TITRASI OKSIDASI REDUKSI PENETAPAN KADAR VITAMIN C DALAM TABLET
I.
DASAR TEORI 1.1 Titrasi Oksidasi-Reduksi
Reduksi oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilaangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jasi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi (Rivai, 1995). Reaksi oksidasi reduksi didasari pada perpindahan elektron. Pada redoks terjadi perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir dan juga penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelenihan titran sering digunakan. Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas
seperti
permangometri,
serimetri,
iodi-iodometri,
iodatometri
dan
bromatometri (Gandjar dan Rohman, 2007). Dalam titrasi reduksi oksidasi (redoks) terdapat titrasi yang melibatkan iodium. Larutan iodine merupakan reagen redoks yang dalam lingkungan oksidator kuat (seperti dikromat) iodide teroksidasi menjadi iodine dan bila dalam lingkungan reduktor seperti As (III) Iodine tereduksi menjadi iodida.Zat padat I2 sukar larut dalam air, tetapi dengan adanya iodida berlebih maka -
terbentuk ion triiodida (I3 ) yang mudah larut.Bentuk triiodida inilah yang dimanfaatkan dalam titrasi redoks(Gandjar dan Rohman, 2007). Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Titrasi Langsung (Iodimetri) Zat-zat yang mudah direduksi dititrasi langsung dengan larutan -
standar I3 sedangkan penetapan zat-zat yang lebih mudah dioksidasi 1
kurang baik bila dititrasi langsung dengan standar iodida karena dibutuhkan sejumlah besar larutan iodida dengan konsentrasi tinggi -
untuk menghasilkan kompleks I3 (Gandjar dan Rohman, 2007). Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar + 0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi I2 + 2e Ioduim
akan
mengoksidasi
senyawa-senyawa
yang
-
2 I.
mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C memiliki potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium(Gandjar dan Rohman, 2007). Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membekukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri dilakukan
dengan
menggunakan
indikator
amilum
yang
akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar dan Rohman, 2007). b. Titrasi Tidak Langsung (Iodometri) Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada iodometri sample yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
2
1.2 Indikator Kanji
Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah indikator kanji. Warna dari larutan iodin 0,1N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator yang baik bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karboon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Namun demikian suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin (Underwood dan D ay, 1981).
1.3 Asam Askorbat
Asam askorbat (C6H8O6) memiliki pemerian hablur atau serbuk putih atau agak kuning oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Memiliki BM o
176,13. Melebur pada suhu lebih kurang 190 C .Asam askorbat mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dan dalam benzene(Depkes RI, 1995).
Gambar 1. Struktur Asam Askorbat (Depkes RI, 1995) Penetapan kadar asam askorbat dengan menimbang seksama ± 400 mg, larutkan dalam campuran 100 mL air dan 25 mL asam sulfat 2N, tambahkan 3 mL kanji LP. Titrasi segera dengan iodium 0,1N LV. 1 mL iodium 0,1N setara dengan 8,806 mg C6H8O6(Depkes RI, 1995).
3
II. ALAT DAN BAHAN 2.1 Alat
- Gelas beaker - Gelas ukur - Batang pengaduk - Neraca analitik - Labu erlenmeyer - Labu ukur - Pipet ukur - Pipet tetes - Buret + statif - Ballfiller
2.2 Bahan
- Aquadest - Kristal KIO3 - Na2CO3 - Larutan H2SO4 0,5 M - Na2S2O3 . 5H2O - KI - Indikator Kanji - Tablet vitamin C
4
III. PROSEDUR KERJA 3.1 Pembuatan Larutan Standar KIO 3 0,02 M.
Perhitungan Kelompok
Diketahui : Molaritas KIO3 = 0,02 M BM KIO3
= 214 gram/mol
Volume KIO3 = 250 mL Ditanya : massa KIO3= ….?
x x 0,02 M =
Jawab : M =
massa = 1,07 gram
Prosedur Kerja: Ditimbang kristal KIO3sebanyak 1,07 gram dengan menggunakan beaker glass. Ditambahkan aquadest secukupnya hingga larut.Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas.Digojog hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam botol ditutup menggunakan aluminium foil.
3.2 Pembuatan Larutan Standar Na 2S2O3 0,1 M
Perhitungan Kelompok Diketahui : Molaritas Na2S2O3
= 0,1 M
Mr Na2S2O3
= 248,21 gram/mol
Volume Na2S2O3
= 250 mL
Ditanya : massa Na2S2O3= ….?
x x 0,1 M =
Jawab :
M=
5
massa = 6,205 gram
Pengawet Na2CO3 0,05 gram Na2CO3dalam 500 mL larutan standar Na2S2O3, jika dibuat 250 mL :
= x = 0,025 gram
Prosedur Kerja: Ditimbang sebanyak 6,025 gram Na2S2O3dan 0,025 gram Na2CO3 dimasukkan ke dalam beaker glass.Ditambahkan aquadest hingga larut sedikit demi sedikit sambil diaduk.Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan aquadest hingga tanda batas.Digojog hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol kemudian tutup dengan aluminium foil.
3.3 Pembuatan Larutan H 2SO40,5 M
Perhitungan Golongan Diketahui : Molaritas H2SO4
= 0,5 M
Volume H2SO4
= 1 Liter
BM H2SO4
= 98 gram/mol
ρH2SO4
= 1,84 gram/mol
H2SO4 yang tersedia 97% b/b Ditanya : Volume H2SO4 yang dipipet = ….?
x x M=
Jawab : M =
M = 18,2 M V1 x M1 V1 x 18,2 M V1
= V2 x M2 = 1000 mL x 0,5 M = 27,5 mL
6
Prosedur Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 1 liter. Dipipet 27,5 mL H2SO497% b/b dimasukkan ke dalm labu ukur. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, digojog hingga homogen.Ditampung kedalam botol dan ditutup dengan aluminium foil.
3.4 Standarisasi Larutan Na 2S2O3
Dimasukkan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02M ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL H2SO4 0,5M.dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1M sampai larutan berwarna kuning pucat. Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga berwarna biru gelap.Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna biru larutan hilang.Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan.Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali.
3.5 Penetapan Kadar Vitamin C
Ditimbang 30 mg tablet vitamin C yang sudah digerus halus, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 25 mL. Ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 0,5M dan 5 mL air, diaduk hingga larut. Ditambahkan 0,5 gram KI dan 6,25 mL larutan standar KIO3 0,02M. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1M sampai warna coklat kemerahan. Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga berwarna biru gelap.Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga diperoleh warna asal larutan vitamin C (warna kuning).Dicatat Na2S2O3 yang diganakan.Titrasi diatas dilakukan sebanyak tiga kali.
7
III.
SKEMA KERJA
4.1 Pembuatan Larutan Standar KIO 3 0,02M
Ditimbang kristal KIO3sebanyak 1,07 gram dengan menggunakan beaker glass.
Ditambahkan aquadest secukupnya hingga larut.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas.
Digojog hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam botol ditutup menggunakan aluminium foil 4.2 Pembuatan Larutan Standar Na 2S2O3 0,1M
Ditimbang sebanyak 6,025 gram Na2S2O3dan 0,025 gram Na2CO3 dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan aquadest hingga larut sedikit demi sedikit sambil diaduk.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan aquadest hingga tanda batas.
8
Digojog hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol kemudian tutup dengan aluminium foil.
4.3 Pembuatan Larutan H 2SO40,5 M
Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 1 liter.
Dipipet 27,5 mL H2SO497% b/b dimasukkan ke dalm labu ukur.
Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, digojog hingga homogen.
Ditampung kedalam botol dan ditutup dengan aluminium foil.
4.4 Standarisasi Larutan Na 2S2O3
Dimasukkan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02M ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL H2SO4 0,5M.dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1M sampai larutan berwarna kuning pucat.
Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga berwarna biru gelap
9
Dititrasi dengan Na2S2O3sampai warna biru hilang
Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan dan titrasi dilakukan sebanyak tiga kali.
4.5 Penetapan Kadar Vitamin C
Ditimbang 30 mg tablet vitamin C yang sudah digerus halus, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 0,5M dan 5 mL air, disonikasi hingga homogen
Ditambahkan 0,5 gram KI dan 6,25 mL larutan standar KIO3 0,02M. dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1M sampai warna coklat kemerahan.
Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji sampai berwarna biru gelap
Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga diperoleh warna asal larutan vitamin C (warna kuning).
Dicatat Na2S2O3 yang digunakan dan titrasi diatas dilakukan sebanyak tiga kali.
10
IV.
DATA HASIL PENGAMATAN
1.1. Standarisasi Larutan Standar KIO 3
Titrasi Larutan KIO3 dengan Na2S2O30,1 M Indikator: 10 tetes kanji (amilum) Tabel 5.1 Data Pengamatan Standarisasi KIO3 Volume Na2S2O3
Pengamatan
Kesimpulan
0,0 mL – 14,5 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Titik akhir titrasi
14,5 mL – 14,75 mL
Biru - bening
0,0 mL – 14,4 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
14,4 mL – 14,7 mL
Biru - bening
0,0 mL – 14,25 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
14,25 mL – 14,4 mL
Biru - bening
Titik akhir titrasi
Titik akhir titrasi
Titik Akhir Titrasi: (I) 14,75 mL; (II) 14,7 mL; (III) 14,4 mL
() () () Molaritas KIO rata-rata = ( ) Molaritas KIO3= 3
1.2. Penetapan Kadar Vitamin C
Larutan Standar Larutan Standar KIO3 yang digunakan: Indikator kanji: I) 10 tetes; II) 10 tetes; III) 7 tetes; IV) 15 tetes Tabel 5.2 Data Pengamatan Penetapan Kadar Vitamin C Volume Na2S2O3
Pengamatan
Kesimpulan
0,0 mL – 4,0 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Titik akhir titrasi
4,0 mL – 5,7 mL
Biru - bening
0,0 mL – 4,0 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
4,0 mL – 5,1 mL
Biru - bening
0,0 mL – 4,15 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
4,15 mL – 5,4 mL
Biru - bening
Titik akhir titrasi
Titik akhir titrasi
11
0,0 mL – 4,6 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
4,6 mL – 5,1 mL
Biru - bening
Titik akhir titrasi
Titik akhir titrasi: (I) 5,7 mL; (II) 5,1 mL; (III) 5,4 mL; IV) 5,1 mL
() () () Kadar Vitamin C rata-rata:(78,08 7,64) Kadar Vitamin C: (I)
V.
ANALISIS DATA DAN PERHITUNGAN 2.1 Standardisasi Larutan Na 2S2O30,1 M
Diketahui: M KIO3
= 0,02 M
V KIO3
= 12,5 mL
V Na2S2O3 I
= 14,75mL
V Na2S2O3 II
= 14,7mL
V Na2S2O3 III
= 14,4mL
Ditanya: M Na2S2O3 = …?
Jawab:
-
Reaksi pembentukan I3 oleh KI dan KIO3 +
KIO3 → K + IO3 +
-
-
KI → K + I
Penyetaraan setengah reaksi -
-
Reduksi
: IO3 → I3
Oksidasi
: I → I3
Reduksi
: 3IO3 + 18H + 16e → I3 + 9H2O
Oksidasi
:3I
-
-
-
-
+
-
|×1|
-
|×8|
→ I3 + 2e
_______________________________________
12
-
+
-
Reduksi
: 3IO3 + 18H + 16e → I3 + 9H2O
Oksidasi
: 24I
-
-
→ 8I3 + 16e
_______________________________________ -
-
+
-
3IO3 + 24I + 18H -
-
→ 9I3 + 9H2O
+
-
IO3 + 8I + 6H
Reaksi Na2S2O3 dengan I3 +
→ 3I3 + 3H2O ........... (1)
-
2-
Na2S2O3 → 2Na + S2O3 Reaksi yang terjadi -
Reduksi
: I3
Oksidasi
: S2O3
-
→ 3I 2-
2-
→ S4O6
Penyetaraan dengan setengah reaksi -
Reduksi
: I3 + 2e
Oksidasi
: 2S2O3
-
→ 3I
2-
2-
→ S4O6 + 2e
_________________________ 2-
-
2-
-
2S2O3 + I3 → S4O6 + 3I ..................... (2)
Reaksi keseluruhan -
-
+
IO3 + 8I + 6H 2-
2S2O3 + I3
-
-
→ 3I3 + 3H2O 2-
|×3|
-
→ S4O6 + 3I
|×8|
_____________________________________ -
-
+
-
3IO3 + 24I + 18H → 9I3 + 9H2O 2-
16S2O3 + 8I3
-
2-
-
→ 8S4O6 + 24I
_____________________________________ -
2-
+
2-
-
3IO3 + 16S2O3 + 18H → 8S4O6 + I3 + 9H2O
13
Mol KIO3
Mol Na2S2O3
Molaritas Na2S2O3
a. Titrasi I
b. Titrasi II
c. Titrasi III
Molaritas rata-rata
̅
14
Titrasi
Standar Deviasi (SD) M Na2S2O3 (x)
M rata-rata Na2S2O3
̅ M M M
̅
(̅)
-0,0008
6,4 x 10
-0,0005
2,5 x 10
0,0014
19,6 x 10
(̅)
28,5 x 10
( )
M M M
I II III
SD
=
-
-
̅) = √ = 1,19 x 10 √ ∑(
-3
Jadi, molaritas Na2S2O3 adalah
̅ ()
2.2 Penetapan Kadar Vitamin C
Diketahui: V KIO3
= 6,25 mL
M KIO3
= 0,02 M
M Na2S2O3
=
BM C6H8O6
= 176,13 g/mol
M
Volume titrasi:
I V II V III V IV V
Massa tablet vitamin C
= 5,7 mL = 5,1 mL = 5,4 mL = 5,1 mL = 30 mg
15
Ditanya: Kadar vitamin C =…?
Jawab:
-
Reaksi pembentukan I3 oleh KI dan KIO3 +
KIO3 → K + IO3 +
-
-
KI → K + I
Penyetaraan setengah reaksi -
-
Reduksi
: IO3 → I3
Oksidasi
: I → I3
Reduksi
: 3IO3 + 18H + 16e → I3 + 9H2O
Oksidasi
:3I
-
-
-
+
-
-
|×1|
-
|×8|
→ I3 + 2e
_______________________________________ -
+
-
Reduksi
: 3IO3 + 18H + 16e → I3 + 9H2O
Oksidasi
: 24I
-
-
→ 8I3 + 16e
_______________________________________ -
-
+
3IO3 + 24I + 18H -
-
+
-
IO3 + 8I + 6H
Reaksi C6H8O6 dengan I3
-
→ 9I3 + 9H2O → 3I3 + 3H2O ........... (1)
-
-
-
Reduksi
: I3 + 2e
→ 3I
Oksidasi
: C6H8O6
→ C6H6O6 +2H + 2e
+
______________________________ C6H8O6 + I3
-
-
+
→ C6H6O6 + 3I + 2H ............ (2)
16
Reaksi keseluruhan: -
-
+
-
IO3 + 8I + 6H C6H8O6 + I3
→ 3I3 + 3H2O
-
|×3| -
+
→ C6H6O6 + 3I + 2H |×8|
_____________________________________________ -
+
-
8C6H8O6 + 3IO3 +2H → 8C6H6O6 + I3 + 9H2O
Reaksi Na2S2O3 dengan I3 2-
2S2O3 + I3
-
-
2-
-
→ S4O6 + 3I
Reaksi Titrasi 2-
2S2O3 + I3
-
2-
-
→ S4O6 + 3I -
+
-
8C6H8O6 + 3IO3 +2H → 8C6H6O6 + I3 + 9H2O _______________________________________ 2-
-
+
2-
-
8C6H8O6 + 2S2O3 + 3IO3 + 2H → 8C6H6O6 + S4O6 + 3I + 9H2O
Mol KIO3: -
Mol I3 awal dari reaksi pembentukan oleh KI dan KIO3
-
Mol I3 yang bereaksi dengan Na2S2O3
( )
17
a. Titrasi I
b.
c.
d.
( ) ( ) Titrasi II ( ) ( ) Titrasi III ( ) ( ) Titrasi IV ( ) ( ) -
Mol I3 yang bereaksi dengan vitamin C a. Titrasi I
b. Titrasi II
c. Titrasi III
d. Titrasi IV
18
Mol vitamin C yang bereaksi dengan I3
-
a. Titrasi I
100% =
b. Titrasi II
100%
c. Titrasi III
100% 76, 08
=
19
d. Titrasi IV
100%
=
Kadar vitamin C rata-rata dalam 1 tablet
= = 78,08 =
Titrasi
I II III IV
Standar Deviasi (SD)
(x)
rata-rata(̅)
̅
(̅)
78,08
-9,98
99,6004
78,08
5,99
35,8801
78,08
-2,00
4,0000
78,08
5,99
35,8801
(̅)
175,3606
20
SD
=
̅) = √ = 7,64 √ ∑(
Jadi, kadar vitamin C rata-rata = (78,08
7,64)
2.3 Perhitungan Persentase Perolehan Kembali
Diketahui
: kadar vitamin C pertablet = 100 mg Bobot tablet rata-rata
= 129 mg
Bobot gerusan tablet yang ditimbang = 30 mg m vitamin C sampel I m vitamin C sampel II m vitamin C sampel III m vitamin C sampel IV
= = = =
Ditanya
: Persentase perolehan kembali Vitamin C (%) = ?
Jawab
:
Kadar vitamin C dalam gerusan tablet:
x = 23,26 mg
(dengan asumsi vitamin C tersebar homogen dalam tablet dan tidak ada bobot yang hilang selama penggerusan) a. Sampel I Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
x 100% = = 87,84%
21
b. Sampel II Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
x 100% = = 108,43%
c. Sampel III Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
x 100% = = 98,14%
d. Sampel IV Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
x 100% = = 108,43%
Rata-rata Persentase Perolehan Kembali Asam Salisilat
= 100,71 %
22
VI.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam sediaan tablet vitamin C. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C tersebut adalah metode titrasi oksidasi reduksi (redoks) yang melibatkan iodium secara tidak langsung atau disebut iodometri. Dalam praktikum ini beberapa larutan disiapkan dalam proses titrasi iodometri. Larutan-larutan tersebut meliputi larutan KIO3 0,02 M, larutan H2SO4 0,5 M, larutan Na2S2O3 0,1 M dan indikator kanji. Larutan KIO3 digunakan sebagai larutan baku primer untuk menstandardisasi larutan baku sekunder Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 merupakan larutan yang akan digunakan sebagai pentiter atau titran dalam titrasi iodometri. Larutan Na2S2O3 yang telah dibuat disimpan dalam botol kaca gelap karena larutan Na2S2O3 tidak stabil terhadap cahaya langsung. (Basset dkk., 1994). Dalam pembuatan larutan asam sulfat, terlebih dahulu dimasukkan akuades dalam beaker glass, setelah itu ditambahkan dengan H2SO4 sesuai perhitungan. Hal ini dimaksudkan agar panas yang dihasilkan pada pengenceran asam sulfat tidak membuat beaker glass pecah akibat “thermal shock ” dan apabila yang dimasukkan terlebih dahulu adalah asam sulfat kemudian akuades, akuades akan mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat terpercik (Khopkar, 1990). Larutan indikator kanji dibuat dengan melarutkan pati dalam akuades, kemudian dididihkan. Pendidihan dilakukan karena pati atau amilum tidak dapat larut dalam air pada suhu kamar atau air dingin (Depkes RI, 1979). Setelah semua larutan disiapkan, kemudian dilakukan standardisasi larutan Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 digunakan sebagai titran dalam titrasi iodometri untuk menentukan kadar vitamin C. Natrium tiosulfat atau Na2S2O3 yang digunakan merupakan senyawa yang berada dalam bentuk pentahidrat (Na2S2O3.5H2O). Na2S2O3 mudah diperoleh dalam keadaan murni, tetapi karena memiliki kandungan hidrat didalamnya, maka terdapat suatu ketidakpastian akan kandungan sebenarnya. Hal ini menyebabkan larutan larutan Na2S2O3 tidak dapat digunakan sebagai standar primer (Basset dkk., 1994). Selain itu, larutan Na2S2O3 harus dibuat dengan air bebas CO2 23
karena CO2 dalam air dapat menyebabkan terjadinya reaksi penguraian yang lambat disertai pembentukkan belerang (Basset dkk., 1994). Na2S2O3 + CO2 + H2O NaHCO3 + NaHCO3 + S(s) (Basset dkk., 1994) Selain itu, penguraian juga disebabkan oleh bakteri (misalnya Thiobacillus thioparus) (Basset dkk., 1994) yang dapat memanfaatkan belerang pada metabolismenya 2-
membentuk SO3 dan belerang koloidal (Day dan Underwood, 1981). Karena alasanalasan tersebut, larutan Na2S2O3 harus dibakukan terlebih dahulu agar dapat ditentukan kadar yang pasti dan dapat digunakan dalam penentuan kadar vitamin C. Dalam proses standardisasi larutan Na2S2O3, digunakan larutan baku primer KIO3 dengan penambahan KI dan penambahan larutan H2SO4. Tujuan dari penambahan KIO3 adalah sebagai sumber dari iod yang dapat diketahui kadarnya dalam titrasi. Sedangkan KI dimaksudkan sebagai sumber iod berlebih. Iod dibuat berlebih karena sifat dari iod yang sangat mudah menguap sehingga perlu adanya sumber iod lain agar iod yang terbentuk tidak menguap sepenuhnya dengan 3-
pembentukan ion triiodida (I ) (Basset dkk., 1994). Penambahan larutan H2SO4 bertujuan untuk menciptakan suasana asam pada larutan. Suasana asam diperlukan karena iod yang dihasilkan dari KIO3 dan KI tidak dapat digunakan dalam medium netral atau medium dengan keasaman rendah. Selain itu pada suasana asam, oksidasi ion iodida berlangsung lebih cepat (Day dan Underwood, 1981). Hal ini terjadi karena pada suasana asam, potensial reduksi iodat meningkat tajam akibat +
meningkatnya konsentrasi H
dalam larutan sehingga iodat ini direduksi secara
lengkap oleh iodida (Basset dkk., 1994). Campuran KIO3, KI, dan H2SO4 tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna dari merah kecoklatan (pekat) menjadi warna kuning pucat. Larutan yang berwarna kuning pucat ini diasumsikan bahwa reaksi telah berjalan secara ekuivalen dan yang tersisa hanyalah iod berlebih yang memberikan warna kuning pucat. Pada saat ini larutan tersebut ditambahkan dengan beberapa tetes indikator kanji hingga larutan berubah warna menjadi biru. Penambahan indikator kanji harus dilakukan pada saat larutan akan mencapai titik 24
akhir titrasi karena kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air (Khopkar, 1990). Hal ini ditandai dengan adanya butiran-butiran kecil yang terbentuk ketika indikator kanji diteteskan ke dalam larutan kuning muda tersebut. Larutan biru tersebut kembali dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga menjadi tak berwarna atau bening. Hal ini dilakukan untuk mereaksikan iod yang bersisa dengan Na2S2O3 sehingga dapat diketahui total iod yang terbentuk. Berikut reaksi keseluruhan yang terjadi pada standardisasi Na2S2O3. -
-
+
-
IO3 + 8I + 6H → 3I3 + 3H2O |×3| 222S2O3 + I3 → S4O6 + 3I |×8| _____________________________________ + 2+ 23IO3 + 16S2O3 + 18H → 8S4O6 + I3 + 9H2O
Titrasi standardisasi Na2S2O3 dilakukan sebanyak tiga kali. Hal ini dimaksudkan agar didapat hasil yang lebih tepat dan akurat dengan membandingkan dan merata-ratakan hasil dari ketiga titrasi yang dilakukan dan mencari simpangan bakunya. Hasil dari standardisasi, didapat konsentrasi Na2S2O3 sebesar
M.
Larutan Na2S2O3 yang telah distandardisasi telah dapat digunakan sebagai larutan baku sekunder dalam penetapan kadar vitamin C dengan metode iodometri. Sampel yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C kali ini adalah tablet vitamin C 100 mg. Larutan-larutan yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C sama seperti larutan-larutan yang digunakan dalam standardisasi Na2S2O3, tetapi terdapat perbedaan urutan pengerjaan terhadap sampel. Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan 4 sampel vitamin C. Masing-masing sampel merupakan tablet vitamin C 100 mg yang telah digerus halus terlebih dahulu kemudian ditimbang 30 mg dan dimasukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer. Ke dalam erlenmeyer ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 0,5 M dan 5 mL air kemudian dilakukan proses sonikasi dengan alat sonikator. Proses ini bertujuan untuk
25
mendapatkan larutan yang homogen sehingga vitamin C yang berada dalam sampel terlarut secara merata. Kemudian ditambahkan 6,25 ml larutan KIO3 dan 0,5 gram KI. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan dari penambahan KIO3 dan KI adalah untuk memperoleh iod berlebih. Iod berlebih ini yang nantinya akan bereaksi dengan vitamin C dan setelah bereaksi sempurna dengan vitamin C, akan ada iod yang bersisa dan bereaksi dengan Na2S2O3. Banyaknya volume Na2S2O3 yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Titrasi penetapan kadar vitamin C dilakukan untuk masing-masing sampel, sehingga jumlah titrasi yang dilakukan adalah 4 kali titrasi. Erlenmeyer yang telah berisi campuran vitamin C dan reagen dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna kuning pucat. Pada larutan kuning pucat tersebut ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga larutan berwarna biru tua. Pada dasarnya, iod sudah dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri, tetapi dalam pengujian penentuan titik akhir titrasi dibuat menjadi lebih peka dengan penambahan indikator kanji (Basset dkk., 1994). Sebagai indikator, kanji yang merupakan suatu polisakarida yaitu amilum bereaksi dengan iod (yang nantinya dilepaskan dalam reaksi oksidasi-reduksi) membentuk kompleks berwarna biru kuat yang dapat terlihat pada konsentrasi iod yang sangat rendah. Kompleks biru gelap atau biru kuat tersebut disebabkan oleh molekul-molekul iodine yang tertahan di permukaan β– amilase dari amilum (Basset dkk., 1994). Larutan tersebut dititrasi kembali hingga warna biru tua tersebut hilang atau menjadi bening. Pada saat ini, semua iod telah habis bereaksi baik dengan vitamin C maupun Na2S2O3. Dari hasil penetapan kadar 4 sampel vitamin C, didapat kadar vitamin C dalam sampel sebesar 78,08
7,64 dengan persen perolehan kembali yaitu
100,17%. Suatu metode analisis dikatakan baik apabila memiliki akurasi dan presisi yang memenuhi standar. Akurasi merupakan parameter dalam suatu analisis yang menggambarkan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan
26
nilai yang diterima. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi ini sederhananya dapat dikatakan persen perolehan kembali dari suatu sampel. Pada analisis ini nilai persen perolehan kembali yang didapat sebesar 100,17%. Dari nilai tersebut memang terlihat bahwa perolehan kembali sampel sudah 100% dengan kelebihan 0,17% yang menandakan proses analisis telah berlangsung baik. Namun, dalam prakteknya, antara sampel satu dengan lainnya dilakukan dan didapat oleh kelompok berbeda sehingga hasil ini belum dapat dikatakan sebagai hasil yang valid. Selain akurasi, parameter lainnya adalah presisi. Presisi merupakan nilai dari suatu proses analisis yang menggambarkan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif dari sejumlah sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Dari penetapan kadar vitamin C didapat kadar sampel rata-rata sebesar 78,08
7,64 . Simpangan baku yang diijinkan dalam proses analisis
adalah tidak lebih dari 2% dari rata-rata sampel. Pada proses ini, simpangan baku melebihi 2%. Hal ini terjadi karena kadar satu sampel dengan sampel yang lain berbeda jauh, yaitu
.
Dari data yang diperoleh, terjadi penyimpangan sehingga hasil yang didapat tidak tepat, akurat, dan valid. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil antara lain: (i) proses titrasi tidak dilakukan dengan cukup cepat sehingga terdapat kemungkinan iod yang menguap sebelum bereaksi dengan natrium tiosulfat ataupun vitamin C dan mempengaruhi jumlah iod yang bereaksi. Pada suhu kamar kehilangan ion oleh penguapan dari suatu larutan yang mengandung paling sedikit 4% KI dapat diabaikan dengan syarat pelaksanaan titrasi tidak diperlambat (Basset dkk., 1994). (ii) pada saat titrasi untuk memperoleh warna kuning pucat, tidak terdapat standar atau perbandingan tetap untuk warna yang dimaksud sehingga praktikan tidak dapat menentukkan pada saat mana titrasi dihentikan; (iii) penetapan kadar vitamin yang dilakukan adalah dengan cara titrasi. Pada saat titrasi digunakan suatu indikator yang menunjukkan perubahan warna pada suatu keadaan tertentu. Kesalahan dapat terjadi
27
karena untuk menilai warna-warna tersebut, satu orang dengan orang yang lain akan memiliki subyektivitas tersendiri dalam menentukan warna yang dimaksud. Selain itu, pada saat titrasi, terdapat penambahan suatu volume titran ke titrat. Dalam hal ini, potensi kesalahan dapat terjadi pada saat penambahan volume titran sehingga titik akhir titrasi yang diinginkan tidak dapat tercapai.
28
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.Kesimpulan Penetapan kadar vitamin C dapat dilakukan dengan metode titrasi oksidasi reduksi yaitu metode iodometri. Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator. Dari percobaan ini didapatkan molaritas Na2S2O3 rata-rata setelah standardisasi adalah
M. Kemudian dari penentuan kadar vitamin C didapat kadar vitamin C rata-rata adalah 78,08 7,64 dengan persen perolehan kembali sebesar 100,17%.
7.2. Saran 7.2.1. Larutan yang akan digunakan hendaknya dapat disiapkan sedikit melebihi kebutuhan praktikum sehingga tidak perlu lagi membuat larutan di tengah-tengah praktikum. 7.2.2. Prosedur kerja pada buku penuntun yang direvisi hendaknya diberitahukan kepada praktikan agar tidak terjadi kesalahan dalam prosedur kerja.
29