menghendaki giginya dicabut 2) Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila tulang yang menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur) 3) Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting disekitarnya atau kerusakan tulang pendukung yang luas Apabila kemampuan klien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu (pedersen, 1996)
c) Prosedur pembedahan Secara garis besar meliputi : pembukaan flap, membuang jaringan tulang, pengeluaran gigi, penaganan luka beserta penjahitan penjahitan dan pemberian instruksi dan obat-obatan. 1) Pembukaan flap Berbagai macam desain flap untuk molar rahang bawah adalah seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4. Desain flap untuk molar tiga rahang bawah A. Insisi dengan pembebasan ke distal; b. Pembukaan terbatas diperoleh dengan pembebasan insisi ke distal; c. Envelope flap; d. Pembukaan dengan envelope flap masih memberikan pembukaan yang terbatas; e. Perluasan flap ke bukal; f. Pembukaan yang lebih besar diperoleh dengan perluasan flap ke bukal; g. Triangular flap; h. Pembukaan yang lebih baik diperoleh dari triangular flap tanpa harus melibatkan margin gingiva dari gigi yang bersebelahan.
Syarat-syarat flep: a.
Harus membuka daerah operasi yang jelas.
b. Insisi terletak pada jaringan yang sehat. c.
Mempunyai dasar atau basis cukup lebar sehingga pengaliran darah ke flep cukup baik.
2) Membuang jaringan tulang Apabila diperlukan dapat dilakukan pengambilan jaringan tulang yang menghalangi pengambilan m3. Pengambilan dapat dilakukan dengan menggunakan bor. Banyaknya tulang yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan
Gambar 5.
A. Tulang yang menutupi permukaan oklusal dibuka dengan
menggunakan bor fisur; b. Tulang pada bukodistal dari gigi impaksi dibuka dengan bor 3) Mengeluarkan gigi impaksi Dalam tahap pengeluaran gigi impaksi ini terdapat beberapa prosedur antara lain: a.
Intoto: gigi di keluarkan secara utuh Setelah tulang mengelilingi gigi tersebut kita ambil secukupnya maka kita harus mempunyai cukup ruangan untuk dapat meletakkan elevator di bawah korona. Dengan meletakkan elevator dibawah korona, kita membuat gerakan yang mengungkit gigi tersebut. Kalau gigi ini tidak bergerak dengan tekanan yang sedikit, maka kita harus mencari bagian tulang mana yang masih menghalangi. Kita tidak boleh mencongkel gigi dengan tenaga besar tetapi berusaha mengerakkan dengan tekanan minimal. Jika tulang yang diambil telah cukup tetapi gigi belum mau keluar, maka mungkin masih ada tulang atau akar gigi yang menghalagi. Bila mahkota gigi yang terpendam masih belum bisa digerakkan dan terletak di bawah mahkota molar dua sedang gigi tersebut akan kita ambil dengan cara intoto, maka tulang distal molar tiga kita ambil lebih banyak sehingga molar tiga dapat kita congkel ke arah distal. Cara atau teknik kerja tergantung pada posisi gigi, keadaan gigi dan jaringan sekitar.
posisi gigi molar 3
Insisi dan refleksi flep
Gigi molar 3 dielevasi dengan menggunakan bein
Soket bersih dari debris
Penjahitan
Gambar 6. Pengambilan gigi secara intoto (dunitz, 1999) b. Separasi: gigi dibelah dulu baru di keluar kan. Pada metode ini kita sedikit membuang tulang tetapi gigi yang impaksi diambil dengan cara membelah-belahnya (diambil sebagian-sebagian). Dalam keadaan ini kita tidak perlu banyak membuang tulang bagiam distal molar tiga tersebut dan gigi diambil sepotong-sepotong dengan elevator kemudian dikeluarkan dengan tang sisa akar. Perlu diingat, jangan memaksa karena dapat menyebabkan fraktur tulang rahang atau fraktur molar dua. Gambar 7. Pengambilan separasi (fragiskos, 2007)
Posisi klinis dari gigi impaksi
Insisi dan refleksi flep
Pembuangan tulang dibagian distal molar 3
Mahkota gigi dibur
Gigi diseparasi dengan bein
Gigi diungkit dengan bein. Segmen distal diambil terlebih dulu, dilanjutkan dengan segmen mesial
Soket dibersihkan
Penjahitan
d) Komplikasi dari tindakan pembedahan odontektomi Pada saat pengambilan m3 dapat terjadi komplikasi berupa: 1. Perdarahan karena pembuluh darah terbuka 2. Kerusakan pada gigi m2 karena trauma alat 3. Rasa sakit 4. Parestesi pada lidah dan bibir. Dalam literatur dikatakan bahwa 96 % klien dengan trauma pada n. Alveolaris inferior dan 87 % klien dengan trauma pada n. Ligualis akan sembuh secara spontan ( dym & ogle, 2001)
Gambar 8. Nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis 5. Trismus karena iritasi syaraf 6. Infeksi/peradangan 7. Biasanya disertai dengan pembengkakan, dapat ditanggulangi dengan membuka jahitan, irigasi dengan larutan antiseptik dan diberi antibiotik 8. Fraktur mandibula 9. Dry socket 10. Emfisema : pembengkakan yang timbul karena terjebaknya udara di dalam jaringan lunak akibat penggunaan bor high speed . 2. Penatalaksanaan keperawatan H. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedur pembedahan lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian harus diterapkan sebelum pembedahan. Klien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani terapi tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ. 1. Pemeriksaan lokal a) Status erupsi gigi impaksi. Status
erupsi
gigi
impaksi
harus
diperiksa
karena
status
pembentukan
mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut ketika dua pertiga akar terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna, 25 maka gigi menjadi sangat kuat, dan gigi terkadang displitting untuk dapat dicabut. b) Resorpsi molar kedua. Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga memungkin terjadi resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi,
molar kedua harus diperiksa untuk intervensi endodontik atau periodontik tergantung pada derajat resorpsi dan keterlibatan pulpa. c) Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir seluruhnya membutuhkan penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang dilakukan, eksisi pembedahan pada kasus rekuren. P eriokoronitis rekuren terkadang membutuhkan pencabutan gigi impaksi secara dini. d) Pertimbangan ortodontik. Karena molar ketiga yang sedang erupsi, memungkinkan terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi sebelum memulai perawatan ortodontik. e) Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya kurangnya ruang, kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area distal atau mesial gigi impaksi yang menyebabkan karies gigi. Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan untuk mencabut gigi impaksi. f)
Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan antibiotik 26 disarankan harus dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah untuk mengurangi komplikasi post-operatif.
g) Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. Hal ini akan didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi. h) Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya juga harus diperiksa. i) Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional mungkin terindikasi infeksi molar ketiga. j)
Fungsi temporomandibular joint.
2. Tehnik roentgenografi dalam penentuan gigi impaksi17 Sejalan dengan perkembangan tehnik roentgenografi intraoral maupun ekstraoral, dimulai dengan ditemukannya panagrafi sampai dengan panoramik dengan demikian dimulailah roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi impaksi. Hasilnya dapat merupakan penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih lanjut untuk gigi impaksi tersebut. Saat ini tehnik roentgenografi sangat diperlukan untuk penentuan lokasi gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang akurat akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam tehnik roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa tehnik proyeksi dengan nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film 27 yang baik agar didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa menginterpretasi lokasi dari gigi tersebutsehingga kendala atau faktor-faktor kesulitan dalam penatalaksanaan gigi impaksi dapat dikurangi. Tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Tehnik roentgenografi ini dikenal sebagai roentgenografi right angle procedure. 1. Tehnik proyeksi Pada tehnik proyeksi ini mula-mula dilakukan tehnik periapikal kesejajaran biasa setelah diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar) maka dilakukan proyeksi true oklusal dengan menggunakan film periapikal no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar x diarahkan tegak lurus pada film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi ini sinar x menelurusi inklinasi gigi impaksi. 2. Interpretasi pada roentgenogram Proyeksi true oklusal, terlihat gambaran radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek tulang rahang bukalis maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut dekat dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut berada di lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah tehnik ini lebih mudah dilakukan daripada rahang atas oleh karena inklinasi rahang bawah lebih vertikal disbanding rahang atas
I.
Diagnosa keperawatan dan fokus intervensi keperawatan 1. Pre operatif a. Nanda: domain 5, class 4: cognition – 00126 deficient knowledge (kurang pengetahuan)
Noc dan indikator nic dan aktifitas rasional Noc: pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x klien mengerti proses penyakitnya dan program perawatan serta therapi yg diberikan dg: Indikator: Klien mampu: 1. Menjelaskan kembali tentang penyakit, 2. Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas nic: pengetahuan penyakit Intervensi keperawatan 1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien 3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi 5. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya 6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung 7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur operasi
Nic : teaching (pre operatif) 1. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan 2. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan 3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan 4. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan 5. Instruksikan klien untuk berpartisipasi selama prosedur operasi/perawatan 6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur operasi/perawatan 7. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa aspek selama prosedur operasi/perawatan (relaksasi da imagery)
8. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani 9. Lengkapi ceklist operasi
Kurangnya pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahan informasi. Tujuan: dalam waktu 1 x 15menit pengetahuan klien dan keluarga tentang pembedahan dapat terpenuhi. Kriteria evaluasi: klien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan. klien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan. klien dan keluarga secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau prosedur prabedah yang telah dijelaskan. klien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif daan pascaanestesi. klien dan keluarga mampu mengulang kembali secara narasi mengenai itervensi prosedur pascaanestesi. klien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan praoperatif. klien dan keluarga memahami respons pembedahan secara fisiologis dan psikologis. secara subjektif klien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosinonal. klien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif. Intervensi Rasional Kaji tingkat pengetahuan dan Menjadi data dasar untuk memberikan pendidikan kesehatan dan sumber informasi yang telah mengklarifikasi sumber yang tidak jelas. diterima. Diskusikan perihal jadwal Klien dan keluarga harus diberikan mengenai waktu dimulianya pembedahan. pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, maka lebih baik klien dan keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkn sebelum klien. Diskusikan perihal lamanya Kurang bijaksana bila memberitahukan klien dan keluarganya tenetang pembedahan. lamanya waktu operasi yang akan dijalani. Penundaan yang tidak antisipasi dapat terjadi karena berbagai alasan. Apabila klien tidak kembali pada waktu yang diharapkan, maka keluarga akan menjadi sangat cemas. Anggota keluarga harus menunggu di ruang tunggu bedah untuk mendapat berita yang terbaru dari staf. Lakukan pendidikan Manfaat dasri instruksi praoperatif telah dikenal sejak lama. Setiap klien kesehatan paroperatif. diajarkan sebagai seorang individu, dengan mempertimbangkan segala keunikan tingkat ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya. Programkan instruksi yang Jika sisi penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelum pembedahan, maka didasrkan pada kebutuhan klien mungkin tidak ingat tentang apa yang telah dikatakan. Jika instruksi individu, direncanakan, dan diberikan terlalu dekat dengan waktu pembedahan, maka klien mungkin diimplementasikan pada tidak dapat berkonsentrasi atau belajar karena ansietas dan efek dari waktu yang tepat. medikasi praanestesi. Beritahu persiapan pembedahan. Pembersihan dengan enema atau laksatif mungkin dilakukan pada malam persiapan intestinal. sebelum operasi dan diulang jika tidak efektif. Pembersihan ini dilakukan untuk mencegah defekasi selama anestesi atau untuk mencegah trauma yang tidak diinginkan pada intestinal selama pembedahan abdomen. persiapan kulit. tujuan dari persiapan kulit praoperatif adalah untuk mengurangi sumber bakteri tanpa mencederai kulit. Bila ada waktu, seperti pada bedah efektif, klien dapat diinstruksikan untuk menggunakan sabun yang mengandung deterjen germisida untuk membersihkan area kulit selama beberapa hari sebelum pembedahan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah organisme yang ada kulit. Persiapan ini dapat dilakukan di rumah. sebelum pembedahan, klien harus mandi air hangat, relaksasi, serta menggunakan sabun yang mengandung iodine. Meskipun hal ini sering
pembersihan area operasi.
pencukuran area operasi.
Informasikan perihal persiapan pembedahan. persiapan istirahat dan tidur.
persiapan kosmetik.
rambut
dan
dilakukan pada hari pembedahan, tetapi jadwal pembedahan membuat hal tersebut dilakukan pada malam sebelumnya. tujuan menjadwalkan mandi pembersihan sedekat mungkin dengan waktu pembedahan adalah untuk mengurangi risiko kontaminasi kulit terhadap luka bedah. Mencuci rambut sehari sebelum pembedahan sangat disarankan kecuali kondisi klien tidak memungkinkan hal tersebut. Kulit di sekitar area operatif sangat disarankan untuk tidak dicukur. Selama mencukur, kulit mungkin mengalami cedera oleh silet dan menjadi pintu masuknya bakteri. Jaringan yang cedera ini dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Selain itu, semakin jauh interval antara bercukur dan operasi, maka makin tinggi pula angka infeksi luka paroperatif. Kulit yang dibersihkan dengan baik tetapi tidak cukur lebih jarang menyulitkan dibanding dengan kulit yang dicukur. Pencukuran area operasi dilakukan apabila protkol lembaga atau ahli bedah mengharuskan kulit untuk dicukur. Klien diberitahukan tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan tidak memajan bagian yang tidak perlu. istirahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal. Kecemasan tentang pembedahan dapat dengan mudah mengganggu kemampuan untuk istirahat atau tidur. Kondisi penyakit yang membutuhkan tindakan pembedahan mungkin akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga mengganggu istirahat. perawat harus memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk klien. Dokter sering memberi obat hipnotik-sedatif atau antiansietas pada malam hari sebelum pembedahan. Obat-obatan hipnotik-sedatif seperti flurazepam (dalmane) dapat menyebabkan dan mempercepat pasein tidur. Obat-obatan antianietas, misalnya: alprazolam (xanax) dan diazepam (valium), bekerja pada korteks serebral dan sistem limbik untuk menghilangkan ansietas. Untuk menghindari cedera, perawat meminta klien untuk melepas jepit rambutnya sebelum masuk ke ruang operasi. Rambut palsu juga harus di lepas. Rambut panjang dapat dikepang agar tetap pada tempatnya. Klien harus memakai tutup kepala sebelum memasuki ruang operasi. Selama dan setelah pembedahan, ahli anestesi dan perawat mengakaji kulit dan membran mukosa untuk menentukan status oksigenasi dan sirkulasi klien. Oleh karena itu, seluruh riasan muka seperti lipstik, bedak, pemerah muka, dan cat kuku harus dihilangkan untuk memperlihatkan warna kulit dan kuku yang normal. Semua alat bantu dan perhiasan harus dilepas.
pemeriksaan alat bantu (protese) dan perhiasan. persiapan administrasi Klien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui perihal biaya dan informed consent. pembedahan. Klien sudah mendapat penjelasan dan menandatangani informed consent. arkan aktivitas pascaoperasi. salah satu tujuan dari asuhan keperawatan praoperatif adalah untuk latihan panas diafragma. mengajarkan klien cara untuk meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setalah anestesi umum. Hal ini dicapai dengan memeragakan pada klien bagaimana melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal), dan bagaimana mengembuskan napas dengan lambat. Klien diposisikan dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi paru yang maksimum. peranapasan diafragma mengacu pada pendataran rongga dafragma selama inspirasi sehingga mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk. Selama ekspirasi, otot-otot abdomen akan berkontraksi.
ajarkan latihan batuk efektif dan gunakan bantal untuk mengurangi respons nyeri.
arkan aktivitas pascaoperasi latihan tungkai.
arkan teknik manajemen nyeri keperawatan atur posisi imobilisasi pada area pembedahan. manajemen lingkungan: lingkungan tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan klien. ajarkan teknik distraksi untuk mengurangi nyeri.
berikan sentuhan.
manajemen
Beritahu klien dan keluarga kapan klien bisa dikunjungi.
tujuan dari latihan batuk efektif adalah untuk memobilisasi sekret sehingga dapat dikeluarkan. Napas dalam yang dilkukan sebelum batuk akan merangsang refleks batuk. Jika klien tidak dapat batuk secara efektif, maka dapat terjadi pneumonia hipostatik atau komplikasi paru lainnya. bila akan dilakukan insisi abdomen atau toraks, maka perawat memeragakan bagaimana cara menyokong garis insisi sehingga tekanan dapat diminimalisasikan dan nyeri dapat di kontrol. tujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hati-hati setalah operasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah statis vena, dan menunjang fungsi pernapasan yang optimal. klien ditunjukkan bagaimana cara untuk berbalik dari satu sisi ke sisi lainnya dan mengambil posisi lateral. Posisi ini akan digunakan setelah operasi (bahkan sebelum klien sadar) dan dipertahankan setiap dua jam. latihan ekstremitas meliputi ekstensi dan fleksi lutut dan sendi panggul (sama dengan mengendarai sepeda tapi dengan posisi berbaring miring). Telapak kaki diputar seperti membuat lingkaran sebesar mungkin. Siku dan bahu juga ditalih rom. Pada awalnya klien akan dibantu dan diingatkan untuk melakukan latihan ini, tetapi selanjutnya dianjurkan untuk melakukan latihan secara mandiri. Tonus oto dipertahankan sehingga ambulasi akan lebih mudah dilakukan. perawat diingatkan untuk tetap menggunakan pergerakan tubuh yang tepat dan mengintruksikan klien untuk melakukan hal yang sama. Ketika klien dibringkan dalam posisi apa saja, tubuhnya harus dipertahankan dalam kelurusan yang sesuai. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama kompresi saraf dan nyeri.
Lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulasi nyeri ekskternal. Pembatasan pengunjung akan membantu meingkatkan kondisi o 2 ruangan yang akan berkurnga apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan o 2 jaringan perifer. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menrunkan stimulasi internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang dapat memblokir serptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks sereberi, sehingga menurunkan persepsi nyeri. Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa bentuk dukungan psikologis yang dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran dan suplai darah serta oksigen ke area nyeri. Klien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarganya dan temannya bisa dikunjungi setelah pembedahan.
2. Nanda: domain 9, class 2: coping responses – 00146 -anxiety (kecemasan ) Noc dan indikator nic dan aktifitas rasional Noc: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam cemas klien hilang atau berkurang dengan: Indikator: Klien mampu:
1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas 2. Mampu menggunakan koping 3. Dapat tidur 4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkan cemas
Nic: penurunan kecemasan 1. Bina hubungan saling percaya 2. Libatkan keluarga 3. Jelaskan semua prosedur tindakan 4. Hargai pengetahuan klien tentang penyakitnya 5. Bantu klien untuk mengefektifkan sumber dukungannya 6. Berikan reinfocement untuk menggunakan sumber koping yang efektif
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif. Tujuan: dalam waktu 1 x 15 menit tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang. Kriteria hasil: klien menyatakan kecemasannya berkurang klien mampu mengenali perasaan ansietasnya klien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang memengaruhi ansietasnya klien kooperatif terhadap tindakan wajah klien tampak rileks Intervensi Rasional Mandiri Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, Ansietas berkelanjutan memberikan dampak kehilangan, dan takut. serangan jantung. Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal. Dampingi Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan klien dan lakukan tindakan bila klien mulai rasa agitasi, marah, dan gelisah. menunjukkan prilaku merusak. Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis Klien yang teradapatasi dengan prosedur operasi. pembedahan yang akan dilaluinya akan merasa lebih nyaman. Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara perawat dan klien akan mememgaruhi peneriamaan klien terhadap pembedahan. Aktif mendengar semua kekhawatiran dan keprihatinan klien adalah bagain penting dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian pascaoperatif yang diharapkan akan menghilangkan banyak ketakutan tak berdasar terhadap anestesi. Bagi sebagian besar klien, pembedahan adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk memandang klien dan keluarganya sebagai manusia yang layak untuk didengarkan dan diminta pendapat ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert et al. (1963) dalam gruendemann (2006) memperlihatkan bahwa kecemasan klien yang dikunjungi dan diminta pendapat sebelum operasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan mereka yang hanya sekedar diberi premedikasi dengan fenobarbital. Kelompok yang mendapat premedikasi melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas. Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak istirahat. diperlukan. Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien dalam menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan memberikan respons balik yang positif. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan Orientasi dapat menurunkan kecemasan. aktivitas yang diharapkan. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan ansietasnya. terhadap kehawatiran yang tidak diekpresikan. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan temanteman yang dipilih klien untuk menemani aktivitas pengalih (misalnya: membaca akan menurunkan perasaan terisolasi). Kolaborasi Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya Meningkatkan relaksasi dan menurunkan diazepam. kecemasan.
Di ruangan operasi:
Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan Tujuan: kecemasan klien teradaptasi Kriteria evalusasi: klien kooperatif terhadap intervensi prainduksi anestesi dan klien mendapat dukungan prainduksi. Intervensi Rasional Saat klien masuk ruang sementara, sambut dengan Klien yang merasa diterima oleh petugas ruang ramah dan panggil klien dengan namanya. sementara akan mendapatkan dukungan psikologis yang menurunkan stimulus rasa cemas. Pemanggilan nama akan memberikan rasa aman pada klien dan menegaskan bahwa dia
Bantu klien untuk mengganti pakaian rawat inap dengan pakaian kamar bedah. Beri lingkungan yang tenang dan jangan berbicara tentang pembedahan.
Orientsikan klien terhadap prosedur prainduksi dan aktivitas yang diharapkan. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansitesnya.
merupakan klien yang benar untuk mendapat intervensi. Klien dengan pembedahan efektif dari ruangan akan diganti bajunya di ruang prabedah. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak diperlukan. Suasana tenang akan meningkatkan efektifitas pemberian premedikasi. Perbincangan yang tidak menyenangkan atau percakapan harus dihindari karena dapat diartikan bereda oleh klien yang mendapatkan sedatif. Orientsi dapat menurunkan kecemasan. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap keahwatiran yang tidak diekspresikan.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembelahan, ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif. Tujuan: dalam waktu 1 x 10 menit klien mampu mengembangkan koping yang positif. Kriteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan. klien mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi. klien mampu menyatakan peneriamaan diri terhadap situasi. klien mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif. Intervensi Rasional Mandiri Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan Menentukan bantuan individual dalam menyusun dengan derajat ketidakmampuan. rencana perawatan atau pemilihan intervensi. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada Beberapa klien dapat menerima dan mengatur klien. perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan dalam membandingkan mengenal, dan mengatur kekurangan. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan. Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut. Catat ketika klien menyatakan sekarat, mengingkari, Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau dan menyatakan inilah kematian. perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional. Mengingatkan klien tentang fakta dan realita bahwa Membantu klien untuk melihat bahwa perawat klien masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan menerima kedua bagian sebagai bagian dari belajar mengontrol sisi yang sehat. seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk meraskan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan memperbaiki kebiasaan. mengontrol lebih dari satu area kehidupan. Anjurkan orang terdekat klien untuk mengizinkan Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan klien melakukan hal sebanyak-banyaknya. membantu perkembangan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitasi. Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
pengertian tentang peran individu masa mendatang. Dukung penggunaan alat-alat yang dapat membuat Meningkatkan kemandirian untuk membantu klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan kateter. posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial. Monitor gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, Dapat mengindikasikan terjadinya depresi. letargi, dan meanrik diri. Umumnya memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut. Kolaborasi Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila Dapat memfasilitasi perubbahan peran yang ada indikasi. penting untuk perkembangan perasaan.
Resiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi anestesi Tujuan: dalam waktu 1 x 10 menit klien tidak mengalami cedera perioperatif. Kriteria evaluasi: sebelum terinduksi operasi klien tenang klien mengetahui tentang prosedur pembiusan klien mengatakan siap dilakukan pembiusan klien tampak tenang dan kooperatif status hemodinamik klien dalam batas normal Intervensi Jelaskan prosedur rutin prabedah
Perawat perioperatif menjelaskan tahap-tahap yang akan dilaksanakan untuk menyiapkan klien menjalani pembedahan Periksa tanda-tanda vital prabedah Prosedur standar dalam melakukan prainduksi bedah dengan membandingkan hasil tanda-tanda vital sewaktu di ruang rawat inap Siapkan sarana kateter iv dan obat-obatan premediksi Perawat anestesi biasanya mempersiapkan sarana kateter iv yang berukuran besar agar pemasukan cairan menjadi lebih mudah Obat-obat premediksi dipertimbangkan secara individual . Prosedur premediksi juga harus diadaptasikan setelah mempertimbangkan factor lain, misalnya lama pembedahan keseluruhan dan kebutuhan pemulihan pasca bedah yang segera pencapaian pemulihan dan aktivitas yang cepat sangat penting dalam konteks
Lakukan pemasangan kateteriv dan pertimbangan pemberian agen premediksi
Obat yang paling sering digunakan pada premediksi adalah dari golongan benzodiazepine . Diazepam adalah salah satu golongan benzodiazepine yang mempunyai sifat tidak larut air sehingga apabila dilarutkan dengan air steril akan memberikan rasa nyeri pada pemberian intravena. Waktu paruh eliminasi diazepam adalah kira-kira 21-37 jam (kee, 1996) sehingga tidak dipertimbangkann pada pemberian klien one day surgery. Di dalam ruang sementara , perawat, perawat anestesi. Atau ahli anestesi memasang kareter infuse ketangan klien untuk memberikan prosedur
rutin penggantian cairan dan obat-obatan melalui intravena. Pemasangan kateter iv di ruang prabedah berfungsi untuk mempermudah intervensi premediksi. Lakukan pengiriman klien ke kamar operasi Perawat memindahkan klien ke kamar operasi dengan menggunakan brankar dengan pagar terpasang, klien biasanya masih sadar dan akan memperhatikan perawat dan dokter menggunakan masker, pakain khusus, dan penutup mata untuk pembedahan secara lengkap. Lakukan pengaturan posisi pada saat pemindahan Klien dengan pembedahan dengan posisi klien yang tidak memerlukan anestesi dari brankar ke terlentang yang tidak menggunakan anestesi meja operasi memerlukan pengaturan posisi dengan hati-hati. Petugas memindahkan klien ke atas meja operasi .pastikan brankar dan meja operasi telah terkunci.
2. Intra operatif a.
Resiko infeksi, dengan faktor resiko: prosedur invasif: pembedahan, infus, dc Noc: kontrol infeksi Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi. Kriteria : alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi Nic: kontrol infeksi intra operasi Aktifitas: 1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi 2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
b.
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: berada diruangan yang dingin
Noc: control temperature Kriteria : 1. Temperature ruangan nyaman 2. Tidak terjadi hipotermi Nic: pengaturan temperature: intraoperatif Aktivitas: 1. Atur suhu ruangan yang nyaman 2. Lindungi area diluar wilayah operasi c.
Resiko cedera dengan faktor resiko: gangguan persepsi s ensori karena anestesi
Noc: control resiko Indikator: tidak terjadi injuri nic: surgical precousen Aktifitas:
1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan 2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa 3. Pastikantidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi umum Tujuan: risiko cedera intraoperatif sekunder dari intervensi anestesi umum tidak terjadi. Kriteria evaluasi: klien kooperatif terhadap intervensi anestesi. klien dapat menjadi tidak sadar sesuai tahapan anestesi umum. Intervensi Rasional Kaji ulang identitas klien Perawat ruang operasi memeriksa kembali identifikasi dan kardeks klien; melihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan; memastikan bahwa alat protese dan barang berharga telah dilepas; dan mermeriksa kembali rencana perawatan praoperatif yang berkaitan dengan rencana perawtan intraoperatif. Siapkan obat-obatan pemberian anestesi umum. Obat-obatan anestesi yang dipersiapkan meliputi obat pelemas otot danobat anestesi umum. Intubasi endotrakeal dilakukan setelah pemberian pelemas otot kerja singkat seperti suksinikolin (anectine, burroughs wellcome) dan mivikurium (mivicron, burroughs wellcome), atau obat yang bekerja lebih lama misalnya vekuronium (norcuron, organon) atau atrakurium (tracium, burroughs wellcome). Anestesi umum dapat diinduksi dengan obat intravena misalnya metoheksital (brevital sodium, lilly), tiopental (sodium pentothal, abbott), atau propofol (gruendemann, 2006). Siapkan alat-alat intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal digunkan untuk menjaga kepatenan jalan napas intraoperasi. Penata anestesi memeriksa kondisi lampu pada laringoskop dan apakah kondisi selang endotrakeal berfungsi optimal sebelum pemasangan dilakukan. Penata anestesi harus mempertimbangkan faktor umum dan kondisi penyulit dalam melakukan intubasi pada pemilihan persiapan sarana intubasi. Misalnya, pada anak kecil akan digunakan laringoskop dan selang endotrakeal yang ukurannya sesuai. Siapkan sarana pemantauan dasar. Pemilihan dan pemeliharaan peralatan anestesi dan perlengkapannya biasanya menjadi taggung jawab penata anestesi. Alat dan sarana yang disikan merupakan sarana atau perangkat pemantauan (monitoring ) dasar, meliputi: stetoskop preekordial pengukuran tekanan darah oksimetri pulsasi. Siapkan obat dan peralatan emergensi. Selain pemantau, peralatan darurat dasar, obat-
obatan, dan protokol pengobatan juga harus tersedia. Defivrilator juga harus dipastikan berfungsi baik. Peralatan jalan napas meliputi laringoskop, selang endotrakeal, jalan napas oral, dan napas faringal. Selain itu, masker dan kantong resussitasi self-inflating (ambu type)adalah alat yang penting dan harus mudah diakses. Lakukan pemasangan stetoskop prekordial, stetoskop prekordial dibiarkan menempel di dada manset tekanan darah, monitor dasar, oksimetri klien, menyalurkan informasi mengenai operasi pada jari, dan pertahankan kelancaran kateter iv. mekanis jantung dan adanya bunyi napas secara kontinu. Perubahan yang dapat dideteksi mencakup bising jantung, aksentuasi bunyi jantung kedua, dan denyut jantung yang abnormal. perawt juga memasang manset tekanan darah. Manset tetap terpasang pada lengan klien selama pembedahan berlangsung sehingga ahli anestesi dapat mengkaji tekana darah klien. pemasangan oksimetri dalam penilaian saturasi oksigen pada jari memudahkan perawat anestesi mengobservasi status respirasi klien. kelancaran keteter iv dapat menjadi prosedur dasar sebelum memberikan anestesi secara intravena. Kaji faktor yang merugikan selama pemberian Tindakan penting yang dilakukan dengan mengkaji anestesi intraoperatif. faktor-faktor penyulit selama anestesi, seperti adanya riwayat reaksi alerfi pada agen anestesiatau alergi terhadap banyak komponen, riwayat penyakit kardiaskuler dan paru, masalah jalan napas, dan faktor usia lanjut. riwayat alergi Riwayat reaksi alergi pada agen anestesi atau alergi teerhadap banyka komponen harys diteliti dan diperjelas oleh klien. Untuk menentukan kemungkinan timbulnya masalah besar, misalnya demam yang membahayakan dan asidosis akibat hipertermia maligna atau paralisis otot berkepanjangan yang dijumpai pada orang dengan pseudokolinesterase atipikal (kee, 1996). Evaluasi fungsi berbagai sistem utama tubuh, terutama sistem kardiovaskular dan pernapasan, merupakan parameter penting pada evaluasi praanestesi. Klien yang mengaku alergi terhadap banyak obat mungkin sangat peka terhadap obatobat yang melepaskan histamin, misalnya sebagian pelemas otot, narkotik, dan barbitturat. Informasi mengenai eiwayat alerfi terhadap antibiotik, zat warna kontras, preparat indium, plester, dan lateks sangat penting. Riwayat reaksi hebat dan mendadak dari seseorang setelah terpajan produk atau peraltan medis yang mengandung lateks harus dilaporkan. Etiologi pasti alerfi lateks tidak diketahui, tetapi protein larut air dari lateks tampaknya adalah alergen utamanya (gruendemann, 2006). riwayat penyakit kardiovaskular dan paru. Riwayat penyakit kardiovaskular dan paru harus mendapat persetujuan medis dari dokter jantung
masalah jalan napas
faktor luar
dan paru sebelum dijadwalkan menjalani prosedur bedaha elektif. Riwayat infark miokardium, angina, gagal jantung kongestif, hipertensi, diabetes, aritmia jantung, penyaktit vaskular perifer, merokok, penyakit paru obstruktif menahun, atau tandur pintas arteri koroner mungkin merupakan prediktor untuk morbiditas jantung pascaoperatif. masalah jalan napas yang kondisinya kurang optimal tanpa patologi jalan napas yang jelas, visualisasi glotis kadang-kadang sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan. Faktor predisposisi yang dapat menyulitkan intubasi adalah leher yang pendek dan berotot dengan gigi lengkap, rahang bawah yang mundur disetai sudut mandibula yang tumpul, menonjolnya gigi seri atas, penyempitan ruang antara sudut-sudut mandibula disertai palatum yang melengkung tinggi, serta peningkatan jarak dari gigi seri atas ke batas posterior ramus mandibula (rob, 1968). Pengamatan klinis tambahan adalah apabila jarak antara dagu ke tulang rawan tiroid kurang dari 3 atau 4 cm (lebar dua jari tangan), maka visualisasi glotis diperkirakan akan sulit dilakukan (rosenberg dan rosenberg (1983) dikutip gruendemannn (2006)). selama pemeriksaan praoperatif, klien dengan riwayat apnea tidur obstruktif, sindrom kongenital, bedah leher atau wajah, stridor atau suara serak, nyeri, atau parestesia sewaktu meggerakkan leher, gigi tanggal atau goyang, atau perangkat gigi, misalnya kawat gigi mungkin menyulitkan kita saat membebaskan jalan napas. Catatan anestesi sebelumnya harus dikaji untuk mencari keterangan mengenai kualitas jalan napas, upaya laringoskopi, dan keberhasilan intubasi. Saat pemeriksaan fisik, ahli anestesi atau penata aanestesi harus secara teliti memeriksa leher, mandibula, dan struktur serta mobilitas mulut. Kesejajaran tiga sumbu (oral, faring, dan trakea) mempermudaha visualisasi laring. Kesejajaran sumbu-sumbu tersebut dilakukan dengan fleksi anterior spina servikalis bawah ditambah ekstensi sendi atlanto-oksipitalis (rosenberg dan rosenberg (1983) dalam gruendemannn (2006)). faktor usia lanjut dimana klien sebelumnya menggunakan agen obat antihepertensi, antiparkison, dan psikotropik merupakan obat-obat yang paling sering menimbulkan reaksi simpang pada orang tua (kee, 1996). Klien berusia lanjut cenderung tentan terhadap obat-obat penekan susunan saraf pusat. Hal ini mungkin disebabkan oleh berkurangnya bahan-bahan sel dan penurunan fungsi sinaps secara progresif. Kecepatan hantaran diketahui menurun seiring dengan penuaan. Penuruan konsentrasi alveolus minimal (minimal
alvolar concentration) yang memerlukan anestesi inhalasi pada orang tua mungkin disebabkan oleh penururna kepadatan sel di otak, penurunan konsumsi oksigen otak, dan penurunan aliran darah otak (rob (1968) dalam gruendemann, (2006)). korteks dan regio subkorteks yang bertanggung jawab menghasilkan neurotransmiter, mengalami penurunan kapasitas fungsional terbesar akibat penuaan. Walaupun meknsime peningkatan kepekaan orang tua terhadap obat anestesi dan sedatif masih belum jelas, tetapi proses degeneratif yang berperan dalam peningkatan kepekaan juga ikut berkontribusi tehadap tingginya risiko perburukan mental pascaoperatif yang dialami oleh lanjut usia (mcleskey (1992) dalam gruendemann, (2006)). pada klien usia lanjut, penurunan aliran darah hati yang paling diamati sebanding dengan penurunan keseluruhan curah jantung total. Penururnan aliran ini adalah penentu utama penurunan bersihan (clearance) obat plasma. Pada penuaan, konsentrasi dan fungsi enzim mikrosom hati diperkirakan tetap berada dalam tentang normal. Penurunan aliran darah dan berkurangnya kapasitas fungsisonal yang terjadi cenderung mempercepat penuaan hati sehingga berisiko tinggi mengalami kerusakan akibat hipoksemia, obat, atau transfusi darah. Penurunan aliran darah hati, kemungkinan defisit enzim, dan penurunan kemampuan ekskretorik ginjal dapat memperpanjang waktu parah eliminasi beta dan memperlama efek obat-obat yang diberikan (kee, 1996). obat-obat pada sistem kardiovaskular, hati, dan ginjal akan memberikan dampak besar pada pemberian anestesi. Sebagai vcontoh, propranolol tanpaknya tidak mengubah kebutuhan anestesi klien dengan insufisiensi ginjal, tetapi obat ini dapat menimbulkan agitasi, kebingungan, tremor, minoklonus, atau kejang. Efek hipotensi dan bradikardi darri propranolol dan anestesi umum yang muncul mungkin bersifat adiktif. Verapamil, suatu penghambatsaluran kalsium, diketahui dapat menurunkan kebutuhan aanestesi sebesar 25% dan memperkuat pelemas otot depolarisasi dan nondepolarisasi. Tetapi jangka panjang dengan bretilium dapat menyebabkan hipersensitivitas terhadap obat golongan vasopresor (mcleskey (1992) dalam gruendemann, (2006)). Verapamil maupun nifedipine diketahi memperlihatkan kadar digoksin serum yang tinngi (sampai 30%), sehingga tidak saja menurunkan kebutuhan digoksin, tetapi juga membuat klien semakin berisiko menagalami toksisitas (chelly et al., (1987) dalam gruendemann, (2006)). Aliran darah yang lamaban dan kongesti kronis hati yang berkaitan dengan gagal jantun
kaji adanya kelainan pada prosedur dagnostik.
urine rutin
pemeriksaan radiologi
Beri dukungan praanestesi
Lakukan pemberian anestesi secara intravena.
Lakukan pemasangan selang endotrakeal, pemasangan oral airway, dan kaji efektivitas jalan napas.
Lakukan pemberian napas bantuan, pemberian oksigen, pengisapan, dan pemberian anestesi inhalasi.
kronik memperlambat metabolisme obat-obat misalnya teofili. Pada klien dengan keadaan tersebut, waktu paruh teofilin dalam serum adalah sekitar 23 jam, dibandingkan dengan nilai normal sebesar 7 jam (gruendemann, 2006). prosedur untuk menilai adanya gangguan pada organ-organ vital dapat mempersulit jalannya anestesi. prosedur penilaian laboratorium dan dagnostik harus dilakukan seiring dengan adanya riwayat proses penyakit dan medikasi yang dikonsumsi. Beberapa institusi menetapkan pemeriksaan prosedur standar pada klien usia di atas 40 tahun, meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, urinalisis, dan ekg. Pemeriksaan urine rutin sperti berat jenis urine berguna untuk mengetahui status hidrasi klien. Adanya glukosa dalam urine jelas mengindikasikan kemungkinan adanya diabetes dan hipovolemia akibat diuresis osmotik. Proteinuria atau hematuria mengindikasikan adanya penyakit ginjal yang serius. Pemeriksaan radiologi praoperatif diprlukan untuk identifikasi klien yang berisiko tinggi atau mendasari penilaian tingkat keparahan perubhan paru intraoperatif dan pascaoperatif. Hubungan emosional yang baaik antara penata anestesi dan klien akan memegaruhi penerimaan anestesi. Pemberian anestesi intravena biasanya dilakukan penata anestesi dengan sepengetahuan ahliaanestesi. Pemberian suksinikolin ( succinylcholine) secara intravena sebagai obat intravena pertama bertujuan untuk menghambat saraf dan menyebabkan paralisis pita suara sementara dan otot pernapasan selama selang endotrakeal terpasang. pemasangan selang endotrakeal biasanya dilakukan ahli anestesi atau penta anestesi dengan diketahui oleh ahli anestesi. Selang endotrakeal bertujuan untuk tetap menjaga kepatenan jalan napas, sera mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi dan komplikasi pernapasan lainnya akibat depresi pada brokus efek dari anestesi. penata anestesi akan membantu melakukan peenekanan tulang rawan krikoid (perasat sellick) untuk menyumbat esofagus pada saat perasat endotrakeal dilakukan. pemasangan oral airway akan menjaga kepatenan jalur napas dan memudahkan penata anestesi untuk memonitor kepatenan jalan napas. Ahli anestesi atau penata anestesi akan memberikan ventilasi bantuan sampai efek suksinikkolin hilang dan klien kembali bernapas secara spontan. Mulai saat itu, gas atau uap anestesi biasanya diberikan
Lakukan pemantauan status kardiovaskular dan respirasi selama pembedahan.
Lakukan pemberian cairan dan transfusi sesuai kondisi dan lamanya pembedahan sera kontrol keluaran urine.
Lakukan pemberian obat-obat pemulih anestesi setelah pembedahan selesai. Lakukan pembersihan jalan napas pembedahan selesai dilaksanakan.
setelah
secara inhalasi melalui selang endotrakeal. Beberapa obat-obatan yang sering digunakan adalah halotan, supran, dan foran. Risiko terbesar dari anestesi umum adalah efek samping obat-obatan anestesi, termasuk di antaranya depresi, iritabilitas kardiovaskular dan depresi pernapasan. Kontrol status kardiovaskular dan repirasi dapt mendeteksi risiko kegawatan sedini mungkin. Dilakukan pada prosedur pembedahan yang berlangsung lama atau apabila dilakukan antisipasi terhadap perubahan volume cairan yang besar. Pengukuran pengeluaran cairan dan darah secara cermat serta perkiraan darah yang terdapat di dalam spons menjadi tugas bersama ahli anestesi dan perawat sirkulasi. Apabila klien adalah anak-anak, penata anestesi sirkulasi harus menimbang spons operasi (1 g setara dengan 1 ml darah) untuk menentukan pengeluaran darah secara lebih akurat. Karena volume darah anak lebih sedikit, maka perawat harus mengingatkan ahli anestesi mengenai darah yang keluar dalm interval tertentu selama pembedahan. Pemberian obat-obat pemulih anestesi biasanya dilakukan ahli atau penata anestesi dengan diketahui oleh ahli anestesi. Jalan napas dibersihkan dengan pengisapan, dan setelah refleks laring dan faring pulih maka dilakukan ekstubasi. Penata anestesi tetap berada di kamar operasi dengan ahli anestesi, sampai klien siap dipindahkan ke ruang pemulihan. Secara umum, peralatan dan instrumen jangan dipindahkan dari ruangan sampai klien stabil dan siap dipindahkan.
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah Tujuan: risiko cedera intraoperatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah tidak terjadi. Kriteria evaluasi: selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan henmodinamik akibat pndarahan serius. pascaoperatif tidka ditemukan cedera tekan dan cedera listrik. perhitungan spons dan instrumen sesuai dengna jumlah yang dikeluarkan. tidak ditemukan adanya kram otot. Intervensi Rasional Kaji ulang identitas klien: 1. perawat ruang operasi memeriksa kembali Merupakan tindakan perawat dalam menerapkan identitas dan kardeks pasein; melihat kembali client safety yang berlaku di Rumah sakit untuk lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, menjaga klien dari kesalahan prosedur medikasi . hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan; dan memeriksa kembali rencana perawatan praoperatif yang berkaitan dengan rencana perawatan intraoperatif.
2. perawat pemeriksaan darah terutama kadar trombosit, waktu pembekuan, dan waktu pendarahan. Adanya hasil yang abnormal pada pemeriksaan ini bermanifestasi pada kewaspadaan yang sangat tinggi oleh ahli bedah dan asisten operasi dalan melakukan prosedur bedah Lakukan manajemen kamar operasi.
Dilakukan oleh perawat administratif dalam mengatur dan menentukan staf pada setiap pembedahan agar kelancaran proses pembedahan dapat terlaksana secara optimal.
Siapkan kamar bedah yang sesuai dengan jenis pembedahan klien. 1. perawat sirkulsi melakukan persipan tempat Beberapa jenis pembedahan tertentu akan operasi sesuai prosedur yang biasa dn jenis dilaksanakan pada ruangan atu kamar bedah pembedahan yang akan dilaksanakan. Tim khusus, seperti kamar operasi bedah saraf. bedah harus diberi tahu jika terhadap kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi pembedahan 2. perawat sirkulasi memeriksa kebersihan dan Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur kerpain ruang operasi sebelum pmebedahan. pembedahan. Apabila prosedur ini tidak Perawat sirkulasi juga harus memastikan dilaksanakan, maka dapat menyebabkan bahwea peralatan telah siap dan dapat penundaan atau kesulitan dalam pembedahan. digunakan. Siapkan meja bedah dan asesori pelengkap sesuai Meja bedah akan disipakan perawat sirkulasi dan dengan jenis pembedahan. disesuaikan dengan jensi pembedahan. Perawat sirkulasi mempersiapkan asesori tambahan meja bedah agar dalam pengaturan posisi dapat efektif dan efisienl. Siapkan sarana pendukung pembedahan. Sarana pendukung seperti kateter urine lengkap, alat pengisap lengkap, spons dalam kondisi siap pakai. Siapkan alat hemostasis dan cadangan alat dalam Alat hemostasis merupakan fondasi dari tindakan kondisi siap pakai. operasi untuk mencegah terjadinya pendarahan serius akibat kerusakan pembuluh darah arteri. Perawat mmeriksa kemampuan alat tersebut untuk menghindari cedera akibat pendarahan intraoperasi. Lakukan pemasangan kateter urine dengan teknik Pemasangan kateter dilakukan untuk mengindari steril. keluarnya urine pada saat intraoperatif akibat hilangnya kontrol menahan urine efek dari anestesi. Kateter foley harus dipasang sebelum klien diberi posisi. Gunakan teknik aseptik untuk pemasangan kateter. Cegah terjadinya tekukan atau tekanan pada kateter selama proses pemindahan tersebut. Periksa kepatenan sestem drainase setelah pemberian posisi. Catat keluaran urine dan pemasangan kateter. Lakukan pengaturan posisi bedah. Manajemen pengaturan posisi (lihat kembali materi manajemen pengaturn posisi) dilakukan untuk memudahkan akses atau pajanan pada dokter bedah, akses vaskular seperti infus dan alat monitor standar tidak terganggu, drainase urine
optimal, dan fungsi status srikulsi serta pernapasan adekuat. Posisi tidak boleh mengganggu struktur neuromuskular. Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi. Insisi bedah memerlukan skalpel (alat penjepit) dan pisau bedah yang sesuai dengan ares yang akan dilakukan insisi. Perawat instrumen bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan mempersiapkan kauter listrik yang diperlukan dalam tindakan hemostasis. Asisten pertama berperan membantu menyerap darah yang keluar saat dan menjepit pembuluh darah akibat kerusakan vaskular pada area insisi dengan menggunakan spons dan klem arteri. Bantu ahli bedah dalam melakukan intervensi Perawat instrumen atau asisten bedah hemostasis. menggunakan alat hemostasis listrik pada klem arteri untuk menjepit atau menghentikan pendarahan. Bantu ahli bedah dalam membuka jaringan dan pembukaan jaringan dilakukan lapis demi lapis, lakukan pengisapan apabila diperlukan. dari kulit, lemak, fasia, dan jaringan dalam, misalnya peritoneum pada pemedahan area abdomen. Pembukaan jaringan dilakukan sampai akses yang akan dituju sesuai jenis dan tujuan pembedahan dapat tercapai. asisten bedah membantu menarik dengan menggunakan refraktor dan melakukan pengisapan apabila banyak cairan yang mengganggu akse bedah. Pemakaian dan pemilihan jenis refraktor disesuaikan dengan jenis dan ares jaringan atau pembedahan yang dilakukan. perawat instrumen berperan dalam memenuhi keprluan yang sesuai pada setiap momen pembedahan, seperti keperluan penggunaan guntin mayo oleh ahli bedah atau keperluan refraktor. Lakukan manajemen sirkulasi intraoperatif ruang . operasi. 1. perawat sirkulasi mendukung poerawat . Dokumentasi perawatan intraoperatif memberi instrumen dan ahli bedah dari zoan tidak steril data yang bermanfaat bagi perawat yang akan selam prosedur pembedahan untuk mengawasi merawat klien setelah pembedahan. atau membantu serip kesulitan yang mungkin memrlukan bahan dari luar lapangan steril. Perawat sirkulasi melakukan manajemen alat pengisap ( sucton), memastikan alat hemostasis terpasang dengan benar, sera memeriksa alatalat tersebut dalam kondisi power on 2. Perawat sirkulasi mencatat barang yang digunakan seperti jumlah spons, alat instrumen intraoperatif yang mempunyai risiko tertinggal pada jaringan bedah dan meningkatkan risiko ceder bedah, serta mencatat penyulit yang terjadi selam pembedahan yang sering disampaikan oleh ahli beah, asisten, atau instrumentator.
3. Selama fase intraoperatif, perawat sirkulasi meljutkan dokumentasi tentan jensi aseptik, jumlah cairan iv yang digunakan, dan memantau kelurasn urine dan lambung melalui selang ngt. Selam prosedur pembedahana beralangsung, perawat menjaga agar pencatatan aktivitas perawatan klien dan prosedur yang dilakukan oleh petugas ruang operasi tetap akurat Bantu ahli bedah pada saat akses bedah tercapai Peran perawat perioperatif baik asisten bedah, sesuai dengan tujuan pembedahan. perawat instrumen dan sirkulator mendukung ahli bedah agar tujuan pembedahan dapat tercapai. Tujuan pembedahan pada saat akse tercapai, meliputi: diagnostik (pembedahan untuk pemeriksaan lebih lanjut), misalnya pengambilan sampel biopsi tumor. a. ablative (pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau penyakit), misalnya amputasi, pengangkatan tumor, dan apendektomi. b. paliatif (menghilangkan atau mengurangi gejala penyakit, tetapi tidak menyembuhkannya), misalnya kolostomi dan debridemen jaringan nekrotik. c. rekonstruktif (mengembalikan fungsi atau penampilan jaringan yang mengalami malfungsi atau trauma), misalnya fiksasi interna dan eksterna fraktur dan perbaikan jaringan parut. d. transplantasi (mengganti organ atau struktur yang mangalami malfungsi), misalnya cangkok (transplantasi) ginjal, total hip replacement. e. konstruktif (mengembalikan fungsi yang hilang akibat anomali kongenital), misalnya: bibir sumbing, penutupan defek katup jantung dan perbaikan hiperekstensi lutut (genurecurvatum)). Bantu ahli bedah dalam penutupan jaringan. Prosedur penutupan jaringan dilakukan setelah 1. Perawat instrumen menurunkan risiko cedera tujuan pembedahan sudah selesai dilaksanakan. dengan mempersiapkan dan memilih sarana Penutupan dilakukan lapis demi lapis sesuai area penjahitan dengan memperhatikan ketajaman tau jaringan yang telah dilakukan pembedahan. jarum jahit, benang jahitan yang akan digunakan sesuai jaringan yang di jahit dan kondisi atau kelayakan instrumen agar kerusakan jaringan dapat minimal 2. Penjahitan bisa dilakukan ahli bedah atau asisten bedah. Apabila dilakukan ahli bedah, maka asistern bedah membantu penutupan jaingan agar dapat terlaksana secara efektif dan efisien agar kerusakan jaringan dapat minimal. Lakukan penutupan luka pembedahan. Penutupan luka selain bertujuan menurunkan risiko infeksi juga bertujuan untuk menurunkan
risiko cedera pajanan langsung ke area bedah atau jaringan yang masih belum stabil. Perawat biasanya memasang spons dan plester adhesi yang menutupi seluruh spons.
Risiko infeksi intraoperatif berhubungan adanya port de entree prosedur bedah, penurunan imunitas efek anestesi. Tujuan: optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur itrabedah. Kriteria evaluasi: luka pascabedah tertutup dengan kasa. Intervensi Rasional Kaji ulang identitas klien dan pemeriksaan . diagnostik. 1. Perawat ruang operasi memeriksa kembali Hasil pemeriksaan darah albumin untuk menentukan riwayat kesehatan, hasil pmeriksaan fisik, dan aktivitas agen-agen obat dan pertumbuhan jaringan berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa luka. Berbagai protesa yang masih belum dilepas alat protese dan barang berharga telah di lepas akan memberikan akses pajanan yang mengontaminasi area steril. Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik cuci tangan pada tempatnya, gaun yang terdiri dari gaun kedap air dan baju bedah steril, duk penutup, dan duk berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai. Siapkan instrumen sesuai jenis pembedahan. Manajemen insrumen dari perawat scrub sebelum pembedahan disesuaikn dengan jenis pembedahan. Sebelum antisipasi apabila diperlukan instrumen tambahan perawat mempersiapkan alat cadangan dalam suatu tromol steril yang akan memudahkan pengambilan apabila diperlukan tambahan alat instrumen. Lakukan manajemen asepsis prabedah. Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis prabedah meliputi teknik aseptik atau pelaksanaan scrubbing cuci tangan (lihat kembali bab manajemen asepsis). Lakukan manajemen asepsis intraoperasi. manajemen asepsis dilakukan untuk menghidari kontak dengan zona steril (lihat kembali manajemen asepsis) meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan duk, penyerahan alat yang diperlukan petugas scrub dengan perawat sirkulasi. manajemen aseosi intraoperasi merupakan tanggung jawab perawat insturmen dengan mempertahankan integritas lapangan steril selama pembedahan dan bertanggung jawab untuk mengomunikasikan kepada tim bedah setiap pelanggan teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan. Lakukan penutupan luka pembedahan. Penutupan luka bertujuan menurunkan risiko infeksi. Perawat biasanya memasang spons dan plester adhesif yang menutup seluruh spons.
3. Post operatif
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak sekresi tertahan efek dari general anastesi Tujuan: Bersihan jalan nafas efektif. Kriteria evaluasi: Frekuensi nafas normal, RR dalam batas normal, tidak ada nafas cuping hidung, tidak sianosis Intervensi Rasional Atur posisi klien Posisi supine dengan kepala semi flower 15 derajat dapat meningkatnkan kerja elspansi paru menuju normal kembali setelah tindakan induksi oleh obat anastesi Pantau tanda-tanda ketidakefektifan dan pola nafas Mengetahui sejak dini adanya ketidakefektifan pola nafas dan waspada adanya danda patologis lain lebih dini Ajarkan batuk efektif Mengajarkan batuk efektif berguna bagi klien agar mudah mengeluarkan secret yang menumpuk setelah proses pembedahan
Pantau respirasi dan status oksigenasi Auskultasi Suara nafas
Buka jalan nafas Bersihkan sekresi Berikan hiperoksigenasi antar tindakan suction Ajarkan nafas dalam
Mengetahui sejak dini adanya ketidak normalan atau gangguan pada respires, status oksigenasi dibawah normal dan waspada adanya danda patologis lain lebih dini. Jalan nafas yang bebas adalah indicator adekuat dari status oksigenasi yang baik, terbebas dari hambatan, dan tidak ada secret yang menumpuk . Tindakan suction selain bertujuan untuk menyedot secret yang menumpuk juga dapat menyedot oksigen dalam tubuh, disini dibutuhkan dukungan ksigenasi agar tidak terjadi penurunan kadar oksigen dalam tubuh
Risiko jatuh b.d efek anestesi umum Tujuan: klien terhindar dari risiko jatuh di ruang recovery room setalah mendapat pengaruh obat induksi / anestesi Kriteria evaluasi: Klien dalam kondisi aman saat di ruang RR sampai kembali ke ruang perawatan, tidak cedera (tidak ada risiko jatuh) Intervensi Rasional Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Merupakan indikator perawat dalam meningkatkan Score dan penilaian skor pemulihan pasca keselamatan klien paska operasi sehingga keselamatan anestesi klien tetap terjaga di ruangan Recovery room hingga proses serah terima perawat kamar bedah dengan perawat ruangan Tingkatkan keamanan Keamanan merupakan salah satu standar keselamatan Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/ klien dari risiko jatuh pagar brankart Jaga posisi imobil Bedrest ataupun imobilitas dalam rentan waktu yang telah ditentukan setalah proses pembiusan harus dilakukan untuk menjaga kestabilan klien dari hiperaktifitas
BAB III STUDI KASUS
Tanggal mrs Tanggal pengkajian Jam pengkajian Diagnosa masuk Hari rawat ke
: 09 Mei 2016 ke ruangan Arimbi : 09Mmei 2016 : 19:40 wib : Teeth Impacted 28, 38 : ke-I
Jam Masuk No. Rm :139xxx
: 19:30
I dentitas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama klien Umur Suku/bangsa Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Biaya
: Ny. I : 39 th : Jawa/ Indonesia : Islam : Diploma Iii Farmasi : Pegawai : Jl. Nakula Ii No. 07 Puwudadi Grobongan Jawa Tengah : Bpjs Non Ipb
Keluhan utama 1. Keluhan utama
: klien mengeluh sakit pada gigi bagian kiri bawah
Riwayat penyaki t sekarang 1. Riwayat penyakit sekarang : Klien mengatakan sakit giginya sudah berlangsung kurang lebih 6 bulan yang lalu namun tidak pernah diperiksakan dan hanya mengkonsumsi obat-obat pereda nyeri. Namun sehari yang lalu sakit gigi klien semakin memberat dan tidak tertahankan sehingga klien memutuskan untuk memeriksakan diri ke poliklinik untuk mendapatkan pengobatan. Klien memeriksakan diri ke poli gigi rsd kota semarang pada tgl 09 mei 2016 dan mendapatkan pengobatan dan disarankan untuk dioperasi keesokan harinya. Klien kemudian disarankan untuk rawat inap pada hari itu juga untuk persiapan operasi. Klien ditransfer ke ruangan rawat inap arimbi pada pukul 19.30 dan klien mulai menjalani persiapan operasi meliputi puasa (6 jam) ,
Riwayat penyakit dahulu 1. pernah dirawat : ya tidak kapan : diagnosa : 2. riwayat penyakit kronik dan menular : ya tidak jenis : riwayat kontrol : Riwayat penggunaan obat :analgetik untuk mengurangi sakit gigi 3. Riwayat alergi : tidak ada obat ya tidak jenis : makanan
ya
tidak
jenis :
lain-lain
ya
tidak
jenis :
ya
tidak
4. riwayat operasi :
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan yang ditemukan
-
Observasi dan pemeriksaan fisik 1.
2.
3.
4.
Tanda-tanda vital S: 36,8 ºc n : 99x/menit td : 110/70mmhg kesadaran : composmentis apatis somnolen sopor Sistem pernafasan a. Rr :20x/menit b. keluhan : tidak ada sesak nyeri waktu nafas Batuk : tidak produktif tidak produktif Sekret :tidak ada konsistensi : Warna: bau : c. penggunaan otot bantu nafas : tidak ada d. Pch : ya tidak e. irama nafas : teratur tidak teratur sistem kardiovaskuler a. Td :110/70 mmhg b. N :99x/menit c. Hr :99x/menit d. keluhan nyeri dada : P irama jantung : e. Suara jantung :
20x/menit koma
orthopnea
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah ya
tidak
reguler normal (s1/s2 tunggal) gallop
ireguler murmur lain-lain
f. Ictus cordis : g. Crt :< 2 detik h. akral : hangat kering merah basah pucat panas dingin i. sirkulasi perifer : normal menurun j. Jvp :tanpa distensi vena jugulasris sistem persyarafan Masalah Keperawatan : a. S : 36,8 ºc /axilla b. Gcs : e=4, v=5 m=6 Nyeri kronik c. refleks fisiologis : patella tricep bicep d. refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig e. Keluhan pusing : ya tidak, nyeri pada gigi P :nyeri semakin bertambah ketika makan sesuatu yang keras atau nyeri tanpa sebab Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, menjalar hingga ke rahang bawah dan ke wajah R : gigi geraham kiri atas dan kiri bawah menjalar hingga ke rahang atas dan bawah S : skala nyeri sebelum diberikan analgetik adalah 8, namun saat dikaji skala nyeri 3 (nyeri ringan dengan rentang skala nyeri 0-10) T : durasi waktu nyeri kurang lebih 5 menit setiap kali nyeri
f. g. h. i.
5.
rr :
pupil : anisokor isokor sclera : anikterus ikterus konjunctiva : ananemis anemis Istirahat/tidur : jam/hari gangguan tidur : tidak ada namun semalam klien mengalami disomnia karena kawatir menghadapi operasi hari berikutnya
sistem perkemihan a. Kebersihan genital
:tidak terkaji
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
b. c. d. e.
sekret : ada tidak ulkus : ada tidak kebersihan meatus uretra : bersih kotor keluhan kencing : ada tidak Bila ada, jelaskan Klien mengatakan air kencing berwarna kuning terang f. Kemampuan berkemih : spontan alat bantu, sebutkan terpasang dc sebagai persiapan operasi jenis : dower catheter ukuran :no.16 hari ke- : 1 g. Produksi urine :60-70 ml/jm Warna : kuning terang Bau :khas amoniak h. kandung kemih membesar : ya tidak i. nyeri tekan : ya tidak j. Intake cairan : oral :± 1500-2000cc/hari parenteral : 1500cc/hari 6.
sistem pencernaan a. Tb :170 cm b. Imt : 20,7
bb
:60 kg interpretasi :gizi baik
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
c. mulut : bersih kotor berbau d. membran mukosa : lembab kering stomatitis e. Tenggorokan : tidak ada masalah sakit menelan kesulitan menelan pembesaran tonsil nyeri tekan f. Diit khusus : Puasa selama 6 jam sebelum operasi g. nafsu makan : baik menurun frekuensi: 7.
Sistem integumen a. pergerakan sendi b. kekuatan otot
: :
bebas
x/hari
terbatas
5 5 5 5
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
c. kelainan ekstremitas : d. kelianan tulang belakang : - Frankel : e. fraktur : - Jenis : f. traksi : ya g. Rom : aktif di kedua ekstremitas
8.
Sistem integumen a. Penilaian risiko decubitus
ya ya
tidak tidak
ya
tidak tidak
Aspek yang dinilai Persepsi sensori Kelembaban
Kriteria penilaian 1 Terbatas sepenuhnya Terus menerus basah
2
3
4
Nilai
Sangat terbatas
Keterbatasan ringan
Tidak ada gangguan
4
Sangat lembab
Kadang2 basah
Jarang basah
4
4
Aktivitas
Bedfast
Chairfast
Kadang2 jalan
Lebih sering jalan
Mobilisasi
Immobile sepenuhnya
Sangat terbatas
Keterbatasan ringan
Tidak ada keterbatasan
Nutrisi
Sangat buruk
Kemungkinan tidak adekuat
Adekuat
Sangat baik
Bermasalah
Potensial bermasalah
Tidak menimbulkan masalah
Gesekan & pergeseran
Note : klien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa klien berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers). (15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderat risk, 12 or less = high risk)
4
3
Total nilai
19
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Pengkaji an psikososial a.
Persepsi klien terhadap penyakitnya : Klien sangat cemas terhadap operasi yang akan dihadapi bebera jam lagi, persepsi klien terhadap rencana operasi giginya dianggap sangat mendadak sehingga membuatnya sangat cemas tentang prosedur operasi. Klien bertanya-tanya tentang operasi gigi terus-menerus dan bagaimana hasilnya nanti kepada perawat traine dan klien juga menanyakan waktu operasinya karena klien tidak tahu kapan operasinya dimulai karena klien hanya disuruh berpuasa sejak tengah malam pukul 21.30. b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya murung/diam gelisah tegang marah/menangis c. reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga d. Gangguan konsep diri : klien hanya mengeluh takut akan ada perubahan pada dirinya ketika beberapa buah dari giginya dicabut setelah operasi. Klien kawatir akan mengganggu proses makannya dan akan merubah penampakan wajahnya khususnya saat berbicara. Klien mengawatirkan banyak hal sehingga menjadi gelisah. Masalah Keperawatan : Ansietas Defisit pengetahuan
MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE Intraoperatif NO 1
2
3
4 5
6
PENGKAJIAN Riwayat jatuh :apakah klien pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir? Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki lebih dari satu penyakit? Alat bantu jalan: - Bed rest/ dibantu perawat - Kruk/ tongkat/ Walker - Berpegangan pada benda benada di sekitar (kursi, lemari, meja) Terapi intravena: Apakah saat ini klien terpasang infus? Gaya berjalan/ cara berpindah: - Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat bergerak sendiri) - Lemah (tidak bertenaga) - Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) Status mental Klien menyadari kondisi dirinya Klien mengalami keterbatasan daya ingat TOTAL NILAI
SKALA
NILAI 0
Tidak Ya
0 25
Tidak Ya
0 15
0
0
0
15 30
Tidak Ya
0 20 0
20
10 20
10
0 15
0
30 (risiko rendah)
Postoperatif NO 1
2
3
4 5
PENGKAJIAN Riwayat jatuh :apakah klien pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir? Diagnosa sekunder: apakah klien memiliki lebih dari satu penyakit? Alat bantu jalan: - Bed rest/ dibantu perawat - Kruk/ tongkat/ Walker - Berpegangan pada benda benada di sekitar (kursi, lemari, meja) Terapi intravena: Apakah saat ini klien terpasang infus? Gaya berjalan/ cara berpindah: - Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat bergerak sendiri) - Lemah (tidak bertenaga) - Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret)
SKALA
NILAI 0
Tidak Ya
0 25
Tidak Ya
0 15
0
0
0
15 30
Tidak Ya
0 20 0
10 20
20
10
6
Status mental Klien menyadari kondisi dirinya Klien mengalami keterbatasan daya ingat TOTAL NILAI
0 15
0
30 (risiko rendah)
Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, ekg, usg, dll) 1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 09 mei 2016
1.
2.
3.
4.
Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Jumlah eritrosit Jumlah leukosit Hitung jenis Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Jumlah trombosit Mcv Mch Mchc Masa pendarahan/bt Masa pembekuan/ct Kimia klinik Glukosa darah puasa Natrium Kalium Calsium Imunologi Hbsag
2. Ekg (normal sinus rhytm) 3. Foto panoramic gigi
Hasil
Satuan
Nilai normal
13.2 39.60 5.47 12.7
G/ dl % /µl /µl
11.7-15.5 35-47 4.2-5.4 3.6-31.0
67.0 26.7 4.6 1.3 0.4 420 72.4 24.1 33.0 02min 50sec 03min 30sec
% % % % % Ml Fl Pg %
50-70 25-40 2-8 2-4 0-1 160-400 80-100 26-34 32-36 2-7 4-10
93 139.0 4.60 1.22
Mg/ dl Mmol/ l Mmol/l Mmol/l
70-110 135-147 3.5-5.0 1.12-1.32
Negatif
Negatif
4. Foto thorax
Terapi 1. Preoperasi: Cairan RL 20 tpm/iv Cefotaxime 2 x 1 gr /iv 2. Premedikasi induksi: Ondansentron 4mg Methylprednisolone 125 mg Dipenhydramine 10 mg 3. Analgetik perioperative: a. Tramadol 100 mg/iv dripp dalam Tetrasfan 500cc b. Dextrometorpan 50mg/iv bolus 4. Induksi general anesthesi: a. Nasofaringeal Tube no. 6.5 b. Propofol 150mg/IV, c. Fentanyl 100mg/IV, d. Atrakurium 15m/IV 5. Maintainance a. N2O 3 L/ menit dan b. O2 nasal 6 L/ menit
Data tambahan lain Semarang , 10 Mei 2016
(Team)
Analisa Data
No 1
Data Preoperasi: DS: Klien mengatakan sangat cemas terhadap operasi yang akan dihadapi bebera jam lagi, persepsi klien terhadap rencana operasi giginya dianggap sangat mendadak sehingga membuatnya sangat cemas tentang prosedur operasi. DO: 1. Ekspresi wajah tegang 2. Menyatakan secara verbal cemas terhadap operasi yang akan dihadapi dan hasil operasi 3. Kontak mata yang kurang 4. Disomnia sehari sebelum jadwal operasi 5. Klien terus bertanya-tanya tentang prosedur operasi yang akan dihadapi
2
DS:Klien bertanya-tanya tentang operasi gigi terus-menerus dan bagaimana hasilnya nanti kepada perawat IBS saat melakukan BHSP dengan klien sebelum operasi DO (NANDA): 1. Klien tidak mengetahui tentang prosedur operasi, berapa lama operasinya, bagaimana perawatan setelah operasinya 2. Klien tidak tahu siapa operator bedahnya dan team operasi yang akan menanganinya. 3. Klien tidak tau jam berapa operasinya dimulai. Klien hanya disuruh berpuasa dari semalam.
Etiologi
Masalah
Reaksi inflamasi non infeksi fase jaringan disekitar gigi
Nanda: domain 9, class 2: coping responses – 00146 anxiety (kecemasan)
terjadilah pembengkakan menekan persyarafan disekitar gusi Nyeri kronik Rencana Operasi Anxiety
Reaksi inflamasi non infeksi fase jaringan disekitar gigi
Nanda: domain 5, class 4:
cognition deficient
–
00126 knowledge
(kurang pengetahuan) terjadilah pembengkakan menekan persyarafan disekitar gusi Nyeri kronik Rencana Operasi Paparan informasi inadekuat Deficient Knowledge
3
Intraoperatif: DS: DO (NANDA): 1. Klien diposisikan supine dengan sanggahan plabot infus di bagian leher sehingga hiperekstensi leher 2. Klien dalam 3. kondisi penurunan kesadaran (disorientasi), penurunan persepsi sensori akibat General anesthesia 4. Klien dalam keadaan imobilisasi dan kekuatan otot bernilai 1
Prosedur Anastesi General Anastesi (GA) Deepressed SSP Penurunan Kesadaran Gangguan sensorik/persepsi Disorientasi Risiko Cedera akibat pemberian posisi perioperative
NANDA, Class 2. Physical
I njury: 00087- Ri sk for peri operative positioning injury (risiko cedera akibat pemberian posisi perioperasi)
4
DS : DO: 1. Klien terpasang DC hari I, terpasang IV cath no.18 menetes RL 20 tpm 2. Penurunan fungsi siliaris tubuh efek anastesi 3. Perubahan integritas kulit (gusi dan jaringan di sekitar) akibat pencabutan dental
Prosedur pembedahan Tindakan infasif
NANDA: Domain 11, Class
1: I nfection – 00004 Risk for infection (risiko Infeksi)
Odontektomy Jaringan/ lapisan pulpa Port de entre microorganism ke dalam tubuh Risiko Infeksi
5
DS:Prosedur Anastesi DO: General Anastesi (GA) 1.
Domain 11. Safety/ Protection, Class 2. Physical I njury00155 Risk for fall
NANDA:
Klien mengalami penurunan kesadaran
(risiko Jatuh)
Deepressed SSP dibawah efek GA (Propofol, Fentanil dan Penurunan Kesadaran Atracorium) dengan Nitrogen 3L/menit dan Risiko Jatuh Oksigen 6L/ menit 2.
Kekuatan otot klien 1
3.
Terpasang NT (Nasofaringeal Tube) dan tubuh terpapar suhu ekstrim ruangan (suhu ruangan 16˚C)
4.
Skoring MFS menunjukan nilai 30 (risiko rendah jatuh)
6
DS:-
Prosedur pembedahan
DO (NANDA):
Kamar operasi dengan
1. 2.
suhu rendah (16˚C)
Suhu ruangan operasi mencapai 16 ˚C Klien menggunakan linen yang tipis dan kemudian dibuka setengahnya
3.
Vasodilatasi pembuluh darah dan pori-
Linen yang terpasang tipis, baju klien tipis Proses perpindahan kalor konduksi, radiasi, koneveksi dan evaporated
pori kulit efek anastesi 4. proses
perpindahan
panas
tubuh
ke
ruangan melalui konduksi (kulit ke meja operasi), konveksi (tubuh ke sekitar tanpa pengantara), evaporasi (penguapan) dan
Efek vasodilatasi tubuh Risiko hipotermia
Domain 11. Safety/ Protection, Class 6. Thermoregulation00253 Risk for hypothermia (risiko
NANDA:
Hipotermi)
radiasi 5. 7
suhu tubuh klien intra operasi 35,6˚C
Postoperatif:
Domain 11. Safety/ Protection, Class 2. Physical I njury00155 Risk for fall
NANDA:
Prosedur Anastesi DS: -
General Anastesi (GA)
(risiko Jatuh)
DO:
Deepressed SSP 1.
Kesadaran composmentis namun belum Penurunan Kesadaran mampu berkomunikasi penuh Risiko Jatuh
2.
Kekuatan otot klien 3
3.
Klien berada di ruang pemulihan (recovey room)
4.
Vital sign, BP
120/70 mmHg, P= 90
x/menit, 16x/menit, T=36 ˚C dan SpO2= 98% 5.
Skoring MFS menunjukan nilai 30 (risiko rendah jatuh)
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL : 10 Mei 2016 1. 2. 3. 4. 5. 6.
RENCANA INTERVENSI HARI/ TANGGAL
WAKTU
DIAGNOSA KEPERAWATAN (Tujuan, Kriteria Hasil)
19: 45
NANDA: Domain 5, Class 4: Cognition – 00126 Deficient
Knowledge
(Kurang
Pengetahuan)
INTERVENSI
berhubungan
inadekuatnya paparan informasi tentang prosedur operasi dan dampak operasi bagi klien
NI C (P engetahuan pembedahan): 1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan
kondisi
tentang klien NOC: Pengetahuan klien tentang prosedur, setelah diberikan
09 Mei 2016
penjelasan selama 10 menit,
klien mengerti proses
penyakitnya dan Program perawatan serta Therapi yg a. b. c.
d. e. f. g. h.
i.
diberikan dengan Kriteria hasil: Klien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan. Klien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan. Klien dan keluarga secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau prosedur prabedah yang telah dijelaskan. Klien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif daan pascaanestesi. Klien dan keluarga mampu mengulang kembali secara narasi mengenai itervensi prosedur pascaanestesi. Klien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan praoperatif. Klien dan keluarga memahami respons pembedahan secara fisiologis dan psikologis. Secara subjektif klien menyatakan rasa nyaman dan
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi 5. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya 6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung 7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur operasi
NI C : Teaching (Pre operatif) 10. Informasikan
klien
waktu
pelaksanaan
prosedur
operasi/perawatan
relaksasi emosinonal. 11. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur Klien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif. operasi/perawatan 12. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan 13. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan 14. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama prosedur operasi/perawatan 15. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur operasi/perawatan 16. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol
beberapa
aspek
selama
prosedur
operasi/perawatan (relaksasi da imagery) 17. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani 18. Lengkapi ceklist operasi
NANDA: Domain 9, Class 2: Coping responses
2
19:48
– 00146
-
NIC: Penurunan kecemasan
Anxi ety (Kecemasan )
1. Bina hubungan saling percaya
NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional
2. Libatkan keluarga
NOC: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan
3. Jelaskan semua prosedur tindakan
perawatan selama 2x24 j am cemas klien hilang atau berkurang
4. Hargai pengetahuan klien tentang penyakitnya
relaksasi emosinonal. 11. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur i. Klien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif. operasi/perawatan 12. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan 13. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan 14. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama prosedur operasi/perawatan 15. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur operasi/perawatan 16. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol
beberapa
aspek
selama
prosedur
operasi/perawatan (relaksasi da imagery) 17. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani 18. Lengkapi ceklist operasi
NANDA: Domain 9, Class 2: Coping responses
2
19:48
– 00146
-
NIC: Penurunan kecemasan
Anxi ety (Kecemasan )
1. Bina hubungan saling percaya
NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional
2. Libatkan keluarga
NOC: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan
3. Jelaskan semua prosedur tindakan
perawatan selama 2x24 j am cemas klien hilang atau berkurang
4. Hargai pengetahuan klien tentang penyakitnya
dengan indikator:
5. Bantu
Klien mampu:
klien
untuk
mengefektifkan
sumber
dukungannya
1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas
6. Berikan reinfocement untuk menggunakan sumber
2. Mampu menggunakan koping
koping yang efektif
3. Dapat lebih rileks dan santai 4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkan cemas NANDA, Class 2. Physical I njury: 00087- Ri sk for NIC: surgical precousen peri operative positioning injury (risiko cedera akibat Aktifitas: pemberian posisi perioperasi)
Resiko
cedera
dengan
faktor
1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai resiko:
pemberian
posisi kebutuhan
10 Mei 2016
10: 20
perioperatif NOC: control resiko cedera Indikator: tidak terjadi injuri akibat posisi klien saat pembedahan
2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien
10 Mei 2016
10: 35
NANDA: Domain 11, Class 1: I nfection – 00004 Risk for infection (risiko Infeksi )
NIC: kontrol infeksi intra operasi
Resiko infeksi, dengan faktor resiko:
Aktifitas:
Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC
1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi
NOC: Kontrol infeksi, sel ama dilakukan ti ndakan operasi tidak
2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
terjadi transmisi agent infeksi dengan Kriteria hasil: Alat dan
dengan indikator:
5. Bantu
Klien mampu:
klien
untuk
mengefektifkan
sumber
dukungannya
1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas
6. Berikan reinfocement untuk menggunakan sumber
2. Mampu menggunakan koping
koping yang efektif
3. Dapat lebih rileks dan santai 4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkan cemas NANDA, Class 2. Physical I njury: 00087- Ri sk for NIC: surgical precousen peri operative positioning injury (risiko cedera akibat Aktifitas: pemberian posisi perioperasi)
Resiko
cedera
dengan
1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai
faktor
resiko:
pemberian
posisi kebutuhan
10 Mei 2016
10: 20
perioperatif 2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
NOC: control resiko cedera Indikator: tidak terjadi injuri akibat posisi klien saat pembedahan
Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien
10 Mei 2016
10: 35
NANDA: Domain 11, Class 1: I nfection – 00004 Risk for infection (risiko Infeksi )
NIC: kontrol infeksi intra operasi
Resiko infeksi, dengan faktor resiko:
Aktifitas:
Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC
1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi
NOC: Kontrol infeksi, sel ama dilakukan ti ndakan operasi tidak
2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
terjadi transmisi agent infeksi dengan Kriteria hasil: Alat dan
bahan yang dipakai tidak terkontaminasi NANDA:
Domain
11.
Thermoregulation-00253
Safety/ Risk
for
Protection,
Class
hypothermia
6.
(risiko
Hipotermi) Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin 10 Mei 2016
10: 40
NOC: control temperature
NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif
Kriteria :
Aktivitas:
1. Temperature ruangan nyaman
1. Atur suhu ruangan yang nyaman
2. Tidak terjadi hipotermi
2. Lindungi area diluar wilayah operasi
NIC
10 Mei 2016
11:05
NANDA: Domain 11. Safety/ Protection, Class 2. Physical I njury-00155 Risk for fall (risiko Jatuh) NOC: klien bebas dari risiko jatuh di ruang recovery room setalah mendapat pengaruh obat induksi / anestesi Kriteria evaluasi: Klien dalam kondisi aman saat di ruang RR sampai kembali ke ruang perawatan, tidak cedera (tidak ada risiko jatuh)
1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score dan penilaian skor pemulihan pasca anestesi 2. Tingkatkan keamanan 3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/ pagar brankart 4. Jaga posisi imobil
bahan yang dipakai tidak terkontaminasi NANDA:
Domain
11.
Thermoregulation-00253
Safety/ Risk
Protection,
for
Class
hypothermia
6.
(risiko
Hipotermi) Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin 10 Mei 2016
10: 40
NOC: control temperature
NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif
Kriteria :
Aktivitas:
1. Temperature ruangan nyaman
1. Atur suhu ruangan yang nyaman
2. Tidak terjadi hipotermi
2. Lindungi area diluar wilayah operasi
NIC
10 Mei 2016
11:05
NANDA: Domain 11. Safety/ Protection, Class 2. Physical I njury-00155 Risk for fall (risiko Jatuh) NOC: klien bebas dari risiko jatuh di ruang recovery room setalah mendapat pengaruh obat induksi / anestesi Kriteria evaluasi: Klien dalam kondisi aman saat di ruang RR sampai kembali ke ruang perawatan, tidak cedera (tidak ada risiko jatuh)
1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score dan penilaian skor pemulihan pasca anestesi 2. Tingkatkan keamanan 3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/ pagar brankart 4. Jaga posisi imobil
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/Shift Senin/ 09 Mei 2016/
No. DK 1
Jam
Implementasi NIC (Pengetahuan pembedahan):
Paraf
√
sore
Jam 09.10
S:
klien
Evaluasi (SOAP) mengatakan sudah
Paraf paham
mengenai prosedur operasi, lama operasi 19:40
1. Melakukan pengkajian tentang pengetahuan klien tentang penyakitnya
19.45
2. Menjelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.
harus
dan
diperhatikan
setelah
dapat
menjelaskan
kembali
operasi. O:
verbal
apa
yang
telah
prosedur
operasi,
lamanya
waktu
perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan
operasi
untuk mencegah komplikasi dan mengenai
diperhatikan oleh klien post operasi
saling
percaya
serta
hal-hal
yang
perlu
2. klien sudah tidak bnyak bertanya-
5. Melakukan pendekatan dan membina hubungan dengan
klien
untuk
mengksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung 6. Menanyakan kembali pengetahuan klien tentang
19.55
yang
disampaikan oleh perawat mengenai
terapi pilihannya
19.53
dilakukan
secara
3. Mnjelaskan tentang program pengobatan 4. Mendiskusikan bersama dengan klien mengenai
19.50
hal-hal
1. klien
Jelaskan kondisi tentang klien 19.48
berlangsung dan
penyakit, prosedur operasi NIC : Teaching (Pre operatif) 7. Menjelaskan kepada klien waktu pelaksanaan
tanya menegani operasinya 3. klien
kooperatif
terhadap
setiap
tahapan yang diberikan dan disiapkan dalam operasinya 4. klien
nampak
tenang
penerimaan A: masalah teratasi P: Intervensi dihentikan
di
ruang
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/Shift Senin/ 09 Mei 2016/
No. DK 1
Jam
Implementasi NIC (Pengetahuan pembedahan):
Paraf
√
sore
Jam 09.10
S:
klien
Evaluasi (SOAP) mengatakan sudah
Paraf paham
mengenai prosedur operasi, lama operasi 19:40
1. Melakukan pengkajian tentang pengetahuan klien tentang penyakitnya
19.45
2. Menjelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.
diperhatikan
setelah
dapat
menjelaskan
kembali
operasi. O:
verbal
apa
yang
telah
prosedur
operasi,
lamanya
waktu
untuk mencegah komplikasi dan mengenai
diperhatikan oleh klien post operasi
percaya
dengan
klien
untuk
mengksplorasi kemungkinan sumber yang bisa
hal-hal
yang
perlu
3. klien
kooperatif
terhadap
setiap
tahapan yang diberikan dan disiapkan
4. klien
penyakit, prosedur operasi NIC : Teaching (Pre operatif) 7. Menjelaskan kepada klien waktu pelaksanaan
prosedur operasi/perawatan 8. Meginformasikan klien mengenai lama waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan 9. Melakukan pengkajian pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan 10. Menjelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan bagi penyakit klien saat ini 11. Menganjurkan klien untuk berpartisipasi secara kooperatif selama prosedur operasi/perawatan hal-hal
tanya menegani operasinya
dalam operasinya
6. Menanyakan kembali pengetahuan klien tentang
12. Menjelaskan
serta
2. klien sudah tidak bnyak bertanya-
digunakan/ mendukung
20.00
dan
operasi
saling
19.58
harus
perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan
5. Melakukan pendekatan dan membina hubungan
19.55
yang
disampaikan oleh perawat mengenai
terapi pilihannya
19.53
dilakukan
secara
3. Mnjelaskan tentang program pengobatan 4. Mendiskusikan bersama dengan klien mengenai
19.50
hal-hal
1. klien
Jelaskan kondisi tentang klien 19.48
berlangsung dan
yang perlu dilakukan
setelah prosedur operasi/perawatan meliputi hal-hal asuhan keperawatan anastesi dan bedah meliputi tahapan-tahapan bangun postoperasi, pantangan makan jika klien merasa mual bahkan muntah, tidur tanpa bantal tinggi, serta boleh bangun dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 13. mengajarkan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa aspek selama
nampak
tenang
penerimaan A: masalah teratasi P: Intervensi dihentikan
di
ruang
19.58
prosedur operasi/perawatan 8. Meginformasikan klien mengenai lama waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
20.00
9. Melakukan pengkajian pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan 10. Menjelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan bagi penyakit klien saat ini 11. Menganjurkan klien untuk berpartisipasi secara kooperatif selama prosedur operasi/perawatan 12. Menjelaskan
hal-hal
yang perlu dilakukan
setelah prosedur operasi/perawatan meliputi hal-hal asuhan keperawatan anastesi dan bedah meliputi tahapan-tahapan bangun postoperasi, pantangan makan jika klien merasa mual bahkan muntah, tidur tanpa bantal tinggi, serta boleh bangun dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 13. mengajarkan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa aspek selama
prosedur
operasi/perawatan
(relaksasi
da
imagery) salah satunya adalah teknik napas 14. memastikan kembali mengenai
persetujuan
operasi telah ditandatangani 15. melengkapi
ceklist
operasi
yang
telah
disedikan 2
√
NIC: Penurunan kecemasan 1. Membina hubungan
saling
09.15
S: Klien mengatakan sudah mulai tenang dibandingkan sebelumnya karena sudah
percaya dengan
paham tentang prosedur operasi yang kan
cara memperkenalkan diri dan tim kepada klien.
dihadapi olehnya karena telah dijelaskan
Menjelaskan tugas dan peran setiap tim dalam
oleh perawat bedah serta diberi dukungan
tindakan operasi yang akan dijalani oleh klien
penuh oleh suami dan anak-anaknya serta
2. Melibatkan
keluarga klien saat menjelaskan
tentang prosedur operasi 3. Menjelaskan semua prosedur tindakan 4. Menghargai setiap pengetahuan klien tentang penyakitnya 5. Membantu klien untuk mengefektifkan sumber
keluarga besarnya. O: 1. Klien tampak rileks/ santai saat diajak berkomunikasi di ruang penerimaan 2. Klien kooperatif dalam setiap tahapan prosedur operasi 3. Status
hemodinamik
klien
dalam
dukungannya yang bersumber dari keluarganya
batas normal. Vital sign klien, BP=
baik berupa doa dan dukungan dari pihak
110/ 70 mmHg, P=90x/menit, RR=
keluarga
20x/menit, T= 36,6ºC/ axilla
prosedur
operasi/perawatan
(relaksasi
da
imagery) salah satunya adalah teknik napas 14. memastikan kembali mengenai
persetujuan
operasi telah ditandatangani 15. melengkapi
ceklist
operasi
yang
telah
disedikan 2
√
NIC: Penurunan kecemasan 1. Membina hubungan
saling
09.15
S: Klien mengatakan sudah mulai tenang dibandingkan sebelumnya karena sudah
percaya dengan
paham tentang prosedur operasi yang kan
cara memperkenalkan diri dan tim kepada klien.
dihadapi olehnya karena telah dijelaskan
Menjelaskan tugas dan peran setiap tim dalam
oleh perawat bedah serta diberi dukungan
tindakan operasi yang akan dijalani oleh klien
penuh oleh suami dan anak-anaknya serta
2. Melibatkan
keluarga besarnya.
keluarga klien saat menjelaskan
O:
tentang prosedur operasi
1. Klien tampak rileks/ santai saat diajak
3. Menjelaskan semua prosedur tindakan
berkomunikasi di ruang penerimaan
4. Menghargai setiap pengetahuan klien tentang
2. Klien kooperatif dalam setiap tahapan
penyakitnya
prosedur operasi
5. Membantu klien untuk mengefektifkan sumber
3. Status
hemodinamik
klien
dalam
dukungannya yang bersumber dari keluarganya
batas normal. Vital sign klien, BP=
baik berupa doa dan dukungan dari pihak
110/ 70 mmHg, P=90x/menit, RR=
keluarga
20x/menit, T= 36,6ºC/ axilla
A: masalah teratasi
6. Memberikan reinfocement positif kepada klien
P: Intervensi dihentikan
untuk menggunakan sumber koping yang efektif dalam mengahadapi operasinya
Selasa/ 10 Mei 2016/
3
Pagi
NIC: surgical precaution
√
10.34
S:O:
Aktifitas:
1. Klien tampak tiduran di meja operasi 1. Memposisikan klien pada meja operasi dengan
dengan posiisi supinasi terpasang
posisi sesuai kebutuhan prosedural operasi
fiksasi 2. Klien bebas dari cedera tekanan
yakni dengan posisi supine dan difiksasi
sendi terhadap meja operasi 2. Memantau penggunaan instrumen, jarum dan
3. Tidak ada jejas apapun pada sendi
kasa
tubuh klien 4. Sirkulasi perifer klien baik, CRT < 2
3. Memastikan tidak ada instrumen, jarum atau
menit kasa yang tertinggal dalam rongga mulut klien
A: masalah teratasi P : intervensi dihentikan
Selasa/ 10 Mei 2016/ Pagi
4
NIC: kontrol infeksi intra operasi Aktifitas: 1. Menggunakan pakaian khusus ruang operasi
√
10.40 S :O: 1. operator, asisten operator, intrumen menggunakan jas op dan hsndskun streril 2. Semua alat yg digunakan dijamin
A: masalah teratasi
6. Memberikan reinfocement positif kepada klien
P: Intervensi dihentikan
untuk menggunakan sumber koping yang efektif dalam mengahadapi operasinya
Selasa/ 10 Mei 2016/
3
Pagi
√
NIC: surgical precaution
10.34
S:O:
Aktifitas:
1. Klien tampak tiduran di meja operasi 1. Memposisikan klien pada meja operasi dengan
dengan posiisi supinasi terpasang
posisi sesuai kebutuhan prosedural operasi
fiksasi 2. Klien bebas dari cedera tekanan
yakni dengan posisi supine dan difiksasi
sendi terhadap meja operasi 2. Memantau penggunaan instrumen, jarum dan
3. Tidak ada jejas apapun pada sendi
kasa
tubuh klien 4. Sirkulasi perifer klien baik, CRT < 2
3. Memastikan tidak ada instrumen, jarum atau
menit kasa yang tertinggal dalam rongga mulut klien
A: masalah teratasi P : intervensi dihentikan
Selasa/ 10 Mei 2016/
4
Pagi
√
NIC: kontrol infeksi intra operasi
10.40 S :O: 1. operator, asisten operator, intrumen menggunakan jas op dan hsndskun streril 2. Semua alat yg digunakan dijamin
Aktifitas: 1. Menggunakan pakaian khusus ruang operasi
dengan mempertahankan prinsip sterilitas 2. Mempertahankan
strerilisasinya 3. Kelengkapan alat, cara kerja alat dipastikan tidak merusak jalannya operasi A : masalah teratasi P : pertahankan intervensi
prinsip steril di ruangan
selama proses operasi berlangsung
Selasa/ 10 Mei 2016/
5
Pagi
NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif
10.50
S: O:
Aktivitas:
1. Klien bebas hipotermi, Suhu 36,5ºC 1. mengatur suhu ruangan yang nyaman bagi klien
2. Akral klien teraba dingin
dan sesuai dengan protap kamar bedah yakni
3. Klien tidak menggigil 4. Sirkulasi perifer baik, CRT < 2 detik
sebesar 22ºC dengan suhu AC 18ºC 2. memantau
perubahan
hemodinamik
klien
meliputi vital sign khususnya temperature tubuh klien Selasa/ 10 Mei 2016/ Pagi
6
NIC 1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score
√
11.05
S: O: 1. Skoring MFS sebesar 20 dalam
dan penilaian skor pemulihan pasca anestesi 2. Tingkatkan keamanan 3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/
kategori risiko jatuh rendah 2. Klien bebas dari jatuh 3. Skor post anestesi (Aldrete score) sebesar 10 atau klien dapat ditransfer
pagar brankart
ke ruangan interna
dengan mempertahankan prinsip sterilitas 2. Mempertahankan
strerilisasinya 3. Kelengkapan alat, cara kerja alat dipastikan tidak merusak jalannya operasi A : masalah teratasi P : pertahankan intervensi
prinsip steril di ruangan
selama proses operasi berlangsung
Selasa/ 10 Mei 2016/
5
Pagi
NIC: Pengaturan Temperature: Intraoperatif
10.50
S: O:
Aktivitas:
1. Klien bebas hipotermi, Suhu 36,5ºC 1. mengatur suhu ruangan yang nyaman bagi klien
2. Akral klien teraba dingin
dan sesuai dengan protap kamar bedah yakni
3. Klien tidak menggigil 4. Sirkulasi perifer baik, CRT < 2 detik
sebesar 22ºC dengan suhu AC 18ºC 2. memantau
perubahan
hemodinamik
klien
meliputi vital sign khususnya temperature tubuh klien Selasa/ 10 Mei 2016/ Pagi
6
NIC 1. Identifikasi risiko jatuh dengan Morse Fall Score
√
11.05
S: O: 1. Skoring MFS sebesar 20 dalam
dan penilaian skor pemulihan pasca anestesi 2. Tingkatkan keamanan 3. Cegah risiko jatuh dengan pemasangan bedtrail/
kategori risiko jatuh rendah 2. Klien bebas dari jatuh 3. Skor post anestesi (Aldrete score) sebesar 10 atau klien dapat ditransfer
pagar brankart
4. Jaga posisi imobile klien atau miring jika diperlukan
ke ruangan interna
4. Klien sudah paham hal-hal yang harus anastesi
dilakukan
setelah
general
4. Jaga posisi imobile klien atau miring jika
4. Klien sudah paham hal-hal yang harus
diperlukan
dilakukan
setelah
general
anastesi
BAB VI Penutup A. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pe rtumbuhan akibat terhalang oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup. Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi (terpendam).
Kasus gigi impaksi biasanya menimbulkan penyakit karena gigi tersebut susah untuk dibersihkan, sehingga menjadi sarang bakteri. Apabila menimbulkan gejala -gejala seperti migren, kepala pusing, sakit saat buka mulut, dan telinga berdengung harus dilakukan pencabutan gigi
BAB VI Penutup A. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pe rtumbuhan akibat terhalang oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup. Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi. Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi (terpendam).
Kasus gigi impaksi biasanya menimbulkan penyakit karena gigi tersebut susah untuk dibersihkan, sehingga menjadi sarang bakteri. Apabila menimbulkan gejala -gejala seperti migren, kepala pusing, sakit saat buka mulut, dan telinga berdengung harus dilakukan pencabutan gigi impaksi yang disebut dengan odontektomi. Focus pengkajian :
a). Identitas pasien b).Riwayat penyakit sekarang
c).Riwayat penyakit dahulu d). Pengkajian fisik
TTV
Pernafasan
Kardiovaskuler
Perkemihan
Pencernaan
Integrumen
f). Psikososial
Pemeriksaan penunjang
Lab. Darah lengkap
Foto panoramic
g). Diagnosa
Pre : Kecemasan, kurang pengetahuan
Intra: Resiko jatuh, Hipotermi, Cidera akibat posisi
Post : Resiko jatuh
B. Saran a). Mahasiswa dapat mengenal pengkajian fokus klien dengan tindakan odontektomi b). Mahasiswa dapat memahami diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan perioperati klien dengan tindakan operatif odontektomi c). Mahasiswa dapat mengenal intervensi keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan odontektomi d). Mahasiswa dapat mengetahui implementasi keperawatan asuhan keperawatan perioperatif klien dengan tindakan odontektomi e). Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi perawat dalam mengakhiri asuhan keperawatan perioperatif klien dengan tindakan odontektomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4 2. Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d Desember 1993. Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011 3. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3 4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk Pengaruh bentuk gigi gigi geligi terhadap terjadinya impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 6(2):65-6 5. Astuti ERT. Prevalensi karies pada karies pada permukaan permukaan distal gigi geraham dua rahang bawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6 6. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi po Komplikasi post st odontektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dent al Assocation 2009;58(2):20 7. Nasir M, Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila dengan kombinasi teknik flep teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95 8. Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada ruangan pada gigi impaksi 1.1 secara pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and Maxillofacial Surgeon 2004:229-30
9. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed. Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148 10. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5
11. Sinan A, Agar U, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Kosger H. Changes in mandibular third mandibular third molar angle and position and position after unilateral after unilateral mandibular first mandibular first molar extraction. molar extraction. American Journal of Orthodontics of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 2006;129(1):37 12. Beek GCV. Beek GCV. Morfologi gigi 2nd ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L. Jakarta:EGC;1996,p.101
13. Harshanur IW. Harshanur IW. Anatomi gigi. Jakarta : EGC;1991,p.221,239
14. Metalita M. Pencabutan gigi molar ketiga untuk mencegah terjadinya gigi berdesakan anterior rahang bawah. Available from :URL: http://www.pdgionline.com/v2/index.php?option=com_conten online.com/v2/index.php ?option=com_content&task=view&id=582&Itemid= t&task=view&id=582&Itemid=1 1 Accessed Juni 19, 2011
15. Obimakinde OS. Impacted mandibular third molar surgery; an overview. Dentiscope 2009;16:2-3 16. Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126-7
17. Lukman D. Penentuan lokasi roentgnografi gigi impaksi. Journal of the Indonesian Dental Association 2004;54(1):10-13 18. Marzola C, Comparin E, Filho JLT. Third molars classifications prevalence classifications prevalence in the cities of cunha of cunha pora, pora, maravilha and palmitos and palmitos in the northwest of santa of santa catarina state in brazil. in brazil. Available from: URL:http://www.actiradentes.com.br/revista/2007/text os/3RevistaATO-Prevalence_Third_Molars_Positions-2007.pdf Accessed Juni 6, 2011
LAMPIRAN 1:
Prosedure tindakan operasi odontektomi odontektomi Alat yang dibutuhkan
Set Bedah Mulut 1. Sponge Holding Forcep 2. Bengkok 3. Kom Kecil 4. Doek Klem 5. Handle scaple no. 3 6. Spreader / Self Retraining Retractor 7. Needle Holder 20 cm gold 8. Tongue Spatel 9. Pinset Lebar ujung Kecil 10. Pinset Bengkok Kecil Langular 11. Pinset Kecil Lengkung Curved 12. Pinset Panjang Ujung Kecil 13. Pinset Bengkok Beyonet 14. Canul Suction Type De Bakery 15. Pean Bengkok 20 cm 16. Ovarium Clamp 17. Gunting Jaringan 15 cm (tumpul/tajam) 18. Gunting Benang 14 cm 19. Trianggle 20cm 20. Mouth Bags 21. Respatorium 22. Langen Back 23. Allis Clamp 24. Bak Instrument
Set Pendukung (Bedah Mulut) 1. Spuit injeksi dan extracain 2. Scapel dan scapel holder 3. Bur bulat 4. Needle dan Needle holder 5. Bone file 6. Pinsent chirurgi 7. Suction 8. Tang molar RB 9. Bein
1. 1. 2. 4. 1. 1. 2. 2. 2. 2. 1. 1. 1. 1. 2. 1. 2. 2. 1. 1. 1. 1. 1. 1.
10.Suture
Set Tambahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Hanscoon Seril 3 pasang Kassa 30 lembar Bisturi no. 11 Spuit 10cc Suction Nacl Povidon Iodin Benang T.Chromic 2-0 (round)
Linen 1. Duk Kecil
2.
2. Duk Sedang
2.
3. Duk Besar
2.
4. Gaun Operasi
3.
5. Towel Hand
3.
Premedikasi Ondancentron 4mg Methylprednisolon 125mg Dipenhyramine 10mg
Anesthesi Jenis Anesthesi : GA (General Anesthesi) Dengan
: Propofol 150mg Fentaine 100mg Atracorium 25mg
Alergi (-) Asma (-)
Langkah Operasi
Pre Operasi
1. Pengkajian H-1 :
Tgl. 09-05-2016, Jam : 19:40
2. 3.
4. 5.
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri perawat (BHSP) Identifikasi pasien Menanyakan keluhan pasien Menanyakan kesiapan pasien saat mau operasi Persiapan fisik, dan psikologis pada pasien oleh perawat di ruang perawatan Persiapan pembersihan diri pasien yaitu mandi Pasien datang di ruang serah terima IBS RSUD Kota Se marang dari ruang Arimbi RSUD Kota Semarang Timbang terima perawat IBS - Perawat Ruangan (mengisi cheklist penerimaan pasien ) Mempersiapkan dan melengkapi inform concent yang dibutuhkan Memeriksa identitas pasien dan kelengkapan pasien yang akan dioperasi Memeriksa keadaan umum pasien dan memberikan tanda jika ada tanda khusus (fall risk atau allergy) Pasien diantar ke OK 6 Pasien di posisikan dalam keadaan supine di meja operasi SING IN ( dilakukan sebelum induksi di hadiri oleh perawat ibs, dr anestesi) Tabel (lampiran 2)
6. Persiapan proses induksi oleh tim anesthesia (GA)
Intra Operasi
7. Perawat instrument menyiapkan alat, cuci tangan bedah, gauning, gloving,
8. Asepsis dan antisepsis daerah operasi
1. Melakukan desinfeksi pada area mulut sekitar pasien dengan povidon iodine 2. Melakukan proses drapping
Time Out ( kode time out oleh scrub nurse dan di bacakan oleh sirculating nurse ) Tabel Time Out ( Lihat lampiran 2) 1. Operator bedah memasang spreader/self retraining retractor ,sebelumnya asisten memberikan jelly di mukosa bibir 2. Asisten memegang suction dan tongue spatel 3. Operator bedah mulai melakukan insisi dengan bisturi no.11 pada gusi , memisahkan gusi dengan rasparaturium sampai gigi terlihat. 4. Operator menggunakan boor mata boor bulat untuk memisahkan gigi dengan tulang , mata boor panjang untuk membelah gigi.dan dilakukan irigasi 5. Operator menggunakan benhin untuk menggoyangkan gigi 6. Gigi dicabut dengan roots and incosors and cupids 7. Gunakan crayer untuk mencungkil sisa akar gigi 8. Irigasi dengan Nacl dengan spuit 10cc, lakukan proses suctioning 9. Hentikan perdarahan dan lakukan jahit gusi dengan cromic 2/0 teper
10. Setelah bersih, lakukan penghitungan jumlah alat instrument, dan kassa Sign Out Tabel (lihat Lampiran 2)
11. 12. 13. 14. 15.
Bersihkan area mulut dengan Kassa yang dibasahi dengan Nacl Lepas spreader / self retraining retractor Rapikan linen dari pasien, lepas doek clamp Mengahiri proses induksi, bangunkan pasien (oleh tim anesthesi) Mempersiapkan pasien untuk diantar ke ruang recovery room
Post Operasi
Pemantauan di Recovery Room
1. Posisi tidur sims / miring kanan di RR
2. Vital sign dalam batas normal TD: 120/70 mmHg Nadi: 90x/m
RR: 16x
SpO2: 98%
Adelt score Aktivitas Pernafasan
: 2 (mampu menggerakan 4 ektremitas) : 2 (dapat bernafas dalam)
Sirkulasi
: 2 (TD ± 20 mmHg level pra anestesi)
Kesadaran
: 2 (sadar sempurna)
Saturasi
: 2 (dapat mempertahankan SO 2 > 92% pada udara kamar inhalasi O2 untuk mempertahakan)
membutuhkan
Kesimpulan skor : 10
3. Setelah 15 menit di ruang recovery room, pasien di pindahkan ke ruang rawat inap Arimbi oleh perawat ruangan 4. Timbang terima dengan perawat Ruang Arimbi operan pada perawat ruang, medikasi ( lihat lampiran 3 ) , klien boleh makan jika tidak ada mual dan muntah, dan boleh bergerak setelah 1x24 jam (jika tidak pusing).
LAMPIRAN 2:
DOKUMENTASI VISITE H-1
SURGICAL SAFETY FORM Nama :.Ny. I
Umur 39 th
(P)
Reg: 139xx
Ruang Arimbi
Kls VIP
JaminanBPJS Non IPB
Alamat : : Jl. Nakula Ii No. 07 Puwudadi Grobongan Jawa Tengah DPJP. Dr. Paul V I S I T E
Anestetis dr. Donny, Sp.An
Ajarkan pasien cara batuk efektif, nafas dalam, exercise extrimitas bawah dan anjurkan pada pasien untuk melakukan segera setelah pasien sadar dari anestesi
R A W A Diagnosa praoperasi T
Rencana Operasi Odontektomi
Teeth Impacted 28, 38 I N A P
Rencana anestesi
Premedikasi diberikan di OK Istimasi waktu yang dibutuhan ±30 menit
TT Pembimbing
TT Pratikan
Dwy Setyana
Team
Alat khusus set penunjang operasi gigi
Berikan tanda garis ( – ) menggunakan pental permanent marker pada gambar di bawah ini dan pada tubuh pasien sesuai dengan rencana area tempat insisi luka operasi bila memungkinkan. Depan
Belakang
Sisi kanan
Sisi kanan
Diskriptifkan area operasi dan tempat insisi operasi
Site marking tidak dapat
diterapkan namun marking dibuat langsung pada hasil foto panoramic klien.
Posisi pasien dalam operasi…: supine position, neck hiperekstention. Persiapan Preoperasi oleh parawat asal pasien dan timbang terima dengan perawat kamarr operasi Gelang
I R N A & I B S
identitas
IC
Bedah (L/TL)
IC
Anestesi (L/TL)
Gigi
palsu
Mandi
Keramas
Penyakit Kronis
Asal pasien
IBS
Persiapan Kulit
DM
Tensi
120/70
Tensi
120/80
Lavement
TB Paru
Nadi
98
Nadi
90………
Puasa
Hipertensi
Nafas
16……
Nafas
20…
Suhu
36.5…
jam…24.00
36,5 … Soft lens
Infus
Lipstik
DC
HIV/AIDS
Kutek
NGT
BB
Hepatitis B-C-A
Eyes
WSD
shadow
Asesoris
Oral
Higyne
…
60 kg
Premedikasi Rose
Suhu
di ruang Ok jam 09.15………..dengan profilaksis
Cefotaxime 2x1 gram/ IV di ruangan interna
Drainage
Catatan Alergi tidak ada alergi……
Bidai
Colar fiksasi
………………………………………………………………………… ……………
Surgical Safety Checklist Dilakukan sebelum induksi anestesi, minimalnya oleh perawat & ahli anestesi Indikator
Sdh
Dilakukan sebelum insisi, minimalnya oleh perawat, ahli anestesi, operator
Blm
Indikator
nama dan peran masing 2 seluruh anggota tim
1) Idenitas dan gelang pasien
2. Konfirmasi
1) Nama pasien
3) Prosedur
2) Prosedur
4) Persetujuan operasi
3) Lokasi insisi
7. Pulse
oximeter sudah terpasang dan berfungsi
2. Jumlah
√
6. Pencegahan
Instrument Sponge Jarum
Kejadian Tidak Diharapkan
√
3. Spesimen
telah dib asal jaringan speci
( KTD )
√
Bidang Bedah
Tdk
4. Adakah
√
2) Berapa istimasi lama operasi± 30 menit (1/2 jam)
√
8. Apakah antisipasi kehilangan darah ?
10.
√
Bidang Anestesi
11.
√
Adakah masalah spesifik pada pasien/kasus ini ?
9. Kesulitan bernafas/risiko aspirasi?
Tersediakah peralatan/bantuan Risiko kehilangan darah > 500 ml (7 ml/ Kg BB pada anak) Dua akses intravena/akses sentral dan rencana terapi cairan
√
√
Bidang Keperawatan
√
1) Sudahkan cek alat steril
√
2) Adakah alat khusus
7. Sudahkah
hasil MRI, CT-Scan, Foto
√
Ro” terpasang ?
Ahli Bedah, Pesan khusus dari perawatan di RR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tidur tanpa me Makan jika tida Bergerak secar Diit lunak sela Menjaga hygie Observasi vital
……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ….…………… …….………… ……….……… ………….…… …………….… ……………….
Tanda tangan Operator
Anesthetist
masalah de
5. Oleh
1) Apakah kemungkinan timbul kesulitan dalam operasi ? Apakah tindakan alternatif ?
√
pasien mempunyai riwayat alergi
instrument,
Item
profilaksis sudah diberikan 60 menit sebelumnya ?
Ya
8. Apakah
melakukan nama prosedur tind
4. Antibiotik
operasi sudah diberi tanda
dan obat-obat anestesi sudah di cek lengkap
1. Perawat
meliputi :
2) Lokasi operasi
5. Mesin
Tdk
1. Sebutkan
1. Pasien telah dikonfirmasi meliputi :
3. Lokasi
Ya
Dilakukan sebelum
Pratikan