ARGENTOMETRI METODE FAJANS
A. PENGERTIAN ARGENTOMETRI
Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan standard. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag + dari garam standard AgNO3 dapat memebentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini : NaX + Ag+
AgX + Na+
KCN + Ag+
AgCN + K +
KCN + AgCN
( X = halida )
K{Ag(CN)2}
Garam AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi, sehingga garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standard primer. Larutan standard AgNO3 0,1 N dapat dibuat dengan melarutkan 16,99 gram AgNO 3 dalam 1 liter aquades. Seperti argentometri
halnya pun
pada
dapat
proses
titrasi
digambarkan
netralisasi,
proses
pada
titrasinya
proses
meskipun
pembuatan kurva ini tidak dimaksudkan untuk memilih dan menentukan jenis indikator yang akan digunakan untuk menentukan saat tercapainya titik ekivalen, sehingga untuk pembuatan kurva ini sebagai ordinatnya bukan lagi besarnya pH larutan melainkan besarnya pAg atau pX dalam larutan. Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan sistem pengendapan. Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak, ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standardnya.
B. TITRASI PENGENDAPAN ( ARGENTOMETRI )
Titrasi
pengendapan
merupakan
titrasi
yang
melibatkan
pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-. Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. Ag(NO3)(aq) Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, Volhard, atau Fajans. Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen. Ketajaman titik ekuivalen tergantung
dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat. Metode argentometri disebut juga sebagai metode pengendapan
karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan. Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO 3) pada suasana tertentu. Jika menggunakan metode titrasi kembali, Perak nitrat (AgNO 3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung ion klorida atau bromida. Sisa AgNO3 selanjutnya ditirasi kembali dengan menggunakan ammonium tiosianat menggunakan indikator besi(III) ammonium sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara titrasi kembali adalah sebagai berikut :
AgNO3 berlebih + Cl-
gCl(s) + NO3-
---------->
Sisa AgNO3 + NH4SCN
---------->
3NH4SCN + FeNH4(SO4)2
AgSCN(s) + NH4 NO3
---------->
Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4
Sebelum dilakukan titrasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih dahulu atau dilapisi dengan penambahan dietiftalat untuk mencegah disosiasi AgCl oleh ion tiosianat. Halogen yang terikat dengan cincin aomatis tidak dapat dibebaskan dengan hidrolisis sehingga harus dibakar dengan labu oksigen untuk melepaskan halogen sebelum titrasi.
C. METODE FAJANS
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator adsobsi. Jika AgNO 3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga.Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan. Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFI) : HFI
H+ + FI-
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning hijau hampir tidak berwarna lagi.
1. Penetapan Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan a. Pembentukan suatu endapan berwarna Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini hendaknya dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni dalam jangkauan pH 6,59. 6,59. (Bassett, 1994)
b. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan adanya asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar. Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan tiosianat menghasilkan mulamula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan, disebabkan oleh terbentuknya suatu ion kompleks. Ag+ + SCN-
AgSCN
Fe3+ + SCN-
[FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih ditambahkan dan kelebihannya dititrasi balik dengan larutan tiosianat standar. Ag+ + Cl-
AgCl
Ag+ + SCN-
AgSCN
c. Penggunaan indikator adsorpsi ` Indikator adsorpsi merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan diatur pada titik ekivalen dengan memilih indikator dan pH larutan. Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik ekuivalen, indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi terjadi suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna berbeda, maka dinamakan indikator adsorpsi.
Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret flouresein misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam natriumnya. Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi ion-ion klorida. Ion flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang merah jambu. (Bassett, 1994)
Cara kerja indikator adsoprsi ialah indikator ini asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan perak. Misal Flurescein (HFl) pada penetapan Cl-. Dalam larutan Fluorescein akan mengion : Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan berwarna merah muda. Karena Penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar permukaaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna juga tampak sejelas mungkin Maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain
setelah
sedikit
kelebihan
titrant
(
ion
Ag+ ).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+ ; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi negatif. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X- ; pada titik ekivalen semua XX - diikat oleh Ag+, sehingga koloid jadi netral. Setetes titrant menyebabkan kelebihan ion Ag+, sehingga koloid jadi positif, dan menarik ion Fl- yang menyebabkan warna endapan mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang semula keruh menjadi jernih atau lebih jernih. Titik akhir titrasi ini diketahui berdasarkan tiga macam perubahan, yaitu :
Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal,
Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
Larutan yang semula kuning hijau hampir – hampir tidak berwarna lagi.
Dari keseimbangan pengionan HFl terlihat bahwa konsentrasi Flakan sangat dipengaruhi oleh pH , makin rendah pH makin mengarah kekiri keseimbangan tersebut dan makin kecil konsentrasi Fl- . Bila jumlah Fl- terlalu kecil maka perubahan warna akan kurang jelas dan titik akhir akan terlambat Kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah maka umumnya tidak dapat dipakai dalam
larutan
yang
terlalu
asam
(misal
HNO3 6N).
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi
peka cahaya ( fotosensitifasi ) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya . Sebaliknya penerapannnya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus terbentuk dengan cepat. d. Standarisasi AgNO3 dapat dapat diperoleh diperoleh dalam keadaan murni dan tidak murni (teknis). Apa bila larutan standar AgNO 3 dibuat dari bahan kimia p.a (murni), konsentrasi/kenormalannya dapat dihitung langsung dari data penimbangan (merupakan larutan standar primer). Apabila dari bahan kimia yang teknis, kenormalannya ditetapkan dengan menggunakan bahan baku primer NaCl murni dengan prosedur cara Mohr.
Mg NaCl NAgNO3 = Fp × ml × BE NaCl