ARTHROPODA
Diterbitkan Oleh R.A.De.Rozarie (Anggota Ikatan Penerbit Indonesia) Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177 Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia www.derozarie.co.id –
[email protected]
Arthropoda © Oktober 2017 Eklektikus: Sonja Verra Tinneke Lumowa Editor: Jantje Ngangi Master Desain Tata Letak: Krisna Budi Restanto
Angka Standar Buku Internasional: 9786021176221 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan
Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang digunakan atau direproduksi dengan tujuan komersial dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari R.A.De.Rozarie kecuali dalam hal penukilan untuk keperluan artikel atau karangan ilmiah dengan menyebutkan judul dan penerbit buku ini secara lengkap sebagai sumber referensi. Terima kasih
PENERBIT PERTAMA DENGAN KODE BATANG UNIK
KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga buku berjudul ”Arthropoda” ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Perlu diakui bahwa dalam banyak hal penulisan buku ini menemui berbagai kendala, namun atas dukungan berbagai pihak kendala tersebut dapat diatasi dan oleh karenanya penulis perlu untuk mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan buku ini, suami, anak-anak, teman-teman dosen FKIP UNMUL dan berbagai pihak yang karena keterbatasan yang ada tidak dapat disebutkan satu per satu. Tujuan dari penyusunan buku mengenai Arthropoda ini adalah tentu untuk mempermudah pembaca yang ingin memperdalam wawasan mengenai Arthropoda sebagai salah satu filum yang paling sukses, dalam hal ini tentu materi yang akan dibahas adalah mengenai klasifikasi dan karakteristik Arthropoda serta mengapa dan bagaimana Arthropoda dapat menjadi filum yang begitu sukses. Buku ini disusun berdasarkan kurikulum yang ada diperguruan tinggi sehingga secara khusus ditujukan untuk mahasiswa yang berada di jurusan MIPA, terutama mahasiswa Biologi dan Pendidikan Biologi. Namun, secara umum buku ini dapat pula dijadikan acuan bagai kalangan pelajar atau umum yang tertarik dengan topik yang dibahas dalam buku ini. Buku ini terdiri dari 14 BAB, dimana BAB I menjelaskan hal-hal yang umum pada Arthropoda, BAB II mengenai evolusi yang dilalui Arhropoda, BAB III mengenai mengapa dan bagaimana Arthropoda menjadi filum yang sukses di bumi, BAB IV menjelaskan mengenai rancangan tubuh arthropoda yang dibahas lebih dalam, dimana secara ringkas hal ini juga terdapat pada BAB I, BAB V membahas mengenai subfilum Trilobita, dimana pada BAB VI dijelaskan kelompok paling mendominasi dari Trilobita, yaitu Agnostoid, pada BAB VII dibahas mengenai Chelicerate, dimana pada BAB VIII dijelaskan mengenai kelompok paling mendominasi dari Chelicerate, yaitu Arachnida, pada BAB IX dibahas mengenai Crustacea, dimana pada BAB X dibahas mengenai Malacostraca sebagai kelompok yang paling mendominasi dari crustacea, pada BAB XI dibahas mengenai Uniramia, dimana pada BAB XII dijelaskan mengenai kelompok yang paling mendominasi dari Uniramia, yaitu Insekta, kemudian pada dua BAB terakhir dibahas mengenai Arthropoda sebagai vector penyakit, yaitu pada BAB XIII dan pada BAB XIV dibahas mengenai Arthroposa sebagai OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Dalam rangka memahami dunia, manusia berusaha sedemikian rupa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam beberapa kurun waktu terakhir ini, salah satu ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan yang sangat pesat adalah Biologi, yang sepintas pun dapat diketahui bahwa Biologi ini adalah ilmu yang mempelajari makhluk hidup, namun, sejujurnya bukan hanya sebatas i
mahkluk hidup, perkembangannya kini juga mengarah pada lingkungan yang ada disekitar makhluk hidup. Hingga saat ini, makhluk hidup merujuk pada tiga, yaitu manusia, hewan dan tumbuhan. Tidak seperti kelihatannya, ”Biologi” yang sederhana dan hanya merujuk pada tiga hal utama, manusia, hewan dan tumbuhan, ternyata dari hari-kehari merupakan wawasan keilmuan yang begitu luas dan lagi pesat perkembangannya, tentunya diketahui bahwa pada saat ini Biologi tidak hanya tentang manusia, hewan dan tumbuhan, tapi ternyata juga terdapat mahkluk-makhluk mikroskopis yang menjadi objek kajiannya. Keluasan objek kajian inilah yang mau tidak mau membuat para ilmuan yang jika ingin memahami suatu objek kajian Biologi secara mendalam perlu mendalaminya secara terfokus sehingga jadilah Biologi dibagi kedalam berbagai cabang ilmu, seperti misalnya Zoologi. Zoologi adalah cabang biologi yang mempelajari struktur, fungsi, perilaku, serta evolusi hewan. Ilmu ini antara lain meliputi anatomi perbandingan, psikologi hewan, biologi molekular, etologi, ekologi perilaku, biologi evolusioner, taksonomi, dan paleontologi. Kajian ilmiah zoologi dimulai sejak sekitar abad ke16. Manusia telah terpesona oleh anggota lain dari kerajaan hewan sepanjang sejarah. Awalnya, di bumi Eropa, mereka berkumpul dan katalog deskripsi hewan aneh dari tanah jauh atau laut dalam, seperti dicatat dalam Physiologus dalam karya Albertus Magnus. Karyanya sebagian besar didasarkan pada tulisan-tulisan Aristoteles (384-322 SM). Magnus ‘De animalibus libri XXVI bukan hanya edisi yang berkomentar tentang sejarah alam, tetapi tetap salah satu studi yang paling luas pengamatannya terhadap zoologi yang diterbitkan sebelum zaman modern. Ditemukan pada perkembangan ilmu di Arab dan Cina . Sarjana Al-Jahizz (781868) menulis Kitab Hewan. Dua penulis besar Cina di bidang ini adalah Su Song (1020-1101) dan Shen Kuo (1031-1095) masa Dinasti Song, namun ada banyak lainnya. Pada zaman Romawi, penulis utama tentang sejarah alam adalah Pliny the Elder. Zoologi ilmiah benar-benar dimulai pada abad ke 16 dengan kebangkitan semangat baru observasi dan eksplorasi, tetapi untuk waktu yang lama berlari kursus terpisah tidak dipengaruhi oleh kemajuan penelitian medis anatomi dan fisiologi. Semangat penyelidikan yang sekarang untuk pertama kalinya menjadi umum menunjukkan diri di sekolah-sekolah anatomi universitas Di Italia abad ke-16 dan lima puluh tahun kemudian menyebar ke Universitas Oxford yang pertama didirikan untuk menghidupkan akademi Eropa, Akademisi Naturae Curiosorum (1651) membatasi diri dengan deskripsi dan ilustrasi struktur tanaman dan hewan, sebelas tahun kemudian, Royal Society of London didirikan oleh piagam kerajaan. Tak lama kemudian kemudian Akademi Ilmu Pengetahuan Paris didirikan oleh Louis XIV. Kolektor dan systematisers jatuh tempo pada paruh kedua abad ke-18, Linnaeus, ahli anatomi lainnya seperti John Hunter juga mulai ii
bekerja untuk memeriksa anatomi kerajaan hewan keseluruhan dan untuk mengtaksonomikan anggotanya dengan bantuan dari hasil studi yang cermat. Leeuwenhoek, seorang naturalis asal Belanda, memperkenalkan revolusi lain dengan adanya konstruksi tentang mikroskop yang pertama. Tidak sampai abad ke-19 mikroskop diperbaiki dan diselesaikan untuk mendalami zoologi apa yang dianggap sebagai layanan yang paling penting. Menyempurnakan mikroskop mengarah ke peningkatan pemahaman struktur sel dan pembentukan Teori Sel: Bahwa semua organisme baik uniseluler ataupun multiseluler dibangun oleh sel. Semua organisme memulai keberadaan mereka sebagai satu sel, yang kemudian ada yang berkembang menjadi banyak sel dan bahwa kehidupan organisme multiseluler adalah jumlah kegiatan sel-sel yang terdiri dan bahwa proses kehidupan harus dipelajari dalam dan penjelasan yang diperoleh dari pemahaman tentang kimia dan perubahan fisik yang masuk di dalam setiap materi hidup sel individu atau protoplasma. Kontribusi individu seperti William Harvey (sirkulasi darah), Carolus Linnaeus (sistem tata nama), Georges Buffon (sejarah alam), Georges Cuvier (anatomi perbandingan), dan Claude Bernard (homeostasis) sangat memajukan Zoologi. Charles Darwin, karyanya “On the Origin of Species”, diterbitkan pada 24 November 1859, adalah sebuah karya sastra ilmiah, dianggap sebagai dasar dari biologi evolusioner. Kemudian, dalam perkembangannya, tidaklah juga mudah untuk memahami Zoologi karena objek kajian yang masih sangat luas, oleh karena itulah kemudian Zoologi terbagi lagi menjadi Zoologi Invertebrata dan Zoologi Vertebrata. Zoologi Invertebrata adalah ilmu yang mempelajari dan mengkaji mengenai hewan-hewan yang masuk dalam anggota kelompok hewan tidak bertulang belakang, sementara Zoologi Vertebrata adalah ilmu yang mempelajari dan mengkaji mengenai hewan-hewan yang masuk dalam anggota kelompok hewan yang bertulang belakang. Dalam hal ini, buku ini berusaha untuk menyampaikan informasi yang lebih dalam dari salah satu anggota kerajaan hewan yang paling sukses, filum Arthropoda, sebagai bagian dari upaya memetakan Zoologi Invertebrata pada topik-topik yang dibahas lebih rinci dan fokus, mengingat luasnya kajian dari Zoologi Invertebrata. Pada akhirnya, ilmu terus dinamis berkembang dan penulis menydari benar bahwa hal-hal yang disampaikan dalam buku ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran dari pembaca sekalian demi terwujudnya wawasan keilmuan yang lebih baik untuk kedepannya. Samarinda, Oktober 2017
Penulis iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I MENGENAL FILUM ARTHROPODA A. Pendahuluan B. Karakteristik Arthropoda Secara Umum C. Klasifikasi Arthropoda D. Cara Hidup dan Habitat Arthropoda E. Peranan Arthropoda Bagi Manusia dan Lingkungan BAB II EVOLUSI ARTHROPODA A. Pendahuluan B. Jejak Rekam Fosil Arthropoda, Arthropoda Pertama dan Trilobita C. Arthropoda dan Evolusi D. Evolusi Eksoskleton pada Arthropoda BAB III ARTHROPODA, FILUM TERSUKSES DI BUMI A. Pendahuluan B. Arthropoda sebagai Salah Satu Filum Paling Sukses di Planet Bumi C. Kelimpahan dan Keberagaman Arthropoda BAB IV RANCANGAN TUBUH ARTHROPODA A. Pendahuluan B. Struktur Umum Tubuh Arthropoda C. Alat Mulut Arthropoda D. Komponen Mata pada Arthropoda E. Eksoskeleton pada Arthropoda F. Segmentasi pada Arthropoda G. Molting pada Arthropoda H. Respirasi pada Arthropoda I. Ekskresi pada Arthropoda J. Sistem Syaraf pada Arthropoda K. Sistem Sirkulasi pada Arthropoda BAB V SUBFILUM TRILOBITA A. Pendahuluan B. Anatomi Trilobita C. Klasifikasi Trilobita D. Makroevolusi Trilobita E. Relung Ekologi Trilobita BAB VI AGNOSTOID (TRILOBITA) A. Pendahuluan B. Karakteristik Agnostoid iv
1 1 3 12 17 18 23 23 24 27 32 36 36 37 41 45 45 46 47 52 58 60 61 62 66 67 69 72 72 77 83 86 89 90 90 91
C. Spesifikasi dan Kompetisi Agnostoid D. Segregasi Spasial dari Agnostoid E. Segregasi Non-Spasial dari Agnostoid BAB VII SUBFILUM CHELICERATE A. Pendahuluan B. Karakteristik Chelicerate C. Klasifikasi Chelicerate BAB VIII ARACHNIDA (CHELICERATE) A. Pendahuluan B. Karakteristik Arachnida C. Klasifikasi Arachnida BAB IX SUBFILUM CRUSTACEA A. Pendahuluan B. Karakteristik Crustacea C. Klasifikasi Crustacea BAB X MALACOSTRACA (CRUSTACEA) A. Pendahuluan B. Karakteristik Malacostraca C. Evolusi dan Paleontologi dari Malacostraca D. Klasifikasi Malacostraca BAB XI SUBFILUM UNIRAMIA A. Pendahuluan B. Karakteristik Uniramia C. Klasifikasi Uniramia BAB XII INSEKTA (UNIRAMIA) A. Pendahuluan B. Karakteristik Insekta C. Klasifikasi Insekta D. Siklus Hidup Insekta E. Peranan Insekta BAB XIII ARTHROPODA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT A. Pendahuluan B. Jenis-jenis Vektor Penyakit C. Peran Vektor Penyakit D. Contoh Penyakit yang Ditularkan Arthropoda E. Pengendalian Vektor Penyakit
v
91 92 96 99 99 101 102 118 118 120 127 137 137 138 138 152 152 154 158 159 163 163 164 164 171 171 173 210 220 221 226 226 227 228 230 239
BAB XIV ARTHROPODA SEBAGAI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) A. Pendahuluan B. Arthropoda sebagai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) C. Pengendalian Arthropoda sebagai OPT GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA
vi
241 241 242 249 254 259
BAB I MENGENAL FILUM ARTHROPODA A. Pendahuluan Arthropoda merupakan filum besar yang anggotanya meliputi 4/5 dari jumlah hewan yang ada. Nama “arthropoda” berasal dari dua kata Yunani, arthros, “bersendi,” dan Podes, “kaki”. Semua arthropoda memiliki pelengkap berupa sendi. Jumlah pelengkap ini berkurang dalam anggota yang lebih maju, pelengkap individu mungkin dimodifikasi menjadi antena, mulut dari berbagai jenis, atau kaki.Tubuh bersegmen, mempunyai kulit keras terbuat dari zat kitin yang berfungsi sebagai eksoskelet. Kulit akan mengalami pengelupasan (eksdisis) dalam interval waktu tertentu, bernafas dengan insang atau trakea. Hidup pada habitat aquatik dan terrestrial. Filum Arthropoda terdiri dari sepuluh kelas, lima kelas di antaranya merupakan kelas utama yang peranannya besar bagi kehidupan manusia yaitu: Crustacea, Diplopoda, Chilopoda, Insecta, dan Arachnida, sedangkan lima kelas lainnya yaitu Trilobita, Merostoma, Pyenogonida, Pauropoda, dan Symphyla merupakan kelas yang kurang penting dalam kehidupan manusia. Di antara kelas Crustacea, Diplopoda, Chilopoda, Insecta, dan Arachnida, hanya kelas Crustacea yang habitatnya aquatik, sedangkan empat kelas lainnya pada umumnya merupakan organisme terestrial terutama di habitat khusus dalam ekosistem perkebunan (Brotowidjoyo, 1990). Bila dibandingkan dengan banyaknya jenis hewan di dunia ini, ternyata filum Arthropoda menduduki urutan nomor satu diantara jenis-jenis hewan lain. Dari filum Arthropoda ini, kelas Insecta atau serangga merupakan jenis yang terbesar (sekitar satu juta spesies). Hal ini disebabkan oleh daya tahan tubuhnya yang baik, cepatnya menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan penyebaran yang sangat luas yaitu mulai dari daerah tropis hingga daerah kutub. Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia. Serangga di bidang pertanian beberapa di antaranya berperan sebagai hama dan yang lain bersifat predator, parasitoid, atau musuh alami. Sebanyak 413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi. Jumlah spesies yang sangat banyak ini merupakan bukti bahwa serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi, kemampuan memakan jenis makanan yang berbeda, dan kemampuan menyelamatkan diri dari musuhnya (Siregar, 2000).
1
Arthropoda adalah kelompok hewan tertua yang muncul pada masa Prakambrium, lebih dari 600 juta tahun yang lalu. Memiliki ukuran beragam mulai dari yang makroskopis hingga mikroskopois, semua arthropoda berbagi warisan bersama tubuh tersegmentasi dan pelengkap berupa sendi, kombinasi yang kuat untuk menghasilkan suatu proses evolusi. Arthropoda adalah yang paling beragam dari semua filum hewan, dengan lebih banyak spesies dari semua hewan lain filum gabungan, kebanyakan darinya adalah serangga.
Gambar 1. Diagram Kesuksesan Kelompok Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
Secara taksonomis yang menjadi banyak acuan adalah bahwa ada hubungan yang erat antara annelida dan arthropoda, dua filum memiliki segmentasi yang besar. Cacing beludru (filum Onychophora), diketahui dari Burgess shale (merupakan fosil yang disebut Hallucigenia) dan banyak lainnya awal deposito Cambrian, annelida dan arthropoda memiliki banyak fitur yang sama. Beberapa studi molekuler baru-baru ini telah mendukung hubungan erat antara annelida dan arthropoda.
2
B. Karakteristik Arthropoda Secara Umum Berikut ini adalah karakteristik arthropoda secara umum: 1. Tubuh bilateral simetris dan tersegmentasi yaitu segmen biasanya kelompok dalam dua atau tiga daerah yang agak berbeda. 2. Secara eksternal tubuh ditutupi dengan tebal, chitinous, tangguh dan tak hidup kutikula. 3. segmen tubuh beruang dipasangkan tersegmentasi, pelengkap lateral yang dan bersendi dari mana filum mendapat nama kakinya Arthropoda yaitu bersendi, yang berbagai dimodifikasi sebagai rahang, kaki. 4. Hati adalah dorsal ke saluran pencernaan dengan bukaan lateral pada daerah perut dan saraf kabel ventral ke saluran pencernaan terdiri dari ganglion anterior atau otak. 5. Sistem peredaran darah terbuka, di mana satu-satunya pembuluh darah biasanya menjadi struktur tubular. 6. Tubuh menjadi haemocoel diisi dengan hemolimf atau darah. 7. Respirasi baik melalui permukaan tubuh atau insang dalam bentuk air dan trakea dan spirakel dalam bentuk terestrial. 8. Ekskresi berlangsung dengan cara tubulus Malphigi yang kosong ke pencernaan yang kanal, bahan diekskresikan lewat ke luar dengan cara anus. 9. Jenis kelamin hampir selalu terpisah 10. Sebuah saluran pencernaan tubular dengan mulut anterior dan anus posterior selalu hadir.
Gambar 2. Karakteristik Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
3
Arthropoda memiliki dua inovasi utama pada tubuhnya, kerangka eksternal yang kaku, atau exoskeleton, terbuat dari kitin dan protein. Pada hewan apapun, fungsi kerangka untuk menyediakan tempat untuk lampiran otot. Pada arthropoda, otot-otot melampirkan ke pedalaman permukaan exoskeleton keras mereka, yang juga melindungi hewan dari predator dan menghambat kehilangan air. kitin adalah zat kimia mirip dengan selulosa, struktural yang dominan pada komponen tanaman. Tubuh arthropoda tersegmentasi seperti Annelida, sebuah divisi untuk yang setidaknya beberapa arthropoda jelas terkait. Anggota dari beberapa kelas arthropoda memiliki banyak segmen tubuh. Di lain pihak, segmen telah menjadi menyatu bersama-sama ke dalam kelompok fungsional, atau tagmata (tunggal, tagma), seperti sebagai kepala dan perekatan dada serangga. Proses, yang dikenal sebagai tagmatisasi, adalah sangat penting dalam evolusi arthropoda. Dalam kebanyakan arthropoda, segmen asli dapat dibedakan selama perkembangan larva. Semua arthropoda memiliki kepala yang berbeda, kadangkadang menyatu dengan dada untuk membentuk tagma disebut cephalothorax. Berikut akan dijelaskan mengenai berbagai sistem yang ada pada tubuh arthropoda: 1. Exoskeleton Tubuh semua arthropoda ditanggung oleh exoskeleton, atau kutikula, yang berisi kitin yang meliputi bagian luar yang keras ini, dikompensasi dengan kerja otot, disekresikan oleh epidermis dan menyatu. Exoskeleton masih cukup fleksibel pada titik-titik tertentu, yang memungkinkan exoskeleton untuk membungkuk dan pelengkap untuk bergerak. exoskeleton melindungi arthropoda dari kehilangan air dan membantu melindungi mereka dari predator, parasit, dan cedera. Molting. arthropoda secara berkala menjalani ekdisis, atau molting, penumpahan lapisan kutikula luar. Proses ini dikendalikan oleh hormon. Cairan ini melarutkan kitin dan protein dan, jika hadir, kalsium karbonat, dari yang lama. Volume meningkat sampai, akhirnya, celah-celah exoskeleton asli terbuka, biasanya di sepanjang kembali, dan ditumpahkan. arthropoda yang muncul, berpakaian dalam baru, pucat, dan exoskeleton masih agak lembut. arthropoda yang kemudian akhirnya berkembang ke ukuran penuh. Sirkulasi darah ke seluruh bagian tubuh membantu mereka dalam ekspansi ini, dan banyak serangga dan laba-laba mengambil di udara untuk membantu memperluas exoskeleto yang kemudian mengeras. Sementara exoskeleton yang lembut begitu rentan. Pada tahap ini, arthropoda sering bersembunyi di bawah batu, daun, atau cabang. 2. Komponen Mata Struktur lain yang penting di banyak arthropoda adalah mata majemuk, mata majemuk terdiri dari banyak unit visual yang independen, sering ribuan dari mata majemuk ini yang disebut ommatidia. Setiap ommatidium ditutupi dengan lensa dan terkait dengan kompleks delapan sel retinular dan peka cahaya pusat 4
inti, atau rhabdom. Senyawa mata antara serangga terdiri dari dua jenis utama: mata aposisi dan mata superposisi. Mata aposisi ditemukan pada lebah, kupu-kupu dan serangga lain yang aktif di siang hari. Setiap ommatidium bertindak dalam isolasi, dikelilingi oleh tirai dari sel pigmen yang menghalangi lewatnya cahaya dari satu ke yang lain. Mata superposisi, seperti yang ditemukan pada ngengat dan serangga lain yang aktif di malam hari, yang dirancang untuk memaksimalkan jumlah cahaya yang masuk ke setiap ommatidium. Pada malam hari, pigmen dalam selsel pigmen terkonsentrasi di bagian atas sel-sel sehingga cahaya pada tingkat yang minim dapat diterima oleh banyak ommatidia yang berbeda. Selama siang hari, pigmen dalam sel-sel pigmen merata di seluruh sel, yang memungkinkan mata berfungsi seperti mata aposisi. Pigmen dalam sel-sel pigmen memberikan mata arthropoda warna, tetapi tidak pigmen kritis yang diperlukan untuk penglihatan. Pigmen visual yang terletak di sebuah daerah yang disebut rhabdom ditemukan di pusat ommatidium tersebut. Gambar individu dari setiap ommatidium digabungkan dalam otak arthropoda untuk membentuk citra dari eksternal dunia. mata sederhana, atau ocelli, dengan lensa tunggal ditemukan pada kelompok arthropoda lain dan kadang-kadang terjadi bersama-sama dengan mata majemuk, seperti yang sering terjadi pada serangga. Fungsi ocelli adalah membedakan gelap dan terang. Ocelli beberapa serangga terbang, yaitu belalang dan capung, berfungsi sebagai detektor cakrawala dan membantu serangga secara visual menstabilkan jalannya dalam penerbangan.
Gambar 3. Komponen Mata pada Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
3. Sistem Sirkulasi Dalam perjalanan evolusi arthropoda, coelom telah menjadi sangat berkurang, hanya terdiri dari rongga yang merupakan rumah dari organ reproduksi dan beberapa kelenjar. Arthropoda benar-benar kekurangan silia, baik pada permukaan eksternal tubuh dan organ internal. Seperti annelida, arthropoda memiliki usus tubular yang membentang dari mulut ke anus. Sistem sirkulasi 5
arthropoda terbuka, darah mengalir melalui rongga antara organ internal dan tidak melalui pembuluh yang tertutup. Komponen utama sistem peredaran darah serangga adalah kapal memanjang disebut jantung. Kapal ini berjalan di dekat permukaan dorsal thorax dan abdomen, ketika, darah mengalir ke wilayah kepala serangga. Ketika jantung serangga rileks, darah kembali melalui serangkaian katup. Katup ini terletak di wilayah posterior jantung dan memungkinkan darah mengalir ke dalam saja. Dengan demikian, darah dari kepala dan anterior lainnya bagian dari serangga secara bertahap mengalir melalui ruang antara jaringan menjelang akhir posterior dan kemudian kembali melalui katup satu arah ke jantung. arus darah paling cepat saat serangga sedang berjalan, terbang, aktif. Pada saat seperti itu, darah efisien memberikan nutrisi ke jaringan dan menghilangkan limbah dari serangga atau arthropoda.
Gambar 4. Sistem Sirkulasi pada Arthropoda (Sumber: www.ubooks.pub, 2016)
6
4. Sistem Syaraf Fitur utama dari sistem saraf yang dimiliki arthropoda adalah rantai ganda ganglia tersegmentasi yang berjalan disepanjang permukaan ventral. Pada akhir anterior arthropoda, yang tiga pasang menyatu dari dorsal ganglia, yang merupakan otak. Namun, banyak dari pengendalian kegiatan arthropoda ini diturunkan ke ganglia ventral. Oleh karena itu, arthropoda dapat melaksanakan banyak fungsi, termasuk makan, gerakan, dan kopulasi, bahkan jika otak telah dihapus. Otak arthropoda tampaknya menjadi titik kontrol, atau inhibitor, untuk berbagai tindakan, bukan stimulator, karena itu dalam vertebrata.
Gambar 5. Sistem Syaraf pada Arthropoda (Sumber:Encyclopeaedia Britannica, 2002)
5. Sistem Respirasi Serangga dan anggota lain dari subfilum Uniramia, yang dasarnya terestrial, tergantung pada pernapasan daripada sistem peredaran darah untuk membawa oksigen ke jaringan. Pada vertebrata, darah bergerak dalam peredaran darah tertutup sistem untuk semua bagian tubuh, membawa oksigen dengan itu. Ini adalah pengaturan jauh lebih efisien daripada yang ada pada arthropoda, di mana semua bagian tubuh harus dekat bagian pernapasan untuk mendapatkan oksigen. Sebagai hasilnya, ukuran tubuh arthropoda jauh lebih terbatas vertebrata. Seiring dengan kerapuhan kitin dari exoskeletons, fitur ini menempatkan arthropoda pada terbatasnya ukuran. Tidak seperti kebanyakan hewan, arthropoda memiliki satu organ pernapasan utama. Sistem pernapasan arthropoda darat terdiri dari cuticlelined saluran udara disebut tracheae, tracheae ini, yang akhirnya bercabang ke tracheoles sangat kecil, adalah serangkaian tabung 7
yang mengirimkan oksigen ke seluruh tubuh. Tracheoles berada dalam kontak langsung dengan sel-sel individual, dan oksigen berdifusi langsung ke membran sel. Udara masuk ke dalam tracheae dengan cara bukaan khusus di exoskeleton disebut spirakel, yang, di sebagian besar serangga dapat dibuka dan ditutup oleh katup. Kemampuan untuk mencegah kehilangan air dengan menutup spirakel adalah adaptasi kunci yang memfasilitasi invasi tanah oleh arthropoda. Dalam berbagai serangga terutama yang lebih besar, kontraksi otot membantu untuk meningkatkan aliran gas masuk dan keluar dari tracheae tersebut. Di arthropoda darat lainnya, aliran gas pada dasarnya proses pasif. Banyak laba-laba dan beberapa chelicerates lainnya memiliki sistem pernapasan yang unik dan melibatkan paru-paru buku, serangkaian piring leaflike dalam sebuah kamar. Air diambil dan dikeluarkan dari ruang ini dengan kontraksi otot. Paru-paru buku mungkin ada di samping tracheae, atau mereka dapat berfungsi bukannya tracheae. Satu kelas kecil chelicerates laut, kepiting tapal kuda, memiliki insang buku, yang analog untuk paru-paru buku tetapi berfungsi dalam air. Tracheae, paru-paru buku, dan insang buku semua struktur hanya ditemukan di arthropoda dan di filum Onychophora, yang memiliki tracheae. Krustasea kekurangan struktur tersebut dan memiliki insang.
Gambar 6. Sistem Respirasi pada Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
6. Sistem Ekskresi Meskipun ada berbagai jenis sistem ekskresi di berbagai kelompok arthropoda, kita akan fokus di sini pada sistem ekskresi unik yang terdiri dari tubulus Malphigi yang berkembang di uniramians terestrial. Tubulus Malphigi adalah proyeksi ramping dari saluran pencernaan yang terpasang di persimpangan 8
midgut dan hindgut. Cairan melewati dinding tubulus Malphigi untuk dan dari tubulus yang bermandikan darah., karena ini cairan melewati tubulus menuju hindgut, nitrogen limbah yang diendapkan sebagai asam urat pekat atau guanin. Zat-zat ini kemudian dikosongkan ke hindgut dan dihilangkan. Sebagian besar air dan garam dalam cairan diserap kembali oleh hindgut dan rektum kemudian kembali ke tubuh arthropoda. Tubulus Malphigi adalah mekanisme yang efisien untuk konservasi air dan adaptasi kunci lain yang memfasilitasi invasi tanah oleh arthropoda.
Gambar 7. Sistem Ekskresi pada Arthropoda (Sumber: www2. estrellamountain. edu, 2016)
7. Sistem Reproduksi dan Siklus Hidup Serangga Dengan beberapa pengecualian, jenis kelamin terpisah pada arthropoda, yaitu, ada baik individu jantan dan betina. organ dipasangkan seks, atau gonad, dari setiap jenis kelamin yang terhubung langsung ke saluran yang terbuka ke permukaan ventral batang, lokasi yang tepat tergantung pada kelompok arthropoda. Pada arthropoda, sperma umumnya ditransfer ke betina dalam paket yang disegel dikenal sebagai spermatophores. Dalam metode ini transfer sperma tidak diencerkan dengan media sekitarnya, dalam kasus bentuk air, juga tidak 9
menderita pengeringan yang cepat di darat. Di antara beberapa arakhnida, seperti kalajengking, kalajengking katai, dan beberapa tungau, yang spermatophore mengintai diendapkan di tanah. Baik betina tertarik untuk spermatophore secara kimia atau pengendapan spermatophore terjadi selama tarian perkawinan, dan laki-laki sesudahnya manuver perempuan ke posisi di mana dia bisa mengambil spermatophore dalam pembukaan kelamin. Lipan juga memanfaatkan spermatophores dengan perilaku pacaran yang menyertainya. Di antara serangga ada beberapa kelompok bersayap primitif, seperti collembolans dan thysanurans, dimana spermatophore yang disimpan di tanah, tetapi dalam banyak serangga yang spermatophores ditempatkan langsung ke pembukaan kelamin perempuan oleh jantan selama sanggama. Banyak invertebrata lainnya, termasuk beberapa gastropoda dan chaetognaths, juga menggunakan spermatophores. Banyak arthropoda mentransfer sperma bebas daripada spermatophores. Ini termasuk banyak krustasea, kaki seribu, beberapa serangga (seperti Diptera dan Hemipterans), laba-laba, serta beberapa tungau. Telur arthropoda biasanya kaya akan warna kuning, tetapi dalam semua kelompok ada spesies yang telur memiliki sedikit kuning. Beberapa metode khusus reproduksi ditemukan di antara arthropoda tertentu mencakup pengembangan telur yang tidak dibuahi (partenogenesis), kelahiran hidup muda (viviparity), dan pembentukan beberapa embrio dari telur dibuahi tunggal (polyembryony). Telur dari banyak krustasea menetas menjadi larva yang memiliki segmen yang lebih sedikit daripada organisme dewasa. Tahap penetasan larva paling awal adalah larva nauplius menit, yang memiliki hanya tiga pasang pertama pelengkap. segmen tambahan dan pelengkap kemudian muncul secara berkala dengan molting. Ada beberapa keuntungan dari tahap larva dalam pengembangan hewan air, arus membubarkan larva, memungkinkan beberapa untuk menetap di lokasi yang berbeda dari organisme dewasa, karena banyak larva mampu makan, kurang kuning diperlukan dalam telur dan lagi larva planktonik tidak bersaing dengan organisme dewasa. Dalam kebanyakan chelicerates dan serangga, hampir semua segmen yang hadir di penetasan, meskipun dalam bentuk tubuh serangga mungkin berbeda dari yang dewasa. Serangga primitif, seperti collembolans, memiliki bentuk dewasa pada penetasan. Banyak serangga, seperti belalang, jangkrik, dan bug benar, menetas sebagai peri, yang dangkal menyerupai dewasa tapi kurang sayap. Mereka secara bertahap memperoleh fitur dewasa ini selama instar nimfa. Serangga lainnya, seperti kumbang, kupu-kupu, ngengat, lalat, dan tawon, menetas sebagai larva (belatung, ulat, belatung) yang sangat berbeda dari organisme dewasa. Larva menghuni lingkungan yang berbeda dan makan makanan yang berbeda dari organisme dewasa. Pada serangga ini tahap pupa 10
dengan metamorfosis menjembatani kesenjangan antara larva dan bentuk dewasa. Myriapods memiliki bentuk tubuh umum dari organisme dewasa di penetasan meskipun mereka mungkin tidak memiliki beberapa segmen. Kebanyakan kaki seribu menetas dengan hanya tujuh segmen batang. Beberapa lipan menetas dengan semua segmen batang dewasa, tetapi yang lain memiliki kurang dari organisme dewasa. Organisme muda dari arakhnida merupakan yang paling mirip dengan bentuknya saat dewasa. Kalajengking betina melahirkan anak-anaknya, yang segera naik ke punggungnya. laba-laba betina juga membawa anak-anak mereka, dan sebelum menetas mereka membawa kasus telur putih yang melekat pada pemintal posterior. Tidak seperti arakhnida lain, tungau dan kutu menetas sebagai larva berkaki enam, yang memperoleh pasangan keempat kaki saat meranggas kemudian.
Gambar 8. Sistem Reproduksi pada Arthropoda (Sumber: intranet.tdmu.edu.ua, 2016)
11
Gambar 9. Siklus Hidup pada Arthropoda (Sumber:, 2016)
C. Klasifikasi Arthropoda Anggota filum Arthropoda secara tradisional dibagi menjadi tiga subfilum, sebagian besar didasarkan pada morfologi karakter. 1. Trilobita (trilobita punah). Trilobita, umum di laut 250 juta tahun yang lalu, adalah hewan pertama yang memiliki mata dengan resolusi tingkat tinggi. 2. Chelicerates (laba-laba, kepiting tapal kuda, laba-laba laut). Arthropoda ini kurang rahang. Pelengkap utama dari tubuh mereka mulut disebut chelicerae yang berfungsi dalam makan, biasanya penjepit atau taring.
Gambar 10. Chelicera (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
3. Mandibula (krustasea, serangga, lipan, kaki seribu). Arthropoda ini memiliki rahang menggigit, disebut rahang. Pada mandibulates, pelengkap anterior 12
adalah salah satu atau lebih pasang antena sensorik, dan pelengkap selanjutnya adalah rahang. Di antara mandibulates, serangga secara tradisional telah dipisahkan dari krustasea, dikelompokkan sebagai gantinya dengan myriapods (lipan dan kaki seribu) dalam takson disebut Tracheata. filogeni ini, masih banyak dipekerjakan, kembali patokan awal oleh ahli biologi perbandingan besar Robert Snodgrass di 1930-an. Dia menunjukkan bahwa serangga, lipan, dan kaki seribu dipersatukan oleh beberapa atribut tampak. Sebuah sistem pernapasan trakea. Trakea kecil, saluran udara bercabang yang mengirimkan oksigen dari bukaan di exoskeleton untuk setiap sel dari tubuh. Penggunaan tubulus Malphigi untuk ekskresi. Tubulus Malphigi adalah proyeksi ramping dari saluran pencernaan yang mengumpulkan dan menyaring cairan tubuh, mengosongkan limbah ke hindgut. Semua pelengkap crustacea pada dasarnya biramous, atau “twobranched”, meskipun beberapa dari ini pelengkap telah menjadi satu cabang dengan reduksi dalam perjalanan evolusi. Serangga, sebaliknya, memiliki uniramous, atau satu cabang, rahang dan pelengkap lainnya. Penelitian terbaru yang menunjukkan keraguan tentang kebijaksanaan keputusan taksonomi. Masalahnya adalah bahwa morfologi kunci berupa ciriciri yang digunakan untuk menentukan Tracheata tidak sekuat taksonomi seperti yang telah diasumsikan. Taksonomis secara tradisional diasumsikan adalah karakter seperti appendages bercabang menjadi salah satu yang fundamental, dilestarikan selama evolusi, dan dengan demikian cocok untuk membuat taksonomi yang berbeda. Namun, biologi molekuler modern sekarang memberitahu bahwa ini bukan asumsi yang valid. Percabangan dari kaki arthropoda, misalnya, ternyata dikendalikan oleh satu gen. Pola pelengkap antara arthropoda diatur oleh keluarga gen disebut homeotik (Hox) gen. Sebuah salah satu dari gen Hox ini, disebut Distal-less, baru-baru ini telah ditampilkan untuk memulai perkembangan kaki bercabang pada serangga dan anggota badan bercabang pada krustasea. Sama Distal-less gen ditemukan di banyak filum hewan, termasuk vertebrata.
13
Gambar 11. Mandibula (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
14
Gambar 12. Filogeni tradisional dan filogeni revisi dari Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
15
Gambar 13. Klasifikasi tradisional dari Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
Sebagai patokan, klasifikasi yang digunakan kali ini adalah klasifikasi arthropoda seperti berikut ini: Filum: Arthropoda Subfilum TRILOBITA, hanya diketahui dari fosil Subfilum CHELICERATA Kelas MEROSTOMATA Kelas ARACHNIDA, misalnya: laba-laba, kalajengking, caplak, tungau. Kelas PYCNOGONIDA Subfilum CRUSTACEA Kelas BRANCHIOPODA Kelas COPEPODA Kelas OSTRACODA Kelas CIRRIPEDIA Kelas MALACOSTRACA, misalnya: udang, kepiting Subfilum UNIRAMIA Kelas ONYCHOPHORA Kelas DIPLOPODA, misalnya: keluwing (kaki seribu) Kelas CHILOPODA, misalnya: Lipan Kelas PAUROPODA Kelas SYMPHILA Kelas INSECTA
16
D. Cara Hidup dan Habitat Arthropoda Cara hidup dan habitat Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit, komensal, atau simbiotik.Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini, misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah. Habitat penyebaran arthropoda sangat luas. Ada yang di laut, periran tawar, gurun pasir, dan padang rumput Serangga adalah hewan-hewan yang bersegmen dengan eksoskeleton berkitin, dan alat-alat tambahan bersegmen. Segmentasi itu tampak jelas secara eksternal. Jumlah jenis dalam filum ini lebih banyak dari jumlah jenis dari semua filum lainnya. Baik laut, air tawar maupun habitat terrestrial didiami oleh serangga. Coelom pada antropoda tereduksi. Hoemocoel merupakan sebagian dari sistem sirkulasi. Jenis kelamin terpisah namun demikian pada jenis- jenis tertentu reproduksi partogenesis merupakan karakteristiknya. Sirkulasi terjadi karena gerakan pulsasi jantung dorsal. Pernapasan dengan trakea selalu dicirikan dengan adanya porus berpasangan pada tiap segmen (Austin,1988).
Gambar 14. Berbagai habitat dari Arthropoda (Sumber: www.alientravelguide.com, 2016)
17
E. Peranan Arthropoda Bagi Manusia dan Lingkungan Arthropoda termasuk dalam kingdom Animalia, lebih tepatnya sebagai sebuah phylum. Arthropoda asal kata dari arthron yang artinya ruas, sedangkan poda asal dari podos yang artinya kaki, jadi arti seluruhnya binatang yang kakinya beruas. Selain kakinya beruas badannya pun terdiri dari segmen-segmen (bagianbagian). Phylum arthropoda memiliki jumlah spesies yang paling besar, lebih dari sejuta yang teridentifikasi sementara yang belum teridentifikasi dapat mencapai 20 juta. (Norris; et al, 2003) Kebanyakan arthropoda bersifat menguntungkan. Mereka mamangsa arthropoda lain, membantu dalam proses dekomposisi bahan organik, sebagai pollinator, dan dapat memproduksi madu dan sutra. Arthropoda adalah komponen penting dalam ekosistem dan harus dilestarikan. Namun ada juga arthropoda yang menjadi hama. Arthropoda dianggap sebagai hama ketika mereka mengganggu manusia, dalam hal ini merusak tanaman budidaya dengan berbagai macam cara. Karena hal inilah arthropoda dianggap merugikan, walaupun sebenarnya lebih banyak yang menguntungkan. (Smith dalam Ennis, Jr., 1979) 1. Peranan Arthropoda yang Menguntungkan a. Sumber makanan yang mengandung protein tinggi, contohnya udang windu (Penaeus monodon), Panulirus homarus (lobster), kepiting (Scylla serrata), rajungan (Portunus), laron, dan gangsir.
Gambar 15. Penaeus monodon yang menjadi sumber makanan berprotein (Sumber: wwf.or.id, 2016)
18
b. Menghasilkan madu, contohnya lebah madu (Apis mellifera).
Gambar 16. Apis mellifera (Sumber: Wikipedia.org.id, 2016)
c. Bahan pakaian sutera, contohnya kepompong ulat sutra (Bombyx mori).
Gambar 17. Bombyx mori (Sumber: commons.wikimedia.org, 2016)
19
d. Membantu penyerbukan tanaman.
Gambar 18. Penyerbukan bunga dengan bantuan serangga (Sumber: www.britannica.com, 2016)
e. Serangga predator sebagai pemberantas hama tanaman secara biologi. 2. Peranan Arthropoda yang Merugikan a. Perusak tanaman, yaitu semua larva atau ulat pemakan daun, wereng, dan belalang.
Gambar 19. Belalang perusak tanaman (Sumber: agroplus.co.id, 2016)
20
b. Inang perantara (vektor) penyakit, misalnya nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah, Anopheles sebagai vektor penyakit malaria, lalat rumah (Musca domestica) sebagai vektor penyakit tifus, lalat tse-tse (Glossina morsitans) sebagai vektor penyakit tidur, dan laba-laba Dermacentor variabilis sebagai vektor demam Rocky Mountain dan tularemia.
Gambar 20. Musca domestica yang berperan sebagai vector penyakit( Sumber: www.discoverlife.org, 2016)
c. Parasit pada manusia, contohnya caplak penyebab kudis (Sarcoptes scabiei), nyamuk, dan kutu rambut kepala (Pediculus humanus capitis)
Gambar 21. Pediculus humanus (Sumber: www.60menit.com, 2016)
21
d. Merusak kayu bangunan, misalnya rayap.
Gambar 22. Rayap (Sumber: xistemapestcontrol.wordpress.com, 2016)
e. Pengebor kayu galangan kapal atau perahu, contohnya Crustacea kelompok Isopoda (Limnoria lignorum).
22
BAB II EVOLUSI ARTHROPODA A. Pendahuluan Terdapat lebih dari dua juta spesies arthropoda, yang awalnya tiba di Bumi di tengah-tengah periode Cambrian. Tentu, arthropoda lebih berkembang daripada nenek moyangnya dalam berbagai cara dan dengan demikian memiliki karakteristik unik dari arthropoda itu sendiri. Pada dasarnya, arthropoda ditandai dengan memiliki anggota tubuh bersendi dan eksoskeleton. Arthropoda adalah filum paling sukses yang ada di planet ini, dalam hal ukuran populasi dan keragaman spesies. Terdapat kira-kira lebih dari 2 juta jenis arthropoda di dunia saat ini. Eksoskeleton mungkin menggambarkan seperti apa arthropoda hidup pada waktu itu. Ini begitu defensif, sifat pelindung untuk memiliki shell, sehingga ini menunjukkan bahwa persaingan cukup sengit di era Cambrian, baik dari parasit dan predator potensial.
Gambar 1. Filogeni Arthropoda (Sumber: Understanding Arthropods Evolution. Com, 2016)
Arthropoda juga takson pertama spesies menunjukkan reseptor yang lebih maju dalam bentuk mata (fotoreseptor) dan pengembangan berbagai kemoreseptor yang dapat digunakan baik dalam lingkungan eksternal dan internal. Perkembangan tersebut telah secara alami telah menguntungkan dari waktu ke waktu. Dua dekade terakhir telah menyaksikan perubahan besar dalam pemahaman tentang evolusi arthropoda. Banyak dari wawasan ini berasal dari adopsi metode molekuler oleh ahli biologi perkembangan, mendorong penataan 23
kembali radikal dari hubungan antara kelas arthropoda yang masih ada dan paling dekat dengan kerabat non-arthropoda, dan mencurahkan petunjuk atas dasar perkembangan untuk asal-usul karakteristik kunci. Sebuah sumber pelengkap data adalah penemuan fosil dari beberapa fauna Cambrian yang spektakuler. Fosil-fosil ini membentuk kelompok baik ditandai, membuat pola yang luas dari sistematika arthropoda, dimana Cambrian semakin konsensual. B. Jejak Rekam Fosil Arthropoda, Arthropoda Pertama dan Trilobita Berbagai cacing laut (Annelida dan Protoannelida) tinggal di sedimen laut selama periode Cambrian, makhluk ini memiliki bentuk tubuh simetris bilateral, bertubuh lunak, dan memiliki banyak segmen. Hewan itu tidak memiliki kapsul kepala yang berbeda dan tidak memiliki kedua mata dan antena. Beberapa spesies mungkin memiliki lobus seperti pelengkap lateral yang mirip dengan parapodia cacing polychaete yang berkembang dalam sedimen berlumpur dasar laut dewasa ini. Tapi perbedaan struktural antara pelengkap lateral polychaetes dan arthropoda awal menunjukkan bahwa kedua kelompok ini menyimpang dari satu nenek annelida umum sekitar 500-600 juta tahun yang lalu. Semua annelida yang bertubuh lunak, membusuk dengan cepat setelah kematian dan tidak terawat baik dalam catatan fosil. Pada satu waktu, Onychophora atau cacing beludru yang diusulkan sebagai kemungkinan hubungan evolusi (intermediate) antara Annelida dan arthropoda. invertebrata yang sebagian besar berada didaerah tropis, dengan hanya 75 spesies yang masih ada, hidup di kawasan hutan lembab, dedaunan yang membusuk dan pakan pada diet campuran dari jaringan tumbuhan dan hewan. Seperti cacing annelida, Onychophora telah memiliki tubuh yang tersegmentasi yang mengandung organ ekskresi (nephridia) dan dipasangkan kombinasi keduanya pada organ intim jantan dan organ intim betina (monoecious).
24
Gambar 2. Arthropoda Pertama (Sumber: NC State University, 2016)
Onychopora tidak memiliki eksoskeleton sejati, tetapi tubuh ditutupi oleh kuikula lembut dari kitin. Dalam mode arthropoda, kutikula ini secara berkala gudang (molted) memungkinkan terjadinya pertumbuhan lanjutan. Onychophora juga berbagi banyak karakteristik lain dengan arthropoda, termasuk antena, sistem sirkulasi terbuka, kaki pejalan dengan cakar, sepasang rahang, dan sistem tabung udara ramping (tracheae) untuk respirasi.
25
Gambar 3. Onychopohora (Sumber: .S. Oliveira, L. Hering & G. Maye, 2016)
Hari ini, opini yang berlaku di antara ahli taksonomi modern adalah bahwa Onychophora dan Arthropoda merupakan sister group, tapi masalah masih jauh dari selesai. Kedua Anderson (1973) dan Manton (1977) berpendapat bahwa struktur kaki onychophora, penggerak, dan perkembangan embrio yang paling sebanding dengan myriapoda (kaki seribu, lipan, dan lain-lain). Dan perbandingan terbaru dari urutan nukleotida dalam RNA ribosom cacing beludru dan arthropoda lainnya juga mendukung afinitas erat antara kelompok-kelompok ini (Ballard et al. 1992). Catatan fosil dari arthropoda tidak selengkap seperti yang diharapkan untuk hewan dengan eksoskeleton. Namun, masih banyak fosil arthropoda yang berguna, terutama dari trilobita, seperti yang akan dipelajari dalam bagian ini. Bahkan dengan catatan yang cukup ini, membangun sejarah evolusi yang tepat dari filum telah menantang. Studi evolusi arthropoda adalah proses yang berkelanjutan, dan teori-teori yang dimodifikasi secara teratur sebagai informasi lebih lanjut diperoleh melalui perbandingan molekul antara spesies. Informasi ini 26
pada akhirnya akan membantu untuk memperjelas hubungan yang tepat antara spesies yang hidup dan nenek moyang arthropoda. Untuk pelajaran ini, akan dipertimbangkan salah satu hipotesis saat ini pada evolusi arthropoda. Fosil arthropoda diperkirakan berasal dari periode Cambrian (lebih dari 500 juta tahun yang lalu). Kelompok yang paling luas dari fosil arthropoda adalah trilobita, subfilum arthropoda laut yang sepenuhnya punah. Fosil trilobita, , berlimpah selama periode Kambrium (dari sekitar 540 juta tahun yang lalu menjadi sekitar 490 juta tahun yang lalu). Trilobita adalah arthropoda tertua yang diketahui. Setelah periode Kambrium, jumlah arthropoda perlahan-lahan menurun sampai sekitar 250 juta tahun yang lalu ketika arthropoda sepenuhnya hilang dari catatan fosil karena kepunahan. Ini besar (lebih dari 17.000 spesies) dan terawat baik dalam jejak rekam evolusi telah memberikan kontribusi besar untuk mempelajari hewan dan tumbuhan fosil, bidang yang dikenal sebagai paleontologi. Pemeriksaan fosil trilobite telah membantu para ilmuwan mempelajari tentang tingkat spesiasi dalam periode Kambrium dan juga telah memberikan kontribusi untuk pemahaman tentang usia lapisan sedimen yang berbeda terkubur di bawah permukaan bumi. Leluhur arthropoda memiliki sepasang pelengkap yang identik pada setiap segmen, dan segmen yang hampir identik, mengulang unit. Hal ini berlaku dari arthropoda yang ada saat ini yang menyerupai leluhur awal. Selama evolusi arthropoda, salah satu variasi pada bentuk tubuh yang timbul dengan melibatkan kehilangan atau modifikasi banyak pelengkap ini untuk melaksanakan fungsi yang berbeda. Misalnya, laba-laba telah dimodifikasi pelengkap dekat kepala daerah menjadi taring tajam yang dapat digunakan untuk menembus dan melumat mangsanya. Variasi lain adalah fusi atau pengelompokan beberapa segmen untuk membentuk daerah tubuh yang berbeda. Urutan dan tingkat pengelompokan ini sangat bervariasi dalam filum. Ada dua filum kecil dengan spesies yang ada saat ini yang sangat erat kaitannya dengan arthropoda dengan analisis molekuler. Ini adalah Onychophora dan Tardigrada. Ketiga kelompok mungkin berbagi nenek moyang yang sama baru dengan satu sama lain daripada dengan filum lain dan mungkin beberapa informasi tentang nenek moyang. Misalnya, fakta bahwa tiga filum pameran molting menunjukkan bahwa nenek moyangnya juga menumpahkan kutikula dengan proses molting. C. Arthropoda dan Evolusi Sebuah kontroversi klasik yang masih menjadi pro-kontra di antara ahli zoologi invertebrata, termasuk ahli entomologi, berkaitan dengan jalur evolusi (atau jalur) dari radiasi adaptif yang diikuti karena secara bertahap menyimpang dari nenek moyang primitif. Pendekatan tradisional, dan tentunya lebih konservatif, mengasumsikan bahwa arthropoda muncul hanya sekali dari nenek moyang protoannelid. Argumen monofiletik ini didasarkan pada pengamatan 27
bahwa banyak fitur, seperti eksoskeleton, sistem peredaran darah terbuka, hemocoel, dan lainnya, juga dimiliki oleh hampir semua taksa dalam kelompok dan tampak homolog (yaitu memiliki asal usul evolusi yang sama). Pandangan sebaliknya diambil oleh ahli biologi lainnya yang berpendapat bahwa organisme seperti arthropoda harusnya telah berevolusi lebih dari sekali (mungkin sebanyak empat kali) dalam sejarah geologi. Dukungan untuk pendekatan polyphyletic ini ditemukan dalam perkembangan embrio dan dalam studi komparatif dari mulut dan pelengkap lainnya. Para pendukung hipotesis polyphyletic mengklaim bahwa banyak kesamaan antara taksa muncul kebetulan, melalui proses konvergensi evolusi.
Gambar 4. Rekonstruksi kladistik mengenai asal dari arthropoda (Sumber: Sciency Thoughts, 2016)
Semua arthropoda berbeda dari nenek moyang Annelida dalam beberapa cara penting, memiliki eksoskeleton kitin, disambung/pelengkap tersegmentasi, kepala berkembang dengan baik dan mulut, otot lurik, dan sistem peredaran darah terbuka dengan hati dorsal. Tidak seperti annelida, arthropoda memproduksi kuning telur besar yang terbungkus di cangkang protein. Nephridia 28
bersilia, dipasangkan dengan organ segmental ekskresi ditemukan di Annelida dan onychophora, telah digantikan di arthropoda oleh organ khusus ekskresi terletak di kepala (kelenjar hijau di Crustacea), dekat kaki (kelenjar coxal di kepiting tapal kuda), atau di perut (Malphigi tubulus di arthropoda darat). Kesamaan yang luar biasa dalam komposisi kimia dari eksoskeleton dan di ultrastruktur dari mata majemuk dalam organisme yang beragam seperti kaki seribu, udang, dan kepiting tapal kuda memberikan bukti kuat bahwa semua kelompok ini (myriapoda, crustasea, dan chelicerate) harusnya telah berevolusi dari nenek moyang.
Gambar 5. Pohon Filogenetik dari Filum Arthropoda (Sumber: Evolutionary Thought, 2016)
Skema klasifikasi monofiletik, diusulkan oleh Boudreaux, mengakui tiga garis keturunan evolusi dalam Arthropod: Trilobita, chelicerata, dan Mandibulata. Trilobita menjadi punah pada akhir Era Permian dan karena itu mewakili evolusi "buntu". Chelicerata mencakup semua arthropoda dengan mulut berbentuk taring (chelicerae): laba-laba, kutu, dan tungau (Arachnida), kepiting tapal kuda (Xiphosura), dan laba-laba laut (Pycnogonida). Mandibulata mencakup semua arthropoda yang memiliki mulut pengunyah (rahang): crustacea, myriapoda, dan serangga. Di awal Era Paleozoic, garis keturunan mandibulata dibagi menjadi setidaknya satu kelompok yang terus eksis di lautan (Crustacea), dan kelompok lain yang mengadopsi gaya hidup terestrial. Silsilah terrestrial ini, yang meliputi 29
semua myriapoda yang ada saat ini dan serangga, dikenal sebagai superclass Atelocerata, takson pertama kali dijelaskan oleh Heymons pada tahun 1901. Skema klasifikasi Boudreaux ini tidak termasuk onychophora karena tidak memiliki eksoskeleton sejati, tapi ahli yang lainnya tidak setuju. Meglitsch dan Schram (1991) menganggap Onychophora memiliki kaitan erat dengan myriapoda. Dalam skema klasifikasi monofiletik, crustacea dan chelicerata adalah kelompok yang paling primitif. Serangga, myriapoda, dan Onychophora dikelompokkan bersama dalam superclass Uniramia karena kesamaan struktur kaki dan penggerak. Banyak dari kontroversi seputar evolusi kaki arthropoda dan sayap. Para pendukung klasifikasi monofiletik berpendapat bahwa kaki dari semua arthropoda yang homolog (memiliki asal evolusi yang sama), lawan mengklaim ada terlalu banyak keragaman dalam struktur kaki untuk membenarkan leluhur tunggal. Jarmila Kukalová-Peck, seorang ahli entomologi Kanada, telah mengusulkan bahwa arthropoda “primitive” mungkin memiliki sebanyak sebelas segmen di setiap kaki berjalan. Dia mengutip bukti dari serangga fosil yang punah untuk mendukung klaim bahwa delapan kaki tersegmentasi dari laba-laba, tujuh untuk kaki crustacea sembilan tersegmentasi, dan lima tersegmentasi kaki serangga semua menunjukkan beberapa tingkat pengurangan dari latar belakang “primitif”. Jika merangkul gagasan asal polifiletik, maka arthropoda diwakili oleh sebanyak empat filum utama - yang masing-masing dianggap telah berevolusi secara terpisah dari nenek moyang Annelida primitif: 1. Trilobita - 4.000 + spesies - termasuk semua trilobita (punah, organisme laut yang berlimpah selama era Paleozoic.) 2. Chelicerata - 70.000 spesies - termasuk laba-laba, kalajengking, tungau, kutu, kepiting tapal kuda, dan laba-laba laut. 3. Crustacea - 30.000 spesies - termasuk udang, kepiting, lobster, kutu kayu, teritip, amphipoda, branchiopoda, dan copepoda. 4. Uniramia - 1,2 juta spesies - termasuk Onychophora, kaki seribu, lipan, pauropoda, symphylans, dan serangga. Bukti untuk mendukung hipotesis polofiletik dapat ditemukan dalam anatomi komparatif pelengkap dan dalam perkembangan embrio dari kepala dan mulut. Sydney Manton, salah satu pendiri dari hipotesis polifiletik, menyarankan bahwa ada perbedaan mendasar antara pelengkap dari crustacea dan dari arthropoda lain seperti serangga dan myriapoda (kaki seribu dan lipan).
30
Gambar 6. Evolusi Arthropoda berdasarkan perbandingan anatomi dan embriologi (Sumber: www.life.umd.edu, 2016)
Manton berpendapat bahwa pelengkap crustacea yang biramous, yaitu, dua unit apikal (rami) yang melekat pada unit basal tunggal. Pelengkap dari arthropoda lainnya adalah uniramous: segmen apikal tunggal menempel pada segmen basal tunggal. Manton percaya bahwa crustacea berevolusi dari cacing annelida mirip dengan polychaetes laut yang berkembang hari ini, dan bahwa semua arthropoda lainnya berevolusi dari cacing annelida yang lebih mirip dengan Onychophora tersebut. Hipotesis ini juga didukung oleh D. T. Anderson terkait studi telur arthropoda mengungkapkan bahwa pembelahan sel awal embrio crustacea adalah holoblastic (spiral belahan dada), sedangkan telur semua arthropoda lainnya meroblastic (dangkal belahan dada). Telur dari semua annelida dikenal adalah holoblastic. Perkembangan embrio dari kepala dan mulut juga telah ditawarkan sebagai bukti untuk mendukung hipotesis polifiletik. Dalam myriapoda dan serangga, kepala adalah wilayah fungsional yang terpisah. Tapi pada crustacea dan chelicerata itu, kepala dan dada mengembangkan bersama-sama sebagai daerah tubuh tunggal, cephalothorax. Selanjutnya, dalam myriapoda dan serangga ada bukti bahwa segmen tambahan ditambahkan untuk membentuk mulut, menunjukkan bahwa mulut dari chelicerata, crustacea, dan arthropoda lainnya tidak homolog.
31
D. Evolusi Eksoskleton pada Arthropoda Meskipun arthropoda memiliki exoskeleton keras, tidak seperti mineralisasi yang terjadi pada cangkang moluska. Memiliki panjang kurang dari tiga inci, namun tetap membuat kesan. Diania cactiformis, lebih yang dikenal sebagai "kaktus berjalan" telah memberikan para ilmuwan petunjuk baru pada evolusi arthropoda. Fosil sisa-sisa organisme kuno ini ditemukan di Cina. Arthropoda didefinisikan oleh kehadiran eksoskeleton. Eksoskeletons menyerupai baju besi, melindungi organ organisme halus dari bahaya. Dari lobster, semut, kalajengking, Arthropoda menampilkan keragaman yang luar biasa. Sebagian besar spesies arthropoda pertama kali muncul selama ledakan Kambrium, periode evolusi cepat sekitar 550 juta tahun yang lalu. Meskipun prevalensi dan keanekaragaman arthropoda. Para ilmuwan masih tidak setuju pada saat fitur paling khas bagi arthropoda eksoskeleton berevolusi. Tapi penemuan kaktus berjalan dapat memberikan para ilmuwan beberapa jawaban yang sangat dibutuhkan. Geologist Jianni Liu dan tim ilmuwan internasional menemukan sisa-sisa fosil dari arthropoda awal di provinsi Yunnan dari barat daya Cina. Tubuhnya panjang dan tipis dan memiliki sepuluh pasang pelengkap berduri, atau kaki. Apa yang membuat kaktus berjalan begitu unik, bagaimanapun, adalah bahwa sementara kakinya muncul kuat dan keras, anggota dari serangga modern, tubuhnya muncul lembut. Fosil ini menunjukkan bahwa unsur tambahan yang berduri merupakan karakteristik filum ini berkembang sebelum eksoskeleton itu sendiri. Perdebatan apakah mengenai manakah bagian dari arthropoda yang mengeras terlebih dahulu, kaki ataukah tubuhnya, dewasa ini masih menjadi perdebatan sengit dikalangan para ilmuan. Analisis tambahan oleh tim Liu sementara menempatkan kaktus berjalan sebagai fosil relatif terdekat untuk mengetahui evolusi arthropoda modern. Sementara Liu tidak bisa mengatakan apakah kaktus berjalan merupakan nenek moyang dari semua arthropoda, penemuan "kaki pertama, tubuh kedua" organisme seperti kaktus berjalan meningkatkan kemungkinan bahwa spesies arthropoda lainnya hidup hari ini mungkin memiliki sejarah evolusi yang sama. Penemuan kaktus berjalan memberikan petunjuk baru untuk asal-usul arthropoda, tetapi banyak pertanyaan tetap. Para ahli masih terus menyelidiki hubungan yang tepat antara pengerasan kaki dan tubuh dalam catatan fosil, sehingga dapat belajar lebih banyak tentang evolusi kelompok ini menarik dan beragam organisme. Keberhasilan arthropoda berasal sebagian besar dari evolusi unik, tak hidup, organik, eksoskeleton arthropoda bersendi, yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung tetapi juga memberikan perlindungan dan, dengan sistem otot, memberikan kontribusi untuk pergerakan efisien. Eksoskeleton memiliki lapisan 32
luar protein yang tipis, epicuticle, dan lapisan bagian dalam yang tebal, lapisan kitin protein, procuticle. Pada kebanyakan arthropoda darat, seperti serangga dan labalaba, epicuticle berisi lilin yang membantu dalam mengurangi kehilangan air yang menguap. Procuticle terdiri dari exocuticle dibagian luar dan endocuticle dibagian dalam. Pada exocuticle ada ikatan silang rantai kitin-protein (tanning), yang memberikan kekuatan tambahan untuk bahan skeletal. Pengerasan berbagai bagian dari eksoskeleton pada arthropoda berbeda adalah terkait dengan ketebalan dan tingkat penyamakan exocuticle tersebut. Pada crustacea, kekakuan tambahan dicapai dengan memiliki eksoskeleton diresapi dengan jumlah yang bervariasi dari kalsium karbonat.
33
Gambar 7. a-d, Holotipe ELI-WD006A, B. a, Bagian dari holotipe difoto di bawah etanol, memperlihatkan hampir semua fitur morfologi, dicatat bahwa spesimen dipelintir menjelang akhir anterior dan pelengkap akibatnya sedikit teratur, terutama bagian pelengkap tepat keempat yang menonjol di bawah bagasi dan muncul di sisi kiri dan bagian peengkap tepat kelima menonjol di atas bagasi dan muncul lagi di sisi kiri. b, Gambar dari kamera lucida. c, Detail bagian anterior yang menunjukkan bahwa pelengkap tidak diawetkan di lapisan yang sama, mungkin spesimen sampai batas tertentu tiga dimensi. d, Counterpart dari holotipe. e, f, Spesimen ELI-WT002A, B; meskipun spesimen tidak lengkap, pelengkap memiliki annulasi jelas di dasar dan
34
struktur sendi-seperti. aba, annulasi basis pelengkap; sebuah, annulasi; bds, dasar duri punggung; dls, struktur seperti cakram; fls, struktur seperti lipatan; jls, struktur seperti sendi; la, bagian pelengkap kiri; mt, jaringan otot; pr, belalai; ra, pelengkap; pp, posterior tonjolan; tis, tulang kecil; tu, tuberkulum; wr, kerut. Skala bar, 10 mm. (Sumber: Nature, International journal weekly, 2016)
35
BAB III ARTHROPODA, FILUM TERSUKSES DI BUMI A. Pendahuluan Selama manusia hidup di tempat tinggal tetap telah ada organisme lain yang diam bersama dengan manusia. Manusia berbagi ruang hidup dengan berbagai makhluk hidup lainnya mencakup pohon kehidupan, dari vertebrata besar (misalnya, hewan peliharaan dan ternak) untuk mikroorganisme (Martin et al, 2015). Kelompok yang paling beragam dan berlimpah kehidupan dari kelompok multiseluler ditemukan di rumah, serta di Bumi lebih umum, diwakili oleh arthropoda.
Gambar 1. Berbagai anggota kelompok Filum Arthropoda (Sumber: www.harunyahya.com, 2016)
Serangga, laba-laba dan kerabatnya telah hidup dan berkembang dengan manusia untuk semua sejarah manusia. Telah diusulkan bahwa banyak spesies arthropoda yang kini dikaitkan dengan rumah-rumah manusia awalnya penghuni gua (Balvin et al, 2012.). Bukti vektor arthropoda di gua-gua yang dihuni oleh prasejarah orang 26.000 tahun yang lalu menunjukkan bahwa arthropoda membahayakan, tinggal bersama nenek moyang manusia (Araújo et al, 2009). Di
36
antara contoh pertama dari seni gua adalah penggambaran dari kriket unta (Rhaphidophoridae) (Chopard, 1928; Belles, 1997). Sebagai masyarakat manusia berubah dari waktu ke waktu, arthropoda berhasil menggunakan tubuh manusia dan sumber daya untuk makanan serta tempat tinggal. rumah dibangun, domestikasi hewan, pertanian dan kemampuan untuk menyimpan makanan (seperti biji-bijian) membawa spesies arthropoda yang berbeda ke dalam berdomisili dan kehidupan sehari-hari manusia. Arthropoda adalah fauna umum di situs arkeologi negeri dari Mesir (1353 SM), Israel, dan Eropa (Swiss, Greenland, dan Inggris). B. Arthropoda sebagai Salah Satu Filum Paling Sukses di Planet Bumi Filum Arthropoda adalah sepertiga dari filum utama yang menguasai laut dan untuk membangun kesuksesan hidup diwilayah daratan. Dengan hampir satu juta spesies dijelaskan sampai saat ini, Arthropoda membentuk filum terbesar di pada Kingdom Animalia. Empat dari lima spesies hewan di bumi saat ini adalah arthropoda. Sembilan puluh persen dari arthropoda serangga, sepuluh persen lainnya dari kelompok yang beragam dan produktif ini termasuk kepiting, labalaba, kalajengking, dan sejumlah hewan yang kurang dikenal. Arthropoda berasal namanya, yaitu dari kaki yang memiliki sendi. Dari sudut pandang alam, kombinasi antara kaki dan tidak memiliki tulang belakang tampaknya menjadi salah satu kombinasi yang baik, karena arthropoda adalah kelompok yang paling sukses dari hewan di bumi. Grafik menunjukkan betapa sukses. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah spesies arthropoda di Bumi jauh lebih besar dari jumlah spesies dari semua jenis lain dari hewan. Para ilmuwan percaya bahwa 4-6000000 spesies arthropoda. Kata “sukses” perlu didefinisikan, bagi banyak manusia akan mempertimbangkan mamalia untuk menjadi kelompok hewan yang paling sukses di planet bumi, namun, standar manusia untuk “sukses” belum tentu satusatunya. Dari perspektif biologis, kelompok hewan yang “berhasil” jika ... 1. Spesies tersebut termasuk sejumlah besar spesies 2. Spesies tersebut menempati berbagai jenis habitat 3. Spesies tersebut makan banyak jenis makanan 4. Spesies tersebut pandai membela diri dari musuh-musuhnya
37
Gambar 2. Ilustrasi kesuksesan Arthropoda di Planet Bumi (Sumber: Barkeley, 2016)
Fitur yang membedakan utama dari arthropoda adalah eksoskeleton dari kitin atau kutikula. Keberhasilan fenomenal dari arthropoda dapat dikaitkan, setidaknya sebagian, untuk eksoskeleton ”baju besi” yang bervariasi dalam bentuk dari mantel mengkilap halus dari kumbang, ke cangkang kapur dari kepiting atau tas lembut fleksibel meliputi ulat. Pembatasan potensi pertumbuhan yang diberikan oleh kutikula kaku diatasi dengan molting periodik atau ekdisis dari eksoskeleton. Eksoskeleton melindungi organ-organ internal, memberikan sesuatu untuk otot untuk menarik, mempertahankan diri terhadap predator, parasit dan patogen, mengisolasi hewan dari lingkungan dan melindungi arthropoda tanah dari kekeringan. Pada arthropoda darat juga menyediakan bahan yang dapat digunakan untuk mengembangkan struktur pernapasan, paruparu buku pada laba-laba, dan trakea serangga.
38
Gambar 3. Keberagaman struktur tubuh arthropoda sebagai salah satu faktor kesuksesan arthropoda (Sumber: Utah University, 2016)
Arthropoda merupakan puncak evolusi dari protostomes. Nampaknya arthropoda berkembang dari akar yang sama dengan Annelida dan bahwa tiga garis keturunan utama arthropoda, chelicerata, crustacea dan Insecta berevolusi secara independen dari satu nenek moyang. Sedikit yang diketahui dari nenek moyang arthropoda hidup. Mungkin memiliki onychophora hidup mirip seperti Peripatus, hewan dengan dinding jelas seperti tubuh dan sistem ekskresi seperti pada annelida tapi memiliki pelengkap seperti arthropoda, yaitu trakea.
39
Gambar 4. Arthropoda terdapat diberbagai habitat, salah satu faktor yang mendorong kesuksesan hidup bagi arthropoda (Sumber: Zeuter Development Corporation, 1996)
Faktor-faktor berikut tidak diragukan lagi berkontribusi pada keberhasilan arthropoda darat karena mereka disesuaikan untuk memecahkan masalah dukungan, stabilitas, pengeringan dan respirasi berhubungan dengan hidup di udara: 1. Pengembangan eksoskeleton, yang memberikan dukungan dan bentuk untuk tubuh di udara. 2. Kutikula lilin dari arakhnida dan serangga mencegah kehilangan air dan melindungi terhadap pengeringan. 3. Adaptasi dari struktur tubuh dan organ, ukuran kecil dan motilitas, termasuk penerbangan pada serangga, menganugerahkan keuntungan lebih. 4. Stabilitas cahaya untuk tubuh, karena menjadi 'berayun rendah', memungkinkan untuk kaki yang panjang meningkatkan kecepatan. 5. Evolusi sistem tabung trakea untuk respirasi, yang membawa udara di sekitar tubuh yang memungkinkan pertukaran gas terjadi; 6. Membuat sarang dan kepompong, menyediakan makanan 7. Keberadaan sejumlah besar pada relung terestrial: mayoritas arthropoda hanya memiliki panjang 3-4 mm. 8. Tidak adanya invertebrata terestrial lainnya bersaing untuk ruang dan makanan. 40
Gambar 5. Besarnya jumlah arthropoda ketimbang anggota kingdom Animalia lainnya mengindikasikan kesuksesan hidup arthropoda (Sumber: Wikipedia.com, 2016)
C. Kelimpahan dan Keberagaman Arthropoda Meskipun burung, pohon, dan anggrek adalah organisme yang familiar ditemukan dikawasan hutan, terutama hutan hujan, namun sangat kalah jumlah oleh arthropoda kecil, seperti serangga, laba-laba dan kaki seribu. Di masa lalu, para ilmuwan mengalami kesulitan memperkirakan berapa banyak arthropoda yang ada dalam luasnya hutan. Namun berkat metode baru sampling dan analisis, peneliti sekarang berpikir bahwa lebih dari 25.000 spesies arthropoda yang berbeda hidup hanya dalam satu hutan. Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sekitar 25.000 spesies arthropoda ada di hutan seluas 6,000 hektar. Dengan menghitung-hitung organisme kecil, peneliti berharap untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari banyak peran arthropoda dalam ekosistem hutan hujan.
41
Gambar 6. Diversitas atau keberagaman pada filum Arthropoda (Sumber: MAB, 2000)
Sejauh ini arthropoda adalah bentuk kehidupan yang paling beragam di planet ini. Serangga saja, dengan sekitar 970.000 spesies yang dikenal, terdiri lebih dari satu setengah dari semua jenis kehidupan diketahui terjadi di planet ini. namun, meski angka yang mengesankan, ini hanya mencerminkan spesies yang diketahui dimana sesuai dengan yang dijelaskan dalam literatur ilmiah dan diterima sebagai spesies yang berbeda. Jumlah ini hanya mewakili sebagian kecil dari jumlah spesies yang diperkirakan hadir pada planet hari ini. Jumlah ini juga merupakan sebagian kecil dari semua serangga yang pernah berada di planet ini. Bahwa mungkin 95% dari semua serangga pernah ada, sejak penampilan pertama mereka sekitar 400 juta tahun yang lalu, yang sekarang sudah punah.
42
Gambar 7. Grafik representasi dari lebih dari 200 spesies arthropoda yang dikumpulkan di Black Brock pada tahun 2009 (Sumber: Department of Integrative Biology, University of Guelph)
Hari ini, jumlah spesies serangga diperkirakan 4-5000000 jenis. Sebagian besar dari ini, setidaknya 80%, tetap tidak diketahui untuk ilmu pengetahuan sejauh ini. Kemajuan sedang dibuat untuk menutup celah ini, dengan lebih dari 7.000 serangga baru spesies yang digambarkan setiap tahun, dengan rata-rata 20 per hari. Pada tingkat ini penemuan baru, mengesankan seperti itu, mungkin dapat berharap katalog lengkap dari lima juta serangga untuk siap dalam sekitar 550 tahun atau lebih. Sebuah pertanyaan yang jauh lebih sulit untuk dijawab adalah “Bagaimana jumlah serangga dan arthropoda lainnya dapat begitu beragam?” Salah satu masalahnya adalah bahwa jumlah besar dari arthropoda adalah menit dan hidup di tanah.
43
Gambar 8. Anggota filum arthropoda menjadi 90% dari spesies dari anggota kingdom Animalia yang diketahui (Sumber: University of Kentucky, 2016)
Sebagai contoh, salah satu upaya pertama menghitung semua arthropoda dalam sampel tanah dilakukan pada padang rumput selama November 1943. Tentang 2,5 miliar arthropoda diperkirakan per hektar, dengan tungau terdiri dari 62% dan springtail 23% dari jumlah yang ada. Atas dasar survei seperti itu diperkirakan bahwa serangga, springtails, tungau, dan arthropoda terrestrial lainnya melebihi manusia sebanyak 250 juta. Selanjutnya, arthropoda ini secara kolektif terdiri lebih dari 80% dari total biomassa dari hewan darat, jauh melampaui semua penghuni lahan lainnya seperti cacing tanah, reptil, burung, dan mamalia. Arthropoda adalah penting dalam ekosistem hutan dan kelimpahan serta keragaman mereka menarik bagi ahli entomologi. Peran yang dimainkan oleh arthropoda dalam proses dekomposisi dan pelepasan terus menerus nutrisi ke tanah hutan sangat penting. Arthropoda adalah anggota paling sukses dari kerajaan hewan; lebih dari 80% dari spesies hewan yang hidup dan dijelaskan adalah Arthropoda. Mereka juga termasuk kelompok yang sangat beragamseperti serangga, crustacea, laba-laba, kalajengking, dan kelabang. Ada jauh lebih banyak spesies arthropoda dari spesies di semua filum lainnya digabungkan.
44
BAB IV RANCANGAN TUBUH ARTHROPODA A. Pendahuluan Filum Arthropoda adalah pemilik anggota dengan jumlah terbanyak di kerajaan hewan, yang mengandung diperkirakan 10 juta spesies. Spesies baru dari arthropoda secara harfiah yang ditemukan setiap hari, menambah hampir satu juta yang telah dijelaskan. Para ahli memperkirakan bahwa mungkin arthropoda adalah kelompok yang paling sukses dari hewan yang pernah menduduki planet. Arthropoda mendahului dinosaurus (beberapa ratus juta tahun). Sebagian dari keberhasilan arthropoda yang tak tertandingi adalah karena fakta bahwa arthropoda adalah hewan pertama yang mendiami tanah. Antara 440 dan 410 juta tahun yang lalu, arthropoda secara bertahap pindah dari habitat asli ke habitat asri yang secara bersamaan itu bumi dihuni oleh tumbuhan vaskular.
Gambar 1. Struktur Tubuh Kalajengking dilihat dari bagian dorsal dan bagian ventral (Sumber: Encyclopedia Britannica, 2012)
Arthropoda juga kelompok hewan pertama yang berevolusi kemampuan untuk terbang dan karena itu bisa memanfaatkan ruang dimensi yang tanpa ada pesaing lainnya. Hal ini berakibat pada radiasi adaptif arthropoda. Fakta-fakta ini, ditambah dengan ukurannya yang kecil, membuat arthropoda menjadi vektor ideal serbuk sari dan menjelaskan asosiasi dekat seperti yang terlihat sekarang antara banyak tanaman berbunga dan serangga. Sepanjang sejarah panjang dari evolusi, arthropoda menyebar pada setiap habitat, terrestrial, air dan udara serta telah mengakibatkan dampak yang mendalam pada evolusi dari banyak spesies lainnya. Keberhasilan arthropoda telah dihasilkan dari struktur tubuhnya. 45
Terdapat struktur keras berupa eksoskeleton (terbuat dari kitin) digunakan untuk perlindungan dan mencegah arthrpoda dari kekeringan. Arthropoda memiliki 23 segmen utama, kepala, dada dan perut. Beberapa telah berevolusi menjadi hanya memiliki perut dan cephalothorax . Sebagian segmen tubuh hilang menjadi pelengkap. Semua pelengkap dalam arthropoda telah berkembang menjadi struktur yang menguntungkan arthropoda di lingkungannya, struktur tambahan tersebut termasuk cakar, antena, sayap, sirip, dan pelengkap lainnya yang digunakan untuk menyusui, pertahanan, penggerak, dan penerimaan sensorik. B. Stuktur Umum Tubuh Arthropoda Sementara arthropoda mungkin sangat berbeda dalam penampilan, arthropoda memiliki sejumlah fitur internal dan eksternal. Ada variasi besar dalam penampilan antara berbagai spesies arthropoda, dan tidak setiap spesies memiliki semua fitur yang terdaftar. Namun, hal ini merupakan ciri khas dari filum secara keseluruhan. Berikut ini adalah struktur umum tubuh arthropoda: 1. Tubuh Arthropoda beruas-ruas, dan terbagi atas caput atau kepala, thorax atau dada, dan abdomen atau perut. 2. Memiliki eksoskeleton (rangka luar) yang tersusun atas zat kitin. 3. Bentuk tubuh simetri bilateral, triploblastik. 4. Jumlah kaki mengalami modifikasi sesuai dengan kelasnya. 5. Memiliki anggota gerak yang berpasangan dan bersegmen. 6. Beberapa bagian caput dapat bersatu. 7. Sistem peredaran darah terbuka, dalam darah tidak mengandung hemoglobin, sehingga darah hanya berfungsi mengedarkan sari-sari makanan dan oksigen diedarkan melalui sistem trakea.
Gambar 2. Secara umum struktur tubuh arthropoda dibagi menjadi tiga, yaitu, kepala, toraks dan abdomen (Sumber: Pinterest catalog, 2016)
8. Arthropoda ada yang bernapas dengan trakea, insang, paru-paru buku, dan difusi melalui seluruh permukaan tubuh. 46
9. Alat ekskresi berupa badan malphigi dan nefridia. 10. Reproduksi secara seksual dengan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). C. Alat Mulut Arthropoda Mulut arthropoda telah berkembang menjadi beberapa bentuk, masingmasing disesuaikan dengan gaya atau mode dari makan yang berbeda. Kebanyakan mulut telah dimodifikasi, pelengkap berpasangan, yang dalam bentuk leluhur akan muncul lebih seperti kaki dari mulut. Secara umum, arthropoda memiliki mulut untuk memotong dan mengunyah, menusuk dan mengisap, menyedot dan menyaring.
Gambar 3: Moutparts yang ada pada kepiting tapal kuda (Sumber: Pinterest catalog, 2016)
47
1. Mulut pada Chelicherata a. Chelicherae
Gambar 4. Chelicera yang ada pada chelicerate (Sumber: Schoolbag, 2016)
Chelicerae adalah pelengkap kelat yang digunakan untuk mengolah makanan. Misalnya, pada kepiting tapal kuda, bentuknya seperti penjepit, sedangkan pada laba-laba, bentuknya berongga dan berisi (atau terhubung ke) kelenjar racun dan digunakan untuk menyuntikkan racun untuk menonaktifkan mangsa sebelum makan. Dalam beberapa laba-laba, chelicerae memiliki gigi yang digunakan untuk membuat lebih basah item mangsa yang berguna membantu pencernaan oleh enzim disekresikan. Laba-laba tanpa chelicerae bergigi menyuntikkan enzim pencernaan langsung ke mangsanya. Tungau dan kutu memiliki berbagai chelicerae. Karnivora memiliki chelicerae untuk menghancurkan mangsa, sedangkan herbivora dapat memiliki chelicerae yang dimodifikasi untuk menusuk dan menghisap (seperti yang dilakukan spesies parasit). Pada laba-laba laut, chelicerae (juga dikenal sebagai chelifores) yang pendek dan kelat dan diposisikan di kedua sisi pangkal belalai atau kadang-kadang vestigial. b. Proboscis Laba-laba laut memiliki belalai tubular yang terletak lebih didepan dari batang tubuh, yang kemudian membuka ke mulut. Pada spesies chelifores dan palps, belalai yang dikembangkan dengan baik, lebih fleksibel utamanya. Dalam kasus tersebut, dapat dilengkapi dengan bulu sensorik dan pegunungan serak yang kuat di sekitar mulut.
48
Gambar 5. Proboscis yang ada pada laba-laba laut (Sumber: Weebly, 2016) 2. Mulut pada Crustacea a. Maxillipeds Sampai dengan tiga pasang pertama kaki yang dimodifikasi untuk maxillipeds, ini membantu memanipulasi makanan dengan melewati makanan ke depan untuk rahang agar dapat mengunyah atau ke maksila untuk memotong menjadi potongan kecil.
Gambar 6. Maxilliped yang ada pada crustacea (Sumber: University of Queensland, 2011)
b. Setae Filter makanan pada crustacea berupa seta adalah pelengkap yang dimodifikasi dan bertindak sebagai filter. Filter makan mungkin telah dikembangkan dalam hubungannya dengan berenang, melalui adaptasi morfologi awal terjadi pada pelengkap dari batang tubuh. Adaptasi berikutnya tampaknya 49
berupa filter yang lebih baik dan lebih maju. Pelengkap penyaring menghasilkan arus air yang membawa makanan ke dalam jangkauan untuk koleksi oleh setae. Setae lain dapat digunakan untuk menyikat penyaringan setae agar lebih bersih, namun setae lain mungkin mengangkut makanan ke mulut.
Gambar 7. Seta pada crustacea sesaat sebelum molting (Sumber: Schafer, 1967)
Gambar 8. Setae pada crustacea dua hari setelah molting (Sumber: Schafer, 1967)
50
c. Ciri Pelengkap dada dimodifikasi untuk makan, cirri, yang menyaring partikel-partikel makanan dari arus air dan makanan yang telah melalui proses seleksi ke mulut. 3. Mulut pada Uniramia
Gambar 9. Mouthparts pada uniramia (insekta) (Sumber: Cram, 2012)
a. Labrum Labrum adalah perpanjangan datar kepala (bawah clypeus yang), meliputi rahang. Tidak seperti mulut lainnya, labrum adalah piringan tunggal yang menyatu (meskipun awalnya pada berupa struktur ganda pada). Labrum adalah bagian yang paling dari mulut dan terletak di garis tengah. Labrum berfungsi untuk menahan makanan di tempat selama mengunyah dengan rahang dan dengan demikian hanya dapat digambarkan sebagai bibir atas.
51
b. Mandible Pengunyah serangga memiliki dua rahang, satu di setiap sisi kepala. Mandible biasanya pelengkap terbesar dari pengunyah serangga, yang digunakan untuk mengunyah item (memotong, menghancurkan, mengunyah) makanan. Mandible membuka keluar (ke sisi kepala) dan datang bersama-sama medial. c. Maxilla Maxilla berpasagan memotong makanan dan memanipulasinya selama pengunyahan. Maxilla dapat memiliki rambut dan "gigi" di sepanjang margin dalamnya. Pada margin luar, galea adalah struktur menangkup atau dapat digambarkan seperti sendok, yang terletak di tepi luar labium. Maxilla juga memiliki palps, yang digunakan untuk merasakan karakteristik makanan yang potensial. d. Labium Labium adalah suatu struktur tunggal, meskipun terbentuk dari dua maxilla sekunder yang menyatu. Hal ini dapat digambarkan sebagai dasar mulut dan berfungsi di dekat mulut serangga. Bersama dengan maxilla, labium membantu memanipulasi makanan selama pengunyahan. e. Hyphopharynx Hyphopharynx adalah struktur agak bulat, timbul dari dasar labium. Hyphopharynx membantu menelan dan melakukan peran lidah yang ditemukan pada vertebrata besar. f. Forcipules Lipan, selain mulutnya, memiliki sepasang "cakar racun" atau yang disebut dengan forcipules. Forcipules, seperti maxilla pada crustacea, merupakan modifikasi dari kaki dan bukan mulut. Forcipules timbul dari segmen tubuh yang pertama, melengkung ke depan dan ke garis tengah. Tip adalah taring runcing, yang memiliki pembuka dari kelenjar racun. Forcipules digunakan untuk menangkap mangsa yang potensial. D. Komponen Mata pada Arthropoda Banyak arthropoda memiliki mata majemuk, yaitu berupa mata yang terdiri dari ribuan unit visual yang individual, masing-masing dengan lensa dan retina sendiri. Otak menerima masukan dari masing-masing unit, dan kemudian memvisulakannya.
52
Gambar 10. Compund eyes pada Arthropoda (Sumber: McGraw-Hill, 2001)
Sedangkan citra yang terbentuk tidak sejelas apa yang biasa dilihat oleh manusia, arthropoda melihat gerak jauh lebih cepat. Hal ini menjadi alasan mengapa sulit untuk menyelinap pada lalat. Beberapa arthropoda juga memiliki mata tunggal sederhana yang tidak membentuk gambar, tetapi hanya membedakan terang dari gelap. Kebanyakan serangga memiliki kedua senyawa dan mata sederhana. Pada capung dan belalang, mata sederhana ini berfungsi sebagai detektor cakrawala. Kemampuan untuk melihat cakrawala membantu serangga menstabilkan posisinya selama penerbangan. Sebagian besar spesies arthropoda dengan mata majemuk menanggung hanya dua mata yang terletak terpisah dan simetris, satu di setiap sisi kepala. Susunan ini disebut dichoptic. Contohnya termasuk kebanyakan serangga, dan sebagian besar spesies yang lebih besar dari crustacea, seperti kepiting. Banyak organisme lain, seperti vertebrata dan cephalopoda yang sama dan analog dengan dichoptic, yang merupakan bagian yang umum pada hewan yang merupakan anggota dari Bilateria dan memiliki fungsional mata rumit. Namun, ada variasi pada skema itu. Dalam beberapa kelompok hewan yang nenek moyangnya dichoptic, mata spesies modern dapat ramai bersama dalam bidang median, contoh termasuk banyak archaeognatha. Dalam kasus ekstrim mata tersebut dapat menyatu, efektif menjadi satu mata, seperti dalam beberapa copepoda, terutama pada genus Cyclops. Satu istilah untuk pengaturan tersebut dari mata adalah cycloptic. Di sisi lain, beberapa mode dari tuntutan hidup adalah mempertajam visual, dimana pada mata majemuk menuntut jumlah yang lebih besar dari ommatidia, yang pada gilirannya menuntut mata majemuk menjadi lebih besar. Hasilnya adalah bahwa mata menempati sebagian besar permukaan yang tersedia dari kepala, mengurangi area frons dan vertex dan berkerumun ocelli, jika ada. Meskipun mata majemuk secara teknis seperti masih dapat dianggap dichoptic, Dalam kasus yang ekstrim adalah bahwa batas mata seperti bertemu, efektif 53
membentuk topi pada sebagian besar kepala. Seperti anatomi disebut holoptic. contoh spektakuler dapat dilihat padea anisoptera dan berbagai lalat, seperti beberapa acroceridae dan tabanidae. Sebaliknya, kebutuhan untuk fungsi tertentu mungkin tidak memerlukan mata yang sangat besar, tetapi membutuhkan resolusi besar dan visi stereoscopic baik untuk serangan yang tepat. contoh yang baik dapat dilihat pada mantodea dan mantispidae, di mana melihat mangsa dari ommatidia tertentu di kedua mata majemuk pada saat yang sama, menunjukkan bahwa itu adalah dalam posisi yang tepat untuk merebut dalam penyergapan jarak dekat. Mata yang sesuai ditempatkan dalam posisi yang baik untuk multivisi, ditambah konsentrasi khusus pada bidang median anterior. Ommatidia individu diarahkan ke segala arah sehingga dapat melihat tempat gelap (pseudopupil), menunjukkan bahwa ommatidia meliputi bidang pandang dari setiap posisi pada bidang median, dan tempat lain, dua bintik-bintik gelap simetris dan identik. Kadang-kadang kebutuhan untuk ketajaman visual dalam konflik fungsi yang berbeda, dan bagian yang berbeda dari mata dapat disesuaikan dengan fungsi yang terpisah, misalnya, gyrinidae menghabiskan sebagian besar masa dewasanya hidup di permukaan air, dan memiliki dua mata majemuk yang dibagi menjadi empat bagian, dua untuk visi bawah air dan dua untuk visi di udara. Sekali lagi, khususnya di beberapa diptera, ommatidia di berbagai daerah mata hewan jantan holoptic mungkin berbeda dalam hal ukuran, ommatidia atas cenderung lebih besar. Dalam kasus beberapa ephemeroptera efeknya sangat berlebihan bahwa bagian atas mata terangkat seperti cupcake bertingkat, sementara bagian bawahnya berfungsi untuk penglihatan rutin terlihat seperti organ yang terpisah. Hexapoda sedang dianalisa untuk masuk dalam kelompok mahkota crustacea sementara penelitian molekular membuka jalan bagi hubungan ini, Morfologi mata yang dimiliki dan juga nyata serupa. Mata pada hexapoda sangat berbeda dari myriapoda, yang secara tradisional dianggap sebagai kelompok saudara dari hexapoda. Kedua ocelli dan mata majemuk yang mungkin hadir dalam nenek moyang arthropoda pada moyang terakhir, dan mungkin apomorphic dengan ocelli di filum lainnya, seperti annelida. Ocelli median hadir pada chelicerata dan mandibulata, ocelli lateral juga hadir dalam chelicerata. Tidak ada organisme fosil yang telah diidentifikasi mirip dengan nenek moyang terakhir dari arthropoda, maka mata dimiliki oleh arthropoda pertama tetaplah mnjadi suatu hipotesis. Petunjuk terbesar dalam penampilan arthropoda berasal dari onychophora, yaitu garis keturunan kelompok induk yang menyimpang segera sebelum arthropoda pertama ada. Mata makhluk ini melekat pada otak menggunakan saraf yang masuk ke pusat otak, dan hanya ada satu area otak dikhususkan untuk visi. Hal ini mirip dengan kabel dari ocelli median (mata sederhana kecil) yang dimiliki oleh banyak arthropoda. Mata ini juga mengikuti 54
jalur yang sama melalui pengembangan awal organisme. Hal ini menunjukkan bahwa mata onychophora berasal dari ocelli sederhana, dan tidak adanya struktur mata lainnya menyiratkan bahwa leluhur arthropoda kekurangan mata majemuk, dan hanya menggunkan ocelli median untuk merasakan terang dan gelap. Namun, pandangan yang bertentangan mencatat bahwa mata majemuk muncul di banyak arthropoda awal, termasuk trilobita dan eurypterida, menunjukkan bahwa mata majemuk mungkin telah dikembangkan setelah garis keturunan onychophora dan arthropoda, namun sebelum radiasi arthropoda. Pandangan ini didukung jika posisi arthropoda didukung untuk senyawa pada bantalan mata organisme Cambrian seperti anomalocaridida. Alternatif, bagaimanapun, adalah bahwa mata majemuk berevolusi beberapa kali antara arthropoda. 1. Komponen Mata pada Trilobita Mata trilobita memiliki tiga bentuk. Mata holochroal, yang paling umum dan paling primitif, terdiri dari banyak lensa kecil, antara 100-15.000, ditutupi oleh membran kornea tunggal. Ini adalah jenis mata yang paling kuno. Morfologi mata ini ditemukan pada trilobita cambrian (awal) dan bertahan sampai kepunahan permian.
Gambar 11. Compound eyes pada Trilobita (Sumber: Gon, S.M., 2014)
Mata schizochroal lebih kompleks ditemukan hanya dalam satu sub ordo dari trilobita, yaitu Phacopina. Tidak memiliki rekan modern. mata memiliki hingga 700 lensa yang lebih besar dengan sclera individu yang memisahkan setiap lensa. Setiap lensa memiliki kornea. mata schizochroal dikembangkan dari mata holochroal dan lebih kuat dengan tumpang tindih pada bidang visual. Mata ini sangat berguna untuk penglihatan malam hari dan mungkin untuk warna dan analisis mendalam. Lensa mata dibangun dari kristal kalsit tunggal. Awal desain mata schizochroal agak membingungkan dan tidak teratur, meskipun dibatasi 55
oleh persyaratan geometris kemasan lensa berukuran identik pada permukaan melengkung. desain ini kemudian digunakan sebagai standar ukuran lensa.
Gambar 12. Desain lensa Huygens 'untuk kelainan minimal (atas kiri) ditemukan dalam lensa Crozonaspis trilobita (kanan). Jalur cahaya (kuning) yang masuk ke lensa dari kiri datang ke dalam fokus jarak pendek di sebelah kanan lensa (biru). Pada mata crozonaspis, badan intralensar (putih) mengoreksi lebih fokus setelah melewati lapisan lensa luar (biru). (Sumber: Gon, S.M., 2000)
Gambar 13. Desain lensa Descartes 'untuk kelainan minimal (atas kiri) ditemukan dalam lensa Dalmanitina trilobita (kanan) (Sumber: Gon, S.M., 2000)
Morfologi mata ketiga dari trilobita, disebut abathochroal, ditemukan hanya dalam Eodiscina. morfologi ini terdiri dari hingga 70 lensa yang jauh lebih kecil. Kornea dipisahkan setiap lensa, dan sclera pada setiap lensa diakhiri di atas satu sama kornea. Morfologi mata trilobita berguna untuk menentukan cara hidup trilobite itu sendiri, dan dapat berfungsi sebagai indikator Palaeoenvironmental. 2. Komponen Mata pada Crustacea dan Insekta Saat ini telah diketahui bahwa serangga adalah clade dalam crustacea, dan bahwa crustacea merupakan monofiletik. Hal ini konsisten dengan pengamatan bahwa mata serangga dan crustacea berkembang dengan cara yang sangat mirip.
56
Gambar 14. Scanning elektron mikrograf mata majemuk larva dan dewasa Gonodactyloid stomatopod (Udang mantis). A. Komponen mata dari tahap larva planktonik pertama, pandangan anterior. Mata pengintai berupa array bola pipih dari ommatidia berukuran serupa dengan kemasan heksagonal rapi. Skala bar: 100 m. B.Pandangan lateral, mata udang dewasa. Perhatikan bentuk bulat telur mata dan array ommatidial sangat kompleks, termasuk enam baris mengangkat ommatidia yang membentuk garis tengah khatulistiwa. Skala bar: 1 mm (Sumber: Cronin et al, 2001)
Gambar 15. Diagram Compound eye dari Insekta (Sumber: Pearson, 2008)
Sementara kebanyakan crustacea dan beberapa larva serangga memiliki mata median yang sederhana, seperti organ pit mata bolwig pada Drosophila dan 57
mata naupliar crustacea, beberapa kelompok memiliki larva dengan mata lateral yang sederhana atau majemuk. Mata majemuk dari hewan dewasa berkembang di daerah kepala terpisah dari wilayah di mana mata median larva berkembang. Ommatidia baru ditambahkan dalam baris berbentuk setengah lingkaran di bagian belakang mata, pada tahap pertama pertumbuhan, hal ini mengarah ke ommatidia individu menjadi persegi, namun kemudian dalam perkembangan mata menjadi heksagonal. Pola heksagonal akan menjadi terlihat hanya ketika karapas panggung dengan mata persegi mengalami molting. Meskipun mata pengintai pada peduncles terjadi pada beberapa spesies crustacea dan beberapa serangga, hanya beberapa crustacea, seperti kepiting, menanggung matanya pada peduncle yang diartikan memungkinkan mata untuk dilipat keluar dari jalan kesulitan. 3. Komponen Mata pada Uniramia Kebanyakan myriapoda menanggung stemmata, yaitu, mata lensanya yang tunggal dan berkembang dengan pengurangan mata majemuk. Namun, genus scutigera telah kembali berevolusi dimana mata majemuk yang terdiri dari stemmata diulang. Ini muncul untuk tumbuh dalam baris yang disisipkan di antara baris yang ada pada ocelli. E. Eksoskeleton pada Arthropoda Lapisan luar dari tubuh arthropoda adalah eksoskeleton kaku (sering disebut cangkang) terutama terdiri dari kitin. Eksoskeleton tipis dan fleksibel di mana sendi pelengkap berada. Otot yang melekat pada interior permukaan Eksoskeleton dapat menarik menentangnya, menyebabkan sendi hewan menekuk. Banyak arthropoda dapat menggunakan pelengkap bersendi yang dimiliki untuk melakukan gerakan kompleks. Sementara kitin sulit, dengan mudah rapuh.
Gambar 16. Eksoskeleton pada Arthropoda (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 1996)
58
Seperti arthropoda bertambah besar, Eksoskeleton juga harus menjadi lebih tebal untuk menahan tarikan otot yang lebih besar tanpa melonggar. Namun, peningkatan ketebalan Eksoskeleton menambah berat badan, membatasi ukuran yang dapat dicapai arthropoda. Eksoskeleton kelompok arthropoda yang berbeda sangat bervariasi ketebalan. Jika anda pernah mencoba untuk memukul serangga besar, Anda tahu bahwa eksoskeleton sulit untuk dihancurkan. Crustacea, sebagai permisalan, memiliki eksoskeleton yang tebal dan tidak fleksibel. Sebagai perbandingan, eksoskeleton serangga lain dan beberapa arakhnida cukup lembut dan fleksibel. Terlepas dari sifat arthropoda ini ekoskeleton, memberikan perlindungan dari cedera dan membantu untuk mencegah kehilangan air. Eksoskeleton pada arthropoda khas karena struktur berlapis-lapis dengan empat wilayah fungsional. Epicuticle, procuticle, epidermis dan membran basal Dari jumlah tersebut, epicuticle adalah penghalang eksternal multilayer, terutama pada arthropoda darat, bertindak sebagai penghalang terhadap pengeringan. Kekuatan eksoskeleton disediakan oleh procuticle dibagian dasar yang pada gilirannya disekresikan oleh epidermis. Kutikula pada arthropoda adalah material komposit biologis, yang terdiri dari dua bagian utama rantai berserat alpha kitin dalam matriks seperti sutra dan globular protein, yang paling terkenal adalah protein karet yang disebut resilin. Kelimpahan relatif dari dua komponen utama ini bervariasi dari sekitar 50/50 ke 80/20 protein chitin, dengan bagian-bagian lembut dari eksoskeleton memiliki proporsi yang lebih tinggi dari kitin. Kutikula lembut ketika pertama kali dikeluarkan, tetapi segera mengeras seperti yang diperlukan, dalam proses sclerotization. Proses ini kurang dipahami, tetapi melibatkan bentuk tanning di mana bahan kimia fenolik molekul protein crosslink atau jangkar untuk molekul sekitarnya seperti kitin. Bagian dari efek ini adalah untuk membuat bahan hidrofobik yang kecokelatan. Dengan memvariasikan jenis interaksi antara protein dan kitin, metabolisme serangga menghasilkan daerah eksoskeleton yang berbeda dalam perilaku basah dan kering, warna dan sifat mekanik yang ada. Dua lapisan kutikula memiliki sifat yang berbeda. Lapisan luae di mana sebagian besar penebalan, biomineralization dan sclerotisation berlangsung, dan materialnya cenderung kuat di bawah tekanan kompresif, meskipun lemah di bawah tekanan. Ketika wilayah kaku gagal di bawah tekanan, bagian itu kemudian retak. Lapisan dalam disaat bersamaan lembut namun juga keras yang menolak tegangan tarik tetapi dikenakan kegagalan di bawah kompresi. Kombinasi ini sangat efektif dalam melawan predasi, predator cenderung mengerahkan kompresi pada lapisan luar, dan ketegangan di bagian dalam. Derajat dari sclerotisation atau mineralisasi menentukan bagaimana kutikula merespon deformasi. Di bawah tingkat tertentu perubahan deformasi bentuk 59
atau dimensi kutikula yang elastis dan bentuk asli kembali setelah stres dihapus. Di luar itu tingkat deformasi, non-reversibel, deformasi plastik terjadi sampai akhirnya kutikula retak atau pecah. Umumnya, semakin sedikit sclerotised kutikula, semakin besar deformasi yang dibutuhkan untuk merusak kutikula irreversibel. Di sisi lain, lebih berat kutikula adalah lapis baja, semakin besar stres yang dibutuhkan untuk merusak hal itu. F. Segmentasi pada Arthropoda Pada arthropoda, segmen tubuh individu sering hanya ada selama tahap larva. Sebagai contoh, ketika anda melihat sebuah larva kupu-kupu (ulat), anda dapat dengan mudah melihat bahwa ulat itu memiliki banyak segmen. Namun, jika anda melihat dekat pada kupu-kupu dewasa, anda akan melihat hanya tiga deerah tubuh atau segmen. Dalam kebanyakan arthropoda banyak segmen tubuh sekering selama pengembangan untuk membentuk tiga daerah yang berbeda kepala (wilayah tengah tubuh), dan perut. Pada beberapa arthropoda, seperti kepiting, kepala menyatu dengan thorax untuk membentuk daerah tubuh yang disebut cephalothorax. Sebagai aturan, eksoskeleton arthropoda dibagi menjadi unit-unit fungsional yang berbeda, masing-masing terdiri dari serangkaian segmen yang dikelompokkan. Kelompok tersebut disebut tagma, dan tagma disesuaikan dengan fungsi yang berbeda pada tubuh arthropoda. Misalnya, tagma serangga termasuk kepala, yang merupakan kapsul yang menyatu, dada merupakan kapsul tetap, dan perut biasanya dibagi menjadi rangkaian yang disebut segmen. Setiap segmen memiliki sclerit sesuai dengan kebutuhan untuk kekakuan eksternal, misalnya, pada larva dari beberapa lalat, tidak ada sama sekali dan eksoskeleton secara efektif menjadi semua membran, perut seekor lalat dewasa ditutupi dengan sclerit cahaya yang dihubungkan oleh sendi kutikula membran. Pada beberapa kumbang sebagian besar sendi begitu erat terhubung, bahwa tubuh praktis dalam lapis baja, kotak kaku. Namun, pada sebagian besar arthropoda tagma tubuh begitu terhubung dan bersendi dengan kutikula fleksibel dan otot-otot yang dimiliki setidaknya beberapa kebebasan bergerak, dan banyak hewan seperti chilopoda atau larva nyamuk memang sangat fleksibel dalam bergerak. Selain itu, anggota badan arthropoda yang disambung, sehingga karakteristik ini sesuai dengan nama “Arthropoda” secara harfiah berarti “kaki bersendi” dalam refleksi dari fakta. Permukaan internal eksoskeleton sering membentuk satu set struktur yang disebut apodem yang berguna untuk lampiran otot, dan secara fungsional sebesar komponen endoskeletal, sangat kompleks dalam beberapa kelompok, terutama pada crustacea.
60
G. Molting pada Arthropoda Sebuah eksoskeleton tangguh melindungi arthropoda dari predator dan membantu mencegah kehilangan air. Tapi eksoskeleton tidak bisa tumbuh lebih besar, sehingga arthropoda tidak bisa hanya tumbuh lebih besar, karena banyak hewan lain. Bayangkan meledakkan balon dalam minuman ringan setelah itu pada titik tertentu balon tidak dapat menjadi lebih besar. Arthropoda memiliki permasalahan yang sama. Dalam proses yang disebut ekdisis arthropoda menumpahkan dan membuang eksoskeleton yang dimiliki secara berkala. Molting dipicu oleh pelepasan hormon tertentu. Tepat sebelum molting, sebuah bentuk eksoskeleton baru di bawah yang lama. Ketika eksoskeleton baru sepenuhnya terbentuk, yang lama terbuka. Kemudian muncul yang baru,. Eksoskeleton masih lembut, eksoskeleton baru mengeras dalam beberapa jam atau beberapa hari, tergantung pada spesies.
Gambar 17. Diagram Segmentasi pada Arthropoda (Sumber: Damen, 1998)
Sifat kimia dan fisik dari eksoskeleton arthropoda membatasi kemampuannya untuk meregangkan atau berubah bentuk sebagai hewan tumbuh. Dalam beberapa kasus khusus, seperti perut ratu rayap dan semut honeypot berarti bahwa pertumbuhan berkelanjutan dari arthropoda tidak mungkin. Oleh karena itu, pertumbuhan periodik dan terkonsentrasi dalam periode waktu ketika eksoskeleton ditumpahkan, disebut molting atau ekdisis yang berada di bawah kendali hormon yang disebut ekdison. Moulting merupakan proses yang kompleks yang selalu berbahaya bagi arthropoda yang 61
terlibat. Sebelum eksoskeleton lama ditumpahkan, kutikula memisahkan diri dari epidermis melalui proses yang disebut apolysis. Kutikula baru diekskresikan oleh epidermis yang mendasarinya, dan garam mineral biasanya ditarik dari kutikula lama untuk digunakan kembali. Setelah kutikula lama ditumpahkan, arthropoda biasanya memompa tubuhnya (misalnya, dengan udara atau air intake) untuk memungkinkan kutikula baru untuk memperluas ke ukuran yang lebih besar, proses pengerasan oleh dehidrasi kutikula kemudian terjadi. Arthropoda yang baru molting biasanya pucat dalam warna. Hal ini biasanya menggelapkan atau keuntungan warna sebagai eksoskeleton yang mengeras. Meskipun proses ekdisis secara metabolik berisiko dan mahal, itu memang memiliki beberapa keuntungan. Untuk satu hal itu memungkinkan siklus pengembangan kompleks metamorfosis di mana hewan muda mungkin benar-benar berbeda dari fase yang lebih tua, seperti larva nauplius dari crustacea, nimfa katakanlah dari odonatan atau larva endopterygota, seperti belatung dari lalat, tahap larva tersebut umumnya memiliki peran dalam kehidupan dan siklus ekologi yang sama sekali berbeda dari hewan dewasa. Kedua, sering cedera dalam satu fase, seperti hilangnya kaki dari nimfa serangga, atau cakar dari kepiting muda, dapat diperbaiki setelah satu atau dua tahap ekdisis. Demikian pula, bagian halus yang perlu penggantian periodik, seperti permukaan luar dari lensa mata laba-laba, atau rambut pada ulat bulu, bisa ditumpahkan, membuat jalan untuk struktur baru. H. Respirasi pada Arthropoda Mayoritas arthropoda darat bernafas melalui jaringan tabung udara halus yang disebut trake, memberikan oksigen ke seluruh tubuh. Katup yang mengontrol aliran udara melalui spirakel dan mencegah kehilangan air adalah adaptasi kunci untuk arthropoda pertama yang menyerbu tanah lebih dari 400 juta tahun yang lalu.
62
Gambar 18. Struktur organ respirasi pada beberapa serangga. A. Sistem trakea pada serangga. B. Pipa air pada kalajengking. C. Tabung udara pada larva nyamuk. D. Trakea pada insekta. E Paru-paru buku pada Limulus. F. Paru-paru buku pada laba-laba. G. Podobranchial pada crustacea. H. Insang plural pada crustacea. I. Insang seperti daun pada nimfa lalat betina. J. Insang bertaut yang ada pada larva arthropoda air (Sumber: Biology Discussion, 2016)
Arthropoda bernafas dalam berbagai cara, memanfaatkan segala sesuatu dari sistem trakea unik beberapa arthropoda darat, insang untuk arthropoda air. Sistem trakea unik untuk beberapa arthropoda darat, dan melibatkan udara memasuki sistem yang masuk ke lubang kecil yang disebut spirakel. Ini menyebabkan sistem tabung, yang disebut trakea. Cabang ini lebih jauh untuk 63
menjadi trakeola, melalui jalur mana udara lewat, kemudian sampai ke individu atau kelompok kecil dari sel-sel di dalam tubuh. Terdapat wilayah yang luas yang disediakan oleh sel-sel ini untuk pertukaran pernafasan. Arthropoda merupakan tiga per empat dari kerajaan hewan dan menghuni berbagai habitat. Arthropoda menghirup udara serta air. Organ pernapasan bervariasi sesuai dengan cara hidup mereka seperti yang dijelaskan di bawah ini. 1. Organ respirasi pada crustacea Pada crustacea kecil, seperti copepoda dan ostracods oksigen hanya berdifusi melalui permukaan tubuh karena hewan-hewan kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan massa tubuh. Pada sebagian besar crustacea insang adalah organ pernapasan utama. Pada insang udang diapit ruang insang pada setiap sisi cephalothorax dan ditutupi oleh karapas, bagian dalam disebut branchiostegite. a. Epipodites Epipodites seperti struktur membran yang melekat pada coxa dari tiga maxilliped. Bagian ini melaksanakan fungsi pernafasan. Insang dianggap sebagai organ pernapasan utama dari tiga jenis yang ada pada udang, yaitu podobranchs, arthrobranchs dan pleurobranchs. b. Podobranchs Podobranchs adalah salah satu sepasang insang kecil yang melekat pada coxa dari maxilliped yang kedua. c. Arthrobanchs Arthrobranchs dua pasang, satu kecil dan yang lain yang lebih besar, melekat pada membran arthrodial dari maxilliped yang ketiga. d. Pleurobranchs Pleurobranchs adalah 5 pasang insang melengkung terpasang di ruang insang pada margin luar cephalothorax, dari punggung ke kaki. Insang lamellae yang datar, seperti pelat diatur sejajar satu sama lain seperti halaman buku. Saat air mengalir melalui ruang insang oleh aksi scaphognathite yang merupakan embel seperti kipas dari rahang atas dan terletak di dekat pintu masuk ruang insang. Hal ini juga disebut baler karena memaksa air melalui ruang insang. Air segar memasuki ruang insang dari belakang dalam bentuk arus. Insang yang sangar vascular seperti piring ditutupi dengan membran permeabel untuk lewatnya gas. 2. Organ respirasi pada arachnida Kalajengking bernafas melalui empat pasang paru-paru buku atau kantung paru yang terbuka ke luar melalui empat pasang stigma di sisi ventral dari mesosoma. Paru-paru buku seperti struktur, di mana ada lipatan halus yang disusun seperti daun buku. lipatan ini kaya dengan darah. Empat pasang paru-paru buku 64
yang terletak di segmen mesosomal ketiga, keempat, kelima dan keenam. Setiap paru-paru buku terdiri dari rongga udara atau ruang atrium di sisi ventral yang membuka ke sisi luar oleh ventilator atau stigma yang terbuka di sisi ventro lateral sternum. Punggung bagian dari paru buku terdiri dari hampir 150 lipatan vertikal atau lamella diatur seperti daun buku. Setiap lamella adalah struktur berongga, terbuat dari dua lapisan tipis epitel pernapasan. Masuknya udara diparu-paru buku dipengaruhi oleh aksi otot dorsoventral dan atrium. Kontraksi otot dorso-ventral menekan ruang paru sehingga udara dari ruang dipaksa keluar melalui stigma. Ketika otot-otot atrium berkontraksi paru-paru buku meluas menciptakan vakum dan mengisap udara segar melalui stigma. 3. Organ respirasi pada insekta Mayoritas serangga menghirup udara melalui suatu sistem pertukaran gas yang rumit dan paling efisien yang terbuat dari percabangan tabung udara elastis atau trakea disebut sistem trakea. Pada sebagian besar sistem serangga trakea berfungsi untuk transportasi oksigen dan karbon dioksida. Setiap trakea adalah tabung udara dilapisi dengan sel epitel dan pegunungan spiral disebut taenidia. Trakea terbuka secara eksternal oleh bukaan kecil yang disebut spirakel melalui udara memasuki sistem. Trakea tersebut bercabang menjadi cabang-cabang yang lebih halus disebut trakeola kemudian ke kapiler udara tanpa bagian dalam pegunungan taenidia. Pernapasan dipengaruhi oleh otot tergo sternal, pasangan yang menghubungkan sisi dorsal tubuh dengan sisi ventral dan karenanya kontraksi menekan rongga perut memaksa pesawat untuk pindah. Relaksasi dari otot-otot ini membawa rongga perut ke dalam bentuk aslinya, mengisap udara ke dalam tabung trakea. Pada banyak serangga air seperti lalat capung dan capung larva terdapat insang trakea untuk respirasi dalam air. Insang trakea adalah ekstensi daun seperti pada segmen perut terminal yang membawa epitel pernapasan. Di dalam tubuh kecoa ada tiga pasang paralel batang trakea longitudinal, satu punggung, satu ventral dan sepasang lateral, yang dihubungkan bersamasama oleh commissures melintang. Lapisan kutikula dari trakea ini adalah spiral yang menebal untuk membentuk taenidia yang mencegah tabung trakea dari keruntuhan. Trakeola beranastomosis dan menembus di seluruh bagian tubuh dan terhubung ke jaringan otot dan sel-sel. Trakeola memiliki diameter hanya 1 mikron saja dan rongga intraseluler serta dinding sangat tipis dan tanpa kutikula. Sebaliknya trakeola berbaris oleh protein yang disebut trakein dan biasanya diisi dengan cairan yang larut berisi oksigen dan berdifusi ke jaringan. Sistem trakea membawa oksigen langsung ke sel-sel tubuh dan tidak memerlukan darah untuk mengangkutnya. Umumnya ada 10 pasang spirakel pada serangga, dua pasang pada toraks dan delapan pasang pada perut. 65
I. Ekskresi pada Arthropoda Arthropoda terrestrial memiliki sistem ekskresi unik yang efisien menghemat air dan menghilangkan limbah metabolik. Sistem ini merupakan unit ekskretoris disebut tubulus malpighi, ekstensi fingerlike dari usus arthropoda yang bermandikan darah. Air dan partikel kecil yang terlarut dalam darah bergerak melalui tubulus dan ke usus arthropoda. Sebagian cairan bergerak melalui usus, sebagian besar air, ion berharga, dan metabolit dari cairan yang diserap ke dalam jaringan tubuh arthropoda oleh osmosis. Limbah metabolik tetap dalam usus dan akhirnya meninggalkan tubuh melalui anus. Arthropoda aquatik menggunakan serangkaian reaksi metabolisme untuk mengkonversi nitrogen amonia. Amonia sangat beracun sehingga harus disiram turun sehingga organisme tidak mati. disiram turun amonia ini kemudian dikeluarkan melalui membran permeabel, sering kali insang. Semua crustacea menggunakan sistem ini dan karena fakta bahwa ia menggunakan banyak air sehingga amonia dipermudah inilah alasan mengapa crustacea tidak menjadi arthropoda darat. Laba-laba (Araneae) adalah salah satu jenis arthropoda. Laba-laba menggunakan sistem tubulus malpighi dan mengeluarkan limbah hasil metabolisme melalui anus. Beberapa spesies yang lebih tua dari laba-laba bahkan menggunakan ginjal kecil, tetapi hal ini membutuhkan banyak air. Contoh lain dari arthropoda adalah lobster (Nephropidae). Lobster mengeluarkan limbah seperti kebanyakan arthropoda air lakukan. Limbah yang dikeluarkan melalui insang dan kelenjar pencernaan.
66
Gambar 19. Sistem Eksresi pada Semut (Sumber: Purves et al, 1994)
Namun, lobster juga mampu buang air kecil dari organ yang disebut kelenjar hijau di dasar dari antena. Kepiting tapal kuda (Limulidae) adalah contoh lain dari arthropoda. Kepiting tapal kuda menggunakan metode campuran antara arthropoda darat dan air untuk mengeluarkan limbah. Kepiting tapal kuda mengeluarkan limbah melalui insang sementara pada saat yang sama mampu mengeluarkan kotoran melalui anus dan mengeluarkan urin dengan menggunakan ginjal. J. Sistem Syaraf pada Arthropoda Sebuah titik hitam kecil di lantai keramik putih. Anda tahu apa itu labalaba, dan bereaksi cepat kilat ketika anda mencoba untuk memukul balik mereka! Mata kecil mendeteksi gerakan anda dan delapan kaki kekuatan tubuh makhluk kecil keluar dari bahaya. Semua ini terjadi karena sistem saraf laba-laba dikoordinasikan oleh otaknya.
67
Gambar 20. Sistem syaraf pada belalang (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2002)
Arthropoda memiliki sistem saraf kecil tapi rumit yang memungkinkan untuk mendeteksi dan bereaksi terhadap dunia di sekitarnya. Sistem saraf adalah bagaimana lalat menghindar, bagaimana lobster untuk makanan di lautan, dan bagaimana kalajengking menggunakan ekornya menyengat mangsanya. Tubuh tersegmentasi dan lapis baja dari rumah arthropoda, saraf yang membantu bertahan hidup dan berkembang. Filum Arthropoda adalah kelompok besar, meliputi lebih dari satu juta spesies dan membuat lebih dari 80% dari semua hewan yang hidup. Dari laba-laba dan kalajengking, untuk kaki seribu dan lipan, serangga seperti lalat dan kumbang dan lebah, dan crustacea seperti udang dan lobster, arthropoda secara luas disesuaikan dengan banyak lingkungan yang berbeda. Jadi dengan semua keragaman itu, masuk akal bahwa ada banyak variasi dalam bagaimana sistem saraf arthropoda telah membantu setiap artropoda beradaptasi dengan lingkungan yang spesifik. Sistem saraf arthropoda mungkin cukup sederhana, tapi punya beberapa bagian yang berbeda itu yang mungkin dikenali. Pada akhir kepala arthropoda terdapat otak, bundel sel saraf yang membantu mengkoordinasikan gerakan dan reaksi sensorik. otak berada di atas dan kadang-kadang mengelilingi tabung makan, atau kerongkongan, sistem pencernaan serangga. Dari otak ke bagian belakang arthropoda, sesuatu yang mirip dengan sumsum tulang belakang tetapi tali saraf ini agak sedikit berbeda. Untuk memulai, ada dua, bukan satu, dan dijalankan sepanjang perut, atau ventral, samping dan tidak kembali, atau punggung. Pada struktur terlihat sedikit seperti tangga. Ini set yang dipasangkan dari tali saraf, yang dikenal sebagai tali saraf ventral mengirimkan pesan sepanjang tubuh. Kedua tali paralel dihubungkan 68
dengan mengulang segmen saraf yang terlihat seperti anak tangga. Ini mengulangi, segmen anak tangga seperti saraf yang dikenal sebagai komisura, dan memiliki cabang keluar dari masing-masing segmen tubuh arthropoda untuk menghubungkan tali saraf paralel di seluruh permukaan ventral. Tempat di mana cabang komisura keluar membentuk bundel besar saraf sensorik dan motorik di setiap segmen tubuh; bundel ini disebut ganglia segmental (ganglion tunggal), dan berfungsi sebagai gudang pusat di mana saraf lainnya bercabang ke ekstremitas arthropoda di segmen itu. Ingat dari hotel dasar biologi sistem saraf bahwa saraf sensorik membawa pesan berbasis rasa seperti rasa dan sentuhan menuju otak, saraf motorik membawa pesan dari otak untuk menggerakkan otot arthropoda dan bereaksi terhadap stimulus sensorik. Kebanyakan arthropoda memiliki bundel ganglion sekunder bawah kerongkongan, yang disebut ganglion subesophageal. Cara mudah untuk mengingat organ ini adalah awalan sub yang berarti di bawah atau di bawah jadi, berarti subesophageal ‘bawah kerongkongan’. K. Sistem Sirkulasi pada Arthropoda Arthropoda memiliki apa yang dsebut sistem peredaran darah terbuka. Sistem ini terdiri hati dorsal dan arteri. Jantung dan pembuluh darah dapat sangat terbatas, untuk tubuh serangga, atau sangat diperpanjang, untuk tubuh kepiting. darah dipompa oleh jantung. Kemudian bergerak melalui rongga tubuh untuk mencapai organ internal. Tidak ada pembuluh darah untuk membawa kembali darah ke jantung. Hal ini untuk alasan bahwa darah untuk serangga disebut “hemolymph”. Gerakan tubuh yang teratur memungkinkan darah untuk melakukan perjalanan ke dorsal, juga dikenal sebagai perikardial, sinus. katup kecil terbuka dari hati untuk hemolymph serangga untuk memasukkan mendengar sekali lagi. Siklus tersebut kemudian diulang selama kehidupan serangga. Sistem peredaran darah juga berperan dalam pertahanan organisme tersebut. Peredaran darah untuk serangga sistem peredaran darah terbuka. Sistem ini menghancurkan parasit internal, dan menghasilkan racun untuk mengusir predator. Dalam beberapa serangga, sistem peredaran darah dengan cara sebagai termoregulasi di mana membantu menyesuaikan dengan dingin atau panas tubuh. Sebuah kapal punggung, jantung, penting untuk sistem peredaran darah yang mengalir melalui dada dan perut. Biasanya ini adalah struktur membran yang rapuh yang mengumpulkan hemolymph untuk membawa ke arah kepala. Jantung dibagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh katup. Otot alary yang melekat pada dinding ruang masing-masing. Aliran darah dikontrol oleh kontraksi peristaltik. Pada dasarnya, hemolymph mengalir melalui jantung ke kepala. Kemudian hemolymph mengalir ke organ internal. Aliran darah kemudian mengalir ke arah 69
yang berlawanan dari hati dan mencapai akhir yang mengalir kembali ke jantung. denyut jantung bervariasi antara masing-masing serangga.
Gambar 21.
Sistem sirkulasi pada Belalang (Sumber: Pearson, 2008)
Darah untuk laba-laba tidak berwarna dan juga disebut hemolymph. Sirkulasi nutrisi transportasi darah ke seluruh tubuh. Tidak hanya melakukan itu, tapi itu membantu dalam fungsi rangka tubuh. Darah laba-laba ini digunakan untuk meningkatkan tekanan ketika moltin atau proses pengelupsan kulit, dan peregangan kaki. Laba-laba seperti serangga dimana bahwa tidak ada pembuluh darah untuk memungkinkan aliran darah. Laba-laba memiliki hemolymph dipompa melalui jantung yang kemudian masuk ke sinus yang mengelilingi organ internal. darah mengandung hemocyanin yang merupakan protein pernapasan, hemolymph warna biru samar yang jelas. Kapal punggung, jantung terletak di perut dan tidak dibagi menjadi segmen, itu seperti sebuah tabung. Melalui 70
kontraksi, aorta darah dapat bergerak ke dan melewati anterior jantung. Jantung memungkinkan hemolymph memasukkan salah satu ujung hati dan meninggalkan di ujung lain dari itu.
71
BAB V SUBFILUM TRILOBITA A. Pendahuluan Trilobita adalah subfilum yang punah dari Arthropoda (yang paling beragam filum pada bumi dengan hampir satu juta spesies dijelaskan). Arthropoda juga berisi semua fosil dan hidup krustasea, laba-laba, serta serangga dan beberapa lainnya merupakan kelompok yang punah. Trilobita adalah jenis yang sangat penting dan beragam invertebrata laut yang hidup pada Era Paleozoic. Trilobita secara eksklusif berada dilaut yaitu pada semua jenis lingkungan laut, dan berkisar dalam ukuran kurang dari satu sentimeter atau hampir satu meter. Trilobita pernah menjadi salah satu kelompok hewan paling sukses dan deposito fosil tertentu, terutama di Cambrian, Ordovisium, dan periode Devonian, trilobita sangat berlimpah. Hal yang paling menakjubkan dari trilobite hingga saat ini adalah bentuk tubuhnya. Trilobita diwakili dengan baik pada fosil record karena mineral (biasanya kalsium karbonat trilobita dan dengan demikian serupa dasar mineralogi ke clam shell), exoskeleton kokoh, yang akan menjadi lebih tebal dan kuat (dan sulit untuk istirahat) dari cangkang kepiting modern. Selanjutnya, menjadi arthropoda, trilobite molted saat trilobita tumbuh, sehingga setiap trilobite tunggal mampu meninggalkan banyak, banyak kerangka yang bisa menjadi fosil. Sebagian besar dari apa yang diketahui tentang trilobita berasal dari dari mineral exoskeleton, dan bahkan shell eksternal tidak memberikan banyak informasi tentang apa yang hewan trilobite yang tampak seperti dalam shell. Paling menonjol, sementara yang diawetkan sebagai bagian dari kerangka sehingga memiliki ide yang sangat baik tentang bagai trilobite tampak dan dioperasikan. Selain itu, ada beberapa kasus yang jarang terjadi pada trilobita ketika tidak hanya eksternal shell tetapi juga jaringan lunak trilobita diawetkan termasuk kaki trilobita, usus, dan antena. Menariknya, sedangkan shell eksternal berbeda cukup banyak di seluruh spesies trilobite yang berbeda anatomi internal lebih kekal dalam hal apapun.
72
Gambar 1. Asaphus kowalewskii (Sumber: Casey, 2016)
Gambar 2. DalSMnities limulurus (Sumber: Casey, 2016)
73
Gambar 3. Isotelus iowensis (Sumber: Casey, 2016)
Gambar 4. Phacops milleri (Sumber: Casey, 2016)
74
Gambar 5. Olenellus sp. (Sumber: Casey, 2016)
Gambar 6. Comura sp (Sumber: Casey, 2016)
75
Gambar 7. Walliserops trifurcates (Sumber: Casey, 2016)
Awalnya, Trilobita muncul secara tiba-tiba di batuan usia Bawah Cambrian (522-530 SM) yang saat ini menjadi Skandinavia dan Eropa Timur. Segera setelah itu trilobita juga muncul di Cina, Amerika Utara, Antartika, dan Australia serta kemudian ditemukan di seluruh dunia. Sejarah awal evolusi trilobite menunjukkan pola biogeografi diferensiasi yang diambil dengan bukti lain menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa periode yang signifikan evolusi trilobite sebelum mereka benar-benar muncul dalam catatan fosil. Perkiraan saat ini menunjukkan bahwa meskipun trilobita paling awal muncul dalam catatan fosil sekitar 525 SM mereka mungkin berasal 550-600 SM. Alasan mengapa kerabat awal mungkin memiliki catatan fosil tetap tidak jelas tetapi mungkin termasuk fakta bahwa mereka masih kecil, tidak memiliki cangkang keras, atau mereka sangat langka dan terbatas pada lingkungan dimana mereka berada. Trilobita terus diversifikasi ke Ordovician, tapi dipukul sangat keras oleh akhir Ordovisium hingga kemudian terjadi kepunahan massal. Sebagian trilobita mampu pulih setelah akhir kepunahan massal Ordovisium, hanya untuk terkena lagi oleh kepunahan massal Devonian. Keragaman Trilobita gagal lahir kembali setelah zaman Devon berakhir dan kelompok itu akhirnya musnah selama kepunahan massal terbesar dari semua waktu di akhir Permian. Memang seperti diketahui bahwa bagian dari alasan trilobita tidak lagi ada merupakan fakta bahwa mereka bernasib sangat buruk selama masa kepunahan masal. Trilobita adalah subfilum yang begitu mengesankan dari filum arthropoda, dimana trilobite memiliki variasi ukuran dan keragaman. Trilobita terdiri dari 10 ordo yang 150 famili yang mencakup 5.000 ordo serta dari 5.000 ordo tersebut mencakup 20.000 spesies.
76
Gambar 8. Keanekaragaman Trilobita (Sumber: Casey, 2016)
Gambar 9. Variasi ukuran Trilobita (Sumber: Casey, 2016)
Seperti telah disebutkan, trilobita menunjukkan variasi yang mengesankan dalam ukuran, dari bawah 1 mm untuk lebih dari 70 cm panjangnya, meskipun trilobite rata mungkin sekitar 5-6 cm. B. Anatomi Trilobita Nama trilobite mengacu pada tiga bagian tubuh yang memanjang: bagian tengah, yang dikenal sebagai lobus aksial; dan dua lobus di kedua sisi lobus aksial, dikenal sebagai lobus pleura. Trilobita juga dipisahkan menjadi tiga bagian dari 77
depan ke belakang dikenal sebagai tagmata: cephalon, atau kepala; bagian tengah terdiri dari beberapa segmen dikenal sebagai dada, dan bagian posterior, atau pygidium (jamak = pygidia). Beberapa trilobite memiliki duri yang berasal dari sudut genal, dalam hal ini disebut duri genal.
Gambar 10. Diagram anatomi eksternal dari Trilobita (Sumber: Casey, 2016)
Gambar 11. Diagram anatomi eksternal dari Trilobita (Sumber: Casey, 2016)
Diagram sebelumnya menggambarkan dorsal permukaan (atas atau belakang) dari trilobite. Di bawah ini adalah diagram dari ventral (perut) 78
morfologi trilobite. Sebuah fitur morfologi ventral penting dari trilobita adalah piring kalsifikasi dekat mulut dikenal sebagai hypostome. Hypostome yang diduga telah digunakan untuk makanan. Mungkin secara kaku atau fleksibel yang melekat pada cephalic doublure, dan dapat menampilkan berbagai bentuk termasuk poin atau garpu berbentuk proyeksi.
Gambar 11. Bagian ventral dari Ceraurus whittingtoni (Sumber: Casey, 2016)
Kerang trilobita sering diawetkan sebagai fosil karena mineralisasi exoskeleton yang mengeras dengan kalsit. Tungkai trilobia, bagaimanapun, jarang dalam catatan fosil karena tidak memiliki lapisan mineral keras dari kalsit. Untuk merekonstruksi ekstremitas morfologi, harus bergantung pada trilobita yang benar-benar diawetkan, mempertahankan kedua jaringan keras dan lunak sebagai fosil. Spesimen Triarthus eatoni dari yang berasal dari Ordovician Beecher wilayah di bagian utara New York adalah contoh dari trilobita pyritized (anggota tubuh diganti dengan pirit mineral yang berisi besi dan Sulfur) yang melindungi jaringan lunak seperti antenna dan pelengkap. Trilobita memiliki pelengkap biramous, dimana setiap pelengkap terdiri dari dua ranting. Pelengkap ini bercabang dan ditemukan disepanjang tubuh serta berpasangan, dengan beberapa pasang pada cephalon, satu pasangan per segmen toraks, dan beberapa pasang kecil di pygidium. Tidak seperti banyak arthropoda modern dengan banyak anggota badan khusus, anggota badan dari trilobita dasarnya sama dari depan ke belakang, hanya berbeda dalam ukuran. Bagian atas cabang, atau cabang insang, adalah lembut, struktur filamen yang digunakan untuk mendapatkan oksigen dari air.
79
Cabang itu yang lebih rendah adalah kaki berjalan yang digunakan untuk bergerak. Cabang-cabang insang terletak langsung di bawah shell trilobita.
Gambar 12. Diagram dan spesimen dari Triarthus eatoni (Sumber: Casey, 2016)
Gambar 13. Tampak dekat dari Olenoides serratus (Sumber: Casey, 2016)
80
Gambar 14. Rekonstruksi kaki dari Teatrise (Sumber: Casey, 2016)
Banyak clades yang berbeda dari trilobita mampu meregangkan segmen toraks untuk cephalon beristirahat di pygidium. Proses melenturkan menjadi bola adalah dikenal sebagai istilah menggulung. Beberapa trilobita bahkan memiliki struktur yang memungkinkan cephalon dan pygidium untuk saling untuk klop dengan erat.
Gambar 15. Trilobita menggulung secara penuh (Sumber: Casey, 2016)
81
Trilobita memiliki mata majemuk, terdiri dari berbagai lensa kalsit. Mata lensa individu yang tidak terpisah dikenal sebagai holochroal. Semua lensa dalam holochroal berbagi mata kornea tunggal atau penutup. Mata di mana lensa individu dipisahkan oleh bahan exoskeleton dikenal sebagai schizochroal. Dalam mata schizochroal, setiap lensa memiliki kornea sendiri. Mata Holochroal dan schizochroal mungkin telah sama-sama mahir memungkinkan trilobita untuk melihat benda-benda statis, tapi mata schizochroal lebih mahir mendeteksi gerakan.
Gambar 16. A) Mata Holocroal dan B) Mata Schizocrhoal (Sumber: Casey, 2016)
Tipe mata holochroal berevolusi pertama, sedangkan tipe mata schizochroal berevolusi hanya satu kelompok trilobita, Orde Phacopida, dan mungkin berkembang sekitar tahun akhir Cambrian.
Gambar 17. A) Erbenochile erbenii, B) Ellipsocephalus hoffi, C) Asaphus kowalewskii, D) Phacops milleri (Sumber: Casey, 2016)
82
C. Klasifikasi Trilobita Agnostida, kambrium rendah ke Ordovisium atas, berlimpah dan tersebar luas. Agnostoids biasanya kecil (hanya beberapa mm) dan isopygous, memiliki cephalon dan pygidium yang sama pada kedua garis dan ukuran. Trilobita Agnostid sering kali buta. Thorax mereka hanya terdiri dari 2-3 segmen. Anggota badan Agnostoids, diketahui hanya dari fase muda, secara morfologis sangat berbeda dengan anggota badan dari trilobita lainnya. Ini Perbedaan utama di tungkai morfologi meragukan penempatan Agnostoids dalam kelas Trilobita dan beberapa penulis percaya Agnostoids harus berada di luar dari Trilobita. Agnostisisme tentang hubungannya benar untuk trilobita adalah yang menjelaskan kekhasannya
. Gambar 18. Agnostoid (Sumber: Casey, 2016)
Redlichiida, yang lebih rendah untuk Cambrian tengah, urutan awal trilobite termasuk subordo Olenelloidea, Emuelloidea, Redlichioidea, dan Paradoxidoidea. Redlichiids memiliki karakter morfologi primitif termasuk berbagai segmen toraks, berduri di akhir segmen, dan sebuah micropygy pygidium kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh terdiri dari sejumlah kecil segement yang menyatu. Urutan Redlichiida adalah paraphyletic mengingat fakta 83
bahwa sangat basal (dianggap nenek moyang dari beberapa kelompok trilobite yang hadir kemudian) dan dihubungkan oleh morfologi primitif.
Gambar 19. Spesimen Olenellus sp (Sumber: Casey, 2016)
Gambar 20. Spesimen Olenellus sp (Sumber: Casey, 2016)
84
Phacopida yang lebih rendah Ordovician untuk Devonian tengah. Phacopoids bertubuh besar dan sangat beragam dalam morfologinya. Anggota Phacopida disatukan oleh ciri-ciri mereka awal pembentukan bagian tubuh dan mata schizochroal yang sangat khas. Subordo termasuk Calymenina, Phacopina, Cheirurina.
Gambar 21. Walliserops n. sp (Sumber: Casey, 2016)
85
Gambar 22. Paraceraurus (Sumber: Casey, 2016)
D. Makroevolusi Trilobita Makroevolusi adalah studi tentang pola dan proses yang mempengaruhi kelahiran, kematian, dan ketekunan spesies. Misalnya, para ilmuwan yang mempelajari makroevolusi mungkin bertanya-tanya kapan dan mengapa spesies baru muncul atau mengapa beberapa kelompok spesies cepat menimbulkan spesies baru, sementara yang lain lambat. Pada akhirnya, makroevolusi adalah studi tentang evolusi di skala besar dan ini adalah area studi oleh ahli paleontologi, ahli biologi evolusi, dan sistematik. Contoh dari pola makroevolusi meliputi perubahan sifat serupa dalam evolusi di beberapa grup dalam garis keturunan tertentu, kemudian juga evolusi dalam menanggapi perubahan iklim (Vrba, 1996; Congreve, 2013).
86
Gambar 23. Dua garis keturunan (kuning dan biru) dalam kelompok yang sama yang menunjukkan pola yang sangat berbeda, silsilah kuning memiliki beberapa spesies berumur panjang sementara garis keturunan biru memiliki banyak spesies berumur lebih pendek (Sumber: Casey, 2016)
Misalnya, trilobita tampaknya sulit terkena kepunahan massal dizamannya (Lieberman dan Karim, 2010). Meskipun memiliki keragaman tingkat tinggi, trilobita menderita kerugian pada masa Ordovician akhir (Melott et al., 2004) dan kepunahan massal pada masa Devon akhir (McGhee, 1996). Setelah krisis keanekaragaman hayati pada masa Devonian akhir, keragaman trilobita gagal untuk sepenuhnya memulihkan diri (Brezinski, 1999) dan kelompok itu dihapuskan sepenuhnya selama massa terbesar punahnya semua waktu di masa Permain akhir (Fortey dan Owens, 1975). Origination adalah munculnya spesies baru. Tingkat originasi diukur sebagai jumlah penampilan baru spesies selama periode waktu. Kepunahan adalah hilangnya secara permanen dan global spesies. Laju kepunahan diukur sebagai jumlah penghilangan spesies selama periode waktu. Originasi dan kepunahan terus terjadi sepanjang sejarah geologi. Tingkat yang kepunahan yang relatif kecil terjadi di bawah kondisi normal dikenal sebagai latar belakang kepunahan. Ketika laju kepunahan, mengakibatkan sejumlah besar spesies akan punah pada saat yang sama, peristiwa ini diidentifikasi sebagai kepunahan massal. Di bawah kondisi yang normal, kelompok yang menunjukkan tingginya tingkat spesiasi dari waktu ke waktu (banyak originasi) cenderung juga memiliki tingkat kepunahan yang tinggi (Eldredge, 1979; Stanley, 1979; Vrba, 1980). Korelasi ini membawa pada konsep berikutnya, volatilitas.
87
Volatilitas adalah ukuran stabilitas kelompok melalui waktu dan merupakan fungsi dari latar belakang originasi dan kepunahan. Volatilitas tinggi memiliki tarif tinggi kepunahan dan originasi, yang dapat menyebabkan omset spesies dalam kelompok berkurang. Volatilitas yang rendah dalam kelompok memiliki tarif rendah originasi dan kepunahan, yang mengarah ke clade stabil terdiri dari spesies yang sama lebih dari jangka waktu yang lama. Volatilitas telah menurun di semua taksa seluruh kelompok pada masa Fanerozoikum karena volatilitas tinggi memiliki kemungkinan peningkatan keanekaragaman mereka jatuh ke nol, nilai dari mana yang didapat tidak pernah kembali (Lieberman dan Melott, 2013). Lieberman dan Melott (2013) menjelaskan risiko ini meningkat dari kepunaha menghasilkan pola sebagai clades volatilitas tinggi akan terpangkas dari waktu ke waktu sementara clades volatilitas rendah bertahan. Dampak volatilitas tampaknya menjadi sangat penting pada saat kepunahan massal, dengan clades volatilitas tinggi, seperti amon dan trilobit, menderita lebih besar kerugian pada zamannya (Lieberman dan Karim, 2010). Menariknya, alasan trilobita dan juga ammonit tidak lagi ada dimasa ini, mungkin karena keduanya berevolusi dengan cepat. Itu faktor yang sama yang membuat keduanya berkembang dengan cepat, namun, hal itu pula yang membuat keduanya rentan akan kepunahan. Pada titik ini mungkin akan membantu untuk mempertimbangkan analogi antara umur panjang fosil kelompok dan kinerja harga saham melalui waktu, yang disediakan oleh Lieberman dan Melott (2013). Dalam analogi ini, volatilitas pasar saham adalah ukuran dari seberapa perubahan harga saham relatif merupakan perubahan di pasar secara keseluruhan. Saham volatilitas tinggi adalah yang mengalami peningkatan dan penurunan secara dramatis dalam harga yang tidak diperkirakan oleh tren pasar yang lebih besar, sedangkan volatilitas saham yang lebih rendah mungkin untuk mengubah harga menjadi kongruen dengan tren pasar secara keseluruhan.
88
Gambar 24. Hubungan filogenetik diplot terhadap waktu geologi pada y-axis. A) Xiphosurida (kepiting tapal kuda). B) The trilobite (Sumber: Casey, 2016)
E. Relung Ekologi Trilobita Trilobita hanya ditemukan di bebatuan yang mewakili lingkungan laut, tapi mereka hadir di semua kedalaman dan di semua lingkungan laut. Trilobita mengisi banyak relung ekologi yang berbeda dan mampu beradaptasi dengan berbagai perilaku. Ahli paleontologi merekonstruksi perilaku ini dan cara hidup menggunakan kombinasi bukti termasuk morfologi, terjadinya dengan organisme lain, jenis sedimen di mana trilobita diawetkan (menghasilkan informasi tentang jenis lingkungan di mana trilobita hidup), dan jejak fosil atau jejak kaki yang dibuat oleh trilobita.
89
BAB VI AGNOSTOID (TRILOBITA) A. Pendahuluan
Gambar 1. Hewan yang hidup pada masa Cambrian (Sumber: Paselk, 2011)
Perbedaan di antara trilobita agnostoid mencapai maksimum selama pertengahan dan akhir dari Cambrian ketika kelompok ini mempunyai kurang lebih 200 spesies sebagai anggota. Beberapa spesies terkait erat umumnya hadir dalam stratum tunggal, dan bukti paleoecologic biasanya menunjukkan bahwa daerah dimana spesimen diambil merupakan habitat dari agnostoid. Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui sifat umum spesiasi antara agnostoid, untuk mempertimbangkan kemungkinan jalur adaptif dan untuk menyelidiki kemungkinan teknik dimana agnostoid dapat hidup berdampingan tanpa eliminasi kompetitif hal ini kemungkinan erat berkaitan dengan spesies.
90
Gambar 2. Peronopsis interstricta, fosil yang ditemukan dibagian barat Utah, Amerika Serikat (Sumber: John, 2014)
B. Karakterisik Agnostoid Agnostoid dari termasuk trilobita yang relatif kecil dengan dibatasi berbagai ukuran. Maksimum yang diamati holaspid atau panjang dewasa adalah sekitar 20 mm, tetapi panjang di sebagian besar spesies tidak melebihi 10 mm. Cephalon dan pygidium serupa di garis besar dan hampir sama dalam ukuran, mata yang absen dari eksoskeleton dorsal, hypostoma dan cephalothorax engsel baris adalah unik di antara trilobita, dan thorax selalu hanya memiliki dua segmen pada cincin aula. C. Spesifikasi dan Kompetisi Agnostoid Studi ekstensif mengenai agnostoiddi barat Amerika Utara telah ditemukan kurang mencoloknya intergrdasi dari dalam karakter spesifik dari 91
suatu spesies, dan juga telah ditemukan bahwa tidak ada perubahan dalam karakter-karakter di seluruh rentang stratigrafi diamati dari sebagian besar spesies. Stabilitas morfologi umum ini menunjukkan bahwa substitusi atau penambahan species agnostoid sebagian besar berasal dari migrasi bukan evolusi bertahap in situ. Pola seperti itu konsisten dengan model spesiasi allopatric, yang merupakan pra-prediksi pada konsep bahwa spesies baru muncul dengan pengembangan yang relative cepat terhadap karakter dari suatu spesies yang spesifik dalam isolat perifer, dan stabilitas karakter yang spesifik dari suatu spesies adalah norma, kecuali ketika dua spesies menjadi simpatrik untuk pertama kalinya. Ketika spesies yang terkait erat menjadi simpatrik, perbedaan morfologi cenderung aksentuasi dalam menanggapi tekanan. Studi ekstensif dari teori persaingan telah menyebabkan perumusan prinsip pengecualian kompetitif, yang menyatakan bahwa dalam masyarakat ekuilibrium tidak ada dua spesies menempati niche yang sama. Ratusan contoh pengecualian neontological telah dikutip, dan Mayr telah mengkaji banyak dari hal ini. Beberapa pengecualian jelas memilii prinsip, tetapi pada frekuensi eksklusi dibuktikan menetapkan sebagai faktor utama dalam divergensi evolusi. Pola serupa pengecualian ditampilkan oleh agnostoid trilobita, dan menunjukkan operasi eksklusi kompetitif sejak awal sejarah metazoan. Hewan modern telah ditemukan untuk menghindari persaingan dengan baik segregasi spasial maupun non-spasial.Segregasi spasial cenderung lebih mencolok dan kebanyakan melibatkan pemisahan geografis, namun di antara fauna laut juga mungkin melibatkan stratifikasi secara mendalam. Segregasi nonspasial cenderung lebih halus dan umumnya melibatkan mekanisme isolasi seperti waktu, diet, atau teknik mencari makan. Dalam hal ini digunakan analisis fosil. D. Segregasi Spasial dari Agnostoid Dari beberapa bukti yang ada telah disimpulkan bahwa sebagian besar trilobita agnostoid mungkin adalah penduduk pelagik samudera terbuka. Kesimpulan ini didukung oleh mode kehidupan dimana distribusi geografis yang luas dari banyak genus dan spesies. Namun, berbagai jenis segregasi geografis beberapa agnostoids dapat diamati. Pemisahan genus tertentu terjadi pada skala geografis yang berbeda. Pada skala antarbenua terdapat condylopygids dan phalacromids yang umum di Eropa bagian barat dan bagian maritime dari Kanada (komponen dari lempeng tektonik tunggal yang ada pada awal paleozoikum), tetapi tidak diketahui untuk sebagian besar Amerika Utara. Dalam pola yang berlawanan, Baltagnostus dan Spinagnostus (Kormagnostus) umum ditemukan disebagian besar Amerika Utara, namun tidak ditemukan di Eropa Barat dan daerah maritime Kanada.
92
Gambar 3. Gradogram dari Baltagnostus (Sumber: Dwergenpaartje, 2013)
Gambar 4. Baltagnostus eurypyx (Sumber: Paselk, 2011)
Di Amerika Utara, Baltagnostus dan Spinagnostus biasanya ditemukan di biofacies menuju ke pantai dengan agnostoid kosmopolitan seperti Ptychagnostus dan Hypagnostus. Biofacies mirip pola-pola yang telah diuraikan bagi kelompok agnostoid pada pertengahan Cambrian di Tasmania. Di antara fauna laut modem 93
pola-pola distribusi yang sebanding dapat ditemukan di sebagian besar kelompok pelagis. Beberapa spesies lanjut dipisahkan dalam biofacies regional. Misalnya, 10 spesies agnostoid telah ditemukan pada Ptychagnostus gibbus dizona Nevada dan Utah, dan sebagian besar memiliki tentang geografis yang sama di kawasan ini. Namun, biasanya tidak lebih dari empat spesies yang hadir dalam setiap stratum tunggal, dan kombinasi dari spesies dari satu strata ke yang lain. Segregasi pada jenis yang sama terjadi di koleksi dari zona yang sama di Swedia dan Norwegia.
Gambar 5. Fosil Ptychagnostus gibbus (Sumber: Encyclopædia Britannica, 2017)
Segregasi geografis parsial ditampilkan oleh Ptychagnostus gibbus dan P. intermedius di Nevada dan Utah. Kedua spesies serupa dalam ukuran maksimum dan umumnya ditemukan bersama-sama di stratum yang sama, tetapi dalam setiap stratum diberikan hampir selalu satu speeies berlimpah dan lainnya jarang terjadi. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa masing –masing kompetitif, keunggulan dua speeies mungkin telah bergeser dengan kondisi lingkungan atau dengan kepadatan populasi. Pola-pola segregasi yang dikutip untuk agnostoid mirip dengan yang dijelaskan untuk hewan modern, dan tampaknya mungkin bahwa jalur adaptif pada masa Cambrian diikuti di zaman modern. Persaingan langsung untuk sumber daya mungkin lebih penting sebagai faktor dalam pengecualian lokal, 94
sedangkan adaptasi oportunistik ke sumber daya yang berbeda mungkin menjadi lebih signifikan dalam segregasi pada skala regional dan lebih besar.
Gambar 6. Peronopsis fallax (Sumber: British Geological Survey, 2014)
Meskipun tidak meyakinkan, beberapa bukti menunjukkan kemungkinan bahwa spesies tertentu dari agnostoid mungkin telah mencapai habitat segregasi di kedalaman air yang berbeda. Di Nevada, Utah, dan Swedia, fauna khas dari bagian bawah adalah Ptychagnostus gibbus yang ditemukan dalam suksesi strata laut transgresif. Dalam strata Peronopsis fallax secara konsisten membuat penampilan pertama lebih rendah ketimbang Ptychagnostus gibbus. Bagaimanapun, pernah, sekali Ptychagnostus gibbus muncul, dua spesies umum yang terkait dalam strata yang lebih tinggi secara berturut-turut. Dalam urutan transgresif, seperti pola yang terjadi, akan terjadi jika Peronopsis fallax tinggal di kedalaman yang dangkal 95
dan Ptychagnostus gibbus hidup pada kedalaman lebih besar. Pola yang sama akan berkembang jika Peronopsis fallax diadaptasi untuk hidup di habitat lingkungan pantai daripada yang disukai oleh Ptychagnostus gibbus. Fakta bahwa pola yang sama ditemukan dalam jenis batuan yang berbeda dan di daerah yang terpisah tampaknya mendukung kontrol kedalaman alternatif. E. Segregasi Non-Spasial dari Agnostoid Fenomena yang dikenal sebagai karakter segregasi terjadi ketika rentang dua atau lebih speeies terkait erat tumpang tindih secara geografis. Perbedaan antara spesies yang ditekankan di zona simpatrik, namun tetap kurang di bagian rentang dimana spesies tersebut keluar sisi zona itu. Salah satu karakter yang paling umum dari pengungsi adalah ukuran. Dari studi tersebut kelompok beragam seperti mammalia, burung, dan serangga akutik, Hutchinson telah menunjukkan bahwa perbedaan moderat dalam ukuran yang cukup untuk menyebabkan obligat makan pada ukuran makanan yang berbeda. Di mana spesies terkait erat pada zona simpatrik menemukan rasio ukuran yang lebih besar untuk spesies yang lebih kecil berkisar 1,1-1,4 dengan rasio rata-rata menjadi 1,28. Sejumlah penelitian lain telah menghasilkan pengamatan serupa. Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian terbaru dari New Guinea berat badan sebagai ukuran dari segregasi, dan menemukan bahwa di antara spesies yang ada diurutkan berdasarkan ukuran, misalnya rasio antara bobot dari burung yang lebih besar dan burung kecil rata-rata adalah 1,90; tidak pernah kurang dari 1,33 dan tidak pernah lebih dari 2,73. Spesies dengan kebiasaan yang sama dan dengan berat rasio kurang dari 1,33 terlalu mirip dengan hidup berdampingan secara lokal (yaitu, untuk berbagi wilayah) dan harus memisahkan diri dengan cara segregasi spasial. Akar pangkat tiga dari 1,90 sama dengan 1,25, yang membandingkan dosely dengan rasio ukuran rata-rata linier 1,28 dihitung dengan Hutchinson. Meskipun karakter perpindahan sehubungan dengan ukuran telah dijelaskan dalam banyak modem fauna, telah mendapat sedikit perhatian dalam studi fosil. Beberapa ahli menyebutkan kemungkinan perpindahan karakter dalam fosil, tetapi biasanya contoh spesifik belum dikutip. Eldredge telah mengungkapkan kasus nyata dari perpindahan karakter pada Phacops rana dan P. iowensis, dimana maksimal rasio panjang cephalic untuk dua spesies ini adalah 1,37. Dari analisis beberapa agnostoid telah ditemukan bahwa di mana dua atau lebih spesies terjadi bersama-sama umumnya menunjukkan rasio ukuran maksimum dengan rata-rata 1,28 dilaporkan oleh Hutchinson.
96
Gambar 7. Contoh hypostoma dipandang dari bagian ventral; A. Cambrian Olenoides serratus B. Ordovician Nileus affinis C. Ordovician Niobe morrisi (Sumber: Fortey, 2003)
Karena ukuran perpindahan telah ditunjukkan berkorelasi dengan perbedaan dalam ukuran makanan, hal itu dibutuhkan untuk mengukur aparat trofik. Pada exoskeleton kalsifikasi dari aparatus agnostoid yang hanya terdiri dari hypostoma, yang karena sifat rapuh jarang diawetkan. Bahkan, baru-baru ini telah ditemukan dan dideskripsikan mengenai sklereitnya. Dengan demikian, pelestarian langka dan terbatas membuat hypostoma sebuah agnostoid subjek tidak cocok untuk analisis biometrik.
Gambar 8. Bagian dari sisi lateral cephala menunjukkan gaya lampiran hypostomal dalam rongga tubuh. A, Hypostoma Impendent menunjukkan pembesaran glabella memperluas anterior ke tepi depan hypostoma; B, Hypostoma Conterminant melekat pada doublure dan tepi anterior bertepatan dengan glabella C, Hypostoma Natant, terlepas dari doublure, terletak di bawah anterior akhir glabella; D, Hypostome Conterminant Diillaenimorph, yang mengarah ke atas dalam rongga cephalic sehingga mulut jauh di atas batas cephalic lateralis.
97
Pilihan yang dapat diambil adalah panjang kepala, yang merupakan ukuran yang digunakan oleh Hutchinson dalam studinya tentang ukuran perpindahan pada mamalia. Sekali lagi, ada masalah dengan agnostoid karena exoskeleton umum ditemukan terpisah, dan dalam kondisi yang sulit untuk diidentifikasi. Di sisi lain, pygidia biasanya bisa diidentifikasi dengan mudah. Untungnya, karena metode khusus pendaftaran, rasio panjang konstan dipertahankan antara cephalon dan pygidium selama ontogeni. Untuk alasanalasan ini, panjang pigidial adalah ukuran yang dipilih untuk analisis ukuran trilobita agnostoid. Hal ini memungkinkan setengah cincin tidak dalam ukuran panjang Pigidial karena ditutupi oleh segmen toraks posterior, dan tidak jarang rusak pada spesimen yang dianalisa.
98
BAB VII SUBFILUM CHELICERATE A. Pendahuluan Chelicerata adalah subfilum dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Arthropoda. Chelicerata berasal dari bahasa Yunani chele berarti capit dan keros yang artinya tanduk. Chelicerata merupakan semacam kelompok besar yang memayungi jenis-jenis laba-laba, kalajengking, kalajengking semu, kalacuka dan bahkan mimi dan mintuno. Kelompok Chelicerata ini dikenal karena anggotanya mempunya alat mulut berupa chelicera yang terdiri dari dua segmen. Berbeda dengan kelompok serangga, kaki seribu, dan lipan yang menggunakan alat mulut berupa mandibula dan maxilla yang terdiri dari lebih dari dua ruas. Kebanyakan anggotanya berukuran kecil dan terdapat di daerah yang kering dan hangat, namun beberapa hidup di perairan. Chelicerata termasuk dalam filum Arthropoda. Saat ini, jumlah jenis yang dikenal hidup dan sudah ditemukan lebih dari 100.000 jenis telah diberi nama. Termasuk didalamnya jenis Acari dan laba-laba (Araneae) yang dari tahun ke tahun jumlah temuan jenis baru terus meningkat secara drastis. Saat ini, dikenal ada sekitar 2000 jenis fosil Chelicerata dan hampir lebih dari 3/4 jumlahnya adalah kelompok Arachnida. Chelicerata diduga mempunyai nenek moyang yang hidup di dalam air. Namun, jenis-jenis chelicerata dari laut maupun air tawar saat ini sangat jarang ditemukan dan hanya terbatas pada laba-laba laut dan mimi serta mintuno (horseshoe crabs) serta beberapa akuatik Acari dari kelompok Hydracari. Konon, kelompok yang pertama kali diyakini hidup di daratan adalah kalajengking. Banyak jenis Chelicerata yang mempunyai kelenjar racun yang terdapat dirahang atau taring racun sebagai sarana untuk membunuh mangsa, kemudian menghisap cairan tubuh atau jaringan lunaknya. Gigitan atau sengatan berbagai jenis labalaba atau kalajengking menimbulkan kesakitan bahkan kematian. Beberapa jenis tungau merupakan hama tumbuhan dan jenis lainnya, juga sebagai parasit pada manusia dan ternak atau menjadi inang perantara berbagai protozoa dan virus yang menyebabkan penyakit tertentu.
99
Gambar 1. Berbagai arachnida yang merupakan bagian dari subfilum chelicerate (Sumber: www.palaeontologyonline.com, 2016)
100
B. Karakteristik Chelicerate Chelicerates memiliki dua daerah tubuh yang berbeda, dimana prosoma anterior (cephalothorax) dan opisthosoma posterior (perut) yang dapat dibagi menjadi mesosoma dan metasoma. Pelengkap pada bagian anterior berupa pedipalpus dan chelicera, yang memberikan subfilum ini nama dan membedakannya dari kelompok mandibulata. Chelicerate tidak memiliki antenna internal ini tercermin pada hilangnya deuterocerebrum tersebut. Semua chelicerate memiliki empat pasang uniramous kaki pejalan di tagma pertama. Dalam kebanyakan chelicerate unsur tambahan pada opisthosoma menghilang atau berkurang baik struktur yang disesuaikan untuk pertukaran gas atau perputaran. Subfilum yang mencakup berbagai hewan seperti laba-laba, kalajengking, kepiting tapal kuda dan laba-laba laut yang tidak biasa.
Gambar 2. Berbagai arachnida yang merupakan bagian dari subfilum chelicerate (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2012)
Dalam hampir semua kasus chelicerate adalah predator dan beberapa, kutu dan tungau, telah menjadi spesialis di miniaturisasi yang digunakan untuk mengeksploitasi kebiasaan predator mereka. Chelicerate mengumpan cairan dan mencairkan mangsa dengan baik sebelum menelan atau memeras jus dari makanan yang dimakan menggunakan mulutnya. Keberhasilan kedua Tracheata dan chelicerata di darat adalah karena kutikula luar tahan air yang dimilikinya. Hal ini menjadikan kepercayaan bahwa arthropoda darat pertama adalah chelicerate. 101
Dengan demikian keberhasilan akhir dari kelompok terletak pada kemampuan untuk menangkap dan memakan ledakan serangga yang mengikuti invasi chelicerata pertama dari tanah. Secara khusus kemampuan untuk menjebak serangga dengan benang sutra lengket, laba-laba diperbolehkan untuk memasuki sumber makanan yang, saat itu dalam waktu, beberapa organisme lain telah digunakan.
Gambar 3. Karakteristik dari Chelicerate (Sumber: yasclinic.persiangig.com, 2016)
C. Klasifikasi Chelicerate 1. Kelas Merostomata Ada tiga genera dari Merostomata atau kepiting tapal kuda. Satu, Limulus yang umum ditemukan disepanjang Pantai Timur Amerika Utara. Dua genera lain banyak ditemukan didaerah tropis Asia. Kepiting tapal kuda adalah kelompok kuno, dengan fosil hampir identik dengan Limulus sekitar 220 juta tahun untuk periode Triassic. Anggota lain telah punah, dikenal dari 400 juta tahun yang lalu. Kepiting tapal kuda mungkin telah berasal dari trilobita, kemungkinan hal ini karena penampilan larva antara keduanya.Organisme dari Limulus tumbuh hingga dapat mencapai panjang 60 cm. Limulus jatuh tempo pada 9 sampai 12 tahun dan memiliki rentang hidup 14 sampai 19 tahun. Limulus hidup di air yang dalam, tetapi juga bermigrasi ke perairan pantai yang dangkal setiap musim semi, yang muncul dari laut untuk kawin pada malam terang bulan saat gelombang pasang tinggi. Kepiting tapal kuda makan di malam hari, terutama pada saat moluska dan Annelida bermunculan. Kepiting tapal kuda berenang dengan memindahkan piring perutnya. Kepiting tapal kuda juga bisa berjalan pada empat pasang mereka kaki, dilindungi bersama dengan chelicerae dan pedipalpus oleh shellnya. 102
Tubuh kepiting tapal kuda ditutupi oleh exoskeleton keras besar yang melindungi struktur yang mendasari ketika berada di bawah laut atau menggali ke dalam pasir yang lembut. Tubuh semua chelicerate dibagi menjadi dua tagmata utama, prosoma anterior (atau cephalothorax) dan opisthosoma posterior (atau perut). Karena terletak di belakang anal ekor membuka panjang dan tidak bersegmen. Kutikula kepiting tapal kuda mengeras dan memiliki tekstur kasar yang disebabkan karena jumlah tinggi protein sclerotized. Permukaan dorsal prosoma yang terbentuk diperbesar karapas berbentuk tapal kuda yang menutupi kaki di bagian bawahnya. Sebuah media tunggal yang dihubungkan pegunungan lateral terlihat pada tempurung. Bentuk prosoma membantu hewan untuk menyekop jalan ke pasir lembut yang bersih di mana kepiting tapal kuda hidup. Di tepi luar dari punggungan lateral pada permukaan dorsal terdapat sepasang senyawa mata. Merostomata adalah salah satu dari beberapa chelicerate yang masih memiliki mata majemuk, tetapi mungkin tidak homolog dengan mata majemuk yang ditemukan dalam sisa Arthropoda. Jika mata yang homolog, maka perbedaan mungkin berhubungan dengan Burrowing dan menjadi aktif hanya pada malam hari. Di ujung anterior punggungan medial disebut mata median. Mata sederhana ini mungkin sulit untuk melihat apakah ada puing-puing atau bahan organik yang berserakan pada permukaan carapace. Pada permukaan ventral prosoma terdapat enam pasang pelengkap khas dari semua chelicerate. Chelicera kecil, hanya terdiri dari tiga sendi dan terletak di depan mulut. Di bagian belakang terdapat yang lebih besar, enam pedipalpus tersegmentasi yang memiliki struktur yang sama seperti empat pasang kaki belakangnya. Mulai dari dasar, segmen adalah: coxa, trokanter, femur, patella, tibia, dan tarsus. Pada kepiting tapal kuda dewasa jantan pedipalp dimodifikasi sebagai clasper dengan sebuah segmen terakhir menjadi lebih tebal. Ini digunakan untuk memegang karapas dari betina saat kawin. Tibia dan tarsus membentuk ujung chelate dari kaki dan digunakan untuk memanipulasi makanan dan menyebarkannya ke dasar kaki di mana segmen basal setiap bentuk kaki berduri yang digunakan untuk menggiling dan mencairkan makanan sebelum diteruskan ke mulut bawahnya. Meskipun mirip dalam jumlah segmen dan kehadiran gnathobase ini pasangan terakhir dari kaki memiliki dua modifikasi yang unik. Pada dasar kaki, dan pada permukaan luar spatula rata seperti struktur yang digunakan untuk membersihkan puing-puing dari permukaan insang. Modifikasi kedua ditemukan di ujung kaki di mana kedua segmen terakhir terdiri dari empat piring pipih, flabella, yang membantu untuk mendorong kepiting tapal kuda seperti liang di pasir yang lembut. Sepanjang tepi opisthosoma duri bergerak mengidentifikasi segmen yang telah menyatu untuk membentuk bagian tubuh kepiting tapal kudai. Lesung kutikula pada permukaan dorsal mengidentifikasi apodemes internal lampiran otot. opisthosoma terdiri dari sembilan segmen. Pada permukaan ventral dan di dasar pasangan terakhir 103
dari kaki merupakan ekstensi kutikula bergerak disebut chilaria dan itu semua yang tersisa dari segmen pertama dari opisthosoma. Di balik ini enam flap seperti piring. Angkat masing-masing dan melihat apa yang di bawahnya. Pasangan pertama pelat adalah opercula genital, dan gonopores dipasangkan dapat dilihat disepanjang garis tengah dan sekitar setengah kembali dari margin piring. Pembukaan dubur terletak di dasar telson.
Gambar 4. Anatomi permukaan bagian ventral dari kepiting tapal kuda (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
104
Gambar 5. Diagram anatomi tubuh kepiting tapal kuda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
Gambar 6. Lingkungan tempat tinggal kepiting tapal kuda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
2. Kelas Arachnida Chelicerate adalah evolusi yang berbeda dari garis arthropoda lainnya di mana pelengkap yang paling anterior telah dimodifikasi menjadi chelicerae, yang sering berfungsi sebagai taring atau penjepit. Kelas kedua chelicerate mencakup 105
sekitar 98% dari semua jenis chelicerate termasuk kalajengking, laba-laba, kutu dan tungau. Hewan-hewan ini menunjukkan keragaman yang sangat besar dan juga dianggap paling predator dari semua arthropoda. Fitur-fitur umum dari kelompok ini termasuk dua tubuh tagma, kecuali dalam tungau dan kutu di mana perut telah menyatu menjadi satu wilayah tubuh. Pelengkap pada opisthosoma yang telah dimodifikasi menjadi baik pemintal atau pectines. Semua arachnida adalah pengumpan cairan dan banyak mencairkan mangsanya sebelum dikonsumsi. Sejauh ini yang terbesar dari tiga kelas chelicerate adalah Arachnida yang sebagian besar hidup diwilayah terestrial, dengan sekitar 57.000 spesies, termasuk laba-laba, kutu, tungau, dan kalajengking. Arachnida memiliki sepasang chelicerae, sepasang pedipalpus, dan empat pasang kaki. Chelicerae adalah pelengkap utama, terdiri dari bagian basal gemuk dan taring yang bergerak dan terhubung ke kelenjar racun. Pasanga pelengkap berikutnya, pedipalpus, menyerupai kaki tapi memiliki satu segmen yang kurang dan tidak digunakan untuk bergerak. Pada laba-laba jantan, mereka mengkhususkannya sebagai organ sanggama. Pada kalajengking, pedipalpus merupakan penjepit besar. Kebanyakan arachnida adalah karnivora. Pengecualian utama adalah tungau, yang sebagian besar herbivora. Kebanyakan arachnida dapat menelan makanan hanya sesaat dimana sering mencerna secara eksternal dengan mengeluarkan enzim ke dalam mangsa mereka. Mereka bisa kemudian menyedot bahan dicerna dengan otot mereka, memompa faring. Arachnida terutama, tetapi tidak eksklusif, hidup diwilayah terestrial. Sekitar 4000 spesies tungau dan salah satu spesies laba-laba hidup di air tawar, dan beberapa tungau hidup di laut. Arachnida bernapas dengan cara tracheae, memesan paru-paru, atau keduanya. Opilione anggota ini mudah dikenali oleh memiliki bentuk tubuh oval dan sangat panjang, kaki ramping. Opilione bernafas dengan sepasang tracheae utama. Organisme jantan memiliki penis, dan betina memiliki sebuah ovipositor, atau organ bertelur yang meyimpan telur di celah dan retakan. Kebanyakan adalah predator serangga dan arachnida lain, tetapi beberapa hidup pada tanaman dan banyak pula yang mengais bangkai binatang. Kelompok ini mencakup sekitar 5000 spesies. Ordo scorpions adalah arachnida yang pedipalpus yang dimodifikasi menjadi penjepit.
106
Gambar 7. A harvestman (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
Gambar 8. Uroctonus mordax. (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
107
Gambar 9. Fitur eksternal dari permukaan dorsal dari kalajengking (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
108
Gambar 10. Fitur eksternal dari permukaan ventral dari kalajengking (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
Kalajengking menggunakan penjepit ini untuk menangani dan mengobrak-abrik makanannya. Sengatan berbisa kalajengking digunakan terutama untuk menyengat mangsa dan kurang umum untuk membela diri. Alat penyengat terletak di segmen terminal dari perut. Seekor scorpion memegang perutnya terlipat ke depan lebih dari tubuhnya ketika bergerak. Kalajengking memiliki perut memanjang bersendi yang khas di sebagian chelicerate, segmen 109
perut kurang lebih menyatu bersama-sama dan muncul sebagai satu kesatuan. Seperti kepiting tapal kuda, segmentasi masih terlihat di tagma kalajengking dan ini mengungkapkan bagaimana chelicerate kuno. Kalajengking adalah beberapa hewan pertama yang menyerang lingkungan terestrial, makanannya pada berupa hewan bertubuh lunak atau invertebrata di lokasi lembab. Scorpion mungkin adalah kelompok yang paling kuno dari arthropoda terrestrial arthropoda, dikenal dari Zaman Silur, sekitar 425 juta tahun yang lalu. Dewasa ini arachnida memiliki berbagai ukuran, sekitar 1-18 cm. Ada 1200 spesies kalajengking, semua terestrial, yang terjadi di seluruh dunia, yang paling umum di daerah tropis, daerah subtropis, dan gurun. Mudah berkembang biak, dengan 1 sampai 95 telur dari satu induk. Secara kronologis, kalajengking adalah arthropoda pertama di darat, akan tetapi kemudian serangga yang akan menjadi arthropoda darat paling sukses mengeksploitasi lingkungan dan sebian besarnya menjadi makanan untuk kalajengking. Terdapat sekitar 35.000 spesies dari ordo Araneae. Hewan ini memainkan peran utama dalam hampir semua ekosistem darat. Laba-laba sangat penting karena predator serangga dan hewan kecil lainnya. Laba-laba berburu mangsa mereka atau menangkapnya di jaring sutra. Laba-laba memiliki keanekaragaman yang luar biasa. Sutra terbentuk dari protein cairan yang dipaksa keluar dari spinneret pada bagian posterior perut laba-laba. Jaring adalah hasil dari kebiasaan khas laba-laba. Beberapa laba-laba dapat berputar mengapung tipis yang memungkinkan untuk hanyut dalam angin ke situs baru. Banyak jenis labalaba, seperti laba-laba serigala dan tarantula, tidak memintal jaring melainkan memburu mangsanya secara aktif. Lain halnya dengan laba-laba pintu-perangkap, membangun sutra berlapis dalam liang, kemudian merebut mangsanya saat melintas. Satu spesies laba-laba, Argyroneta aquatica, hidup di air tawar, menghabiskan sebagian besar waktunya di bawah permukaan. Tubuhnya dikelilingi oleh gelembung udara, sementara kakinya, yang digunakan baik untuk di bawah air berjalan dan untuk berenang. Beberapa jenis lain dari laba-laba berjalan dengan bebas di permukaan air. Laba-laba memiliki kelenjar racun terkemuka melalui chelicerae yang menunjuk dan digunakan untuk menggigit serta melumpuhkan mangsa. Beberapa anggota ordo ini, seperti warna hitam dan coklat, memiliki gigitan yang beracun untuk manusia dan mamalia besar lainnya. Tungau dan kutu adalah yang terbesar dalam hal dari jumlah spesies dan yang paling beragam dari arachnida. Meskipun hanya sekitar 30.000 spesies tungau dan kutu yang diteliti para ilmuwan yang mempelajari perkiraan kelompok yang mungkin ada satu juta atau lebih anggota ordo ini. Kebanyakan tungau kecil, kurang dari 1 milimeter panjang, dari spesies yang berbeda berkisar 100 nanometer hingga 2 sentimeter. Dalam kebanyakan tungau, cephalothorax dan abdomen menyatu ke dalam tubuh bulat telur tidak bersegmen. Pernafasan terjadi baik dengan cara tracheae atau langsung melalui exoskeleton. Banyak tungau 110
melewati beberapa tahap yang berbeda selama siklus hidup mereka. Dalam kebanyakan, sebuah eightlegged prelarva aktif menimbulkan larva aktif berkaki enam, yang pada gilirannya menghasilkan suksesi berkaki delapan dalam tiga tahap dan akhirnya menjadi organisme jantan atau betina dewasa. Tungau dan kutu yang beragam dalam struktur dan habitat. Kebanyakan ditemukan di hampir setiap terestrial, air tawar, dan habitat laut yang dikenal dan memakan jamur, tanaman, serta hewan. Bertindak sebagai predator dan sebagai parasit internal ataupun eksternal dari kedua invertebrata dan vertebrata. Banyak tungau menghasilkan gigitan menjengkelkan dan penyakit pada manusia. Tungau hidup di folikel rambut dan kelenjar lilin dari dahi dan hidung manusia, tetapi biasanya tidak menimbulkan gejala. Kutu adalah ektoparasit pemakan darah, parasit yang terjadi pada permukaan tuan. Lebih besar daripada kebanyakan tungau lainnya dan menyebabkan ketidaknyamanan dengan mengisap darah manusia dan hewan lainnya. Kutu dapat membawa banyak penyakit, termasuk beberapa yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan protozoa. Demam tutul (Rocky Mountain spotted wave adalah contoh familiar) disebabkan oleh bakteri dilakukan melalui kutu. Penyakit Lyme tampaknya disebabkan oleh spirochaetes yang juga ditularkan oleh kutu. Demam air merah, atau demam Texas, adalah penyakit yang berasal dari protozoa kemudian menjangkiti sapi, kuda, domba, dan anjing.
111
Gambar 11. Anatomi eksternal permukaan ventral laba-laba (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
112
Gambar 12. Bagian anterior dari prosoma laba-laba (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
Gambar 13. Latrodectus mactans (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
113
Gambar 14. Loxosceles reclusa (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
Gambar 15. Anatomi eksternal dari kutu (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
114
Gambar 16. Anatomi folikel tungau Demodex folliculorum (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
Gambar 17. Ordo Acari yang menyerang tapir di Peru (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
3. Kelas Pycnogonida Kelas akhir chelicerate adalah Pycnogonida, yang biasa disebut laba-laba laut. Tidak selalu ada kesepakatan tentang bagaimana laba-laba laut masuk ke 115
dalam skema taksonomi, dan di beberapa klasifikasi diberi sebutan filum. Di lain sisi, seperti salah satu yang digunakan di sini, Pycnogonida dianggap chelicerate primitif karena chelicera, pedipalpus, cakar pada ujung kak, dan mata sederhana yang terletak pada tuberkulum di kepala. Klasifikasi terbaru menunjukkan bahwa Pynogonida mungkin berhubungan lebih erat dengan tungau dan kutu serta seharusnya termasuk dalam ordo Aracnida, jika itu yang terjadi, Pygnogonida pasti chelicerate.
Gambar 18. Anatomi eksternal Pycnogonida (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)
Tubuh ramping dan terdiri dari prosoma anterior, atau cephalothorax, dan posterior opisthosoma atau perut, yang terdiri dari hanya tunggul kecil dengan anus yang terletak di ujungnya. Prosoma ini dibagi menjadi dua wilayah. Anterior yang "kepala" daerah termasuk belalai dengan mulut yang terletak di ujungnya. Di balik ini adalah chelicera dan pedipalpus. Pycnogonids umumnya memakan organisme bertubuh lunak seperti cnidaria, polychaetes, bryozoa, dan nudibranch dengan menggunakan gigi pada belalai untuk merobek mangsanya dan menghisap keluar cairan internal, mekanisme mencerna makanan hamper sama dengan chelicerate lainnya. Bentuk dan bentuk dari belalai bervariasi tergantung pada jenis mangsa setiap spesies dari laba-laba laut. Pasangan kaki pertama berjalan juga pada “kepala” bersama dengan kaki oviger biasa yang digunakan pada kedua jenis kelamin untuk perawatan dan laki-laki untuk 116
membuahi telur. Di atas kepala adalah tuberkulum okular punggung dengan empat mata sederhana berorientasi untuk memberikan jarak pandang 360 derajat. Sisa prosoma adalah “bagasi” dan dalam keadaan normal aka nada tambahan tiga pasang kaki berjalan. Dalam kebanyakan pycnogonids hal ini terjadi, meskipun ada beberapa yang memiliki empat atau lima pasang. Kaki berjalan yang melekat pada ekstensi lateral tubuh, tiang, dan segmen kaki diberi nama coxa 1, coxa 2, coxa 3, femur, tibia 1, tibia 2 dan propodus. Setiapnya berujung dengan cakar terminal.
117
BAB VIII ARACHNIDA (CHELICERATE) A. Pendahuluan
Gambar 1. Arachnida (Sumber: Hollick, 2014)
118
Nama arachnida berasal dari bahasa Yunani “aráchnē” yang berarti “laba-laba.” Namun kelas ini tidak hanya terdiri dari laba-laba saja, melainkan juga termasuk golongan kalajengking, tungau, dan caplak. Kelas Arachnida ini termasuk dalam subfilum Chelicerata karena memiliki kelisera, yaitu sepasang organ pelengkap untuk makan yang berfungsi sebagai taring atau penjepit. Arachnida adalah nama yang diberikan pada tahun 1815 oleh Lamarck, kelas yang dilembagakan untuk reseptor dari laba-laba, kalajengking, dan tungau sebelumnya diklasifikasikan oleh Linnaeus dalam urutan Aptera kelompok besar Insecta. Lamarck pada saat yang sama mendirikan kelas Crustacea untuk lobster, kepiting, dan kutu air, juga sampai kemudian dimasukkan dalam urutan Aptera dari Linnaeus. Lamarck memasukkan Tliysanura dan Myriapoda di kelas arachnida. Insecta dari gagasan Linnaeus adalah kelompok persis sama dengan arthropoda yang dikemukakan seratus tahun kemudian oleh Siebold dan Stannius. Definisi tersebut dikurangi dengan Lamarck, dan dibuat hanya terdiri dari kaki. Lamarck mengusulkan nama Hexapoda, namun nama itu telah sedikit digunakan, dan mereka lebih mempertahankan sampai hari ini judul kelompok Linnaeus jauh lebih besar, yaitu.Insecta. Posisi arachnida menjadi salah satu kelompok besar dari filum arthropoda, baru-baru ini diteliti dari sisi anatomi dan embriologi. Arachnida membentuk kelas yang berbeda atau jalur keturunan di kelas Euarthropoda, divergen (mungkin awalnya sejalan dengan crustacea) dari Buarthropods, primitif yang memunculkan juga dengan garis terpisah keturunan yang dikenal sebagai kelas Diplopoda, Crustacea, Ohilopoda, dan Hexapoda. Pandangan modern untuk klasifikasi dan kekerabatan dari arachnida telah ditentukan oleh demonstrasi yang dilakukan oleh Limulus dan kepunahan Eurypterines (Pterygotus, dll), yang mengatakan ini identik dalam struktur dan begitu banyak bagian yang berhubungan penting dengan kalajengking, sementara memiliki bagian lain yang cukup berbeda dengan arthropoda dimana tidak mungkin untuk menganggap bahwa identitas yang ada adalah karena homoplasy atau konvergensi, dan kesimpulan yang tidak dapat dihindari, harus diterima bahwa kemiripan timbul dari hubungan kedekatan secara genetik. Pandangan bahwa Limulus bahwa kepiting adalah suatu arachnida dipertahankan sejak tahun 1829 oleh Straus-Durkheim, atas dasar kepemilikan atas suatu sternum rawan internal yang dimiliki oleh arachnida dan kesamaan disposisi dari enam pelengkap kaki, seperti sekitar mulut dalam dua kasus. Bukti yang tepat kesetaraan segmentasi dan pelengkap dari Limulus dan kalajengking dan sejumlah titik yang luar biasa dari dalam strukturnya, dilengkapi oleh Lankester dalam artikel yang diterbitkan pada 1881 (“Limulus sebuah arachnida,” ‘Quart. Journ. Micr. vol Sci./. xxi, N.S.), dan dalam serangkaian subsequent memoar, dimana terdiri dari struktur kelenjar coxal, mata, otot veno-pericardiac.
119
Gambar 2. Keberagaman Arachnida (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2012)
B. Karakteristik Arachnida
Gambar 3. Struktur tubuh Arachnida (Sumber: Kindersley, 2007)
Ciri-ciri utama Arachnida adalah memiliki kelisera pada cephalotoraks (atau prosoma) yang seperti gunting atau catut. Dua bagian utama dari kelisera ini adalah landasan tebal (tempat otot dan kelenjar bisa) dan taring yang dapat digerakkan. Umumnya, taring berada pada lekukan dasar landasan dengan mekanisme seperti pada pisau lipat. Kelisera ini digunakan untuk menyuntikkan racun ke dalam tubuh mangsa dan dapat juga untuk memutuskan benang “jaring” laba-laba. Organ pelengkap kedua pada prosoma adalah sepasang pedipalpus. Pedipalpus ini mirip dengan kaki, namun memiliki segmen yang lebih sedikit dan tidak digunakan untuk bergerak. Pedipalpus berfungsi untuk menangkap 120
(memegang dan memanipulasi) mangsa, sensor, pertahanan diri, maupun reproduksi. Pada kalajengking, pedipalpus berbentuk seperti capit dan ukurannya relatif besar. Tubuh arachnida terbagi atas kepala-dada (cephalotoraks) dan badan belakang (abdomen). Antara sefalotoraks dan abdomen terdapat bagian sempit seperti pinggang, disebut pedisel. Pada bagian kepala-dada terdapat 4 pasangkaki, juga terdapat dua alat mulut, yaitu sebagai berikut. 1) Alat sengat (chelicela = kelisera) 2) Alat cepit (pedipalpus) Tubuh Arachnida dibagi menjadi dua bagian: anterior dan posterior. Bagian anterior, disebut cephalotoraks, berisi organ-organ indera, mulut, dan anggota badan berpasangan. Pasangan pertama anggota badan disebut chelicerae dapat membentuk penjepit atau taring racun, dan pasangan kedua pedipalpus dapat berfungsi sebagai penjepit, peraba, atau kaki. Pasangan anggota tubuh lainnya, umumnya empat, digunakan untuk berjalan. Bagian posterior tubuh, perut, terdapat pembukaan genital dan struktur lainnya. Hal ini biasanya dilengkapi dengan gills yang telah dimodifikasi disebut paru-paru buku. Kebanyakan Arachnida adalah soliter kecuali pada saat kawin, ketika berbagai pola perilaku yang kompleks dapat diamati. Betina dapat menjaga telur atau anak.
Gambar 4. Anatomi Laba-laba (Sumber: Tikekar, 2016)
1. Sistem Saraf Pada sebagian besar Arachnida, semua ganglion saraf (termasuk yang berada di opisthosoma) menyatu di prosoma. Akan tetapi pada Mesothelae yang tergolong laba-laba paling primitif yang masih hidup, ganglion-ganglion pada opisthosoma dan ganglion prosoma bagian belakang tidak menyatu. Pada kalajengking, ganglion-ganglion pada cephalotoraks menyatu, namun pada abdomen masih terdapat pasangan ganglion terpisah. 121
Gambar 5. Sistem syaraf pada laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)
Gambar 6. Komponen mata pada laba-laba: A. Diagram tipe mata sekunder. B. Sparrasid lensa yang dilihat dari dalam caput. C. Syaraf optic pada Tarantula (Sumber: Atkinson, 2015)
122
2. Sistem Respirasi
Gambar 7. Bagian bawah abdomen yang disajikan untuk mengetahui lokasi spirakel dan diagram dari paru-paru buku pada laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)
Arachnida umumnya memiliki paru-paru buku dan trakea. Paru-paru buku menyerap oksigen dan membuang zat sisa menggunakan hemolimfa sebagai alat pengangkut, sedangkan trakea melakukan hal yang sama tanpa menggunakan hemolimfa. Paru-paru buku ini berbeda dengan paru-paru pada vertebrata. Paru-paru buku adalah tumpukan kantong udara dan jaringan yang berisi hemolimfa, sehingga memberikan bentuk seperti “lipatan” buku. Struktur seperti “lipatan halaman buku” ini terisi udara sehingga memaksimalkan permukaan yang terpapar udara. Kemudian, bagian “halaman buku” yang tidak terlipat, terisi dengan hemolimfa yang membawa oksigen dan karbondioksida. Jumlah paru-paru buku bervariasi dari satu pasang pada sebagian besar laba-laba, sampai empat pasang pada kalajengking. Pada mayoritas spesies, respirasi menggunakan paru-paru buku tidak membutuhkan gerakan untuk memfasilitasi 123
pernafasan ini. Ada tidaknya paru-paru buku ini membagi arachnida menjadi dua kelompok, yaitu arachnopulmonata (memiliki paru-paru: kalajengking, kalajengking cambuk, Schizomida, Amblypygi, dan laba-laba); dan Apulmonata (tidak memiliki paru-paru: tungau, caplak, Opiliones, Ricinulei, Solifugae, dan kalajengking palsu). 3. Sistem Ekskresi Sistem ekskresi Arachnida sudah efisien untuk menjaga cairan tubuh mereka di darat (selain dengan lapisan lilin pada kutikula). Kelenjar ekskresi pada Arachnida terletak di sisi (tepi) prosoma dan berjumlah sampai dengan empat pasang, dan juga satu atau dua pasang tubulus Malphigi. Ada yang memiliki salah satu jenis kelenjar, dan ada juga yang memiliki keduanya. Sampah nitrogen utama golongan laba-laba adalah guanin. 4. Sistem Pencernaan Arachnida umumnya adalah karnivora. Mereka menggunakan racun untuk melumpuhkan mangsa menggunakan kelisera (pada laba-laba), atau menggunakan ekor sengat (pada kalajengking). Hewan ini makan dari tubuh yang serangga dan hewan kecil yang telah dicerna sebagian (di luar) dengan menggunakan cairan pencernaan yang dihasilkan oleh lambung, lalu menuangkan cairan tersebut pada tubuh mangsa dengan kelisera atau pedipalpus. Cairan pencernaan itu akan “melelehkan” mangsa menjadi cairan nutrisi yang siap disedot melalui mulut, menuju kerongkongan, lalu lambung. Walaupun demikian, ada juga laba-laba yang vegetarian, dan banyak yang memakan madu dan serbuk sari sebagai makanan tambahan. Tungau dan caplak sebagian besar adalah parasit pengisap darah. Opiliones adalah sebagian kecil dari golongan laba-laba yang dapat memakan benda padat dan memiliki cara makan yang berbeda. Cakar pada ujung kaki digunakan untuk mengambil invertebrata kecil dan membawa mangsa itu ke lekukan di antara mulut dan ujung depan pangkal kaki. Di sini, mangsa dihancurkan dan didorong ke mulut. Konon, ini adalah cara makan nenek moyang Arthropoda.
124
Gambar 8. Sistem pencernaan dan ekskresi pada laba-laba (Sumber: Quizlet, 2016)
Bentuk lambung hewan golongan laba-laba bulat panjang dengan diverticula (kantong-kantong) di sekujur tubuhnya. Baik lambung maupun kantong-kantong tersebut menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan menyerap zat gisi dari makanan. Sampah makanan dikeluarkan melalui anus pada bagian belakang abdomen. 5. Sistem Transportasi Darah atau hemolimfa arachnida bervariasi dalam komposisi, tergantung model pernafasannya. Hewan golongan laba-laba yang memiliki sistem trakea yang efisien tidak membutuhkan mekanisme transportasi oksigen dalam “darah,” sehingga mungkin memiliki sistem peredaran yang tereduksi. Bahkan, beberapa tungau tidak memiliki jantung sama sekali. Pada kalajengking dan sebagian laba-laba, “darah” mengandung hemosianin, yaitu pigmen berbasis zat tembaga dengan fungsi yang mirip dengan hemoglobin pada vertebrata. Jantung mereka berlokasi di bagian depan abdomen.
125
Gambar 9. Pemandangan bagian abdomen Selenocosmia yang dibedah dan lokasi jantung pada abdomen laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)
Gambar 10.
Sirkulasi hemolimfa pada tubuh laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015) 6. Sistem Reproduksi Arachnida memiliki satu atau dua gonad pada abdomen. Fertilisasi umumnya internal dan pada sebagian besar spesies, individu jantan menyalurkan sperma ke individu betina dalam “paket” atau spermatofor. Pada spesies lain, pedipalpus dapat digunakan untuk “menyuntikkan” sperma ke lubang kelamin betina. Sebagian besar hewan golongan laba-laba bertelur, akan tetapi kalajengking dan beberapa tungau menyimpan telur di dalam tubuh mereka sampai menetas. Kalajengking juga menjaga “bayi” mereka di punggung sampai molting pertama kali.
126
Gambar 11. Diagram struktur genital pada laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)
Gambar 12. Diagram struktur genital pada Segestriidae dan Latrodectus (Sumber: Atkinson, 2015)
C. Klasifikasi Arachnida Secara umum Arachnida terbagi ke dalam empat atau lima ordo utama, yaitu: 1. Ordo Araneae: Golongan laba-laba sejati 2. Ordo Scorpiones: Golongan kalajengking sejati. 3. Ordo Opiliones: Golongan “laba-laba” penuai. 127
4. Subkelas Acari (superordo Acariformes dan superordo Parasitiformes): 5. Golongan tungau dan caplak 6. Ordo-ordo lain yang lebih kecil
Gambar 13. Kladogram Aracnida (Sumber: Yale University, 2007)
Menemukan hubungan filogenetik pada kelas Arachnida tidak bisa dibilang mudah. Hal ini terutama terjadi pada ordo Acariformes, Parasitiformes, dan Pseudoscorpiones, yang memiliki tingkat evolusi yang lebih cepat dari ordo lainnya. Berikut ini adalah diagram hubungan ordo-ordo Arachnida. 1. Laba-laba Laba-laba adalah sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap, dan tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae, dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau, semuanya berkaki delapan, dimasukkan ke dalam kelas Arachnida.
Gambar 14. Laba-laba dari keluarga Oxyopidae (Sumber:Lowe, 2014 )
Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi. Araneae adalah ordo terbesar dalam arachnida dan peringkat ketujuh dalam total keragaman spesies di 128
antara seluruh ordo organismse. Laba-laba dapat ditemukan di seluruh dunia di setiap benua kecuali di Antarktika, dan telah bertahan lama di hampir semua habitat dengan perkecualian kolonisasi udara dan laut. Pada Februari 2016, sedikitnya 45.800 spesies dan 114 suku laba-laba telah dicatat oleh para taksonomis. Tetapi, telah terjadi perpecahan di dalam komunitas ilmiah mengenai cara semua suku-suku tersebut diklasifikasikan karena sejak tahun 1900 telah ada lebih dari 20 klasifikasi berbeda telah diusulkan. Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan kadang-kadang kanibal. Mangsa utamanya adalah serangga. Hampir semua jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies dari suku Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau mangsanya.
129
Gambar 15. Keragaman laba-laba (Sumber: University of Michigan, 2014)
Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya sekitar 200 spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia. Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi semuanya mampu menghasilkan benang sutera, yakni helaian serat protein yang tipis namun kuat 130
dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain. Tak seperti serangga yang memiliki tiga bagian tubuh, laba-laba hanya memiliki dua. Segmen bagian depan disebut cephalothorax atau prosoma, yang sebetulnya merupakan gabungan dari kepala dan dada (toraks). Sedangkan segmen bagian belakang disebut abdomen (perut) atau opisthosoma. Antara cephalothorax dan abdomen terdapat penghubung tipis yang dinamai pedicle atau pedicellus. Pada cephalothorax melekat empat pasang kaki, dan satu sampai empat pasang mata. Selain sepasang rahang bertaring besar (disebut chelicera), terdapat pula sepasang atau beberapa alat bantu mulut serupa tangan yang disebut pedipalpus. Pada beberapa jenis laba-laba, pedipalpus pada hewan jantan dewasa membesar dan berubah fungsi sebagai alat bantu dalam perkawinan. Laba-laba tidak memiliki mulut atau gigi untuk mengunyah. Sebagai gantinya, mulut labalaba berupa alat pengisap untuk menyedot cairan tubuh mangsanya. Mata pada laba-laba umumnya merupakan mata tunggal (mata berlensa tunggal), dan bukan mata majemuk seperti pada serangga. Kebanyakan laba-laba memiliki penglihatan yang tidak begitu baik, tidak dapat membedakan warna, atau hanya sensitif pada gelap dan terang. Laba-laba penghuni gua bahkan ada yang buta. Perkecualiannya terdapat pada beberapa jenis laba-laba pemburu yang mempunyai penglihatan tajam dan bagus, termasuk dalam mengenali warna. Untuk menandai kehadiran mangsanya pada umumnya laba-laba mengandalkan getaran, baik pada jaring-jaring suteranya maupun pada tanah, air, atau tempat yang dihinggapinya. Ada pula laba-laba yang mampu merasai perbedaan tekanan udara. Indera peraba laba-laba terletak pada rambut-rambut di kakinya.
131
Gambar 16. Tingkat bahaya berbagai jenis laba-laba (Sumber: P&P Pest Control, 2015)
Kebanyakan laba-laba memang merupakan predator (pemangsa) penyergap, yang menunggu mangsa lewat di dekatnya sambil bersembunyi di balik daun, lapisan daun bunga, celah bebatuan, atau lubang di tanah yang ditutupi kamuflase. Beberapa jenis memiliki pola warna yang menyamarkan tubuhnya di atas tanah, batu atau pepagan pohon, sehingga tak perlu bersembunyi. Laba-laba penenun (misalnya anggota suku Araneidae) membuat jaring-jaring sutera berbentuk kurang lebih bulat di udara, di antara dedaunan dan ranting-ranting, di muka rekahan batu, di sudut-sudut bangunan, di antara kawat telepon, dan lain-lain. Jaring ini bersifat lekat, untuk menangkap serangga terbang yang menjadi mangsanya. Begitu serangga terperangkap jaring, laba-laba segera mendekat dan menusukkan taringnya kepada mangsa untuk melumpuhkan dan sekaligus 132
mengirimkan enzim pencerna ke dalam tubuh mangsanya. Sedikit berbeda, labalaba pemburu (seperti anggota suku Lycosidae) biasanya lebih aktif. Laba-laba jenis ini biasa menjelajahi pepohonan, sela-sela rumput, atau permukaan dinding berbatu untuk mencari mangsanya. Laba-laba ini dapat mengejar dan melompat untuk menerkam mangsanya. Bisa yang disuntikkan laba-laba melalui taringnya biasanya sekaligus mencerna dan menghancurkan bagian dalam tubuh mangsa. Kemudian perlahan-lahan cairan tubuh beserta hancuran organ dalam itu dihisap oleh si pemangsa. Berjam-jam laba-laba menyedot cairan itu hingga bangkai mangsanya mengering. Laba-laba yang memiliki rahang (chelicera) kuat, bisa lebih cepat menghabiskan makanannya dengan cara merusak dan meremuk tubuh mangsa dengan rahang dan taringnya itu. Tinggal sisanya berupa bola-bola kecil yang merupakan remukan tubuh mangsa yang telah mengisut. Beberapa laba-laba penenun memiliki kemampuan membungkus tubuh mangsanya dengan lilitan benang-benang sutera. Kemampuan ini sangat berguna terutama jika si mangsa memiliki alat pembela diri yang berbahaya, seperti lebah yang mempunyai sengat; atau jika laba-laba ingin menyimpan mangsanya beberapa waktu sambil menanti saat yang lebih disukai untuk menikmatinya belakangan. Hingga Februari 2016, sekitar 45.800 spesies laba-laba telah dipertelakan, dan digolong-golongkan ke dalam 114 suku. Tetapi, mengingat bahwa hewan ini begitu beragam, banyak di antaranya yang bertubuh amat kecil, seringkali tersembunyi di alam, dan bahkan banyak spesimen di museum yang belum terdeskripsi dengan baik, diyakini bahwa kemungkinan ragam jenis laba-laba seluruhnya dapat mencapai 200.000 spesies. Ordo laba-laba ini selanjutnya terbagi atas tiga golongan besar pada aras subordo, yakni: a. Mesothelae, yang merupakan laba-laba primitif tak berbisa, dengan ruas-ruas tubuh yang nampak jelas; memperlihatkan hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan leluhurnya yakni artropoda beruas-ruas. b. Mygalomorphae atau Orthognatha, yalah kelompok laba-laba yang membuat liang persembunyian, dan juga yang membuat lubang jebakan di tanah. Banyak jenisnya yang bertubuh besar, seperti tarantula dan juga lancah maung. c. Araneomorphae adalah kelompok laba-laba ‘modern’. Kebanyakan laba-laba yang ditemui termasuk ke dalam subordo ini, mengingat bahwa anggotanya terdiri dari 95 suku dan mencakup kurang lebih 94% dari jumlah spesies labalaba. Taring dari kelompok ini mengarah agak miring ke depan (dan bukan tegak seperti pada kelompok tarantula) dan digerakkan berlawanan arah seperti capit dalam menggigit mangsanya. 2. Kalajengking Kalajengking adalah sekelompok hewan beruas dengan delapan kaki (oktopoda) yang termasuk dalam ordo Scorpiones dalam kelas Arachnida. 133
Kalajengking masih berkerabat dengan ketonggeng, laba-laba, tungau, dan caplak. Ada sekitar 2000 jenis kalajengking. Mereka banyak ditemukan selatan dari 49° U, kecuali Selandia Baru dan Antarktika. Kalajengking purba muncul pada pertengahan Masa Paleozoikum, kira-kira 400 juta tahun yang lalu. Berbeda dengan kalajengking pada umumnya, bentuk kalajengking purba lebih sederhana. Tubuhnya terdiri dari banyak ruas-ruas yang terlindung cangkang tipis. Perbedaan lainnya adalah ukuran tubuh beberapa jenis kalajengking purba yang mencapai 100 kali ukuran kalajengking masa sekarang, 2 hingga 3 meter. Selain itu, kalajengking purba juga hidup di air.
Gambar 17. Spesies kalajengking dari Meksiko. (A) Dewasa ♀ Centruroides limpidus; (B) Dewasa ♀ Centruroides nigrimanus (Pocock, 1898); (C) Dewasa ♂ Hadrurus obscurus; (D) Dewasa ♂ Diplocentrus colwelli; (E) Dewasa ♀ Megacormus segmentatus; (F) Dewasa ♂ Franckeus kochi (Sumber: Lopez, 2015)
Tubuh kalajengking dibagi menjadi dua segmen: cephalothorax dan abdomen. Abdomen terdiri dari mesosoma dan metasoma. Arachnoidea. Semua spesies kalajengking memiliki bisa. Pada umumnya, bisa kalajengking termasuk sebagai neurotoksin (racun saraf). Suatu pengecualian adalah Hemiscorpius lepturus yang memiliki bisa sitotoksik (racun sel). Neurotoksin terdiri dari protein 134
kecil dan juga natrium dan kalium, yang berguna untuk mengganggu transmisi saraf sang korban. Kalajengking menggunakan bisanya untuk membunuh atau melumpuhkan mangsa mereka agar mudah dimakan. Bisa kalajengking lebih berfungsi terhadap hexapoda lainnya dan kebanyakan kalajengking tidak berbahaya bagi manusia; sengatan menghasilkan efek lokal (seperti rasa sakit, pembengkakan). Namun beberapa spesies kalajengking, terutama dalam keluarga Buthidae dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu yang paling berbahaya adalah Leiurus quinquestriatus, dan anggota dari genera Parabuthus, Tityus, Centruroides, dan terutama Androctonus. Kalajengking yang paling banyak menyebabkan kematian manusia adalah Mus muscullus. 3. Tungau Tungau adalah sekelompok hewan kecil bertungkai delapan yang, bersama-sama dengan caplak, menjadi anggota superordo Acarina. Tungau bukanlah kutu dalam pengertian ilmu hewan walaupun sama-sama berukuran kecil (sehingga beberapa orang menganggap keduanya sama). Apabila kutu sejati merupakan anggota Insecta (serangga), tungau lebih berdekatan dengan laba-laba dilihat dari kekerabatannya. Hewan ini merupakan salah satu avertebrata yang paling beraneka ragam dan sukses beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan. Ukurannya kebanyakan sangat kecil sehingga kurang menarik perhatian hewan pemangsa besar dan mengakibatkan ia mudah menyebar. Banyak di antara anggotanya yang hidup bebas di air atau daratan, namun ada anggotanya yang menjadi parasit pada hewan lain (mamalia maupun serangga) atau tumbuhan, bahkan ada yang memakan kapang. Beberapa tungau diketahui menjadi penyebar penyakit (vektor) dan pemicu alergi. Walaupun demikian, ada pula tungau yang hidup menumpang pada hewan lain namun saling menguntungkan. Di bidang pertanian, tungau menimbulkan banyak kerusakan pada kualitas buah jeruk (umpamanya tungau karat buah Phyllocoptura oleivera Ashmed dan tungau merah Panonychus citri McGregor), merusak daun ketela pohon dan juga daun beberapa tumbuhan Solanaceae (cabai dan tomat). Tungau juga menyebabkan penyakit skabies, penyakit pada kulit yang mudah menular. Ada lebih dari 45 ribu jenis tungau yang telah dipertelakan. Para ilmuwan berpendapat, itu baru sekitar 5% dari kenyataan total jenis yang ada. Hewan ini dipercaya telah ada sejak sekitar 400 juta tahun. Ilmu yang mempelajari perikehidupan tungau dan caplak dikenal sebagai akarologi. Taksonomi tungau masih belum stabil karena banyaknya perubahan. Namun dapat dikatakan bahwa tungau mencakup semua anggota Acariformes, semua Parasitiformes kecuali Ixodida (caplak), dan beberapa familia dan genera yang belum pasti penempatannya.
135
Gambar 18. Tungau (Sumber: Dunn, 2015)
4. Caplak Caplak adalah nama umum bagi hewan kecil berkaki delapan anggota Ixodoidea, yang bersama-sama dengan tungau dimasukkan ke dalam anakkelas Acarina, ordo Arachnoidea (laba-laba dan kerabatnya). Caplak dikenal sebagai parasit luaran (eksoparasit) yang hidup dari darah hewan vertebrata yang ditumpanginya. Karena kebiasaaannya ini, caplak menjadi vektor bagi sejumlah penyakit menular. Caplak muda bertungkai enam, namun setelah dewasa memiliki empat pasang tungkai.
Gambar 19. Tungau (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)
136
BAB IX SUBFILUM CRUSTACEA A. Pendahuluan Filum Arthropoda mengandung 80% dari seluruh spesies hewan yang dikenal diseluruh dunia . Meskipun Insecta adalah kelas dominan arthropoda di darat, Crustacea mendominasi air. Beberapa fitur membedakan crustasea dari serangga. Perbedaan lain antara crustasea dan serangga adalah bahwa crustasea terus meranggas setelah mereka menjadi dewasa. Sebagian besar atau sekitar 35.000 spesies crustasea laut. Banyak crustasea air tawar jarang mencapai ukuran lebih besar dari 1 mm dan oleh karena itu tidak mudah dikumpulkan dengan teknik yang efektif untuk sampling serangga air. Salah satu fitur umum untuk semua crustasea adalah bahwa mereka bernafas baik melalui insang atau melalui integumen tubuh secara umum.
Gambar 1. Larva dari subfilum Crustacea (Sumber: www.mhhe.com ,2016)
Crustacea adalah kelompok besar organisme terutama dari wilayah perairan, yang terdiri dari sekitar 35.000 spesies kepiting, udang, lobster, udang karang, teritip, kutu air, pillbugs, dan kelompok-kelompok terkait. Crustasea memiliki dua pasang antena, tiga jenis pelengkap untuk mengunyah, dan berbagai jumlah pasang kaki. Semua pelengkap Crustacea, dengan kemungkinan pengecualian pasangan pertama dari antena, pada dasarnya biramous. Dalam beberapa crustasea, pelengkap tampaknya hanya memiliki satu cabang, dalam kasus-kasus, salah satu cabang yang telah hilang selama spesialisasi evolusi. Tahap larva nauplius melalui mana semua crustasea lulus memberikan bukti bahwa semua anggota kelompok ini yang beragam adalah keturunan dari nenek moyang yang sama. Menetas nauplius dengan tiga pasang pelengkap dan bermetamorfosis 137
melalui beberapa tahapan sebelum mencapai kematangan. Di banyak kelompok, tahap nauplius ini dilewatkan di telur, dan pengembangan tukik untuk dewasa. B. Karakteristik Crutacea Crustasea berbeda dari serangga tapi menyerupai lipan dan kaki seribu dalam hal bahwa crustacea memiliki pelengkap pada perutnya serta pada dadanya. Crustacea adalah arthropoda yang hanya dengan dua pasang antena. Rahangnya kemungkinan berasal dari sepasang tungkai yang mengambil pada fungsi mengunyah selama evolusi, sebuah proses yang tampaknya terjadi secara independen di leluhur umum dari mandibulates terestrial. Banyak crustasea memiliki mata majemuk. Selain itu, juga memiliki rambut taktil halus yang diproyeksikan dari kutikula seluruh tubuh. Crustasea lebih besar memiliki insang berbulu dekat basis kaki. Dalam anggota kecil dari kelas ini, pertukaran gas berlangsung secara langsung melalui daerah yang lebih tipis dari kutikula atau seluruh tubuh. Kebanyakan crustasea memiliki jenis kelamin secara terpisah. Berbagai macam kopulasi khusus terjadi antara crustasea, dan beberapa anggota membawa telur mereka dengan mereka, baik secara tunggal atau telur kantong, hingga menetas. Crustacea besar berakaki sepuluh, terutama crustacea laut seperti udang, lobster, dan kepiting, bersama dengan kerabat air tawar mereka, udang karang, secara kolektif disebut crustasea berkaki sepuluh. Crustacea berkaki sepuluh jangka berarti “sepuluh kaki”. Pada hewan tersebut, exoskeleton biasanya diperkuat dengan kalsium karbonat. Sebagian besar segmen tubuhnya menyatu menjadi cephalothorax ditutupi oleh perisai punggung, atau karapas, yang muncul dari kepala. Penjepit di banyak crustasea berkaki sepuluh digunakan dalam memperoleh makanan, misalnya, dengan menghancurkan kerang atau moluska. Pada lobster dan udang karang, pelengkap disebut swimmerets terjadi pada garis sepanjang permukaan ventral perut dan digunakan untuk reproduksi dan berenang. Selain itu, rata pelengkap dikenal sebagai uropods membentuk semacam senyawa "Paddle" pada akhir perut. Hewan ini juga mungkin memiliki telson, atau ekor tulang belakang. Dengan menjentikkan perutnya, hewan mendorong dirinya sendiri melalui air dengan cepat dan tegas. Kepiting berbeda dari lobster dan udang karang dalam hal proporsi, karapas mereka jauh lebih besar dan lebih luas dengan perut terselip dibawahnya. C. Klasifikasi Crustacea Berikut ini disajikan mengenai klasifikasi dari crustacea dan perkiraan mengenai jumlahnya di kawasan Amerika Utara.
138
Tabel 1. Klasifikasi Crustacea dan Perkiraan Jumlahnya di Kawasan Perairan Amerika Utara (Thorp dan Covich; 1991)
Gambar 2. Klasifikasi Crusacea (Sumber: Mackie, 1998)
139
Filum Arthropoda mengandung 80% dari semua spesies hewan yang dikenal. Meskipun Insecta adalah kelas dominan arthropoda di darat, kelas Crustacea mendominasi air. Beberapa fitur membedakan crustacea dari serangga. Perbedaan lain antara crustacea dan serangga adalah bahwa crustacea terus meranggas setelah mereka menjadi dewasa. Sebagian besar 35.000 spesies yang dikenal merupakan crustacea yang berasal dari laut. Banyak crustacea air tawar jarang mencapai ukuran lebih besar dari 1 mm dan oleh karena itu tidak mudah dikumpulkan dengan teknik yang efektif untuk sampling serangga air. Salah satu fitur umum untuk semua crustacea adalah bahwa mereka bernafas baik melalui insang atau melalui integumen tubuh secara umum (Peckarsky, 1990). Tabel 2. Fitur Diagnostik dari Crustacea (Mackie, 1998)
1. Subkelas Eumalakostraca (Superordo Peracarida) Eumalacostraca adalah subkelas dari krustasea, yang mengandung hampir semua malacostraca hidup, atau sekitar 40.000 spesies dijelaskan. Subkelas lainnya adalah Phyllocarida dan mungkin Hoplocarida. Eumalacostraca memiliki 19 segmen (5 cephalic, 8 toraks dan 6 abdomen). Susunan ini dikenal sebagai “caridoid facies”, istilah yang diciptakan oleh William Thomas Calman di 1909. Tungkai toraks bersendi dan digunakan untuk berenang atau berjalan. Nenek moyang diperkirakan telah memiliki karapaks, dan sebagian besar spesies hidup memiliki satu, tetapi telah hilang dalam beberapa subkelompok.
140
a. Ordo Ampipoda Nama rangka mengacu pada jenis kaki ganda; awalan “Amphi” adalah bahasa Yunani untuk “kedua sisi” (yaitu baik dada dan perut) atau “ganda”, dan akhiran “Poda” adalah dari bahasa Yunani kata “podos”, yang berarti “kaki”. Amphipods agak lateral rata, memaksanya untuk berenang di bagian sisi. Istilah, Scud, mengacu pada peran Ampipod sebagai pemulung dan detritivor sedimen bawah. Scud yang paling sering ditemukan terkait dengan vegetasi air. Terkadang membingungkan antara Scud dan sowbags, tapi Scud yang lebih tinggi daripada sowbags yang luas dan berenang dengan cepat di bagian sisi, sementara sowbugs telah diratakan, badan berbentuk lonjong dan merangkak perlahan sepanjang permukaan. (Kellogg, 1994)
Gambar 3. Hyalella Azteca (Sumber: Yale Peabody Museum, 2010)
Gambar 4. Diporeia Hoyi (Sumber: Omnilexica.com, 2016)
141
Hyalella Azteca begitu di mana-mana dan berlimpah bahwa ketidakhadiran H. Azteca dianggap sebagai indikator yang dapat diandalkan untuk mengetahui pengasaman danau. H. Azteca dapat mentolerir bawah pH untuk 6,5, pada saat mana H. Azteca mulai menghilang. Diporeia hoyi hanya ditemukan di kedalaman danau yang dingin. Namun, preferensi D. Hoyi untuk perairan dalam tampaknya tergantung pada kebutuhan akan air dingin karena D. Hoyi telah ditemukan di zona profundal dengan saturasi oksigen kurang dari 7%. b. Ordo Isopoda Isopoda dorsoventrally yang diratakan. Ketika terganggu isopoda menggulung menjadi bola, seperti taman bug pil. Kaki isopoda serupa, maka nama order “Iso” dari bahasa Yunani kata “isos” yang berarti sama atau serupa, dan “Poda” dari bahasa Yunani kata “podos”, yang berarti “kaki”. Terkadang membingungkan antara scud dan sowbugs, tetapi sowbugs yang lebih luas daripada scud tinggi dan berjalan perlahan di sepanjang permukaan. (Kellogg, 1994) Isopoda adalah pemulung dan detritivores, makan terutama pada binatang mati atau sekarat. Spesies umum, Caecidotea communis (sebelumnya Asellus) dan C. racovitzai dapat ditemukan dalam jumlah besar di perairan yang sedikit terpolusi oleh limbah pabrik.
Gambar 5. Caecidotea communis (Sumber: BugGuide.Net, 2016)
Spesies lain dibatasi untuk jenis lain dari habitat. Misalnya, Thermosphaeroma hanya ditemukan di sumber air panas, Caecidotea kenki terbatas pada aliran dingin dan sungai musim semi dan Lirceus garmani terbatas pada kolam sementara dan mata air dan merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi suatu habitat.
142
Gambar 6. Thermosphaeroma (Sumber: Center for Biological Diversity, 2016)
Gambar 7. Lirceus garmani (Sumber: wikivisually.com, 2016)
143
c. Ordo Cladocera
Gambar 8. Holopedium gibberium (Sumber: Scientific Computing, 2016)
Cladocerans terutama kelompok air tawar, dengan hanya beberapa spesies predator di lingkungan laut. Kebanyakan cladocerans pengumpan filter, seperti di mana-mana Daphnia, Ceriodaphnia, Bosmina, Chydorus, Alona dan Semocephalus. Spesies terbesar, seperti Leptodora (sampai 18 mm panjang), Polyphemus (panjang hingga 15 mm) dan spesies Eropa yang diperkenalkan ke Great Lakes, Bythotrephes (hingga 20 mm panjang), yang merupakan predator. beberapa spesies memiliki fitur unik, Holopedium mudah diidentifikasi oleh karapas yang besar tertutup dalam mantel agar-agar besar (sering transparan dan hampir tak terlihat dalam cahaya) dan cukup besar dalam ukuran (1-2 mm di mantel agar-agar), mudah terlihat dengan mata telanjang. Beberapa spesies memiliki bentuk seksual, tetapi yang jantan cenderung lebih kecil dari betina. Bentuk jantan umumnya berumur pendek dan disesuaikan untuk reproduksi. Sebagai contoh, antennules dan pelengkap yang dimodifikasi untuk menangkap betina saat kawin dan jarang digunakan sebagai organ penyaring makan. Holopedium gibberium adalah karakteristik hewan yang tinggal di danau dan perairan rendah kalsium.
144
Gambar 9. Daphnia (Sumber: Informasi Peternakan, 2016)
2. Subkelas Copepoda Tabel 3. Karakteristik beberapa ordo pada Copepoda (Mackie, 1998)
145
Gambar 10 Cyclopoida (Sumber: www.ilciuici.com, 2016)
Gambar 11. Calanoida (Sumber: Huys & Boxshall, 1991)
146
Gambar 12. Harpacticoida (Sumber: Huys & Boxshall, 1991)
Copepoda adalah sekelompok kecil crustacea ditemukan di laut dan hampir setiap air tawar habitatnya. Banyak spesies yang planktonic (Drifting di perairan laut), tetapi yang lebih benthic (hidup di laut lantai), dan beberapa spesies kontinental Mei tinggal di wilayah limno-habitat dan wilayah tempat basah, seperti rawa-rawa, di bawah daun jatuh di hutan basah , bogs, mata air, kolam dan tdk kekal puddles, membasahi moss, atau diisi air recesses (phytotelmata) tanaman seperti bromeliads dan picer tanaman. Banyak tinggal di bawah laut dan air tawar gua, sinkholes, streaming atau tempat tidur. Copepoda kadang-kadang digunakan sebagai bioindikator. Meskipun copepoda dapat ditemukan hampir di mana-mana mana air tersedia sebagian besar lebih dari 12.000 spesies yang dikenal hidup di laut. Karena mereka adalah biomassa terbesar di lautan beberapa menyebut mereka serangga laut. Mereka berkeliaran bebas air, liang melalui sedimen di dasar laut, ditemukan pada flat pasang surut dan dalam parit laut dalam. Setidaknya sepertiga dari semua spesies hidup sebagai asosiasi, commensals atau parasit pada invertebrata dan ikan. Salah satu hotspot keanekaragaman spesies terumbu karang tropis di IndoPacific. Beberapa spesies karang adalah host untuk sampai dengan 8 spesies copepoda. Seperti flat pasang mangrove berkerumun dengan kehidupan copepoda. Calanoida, Cyclopoida dan Harpacticoida telah berhasil dijajah semua jenis habitat air tawar dari sungai kecil untuk danau gletser tinggi di Himalaya. Meskipun keanekaragaman jenis di air tawar tidak setinggi dalam kelimpahan laut copepoda terkadang cukup besar untuk noda air. Bahkan di air tanah fauna copepoda khusus telah berevolusi. Beberapa spesies copepoda dapat ditemukan 147
pada musim gugur daun hutan basah atau di tumpukan kompos basah, kadangkadang dalam kepadatan cukup tinggi. Lainnya tinggal di lumut gambut atau bahkan dalam phytothelmata (kolam kecil terbentuk di axils meninggalkan tanaman) dari bromeliad dan tanaman lainnya. 3. Subkelas Branchiura Branchiura memiliki tubuh yang datar dan memiliki profil yang rendah ketika melekat pada host mereka. Tubuh terdiri dari kepala, lima segmen tungkaibearing dan batang pendek dibagi menjadi daerah toraks, membawa empat pasang kaki renang yang kuat dan pendek, perut tidak bersegmen. Kepala telah berkembang dengan baik lobus carapace, yang ekstensi posterior dorsal kepala perisai sebagian besar menutupi kaki di kedua sisi tubuh dan dapat memperpanjang lebih lanjut untuk menutupi perut. Lobus karapas ini mengandung usus caecae bercabang dan memiliki dua daerah khusus bagian perut, yang secara tradisional disebut sebagai “daerah pernapasan,” tapi tampaknya terlibat dalam mengatur cairan tubuh internal. Anterior, pada permukaan ventral kepala kebohongan antennules pendek dan antena. Keduanya dilengkapi dengan cakar dan organ-organ penting dari keterikatan kepada host. Segmen distal dari antennules sensorik dan membawa array dari seta pendek. Branchiuran memiliki mulut tabung penghisap dilengkapi dengan rahang serak terletak di ujung tabung mulut. Dalam Argulus ada stilet racun ditarik terletak hanya di depan mulut. Stilet ini tidak ada dalam Chonopeltis dan Dipteropeltis. The maxillules dikembangkan menjadi pengisap otot yang kuat dalam orang dewasa dari segala genera, kecuali Dolops, yang mempertahankan panjang maxilla ke fase dewasa. Maksila adalah uniramous (bercabang satu) anggota badan dengan spinosus yang berbentuk seperti tulang pada segmen basal dan cakar kecil di ujungnya. Empat pasang kaki renang toraks adalah bercabang dua dan diarahkan lateral. Kaki pertama dan kedua biasanya membawa bagian tambahan, flagela yang, berasal dekat pangkal exopod tersebut. Kaki ketiga dan keempat biasanya dimodifikasi pada hewan yang jantan dan digunakan untuk mentransfer sperma ke betina saat kawin. Perut mengandung testis dipasangkan pada jantan dan, pada betina, wadah mani pasangan, di mana sperma disimpan sampai dibutuhkan untuk membuahi telur. Perut berakhir di lobus perut dipasangkan dipisahkan oleh celah anal median, di mana letak anus dipasangkan ekor rami. Spesies Argulus banyak ditemui pada habitat air tawar di semua daratan Benua. Spesies dari Dolops terdistribusi di daerah Selatan, terjadi di air tawar di Afrika bagian selatan, Amerika Selatan, dan Australasia (Tasmania). Spesies Chonopeltis hanya terjadi di perairan Afrika, sementara satu-satunya spesies Dipteropeltis dibatasi ke Amerika Selatan. 148
Branchiuran ektoparasit pada ikan, tapi kadang-kadang dilaporkan dari berudu amfibi. Branchiura tinggal terutama di habitat air tawar, baik berjalan dan air statis, dan dapat terjadi pada kepadatan tinggi di badan air buatan seperti waduk, kolam ikan hias, dan peternakan ikan. Beberapa spesies Argulus menduduki muara dan ikan laut pesisir, tetapi mereka tidak ditemuka di perairan laut. Hanya perilaku Argulus yang diketahui dengan baik dan sedikit yang diketahui dari marga lain. Setelah mengambil makan, Argulus betina akan meninggalkan inangnya dan mulai bertelur di baris pada setiap keras, permukaan terendam. Telur yang disemen ke substrat dan ditinggalkan. Telur ini menetas menjadi larva berenang bebas dilengkapi dengan setose (berbulu) berenang antena dan rahang dan dasar-dasar dari maxilla, dan dua pasang kaki renang yang utama. Larva ini sebagai fase penyebaran dan meranggas ke tahap kedua, di mana cakar kuat telah menggantikan seta pada antena dan palp setose mandibula hilang. Branchiuran parasit dari tahap kedua dan seterusnya, tetapi muncul untuk meninggalkan tuan rumah dan kemudian menemukan host baru pada interval seluruh pembangunan. Perubahan selama fase larva yang bertahap, terutama yang melibatkan pengembangan kaki toraks dan organ reproduksi, kecuali untuk maxilla, yang mengalami metamorfosis sekitar panggung lima, berubah dari anggota tubuh yang panjang bantalan cakar distal kuat untuk pengisap melingkar kuat. Ini adalah salah satu transformasi yang paling luar biasa yang dikenal untuk setiap arthropoda ekstremitas. Branchiura menempel pada kulit host ikan dan memakan darah dan jaringan eksternal. Branchiura memiliki rahang serak, yang mengikis jaringan ke dalam pembukaan di ujung mengisap mulut tabung. Dalam Argulus, racun stilet digunakan untuk menyuntikkan sekresi ke dalam host. Sekresi mungkin mengandung enzim pencernaan untuk mulai memecah jaringan inang sebelum menelan. Dipasangkan stilets labial, berbaring dalam pembukaan tabung mulut, juga sekresi dan dapat menghasilkan sekresi dengan fungsi pra-pencernaan serupa. Darah host juga diambil dan dicerna dalam usus caecae lobate yang terletak di dalam lobus carapace. Jenis kelamin terpisah dan, dalam banyak branchiura, jantan mentransfer sperma langsung ke betina menggunakan berbagai struktur pada kaki toraks ketiga dan keempat. Pada Dolops, bagaimanapun, sperma ditransfer dalam paket chitinous disebut spermatophores.
149
Gambar 13. Argulus foliaceus (Sumber: Flickr, 2016)
150
Gambar 14. Argulus japonicas (Sumber: NEMESIS Database Species, 2016)
Gambar 15. Dolops ranarum (Sumber: Parasites World, 2016)
151
BAB X MALACOSTRACA (CRUSTACEA) A. Pendahuluan Nama Malacostraca diciptakan oleh ahli zoologi Perancis Pierre André Latreille pada tahun 1802. Dia adalah kurator koleksi arthropoda di National Museum of Natural History di Paris. Nama berasal dari akar Yunani (malakós, yang berarti "lunak") dan (óstrakon, yang berarti "shell"). Nama ini menyesatkan, karena shell hanya lembut segera setelah molting, dan biasanya sulit. Malacostraca kadang-kadang dikontraskan dengan entomostraca, nama diterapkan untuk semua luar crustacea dan dinamai takson usang Entomostraca.
Gambar 1. Crustacea malacostraca, thorax dengan 8 segmen, perut dengan 6 sampai 7 segmen ditambah telson a; pelengkap pada segmen perut 6 diratakan untuk membentuk uropoda. (Sumber: Pinterest catalogue, 2017)
Malacostraca adalah yang terbesar dari enam kelas crustacea, yang mengandung sekitar 40.000 spesies hidup, dibagi di antara 16 ordo. anggotanya, malacostraca, menampilkan keragaman bentuk tubuh dan termasuk kepiting, lobster, udang karang, udang, krill, kutu kayu, Scud (Amphipoda), udang mantis dan banyak hewan yang kurang familiar lainnya. Malacostraca melimpah di semua 152
lingkungan laut dan telah merambah pada lingkungan air tawar dan habitat darat. Malacostraca merupakan hewan yang tubuhnya tersegmentasi, disatukan oleh rancangan tubuh yang umum terdiri dari 20 segmen tubuh (jarang 21), dan dibagi menjadi kepala, dada, dan perut. Beberapa spesies malacostraca penting dalam industri akuakultur dan makanan. Dari tiga subclass, Phyllocarida, Hoplocarida dan Eumalacostraca, hanya Eumalacostraca berisi spesies air tawar. Sementara crustacea sebagai bentuk tubuh tampilan keseluruhan sangat bervariasi, malacostraca menampilkan satu jenis struktur dasar tubuh. Hampir setiap habitat air tawar digunakan oleh spesies malacostraca, baik permukaan air lotic dan lentic dan beberapa perairan unik di bawah tanah. Permukaan air meliputi sungai yang mengalir ke dan melalui padang rumput terbuka, rawa-rawa dan daerah berhutan; kolam permanen dan sementara, kolam pada air terjun, parit, lubang air, danau, sungai fana, sungai tunduk aliran deras musiman, mata air dan air interstitial. Banyak jenis substrat yang dihuni, termasuk batu, pasir, pasir bergambut, tanah liat, lumpur dan kerikil. Malacostraca cenderung memilih zona pesisir badan air, terutama daerah yang memiliki banyak tumbuhan. Hewan ini dapat ditemukan dalam kemasan sampah daun, di bawah kayu busuk, di bawah batu, di antara akar tanaman dan lain sebagainya. Beberapa spesies semi-akuatik yang ditemukan di Sphagnum lumut dan vegetasi air. Malacostraca yang hidup bebas adalah omnivora, predator, detritivores, herbivora dan pengumpan filter. Banyak spesies malacostraca yang menempati liang. Liang yang terhubung dengan membuka perairan atau meja air. Beberapa liang panjang, berkelok-kelok 20-30 cm ke daerah kaya air sementara yang lainnya liang pendek atau membentuk katakombe dari lubang di tepi sungai lembut. Jika air mengering liang dimeteraikan dengan cerobong asap lumpur. Malacostraca mungkin nokturnal atau diurnal. Hewan ini sebagian besar hidup bebas, tetapi juga mungkin komensal atau ektoparasit.
153
Gambar 2. Pagurus samuelis (hermit crab) (Sumber: Bousfield, 2014)
Malacostraca memiliki peran yang kuat dalam perekonomian. Manusia mengkonsumsi sejumlah besar dekapoda, dan industri besar telah mengembangkan sekitar penangkapan atau budidaya dan penjualan udang, lobster, dan kepiting. Ada juga perdagangan akuarium besar, penyediaan hewan baik sebagai hewan peliharaan dan sebagai makanan bagi ikan dan amfibi. Kebanyakan parasit malacostraca menyerang ikan dan crustacea lainnya. Untuk alasan ini, malacostraca parasit memiliki dampak negatif pada ikan, udang, lobster, dan kepiting industri. Malacostraca memainkan peran penting dalam ekosistem perairan yang mana konservasi merupakan isu penting. Komersial over-fishing mungkin akhirnya menempatkan populasi dalam bahaya. Ironisnya, hal itu merupakan peran penting dimana malacostraca bermain dalam ekonomi manusia yang membahayakan bagi hewan ini. Nelayan dari malacostraca dapat merusak lingkungan. B. Karakteristik Malacostraca Malacostracans menunjukkan eksoskeleton yang keras sebagai hasil dari kalsifikasi khas pada crustacea. Tubuh dibagi menjadi tiga tagmata, cephalon, dada, dan perut. Kepala dan dada yang menyatu ke cephalothorax dan mungkin sulit untuk membedakan hal tersebut.
154
Gambar 3. Karakteristik dari Malacostraca (Sumber: McGraw-Hill, 2013)
Semua malacostraca memiliki lima segmen di kepala, delapan di dada, dan enam di perut, kecuali 20 spesies aneh di Phyllocarida, yang memiliki tujuh segmen perut. Sebagai aturan umum, setiap segmen beruang sepasang pelengkap, namun dalam beberapa organisme pelengkap kurang pada beberapa pelengkap perut. Anterior 1-3 pelengkap dada yang dimodifikasi menjadi maxillipeds, yang digunakan untuk makanan. Lima pelengkap perut anteriormost adalah, hampir tanpa kecuali, biramous. Dalam kebanyakan malacostraca, pelengkap perut posteriormost, jika ada, diratakan dan membentuk sirip ekor dengan telson. Ordo sering dikategorikan oleh spesialisasi anggota badan tertentu dan segmen tubuh. Ada banyak keanekaragaman morfologi dalam kelas, yang paling familiar untuk semua taksa pada crustacea.
155
Gambar 4. Anatomi dari Ordo Euphausiacea (Sumber: University of Michigan, 2014)
Pusat kontrol neuroendokrin utama malacostracans adalah kompleks Xorgan-sinus-kelenjar, yang terletak di eyestalk atau di bagian setara dengan kepala di mana mata sessile. Kompleks ini mengatur pematangan, penyebaran pigmen di mata dan perubahan warna tubuh, dan beberapa proses metabolisme, termasuk molting. Ovarium betina, kelenjar reproduksi jantan, organ perikardial, dan rahang atas Y-organ dekapoda juga memproduksi hormon yang berfungsi dalam meranggas dan siklus reproduksi. Malacostracans memiliki rancangan tubuh yang khas dari crustacea. Insang internal yang dilindungi oleh carapace. Sistem peredaran darah pada organisme besar dapat sangat maju dan vena menyebar secara luas, meskipun masih dianggap terbuka (sebagai lawan tertutup). Sistem saraf dari Malacostraca dibedakan menjadi sistem saraf perifer (PNS) dan sistem saraf pusat (SSP). PNS meliputi semua neuron sensorik perifer termasuk akson dari hewan ini, serta akson neuron motorik dan neuron eferen lain dimana somata berada di SSP. Sebagian besar neuron sensorik dari Malacostraca adalah bipolar dengan dendrit apikal terhubung ke struktur sensorik eksternal kutikula disebut sensillum dan akson basal yang memproyeksikan langsung ke SSP. Berdasarkan modalitas sensorik yang dilayani, neuron sensorik bipolar dibedakan menjadi tiga kelas: mechanoreceptor neuron (MRNs), kemoreseptor neuron (CRNs), dan neuron reseptor penciuman (ORNs). MRNs dan CRNs menginervasi kemoterapi bimodal dan sensilla mechanosensory yang terletak di semua pelengkap dan eksternal lainnya (misalnya karapas, ruang insang) dan internal (esophagus) permukaan kutikula tubuh dan secara keseluruhan memiliki yang paling banyak 156
populasi sensillar dari Malacostraca. MRNs juga menginervasi kurang banyak sensilla mechanosensory unimodal, termasuk sensilla di statocysts (terletak di dasar dari antenna) khusus untuk penginderaan gravitasi. ORNs memberikan persarafan dari unimodal penciuman sensilla disebut aesthetascs yang hanya terjadi pada flagela lateral antenna dan membentuk organ penciuman Malacostraca. Sistem saraf sangat terpusat. Otak besar di dekat mata terhubung ke sejumlah ganglia melalui tali saraf ventral dipasangkan, yang membentang dari tubuh. kelenjar hijau di antena kedua melayani fungsi osmoregulator dan ekskresi. Pembuangan limbah nitrogen mungkin juga terjadi di insang atau dinding tubuh itu sendiri. Mulut malacostraca mengarah ke perut dua bilik, yang memiliki struktur grinding disebut pabrik lambung. Pencernaan terjadi di seluruh usus, dan limbah materi dikeluarkan melalui anus posterior pada telson. Malacostraca merupakan hewan yang tidak hemaprodit, dan seks ditentukan secara genetis. Gonad yang terletak di segmen toraks keenam pada hewan betina, dan kedelapan pada hewan jantan. Sanggama adalah aturan sebagai sperma unflagellated adalah non-motil. Anterior satu atau dua anggota badan perut pada hewan jantan dimodifikasi menjadi struktur reproduksi yang dirancang untuk membantu dalam pengiriman sperma. Pembangunan berkisar langsung ke metamorf antara anggota kelas Malacostraca. Dalam peracardia, telur menanti di belakang thorax. Pada malacostraca lain, telur diletakkan. Kebanyakan malacostraca yang bermetamorfosis memiliki larva nauplius, tetapi dalam banyak spesies telur menetas menjadi larva zoea. Hampir setiap strategi makan dibayangkan ditunjukkan oleh setidaknya satu anggota dari kelompok ini. Banyak malacostraca merupakan karnivora, dan pemburu aktif. Kelompok ini mewakili banyak ordo yang memiliki pelengkap dada yang dimodifikasi untuk menusuk atau menangkap dan menghancurkan mangsanya. Beberapa taksa malacostraca adalah parasite, sementara yang lain adalah pengurai, herbivora, serta filter-feeders. Malacostraca umumnya aktif. Di antara taksa bentik, namun, beberapa spesies penggali yang cukup aktif. Banyak bentuk pelagis adalah pemburu aktif. Decapoda dikenal untuk menampilkan hubungan yang rumit, seperti yang ditunjukkan oleh kepiting fiddler. Malacostracans harus bersaing untuk makanan, tempat tinggal, ruang, dan pasangan. memperebutkan kerang untuk ditempati, stomatopoda dan udang memperebutkan tempat penampungan, dan kepiting darat serta liang yang menjadi tempat tinggal bagi amphipoda. Hewan jantan dari banyak spesies ditumbuhi pelengkap yang membesar dan dihiasi pada saat jatuh tempo untuk digunakan dalam pertempuran dan memenangkan pasangan. Perkelahian untuk menentukan kisaran statusnya pada ritual untuk perjuangan antara hidup dan mati. Pada dekapoda pejuang paling agresif adalah spesies air, yang juga bersenjata, jarang bertemu, dan bersaing hanya kadang-kadang lebih merata 157
dimanate rmasuk hewan betina. Spesies darat, yang lebih rentan terhadap cedera, lebih memiliki kebiasaan hidup berkelompok, dan kurang dibatasi oleh ketersediaan sumber daya, pameran yang lebih kompleks, interaksi formal. kepiting biola jantan menarik betina dengan melambaikan cakar yang membesar dan mengirimkan sinyal suara. Sinyal menentukan identitas dan maksud dari pengirim. Kepiting jantan membangun piramida pasir untuk menarik betina. Banyak udang dan beberapa amphipoda bergerak dari cakar membesar terhadap tangan sebagai bagian dari peringatan ancaman dan sinyal adanya hubungan dengan betina. Banyak stomatopoda memiliki eyespot kode warna yang spesifik, yang ditampilkan selama menentukan sikap. Spesies lebih agresif memiliki eyespots cerah. Stomatopoda yang melawan dengan spesies yang sama atau terkait erat mengurangi kekuatan pukulan atau terlibat dalam pertempuran ritual. Spesies yang relative lebih jinak lebih agresif ketika menghadapi kerabat lebih suka berperang. Seperangkat rumit dari sinyal adanya hubungan dibutuhkan oleh stomatopoda jantan untuk mencegah betina dari menyerangnya. C. Evolusi dan Paleontologi dari Malacostraca Catatan fosil dari Malacostraca memanjang dari awal Era Paleozoic (Awal Ordovician Epoch, 488,000,000-472.000.000 tahun yang lalu) hingga saat ini. Phyllocarids awal (order Archaeostraca) memiliki bentuk tubuh yang menyerupai arthropoda branchiocarid air yang beragam di laut Cambrian, 542,000,000-488,000,000 tahun yang lalu. Bentuk-bentuk primitif (misalnya, Canadaspida) merupakan leluhur tidak langsung, namun, karena mereka tidak memiliki pelengkap gnathobasic (mengunyah), kepala (misalnya, rahang, maksila) dan karakteristik utama lainnya dari crustacea. Malacostracan berbagi sejumlah karakteristik canggih dengan anggota misterius kelas Crustacea Remipedia, termasuk antenna biramous, pertama segmen batang menyatu ke kepala, tungkai dimodifikasi sebagai maxillipeds, dan dipasangkan pelengkap renang di semua segmen batang posterior bukaan genital. Malacostraca eucaridan pertama muncul sebagai fosil dari Paleozoic tengah (Devon Akhir Epoch, 385,000,000-359,000,000 tahun yang lalu). Berupa malacostraca penggali, lobster, protoglyphaeids primitif, dan uropoda. Selama Paleozoic akhir (awal Karbon melalui Periode Permian, 359,000,000-251,000,000 tahun yang lalu) malacostraca berkembang pesat, ternyata pada langkah dengan proliferasi tumbuhan vaskular pesisir yang membentuk sumber makanan air baru yang besar. Setidaknya 16 odo baru muncul selama waktu itu, beberapa anggota ukuran sedang, dengan kedua subcheliform dan kaki pejalan (Hoplocarida, Astacidea). Di lain sisi, sebagian besar lebih kecil, penghuni bawah di payau ke laguna segar dan muara (Hemicaridea, Syncarida, Mysidacea, Isopoda) karapas dan ruang pernapasan dada berkurang atau hilang sama sekali, telur yang dikembangkan secara langsung, dalam kantong dada, dan respirasi serta propulsi 158
renang menjadi semakin perut. Sedikitnya delapan perintah primitif dan terspesialisasi mati oleh penutupan Permian (stomatopoda aeschronectid, Pygocephalomorpha, Belotelsonidea). Selama masa kejayaan Mesozoikum dari malacostraca, 251 juta menjadi sekitar 65,5 juta tahun yang lalu, namun, jumlah yang sama dari ordo baru muncul. Dengan evolusi anomura dan kepiting selama era ini, dekapoda diversifikasi dan tumbuh untuk ukuran besar. Semua subordo amphipoda besar dan infraorders diyakini telah berevolusi dengan periode Jurassic dan Cretaceous. Isopoda telah melakukan diversifikasi ke 10 subordo yang ada, termasuk yang sepenuhnya parasit pada crustacea lainnya dan ikan. Semua air segar besar benua telah banyak merambah melalui muara dan air tanah pesisir, tanah lembab, kemudian menjadi hutan dengan angiosperma, sedang diduduki oleh isopoda terestrial dan amphipoda. Dengan pendinginan berikutnya dari laut pesisir di Paleocene Epoch, beberapa kelompok malacostraca (Isopoda, Amphipoda, dan Dekapoda) menjamur di daerah dingin dan di laut dalam. Ampipoda menjadi terkait dengan mamalia dan kura-kura, yang pertama kali pindah ke perairan dangkal, dan dengan status khusus hewan ini sebagai epiparasites paus dan penyu laut. Beberapa kelompok malacostraca yang berkembang biak di air dangkal yang hangat pada akhir-akhir Paleozoic dan Mesozoikum laut baik hilang atau dikurangi menjadi spesies randa beberapa di habitat laut dalam atau anoxic (misalnya, Lophogastrida, dekapoda glyphaeid, Leptostraca, Mictacea) atau di air tanah benua (misalnya, Syncarida, Spelaeogriphacea, Thermosbaenacea). Isopoda, dekapoda, dan amphipoda kini mencapai 90% dari seluruh malacostraca hidup. D. Klasifikasi Malacostraca Taksonomi umum dari malacostraca sekitar spesialisasi dan penataan pelengkap dan segmen tubuh. Sayangnya, banyak peneliti menduga bahwa tingkat tinggi konvergensi mengaburkan filogeni pada tingkat ordo dari malacostraca. Untuk alasan ini, divisi taksonomi antara banyak kelompok malacostraca harus dipandang sebagai pedoman umum baik daripada hubungan filogenetik yang ketat. Kelas ini terdiri dari tiga subkelas, yaitu eumalacostraca, copepoda dan branchiura yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, ada pula yang menyebut tiga kelas tersebut eumalacostraca, phyllocarida dan hoplocarida. Hal tersebut dijelaskan melalui pohon filogeni yang ada pada gambar.
159
Gambar 5. Pohon Filogeni pada Malacostraca (Sumber: Fortey, 1998)
160
Gambar 6. Berbagai macam pohon filogeni pada Malacostraca (Sumber: Squidonius, 2012)
Kemudian akan dijelaskan mengenai phyllocarida dan hoplocarida. Phyllocarida memiliki karapas besar, dua katup, kaki toraks dengan cabang luar seperti daun, perut memiliki tujuh segmen, segmen anterior memiliki pleopods (kaki renang). Malacostraca diakui paling awal dalam catatan fosil adalah anggota subkelas ini. Kebanyakan perwakilan hidup yang tinggal di bawah pengumpan suspense dan anggotanya sekitar 20 spesies. Hoplocarida muncul pada devon akhir untuk Holosen, karapas besar, tidak memiliki 2 katup, antenna bercabang 3, kaki toraks seperti cakar, kaki belakang toraks merupakan penggali, perut besar, segmen terminal dengan kipas ekor besar.
161
Gambar 7. Phyllocarida (Sumber: Paul, 2008)
Gambar 8. Hoplocarida (Sumber: Lowry, 1999)
162
BAB XI SUBFILUM UNIRAMIA A. Pendahuluan Kelompok utama terbesar dari arthropoda adalah clade yang mencakup serangga, lipan, kelabang, dan lainnya. Kelompok ini, yang Uniramia, sebelumnya ditetapkan untuk menyertakan Onychophora, yang sekarang dianggap sebagai clade terpisah. Hal ini dibatasi di sini untuk menyertakan hanya “benar” artropoda dengan exoskeletons dan pelengkap bersendi. Uniramia memiliki pelengkap ketat uniramia, yaitu, kaki hanya memiliki satu cabang. Sebagian besar terestrial, namun ada juga yang air untuk sebagian atau seluruh siklus hidup uniramia. Uniramia membuat jauh clade utama yang paling umum dan beragam arthropoda, dan bahkan membuat lebih dari tiga perempat dari semua spesies hewan yang dikenal di planet ini dan mungkin proporsi yang lebih besar dari jumlah total spesies yang dikenal dan tidak dikenal. Uniramia berasal dari bahasa Latin unus berarti satu dan ramo berarti cabang karena semua apendik pada ruas tubuhnya uniramus. Pada setiap ruas kepala terdapat sepasang antena, sepasang mandibel dan sepasang maksila. Sebagian besar hidup di darat, beberapa di air tawar dan sedikit di laut. Kemungkinan uniramian tertua yang dikenal saat ini adalah Cambropodus, dari Tengah Cambrian dari Utah, sayangnya, satu-satunya fosil tidak lengkap dan tidak terpelihara dengan baik. Cambropodus rupanya bentuk laut, namun sebagian besar dari uniramia banyak hidup didaerah terrestrial. Sangat sedikit yang diketahui tentang sejarah Uniramia sampai Silur, ketika myriapods pertama (lipan, kaki seribu, dan kerabat mereka) muncul. Di Devon tengah collembolans pertama (springtail), dan oleh Pennsylvania, atau akhir Karbon, serangga bersayap yang hadir, termasuk lalat capung pertama dan kecoak. Permian melihat penampilan stoneflies, bug, kumbang, dan caddisflies, antara kelompok-kelompok lainnya. Sebuah kepunahan massal 245 juta tahun yang lalu, Permo-Triassic, tidak hanya menyapu bersih banyak biota laut, juga mempengaruhi tanah secara signifikan sejumlah kelompok serangga punah pada saat itu. Fosil dalam foto di bawah ini adalah kaki seribu dari Pennsylvania usia Mazon Creek fauna dari Illinois, diawetkan dalam nodul dari siderit (besi karbonat) yang terbentuk di sekitarnya sebelum bisa membusuk. Uniramians diperkirakan telah berevolusi di darat, setelah Silurian, di mana mereka menjadi invertebrata dominan. Sekitar satu juta spesies telah dijelaskan sejauh; ini dianggap hanya sebagian kecil dari jumlah sebenarnya spesies hidup. Filum ini dibagi menjadi dua subfilum serangga dan segala sesuatu yang lain - lipan, kaki seribu, symphyla (bawah) dan pauropodia (bawah)
163
B. Karakteristik Uniramia Seperti yang terlihat pada kelabang ini dari, semua uniramia memiliki pelengkap bercabang. Dalam arthropoda lainnya, kaki berupa biramous kecuali dinyatakan dimodifikasi, dimna memiliki cabang luar, yang sering membentuk insang seperti bulu, dan cabang batin yang digunakan untuk berjalan atau diubah untuk beberapa fungsi lainnya. Uniramia dewasa tidak memiliki insang eksternal meskipun larva serangga air sering memiliki insang, serangga dewasa memiliki satu set tabung internal trachea, yang terbuka ke udara melalui lubang-lubang kecil yang dikenal sebagai spirakel. Fitur morfologi ini telah modifikasi besar dari radiasi pada uniramia, khususnya serangga, menjadi habitat darat. Berikut ini adalah ciri-ciri utama dari uniramia: 1. Tubuhnya simetri bilateral 2. Bentuk tubuh bervariasi, dari bulat, panjang dan tipis 3. Tubuh dibagi menjadi kepala dan batang atau kepala, dada, dan perut 4. Sepasang antena dan rahang, dan satu atau dua pasang maksila 5. Sistem pencernaan dimulai dari Mulut, usus lurus dan anus 6. Memiliki trakea bercabang dan sepasang spirakel pada setiap segmen 7. Jenis kelamin terpisah dengan fertilisasi internal 8. Sebagian besar hidup didaerah terrestrial, beberapa di air tawar, dan sangat sedikit yang hidup di daerah laut 9. Eksosekeleton terdiri dari kitin C. Klasifikasi Uniramia Subfilum Uniramia terbagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu onychophora, diplopoda, chilopoda, pauropoda, symphilya dan insekta. Onychophora (beludru cacing) adalah karnivora, invertebrata terestrial yang hidup di kayu membusuk dan sampah daun di hutan tropis dan subtropis di belahan bumi selatan dan sekitar khatulistiwa. Bersama dengan tardigrades (beruang air), onychophora dianggap sebagai kerabat terdekat dari arthropoda (laba-laba, lipan, krustasea, serangga dan sekutu) - yang terbesar dan paling beragam kelompok hewan di Bumi. Namun, berbeda dengan arthropoda, anatomi onychophorans telah berubah sedikit sejak kambrium awal. Onychophora 180 spesies. Organisme samar-samar tersegmentasi ini memiliki mata kecil, antena, beberapa pasang kaki, dan kelenjar lendir. Mereka telah berbagai telah dibandingkan dengan cacing dengan kaki, ulat, dan siput. Paling umum di daerah tropis dari Belahan Bumi Selatan, mereka memangsa hewan kecil seperti serangga, yang mereka menangkap dengan menyemprotkan suatu mukus perekat. Dalam zoologi modern, mereka sangat terkenal perilaku kawin penasaran mereka dan untuk melahirkan anak. 164
Gambar 1. Onychopora (Sumber: Biodidac, 2016)
Gambar 2. Onychophora (Sumber: animal diversity. Com, 2016)
Diplopoda atau yang dikenal dengan luing (kaki seribu) merupakan kelas dari filum uniramia. Diplopoda sudah ada sekitar 400 juta tahun yang lalu sehingga layak disebut hewan purba. Sangat berpengaruh dalam rangkaian ekologi bisa dikatakan sebagi dekomposer, karena diplopoda merupakan komponen utama perombak kayu dan dedaunan di lantai hutan, terutama di daerah tropika. Walaupun dinamakan kaki seribu, tetapi pada dasarnya hewan ini tidak benar-benar memiliki kaki yang berjumlah seribu. Para ilmuan ada yang telah membuktikan spesies yang memiliki kaki yang paling banyak yaitu Illacme 165
plenipes hanya memiliki 750 kaki atau 350 pasang. Sedangkan yang lainya umumnya lebih sedikit biasanya 100-300 kaki.
Gambar 2. Diplopoda (Sumber: Wikipedia, 2016)
Anggota chilopoda ini sering disebut hewan berkaki seratus atau sentipeda. Bentuk tubuhnya pipih memanjang serta bersegmensegmen. Pada setiap segmen terdapat sepasang kaki, kecuali pada segmen di belakang kepala. 166
Pada bagian tersebut terdapat cakar racun yang berfungsi untuk membunuh mangsanya. Cakar tersebut dinamakan, pedes maksilaris. Chilopoda hidup didarat atau dibawah batuan. Hidup sebagai hwan buas (karnivora) yang dapat bergerak cepat dengan menggunakan kaki yang banyak. Alat pernapasannya berupa trakea yang bercabang-cabnang keseluruh bagian tubuh. Lubang trakea terdapat pada tiap-tiap segmen . alat ekskresinya berupa saluran malpigi. Pada bagian kepala chilopoda terdapat antenna panjang. Alat pencernaannya berkembang baik. Makanannya berupa binatang-binatang kecil (misalnya insekta, cacing dan moluska). Chilopoda memiliki rahang yang kuat dan gigitan yang berbisa. Mereka bereproduksi secara kawin dengan pembuahan secara internal. Telur yang telah dibuahi diletakkan dibawah batuan yang ditempati. Contoh: Scolopendra gipas (kelabang atau lipan) dan Lithobius forficatus (kelabang yang beracun berbahaya).
Gambar 4. Chilopoda (Sumber: CSIRO, 2016)
Pauropoda kecil panjang kurang dari 2 mm. identifikasi spesies sangat sulit, karena perlu memeriksa spesimen khusus yang disiapkan di bawah mikroskop pada perbesaran tinggi.Sembilan belas spesies pauropod asli telah dijelaskan dari hutan hujan Tasmania (Coy et al 1993, Greenslade 2008, Scheller 2009). Pauropoda tergantung pada kondisi berkelanjutan kelembaban dan kelembaban di ruang hidup dan biasanya penghuni tanah benar disesuaikan 167
dengan jenis seragam lingkungan. Namun, dalam iklim lembab, pauropoda kadang-kadang, setidaknya untuk sementara, menghuni lapisan sampah yang lebih rendah dan dapat ditemukan di bawah lumut dan di bawah kulit kayu busuk. Dengan menggunakan teknik pengumpulan yang berbeda di hutan hujan Tasmania dan oleh penanganan hati-hati dari materi, itu telah muncul bahwa pauropoda yang tiba-tiba melimpah di lumut dan mungkin tinggal di zona kontak antara lumut dan tanah yang mendasari atau log. Pauropoda juga ditemukan di habitat yang sebelumnya tidak dianggap dihuni oleh pauropoda seperti di batang pohon (Greenslade, 2008).
Gambar 5. Pauropoda yang ditemukan dikawasan Eropa (Sumber: Flickr, 2016)
Symphyla kecil, buta, serta dapat berjalan cepat, melimpah di tanah dan hutan sampah. Symphyla umumnya putih, namun isi usus berwarna gelap sering dapat dilihat melalui dinding tubuh. Seperti Pauropoda, identifikasi spesies sulit, karakter penting hanya dapat dilihat di bawah mikroskop pada perbesaran tinggi. Symphyla sering ditemukan diberbagai tipe hutan, dan satu spesies gua Tasmania, Hanseniella magna, dikatakan menjadi Symphyla terbesar yang pernah dikumpulkan (Scheller 1996).
168
Gambar 6. Symphyla (Hansiniella audax) (Sumber: Polydesmida.info, 2016)
Serangga (disebut pula insecta, dibaca “insekta”, berasal dari bahasa Latin insectum, sebuah kata serapan dari bahasa Yunani (entomon, “terpotong menjadi beberapa bagian”) adalah salah satu kelas avertebrata di dalam filum arthropoda yang memiliki exoskeleton berkitin , tubuh yang terbagi tiga bagian (kepala, thorax, dan abdomen), tiga pasang kaki yang pangkalnya menyatu, mata majemuk, dan sepasang antena. Serangga termasuk salah satu kelompok hewan yang paling beragam, mencakup lebih dari satu juta spesies dan menggambarkan lebih dari setengah organisme hidup yang telah diketahui. Jumlah spesies yang masih ada diperkirakan antara enam hingga sepuluh juta dan berpotensi mewakili lebih dari 90% bentuk kehidupan hewan yang berbeda-beda di bumi. Serangga dapat ditemukan di hampir semua lingkungan, meskipun hanya sejumlah kecil yang hidup di lautan, suatu habitat yang didominasi oleh kelompok arthropoda lain, krustasea. Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi. Serangga termasuk dalam kelas insekta (subfilum Uniramia) yang dibagi lagi menjadi 29 ordo, antara lain Diptera (misalnya lalat), Coleoptera (misalnya kumbang), Hymenoptera (misalnya semut, lebah, dan tabuhan), dan Lepidoptera (misalnya kupu-kupu dan ngengat). Kelompok Apterigota terdiri dari 4 ordo karena semua serangga dewasanya tidak memiliki sayap, dan 25 ordo lainnya termasuk dalam kelompok Pterigota karena memiliki sayap. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi.
169
Gambar 7. Hewan-hewan yang termasuk dalam kelas Insekta (Sumber: ECT, 2016)
Gambar 8. Diversitas pada Insekta (Sumber: Encyclopedia Britannica, 2010)
170
BAB XII INSEKTA (UNIRAMIA) A. Pendahuluan Insekta tergolong dalam Filum Arthrophoda, Sub Filum Mandibulata, Kelas Insecta. Ruas yang membangun tubuh insekta terbagi atas tiga bagian yaitu, kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya insekta terdiri dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk kepala, tiga ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen. Selanjutnya, insekta dapat dibedakan dari anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang kaki (sepasang pada setiap segmen thoraks).
Gambar 1. Berbagai macam insekta (Sumber: Oxford University, 2017)
Insekta memiliki skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya (eksoskeleton). Rangka luar ini tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi pelindung tubuh, yang sama halnya dengan kulit kita sebagai pelindung luar. Pada dasarnya, eksoskeleton insekta tidak tumbuh secara terus-menerus. Pada tahapan pertumbuhan insekta eksoskeleton tersebut harus ditanggalkan untuk menumbuhkan yang lebih baru dan lebih besar lagi 171
Gambar 2. Lingkungan tempat hidup insekta (Sumber: Amsel, 2005)
Gambar 3. Tempat hidup insekta air (Sumber: Pinterest, 2016)
172
Insekta hidup didalam tanah, darat, udara maupun di air tawar, atau sebagai parasit pada tubuh mahluk hidup lain, akan tetapi mereka jarang yang hidup di air laut. Insekta sering juga disebut Heksapoda yang berarti mempunyai 6 kaki atau 3 pasang. Sebagian besar spesies insekta memiliki manfaat bagi manusia. Sebanyak 1.413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies baru ditemukan hampir setiap tahun. Tingginya jumlah insekta dikarenakan insekta berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi dan kemampuan menyelamatkan diri dari. Ciri-ciri umum insekta adalah mempunyai appendage atau alat tambahan yang beruas, tubuhnya bilateral simetri yang terdiri dari sejumlah ruas, tubuh terbungkus oleh zat khitin sehingga merupakan eksoskeleton. Biasanya ruasruas tersebut ada bagian yang tidak berkhitin, sehingga mudah untuk digerakkan. Sistem syaraf tangga tali, coelom pada insekta dewasa bentuknya kecil dan merupakan suatu rongga yang berisi darah. B. Karakteristik Insekta Ruas yang membangun tubuh insekta terbagi atas tiga bagian yaitu, kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya insekta terdiri dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk kepala, tiga ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen insekta dapat dibedakan dari anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang kaki (sepasang pada setiap segmen thoraks). Pada insekta terjadi tiga pengelompokkan segmen, yaitu kepala, dada, dan perut, secara umum satu daerah kesatuan ini disebut tagma. Prostomium (suatu bagian terdepan yang tidak bersegmen) bersatu dengan kepala sedangkan periprok (bagian terakhir tubuh yang tidak bersegmen) bersatu dengan perut. Pada bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral) dapat ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut, mata majemuk, mata tunggal (ocelli), postgena, dan antena, Sedangkan toraks terdiri dari protorak, mesotorak, dan metatorak. Sayap insekta tumbuh dari dinding tubuh yang terletak dorso-lateral antara nota dan pleura. Pada umumnya insekta mempunyai dua pasang sayap yang terletak pada ruas mesotoraks dan metatorak. Pada sayap terdapat pola tertentu dan sangat berguna untuk identifikasi.
173
Gambar 4. Berbagai karakteristik yang ada pada berbagai macam insekta (Sumber: Animal time, 2016)
Tubuh insekta dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala,dada dan perut. Pada kepala terdapat satu pasang antena. Dada terdiri dari 3 ruas, dan pada dada tersebut terdapat tiga pasang kaki yang beruas-ruas. Sayap terdapat pada bagian ini dan pada umumnya ada dua pasang yang terletak dibagian dada ruas kedua dan ruas ketiga. Perut terdiri atas 6 sampai 11 ruas (ruas belakang posterior digunakan sebagai alat reproduksi). Pada beberapa insekta betina, terdapat alat untuk melepaskan telur serta kantung untuk menampung. Insekta memiliki skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya (eksoskeleton). Rangka luar ini tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi pelindung tubuh, yang sama halnya dengan kulit kita sebagai pelindung luar. Pada dasarnya, eksoskeleton insekta tidak tumbuh secara terus-menerus. Pada tahapan pertumbuhan insekta eksoskeleton tersebut harus ditanggalkan untuk menumbuhkan yang lebih baru dan lebih besar lagi.
174
Gambar 5. Struktur Tubuh Kupu-kupu (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)
1. Kepala Kepala pada hewan insekta memiliki fungsi yang sama dengan fungsi kepala pada hewan-hewan yang bersimetris bilateral lain pada umumnya. Kepala tersusun atas mulut; organ-organ sensoris, dan otak yang merupakan sistem saraf pusat dan pusat memori. Menurut insekta mempunyai bentuk mulut yang termodifikasi sesuai dengan kebutuhan akan makanannya. Jumar (2000) menyatakan bahwa posisi kepala insekta berbeda-beda berdasarkan letak arah mulutnya menjadi a. Hypognatus (vertikal), apabila bagian dari alat mulut mengarah ke bawah dan dalam posisi yang sama dengan tungkai.
Gambar 6. Bagian kepala insekta tampak depan (Sumber: Ramel, 2016)
175
Contohnya pada ordo Orthoptera b. Prognatus (horizontal), apabila bagian dari alat mulut mengarah ke depan dan biasanya insekta ini aktif mengejar mangsa. Contohnya pada ordo Coleoptera. c. Opistognathus (oblique), apabila bagian dari alat mulut mengarah ke belakang dan terletak di antara sela-sela pasangan tungkai. Contohnya pada ordo Hemiptera.
Gambar 7. Bagian kepala pada Insekta tampak samping (Sumber: Ramel, 2016)
2. Antena Antena pada insekta bervariasi bentuknya dengan fungsi sebagai alat sensor. Borror et al (1992) menyatakan bahwa fungsi antena pada insekta merupakan alat perasa dan bertindak sebagai organ-organ pengecap, organ pembau, serta organ untuk mendengar. Antena memiliki segmen scape pada segmen pertama yang langsung berhubungan dengan kepala, pedisel pada segmen kedua dan flagella pada segmen berikutnya. Bervariasinya bentuk antena ini juga merupakan satu karakteristik pembeda yang penting dalam insekta.
176
Gambar 8. Berbagai macam tipe antenna yang ada pada insekta (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)
3. Mata Sebagian besar insekta dewasa dan banyak nimfa rnempunyai sepasang mata majemuk dan tiga ocelli (ocellus = mata sederhana). Mata majemuk adalah kompleks dan berubah-ubah atau bervariasi. Secara urnum, mata majemuk ini adalah besar dan terletak secara dorsolateral (bagian atas samping) pada kepala. Masing-masing mata majemuk tersusun oleh suatu unit indera individual yang disebut ommatidia (um). Jurnlah ommatidia bervariasi, misalnya satu pada beberapa semut, sampai 30.000 atau Iebih pada lalat, kumbang dan capung. Masing-masing ommatidium terdiri atas satu Iensa dan sel-sel perasa. Ommatidium secara tunggal hanya dapat merasakan sebagian kecil dan Iingkungan, namun demikian suatu bayangan (imajinasi) gambar dari semua ommatidia memberikan pandangan mozaik dari Iingkungan insekta. Sistem ini dapat merasakan getaran yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan mata manusia. Sebagian besar insekta dewasa dan nimfa mempunyai mata sederhana, disebut ocelli (us), terletak pada bagian dorsal kepala. Jumlah ocelli pada masingmasing insekta bervariasi dari 0 - 3 (tidak ada sampai tiga). Fungsi ocelli belum seluruhnya diketahui.
Gambar 9. Komponen mata pada insekta (Sumber: Olsen, 2002)
177
Mata ini tidak penting sebagai pembantu imajinasi tetapi sensitif terhadap cahaya (gelap/ terang) dan bertindak sebagai organ stimulasi dalam reaksinya terhadap perubahan-perubahan utama pada iluminasi. Organ visual yang lain adalah stemma, yang hanya dijumpai pada larva-larva dengan metamorfosis sempurna. Stemmata (jamak) secara normal dijumpai dalam kelompok tunggal dari 1 - 6 stemma pada kedua sisi kepala. Struktur dan fungsi stemmata adalah di antara ocelli dorsal yang sensitif terhadap cahaya dan ommatidium yang membentuk bayangan. Larva dengan stemmata memiliki persepsi bentuk yang lemah namun demikian gerakan kepala dan sisi ke sisi memberikan suatu persepsi yang lebih rinci. 4. Mulut
Gambar 10. Mouthpart pada insekta (Sumber: Biology Discussion, 2016)
178
Bagian mulut insekta tersusun atas labrum, sepasang mandibula, sepasang maksila, labium dan hypofaring (Gillot, 1980). Bentuk mulut pada insekta berdasarkan tipe makanan yang dikonsumsi insekta itu sendiri (Pechenik, 2005). Bentuk mulut pada insekta dapat digolongkan menjadi a. Menggigitmengunyah, seperti pada Ordo Orthoptera, Coleoptera, Isoptera, dan pada larva insekta b. Menusuk-menghisap, seperti pada Ordo Homoptera dan Hemiptera c. Menghisap, pada Ordo Lepidoptera d. Menjilat-menghisap, pada Ordo Diptera. 5. Toraks (Dada)
Gambar 11. Torak tampak samping dari Calliphora erythrocephala dengan sayap dan sklereit aksila yang dihilangkan. AS: Anterior Spiracle, PS: Posterior Spiracle, TF: Tergal Fissure, PSS: Parascutal Shelf, PWP: Pleural Wing Process. SLA: Scutellar Lever Arm. (Sumber: Ennos, 1986) Menurut Borror et al (1992), toraks merupakan tagma (segmen) lokomotor tubuh dan toraks mangandung tungkai-tungkai dan sayap-sayap. Toraks terdiri atas tiga ruas, bagian anterior protoraks, mesotoraks, dan bagian posterior metatoraks. Diantara insekta-insekta memiliki dua pasang spirakel terbuka pada toraks. Spirakel yang satu berkaitan dengan mesotoraks dan yang lain berkaitan dengan metatoraks. Meso dan metahoraks mengalami beberapa perubahan yang berkaitan dengan penerbangan. Menurut Jumar (2000) pada dasarnya tiap ruas toraks dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bagian dorsal disebut tergum atau notum, bagian ventral disebut sternum dan bagian lateral disebut pleuron (jamak: pleura). Sklerit yang terdapat pada sternum dinamakan sternit, pada pleuron dinamakan pleurit, dan tergum dinamakan tergit. Pronotum dari beberapa jenis insekta kadang mengalami modifikasi, seperti dapat terlihat pada pronotum Ordo Orthoptera yang membesar dan mengeras menutupi hampir semua bagian protoraks dan mesotoraksnya. 179
6. Sayap Dalam Borror (1992) sayap-sayap insekta adalah pertumbuhanpertumbuhan keluar dari dinding tubuh yang terletak pada dorso-lateral antara notum dan pleura. Mereka timbul sebagai pertumbuhan keluar seperti kantung, tetapi bila berkembang dengan sempurna, maka akan berbentuk gepeng dan seperti sayap dan diperkuat oleh suatu deretan rangka-rangka sayap. Pada insekta, sayap berkembang sempurna dan berfungsi dengan baik hanya ada dalam stadium dewasa, kecuali pada Ordo Ephemeroptera, sayap berfungsi pada instar terakhirnya. Secara fisik, beberapa insekta menggerakkan otot-otot penerbangan secara langsung dan ada pula yang secara tidak langsung. Pada beberapa insekta dengan penerbangan langsung, otot-otot sayap langsung menempel ke dasar sayap, sehingga gerakan ke bawah kecil dari dasar sayap mengangkat sayap itu sendiri ke atas. Insekta dengan penerbangan langsung memiliki otot yang menempel dan merusak dada, menyebabkan sayap untuk bergerak juga. Sayap terkadang hadir hanya pada satu jenis kelamin (lebih sering hewan jantan) di beberapa kelompok seperti semut beludru dan Strepsiptera, atau secara selektif hilang dalam “pekerja” insekta sosial seperti semut dan rayap, jarang hewan betina memiliki sayap. Dalam beberapa kasus, sayap diproduksi hanya pada waktu tertentu dalam siklus hidup, seperti di fase penyebaran kutu daun. struktur sayap dan pewarnaan sering bervariasi dengan morphs, seperti di kutu daun, fase migrasi belalang dan kupu-kupu polimorfik.
180
Gambar 12. Berbagai macam sayap yang ada pada insekta. (A) Caddis (Trichoptera), Limnophilus rhombicus. (B) Thrips (Thysanoptera), Liothrips oleae. (C) Grasshopper (Orthoptera), Dissosteira carolina. (D) Male coccid (Homoptera), Icerya ppurchasi. (E) Parasitoid wasp (Hymenoptera), Coccophagus tschirchii. (F) Dragonfly (Odonata), Libellula quadrimaculata. (G) Snake fly (Megaloptera), Raphidia adanata. (H) Wasp (Hymenoptera), Celonites abbreviatus. (I) Damselfly (Odonata), Megaloprepus coerulatus. (J) Aphid (Homoptera), Eriosoma lanigerum. (K) Perilampid wasp (Hymenoptera), Perilampus chrysopae. (L) Hawk moth (Lepidoptera), Hyloicus ligustri. (M) Mantis (Mantodea), Mantoida brunneriana. (N) Hover fly (Diptera) Lathyrophthalmus quibquelineatus. (O) Lasiocampid moth (Lepidoptera), Gastropacha quercifolia. (P) Male stylopid (Strepsiptera), Eoxeonos laboulbenei. (Q) Scorpionfly (Mecoptera), Panorpa communis. (R) Plume moth (Lepidoptera), Orneodes cymodactyla. (Sumber: Crankshaft Publishing’s, 2016)
Pada saat istirahat, sayap dapat menjadi datar, atau dilipat beberapa kali di sepanjang pola tertentu, biasanya, sayap yang dilipat, namun dalam beberapa kelompok seperti tawon, yang dilipat adalah sayap depan.
181
Gambar 13. Struktur umum sayap pada insekta (Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)
Gambar 14. Ilustrasi daerah utama pada sayap depan (Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)
Gambar 15. Ilustrasi daerah utama pada sayap belakang (Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)
Bagaimana dan mengapa sayap insekta berkembang tidak dipahami dengan baik. Tiga teori utama tentang asal-usul penerbangan insekta dimana sayap dikembangkan dari lobus paranotal, ekstensi dari terga toraks; bahwa sayap 182
adalah modifikasi dari insang perut bergerak seperti yang ditemukan pada lalat capung; dan bahwa sayap insekta muncul dari perpaduan dari yang sudah ada pada struktur masing-masing dengan artikulasi yang sudah ada. Masing-masing sayap terdiri dari selaput tipis yang didukung oleh sistem pembuluh darah. membran dibentuk oleh dua lapisan integumen, sedangkan pembuluh darah terbentuk di mana dua lapisan tetap terpisah, kadang-kadang kutikula yang lebih rendah lebih tebal dan lebih berat dan bersklereit dibawah vena. Pada setiap pembuluh darah utama ada saraf dan trakea, dan, sejak rongga pembuluh darah yang terhubung dengan hemocoel itu, hemolymph dapat mengalir ke sayap. Sayap sebagai bagian yang berkembang dari punggung dan ventral lapisan integumen menjadi terkait erat atas sebagian besar wilayah yang membentuk membran sayap. Daerah yang tersisa membentuk saluran, pembuluh darah dimasa depan, di mana saraf dan trakea mungkin terjadi. Kutikula sekitar pembuluh darah menebal dan bersklereit sehingga lebih berat untuk memberikan kekuatan dan kekakuan pada sayap. Dua jenis rambut dapat terjadi pada sayap: microtrichia, yang kecil dan tidak teratur dan tersebar, dan macrotrichia, yang lebih besar dan mungkin dibatasi untuk pembuluh darah. Timbangan dari Lepidoptera dan Trichoptera sangat dimodifikasi dari macrotrichia.
Gambar 16. Venasi pada sayap insekta Comstock–Needham system (Sumber: Meyer, 2007)
183
Gambar 17. Tipe-tipe venasi pada insekta (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)
Dalam beberapa insekta yang sangat kecil, venasi mungkin sangat berkurang. Pada Chalcidoidea, misalnya, hanya subcosta dan bagian dari jari-jari yang hadir. Sebaliknya, peningkatan venasi dapat terjadi oleh percabangan pembuluh darah yang ada untuk menghasilkan vena aksesori atau pengembangan tambahan, vena kabisat antara yang asli, seperti pada sayap Orthoptera (belalang dan jangkrik). Sejumlah besar lintas vena hadir dalam beberapa insekta, dan dapat membentuk retikulum seperti pada sayap Odonata (capung) dan di dasar sayap depan dari Tettigonioidea dan Acridoidea. Archedictyon adalah nama yang diberikan untuk skema hipotetis venasi sayap yang diusulkan untuk insekta bersayap pertama. Hal ini didasarkan pada kombinasi dari spekulasi dan fosil data. Karena semua insekta bersayap diyakini telah berevolusi dari nenek moyang yang sama, Archediction mewakili “template” yang telah dimodifikasi oleh seleksi alam untuk 200 juta tahun. Menurut dogma saat ini, archedictyon mengandung 6-8 vena longitudinal. vena ini dan cabangnya diberi nama sesuai dengan sistem yang dirancang oleh John Comstock dan George Needham dan dinamakan sistem Comstock-Needham. a. Costa (C) merupakan bagian tepi depan sayap b. Subcosta (Sc) merupakan vena yang membujur kedua (di belakang costa), biasanya tidak bercabang c. Radius (R) merupakan vena yang membujur ketiga, mencapai 1 -5 cabang mencapai margin sayap d. Media (M) merupakan vena yang membujur keempat, 1-4 cabang mencapai margin sayap e. Cubitus (Cu) merupakan vena longitudinal, 1-3 cabang mencapai margin sayap 184
f. Vena anal (A1, A2, A3) - vena yang bercabang dibelakang cubitus Costa (C) adalah vena marjinal terkemuka pada kebanyakan insekta, meskipun terkadang terdapa urat kecil di atas costa disebut precosta, walaupun ada dihampir semua insekta yang masih ada, dimana precosta menyatu dengan costa. Costa jarang memiliki cabang karena berada pada tepi depan yang berhubungan dengan pelat humerus dibagian dasar. Trakea vena costa mungkin cabang dari trakea subcostal. Terletak setelah costa adalah vena ketiga, subcosta, dimana cabang menjadi dua vena terpisah, yaitu anterior dan posterior. Dasar subcosta dikaitkan dengan ujung distal dari leher ketiak pertama. Vena keempat adalah jari-jari (R), yang bercabang menjadi lima vena yang terpisah. Radius umumnya vena terkuat dari sayap. Menjelang tengah sayap, jari-jari terbagi menjadi cabang pertama (R1) dan cabang kedua, yang disebut sektor radial (Ra), yang membagi menjadi empat cabang distal (R2, R3, R4, R5). Pada dasarnya radius tersebut fleksibel bersatu dengan ujung anterior aksila kedua (2AX). Vena kelima sayap merupakan suatu penghubung. Pada pola pola dasar (A), jari-jari menghubungkan ke dua cabang utama: media anterior (MA), yang terbagi menjadi dua cabang distal (MA1, MA2), dan sektor median, atau media posterior (MP), yang memiliki empat cabang terminal (M1, M2, M3, M4). Pada kebanyakan insekta modern anterior penghubung yang telah hilang dan biasanya bercabang empat. Penghubung posterior dengan batang basal umum. Pada Ephemerida, menurut interpretasi saat ini dari venasi sayap, kedua cabang penghubung dipertahankan, sementara pada Odonata penghubung bertahan adalah cabang anterior primitif. Batang penghubung sering kali bersatu dengan jari-jari, tetapi ketika hal tersebut terjadi sebagai vena yang berbeda kemudian dikaitkan dengan lempeng median distal (m '). Cubitus, vena keenam sayap, terutama memiliki dua cabang. Cabang utama berlangsung dekat pangkal sayap, membentuk dua cabang utama (Cu1, Cu2). Cabang anterior dapat memecah menjadi beberapa cabang sekunder, namun biasanya cabang tersebut menjadi dua cabang distal. Cabang kedua dari Cubitus (Cu2) pada Hymenoptera, Trichoptera, dan Lepidoptera itu keliru oleh Comstock dan Needham untuk anal pertama. Batang proksimal utama dari Cubitus dikaitkan dengan lempeng distal median (m ‘) dari dasar sayap. Postcubitus (PCU) adalah anal pertama dari sistem Comstock-Needham. postcubitus, namun, memiliki status vena sayap independen dan harus diakui demikian. Pada fase nimfa sayap trakea timbul antara trakea cubiti dan kelompok tracheae vannal. Pada insekta dewasa sayap lebih umum berupa postcubitus yang dikaitkan dengan cubitus proksimal dan tidak pernah erat dengan sclerite fleksor (3AX) dari dasar sayap. Pada Neuroptera, Mecoptera, dan Trichoptera postcubitus mungkin berhubungan lebih dekat dengan urat vannal. Postcubitus biasanya tidak bercabang. Vena vannal (IV untuk nV) adalah pembuluh darah dubur yang segera berhubungan dengan ketiak ketiga, dan yang secara langsung 185
dipengaruhi oleh pergerakan sclerite ini yang membawa tentang fleksi sayap. Jumlah pembuluh darah vannal bervariasi. dari 1 sampai 12, sesuai dengan perluasan area vannal sayap. Trakea vannal biasanya muncul dari batang trakea umum pada insekta difase nimfa, dan pembuluh darah dianggap sebagai cabang dari vena anal tunggal. Vena vannal distal baik sederhana atau bercabang. Jugal Veins (J) dari lobus Jugal sayap sering ditempati oleh jaringan pembuluh darah yang tidak teratur, atau mungkin membran secara keseluruhan, namun terkadang mengandung satu atau dua pembuluh darah kecil yang berbeda, vena pertama Jugal, atau vena arcuata, dan vena Jugal kedua, atau vena cardinalis (2j). a. C-Sc lintas urat berada diantara costa dan subcostal b. R lintas-vena bearada diantara cabang yang berdekatan jari-jari c. R-M lintas urat berada diantara jari-jari dan media d. M-Cu lintas urat berada diantara media dan Cubitus Semua vena sayap memiliki cabang sekunder dan terkait dengan crossvena. Pada beberapa insekta begitu banyak pola venasi menjadi jaringan yang dekat dengan percabangan pembuluh darah dan cross-vena. Biasanya, bagaimanapun, terdapat sejumlah tertentu cross-vena yang memiliki lokasi tertentu. Cross-vena yang konstan adalah cross-vena humerus (h) antara costa dan subcosta, cross-vena radial (r) antara R dan cabang pertama Rs, berupa cross-vena sektoral (s) antara dua cabang dari R8, penghubung (m-m) antara M2 dan M3, dan cross-vena mediocubital (m-cu) antara media dan cubitus. Sayap vena insekta ditandai dengan penempatan cembung-cekung, seperti yang terlihat pada lalat capung (yaitu, cekung adalah “down” dan cembung adalah “up”) yang secara teratur dan setiap kali vena bercabang selalu ada vena interpolasi dari posisi yang berlawanan antara dua cabang. Sebuah vena cekung menjadi dua cabang vena cekung (dengan vena interpolasi menjadi cembung) dan perubahan reguler dari vena yang diawetkan. Sayap vena muncul untuk jatuh ke dalam pola bergelombang memiliki kecenderungan untuk melipat ke atas atau bawah ketika sayap santai. Poros basal pembuluh darah cembung, tetapi masingmasing cabang vena distal menjadi cabang cembung anterior dan cabang cekung posterior. Jadi, costa dan subcosta dianggap cabang cembung dan cekung dari vena utama, Rs adalah cabang cekung dari jari-jari, penghubung posterior cabang penghubung cekung , Cu1 dan Cu2 adalah masing-masing cembung dan cekung, sedangkan postcubitus primitif dan vannal pertama masing-masing cabang cembung anterior dan cabang cekung posterior. Sifat cembung atau cekung dari vena yang telah digunakan sebagai bukti dalam menentukan identitas dari cabang distal bertahan dari pembuluh darah insekta modern, tetapi belum dibuktikan secara konsisten untuk semua sayap. Daerah sayap yang dipisahkan dan dibagi oleh garis flip sepanjang sayap yang dapat melipat, dan garis fleksi disepanjang sayap yang dapat melenturkan selama penerbangan. Perbedaan mendasar antara garis fleksi dan garis flip sering 186
kabur, karena garis flip dapat mengizinkan beberapa fleksibilitas atau sebaliknya. Dua konstanta yang ditemukan di hampir semua sayap insekta ini adalah claval (garis fleksi) dan Jugal lipatan (garis flip), membentuk batas variabel dan tidak memuaskan. Lipatan sayap bisa sangat rumit, dengan lipatan melintang terjadi pada sayap belakang dari Dermaptera dan Coleoptera, dan pada daerah dubur dari sejumlah insekta dapat dilipat seperti kipas. Ada sekitar empat bidang yang berbeda ditemukan pada sayap insekta, yaitu sebagai berikut: a. Remigium b. Anal area (vannus) c. Jugal area d. Axillary area e. Alula Kebanyakan vena dan cross-vena terjadi di daerah anterior remigium, yang bertanggung jawab untuk sebagian besar penerbangan, didukung oleh otot-otot dada. Bagian posterior remigium ini kadang-kadang disebut clavus dua bidang posterior lainnya adalah ares anal dan Jugal. Ketika lipatan vannal memiliki posisi anterior untuk kelompok vena anal, remigium yang meliputi tepi, subcostal, radial, medial, cubiti, dan vena postcubital. Di sayap tertekuk saat remigium posterior pada sambungan fleksibel basal dari jari-jari dengan ketiak kedua, dan dasar bidang mediocubital dilipat medial pada daerah ketiak sepanjang basalis plica (bf) antara pelat median (m, m ') dari dasar sayap. Vannus yang berbatasan dengan lipatan vannal, biasanya terjadi antara postcubitus dan vena vannal pertama. Pada Orthoptera biasanya memiliki posisi ini. Di sayap depan dari Blattidae, namun, satu-satunya lipatan di bagian sayap terletak sebelum postcubitus tersebut. Pada Plecoptera lipatan vannal adalah posterior ke postcubitus, tapi proksimal melintasi dasar vena vannal pertama. Pada jangkrik yang flip vannal terletak tepat di belakang vena vannal pertama (IV). Hal ini variasi kecil dalam posisi yang sebenarnya dari lipatan vannal, bagaimanapun, tidak mempengaruhi kesatuan tindakan pembuluh darah vannal, dikendalikan oleh fleksor sclerite (3AX), pada fleksi sayap. Pada sayap belakang dari Orthoptera sebuah dividen vena sekunder membentuk tulang rusuk dalam lipatan vannal. Vannus biasanya berbentuk segitiga, dan vena biasanya menyebar dari ketiak ketiga seperti tulang rusuk dari kipas angin. Beberapa vena vannal dapat bercabang, dan vena sekunder dapat bergantian dengan pembuluh darah utama. Wilayah vannal biasanya mengembang dengan baik disayap belakang, dimana dapat diperbesar untuk membentuk permukaan yang dapat dipertahankan, seperti pada Plecoptera dan Orthoptera. Ekspansi seperti kipas besar dari sayap belakang pada Acrididae jelas daerah vannal, karena pembuluh darah mereka didukung pada sclerites ketiak ketiga dengan dasar sayap, meskipun sebagian besar wilayah dari Acrididae ke daerah Jugal dari sayap. Jugum sebenarnya berasal dari sayap acridid diwakili hanya oleh membran kecil (Ju) dari 187
vena vannal terakhir. Jugum lebih berkembang pada beberapa Polyneoptera lainnya, seperti pada Mantidae. Pada sebagian besar insekta yang lebih tinggi dengan sayap yang sempit vannus mengecil dan lipatan vannal hilang, tetapi bahkan dalam kasus seperti sayap tertekuk dapat menekuk sepanjang garis antara postcubitus dan vena vannal pertama. Daerah jugal atau Neala merupakan wilayah sayap yang biasanya merupakan daerah proksimal membran kecil untuk dasar vannus diperkuat oleh beberapa penebalan kecil seperti pembuluh vena yang tidak teratur, namun ketika dikembangkan dengan baik itu adalah bagian yang berbeda dari sayap dan mungkin berisi satu atau dua pembuluh darah Jugal. Ketika daerah Jugal dari sayap depan yang dikembangkan sebagai lobus bebas, proyek di bawah sudut humerus dari sayap belakang dan dengan demikian berfungsi untuk dua sayap bersama-sama. Pada kelompok Jugatae Lepidoptera memiliki ruang lobus seperti jari yang panjang. Wilayah Jugal itu disebut neala (“sayap baru”) karena jelas bagian sekunder dan baru-baru dikembangkan dari sayap. Daerah aksila adalah wilayah yang secara umum berisi sklereit memiliki bentuk segitiga sisi tak sama panjang. Dasar segitiga (a-b) adalah engsel sayap dengan tubuh, puncak (c) adalah ujung distal dari ketiak sklereit ketiga, sisi yang lebih panjang adalah anterior untuk puncak. Titik d di sisi anterior segitiga menandai artikulasi vena radial dengan sklereit aksila kedua. Garis antara d dan c adalah basalis plica (bf), atau lipatan sayap di dasar bidang mediocubital. Pada sudut posterior dari basis sayap di beberapa Diptera ada sepasang lobus membran (skuama) dikenal sebagai alula. Alula ini juga dikembangkan pada lalat rumah. Skuama luar (c) timbul dari dasar sayap belakang ketiak ketiga sclerite (3AX) dan jelas merupakan lobus Jugal (A, D), pada insekta lainnya skuama bagian dalam lebih besar (d) muncul dari posterior yang mana berasal dari tergum dari penghubung segmen pada sayap dan membentuk pelindung, Pada sayap yang tertekuk, skuama luar alula tersebut terbalik di atas skuama bagian dalam, yang terakhir tidak terpengaruh oleh pergerakan sayap. Pada banyak Diptera sayatan mendalam dari daerah dubur dari membran sayap belakang vena vannal tunggal dari lobus distal ke skuama luar alula. Berbagai gerakan sayap, terutama pada insekta yang melenturkan sayap horizontal ke belakang saat istirahat, menuntut struktur artikular lebih rumit di dasar sayap dari engsel sayap belakang dengan tubuh. Setiap sayap melekat pada tubuh dengan area basal membran, namun membran artikular berisi sejumlah sklereit artikular kecil, secara kolektif dikenal sebagai pteralia. Pteralia termasuk plat anterior humerus ditepi dasar vena, sekelompok axilla (Ax) terkait dengan subcostal, radial, dan vena vannal, serta dua piringan median kecil (m, m ') di dasar daerah mediocubital. Axilla secara khusus dikembangkan hanya pada insekta dengan sayap lentur, di mana hal ini merupakan mekanisme fleksor dari sayap yang dioperasikan oleh otot fleksor yang timbul dari pleuron tersebut. 188
Karakteristik dasar sayap juga lobus kecil pada margin anterior dari daerah artikular proksimal lempeng humerus pada sayap depan dari beberapa insekta, dikembangkan menjadi lipatan datar sekala besar seperti yang ada pada Tegula , dimana tumpang tindih dengan dasar sayap. Membran posterior sering kali membentuk lobus yang cukup antara sayap dan tubuh, dan margin umumnya menebal serta bergelombang yang memberikan penampilan ligament yang mana disebut dengan istilah kabel aksila. Sklereit artikular, atau pteralia, yang ada pada dasar sayap insekta yang memiliki sayap lentur dan penghubung ke tubuh dan pembuluh darah sayap, menunjukkan diagram, adalah sebagai berikut: a. Humeral plates b. First Axillary c. Second Axillary d. Third Axillary e. Fourth Axillary f. Median plates (m, m') Pelat humerus biasanya adalah sklereit kecil pada margin anterior dari dasar sayap, bergerak dan diartikulasikan dengan tepi dasar vena. Odonata memiliki piring humerus yang sangat besar, dengan dua otot yang timbul dari episternum dimasukkan ke dalam piring humerus dan dua dari tepi epimeron dimasukkan ke dalam piring ketiak. Sklereit aksila pertama (LAX) adalah pelat engsel anterior dari basis sayap. bagian anterior yang didukung pada proses sayap notal anterior tergum (ANP), bagian posterior yang berartikulasi dengan margin berkenaan dengan punggung. Akhir anterior sklereit umumnya diproduksi sebagai lengan ramping, puncak (e) yang selalu dikaitkan dengan dasar vena subcostal (Sc), meskipun tidak bersatu dengan yang terakhir. Tubuh sklereit berartikulasi lateral dengan aksila kedua. Sklereit aksila kedua (2AX) lebih variabel dalam bentuk dari ketiak pertama, namun hubungan mekanis tidak kurang konstan. Hal ini berengsel miring ke margin luar tubuh aksila pertama dan vena radial (R) selalu fleksibel melekat pada ujung anterior (d). Aksilaris kedua menyajikan kedua punggung dan sklereit ventral di dasar sayap, dimana permukaan ventral yang bersandar pada proses sayap fulcral dari pleuron tersebut. Aksila kedua merupakan sklereit yang penting dari dasar sayap dan secara khusus memanipulasi vena radial. Sklereit aksila ketiga (3AX) terletak di bagian posterior dari wilayah artikular dari sayap. Bentuknya sangat bervariasi dan sering tidak teratur, tetapi ketiak ketiga adalah sklereit yang dimasuki oleh otot fleksor dari sayap (D). Mesal mengartikulasikan anterior (f) dengan ujung posterior dari ketiak kedua, dan posterior (b) dengan proses sayap posterior tergum (PNP), atau dengan ketiak keempat kecil ketika yang terakhir hadir. Distal ketiak ketiga berkepanjangan dalam suatu proses yang selalu dikaitkan dengan basis kelompok pembuluh darah 189
di daerah anus sayap disebut vena vannal (V). Aksila ketiga biasanya merupakan posterior engsel dari dasar sayap dan merupakan sklereit yang aktif dengan meaknisme fleksor, dimana secara langsung memanipulasi pembuluh darah vannal. Kontraksi otot fleksor (D) berkisar pada ketiak ketiga pada artikulasi mesal nya (b, f) dan dengan demikian mengangkat lengan distal nya. Gerakan ini menghasilkan fleksi sayap. Sklereit aksila keempat bukan unsur konstan basis sayap. Ketika hadir biasanya piring kecil yang mengintervensi antara ketiak ketiga dan posterior sayap notal dan mungkin potongan yang terpisah dari yang terakhir. Piring median (m, m ') juga sclerites yang tidak begitu jelas dibedakan sebagai piring spesifik adalah tiga aksila pokok, tetapi merupakan elemen penting dari aparat fleksor. Piring median ini berbaring di daerah median dari dasar sayap distal ke aksila kedua dan ketiga dan terpisah satu sama lain oleh garis miring (bf) yang membentuk lipatan cembung menonjol selama fleksi sayap. Piring proksimal (m) biasanya melekat pada lengan distal dari ketiak ketiga dan mungkin harus dianggap sebagai bagian dari yang terakhir. Distal plate (m ') kurang selalu hadir sebagai sklereit berbeda dan dapat diwakili oleh sklereit umum pada bidang dasar mediocubital sayap. Ketika pembuluh darah di daerah ini berbeda di pangkalannya, hal ini terkait dengan pelat median luar. Otot-otot yang mengontrol penerbangan pada insekta bisa memakan hingga 10% sampai 30% dari massa tubuh total. Otot-otot yang mengontrol penerbangan bervariasi dengan dua jenis otot yang ditemukan pada insekta: langsung dan tidak langsung. Insekta yang menggunakan otot tidak langsung memiliki otot melekat pada tergum bukan sayap, seperti namanya. Sebagai kontraksi otot, kotak toraks menjadi terdistorsi, mentransfer energi untuk sayap. Ada dua “bundle” otot, dimana yang pertama sejajar dengan tergum, yaitu dorsolongitudinals dan yang melekat pada tegum dan meluas ke tulang dada yaitu dorsoventrals. Pada otot langsung, sambungan langsung dari pleuron (dinding dada) untuk sklereit individu terletak di dasar sayap. Otot-otot subalar dan basalar memiliki lampiran ligamen ke subalar dan sklereit basalar. Berikut resilin, bahan yang sangat elastis, membentuk ligamen yang menghubungkan otot terbang ke aparat sayap.
190
Gambar 18. Ilustrasi pergerakan sayap menggunakan otot secara langsung (Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)
Gambar 19. Ilustrasi pergerakan sayap menggunakan otot secara tidak langsung (Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)
Pada beberapa insekta seperti Diptera (lalat) dan Hymenoptera (tawon), otot-otot tidak langsung menempati volume terbesar dari pterothorax dan berfungsi sebagai sumber utama daya untuk penerbangan. Kontraksi otot 191
dorsolongitudinal menyebabkan lengkungan parah dari notum yang menekan sayap sementara kontraksi otot-otot dorsoventral menyebabkan gerakan berlawanan dari notum. Insekta yang lebih primitif lainnya, seperti Orthoptera (belalang), Coleoptera (kumbang), dan Odonata (capung) menggunakan otot langsung yang bertanggung jawab untuk mengembangkan daya yang dibutuhkan untuk naik dan turun saat penerbangan. Otot pada sayap insekta adalah jaringan ketat aerobik. Per unit protein mengkonsumsi bahan bakar dan oksigen pada tingkat yang terjadi di jaringan dimana sangat terkonsentrasi dan sangat terorganisir sehingga tingkat steady-state per satuan volume mewakili catatan mutlak dalam biologi. Bahan bakar dan darah yang kaya oksigen dibawa ke otot-otot melalui difusi yang terjadi dalam jumlah besar, dalam rangka mempertahankan tingkat energi yang tinggi yang digunakan selama penerbangan. Banyak otot sayap yang besar dan mungkin sebagian besar memiliki ukuran lebar10 mm dan 2 mm. Selain itu, pada beberapa Diptera serat memiliki dimensi raksasa. Misalnya, pada rutilia yang sangat aktif penampang memiliki ukuran panjang 1.800 m dan lebar 500 m. Pengangkutan bahan bakar dan oksigen dari lingkungan ke situs konsumsi dan transportasi kebalikan dari karbon dioksida karena itu merupakan tantangan untuk ahli biologi baik dalam kaitannya dengan transportasi dalam fase cair dan dalam sistem yang rumit dari tabung udara, yaitu pada sistem trakea. Pada banyak spesies insekta, sayap depan dan sayap belakang digabungkan bersama-sama meningkatkan efisiensi aerodinamis penerbangan. Mekanisme kopling yang paling umum (misalnya, Hymenoptera dan Trichoptera) adalah deretan kait kecil di margin depan dari sayap belakang, atau “hamuli”, yang mengunci ke sayap depan, menjaga untuk diselenggarakan bersama-sama (hamulate coupling). Pada beberapa spesies insekta lain (misalnya, Mecoptera, Lepidoptera, dan beberapa Trichoptera) lobus Jugal dari sayap depan mencakup sebagian dari sayap belakang atau margin sayap depan dan sayap belakang yang tumpang tindih secara luas (amplexiform kopling), atau bulu sayap belakang, atau frenulum, di bawah struktur penahan atau retinakulum pada sayap depan. Saat istirahat, sayap kembali ke keadaan semula dan mungkin melibatkan lipatan longitudinal membran sayap dan terkadang juga lipatan melintang. Lipatan juga kadang-kadang terjadi di sepanjang garis fleksi. Meskipun garis lipatan bisa melintang, seperti yang terjadi pada sayap belakang ari kumbang yang biasanya radial ke dasar sayap, sehingga bagian yang berdekatan dari sayap untuk dilipat tumpeng tindih satu sama lain. Garis lipatan umum adalah lipat Jugal, terletak tepat di belakang vena anal ketiga, meskipun, kebanyakan Neoptera memiliki Jugal lipat tepat di belakang vena 3A pada sayap depan. Hal ini kadangkadang juga hadir pada sayap belakang. Dimana daerah dubur dari sayap belakang yang besar, seperti pada Orthoptera dan Blattodea, seluruh bagian ini dapat dilipat di bawah bagian anterior sayap sepanjang vannal melipat posterior sedikit 192
alur claval. Selain itu, di Orthoptera dan Blattodea, daerah anal dilipat seperti kipas sepanjang vena, vena anal menjadi cembung, pada puncak-puncak lipatan, dan aksesori vena cekung. Sedangkan alur claval dan Jugal mungkin homolog pada spesies yang berbeda, lipatan vannal bervariasi dalam posisi di taksa yang berbeda. Lipatan diproduksi oleh otot yang timbul dari pleuron dan dimasukkan ke dalam sklereit aksila ketiga sedemikian rupa sehingga ketika kontraksi muncul titik-titik artikulasi antara notal posterior dan sclerite aksila kedua. Akibatnya, lengan distal dari sclerite ketiak ketiga berputar ke atas dan ke dalam, sehingga akhirnya posisinya benar-benar terbalik. Vena anal diartikulasikan dengan sklereit sedemikian rupa bahwa ketika bergerak dengan itu dan menjadi tertekuk di punggung insekta. Aktivitas otot yang sama dalam penerbangan mempengaruhi output daya dari sayap dan begitu juga penting dalam kontrol penerbangan. Pada insekta orthopteroid, elastisitas kutikula menyebabkan daerah vannal dari sayap untuk melipat sepanjang vena. Akibatnya, energi yang dikeluarkan berlangsung pada kawasan ini ketika sayap dipindahkan ke posisi penerbangan. Secara umum, ekstensi sayap mungkin hasil dari kontraksi otot yang melekat pada sklereit basalar atau, dalam beberapa insekta, ke sklereit subalar. Dua kelompok insekta yang relatif besar, Ephemeroptera (lalat capung) dan Odonata (capung) memiliki otot terbang yang terpasang langsung ke sayap, sayap tidak lebih cepat dari tingkat di mana saraf dapat mengirim impuls ke otot. Semua insekta bersayap lainnya terbang menggunakan mekanisme yang berbeda, yang melibatkan otot terbang langsung yang menyebabkan dada bergetar, sayap bisa mengalahkan lebih cepat daripada tingkat di mana otot-otot menerima impuls saraf. Mekanisme ini berevolusi sekali, dan merupakan ciri (synapomorphy) untuk Neoptera. 7. Kaki Tungkai atau kaki merupakan salah satu embelan pada toraks insekta selain sayap. Tungkai insekta terdiri atas beberapa ruas (segmen). Ruas pertama disebut koksa (coxa) merupakan bagian yang melekat langsung pada toraks.
193
Gambar 20. Struktur kaki pada insekta (Sumber: Amateur Entomologists’ Society, 2016)
Ruas kedua disebut trokhanter (trochanter), berukuran lebih pendek dari pada koksa dan sebagian bersatu dengan ruas ketiga. Ruas ketiga disebut femur merupakan ruas yang terbesar. Selanjutnya, ruas keempat disebut fibia, biasanya lebih ramping tetapi kira-kira sama ratanya panjangnya dengan femur. Pada bagian ujung fibia ini biasanya terdapat duri-duri atau taji. Ruas terakhir disebut tarsus-tarsus ini biasanya terdiri atas 1 sampai 5 ruas. Diujung ruas terakhir tarsus terdapat pretarsus yang terdiri dari sepasang kuku tarsus. Kuku tarsus ini disebut claw. Diantara kuku tersebut terdapat struktur seperti bantalan yang disebut arolium.
Gambar 21. Berbagai tipe kaki yang ada pada insekta (Sumber: Robinson, 2016)
194
Menurut Borror et al (1992) tungkai-tungkai thoraks insekta bersklerotisasi (mengeras) dan selanjutnya dibagi menjadi sejumlah ruas. Secara khas, terdapat 6 ruas pada kaki insekta. Ruas yang pertama yaitu koksa yang merupakan merupakan ruas dasar; trokhanter, satu ruas kecil (biasanya dua ruas) sesudah koksa; femur, biasanya ruas pertama yang panjang pada tungkai; tibia, ruas kedua yang panjang; tarsus, biasanya beberapa ruas kecil di belakang tibia; pretarsus, terdiri dari kuku-kuku dan berbagai struktur serupa bantalan atau serupa seta pada ujung tarsus. Sebuah bantalan atau gelambir antara kuku-kuku biasanya disebut arolium dan bantalan yang terletak di dasar kuku disebur pulvili. Menurut Jumar (2000), tungkai-tungkai insekta mengalami modifikasi. Sejumlah modifikasi tersebut adalah: a. Tipe cursorial, adalah tungkai yang digunakan untuk berjalan dan berlari b. Tipe fussorial, tungkai yang digunakan untuk menggali, ditandai dengan adanya kuku depan yang keras. c. Tipe saltatorial, tungkai yang berfungsi untuk meloncat, ditandai dengan perbesaran femur pada tungkai belakang. d. Tipe raptorial, tungkai yang berfungsi untuk menangkap dan mencengkeram mangsa, ditandai dengan pembesaran femur tungkai depan. e. Tipe natatorial, tungkai yang berfungsi untuk berenang, ditandai dengan bentuk yang pipih serta adanya sekelompok “rambut-rambut renang” yang panjang. f. Tipe ambolatorial, tungkai yang berfungsi untuk berjalan ditandai dengan femur dan tibia yang lebih panjang dari bagian tungkai lainnya. Bentuk ini merupakan bentuk umum tungkai insekta. Tungkai pada beberapa jenis khusus insekta memiliki struktur khusus yang sesuai dengan fungsinya. Beberapa struktur tersebut antara lain : a. Kurbikulum terdapat pada tungkai lebah madu, merupakan wadah tepung sari. b. Timpanum terdapat pada fibia tungkai depan dari belakang berantena panjang dan jangkrik. c. Pada beberapa jenis insekta terdapat berbagai struktur alat undera pada tungkainya, misalnya sesilli pada tarsi tungkai depan lalat rumah yang berfungsi untuk merasakan makanan. 8. Abdomen (Perut) Abdomen pada insekta primitif tersusun atas 11-12 ruas yang dihubungkan oleh bagian seperti Selaput (membran). Jumlah ruas untuk tiap spesies tidak sama. Pada insekta primitif (belum mengalami evolusi) ruas abdomen berjumlah 12. Perkembangan evolusi insekta menunjukkan adanya tanda-tanda bahwa evolusi menuju kepengurangan banyaknya ruas abdomen. 195
Sebagian besar ruas abdomen tampak jelas terbagi menjadi tergum (bagian atas) dan sternum (bagian bawah), sedangkan pleuron (bagian tengah) tidak tampak, sebab sebagian bersatu dengan tergum. Perbedaan kelamin jantan dan betina dapat dilihat jelas pada bagian abdomen ini. Pada abdomen insekta betina terdapat 10 ruas tergum dan 8 ruas sternum, sedangkan pada insekta jantan terdapat 10 ruas tergum dan 9 ruas sternum. Ruad ke-11 abdomen pada belalang betina tinggal berupa pelat dorsal berbentuk segitiga yang dinamakan epiprok dan sepasang pelat lateroventral yang dinamakan paraprok. Di antara ujung-ujung epiprok dan paraprok terdapat lubang anus.
Gambar 22. Abdomen pada insekta secara umum (Sumber: DuPorte, 1961)
Tergum ruas ke-11 memiliki sepasang embelan yang dinamakan cerci (tunggal: cercus). Pada insekta betina embelan-embelan termodifikasi pada ruas abdomen kedelapan dan kesembilan membentuk ovipositor (alat peletakkan telur) di mana terdiri atas dua pasang katub yang dinamakan valvifer dan selanjutnya menyandang valvulae (sepasang pada ruas kedelapan dan dua pasang pada ruas kesembilan). Alat kopulasi pada insekta jantan biasanya terdapat pada ruas abdomen kesembilan. Pada kedua sisi ruas abdomen pertama terdapat lubang yang cukup besar dan tertutup oleh selaput tipis yang disebut timpanum (alat pendengaran pada belalang). Spirakel (lubang pernapasan) pada abdomen terletak di depan timpanum, dan spirakel lainnya terletak pada ruas abdomen kedua sampai kedelapan pada sebelah bawah dari tergum. Pada insekta betina yang mempunyai ovipositor, struktur dari alat ini sangat beragam, tergantung dari telur – telur yang akan diletakkan. Sebagai gambaran, diberikan beberapa bentuk ovipositor insekta, sebagai berikut: a. Ovipositor Cicada yang meletakkan telur di bawah kulit kayu pada cabangcabang pohon berbentuk pisua tajam dan kaku. 196
b. Belalang pedang (Sexava spp) memiliki ovipositor berbentuk pedang sehingga dapat meletakkan telur-telurnya di bawah permukaan tanah. c. Tabuhan parasitik dari famili Icneumonidae (Hymenoptera) memiliki ovipositor yang sangat panjang, sehingga dapat menembus kulit batang padi untuk meletakkan telurnya pada larva penggerek batang padi. Insekta betina dewasa yang tergolong apterygota, seperti Thysanura, memiliki ovipositor yang primitif di mana bentuknya terdiri dari dua pasang embelan yang terdapat pada bagian bawah ruas abdomen kedelapan dan kesembilan. Sesungguhnya, terdapat sejumlah insekta yang tidak memiliki ovipositor, dengan demikian insekta ini menggunakan cara lain untuk meletakkan telurnya. Jenis insekta tersebut terdapat dalam ordo Thysanoptera, Mecoptera,Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Insekta ini biasanya akan menggunakan abdomennya sebagai ovipositor. Beberapa spesies insekta dapat memanfaatkan abdomennya yang menyerupai teleskop sewaktu meletakkan telur-telurnya. Setelah membahas karakteristik insekta secara tampak luar, maka berikut ini akan dijelaskan mengenai berbagai sistem organ yang ada pada tubuh insekta. 1. Sistem Respirasi Insekta adalah hewan aerobik yaitu membutuhkan oksigen dan membuang CO2 sebagai hasil respirasi sel. Udara masuk melalui spiracle yang mempunyai diameter kurang dari 1mm. Tracheae berhubungan langsung dengan jaringan yang melakukan respirasi dan sel-sel yang mereka catu. Perjalanan oksigen dari udara melalui spiracle, tracheae, tracheoles sampai target cells, dengan kombinasi ventilasi dan difusi sepanjang gradien konsenrtasi (tinggi di luar, rendah di dalam jaringan) sehingga O2 masuk, CO2 dan uap air keluar. Dengn demikian harus ada kompromi antara O2 tetap bisa masuk tapi kehilang an air melalui spiracle harus diminimalkan.
Gambar 23. Sistem respirasi pada insekta (Aibara, 2016)
197
Keseimbangan ini diatur dengan membuka spiracle secara periodik manakala dibutuhkan dan menutupnya ketika insekta sedang tidak aktif. Pada insekta yang sedang aktif, gerakan pada thorax dan abdomen merupakan pompa yang memventilasi bagian luar dari sistem trachea, sehingga lintasan difusi menjadi lebih pendek. Serangg a yang hidup di lingkungan kering mempunyai spiracle yang kecil dengan atria yang dalam. Beberapa insekta mempunyai tracheae yang besar dan berfungsi sebagai tempat cadangan O2 ketika spiracle tertutup. Pada holometabola yang tidak mempunyai kantung udara, difusi adalah mekanisme utama pergerakan gas. Efisiensi dari pertukaran gas berhubungan dengan jarak dan diameter tracheae. Pembukaan dan penutupan spiracle secara terkoordinir menyertai gerakan ventilasi menghasilkan gerakan udara satu arah pada trachea utama. Spiracle anterior terbukan ketika inspirasi dan trachea posterior terbuka ketika ekspirasi. Insekta mempunyai batas atas ukuran tubuh. Apabila O2 harus berdifusi melalui jarak yang terlalu jauh, maka kebutuhan O2 tidak akan terpenuhi. Apabila gerakan ventilasi ditingkatkan, maka kehilangan air akan meningkat pula. Oleh karena itu, insekta besar mempunyai tubuh yang langsing dan panjang untuk mengurangi jarak difusi. Insekta mempunyai sistem tabung dalam atau sistem trakea, yang mengantarkan udara dari luar tubuh ke selsel tubuh dan sistem itu melaksanakan respirasi atau pernafasan. Trakea itu mengelompok-kelompok pada tiap ruas, dan mendapatkan udara dari luar melalui sepasang bukaan pada sisi lateral tiap ruas; bukaan ini disebut spirakel (spiracles). Spirakel itu berhubungan langsung dengan batang trakea utama (main tracheal trunk), yang biasanya ada sepasang menjulur sepanjang tubuh. Pada tiap ruas, dari batang trakea itu muncul beberapa trakea cabang, berpasangan dari batang kiri dan kanan. Umumnya ada tiga trakea cabang yang muncul, yaitu (a) cabang dorsal yang melayani pembuluh dorsal dan otototot dorsal, (b) cabang ventral atau cabang viseral (visceral) yang melayani saluran makanan dan organ reproduksi, dan (c) cabang ventral yang melayani otot-otot ventral dan tali saraf. Tabung-tabung halus pada ujung-ujung trakea berukuran kapiler dan disebut trakeol, biasanya berdiameter 1mm atau kurang. Trakeol itu berada di antara atau sekitar sel-sel jaringan tubuh, dan merupakan bagian trakea yang fungsional dari sistem trakea. Pada banyak insekta penerbang cepat sistem trakeanya mempunyai kantung-kantung udara (air sacs); yang kerapkali adalah pelebaran dari batang trakea. Kantung udara itu berfungsi sebagai kantung penyimpan udara/oksigen. Pada sistem tertutup, spirakel-spirakel itu tidak berfungsi atau tidak ada sama sekali. Pada umumnya, pada sistem trakea tertutup ini, peran spirakel diganti oleh sistem jaringan trakeol yang terdapat di bawah kulit atau di dalam organ khusus yaitu insang. Semua hewan memerlukan pembekalan energi dan umumnya mendapatkan energi melalui proses respirasi (pernafasan). Respirasi terdiri dari 198
pengambilan, transportasi dan penggunaan oksigen oleh jaringan-jaringan dan pelepasan dan pembuangan limbah, terutama dioksida dan lingkungannya disebut respirasi luar (eksternal), sedang pertukaran gas di dalam sel disebut respirasi dalam (internal) atau metabolisme respirasi. Respirasi luar pada hampir semua insekta dilaksanakan oleh sistem trakea. Melalui sistem ini udara/oksigen dari luar diantarkan ke jaringan dan sel-sel yang memerlukan. Pada insekta ukuran besar yang aktif, untuk melancarkan proses pernapasan itu dibantu sedikit-banyak oleh ventilasi mekanis dari trakea abdomen dan kantung-kantung udara yang dihasilkan oleh gerakan-gerakan ritmik tubuh. Proses ini disebut ventilasi aktif. Analisis menunjukkan bahwa seperempat dari jumlah CO2 yang terjadi karena respirasi lepas keluar melalui permukaan tubuh. Hal ini karena gas CO2 dapat berdifusi melalui jaringan binatang 35x lebih cepat daripada oksigen. Di depan juga telah disebut bahwa pada insekta air terdapat insang. Respirasi dilakukan melalui alat ini: oksigen dalam air berdifusi melalui kulit insang yang tipis dan masuk ke sistem trakea sedangkan CO2 melalui difusi terlepas dari tubuh insekta melarut dalam air. 2. Sistem Pencernaan Sekresi saliva berfungsi untuk pada umumnya untuk melarutkan dan mengatur pH makanan yang masuk. Selain itu saliva juga mengandung enzymeenzyme pencernaan dan anticoagulant pada insekta penghisap darah. Pada Hemiptera predator, saliva yang mangandung enzyme penceraan dikeluarkan pada mangsanya dan setelah tercerna dan mencair baru dihisap. Pada insekta penghisap cairan, otot-otot dilator menempel pada dinding pharynx atau ruang preoral membentuk pompa untuk, mengeluarkan saliva, menghisap cairan, dan udara ketika moulting untuk mengembangkan kutikula.
199
Gambar 24. Ilustrasi sistem pencernaan pada insekta (Sumber: Gullan & Cranston, 1986)
Proses pencernaan makanan terutama terjadi di dalam midgut di mana sel-sel menghasilkan enzyme-enzyme pencernaan dan juga menyerap makanan yang sudah dicerna. Fat body mempunyai berbagai fungsi metabolik yaitu untuk metabolisme karbohidrat, lipid dan senyawa-senyawa N. Selain itu, fat body juga berfungsi sebagai tempat penimbunan glikogen, lipid dan protein, serta sintesis pengaturan gula darah dan haemolymph protein (haemoglobins, vitellogenins). Fat body mampu merubah aktivitasnya sebagai response terhadap isyarat yang bersifat nutrisional dan hormonal dalam mencatu kebutuhan pertumbuhan,metarmorphosis dan reproduksi. Sel-sel di dalam fat body mempunyai type yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya: a. tropocytes untuk penimbunan zat dan metabolisme. b. urocytes untuk menyimpan sementara dan mendaur-ulang asam urat. c. mycetocytes mengandung bakteria simbiotik. Beberapa insekta seperti hemiptera penghisap cairan tumbuhan, pemakan kayu (rayap), kecoa, semut, bersimbiosis dengan mikroorganisme baik intra maupun ekstraselular. Insekta predator pada umumnya tidak mempunyai simbiont. Mikroorganisme tersebut disebut simbiont karena mereka tergantung dari insekta inangnya. Mereka termasuk bakteria, yeast, fungi bersel tunggal atau protista dan diduga berperan dalam nutrisi dari inangnya dengan membantu dalam sintesis dan/atau metabolisme sterol, vitamin, karbohidrat dan asam amino. Perpindahan mikroorganisme dari induk ke keturunannya bisa melalui 200
oral yaitu dengan kapsul berisi mikroorganisme yang diletakkan bersama telur. Cara lain yaitu transovarial yaitu melalui ovarium ke keturunannya. Beberapa jenis semut (Formicidae) mampu untuk membudidayakan jamur. Semut makan jamur yang tumbuh pada daun-daun yang mereka kumpulkan di dalam sarangnya (fungus garden). 3. Sistem Ekskresi Ekskresi yaitu proses pembuangan limbah hasil metabolisme dari dalam tubuh terutama senyawa N untuk mencegah keracunan, mempertahankan Na+, K+, dan Cl- yang terbatas dalam makanan, atau hilang karena berdifusi ke dalam lingkungannya pada insekta air. Dengan menghasilkan urine dan frass komposisi tekanan osmosis cairan tubuh dapat dipertahankan. Ekskresi dan osmoregulasi dilakukan oleh Malpighian tubules dan usus belakang. Osmoregulasi pada insekta air tawar dilakukan oleh sel-sel chlorida yang berasosiasi dengan usus belakang dengan menyerap ion-ion anorganik. Malpighian tubules menghasilkan filtrat yang bersifat isosmotik dari haemolymph yang mempunyai kandungan ion K+ yang tinggi, Na+ yang rendah dan Cl- sebagai anion utama. Transport ion secara aktif, terutama K+, ke dalam lumen dari Malpighian tubules menghasilkan gradien osmotik dan menyebabkan air berdifusi secara pasif ke dalam lumen. Gula dan kebanyakan asam amino secara pasif tersaring dari haemolymph. Gula (sukrose dan treholose) diserap kembali dari lumen ke dalam haemolymph. Semua proses ini menghasilkan urine yang kemudian dicurahkan ke dalam usus. Di dalam rectum, urine dimodifikasi dengan membuang zat-zat terlarut dan air untuk menjaga keseimbangan cairan dan ion-ion (homeostasis) di dalam tubuh insekta.
201
Gambar 25. Sistem Ekskresi pada Semut (Sumber: Farabee, 2001)
Sel-sel khusus di dalam rectal pad melakukan penyerapan kembali ion Clsecara aktif atas pengaruh hormone. Proses ini menyebabkan gradien elektrik dan osmotik yang menyebabkan penyerapan kembali ion-ion yang lain, air, asamasam amino dan asetat. Pada insekta pemakan darah, kelebihan N diekskresikan dalam bentuk ammonia pada yang hidup di air dan sebagai asam urat, urea, pteridine, hypoxanthine, allantoine, dan asam allantoinat pada insekta terrestrial. Ammonia adalah senyawa toxic, oleh karena itu, ia harus diekskresikan melalui urine, faeces atau diuapkan melalui kutikula misalnya pada kecoa.
202
4. Sistem Sirkulasi
Gambar 26. Sistem sirkulasi pada insekta (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)
Sistem sirkulatori pada insekta terdiri dari jantung yang hanya merupakan pembuluh dorsal dengan pergerakan peristaltik untuk memompa darah atau haemolymph. Haemolymph pada nympha dan imago mempunyai proporsi kurang dari 20% berat tubuh sedangkan pada larvae berbadan lunak, proporsi haemolymp lebih besar yaitu 20 – 24% berat tubuh dan berfungsi juga sebagai skeleton hidrostatik. Haemolymph yang terdiri dari larutan berair, ion-ion anorganik, lipid, gula (trehalose), asam amino, protein, asam organik dan sel-sel darah berfungsi untuk pertukaran zat antar jaringan, mengangkut hormon dan nutrien dari usus ke jaringan dan barang buangan dari jaringan ke organ ekskretori. Perubahan pada tekanan haemolymph akan diteruskan ke tracheae dan menyebabkan ventilasi dan pada saat moulting, tekanan haemolymph menyebabkan pecahnya kutikula lama dan mengembangnya kutikula baru. Oleh karena komponen utamanya adalah air maka haemolymph berfungsi juga sebagai tempat cadangan air dan dengan kapasitas panas yang tinggi dan dengan sirkulasi, haemolymph berfungsi untuk pengaturan suhu tubuh (thermoregulation). Kandungan yang tinggi asam-asam amino dan phosphat organik adalah ciri khas haemolymph insekta yang mungking berhubungan dengan perlindungan terhadap suhu dingin. Semua sel darah (haemocytes) insekta berinti dan berfungsi untuk phagocytosis yaitu menelan partikel dan metabolit, parasit, material asing, dan pembekuan darah serta penyimpanan dan distribusi nutrien. Jantung insekta bersifat neromiogenik, artinya kontraksinya tidak hanya secara otomatis karena adanya otot, namun juga karena adanya rangsang yang diterima syaraf. Inilah yang memperlancar peredaran. Pada insekta besar, gerakan sayap atau alat tambahan lain secara fisik juga ikut membantu peredaran. Darah insekta mengandung asam amino konsentrasi tinggi (bukan protein), sedang karbohidrat dalam bentuk trehalosa. Sedang lemak dalam bentuk senyawa ester digliserida. Hemolimfa berfungsi utnuk mengendalikan pH dan 203
tekanan osmotik dengan berbagai mekanisme. Pada umumnya tak berwarna, tetapi ada juga yang berwarna hijau atau merah. Pigmen dengan mudah diabsorbsi, karenanya insekta-insekta fitopagus umumnya berhemolimfa hijau. Apabila makanannya berkandungan karotin tinggi, warnanya jingga-oranye, bercampur dengan warna asli yang kebiru-biruan muncul warna hijau. Diet tanpa -karotin menunjukkan hemolimfa insekta tetap berwarna biru. Fungsi lain yang juga penting adalah kandungan hemositnya yang berguna untuk metabolisme dan juga ketahanan tubuh. Dalam hal ini hemosit berperan untuk mensintesis beberapa produk penting: bahan sklerotisasi, tirosin. Jenis hemosit ada beberapa macam (sekitar 9 jenis, tergantung penulis/ahlinya). Ada yang menyatakan semuanya berasal dari satu sel yang disebut sel induk atau “stem cell” (prohemosit). Masing-masingnya adalah: a. Sel induk atau pro-hemosit, berbentuk bulat dengan nukleus besar, dihasilkan oleh organ tertentu pada tubuh insekta yang disebut organ haemocytopoietic (setara dengan tulang sumsum pada mammalia). Organ sesungguhnya belum ditemukan. Mungkin dengan mitosis. Prohemosit ada yang bergerak aktif, ada yang diam di tempat. b. Plasmatosit memiliki ujung seperti jari. Ukurannya agak besar, barangkali karena merupakan keturunan pertama prohemosit. Berfungsi penting dalam mekanisme ketahanan tubuh, sebagai agen kekebalan seluler. Dapat bersifat fagositik terhadap benda-benda asing apabila bendanya lebih kecil. Bila bendanya lebih besar akan diselubungi oleh suatu jaringan penghubung (konektiva) yang dibentuk oleh plasmatosit. Ini disebut enkapsulasi. c. Hemosit granuler mungkin merupakan bentuk terminal (akhir), karena banyak dijumpai pada insekta-insekta “tua”. Juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan diri. d. Koagulosit dihasilkan oleh insekta-insekta yang terluka untuk membentuk gel darah, agar sistem peredaran tidak kacau. Merupakan bahan sekresi seperti serabut (fibril). e. Adipohemosit merupakan penyimpan lemak bahan makan (setara dengan badan lemak). f. Oenositoid dan Sel sferula belum diketahui fungsinya dengan jelas. Demikian juga Podosit dan Hemosit vermiform yang dijumpai pada genus Spodoptera. 5. Sistem Endokrin Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan di dalam tubuh suatu organisme dan diangkut, umumnya di dalam cairan tubuh, dari tempat di mana ia disintesis ke tempat di mana ia mempengaruhi berbagai proses fisiologis, walaupun keberadaanya jumlah yang sangat sedikit. Pusat endokrin, dimana hormone diproduksi oleh neuronal, neuroglandular, glandular, ovarium dan beberapa jaringan yang khusus untuk suatu pengaturan endokrin. 204
Gambar 27. Proses regulasi endokrin pada insekta (Sumber: Cook & Holman, 1985)
Sel-sel neurosekretori adalah sel-sel syaraf yang mengalami modifikasi dan terdapat pada berbagai sistem syaraf (di dalam CNS, sistem syaraf perifer dan sistem syaraf stomodeal), tetapi yang terbanyak terdapat di dalam otak. Sel-sel ini menghasilkan neurohormone yang mengatur sintesis dan sekresi hormone ecdysteroids dan hormone juvenile. Corpora cardiaca adalah sepasang kelenjar neuroglandular yang terletak pada kedua sisi dari aorta dn di belakang otak. Mereka menimbun dan mensekresi neurohormon,termasuk prothoracicotropic hormone (PTTH), yang berasal dari NSC dari otak, juga menghasilkan neurohormon sendiri. PTTH merangsang aktivitas sekresi dari kelenjar prothoraic. Kelenjar prothoracic adalah kelenjar yang panjang, berpasangan terletak di dalam thorax atau di belakang kepala; pada cyclorrhaphous Diptera mereka adalah dari kelenjar cincin, yang padanya juga terdapat corpora cardiaca dan corpora allata. Kelenjar prothoracic mensintesis dan mensekresi ecdysteroid, umumnya (moulting hormone) yang setelah mengalami hidroksilasi menyebabkan dimulainya moulting pad epidermis. Corpora allata adalah sepasang kelenjar yang merupakan derivat dari epithelium dan terletak pada kedua sisi dari usus depan. Pada beberapa insekta, mereka bergabung membentuk kelenjar tunggal. Corpora allata mensintesis dan mensekresi juvenile hormone (JH) yang berfungsi untuk mengatur baik methamorphosis maupun reproduksi. Fungsi JH adalah dalam perkembangan, JH berfungsi dalam mengendalikan moulting dan metamorphosis, dalam reproduksi JH berfungsi dalam mengendalikan penimbunan yolk, aktivitas kelenjar accessory dan produksi pheromone. Ecdysteroids adalah istilah umum untuk hormon-hormon steroid yang mempunyai aktivitas merangsang moulting. Ecdysteroid disintesis dari 205
cholesterol. Oleh karena insekta tidak mampu mensintesis cholesterol de novo, maka zat ini didapatkan dari makanannya. Setelah disintesis di dalam kelenjar prothoracic, ecdysone disekresikan ke haemolymph dan di dalam jaringan target mengalami hidroksilasi dan menjadi hormone yang aktif yaitu 20-OH-ecdysone (20-hydroxyecdysone). Ecdysone juga dihasilkan oleh ovarium dan berfungsi untuk pematangan sel-sel telur yaitu terutama dalam proses pembentukan yolk (vitellogenesis). Neurohormon pada umumnya termasuk peptida sehingga sering disebut neuropeptida. Hormon-hormon ini berfungsi dalam perkembangan, homeostasis, reproduksi dan metabolisme. 6. Sistem Sensory Keberhasilan insekta disebabkan oleh kemampuannya untuk mengindera dan menafsirkan, mengidentifikasi dan merespon secara selektif terhadap signal/rangsangan dari lingkungan sekitarnya serta kemampuannya mengidentifikasi host dan faktor-faktor mikroklimat. Signal yang diterima insekta bisa berupa stimuli mekanis, thermal, kimia,penglihatan atau bayangan.
206
Gambar 28. Persinyalan Olfactory pada insekta (Sumber: Nature, 2016)
207
Penginderaan stimuli mekanis dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: penginderaan stimuli sentuhan (tactile mechanoreception), penginderaan stimuli mekanis posisi (position mechanoreception atau proprioception) dan penginderaan suara (sound reception). Penginderaan stimuli mekanis posisi mechanoreception (proprioception). Alat penerima dalam penginderaan ini disebut proprioceptors (self perception receptors) dengan mekanisme kerja sebagai berikut: Macam-macam proprioceptors: a. Hair plate merupakan sensila pada persendian dan leher yang berhubungan dengan kutikula di dekatnya. b. Stretch receptors merupakan proprioceptor internal yang berhubungan dengan kontraksi otot seperti yang terdapat pada dinding usus. Receptor ini berfungsi untuk mendeteksi tegangan usus, kecepatan ventilasi trachea. c. Stress detectors pada kutikula, berupa campaniform sensillum yaitu sensillum berneuron tungga terletak pada persendian kaki dan sayap, pada dasar haltere pada diptera, pada bagian dorsal dan ventral. Terdapat beberapa kelompok campaniform sensilla yang merespon terhadap distorsi pada persendian sayap ketika terbang. Bunyi adalah fluktuasi tekanan yang menyebabkan terjadinya gelombang getaran dan dihantarkan melalui udara atau substrat termasuk air. Insekta dapat mengindera suara frekuensi mulai dari 1 Hz (siklus per detik) sampai 100.000 Hz ultra suara - insekta menyadari secara terus menerus posisi relatif dari bagian tubuh seperti kepala, kaki dan sayap. mendeteksi bagaimana orientasi tubuh relatif terhadap gravitasi. Proprioceptors (self perception receptors) Menyampaikan informasi (ultrasound), suatu rentang frekuensi yang jauh lebih besar dibanding yang manusia mampu mengindera yaitu antara 20 dan 20.000 Hz. Isyarat bunyi pada insekta berfungsi untuk komunukasi terutama dalam menemukan pasangan kawin. Jangkrik jantan menarik perhatian betina dengan mengeluarkan suara panggilan, sehingga betina lebih mudah untuk mendeteksi keberadaan jantan yang sudah siap untuk kawin. Selain itu, isyarat bunyi juga berfungsi untuk mendeteksi kehadiran predator misalnya kelelawar pemakan insekta yang menggunakan ultrasound. Bentuk yang paling sederhana dari alat indera suara (getaran) misalnya yang terdapat pada ulat kobis Barathra brassicae yang berupa seperti rambut (trichoid sensilla) yang memanjang dan sangat peka. Alat ini mampu mendeteksi suara dengan frekuensi sekitar 150 Hz. Organ khusus pengindera suara nontympanal pada insekta dikenal dengan nama chordotonal organs atau subcuticular mechanoreceptors yang tersusun dari satu atau lebih scolopodia. Ada dua macam chordotonal organ yaitu Johnston’s organ dan subgenual organs. Johnston’s organ terletak pada segmen ke dua antena (pedicel) atau segmen ke tiga. Organ ini berfungsi untuk mengukur kecepatan terbang dengan 208
mendeteksi gesekan dengan udara dan sebagai alat pendengar pada nyamuk (Culicidae) dan Chironomidae. Subgenual organ tersusun atas suatu setengah lingkaran yang terdiri dari banyak sel pengindera (sensory cells) di dalam haemocoel. Sel-sel ini pada satu ujungnya terhubung ke kutikula bagian dalam dari tibia dan ujung lainnya terhubung ke tracheae. Subgenual organ terdapat pada tibia dari setiap kaki. Organ ini mampu mendeteksi melalui kaki getaran (bunyi) yang dihantarkan melalui substrat dengan berbagai frekuensi. Penginderaan bunyi secara tympanal melibatkan suatu tympanum (membran) yang dapat merespon bunyi yang dihasilkan di tempat dengan jarak tertentu dan dihantarkan melalui udara (air-borne vibration). Membran tympanal berhubungan dengan chordotonal organ dan suatu kantung berisi udara. Kantung udara, yang iasanya merupakan modifikasi dari tracheae, berfungsi untuk resonansi gelombang agar suara yang diterima menjadi lebih kuat. Letak tympanal organ berbeda-beda dari kelompok insekta yang satu ke insekta yang lain misalnya: a. Ventral thorax, antara kaki-kaki metathorax (pada melalang sembah, mantids) b. Metathorax (pada ngengat malam, noctuid moths) c. Kaki-kaki prothorax (pada beberapa orthoptera) d. Abdomen (pada orthoptera yang lain, gareng po homoptera, ngengat lepidoptera dan kumbang coleoptera) e. Pangkal sayap (ngengat lepidoptera) f. Prosternum (lalat diptera) g. Cervical membranes (beberapa kumbang coleptera) Gelombang bunyi yang sampai pada tympanal organ baik melalui udara maupun melalui subtrat menyebabkan tympanum bergetar. Getaran tersebut akan diterima oleh tiga chordotonal organ yaitu subgenual organ, intermediate organ dan crista acustica. Intermediate organ menerima signal akustik dengan frekuensi 2 – 14 kHz sedangkan crista acustica yang terdiri dari sekitar 60 sel skolopodial menerima frekuensi sekitar 5 – 50 kHz. Walaupun masing-masing hordotonal organ mempunyai inervasi syaraf yang terpisah dan menerima gelombang dengan frekuensi yang berbeda-beda, tetapi signal-signal yang diterima oleh ketiga organ tersebut dapat diindera dan ditafsirkan secara terpadu. Hal ini dimungkinkan karena ketiga syaraf tersebut terhubung pada suatu titik. Cara yang paling umum untuk menghasilkan suara pada insekta adalah dengan stridulation yaitu menggosokkan scraper terhadap file. 7. Sistem Reproduksi Golongan Insecta umumnya berkembang biak dengan seksual dan fertilisasi terjadi secara internal. Insekta menarik lawan jenis dengan berbagai macam cara, seperto dengan warna (kupu-kupu), suara (jangkrik), atau dengan bau (ngengat). Sperma dari insekta jantan dapat langsung membuahi telur, tetapi 209
dapat juga disimpan pada struktur internal betina yang bernama spermatheca. Sperma yang tersimpan didalamnya dapat membuahi lebih dari satu rangkaian telur.
Gambar 29. Sistem reproduksi yang ada pada insekta (Lebah madu) (Sumber: Pearson, 2007)
Banyak insekta yang hanya kawin sekali dalam hidupnya. Setelah kawin, insekta betina seringkali bertelur pada sumber makanan agar larva dapat langsung makan setelah menetas. C. Klasifikasi Insekta Insekta adalah salah satu kelas dari Anthropoda. Jenisnya sangat banyak, lebih kurang dari 80 persen dari arthropoda, penyebarannya sangat luas kecuali didalam air laut. Insecta meliputi hewan berkaki beruas-ruas yang jumlah kakinya enam atau tiga pasang dan merupakan satu-satunya invertebrata yang dapat terbang. Berdasarkan ada atau tidak adanya sayap, insecta digolongkan kedalam dua sub-kelas, yaitu sebagai berikut: 1. Apterygota Nama apterygota kadang-kadang diterapkan pada tingkat subkelas, merupakan insekta gesit yang dibedakan dari insekta lain oleh kurangnya sayap di masa sekarang dan dalam sejarah. Pertama kali muncul dalam catatan fosil adalah selama periode Devonian, 417-354000000 tahun yang lalu. Melalui sedikit tahap muda atau bahkan tidak ada metamorfosis, maka kelompok ini menyerupai spesimen dewasa. Kulit hewan ini tipis, membuatnya tampak tembus. Karakteristik utama dari apterygota merupakan insekta primitif tak bersayap. Sementara beberapa insekta lainnya, seperti kutu, juga kekurangan sayap, hewan ini tetap turun dari insekta bersayap tapi telah kehilangan sayapnya selama evolusi. Sebaliknya, apterygota adalah kelompok primitif insekta yang menyimpang dari hewan kuno lainnya sebelum sayap berkembang. Apterygota, bagaimanapun, memiliki kapasitas ditunjukkan untuk diarahkan, keturunan yang 210
dihasilkan terbang tinnggi di udara. Para peneliti telah mengemukakan bahwa apterygota mungkin telah tersedia dari insekta bersayap yang secara evolusioner kemudian akan berkembang dalam hal kemampuan terbang. Apterygota juga memiliki sejumlah fitur primitif lainnya yang tidak dibagi dengan insekta lainnya. Hewan jantan memiliki paket penyimpanan sperma, atau spermatophores. Ketika menetas, hewan muda mirip dengan hewan dewasa dan tidak mengalami metamorfosis yang signifikan, dan bahkan tahap nimfa kurang diidentifikasi. Kelompok ini terus meranggas sepanjang hidup, menjalani beberapa instar setelah mencapai kematangan seksual, sedangkan semua insekta lainnya menjalani instar tunggal hanya ketika dewasa secara seksual. Contohnya Lepisma saccharina (kutu buku) Ciri dari kelompok ini adalah sebagai berikut: a. Tubuh terdiri atas caput (kepala), thorax (dada), dan abdomen (perut) yang batasnya tidak begitu jelas b. Tubuh tertutup sisik berwarna perak mengkilap c. Tidak bersayap, terdapat tiga pasang kaki, dan sepasang antena yang panjang. d. Tidak mengalami metamorphosis e. Hidup dengan memakan atau merusak buku atau kertas f. Menghasilkan enzim selulose untuk menghancurkan selulosa mejadi gula.
Gambar 30. Lepisma saccharina (Sumber: Flickr, 2011)
2. Pterygota Pterygota adalah subkelas dari insekta yang termasuk insekta bersayap. Kelompok ini juga mencakup ordo insekta yang secara sekunder tidak bersayap (yaitu, kelompok insekta yang nenek moyangnya pernah punya sayap tetapi itu telah kehilangan mereka sebagai hasil dari evolusi berikutnya). Kelompok 211
pterygota terdiri dari hampir semua insekta. Ordo hexapoda tidak termasuk adalah Archaeognatha (melompat bristletails) dan Thysanura (gegat dan firebrats), dua ordo primitif tak bersayap insekta. Juga tidak termasuk yang tiga ordo tidak lagi dianggap insekta: Protura, Collembola, dan Diplura. Secara tradisional, kelompok ini dibagi ke dalam infrakelas Paleoptera dan Neoptera. Yang pertama saat ini diduga kuat menjadi paraphyletic yang lebih baik (seperti membagi atau membubarkan kelompok) yang saat ini sedang dibahas. Selain itu, tidak jelas bagaimana persis neoptera terkait antara satu sama lain. Eksopterygota mungkin kumpulan mirip insekta hemimetabola agak kuno antara neoptera seperti palaeoptera antara insekta secara keseluruhan. Hemimetabola endopterygota tampaknya kerabat sangat dekat, memang, tapi tetap saja tampaknya berisi beberapa ordo terkait, status yang tidak disepakati. a. Endopterygota Endopterygota, juga dikenal sebagai Holometabola, insekta dari subclass Pterygota yang melalui larva khas, pupa, dan tahap dewasa. Mereka menjalani metamorfosis radikal, dengan tahap larva dan dewasa berbeda jauh dalam struktur dan perilaku mereka. Ini disebut holometabolisme, atau metamorfosis lengkap. Endopterygota adalah salah satu superordo insekta yang paling beragam, dengan sekitar 850.000 spesies hidup dibagi antara sebelas ordo, mengandung insekta seperti kupu-kupu, lalat, kutu, lebah, semut dan kumbang. Hewan ini dibedakan dari eksopterygota (atau Hemipterodea) dengan cara di mana sayapnya berkembang. Endopterygota (yang secara harfiah berarti bentuk bersayap internal) mengembangkan sayap dalam tubuh dan menjalani metamorfosis yang rumit yang melibatkan tahap kepompong. Eksopterygota (bentuk bersayap eksternal) mengembangkan sayap di luar tubuh mereka dan tidak melalui melalui tahap kepompong. Yang terakhir adalah sifat plesiomorphic yang tidak ditemukan pada eksopterygota, tetapi juga dalam kelompok-kelompok seperti Odonata (capung). Fosil endopterygote diperkirakan berasal dari periode Karbon. 1) Coleoptera Coleoptera meliputi berbagai macam kumbang dan kepik, merupakan insecta yang paling banyak anggotanya. Mempunyai sayap dua pasang, yang depan sangat tebal karena merupakan lapisan zat tanduk yang disebut elitra, menutupi sayap belakang yang tipis. Coleoptera mengalami metamorfosis sempurna. Diantara spesies coleoptera ada yang sangat merugikan manusia karena memakan biji-bijian (beras dan jagung) dan ada yang merusak pohon kelapa bagian ujung. Contohnya: Calandra oryzae (kepik beras), Oryctes rhinoceros (kumbang kelapa), dan Chrysochrosa fulminans (samber lilin).
212
Gambar 31. Calandra oryzae (kepik beras) (Sumber: AllPest Express, 2017)
Gambar 32. Oryctes rhinoceros (kumbang kelapa) (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)
2) Neuroptera Anggota neuroptera bersayap tipis, terdiri dari dua pasang sayap yang memperlihatkan garis-garis seperti jala. Neuroptera mengalami metamorfosis sempurna. Contohnya Chrysopa oculata (undur-undur).
213
Gambar 33. Chrysopa oculata (Sumber: Jubinville, 2011)
3) Hymenoptera Hymenoptera umumnya bersayap dua pasang, tipis menyerupai selaput. Ruas belakang abdomen hymenoptera betina terdapat ovipositor adan alat penyengat yang berfungsi untuk menyimpan telur dan untuk melumpuhkan mangsa. Hymenoptera mengalami metamorfosis sempurna, ada yang hidup soliter (bebas) dan ada yang membentuk koloni. Hymenoptera yang membentuk koloni terdiri atas ratu yang tugasnya bertelur, pekerja yang tugasnya mengumpulkan tepung dan madu, dan tentara yang tugasnya menjaga sarang. Pekerja dan tentara bersifat steril yang terjadi secara partenogenesis. Hymenoptera kebanyakan menguntungkan manusia karena membantu penyerbukan terutama tanaman budidaya dan dapat menghasilkan madu. Contohnya Apis indica (lebah madu).
Gambar 34. Apis indica (lebah madu) (Sumber: Biology Discussion, 2016)
214
4) Diptera
Gambar 35. Musca domestica (Lalat rumah) (Sumber: Butler, 2008)
Diptera meliputi jenis lalat dan nyamuk, hanya memiliki satu pasang sayap yang dibelakangnya terdapat tonjolan bekas sayap yang mereduksi disebut halter. Mengalami metamorfosis sempurna. Larva lalat disebut lundi-lundi, sedangkan pada nyamuk disebut jentik. Diptera kebanyakan merugikan manusia karena menyebarkan berbagai macam penyakit, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan.Contohnya Anopheles sp (nyamuk malaria), dan Musca domestica (lalat rumah). 5) Lepidoptera
Gambar 36. Hyblaea puera (kupu ulat jati) (Sumber: University of California, 2010)
Lepidoptera mempunyai dua pasang sayap yang tertutup sisik halus dan umumnya berwarna menarik. Mengalami metamorfosis sempurna. Larva disebut ulat yang selalu makan dengan tipe mulut menggigit sehingga merusak tanaman. 215
kepompong ulat sutra merupakan bahan sandang yang bermutu tinggi. Imago dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Ngengat bersifat nokturnal, yaitu hewan yang mencari makan pada malam hari, pada waktu beristirahat sayapnya tetap terbuka. b) Kupu-kupu bersifat diurnal, yaitu hewan yang mencari makan pada siang hari, waktu beristirahat sayapnya vertikal dan antena menyerupai benang. Imago lepidoptera memiliki tipe mulut penjilat. Kupu-kupu membantu penyerbukan. Contohnya Bombyx mori (kupu ulat sutra), Hyblaea puera (kupu ulat jati), dan Tineola tripazella (ngengat) 6) Siphonoptera
Gambar 37. Ctenocepholus felis (kutu kucing) (Sumber: Linardi, 2012)
Siphonoptera bersifat ekstraparasit pada mamalia, tidak bersayap, tipe mulut penggigit dan penghisap, kaki berfungsi untuk meloncat. Siphonoptera mengalami metamorfosis sempurna. Contohnya Ctenocepholus cannis (kutu anjing), Ctenocepholus felis (kutu kucing), Xenopsylla cheopsis (kutu tikus), dan Pullex iritan (pinjal manusia). b. Eksopterygota Eksopterygota, adalah kelompok Insekta yang sayapnya berasal dari tonjolan luar dinding tubuh.Berdasarkan tipe sayap, tipe mulut, dan metamorfosisnya, eksopterygota dibedakan menjadi beberapa ordo yaitu ordo Isoptera, ordo Orthoptera, ordo Hemiptera, ordo Odonata. 1) Isoptera Isopteran berasal dari kata iso (sama) dan ptera (sayap). Insekta ini berukuran kecil, bertubuh lunak dan biasanya berwarna coklat pucat. Antenna pendek dan berbentuk seperti benang atau seperti rangkaian manic. Sersi biasanya pendek. Insekta dewasa ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap. Jika bersayap, maka jumlahnya dua pasang, bentuk bentuk memanjang. Ukuran serta 216
bentuk sayap sama. Pada saat istirahat sayap diletakkan mendatar diatas tubuh. Alat mulut menggit-mengunyah kadang mempunyai mata majemuk. Tarsus beruas tiga sampai empat. Bermetamorfosis paurometabola dan hidup dan berkembang pada kayu yang lapuk. Ciri-ciri lain yang dimiliki oleh ordo Isoptera adalah : a) Memiliki dua pasang sayap tipis yang tipe dan ukurannya sama. b) Mengalami metamorfosis tidak sempurna. c) Tipe mulut menggigit. d) Cara hidupnya membentuk koloni dengan sistem pembagian tugas tertentu yang disebut polimorfisme. Pembagian tugas itu adalah raja, ratu dan prajurit atau tentara. Insekta ini memiliki sepasang sayap yang sama panjang, mengalami metamorfosis tidak sempurna. Misalnya capung dan rayap. Pada rayap (Reticulitermes flavipes) hidupnya membentuk koloni yang jumlahnya sangat banyak, mulutnya tipe pengunyah, batas thorax dan abdomen tidak jelas. Koloni rayap dibagi menjadi empat kasta, yaitu rayap sebagai ratu yang selalu bertelur, rayap sebagai pekerja, rayap sebagai tentara yang tidak bersayap dan steril, dan rayap tentara yang bersayap disebut laron.
Gambar 38. Reticulitermes flavipes (Sumber:Pence, 1999)
217
Makanannya terdiri atas kayu yang sudah mati, sehingga sering merusak bangunan atau perabot dari kayu. 2) Orthoptera
Gambar 39. Manthis religiosa (Sumber:Acremar, 2011)
Orthoptera memiliki dua pasang sayap yang lurus, sayap depan (luar) lebih tebal dari sayap belakang (dalam). Sepasang kaki belakang umumnya besar dan kuat berfungsi untuk melompat. Pada ruas abdomen terakhir individu betina terdapat ovipositor untuk meletakan telurnya. Metamorfosisnya tidak sempurna.Contohnya Periplaneta (kecoa), Gryllus sp (jangkrik), Manthis religiosa (belalang sembah).
218
3) Hemiptera
Gambar 40. Nilaparvata lugens (Sumber: Australian Government, 2011)
Hemiptera mempunyai tipe mulut untuk menusuk dan menghisap. Mengalami metamorfosis tidak sempurna. Contohya: Leptocorisa acuta (walang sangit), Nilaparvata lugens (wereng), Dundupia manifera (tonggeret), dan Cymex ratundatus (kepinding). 4) Homoptera
Gambar 43. Aphis medicaginis (Sumber: Berim, 2009)
219
Homoptera mempunyai tipe mulut penusuk dan penghisap, mengalami metamorfosis tidak sempurna. Contohnya Pediculus capitis (kutu kepala), dan Aphis medicaginis (kutu daun). D. Siklus Hidup Insekta Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor insekta selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi dewasa. Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga mencapai insekta dewasa.
Gambar 44. Metamorfosis sempurna pada kupu-kupu (Sumber:Dorling Kindersley, 2017)
Gambar 45. Metamorfosis tidak sempurna pada Belalang (Sumber: PYP catalogue, 2016)
220
Siklus hidup insekta umumnya dibagi dalam dua tahap yaitu tahap pertumbuhan/perkembangan dan pendewasaan atau pemasakan. Selama fase perkembangan energi tercurahkan untuk proses pertumbuhan, sedangkan selama fase pendewasaan energi tercurahkan untuk penyebaran dan reproduksi. Insekta yang baru menetas mempunyai ukuran dan bentuk yang kadang-kadang berlainan sama sekali dengan insekta dewasa. Perubahan bentuk yang dialami mulai dari telur sampai insekta dewasa disebut metamorfosis. Derajat perubahan ini bervariasi pada bermacam-macam insekta. Diketahui ada tiga tipe metamorfosis insekta yaitu: 1. Tidak Mengalami Metamorfosis (Ametabola) Perubahan struktur tubuh pada insekta ini hampir tidak kelihatan, sehingga seringkali disebut juga tidak mengalami metamorfosis. Contohnya insekta ametabola adalah Collembola, Thysanura dan Diplura. Bentuk pradewasa ametabola disebut nimfa. 2. Metamorfosis Tidak Sempurna Perkembangan insekta ini berubah secara bertahap dalam bentuk luarnya dari telur sampai bentuk dewasa. Bentuk pradewasa disebut nimfa, mempunyai kebiasaan serupa dengan yang dewasa. Kelompok insekta ini disebut juga Paurometabola. Contohnya antara lain, kutu (Phthiraptera), kepik (Hemiptera), rayap (Isoptera), belalang (Orthoptera), lipas (Dictyoptera). Selain itu ada pula insekta yang termasuk di dalam kelompok metamorfosis sederhana tetapi stadium pradewasanya hidup di air, contohnya ialah capung (Odonata). Bentuk pradewasa disebut naiad atau tempayak. Kelompok insekta ini disebut juga Hemimetabola. 3. Metamorfosis Sempurna Perubahan struktur tubuh pada insekta ini sangat besar dari berbagai stadium. Insekta ini dianggap orang sebagai insekta yang maju perkembangannya dalam sejarah evolusi insekta. Kelompok insekta ini disebut juga Holometabola. Contohnya adalah lalat, nyamuk (Nematocera), pinjal (Siphonaptera), kumbang (Coleoptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), semut, lebah dan tawon (Hymenoptera). E. Peranan Insekta Insekta dan keluarga mereka telah hidup berdampingan dengan manusia selama ribuan tahun. Meskipun banyak orang mungkin menganggap insekta sebagai hama yang tidak diinginkan, dari kira-kira 850.000 spesies diidentifikasi (dengan perkiraan satu juta spesies yang berbeda) umumnya sepakat bahwa “hanya” sejumlah kecil (mungkin 10.000) dari spesies ini yang sebenarnya merusak, sementara yang lainnya mungkin dikelompokkan sebagai insekta baik yang menguntungkan atau tidak berbahaya. Sebelum mengembangkan strategi untuk pengelolaan hama insekta, penting untuk mempelajari dunia insekta dan 221
hubungan antara spesies insekta, hewan lain, tanaman dan orang. Sepanjang sejarah, masalah serius telah terjadi karena hama insekta. Insekta telah diketahui menyebabkan kerugian tanaman yang menghancurkan dan menularkan penyakit ke tanaman, hewan dan manusia. Insekta mempunyai peran yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia, tetapi peran insekta tersebut masih kurang dikenal oleh masyarakat luas bahkan beberapa orang menganggap insekta tidak ada artinya atau dipandang dari sisi negatifnya. Ada beberapa insekta yang bersifat merugikan bagi manusia, tetapi ada banyak insekta yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Bahkan dapat dikatakan tidak akan ada keberlangsungan hidup manusia, jika insekta musnah dari bumi ini. Hal tersebut dikarenakan, adanya peran penting insekta di dalam ekosistem yang menjadikan insekta sebagai salah satu komponen penting dari suatu ekosistem dan tidak dapat digantikan perannya oleh makhluk hidup lain. Misal peran insekta dalam siklus rantai makanan di ekosistem hutan hujan tropis (tropical rainforest), peran insekta sebagai pengurai seresah – seresah di lantai hutan sangat penting dalam keseimbangan ekosistem tersebut. Adanya insekta akan menyebabkan system-sistem di lingkungan dapat berjalan dengan normal dan berkelanjutan, sehingga keberlangsungan hidup manusia akan tetap terjaga dengan baik. Insekta memiliki berbagai manfaat bagi manusia maupun lingkungan, yaitu insekta sebagai agen penyerbuk bunga, insekta sebagai makanan, produk insekta, insekta sebagai musuh-musuh alami, insekta sebagai pemusnah gulma, insekta sebagai pengurai, nilai keindahan dan pembelajaran, dan nilai ilmiah insekta. 1. Insekta sebagai Agen Penyerbukan Bunga Sebagian besar dari tumbuh-tumbuhan melakukan penyerbukan silang (serbuk sari dari bunga pindah ke putik bunga lainnya) yang dalam proses penyerbukannya membutuhkan agen penyerbuk. Agen penyerbukan ini dapat berupa abiotik (non-makhluk hidup) maupun biotik (makhluk hidup). Pada abiotik, misalnya dengan bantuan angin, tepung sari tumbuhan tertentu harus berkharakter ringan dan kering, agar dapat diserbukkan oleh angin. Penyerbukan oleh angin ini tidak semua dari jenis tumbuhan dapat terjadi, karena jenis tumbuhan yang memiliki tepung sari yang lengket akan sulit diterbangkan oleh tenaga angin. Pada biotik sebagian besar penyerbukan diperankan oleh insekta, peranan hewan lain dan manusia hanya sebagian kecil dari proses penyerbukan yang ada. Penyerbukan oleh insekta dapat terjadi pada tepung sari yang lengket yang kemudian menempel pada insekta yang telah mengunjungi bunga tersebut. Sebagian serbuk sari kemudian lepas dari insekta dan menempel di atas putik bunga lain yang selanjutnya dihinggapi oleh insekta. Proses penyerbukan oleh insekta ini terjadi karena ketidaksengajaan serbuk sari yang terbawa oleh insekta 222
tertentu dari suatu bunga ketika insekta memanfaatkan madu atau melakukan aktivitas-aktivitas lain dari bunga tersebut. 2. Insekta sebagai Makanan Di dalam rantai makanan, insekta menempati posisi-posisi penting dalam sistem makan-memakan. Insekta dapat terletak di posisi konsumen tingkat I (pemakan produsen), konsumen tingkat II (predator terhadap insekta lain), maupun pengurai. Insekta digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan oleh banyak hewan. Hewan-hewan pemakan insekta tersebut sebagian besar merupakan bahan makanan yang penting bagi kebutuhan pakan manusia (misal: burung). Bahkan di beberapa bagian dunia terdapat masyarakat yang memanfaatkan insekta untuk dimakan guna pemenuhan protein (misal: di sebagian masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta, yang memanfaatkan ulat jati jenis Hyblaea puera untuk pemenuhan proteinnya). Di sektor industri, penggunaan insekta untuk pakan hewan ternak atau peliharaan (misal: burung) juga mulai berkembang dan menunjukkan prospek yang bagus. Insekta yang dibudidaya dalam industri ini yaitu semut rangkang (Anoplolepis sp.) atau kroto dalam bahasa jawa. Semut rangkang tersebut digunakan sebagai pakan burung. 3. Insekta sebagai Penghasil Produk Ada beberapa insekta dapat menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi manusia dan dapat diperoleh pendapatan dari proses jual beli produk-produk insekta tersebut. Produk-produk dari insekta tersebut, antara lain a. madu lebah madu merupakan produk dari lebah (Apis sp.) yang dipakai secara luas sebagai makanan dan dipakai untuk membuat beberapa produk, dan adanya harga madu yang cukup tinggi diikuti pasar yang jelas, maka madu dapat diproduksi untuk penambah pendapatan yang cukup menjanjikan bila diusahakan dengan serius; b. Sutera, sutera dapat diproduksi oleh beberapa tipe ulat sutera, tetapi jenis ulat sutera paling penting dalam produksi sutera perdagangan yaitu jenis Bombix mori, walaupun pada saat sekarang sutera banyak digantikan oleh serat-serat sintetis, tetapi sutera masih merupakan produk industri yang penting dan berharga jual tinggi; c.Sirlak, sirlak dihasilkan dari sekresi insekta Laccifer lacca yang membentuk kerak setebal 6 – 13 mililiter pada dahan-dahan atau rantingranting tumbuhan inang (tumbuhan inang misalnya Schleichera oleosa) dan kemudian diproses di tempat industri pengolahan sirlak, industri sirlak merupakan industri dengan memiliki prospek yang bagus, seharga $ 9 juta sirlak per tahun dipakai di Amerika Serikat. 4. Insekta sebagai Musuh Alami Beberapa insekta memenuhi kebutuhan pangannya dengan cara memakan insekta lain. Insekta yang seperti ini disebut sebagai entomofagus. 223
Insekta entomofagus ini dapat berupa predator (insekta yang memakan langsung satu per satu insekta lain), maupun parasitoid (insekta yang hidup dan berkembang dalam tubuh suatu individu insekta lain). Insekta entomofagus dapat berperan sebagai pengendali terhadap hama-hama yang menyerang tanaman budidaya. Insekta entomofagus merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan populasi hama. Manusia sulit menandingi dan tidak akan sebaik insekta entomofagus dalam mengontrol insekta bahkan usaha manusia dalam pengendalian hama sampai sekarang ini telah banyak mengakibatkan berbagai dampak negatif. Dampak negatif yang biasa terjadi yaitu seperti adanya hama yang menjadi semakin kebal dan tercemarnya sungai-sungai akibat polusi dari pemakaian pestisida tidak ramah lingkungan yang digunakan untuk mengendalikan hama di tanaman budidaya. 5. Insekta sebagai Pemusnah Gulma Ada jenis-jenis insekta yang memanfaatkan tumbuhan untuk pemenuhan kebutuhan pakannya, insekta jenis ini disebut dengan insekta fitofagus. Insekta fitofagus memakan bagian dari tumbuhan, seperti: daun, ranting, batang, akar, buah, tunas, dan berbagai bagian tumbuhan lainnya. Insekta-insekta fitofagus ini dapat berperan dalam mengendalikan gulma-gulma pengganggu yang tidak dikehendaki, sehingga tidak terjadi penurunan produktivitas hasil yang kemudian dapat menyebabkan kerugian. 6. Insekta sebagai Pengurai Terdapat beberapa insekta pemakan bahan organik yang membusuk maupun sisa-sisa sekresi makhluk hidup lain yang membantu dalam mengubah zat-zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dan dikembalikan ke tanah, serta insekta tersebut berfungsi dalam menghilangkan zat-zat yang berbahaya dari lingkungan sekitar. Jenis-jenis insekta tersebut biasa dikenal dengan insekta pengurai. Peran insekta pengurai di dalam suatu ekosistem sangat penting untuk keseimbangan ekosistem tertentu. Di dalam rantai makanan, peranan pengurai sangat penting untuk pendaur ulang dari makhluk hidup yang sudah mati. Di dalam ekosistem Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan jati (Tectona grandis) peran pengurai sangat penting untuk keberlanjutan hasil produksi. Setelah pasca pemanenan kayu jati, maka akan tertinggal sisa-sisa dari kegiatan pemanenan tersebut. Sisa-sisa dari kegiataan pemanenan tersebut seharusnya terdekomposisi dengan baik untuk pemenuhan unsur hara yang kemudian dapat digunakan untuk keberlanjutan budidaya tanaman jati di periode berikutnya.
224
7. Nilai Keindahan dan Pembelajaran Insekta juga merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki daya tarik tersendiri yang unik dan tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya. Keanekaragaman yang dimiliki oleh insekta merupakan salah satu bentuk keindahan dari insekta, seperti halnya pada spesies kupu-kupu yang memiliki berbagai macam warna dan bentuk sayap maupun bagian tubuh yang bervariasi dan indah. Keindahan dari insekta juga telah digunakan dalam pembuatan polapola pakaian maupun karya-karya lain oleh manusia, khususnya bagi para seniman. Beberapa tipe seni banyak menggunakan keindahan dari jenis kupukupu, kumbang, dan ngengat ke dalam bentuk-bentuk karya tertentu. Keberadaan insekta dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik mengenai pentingnya keberadaan suatu mekhluk hidup. Pembelajaran secara moral dan etika kepada anak-anak dapat dilakukan dengan mengajarkan bagaimana respon yang tepat dalam menanggapi keberadaan insekta. Dengan mengetahui manfaat yang sangat penting pada insekta terhadap manusia dan lingkungan sekitar, maka dapat sebagai sarana pembentukan kharakter manusia yang baik dalam menghargai setiap makhluk hidup yang ada dan tidak hanya dipandang dari sisi buruknya saja. Dengan belajar memahami dan menghayati keberadaan insekta beserta makhluk hidup lainnya di dunia ini, menyebabkan seseorang dapat semakin merasakan kebesaran-Nya. 8. Nilai Ilmiah Insekta Adanya keberadaan insekta menjadikan para peneliti dapat mengetahui berbagai proses fisiologi umum, fenomena biologi genetika, dinamika populasi, evolusi, dan variasi pada hewan. Karena mempunyai siklus hidup yang pendek dan relatif mudah untuk dipelihara, maka insekta sering digunakan dalam penelitian-penelitian mengenai proses-proses ilmiah di laboratorium.
225
BAB XIII ARTHROPODA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT A. Pendahuluan Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara mikroorganisme dengan manusia. Sering terjadi, mikroorganisme yang tinggal di tubuh inang kemudian berpindah ke manusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungannya. Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia.
Gambar 1. Ilustrasi penularan penyakit melalui vector (Sumber: Fadhillah, 2016)
Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau manusia lainnya.Chandra (2006) menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik.Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan 226
seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah. Ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, yaitu: 1. Cuaca Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi. Wood tick adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia. 2. Reservoir Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus, kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada intermediate host. 3. Geografis Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat. 4. Perilaku Manusia Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropoda borne diseases. B. Jenis-jenis Vektor Penyakit Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 80% dari hewan yang telah teridentifikasi. Ada dua macam vector, yaitu vector mekanis dan vector biologis. 227
1. Vektor Mekanis Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan menularkannya kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun seluruh bagian luar tubuhnya dimana agent penyakitnya tidak mengalami perubahan bentuk maupun jumlah dalam tubuh vektor. Arthropoda yang termasuk ke dalam vektor mekanik antara lain kecoa dan lalat. 2. Vektor Biologi Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit dimana agent penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor. Vektor Biologi terbagi atas 3 berdasarkan perubahan agent dalam tubuh vektor, yaitu: a. Cyclo Propagative Cyclo propagative yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, plasmodium dalam tubuh nyamuk anopheles betina. b. Cyclo Development Cyclo development yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk namun tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, microfilaria dalam tubuh manusia. c. Propagative Propagative yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan bentuk namun terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila cheopis. C. Peran Vektor Penyakit Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases. Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu: 1. Dari orang ke orang 2. Melalui udara 3. Melalui makanan dan air 4. Melalui hewan 5. Melalui vektor arthropoda Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases. Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor 228
yang bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Arthropoda sebagai intermediate host artinya arthropoda berperan hanya sebagai tuan rumah ataupun tempat perantara agent infeksius tanpa memindahkan ataupun menularkan agent infeksius tersebut ke tubuh inang (host). Paul A. Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut: Tabel 1. Klasifikasi arthropoda borne diseases dan penyakit yang dibawa No 1.
Arthropoda Nyamuk
2.
Lalat
3.
Lalat Pasir
4. 5. 6.
Lalat Hitam Lalat tse2 Kutu
7. 8. 9.
Pinjal Sengkenit Tungau
Penyakit Bawaan Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria, Demam kuning Demam berdarah, Penyakit otak, demam haemorhagic Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam paratipus, diare, disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis, penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani, Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis Merupakan vektor dari penyakit tidur Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah, relapsing demam, parit penyakit sampar, endemic typhus Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii) penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi,
Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia. 1. Inokulasi (Inoculation) Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai inokulasi. 2. Infestasi (Infestation) Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies. 3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria. 229
4. Definitive Host dan Intermediate Host Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate. D. Contoh Penyakit yang Ditularkan Arthropoda 1. Demam Berdarah (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.
Gambar 2. Aedes aegypti yang merupakan vector penyebab demam berdarah (Sumber: Borton, 2016)
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Anthropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.
230
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Gambar 3. Gejala penyakit DBD (Sumber: Woodstream corporation, 2016)
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kirakira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes 231
aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.13 Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi 2. Malaria Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi.
Gambar 4. Anopheles stigmaticus (Sumber: Russell, 1999)
232
Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883 Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari.
Gambar 5. Gejala penyakit malaria (Sumber: Biltran, 2013)
233
Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale. Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan. 3. Penyakit Onchocerciasis Onchocerciasis, juga dikenal sebagai kebutaan sungai atau Penyakit Robles, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing parasit Onchocerca volvulus. Gejalanya antara lain gatal-gatal parah, benjolan di bawah kulit, dan kebutaan. Penyakit ini adalah penyebab terbesar kedua, setelah trakoma, atas terjadinya kebutaan akibat infeksi. Cacing parasit disebarkan oleh gigitan lalat hitam dari jenis Simulium. Biasanya infeksi muncul setelah penderita berkali-kali terkena gigitan lalat tersebut. Lalat ini hidup di dekat sungai dan ini jugalah asal usul dari nama penyakit ini. Setelah masuk ke dalam tubuh penderita, lalat akan menumbuhkan larva yang akhirnya berkembang hingga bisa mencapai kulit. Di sini, mereka bisa menginfeksi lalat hitam selanjutnya yang menggigit orang tersebut. Ada sejumlah cara untuk melakukan diagnosa, di antaranya: melakukan biopsi kulit dengan kadar garam normal lalu menunggu larva keluar, mencari larva di mata, dan mencari larva cacing dewasa pada benjolan-benjolan di bawah kulit.
234
Gambar 6. Lalat hitam yang merupakan vector bagi penyakit Onchocerciasis (Sumber: Boness, 2012)
Sekitar 17 hingga 25 juta jiwa terinfeksi kebutaan sungai, dengan sekitar 0.8 juta jiwa di antaranya menderita tingkat tertentu dari kehilangan penglihatan. Infeksi paling banyak ditemukan di Afrika Sub-Sahara, sekalipun sejumlah kasus juga dilaporkan di Yemen dan wilayah-wilayah terisolasi di Tengah dan Amerika Selatan. Di tahun 1915, dokter Rodolfo Robles pertama kali menemukan hubungan antara cacing dengan penyakit mata. Oleh World Health Organization penyakit ini dimasukkan ke dalam daftar penyakit tropikal yang terabaikan. Belum ada vaksinasi untuk melawan penyakit ini. Pencegahan dilakukan dengan cara mencegah gigitan lalat, yang bisa dilakukan dengan menggunakan penolak serangga dan pakaian yang memadai. Upaya lainnya antara lain berusaha menekan populasi lalat dengan cara menyemprotkan insektisida. Upaya untuk membasmi penyakit dengan cara mengobati keseluruhan kelompok penderita dua kali setahun sedang dilakukan secara berkelanjutan di sejumlah wilayah di seluruh dunia.
235
Gambar 7. Siklus dan penyebaran penyakit Onchocerciasis (Sumber: WHO, 2014)
Pengobatan bagi mereka yang terinfeksi penyakit ini adalah dengan memberi obat ivermectin setiap enam atau dua belas bulan sekali. Pengobatan ini bisa membunuh larva namun tidak efektif untuk cacing dewasa.Obat doksisiklin, yang membunuh bakteri terkait yang disebut sebagai Wolbachia, nampaknya bisa melemahkan cacing dan juga direkomendasikan oleh beberapa orang. Benjolan di bawah kulit juga bisa diangkat melalui pembedahan
236
4. Penyakit Tidur
Gambar 8. Lalat tsetse yang merupakan vector penyakit tidur (Sumber: Attardo, 2016)
African trypanosomiasis atau penyakit tidur adalah penyakit parasit manusia dan hewan lain. Hal ini disebabkan oleh parasit dari spesies Trypanosoma brucei. Terdapat dua jenis parasit tersebut yang menginfeksi manusia, Trypanosoma brucei gambiense (T.b.g) dan Trypanosoma brucei rhodesiense (T.b.r.). T.b.g menyebabkan lebih dari 98% kasus yang dilaporkan. Keduanya biasanya ditularkan melalui gigitan lalat tsetse yang terinfeksi dan paling umum terjadi di wilayah pedesaan. Gejala tahap pertama penyakit ini yaitu penderita mengalami demam, sakit kepala, gatal-gatal, dan nyeri sendi. Gejala ini dimulai sekitar satu hingga tiga pekan setelah penderita digigit oleh lalat tersebut. Beberapa minggu hingga beberapa bulan kemudian, tahap kedua dimulai dengan tanda-tanda kebingungan, koordinasi anggota tubuh yang lemah, mati rasa dan susah tidur. Diagnosis penyakit ini dapat diketahui lewat parasit dalam hapusan darah tepi atau dalam cairan nodus limpa. Pungsi lumbal sering kali diperlukan untuk membedakan antara tahap pertama dan kedua.
237
Gambar 9. Siklus terjadinya penyakit tidur (Sumber: CDC, 2000)
Pencegahan penyakit yang parah dilakukan lewat penyaringan populasi yang berisiko melalui tes darah untuk T.b.g. Pengobatan lebih mudah bila penyakit ini terdeteksi lebih awal dan sebelum gejala neurologis terjadi. Pengobatan tahap pertama yaitu menggunakan obat pentamidin atau suramin. Pengobatan tahap kedua menggunakan eflornitin atau kombinasi nifurtimoks dan eflornitin untuk T.b.g. Meskipun melarsoprol manjur untuk kedua tahap tersebut, biasanya hanya digunakan untuk T.b.r. karena adanya efek samping yang serius. Penyakit ini terjadi secara rutin di sejumlah wilayah Afrika Sub-Sahara, dengan populasi yang berisiko terjangkit sekitar 70 juta orang di 36 negara. Sejak tahun 2010, penyakit ini menyebabkan sekitar 9.000 kematian, lebih rendah dari tahun 1990 yaitu sebanyak 34.000 kematian. Saat ini, kira-kira 30.000 orang terinfeksi, dengan 7000 kasus infeksi baru pada tahun 2012. Lebih dari 80% kasus 238
tersebut terjadi di negara Republik Demokratik Kongo. Tiga peristiwa wabah terbesar telah terjadi dalam sejarah: satu kasus mulai tahun 1896 sampai 1906 terjadi terutama di Uganda dan Lembah Kongo serta dua kasus pada tahun 1920 dan 1970 di beberapa negara di Afrika. Hewan lain, seperti sapi, dapat membawa penyakit dan terkena infeksi. E. Pengendalian Vektor Penyakit Pembasmian dalam pengendalian vektor tidak mungkin dapat dilakukan sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi ke suatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia, tetapi seharusnya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting didasarkan prinsip dan konsep yang benar (Nurmaini, 2001). Beberapa prinsip dalam pengendalian arthropoda secara khusus antara lain: 1. Pengendalian lingkungan Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya dapat bersifat permanen. Contohnya membersihkan tempat-tempat hidup arthropoda. 2. Pengendalian kimia Pada pendekatan ini dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida, seperti golongan organoklorin, golongan organofosfat dan golonagn karbamat, tetapi penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan. 3. Pengendalian biologi Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan. 4. Pengendalian genetik Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, diantaranya teknik steril, cytoplasmic incompatibility, dan choromosomal translocation. Selain pengendalian terhadap arthropoda, perlu juga dilakukan pengendalian terhadap tikus yang berperan sebagai pembawa vektor seperti pinjal, kutu, caplak dan tungau. Berikut adalah pengendalian terhadap tikus. 1. Penangkapan tikus dengan perangkap Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari dilakukan pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi. Perangkap di dalam bangunan rumah (core) diletakan dilantai pada lokasi dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, perangkap di lingkungan terbuka perangkap diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam semak-semak, sekitar Tempat Pembuangan Sampah (TPS), dan tumpukan barang bekas. Untuk setiap 239
ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap (Depkes RI, 2011). 2. Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan beracun Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan umpan beracun. Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan beracun atau perangkap berumpan racun mempunyai efek sementara, racun perut (rodentisia campuran, antikoagulan kronik) adalah umpan beracun yang hanya dianjurkan digunakan didaerah atau tempat yang tidak dapat dicapai oleh hewan domestik dan anak-anak. Pengendalian tikus dengan umpan beracun sebaiknya sebagai pilihan terakhir. Bila tidak teliti cara pengendalian ini sering menimbulkan bau yang tidak sedap akibat bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu racun tikus juga sangat berbahaya bagi manusia hewan/binatang lainnya. Ada dua macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu racun akut dan kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal, karena jika tidak, maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang beracun sejenis, sedangkan apabila racun diberikan dalam dosis letal maka tikus akan mati dalam setengah jam kemudian Dewasa ini perkembangan teknologi pengendalian vektor penyakit semakin berkembang. Nurhayati (2006) dalam artikel ilmiahnya melaporkan tentang prospek teknik nuklir bagi pemberantasan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Teknik nuklir sangat bermanfaat dalam pengendalian vektor penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Teknik Serangga Mandul (TSM) menggunakan cara irradiasi nyamuk menggunakan radiasi gamma pada stadium pupa dengan dosis antara 65-70 Gy. Teknik pengendalian ini sangat spesifik, ramah lingkungan, tidak menimbulkan resistensi dan hanya berpengaruh pada spesies target saja. Hal ini sangat berlainan dengan pemberantasan vektor cara konvensional menggunakan pestisida yang akan berefek terhadap pencemaran lingkungan, timbulnya resistensi terhadap pestisida tertentu dan matinya hewan non target. TSM merupakan teknik pilihan yang sangat efektif dan efisien baik secara tersendiri maupun terintegrasi dengan teknik lain dan dalam pelaksanaannya TSM akan lebih baik bila dikombinasikan dengan pengendalian lain dalam sistem pengendalian vektor secara terpadu. Selain perkembangan tersebut Innovative Vector Control Consortium (IVCC) juga telah menciptakan inovasi baru untuk mengendalikan vector-borne diseases, terutama bagi negara-negara berkembang dengan aksesibilitas yang kurang terhadap media pengendalian vektor. Diciptakan formulasi baru untuk insekstisida dan peralatan pengendalian vektor yang dapat diterapkan untuk mencegah semua indoor vector-borne diseases
240
BAB XIV ARTHROPODA SEBAGAI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) A. Pendahuluan Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Berdasarkan pengalaman, masih adanya permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional. Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan pestisida sintetis terutama untuk hama dan penyakit yang sulit dikendalikan, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus dan patogen tular tanah (soil borne pathogens). Untuk mengendalikan penyakit ini petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini dilakukan petani karena modal yang telah dikeluarkan cukup besar sehingga petani tidak berani menanggung resiko kegagalan usaha taninya. Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah disatu sisi cara mengatasi masalah OPT dengan pestisida sintetis dapat menekan kehilangan hasil akibat OPT, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di sisi lain, tanpa pestisida kimia sintetis akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi. Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis (resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami) serta mengakibatkan peningkatan residu pada hasil. Terdapat kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan peningkatan takaran pestisida. Oleh karena itu perhatian pada alternatif 241
pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis. Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan pembangunan pertanian secara hayati karena pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali hayati dan prosesproses alami. Aplikasi pengendalian hayati harus kompatibel dengan peraturan (karantina), pengendalian dengan jenis tahan, pemakaian pestisida dan lain-lain. Berbagai kendala yang menyangkut komponen hayati antara lain adalah adanya kesan bahwa cara pengendalian hayati lambat kurang diminati. Oleh karena itu terasa pentingnya suatu komitmen untuk menentukan suatu gerak terpadu melalui konsep pengendalian hayati yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam pemanfaatannya. B. Arthropoda sebagai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, menggangu kehidupan atau menyebabkan kematian pada tumbuhan. Organisme penganggu tanaman merupakan faktor pembatas produksi tanaman baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Masih banyak permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional. Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Namun yang akan dibahas kali ini adalah arthropoda. Sebagian besar hama tanaman yang kita kenal merupakan anggota filum Arthropoda. Filum ini mempunyai ciri yang sangat khas yaitu tubuh terbagi 242
menjadi 2 atau 3 bagian, tubuh dan kaki beruas-ruas, alat tambahan beruas-ruas dan berpasangan dan dinding tubuh bagian luar berupa skeleton yang secara periodik dilepas dan diperbaiki/diganti. Anggota filum Arthropoda yang berperan sebagai hama berasal dari Kelas Acharina dan Insecta (serangga). 1. Kelas Arachnida Anggota kelas Arachnida ada yang berperan sebagai hama tanaman, dan adapula yang berperan sebagai predator hama tanaman. Salah satu contoh jenis yang berperan sebagai hama tanaman adalah tungau merah Tetranichus bimaculatus yang menyerang tanaman ketela pohon terutama pada musim kemarau. Gejala yang ditimbulkannya berupa bercak-bercak kekuningan, karena cairan sel daun diisapnya.
Gambar 1. Hama tungau merah (Tetranychus bimaculatus) akan menyerang tanaman di kebun budidaya ketela pohon pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun tersebut. (Sumber: www.singkonggajah.com, 2017)
Daun ini akhirnya kering dan rontok. Contoh yang berperan sebagai predator adalah laba-laba. Ciri khas Arachnida adalah: kaki empat pasang yang terdiri atas tujuh ruas, yaitu coxa, trochanter, patela, femur, tibia, metatarsus dan tarsus, tubuh terbagi menjadi dua bagian, yaitu gabungan kepala dan dada (cephalothorax) serta abdomen, tidak bersayap dan memiliki alat tambahan berupa sepasang pedipalpus. 243
2. Kelas Insecta atau Hexapoda Anggota kelas insecta disebut juga hexapoda karena memiliki 6 kaki. Anggota kelas ini menempati peringkat paling atas dalam hal peranannya sebagai hama tanaman. Ciri khas kelas insecta menurut adalah: tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen), mempunyai 3 pasang kaki yang terdiri atas 6 ruas, yaitu coxa, trochanter, femur, tibia, metatarsus dan tarsus, sayap satu pasang atau dua pasang dan adapula yang tidak bersayap dan mempunyai satu pasang antena. Beberapa jenis ordo dari kelas insecta atau hexapoda yang menjadi hama penting adalah sebagai berikut: a. Ordo Orthoptera Orthoptera berasal dari kata orthos yang berarti lurus dan pteron artinya sayap. Golongan serangga ini pada waktu istirahat berperilaku khas, yaitu sayap belakangnya dilipat lurus di bawah sayap depan. Alat mulut nimfa dan imagonya penggigit-pengunyah. Perkembangan hidup hama ini termasuk tipe paurometabola (telur-nimfa-imago). Nimfa dan imago hidup pada habitat yang sama. Stadium nimfa dan imago bersifat merusak tanaman. Beberapa jenis serangga hama yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera adalah: Belalang kayu (Valanga nigricornis Burn.), Belalang kembara (Locusta migratoria manilensis Mayen), Belalang pedang (Sexava spp.), Belalang china atau belalang berantena pendek (Oxya chinensis), Gangsir (Brachytrypus portentosus Linch), Jengkerik (Gryllus mitratus Burn.) dan (Gryllus bimaculatus De G.) dan Anjing tanah (Gryllotalpa africana Pal.). b. Ordo Hemiptera Hemi berarti setengah dan pteron artinya sayap. Golongan serangga yang termasuk ordo Hemiptera ini mempunyai sayap depan yang mengalami modifikasi sebagai hemelitron, yaitu setengah bagian di daerah pangkal menebal, sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput, dan sayap belakangnya mirip selaput tipis (membran). Tipe perkembangan hidup ordo Hemiptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut, baik nimfa maupun imago pencucuk-pengisap, dan keduanya hidup dalam habitat yang sama. Stadium serangga yang merusak tanaman adalah nimfa dan imago. Jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, antara lain: Hama pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii), Kepik buah lada (Dasynus piperis), Kepik hijau (Nezara viridula), Walang sangit (Leptocorixa acuta) (= Leptocorisa oratorius) dan Kepik hijau Rhynchocoris poseidon Kirk.
244
Gambar 2. Hama pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii) (Sumber: PT. Trida Kimia Sakti, 2015)
c. Ordo Homoptera Homo artinya sama dan pteron berarti sayap. Serangga golongan ini mempunyai sayap depan berstruktur sama, yaitu seperti selaput (membran). Sebagian dari serangga ordo Homoptera ini mempunyai dua bentuk, yaitu serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya, kutu daun Aphis sp. sejak menetas sampai dewasa tidak bersayap. Tetapi bila populasinya tinggi sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk memudahkan pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tipe perkembangan hidup ordo Homoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Kutu daun bersifat partenogenetik, yaitu embrio berkembang di dalam imago betina tanpa pembuahan terlebih dahulu. Jenis serangga dari ordo Homoptera ini antara lain: Wereng hijau (Nephotettix apicalis), Wereng cokelat (Nilaparvata lugens), Kutu loncat (Heteropsylla sp.) dan Kutu dompolan (Pseudococcus citri Risso) d. Ordo Lepidoptera
Gambar 3. Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker) (Sumber: Heru, 2016)
245
Lepidos berarti sisik dan pteron artinya sayap. Kedua pasang sayap ordo Lepidoptera mirip membran yang penuh denagn sisik. Sisik-sisik ini sebenarnya merupakan modifikasi dari rambut biasa. Bila sisik tersebut dipegang akan mudah menempel pada tangan. Serangga dewasa dibedakan atas dua macam, yaitu kupukupu dan ngengat. Kupu-kupu aktif pada siang hari, sedangkan ngengat aktif pada malam hari. Perkembangbiakan serangga ordo Lepidoptera adalah holometabola (telur-larva/ulat-pupa/kepompong-imago). Alat mulut larva tipe penggigit-pengunyah, sedangkan alat mulut imagonya bertipe pengisap. Srtadium serangga yang sering merusak tanaman adalah larva, sedangkan imagonya hanya mengisap nektar (madu) dari bunga-bungaan. Jenis serangga hama yang termasuk ordo Lepidoptera, antara lain: Ulat daun kubis (Plutella xylostella), Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee), Ulat penggulung daun melintang pada teh (Catoptilia theivora Wls), Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker) dan lain-lain. e. Ordo Coleoptera
Gambar 4. Buah kopi yang terserang penggerek buah kopi, biji kopi yang terserang penggerek kopi dan hama penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei) (Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI, 2016)
Coleoptera berasal dari kata coleos atau seludang dan pteron atau sayap. Serangga dari ordo Coleoptera ini memiliki sayap depan yang mengalami modifikasi, yaitu mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau seludang ini berfungsi untuk menutupi sayap belakang dan bagian tubuhnya. Sayap depan yang bersifat demikian disebut elitron, sedangkan sayap belakang strukturnya tipis seperti selaput. Pada saat terbang kedua sayap depan tidak berfungsi, namun pada waktu istirahat sayap belakang dilipat di bawah sayap depan. Perkembangbiakan hidup serangga ordo Coleoptera adalah holometabola (telurlarva-pupa-iamgo). Tipe alat mulut larva dan imago memiliki struktur yang sama, yaitu penggigit-pengunyah. Coleoptera adalah ordo serangga yang paling besar di antara ordo-ordo serangga hama. Oleh karena itu, ordo serangga ini banyak bentuknya. Sifat hidup serangga ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak tanaman, namun adapula yang bersifat predator. Serangga ordo Coleoptera yang berperan sebagai hama/perusak tanaman, antara lain Kumbang kelapa atau 246
kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L.), Penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei), Penggerek batang cengkeh (Nothopeus fasciatipennis Wat.) f. Ordo Diptera
Gambar 5. Lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon) (Sumber: Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2014)
Di artinya dua dan pteron berarti sayap. Diptera artinya serangga yang hanya mempunyai sepasang sayap depan sebab sepasang sayap belakangnya telah berubah bentuk menjadi bulatan (halter). Sayap ini berfungsi sebagi alat keseimbangan pada saat terbang, alat untuk mengetahui arah angin, dan juga alat pendengaran. Stadium larva Diptera disebut tempayak atau belatung atau set. Larva tidak mempunyai kaki, dan hidupnya menyukai tempat-tempat yang lembab dan basah. Perkembangan hidup ordo Diptera adalah holometabola (telur-larva-pupa-imago). Tipe alat mulut larva penggigit-pengunyah, sedang 247
imagonya memiliki tipe alat mulut penjilat-pengisap. Jenis serangga ordo Diptera yang sering merusak tanaman antara lain adalah: Lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon), Lalat buah (Bactrocera spp.), Lalat penggerek batang padi (Atherigona exigua). g. Ordo Thysanoptera Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga Thysanoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut nimfa dan imago pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat merusak daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang menjadi keriting atau salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah bentuk atau gugur, sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-bercak atau gugur. Jenis serangga dari ordo Thysanoptera yang sering merusak tanaman antara lain: Thrips hitam pada tanaman jagung (Heliothrips striatoptera Kob), Thrips pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will) dan Thrips bawang (Thrips tabaci Lind). Serangga dan tanaman inang mempunyai hubungan yang erat sekali, karena serangga membutuhkan tempat berlindung, kawin, meletakkan telur dan nutrisi yang dapat diperolehnya dari tanaman. Kecenderungan serangga hama dalam memilih tanaman sebagai inang sangat ditentukan oleh sifat-sifat yang terkandung dalam tanaman tersebut. Apabila tanaman memiliki sifat-sifat yang disukai oleh serangga hama, maka ada kecenderungan bahwa tanaman mengalami kerusakan yang lebih berat. Hama merusak tanaman secara langsung, yaitu menyerang bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah atau tanaman seluruhnya. Pengertiannya adalah bahwa ada jenis hama yang menyerang satu bagian tanaman, atau menyerang bagian tanaman tertentu, namun mengakibatkan tanaman tidak dapat dipanen. Sebagai contoh adalah hama penggerek batang padi kuning Tryporyza incertulas yang menyerang titik tumbuh tanaman padi. Akibatnya akan timbul gejala mati pucuk (dead heart) atau sundep pada tanaman padi pada fase pertumbuhan vegetatif. Pada fase generatif, hama ini menimbulkan gejala beluk, yaitu bulir-bulir tanaman padi yang terserang akan tegak, kosong dan berwarna keabu-abuan. Tanaman padi yang terserang hama tersebut tidak akan pernah diharapkan hasilnya. Tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hama dalam cara menyerangnya. Beberapa jenis hama hanya menyerang sasaran utama bagian daun atau batang, dahan, akar, ubi, bunga, buah, dan biji, namun ada pula hama yang menyerang lebih dari satu bagian tanaman.
248
C. Pengendalian Arthropoda sebagai OPT Macam pengendalian organisme pengganggu tanaman berapa teknik pengendaliannya antara lain: 1. Pengendalian Secara Kultur Teknik Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak kerusakan tanaman. Beberapa contoh dari pengendalian OPT secara kultur teknis: a. Menggunakan varietas domestik yang tahan: karakteristik dari varietas domestik adalah memiliki ketahanan yang lebih baik karena cocok terhadap lingkungannya. b. Rotasi Tanaman: pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis tanaman tersebut bukan merupakan inang hama yang menyerang tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim berikutnya populasi hama yang sudah meningkat pada musim sebelumnya dapat ditekan pada musim berikutnya. Rotasi tanaman paling efektif untuk mengendalikan hama yang memiliki kisaran makanan sempit dan kemampuan migrasi terbatas terutama pada fase yang aktif makan. c. Menghilangkan tanaman yang rusak. Tanamn yang terkena serangan hama maupun patogen sebaiknya dibersihkan dari kawasan budidaya. d. Pengolahan Tanah: pengerjaan tanah dapat dimanfaatkan untuk pengendalian instar hama yang berada dalam tanah. Misal: 1) Pengolahan tanah sangat efektif untuk membunuh telur belalang kembara (Locusta migratoria) yang selalu diletakan di dalam tanah. 2) Hama akar seperti lundi (Holotricia helleri) mempunyai fase larva dan pupa di dalam tanah, sehingga pengolahan tanah dapat mengangkat pupa dan memutus siklus perkembangannya. e. Tumpang Sari dan variasi penanamn serta pemanenan: tumpang sari dapat mengendalikan suatu opt akibat keberadaan tanaman yang bukan inangnya. Sedangkan variasi waktu panen akan memutuskan siklus hidup hama. Misalnya: 1) Panen dilakukan secara bertahap dari satu lajur atau setrip ke lajur yang lain pada hari berikutnya. Diharapkan populasi hama tidak keluar dari petak hamparan tetapi pindah dari bagian yang telah dipanen ke bagian pertanaman yang lebih muda dan belum dipanen. 249
2) Tumpang sari antara kentang dan bawang daun, tagetes ataupun lobak relatif dapat menekan populasi hama penting tanaman kentang. f. Pemangkasan dan Penjarangan: kegiatan pemangkasan terkait dengan kebersihan tanaman. Sedangkan penjarangan terkait dengan jarak tanam optimum suatu tanaman. 1) Pemangkasan pada beberapa tanaman terutama bagian yang terkena infeksi sehingga tidak menyebar ke bagian tanaman yang lain. 2) Penjarangan tanaman dapat meningkatkan produktifitas. Jarak tanam dapat pula mempengaruhi populasi hama. Pada tanaman padi, jarak yang terlalu dekat menguntungkan perkembangan dan kehidupan wereng coklat. g. Pemupukan: tindakan pemupukan juga dapat mempengaruhi keberadaan OPT. beberapa pengeruh pemupukan terhadap serangan OPT antara lain: 1) Optimalisasi pemupukan N dapat mengurangi serangan OPT karena pemupukan N yang berlebihan akan menjadikan tanaman sukulen dan mudah terserang OPT. 2) Pemberian pupuk mikro dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT. 2. Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods) Merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang berupa parasitoid, predator dan patogen dikenal sebagai fator pengatur dan pengendali populasi serangga yang efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi inang atau mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara numerik (respon numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan secara fungsional (respon fungsional) dengan meningkatkan daya makan per musuh alami. Beberapa tindakan antara lain: a. pengendalian hayati dengan parasitoid dan predator. b. Introduksi, perbanyakan dan penyebaran musuh alami. c. perlindungan dan dorongan musuh alami. 3. Pengendalian Secara Mekanis dan Fisik. Mengendalikan menggunakan tindakan-tindakan antara lain Mematikan hama, Mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal dengan cara nonpestisida, mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan OPT. Beberapa tindakan tersebut yaitu: a. Penghancuran dengan tangan. Cara ini dailkukan dengan mencari adanya hama dan selanjutnya dilakukan pemusnahan. Fase hidup hama yang 250
b.
c. d.
e.
f.
dikumpulkan dan dibunuh adalah yang mudah dtemukan seperti telur dan larva. Atau dapat pula mengumpulkan bagian tanaman yang terserang hama. Menutup dengan jaring atau paranet. Dapat dilakukan untuk mencegah masuknya atau mengganggunya ngengat yang akan berkembang biak pada tanaman. Perangkap. Menggunakan alat perangkap yang disesuaikan berdasarkan jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap. Perlakuan panas. Faktor suhu dapat mempengaruhi penyebaran, frekuenditas, kecepatan perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama. Setiap perubahan faktor fisik mempengaruhi berbagai parameter kehidupan tersebut. Penggunaan lampu perangkap. Dipengaruhi oleh adanya daya tarik serangga terhadap cahaya lampu fungsi utama lampu ini hanya menarik perhatrian serangga yang selanjutnya ketika sudah terkumpul dapat dikendalikan dengan ditangkap. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik ada tiga metode pengendalian menggunakan suara. Penggunaan intensitas suara yangs angat tinggi sehingga dapat merusak serangga, Penggunaan suara lemah guna mengusir serangga, dan Merekam dan memperdengarkan suara yang diproduksikan serangga guna mengganggu parilaku serangga sasaran.
4. Pengendalian Secara Kimiawi Pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang biasanya dilakukan sebagai alternatif terakhir. Karena kebanyakan masing menggunakan bahan kimia sintetik yang membahayakan. Akan tetapi pada dasarnya penggunaan bahan kimia untuk pengendalian OPT tidak serta merta membasmi keseluruhan opt dengan membunuhnya. Bahan kimia yang banyak dikenal untuk melakukan pemberantasan hama adalah pestisida. Di bidang pertanian penggunhaan pestisida mampu menekan kehilangan hasil tanaman akibat serangan hama dan penyakit yang memungkinkan peningkatan produksi pertanian dapat dicapai. 5. Pengendalian Secara Genetik Pengendalian ini lebih ditujukan terhadap usaha-usaha rekayasa genetik untuk menciptakan tanaman yang tahan terhadap serangan OPT tertentu ataupun dengan memanipulasi genetik OPT sehingga opt tersebut tidak dapat berkembang biak. Beberapa tindakan yang termasuk kedalam pembahasan bab ini adalah: a. Penggunaan varietas tahan. Merupakan pengendalian paling efektif, murah dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Varietas tahan diperoleh melalui serangkaian penelitian dengan memecahkan kelemahan dari hama tertentu. Teknik pengembangan tanaman tahan hama sengaja memanfaatkan proses 251
pembentukan sifat ketahanan dan perlawanan tanaman terhadap serangan serangga herbivora yang terjadi secara koevolusioner di alam. Beberapa contoh pengendalian ini adalah: 1) Penggunaan Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW) terbukti mampu mengendalikan haam wereng coklat padi di Indonesia. 2) Salah satu varietas jagung yang mengandung 2,4-hydroxy-7-methoxy-2H-1,4benxoaxazin-3(4H)-one (DIMBOA) pada jagung untuk memperoleh ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia (Untung, 2006). b. Pengendalian Dengan Serangga Mandul. Disebut juga teknik otosidal merupakan teknik pengendalian hama dengan pemandulan serangga jantan, serangga betina atau keduanya. Serangga mandul sudah mulai banyak diupayakan katrena efektifitasnya mengurangi populasi serangga tersebut. Misalnya dengan melepas jantan atau betina mandul, maka ketika terjadi perkawinan, tidak lah terbentuk keturunan dan dalam jangka waktu tertentu akan sangat mengurangi populasi hama tersebut. Beberapa contoh pengendalian dengan pemandulan hama: 1) Teknik pelepasan jantan mandul secara besar-besaran pernah dilakukan di Florida, Puerto Rico dan Amerika Selatan untuk pengendalian “screwworm” Cochliomyia hominivorax yaitu lalat ayang menyerang ternak. 2) Dapat pula dipadukan dengan teknik pengendalian hayati, yaitu pelepasan telur Habrobracon hebetor lebih efektif mengendalikan hama Ephestia cautella bila jenis jantan dimandulkan terlebih dahulu. 6. Pengendalian Menggunakan Regulasi Atau Tata Peraturan. Salah satu alternatif pengendalian OPT adalah dengan menggunakan peraturan yang telah diterapkan pemerintah setempat. Peraturan-peraturan yang telah dibuat pada dasarnya ditujukan untuk mempersempit penyebaran OPT ke daeerah lain maupun mengatur tindakan-tindakan yang sekiranya dapat menimbulkan adanya serangan OPT. Beberapa tindkan pengendalian menggubnakan regulasi diantaranya: a. Karantina Tanaman Dan Binatang. Dengan adanya tata aturan mengenai karantina yaitu suatu tindakan isolasi terhadap suatu barang dalam hal ini adalah tanaman dan binatang sebelum di manfaatkan secara luas di suatu wilayah, maka penyebaran OPT yang dapat disebabkan dari luar daerah dapat dihindari. Dasar hukum pelaksanaan karantina adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Beberapa contoh pengaruh karantina terhadap pencegahan penyebaran adalah: 1) Pemberian kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) seprti OPTK golongan 1 kategori A1 yaitu Corynebacterium 252
flaccumfaciens, bakteri yang menyerang benih kedelai yang masih beredar di USA. 2) Klasifikasi OPTP (Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting) misalnya pada kasus OPTP penting adalah penyakit rebah kecambah (Phytium sp.),penyakit Tilletia caries pada gandung yang sering terbawa oleh benih. b. Program Pemberantasan dan Penekanan. Bebrapa tindakan pemberantasan dan penekanan terhadap perkembangan OPT telah dilakukan antara lain: 1) Mengganti tanaman Kopi Arabika yang notabene lebih enak akan tetapi mudah terserang Hemilia vastatrix dengan Kopi robusta. 2) Pemusnahan dengan membakar, menghancurkan maupun mengubur OPT maupun bagian yang terserang untuk menghindari penyebaran.
253
Abdomen Allopatric
Anatomi Annelida Apolysis Arachnida Arthropoda Biramous Cephalotorax Chelicerae Chelicerata Chilopoda Cirri Crustacea
Diplopoda Dorsal Ekdisis Eksoskeleton Embrio Endocuticle Entomologi Epicuticle Epipodites
GLOSARIUM bagian perut evolusi pada hambatan reproduksi dalam populasi yang akan dicegah oleh penghalang geografis dari pertukaran gen ilmu yang mempelajari struktur tubuh tumbuhan, hewan, dan manusia kelompok hewan dengan bentuk tubuh seperti susunan cincin, gelang-gelang atau ruas-ruas proses kutikula memisahkan diri dari epidermis pada saat molting kelas hewan invertebrata Arthropoda dalam subfilum Chelicerata, seperti laba-laba hewan berbuku-buku dua unit apikal yang menempel pada unit basal tunggal kepala yang menyatu dengan dada pelengkap kelat yang digunakan untuk mengolah makanan subfilum dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum arthropoda kelabang pelengkap dada yang dimodifikasi untuk makan suatu kelompok besar dari artropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum yang mencakup hewanhewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang kaki seribu Punggung pengelupasan kulit keras yang tersusun dari zat kitin rganisme pada tahap awal perkembangan yang tidak dapat bertahan hidup sendiri bagian dalam dari procuticle cabang ilmu dalam biologi yang mempelajari segala sesuatu tentang serangga lapisan luar pada eksoskeleton arthropoda berupa protein yang tipis struktur membran yang melekat pada coxa dari tiga maxilliped 254
Evolusi
Exocuticle Forcipules Fotoreseptor Geologi Haemocoel Hama Holoblastic Holtikultura Homeotik Homolog Hyphopharynx Insekta
Invertebrata Kitin
Komparatif Kutikula Labium Labrum Lamella Larva Mandible Mandibulata Maxilla
proses perubahan secara berangsur-angsur (bertingkat) dimana sesuatu berubah menjadi bentuk lain (yang biasanya) menjadi lebih kompleks/ rumit ataupun berubah menjadi bentuk yang lebih baik bagian luar dari procuticle cakar beracun pada lipan reseptor yang lebih maju dalam bentuk mata ilmu yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya rongga tubuh yang berisi darah hewan yang mengganggu atau merusak tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangannya terganggu belahan dada spiral pada embrio arthropoda membudidayakan tanaman di kebun gen yang mengatur pola pelengkap pada arthropoda memiliki asal evolusi yang sama struktur agak bulat, timbul dari dasar labium suatu kelas dari arthropoda yang memiliki tubuh terbagi atas bagian kepala, dada, dan perut, serta dadanya memiliki tiga pasang kaki jalan dan biasanya ada 1-2 pasang sayap, kemudian daur hidupnya mengalami metamorphosis hewan tidak bertulang belakang polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun eksoskleton dari artropoda (serangga, laba-laba, crustacea, dan hewan-hewan lain sejenis) suatu hal yang bersifat dapat diperbandingkan dengan suatu hal lainnya lapisan pelindung suatu struktur tunggal yang terbentuk dari dua maxilla sekunder yang menyatu bagian yang paling depan dari mulut dan terletak di garis tengah plat tipis yang biasanya berjumlah banyak yang saling berdekatan, pada hewan bentuk muda (juvenile) hewan yang perkembangannya melalui metamorfosis, seperti pada serangga pelengkap terbesar dari alat pengunyah pada serangga hewan yang memiliki tipe mulut pengunyah pelengkap pada alat pengunyah makanan yang berfungsi untuk memotong makanan 255
Meroblastic Mesosoma Metasoma Molting
Monofiletik Motilitas Multiseluler Myriapoda
Nefridia Nimfa
Ocelli Ommatidia Onychopora Opisthosoma Otosidal Ovipositor Paleontologi
Paleozoic
Parasitoid
Pedipalpus
Permian
belahan dada dangkal pada embrio arthropoda bagian rongga dada dan daerah perut perut yang kurang abdominal segmen dalam petiole suatu proses pergantian kulit yang kompleks dan dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh arthropoda kelompok organisme yang memiliki nenek moyang bersama kemampuan untuk bergerak terdiri dari banyak sel kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum arthropoda seperti keluwing dan kelabang organ ekskresi yang berupa saluran-saluran hewan muda yang mirip dengan hewan dewasa tetapi berukuran lebih kecil dengan perbandingan tubuh yang berbeda mata sederhana pada arthropoda mata majemuk pada arthropoda cacing beludru tubuh bagian posterior, sama dengan abdomen teknik pengendalian hama dengan pemandulan serangga jantan, serangga betina atau keduanya organ yang menimpan telur disiplin ilmu yang mempelajari mengenai sejarah kehidupan di bumi dan tanaman serta hewan purba berdasarkan fosil yang ditemukan di bebatuan era pertama dari tiga era pada Fanerozoikum yang rlangsung pada kurang lebih 542 sampai 251 juta tahun yang lalu, dan dibagi menjadi enam periode, berturutturut dari yang paling tua: Kambrium, Ordovisium, Silur, Devon, Karbon, dan Perm organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya dengan bergantung pada atas di organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh (dan sering mengambil makanan) dalam proses itu Sepasang kaki tambahan kedua yang terletak pada bagian cephalothorax laba-laba yang digunakan untuk mengarahkan mangsa ke dalam mulutnya periode dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara 299,0 ± 0,8 hingga 251,0 ± 0,4 juta tahun yang lalu 256
Pleurobranchs Podobranchs Polifiletik Prakambrium
Predator Proboscis Procuticle Pygidia Respirasi
Segmen Setae Simetris bilateral
Simpatrik
Stigma
Tagma Tarsus
Thorax Tibia Trakea Trilobita
5 pasang insang melengkung terpasang di ruang insang pada margin luar cephalothorax salah satu sepasang insang kecil yang melekat pada coxa dari maxilliped yang kedua berbagai organisme tanpa nenek moyang yang sama periodenya dimulai dari pembentukan Bumi sekitar 4500 juta tahun yang lalu hingga evolusi hewan makroskopik bercangkang keras hewan pemangsa belalai tubular pada laba-laba laut lapisan dalam pada eksoskeleton arthropoda yang berupa kitin protein yang tebal struktur ekor atau badan daerah terminal berbagai invertebrata proses pernafasan yang menghirup / menghisap oksigen dari udara dan mengeluarkan / melepaskan karbondioksida ke udara pembagian tubuh menjadi beberapa bagian pelengkap yang dimodifikasi menjadi filter menggambarakan hewan yang tubuhnya tersusun bersebelahan dengan bagian lainnya dimana jika diambil garis memotong lewat mulut dan anus hewan simetri bilateral akan didapatkan bagian yang sama antara sisi kiri dan kanan suatu proses ketika spesies baru berevolusi dari satu spesies nenek moyang yang tinggal di wilayah yang sama. Dalam bidang biologi evolusioner dan biogeografi jalan keluar masuknya udara dari dan ke dalam sistem trakea, terdapat di kerangka luar (eksoskeleton), berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, terletak berpasangan pada setiap segmen tubuh, dan merupakan tempat bermuaranya pembuluh trakea organisasi segmen-segmen ke dalam bagian-bagian tubuh segugus tujuh tulang bersendi pada setiap kaki yang terletak di antara hujung bawah tibia dan fibula tungkai bawah dengan metatarsus bagian dada tulang kering saluran udara pada insekta salah satu kelompok arthropoda purba 257
Triploblastik
Tubular Tubulus Malphigi
Ultrastruktur Uniramia Uniramous Vektor Ventral Vestigial
hewan yang mempunyai 3 lapisan lembaga, yaitu ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah) dan endoderm (lapisan dalam) bagian tubuh berbentuk tabung organ saluran yang salah satu ujungnya buntu, sedangkan ujung lainnya membuka ke arah usus terletak di antara usus tengah dan rektumtersebar di rongga tubuh yang penuh cairan (hemosol) dan jumlahnya bervariasi ditemukan pada insekta struktur yang dapat tampak dengan menggunakan mikroskop elektron salah satu subfilum pada filum arthropoda segmen apikal tunggal menempel pada segmen basal tunggal arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia bagian tubuh tampak depan pada arthropoda adalah struktur / organ mahluk hidup yang fungsi awalnya menjadi hilang atau berkurang sejalan dengan evolusi
258
DAFTAR PUSTAKA Adis, J. (1997): Terrstrial Invertebrates: Survival Strategies, Group Spectrum, Dominance and Activity Patterns. – In: Junk, W. (ed.): The Central Amazon Floodplain. Ecology of a Pulsing System. – Ecological Studies 126. – Springer, Berlin: 299–317. Anderson, 1973. Inter- and Intraspecific Variation in Gypidulid Brachiopods. Evolution. Araújo A, Jansen AM, Reinhard K, Ferreira LF. 2009. Paleoparasitology of Chagas Disease: A review. Memórias do Instituto Oswaldo Cruz 104:9-16 Ayala, F. J. 1969: Experimental Invalidation of the Principle of Competitive Exclusion. Nature 224, 1076-1079. Ayala, F. J. 1972: Competition Between Species. Amer. Scientist 60, 348-357. Ballard, J. W. O. et al. 1992. Evidence from 12S Ribosomal RNA Sequences that Onychophorans are Modified Arthropods. Science 258:1345-1348. Balvín O, Munclinger P, Kratochvíl L, Vilímová J. 2012. Mitochondrial DNA and Morphology Show Independent Evolutionary Histories of Bedbug Cimex lectularius (Heteroptera: Cimicidae) on Bats and Humans. Parasitology Research 111:457-469 Belles X. 1997. Los Insectos y el Hombre Prehistórico. Boletn de la Sociedad Entomológica Aragonesa 20:319-325 Bergholz, N. G. R., J. Adis & S. I. Golovatch (2004): New Records Oo The Millipede Myrmecodesmus hastatus (Schubart, 1945) in Amazonia of Brazil (Diplopoda: Polydesmida: Pyrgodesmidae). – Amazoniana 18(1/2): 157–161. Borror. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, edisi VI. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Brezinski, D. K., 1991, Permian trilobites from the San Andres Formation, New Mexico,and their relationship to species from the Kaibab Formation of Arizona: Journal of Paleontology, v. 65, p. 480-484. Brotowidjoyo, M. D. 1990. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga Brown, W. L. & Wilson, E. O. 1956. Character Displacement. Syst. Zool. 5, 49-64. Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta Chapman, R.F. 1983. The insect’s Structure and Function. Hodder and Stoughton. London Chopard L. 1928. Sur Une Gravure D’insecte de l’epoque Magdalénienne. Comptes Rendus de la Societé de Biogeographie 5:64-67 Congreve C. R., 2013. Cladal Turnover; The End-Ordovician as AaLarge-Scale Analogue of Species Turnover. Palaeontology, 56 (6), 1285-1296. Coy, R., Greenslade, P. and Rounsevell, D. 1993. A Survey of Invertebrates in Tasmanian Rainforest. Tasmanian NRCP Report No. 9. Hobart: Parks and Wildlife Service, Tasmania, and Department of Arts, Sport, the Environment and Territories, Canberra; 104 pp. Daly, H.V., J.T. Doyen & P.R. Ehrlich. 1978. Introduction to Insect Biology and Diversity. McGraw-Hill, Tokyo Deharveng, L. & A. Bedos. 2000. The Cave Fauna of Southeast Asia: Origin, Evolution and Ecology. – In: Wilkens, H., D. C. Culver & W. Humphreys (eds): Ecosystems of the World, 30: Subterranean ecosystems. – Elsevier, Oxford, UK: 603–632. 259
Diamond, J. M. 1973. Distributional Ecology of New Guinea Birds. Science 179, 759769. Diniz, J. L. M. & C. R. F. Brandão. 1993. Biology and Myriapod Egg Predation By the Neotropical Myrmicine Ant Stegomyrmex vizottoi (Hymenoptera: Formicidae). – Insectes Sociaux 40: 301–311. Eldredge, N. & Gould, S. J. 1972. Punctuated Equilibria: an Alternative to Phyletic Gradualism. In Schopf, T. J. M. (Ed.): Models in Paleobiology. 250 pp. Freeman, Cooper & Co., San Francisco. Eldredge, N. 1971. The Allopatric Model and Phylogeny in Paleozoic Invertebrates. Evolution 25, 156-167. Eldredge, N. 1972. Systematics and Evolution of Phacops rana (Green, 1832) and Phacops iowensis Delo, 1935 (Trilobita) from the Middle Devonian of North America. Bull. Amer. Mus. Nat. Hist. 147, 45-114. Eldredge. 1979. Phylogenetic Analysis and Paleontology, pp. 41-77. New York: Columbia University Press Fortey, R.A. & R.M. Owens. 1975. Proetida: a New Order of Trilobites. Fossils and Strata 4:227-39. Fortey, R.A. 1997. Classification. In Kaesler, R. L., ed. Treatise on Invertebrate Paleontology, Part O, Arthropoda 1, Trilobita, revised. Volume 1: Introduction, Order Agnostida, Order Redlichiida. xxiv + 530 pp., 309 figs. The Geological Society of America, Inc. & The University of Kansas. Boulder, Colorado & Lawrence, Kansas. Gerozisis, J & P. Hadlington. 1995. Urban Pest Control in Australia. University of New South Wales Press Ltd. Australia. Gillot, C. 1980. Entomology. New York. Plenum Press. Golovatch, S. I. 1994. [Soil invertebrates (macrofauna) of the islands of Tonga and Samoa]. – In: Puzachenko, Y .G., S. I. Golovatch, G. M. Dlussky, K. N. Diakonov, A. A. Zakharov & G. A. Korganova: Animal Population of the Islands of Southwest Oceania (Ecogeographic Investigations). – Nauka Publishers, Moscow: 143–183 [in Russian, English summary]. Greenslade, P. 2008. Distribution Patterns and Diversity of Invertebrates of Temperate Rainforests in Tasmania with a Focus on Pauropoda. Memoirs of Museum Victoria 65: 153-164. Hutchinson, G. E. 1959. Homage to Santa Rosalia or Why are There so Many Kinds of Animals? Amer. Naturalist 93, 145-159. Hutchinson, G. E. 1965. The Ecological Theater and the Evolutionary Play. 139 pp. Yale Univ. Press, New Haven. Jago, J. B. 1972. Biostratigraphic and Taxonomic Studies of Some Tasmanian Cambrian Trilobites. 448 pp. (2 Vols.), unpubl, Ph. D. dissertation, Univ. Adelaide. Jumar. 2000. Entomologi Serangga. PT. Rineka Cipta, Jakarta Kellogg, L.L. 1994. Save Our Streams. Monitor's Guide to Aquatic Macroinvertebrates. Second Ed. Izaak Walton League of America. Kime, R. D. 2004. The Belgian Millipede Fauna (Diplopoda). – Bulletin de l’Institut Royal des Sciences Naturelles de Belgique, Entomologie 74: 35–68. Lawrence. Rasetti, F. & Theokritoff, G. 1967: Lower Cambrian Agnostid Trilobites of North America. J. Paleont. 41, 189-196. 260
Lieberman, B. S., and A. L. Melott. 2013. Declining Volatility, a General Property of Disparate Systems: From Fossils, to Stocks, to the Stars. Palaeontology 56:12971304. doi: 10.1111/pala.12017. Lieberman, B.S. & Karim, T.S. 2010. Tracing the Trilobite Tree From The Root to the Tips: A Model Marriage Of Fossils And Phylogeny. Arthropod Structure & Development, 39, 111-123. Mackie, Gerald L. 1998. Applied Aquatic Ecosystem Concepts. University of Guelph Custom Coursepack. 12 chapters, Index. 60p. Manton, S.M., 1997. The Arthropoda. Oxford: Oxford University Press Martin LJ, et al. 2015. Evolution of the Indoor Biome. Trends Ecol. Evol. 30, 223– 232 Mayr, E. 1963. Animal Species and Evolution. 797 pp. Harvard Univ. Press, Cambridge. Mayr, E. 1970. Populations, Species, and Evolution. 453 pp. Harvard Univ. Press, Cambridge. Mc.Ghee. 1996. The Late Devonian Mass Extinction: The Frasnian/ Femennian Crissis. New York: Columbia University Press Meglitsch P.A., & F.R. Schram (1991). Invertebrate Zoology, 3rd edition. New York: Oxford University Press. Melott, Ardian. 2004. "Did A Gamma-Ray Burst Initiate The Late Ordovician Mass Extinction". International Journal of Astrobiology 3.01: 55-61. Print. Mesibov, R. 1996. Faunal Breaks in Tasmania and Their Significance for Invertebrate Conservation. – Memoirs of the Queensland Museum 36(1): 133–136. Moore, R. C. (editor) 1959. Arthropoda 1. Treatise Invert. Paleont. 0, 560 pp. Univ. Kansas Press, Norris RF, Chen EPC, Kogan M. 2003. Concept in Integrated Pest Management. New Jersey: Prentice Hall. Nurmaini, 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Sumatra Utara: USU Padian, K. 2008. Trickle-Down Evolution: an Approach to Getting Major Evolutionary Adaptive Changes Into Textbooks and Curricula. Integrative and Comparative Biology, 48(2), 175188. Padian, K. 2010. How to Win the Evolution War: Teach Macroevolution! Evolution: Education and Outreach, 3(2), 206-214. Pearson. 2008. A Treatise on the Western Hemisphere Caraboidea (Coleoptera): Their Classifications, Distributions and Ways of life. Bulgaria: Pensoft Publisher. Pechenik, J. A., 2005. Biology of the Invertebrates. Mc. Grow Hill. New York. Peckarsky, B.L. 1990. Freshwater Macroinvertebrates of North America. Ithaca, N.Y. : Cornell University Press Pennak, Robert W. 1978. Fresh-Water Invertebrates of the United States. Second Edition. John Wiley & Sons. xviii, 803pp. Prisnyi, A. V. 2002: Areview of the Millipede Fauna of the South of the Middle-Russian Upland, Russia (Diplopoda). – Arthropoda Selecta 10(4): 297–305. Robison, R. A. 1972. Hypostoma of Agnostid Trilobites. Lethaia 5, 239-248. Robison, R. A. 1972b: Mode of life of agnost;id trilobites. Int. Geol. Congr., 24th Sess., Sect. 7, 33-40. Montreal. 261
Robison, R. A. 1973. Character Displacement in Cambrian Agnostid Trilobites. A mer. Assoc. Petrol. Geo!., Bull. 57,962. Robison, R:A. 1964. Upper Middle Cambrian Stratigraphy of Western Utah. Geol. Soc. Amer. Bull. 75 995-1010. ' , Ross, H.H. & C.A. Ross. 1982, A Textbook of Entomology. John Wiley, New york. Scheller, U. 1996. A New Troglobitic Species of Hanseniella Bagnall (Symphyla: Scutigerellidae) from Tasmania. Australian Journal of Entomology 35: 203207. Scheller, U. 2009. New Species of Pauropoda (Myriapoda) from Tasmanian Temperate Rainforests. Memoirs of Museum Victoria 66: 289-329. Siregar, A. Z. 2000. Serangga Berguna Pertanian. Medan: USU Press. Smith. E.H., 1979. Insects and Mites. Dalam: W.B. Ennis Jr. Introduction to Crop Protection. ASA-CSSA, Madison, WI. Sonja, Lumowa. 2014. Zoologi Invertebrata. Kepel Press: Yogyakarta Sonja, Lumowa. 2015. Entomologi Serangga. UMM Press: Malang Stanley, S. M. 1979. Macroevolution: Pattern and Process. San Francisco: W. H. Freeman. Taboada, O. 1967. Medical Entomology. Naval Medical School, National Naval Medical center, Bethesda Maryland, USA Thorp, James H., and Alan P. Covich. 1991. Ecology and Classification of North American Freshwater Invertebrates. Academic Press, Inc. xii, 911pp. Vrba, E.S. 1996. Climate, Heterochrony, and Human Evolution. Journal of Antropological Research. Vrba, E.S. (1995). The Fossil Record of African Antelopes (Mammalia, Bovidae) In Relation To Human Evolution And Paleoclimate. In: Vrba, E.S., Denton, G.H., Partridge, T.C. and Burckle, L.H. (Eds.), Paleoclimate and Evolution with Emphasis on Human Origins. Yale University Press, New Haven, CT, pp. 385–424. Vrba, E.S. 1980. Evolution, Species and Fossils: How does life evolve? South African Journal of Science. Weissert, W. (2013). Evolution Debate Again Engulfs Texas Board Of Ed. AP. http://bigstory.ap.org/article/evolution-debate-again-engulfs-texasboard-ed. Accessed 10 January 2017. Westergård, A. H. 1936. Paradoxides oelandicus beds of Oland with the Account of a Diamond Boring Through the Cambrian at Mossberga. Sver. Geo. Unders. C:394. 66 pp. Stockholm. Westergård, A. H. 1946: Agnostidea of the Middle Cambrian of Sweden. Sver. Geol. Unders. C:477. 140 pp. Stockholm. Wetzel, Robert G. 1983. Limnology. Second Edition. Saunders College Publishing. Xii, 767pp., R81, I10. WHO. 1993. Guidelines for cost-effectiveness analysis of vector control. PEEM guidelines 3 (archived). WHO reference number: WHO/CWS/93.4 Williams, D. Dudley, and Blair W. Feltmate. 1992. Aquatic Insects. CAB International. xiii, 358pp.
262