ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. W DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA BRONKIALE DENGAN STROMA LEHER SINISTRA
DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RUANG MAWAR RSUD WONOSARI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Laboratorium Klinik
Keperawatan Medikal Bedah II
Disusun oleh:
Rina Zulistin P07120113067
A'an Misen P07120113074
Parel P07120113104
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan yang berjudul "Asuhan Keperawatan Ny W dengan Diagnosa Medis Asma Bronkiale dengan Stroma leher Sinistra".
Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk melengkapi tugas Praktik Klinik Mata Kuliah KMB II yang diberikan kepada kami. Pembuatan Asuhan Keperawatan ini tidak akan terlaksana tanpa adanya kerjasama, bantuan, dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
Tri Prabowo, S. Kp, M. Sc. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Yogyakarta,
Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Pembimbing Akademik Keperawatan Medikal Bedah,
Surantono, APP., M.Kes selaku Pembimbing Akademik Keperawatan Medikal Bedah,
Pembimbing Lapangan Bangsal Penyakit Dalam Ruang Mawar RSUD Wonosari,
Teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami percaya dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini banyak sekali kekurangan, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini. Demikian Asuhan Keperawatan ini kami susun, apabila banyak kesalahan penyusun mohon maaf dan semoga Asuhan Keperawatan ini bermanfaat bagi pembaca.
Wonosari, Januari 2015
Kelompok 4
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. W DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA BRONKIALE DENGAN STROMA LEHER SINISTRA
DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RUANG MAWAR RSUD WONOSARI
Diajukan untuk disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Wonosari, Januari 2015
Mengetahui,
Pembimbing Lapangan Pembimbing Pendidikan
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas (Lewis et al., 2000).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Asma bronkiale adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990). Pengertian lain dari asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Smeltzer & Bare, 2002).
Prinsip yang mendasari asma menurut beberapa definisi diatas bahwa pada asma bronkial ini terjadi penyempitan bronkus yang bersifat reversible yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen. Asma bronkial juga bisa dikatakan suatu sindrom yang ditandai dengan adanya sesak nafas dan wheezing yang disebabkan oleh karena penyempitan menyeluruh dari saluran nafas intra pulmonal.
Anatomi Fisiologi
Anatomi
Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
Fisiologi
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.
Klasifikasi Asma
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
Asma Intermiten (asma jarang)
Gejala kurang dari seminggu
Serangan singkat
Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
Asma mild persistent (asma persisten ringan)
Gejala lebih dari sekali seminggu
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
Gejala setiap hari
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
FEV 1 tau PEV 60% – 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
Asma severe persistent (asma persisten berat)
Gejala setiap hari
Serangan terus menerus
Gejala pada malam hari setiap hari
Terjadi pembatasan aktivitas fisik
FEV 1 atau PEF = 60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian
Patofisiologi
Ciri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus, yang disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos bronkus, pembengkakan atau edema mukosa bronkus, dan hipersekresi mukosa/ kelenjar bronkus (Smeltzer, 2002; Sundaru, 2001). Saluran nafas yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelainan pada jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian fungsional paru (Rab,1996). Smeltzer (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar. Sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap dalam jaringan paru (Smeltzer, 2002). Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat menimbulkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.
Pathway
Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah : (Smeltzer & Bare, 2002).
Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah :
Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
Sianosis
Silent Chest
Gangguan kesadaran
Tampak lelah
Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Terdapatnya neutrofil eosinofil
Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
Pemeriksaan faal paru
Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni:
Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jam
Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
Pengobatan non farmakologik
Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
Pengobatan farmakologik
Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
Pengobatan selama serangan status asthmatikus
Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
Antibiotik spektrum luas.
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas klien
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
Riwayat keluarga: riwayat keturunan
Status mental : lemas, takut, gelisah
Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
Pemeriksaan Fisik
Dada:
Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
Keabnormalan struktur Thorax
Contour dada simetris
Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
Temperatur kulit
Premitus : fibrasi dada
Pengembangan dada
Krepitasi (bunyi seperti gesekan rambut dengan jari)
Massa
Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan).
Auskultasi:
Vesikuler
Broncho vesikuler
Hyper ventilasi
Rochi
Wheezing
Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
Diagnosa Keperawatan
NO
DIAGNOSA
TUJUAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
( NIC )
RASIONAL
( NOC )
1.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Jalan nafas kembali efektif.
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran
Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
Berikan air hangat.
Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
2.
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Pola nafas kembali efektif.
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Dapat meningkatkan/ banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
3.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
Timbang berat badan dan tinggi badan.
Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Air hangat dapat mengurangi mual.
Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Menetapkan kebutuhan/
kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
5.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
Identitas
Tanggal Pengkajian : 6 Januari 2014
Jam : 16.00 WIB
Sumber Data : Pasien,Keluarga, Rekam Medis, Tim Kesehatan
Pasien
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : -
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku / Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Panggul Tengah Candirejo
Diagnosa Medis : Ashma Bronchiale dengan Stroma
Nomor CM : 61 31 51
Tanggal masuk perawatan : 5 Januari 2014
Keluarga / Penanggung Jawab
Nama : Ny. N
Umur : 50 tahun
Hubungan dengan pasien : Anak
Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan sakit perut, pasien mengatakan batuk dengan dahak, pasien mengatakan di lehernya seperti ada dahak yang mengumpul, pasien mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan saat dibatukkan dahak susah untuk keluar, pasien mengatakan jika untuk tidur semakin sesak dan nyeri dada. Pasien mengatakan pada lehernya terdapat benjolan yang sudah dirasakan ± 5 bulan yang lalu.
Keluhan Utama Saat Pengkajian
Saat pengkajian pasien pada tanggal 6 januari 2015 pasien mengatakan sesak nafas, pasien terlihat batuk dan mengeluarkan dahak tetapi sulit untuk dikeluarkan, sputum yang keluar berwarna putih kental, pasien mengatakan pusing, saat benjolan leher di palpasi pasien mengatakan sakit , benjolan berdiameter ± 3 cm dan keras.
Kesehatan sekarang
Pasien terpasang infus RL + 1/2 amp Aminophilin 20 Tpm, Pasien terpasang O2 4 liter/menit, pasien mengatakan sesak nafas dan saat batuk tidak bisa mengeluarkan dahaknya semua hanya sedikit-sedikit, pasien mengatakan pada lehernya seperti ada dahak yang banyak dan susah untuk dikeluarkan, pasien terlihat nafasnya dangkal dengan RR : 46 x/menit, Suhu : 36,5 ° C, TD : 140 / 70 mmHg, N : 94 x/menit.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan pasien belum pernah menderita penyakit yang sama, pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, keluarga pasien mengatakan pasien merasa ada benjolan di leher sudah ± 5 bulan, pasien mengatakan sesak nafas dialami sejak tanggal 31 Desember 2014 kemudian diperiksakan ke dokter tetapi keluarga minta untuk di rawat di rumah kemudian pada tanggal 5 januari 2015 sesak nafas semakin parah sehingga pasien di periksakan kembali ke dokter kemudian pasien di rujuk ke RSUD Wonosari.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan kurang mengetahui ada tidaknya keluarga yang menderita penyakit yang sama. Keluarga pasien mengatakan keluarganya tidak memiliki penyakit keturunan seperti Asma, Hipertensi, Jantung dan Diabetes Mellitus.
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan.
Pola Kebiasaan Pasien
Aspek Fisik - Biologis
Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum Sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3 kali sehari dengan porsi sedang dengan nasi sayur dan lauk . Pasien mengatakan minum 6-7 gelas air putih, pasien mengatakan suka minum teh hangat saat pagi hari.
Selama Sakit
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit mendapatkan bubur tetapi pasien tidak menghabiskannya karena pasien ingin mengeluarkan dahaknya dan batuk-batuk. Keluarga pasien mengatakan pasien minum air putih 9-10 gelas karena ingin melegakan pada tenggorokannya yang rasanya seperti terdapat dahak yang banyak.
Pola Eliminasi
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan b.a.b setiap hari 1 x dan b.a.k 6-7 kali per hari.
Selama Sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien selama sakit b.a.b dan b.a.k seperti biasa sebelum sakit. Pasien memakai pampers tetapi jika pasien ingin b.a.b dan b.a.k ke kamar mandi keluarga selalu mengantarnya.
Pola Aktivitas Istirahat – Tidur
Pola Aktivitas dan latihan
Keluarga pasien mengatakan pasien sudah tidak bekerja tetapi pasien masih suka ke sawah dengan suaminya untuk bercocok tanam, pasien mengatakan jika setelah pulang dari sawah pasien merasa sesak nafas ( pasien mengatakan menggeh-menggeh ).
Keadaan Pernafasan
Saat di rawat rumah sakit pasien mengatakan sesak nafas dengan RR : 46 x/ menit dan pasien terlihat nafasnya dangkal, pasien terpasang O2 kanul binasal 4 liter/ menit.
Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya tidur 5-6 jam setiap harinya, pasien mengatakan di rumah jika sudah tidur tidak mudah terbangun.
Selama sakit
Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien susah tidur dan sering terbangun karena lingkungan yang ramai. Pasien mengatakan jika untuk tiduran sesak nafasnya semakin sakit.
Pola Kebersihan Diri
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien di lap oleh keluarga dengan air hangat dan dibersihkan 2 x dalam sehari.
Riwayat Psikologi
Status Emosi
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien mengeluh sesak nafas.
Gaya Komunikasi
Pasien berkomunikasi dengan bahasa jawa, pasien jika diajak berbicara dapat menjawab dengan suara lirih.
Riwayat Sosial
Keluarga pasien mengatakan pasien jarang mengeluh sakit, keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dengan baik.
Riwayat Spiritual
Keluarga pasien mengatakan pasien sebelum sakit shalat 5 waktu dengan rajin tetapi selama sakit pasien tidak melaksanakan shalat 5 waktu karena kondisi yang tidak memungkinkan.
Pemeriksaan Fisik
Keluhan umum : lemas, lemah
Tingkat kesadaran: composmentis
Pengukuran antropometri
BB : 35 Kg
TB : 140 cm
IMT : 17,85 Kg/m2
Tanda vital :
TD : 140/70 mmHg
N : 94 x / menit
RR : 35 x / menit
S : 36,5 °C
Pemeriksaan Kepala
Kepala
Bentuk kepala Brakhiocephalus, simetris, tidak ada luka, rambut pasien sudah berwarna putih, kulit kepala pasien bersih.
Leher
Leher pasien simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada lesi terdapat stroma pada leher sinistra dengan diameter ± 3 cm, stroma saat dipalpasi teraba keras.
Pemeriksaan Wajah
Mata
Konjungtiva tidak anemis, keluarga mengatakan mata pasien masih bisa melihat dengan jelas.
Telinga
Keluarga pasien mengatakan pasien pendengarannya masih bisa mendengar dengan jelas, telinga simetris, tidak ada luka, telinga pasien terlihat bersih.
Hidung
Simetris, pada hidung pasien terdapat sekret, Hidung pasien tidak ada pembesaran polip.
Mulut
Mulut pasien terlihat berwarna pucat, kering, simetris, tidak ada stomatitis.
Pemeriksaan Thoraks/ dada
Inspeksi
Bentuk dada asimetris, kulit keriput, pasien batuk kering, tidak ada lesi, terdapat retraksi, pasien nafas dangkal.
Auskultasi
Catatan Dokter : vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Pertumbuhan rambut tidak ada, simetris, tidak ada benjolan, terdapat retraksi.
Auskultasi
Bising usus : 22 x/menit
Perkusi
Kuadran I : dull
Kuadran II : dull
Kuadran III : tympani
Kuadran IV : tympani
Palpasi
Saat abdomen dipalpasi pasien mengatakan tidak nyeri.
Pemeriksaan Genetalia
Tidak terkaji, pasien memakai pampers.
Pemeriksaan Ekstermitas
Ekstermitas atas : anggota gerak lengkap, tidak ada fraktur, capillary refill tidak lebih dari 3 detik, ekstermitas dapat digerakkan dengan baik.
Ekstermitas bawah : anggota gerak kaki lengkap, tidak ada fraktur, ekstermitas dapat digerakkan dengan baik, tidak ada luka.
Pemeriksaan Kulit / Integument
Kulit terlihat tidak ada lesi, turgor kulit jelek, struktur keriput, akral dingin.
Hasil EKG
HR : 94 bpm
Data Penunjang
Hasil Lab tanggal 7 Januari 2014 pukul 06.00 WIB
Pemeriksaan
Hasil
Normal
Hemoglobin
12,4 gr%
12 – 16 gr%
A Leukosit
6800 µ/l
4300 – 11400 µ/l
Trombosit
435.000
150.000 – 450.000
HCT/HMT
36 %
37 %
Glukosa sesaat
141 mg/dl
76 – 110 mg/dl
SGOT
14
SGPT
17
Cholesterol Ttl
234 mg/dl
50 – 220 mg/dl
HDL Chlorest
70 mg/dl
55 – 65 mg/dl
LDL Chlorest
154
<150 mg/dl
Tryglyserida
49 mg/dl
<200 mg/dl
CK-MB
12
LDH
70 µ/l
<480 µ/l
Urea
5 mg/dl
15 – 45 mg/dl
Creatinine
0,6 mg/dl
0,6 – 1,3 mg/dl
Terapi
RL + Aminophilin 20 Tpm
O2 kanul binasal 4 liter/menit
Ventolin per 8 jam
Fexotid per 8 jam
ISDN 3 X 1/2
CPG 1 X 1
Diovan 1 x 40
Analisa Data
Hari, tanggal : Selasa, 6 Januari 2014
Waktu : 18.00 WIB
Data
Masalah
Penyebab
DS :
Pasien mengatakan batuk dengan dahak
Pasien mengatakan di lehernya seperti ada dahak yang mengumpul,
Pasien mengatakan saat dibatukkan dahak susah untuk keluar,
sputum yang keluar berwarna putih kental
DO :
Pasien nafas dangkal.
Catatan Dokter : vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
TTV
TD :140/70 mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,5 °C
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Akumulasi mukus.
DS :
Pasien mengatakan sesak nafas
Pasien mengatakan jika untuk tidur semakin sesak dan nyeri dada
DO :
RR : 46 x/menit,
Pernafasan pasien terlihat dangkal
Bunyi nafas pasien abnormal terdapat sekret
Tidak efektifnya pola nafas.
Penurunan ekspansi paru
DS :
Pasien mengatakan lemas
Pasien mengatakan pusing
DO :
Tingkat kesadaran composmentis
Keadaan umum : lemah
Dalam beraktivitas pasien terlihat dibantu keluarga.
Intoleransi aktivitas
Kelemahan fisik
Diagnosa Keperawatan
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan Akumulasi mucus ditandai dengan
DS :
Pasien mengatakan batuk dengan dahak
Pasien mengatakan di lehernya seperti ada dahak yang mengumpul,
Pasien mengatakan saat dibatukkan dahak susah untuk keluar,
sputum yang keluar berwarna putih kental
DO :
Pasien nafas dangkal.
Catatan Dokter : vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
TTV
TD :140/70 mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,5 °C
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru ditandai dengan
DS :
Pasien mengatakan sesak nafas
Pasien mengatakan jika untuk tidur semakin sesak dan nyeri dada
DO :
RR : 46 x/menit,
Pernafasan pasien terlihat dangkal
Bunyi nafas pasien abnormal terdapat sekret
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
DS :
Pasien mengatakan lemas
Pasien mengatakan pusing
DO :
Tingkat kesadaran composmentis
Keadaan umum : lemah
Dalam beraktivitas pasien terlihat dibantu keluarga.
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
6 januari 2015
17.00 WIB
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan Akumulasi mucus ditandai dengan
DS :
Pasien mengatakan batuk dengan dahak
Pasien mengatakan di lehernya seperti ada dahak yang mengumpul,
Pasien mengatakan saat dibatukkan dahak susah untuk keluar,
sputum yang keluar berwarna putih kental
DO :
Pasien nafas dangkal.
Catatan Dokter : vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
TTV
TD :140/70 mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,5 °C
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Setelah diasuh keperawatan selama 3 x 24 jam jalan nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil
Sesak berkurang, batuk berkurang,
Klien dapat mengeluarkan sputum,
Wheezing berkurang /hilang,
vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
6 januari 2015
17.00 WIB
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran
Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektifan memperbaiki upaya batuk.
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
Berikan air hangat.
Rina
Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru ditandai dengan
DS :
Pasien mengatakan sesak nafas
Pasien mengatakan jika untuk tidur semakin sesak dan nyeri dada
DO :
RR : 46 x/menit,
Pernafasan pasien terlihat dangkal
Bunyi nafas pasien abnormal terdapat secret ( ronchi )
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Setelah diasuh keperawatan selama 3 x 24 jam Pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil
Pola nafas efektif,
bunyi nafas normal atau bersih,
TTV dalam batas normal, batuk berkurang,
ekspansi paru mengembang.
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
6 januari 2015
17.00 WIB
Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rina
Dapat meningkatkan/ banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
DS :
Pasien mengatakan lemas
Pasien mengatakan pusing
DO :
Tingkat kesadaran composmentis
Keadaan umum : lemah
Dalam beraktivitas pasien terlihat dibantu keluarga.
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Setelah diasuh keperawatan selama 3 x 24 jam pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. dengan kriteria hasil
KU klien baik,
Badan tidak lemas,
Klien dapat beraktivitas secara mandiri,
Kekuatan otot terasa pada skala sedang
Rina
6 januari 2015
17.00 WIB
Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
6 januari 2015
17.00 WIB
Menetapkan kebutuhan/
kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rina
Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Rina
Implementasi dan Evaluasi
Waktu
Implementasi
Evaluasi
Paraf
6 Jan 2014
23.50 WIB
Mengelola pemberian O2 kanul binasal 4 liter/menit
S :
Pasien mengatakan sputum yang keluar berwarna putih, kental.
Pasien mengatakan lebih enakan setelah diberi O2
Pasien mengatakan lebih lega setelah di nebul
O :
Pasien terpasang O2
Nebul ventolin + fexotid
Pasien dengan posisi semi fowler
A : Masalah tercapai sebagian
P : lanjut intervensi
Rina
Memberikan ventolin + fexotid dengan nebul
Mengobservasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektifan memperbaiki upaya batuk.
Membantu memposisikan pasien untuk posisi semi fowler
7 jan 2014
06.00 WIB
mengauskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
S :
Pasien mengatakan semalaman tidak dapat tidur
Pasien mengatakan saat melakukan batuk efektif sputum bisa keluar
O :
Suaran nafas pasien ronchi
RR : 40 x /menit
Melatih pasien nafas dalam dan latihan batuk efektif
Membatasi pengunjung
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut intervensi
Rina
Mendorong / membantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Daftar Pustaka
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM