Titrasi Argentometri Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992) Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu : 1. 2. 3.
Titik
akhir Potensiometri Titik akhir Amperometri Titik akhir dengan Indikato r Kimia
Titik
akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang d iteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan a nalit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi d ititrasi.. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan ana log dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu : 1. Perubahan warna harus terjadi ter jadi terbatas dalam range pada p-function dar i reagen /analit. 2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965).
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas : 1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna) 2. Model Volhard (Penentu zat warna yang mudah larut) 3. Metode Fajans (Indikator Absorbsi Absorbsi). ). METODE MOHR :
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode Mohr. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
+
-
Ag (aq) + Cl (aq) -> AgCl(s) (endapan putih) +
2-
Ag (aq) + CrO4 (aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
(indigomorie, 2009) Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan dengan metode Volhard dan Fajans dimana dengan metode ini hanya dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi ion Cl , CN , dan Br -. Titrasi
argentometri dengan metode Mohr banyak dipakai untuk menentukan kandungan klorida dalam berbagai contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur, air hasil pengolahan industri sabun, dan sebgainya. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr adalah titrasi dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH dengan kisaran 7-10 disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh sebab itu jika pH dibawah 7 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan natrium hydrogen karbonat. Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu maka semua titrasi dilakukan pada temperatur yang sama. Pengadukan / pengocokan selama larutan standar ditambahkan sangat dianjurkan, karena dapat mempermudah pengamatan pencapaian titik akhir titrasi dan perak kromat yang terbentuk sebelum titik akhir titrasi dicapai dapat dipecah sehingga terlarut kembali. Larutan silver nitrat dan endapan perak klorida yang terbentuk harus dilindungi dari sinar matahari hal ini disebabkan perak k lorida dapat terdekomposisi menurut reaksi berikut: AgCl(s) -> Ag(s) + ½ Cl2(g) (indigomorie, 2009)
Konsentrasi ion perak pada saat terjadi titik equivalent titrasi klorida ditentukan dari harga Ksp AgCl yaitu: +
-5
[Ag ] = (Ksp AgCl)exp1/2 = 1.35 x 10 M (indigomorie, 2009)
Dan konsentrasi ion kromat yang diperlukan untuk inisiasi terbentukanya endapan perak kromat adalah sebagai berikut: 2-
+
[CrO4 ] = Ksp / [Ag ]exp2 = 0,0066 M (indigomorie, 2009)
Pada dasarnya untuk mencapai terbentuknya endapan perak kromat maka konsentrasi ion kromat sejumlah tersebut harus ditambahkan akan tetapi konsentrasi ion kromat sejumlah tersebut menyebabkan terbentuknya warna kuning yang sangat intensif pada larutan analit sehingga warna perak kromat akan susah sekali untuk diamati oleh sebab itu maka konsentrasi dibawah nilai tersebut sering digunakan. Konsekuensi dari penurunan nilai konsentrasi ion kromat ini akan menyebebabkan semakin + banyaknya ion Ag yang dibutuhkan agar terbentuk endapan Ag2CrO4 pada saat terjadinya titik akhir titrasi, dan hal lain yaitu tidak mudahnya pengamatan warna Ag2CrO4 diantara warna putih AgCl yang begitu banyak akan mendorong semakin besarnya jumlah Ag2CrO4 yang terbentuk. Dua hal ini akan mempengaruhi keakuratan dan kepresisian hasil analisis oleh sebab itu diperlukan blanko untuk mengoreksi hasil ditrasi. Blanko diperlakukan dengan metode yang sama selama analisis akan tetapi tanpa kehadiran analit
Prinsip : AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila semua Clsudah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3,, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4. Reaksinya: Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl berpengaruh pada titrasi. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator K2CrO4 akan berbentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi perak karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan. Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar Ag NO3 ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halida (X ). Sisa larutan standar AgNO3 yang tidak bereaksi dengan Cl dititrasi 3+ dengan larutan standar tiosianat ( KSCN atau NH4SCN ) menggunakan indikator besi (III) (Fe ). Reaksinya sebagai berikut ;
Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat ditentukan dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan kemudian kelebihan konsentrasi larutan Ag+ dititrasi dengan
menggunakan larutan standar tiosianida (SCN-) dengan menggunakan indicator ion Fe3+. Ion besi(III) ini akan bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna merah. Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah sebagai berikut: Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih) Ag+(aq) + SCN-(aq) -> AgSCN(s) (endapan putih) Fe3+(aq) + SCN(aq) -> Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah) Titrasi
dengan cara ini disebut sebagai titrasi balik atau t itrasi kembali. Mol analit diperoleh dari pegurangan mol perak mula-mula yang ditambahkan dengan mol larutan standar tiosianat. Karena perbandingan mol dari reaksi adalah 1:1 semua maka semua hasil diatas dapat langsung dikurangi. Mol analit = mol Ag+ total ± mol SCN
Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah penentuan konsentrasi ion halide. Kondisi titrasi denga metode Volhard harus dijaga da lam kondisi asam disebabkan jika laruran analit bersifat basa maka akan terbentuk endapat Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah basa atau netral maka sebaiknya titrasi dilakukan denga n metode Mohr atau fajans.