Pertemuan 2 Oleh: Dr. Dr. Hizi H izirr Asep Rusyana, M.Si
PERTEMUAN 2 KESTASIONERAN DATA DERET WAKTU
Setelah mengikuti pembahasan pada bab ini, pembaca diharapkan dapat : *
Memahami makna kestasioneran data deret waktu dan cara pemeriksaannya. pemeriksaannya.
*
Memahami implikasi kestasioneran (stasioner dan tidak stasioner) data deret waktu dalam pemodelan.
*
Memahami prosedur Eviews untuk pemeriksaan kestasioneran data deret waktu
*
Menginterprestasikan output program Eviews pada kestasioneran data deret waktu.
PERTEMUAN 2 KESTASIONERAN DATA DERET WAKTU
Setelah mengikuti pembahasan pada bab ini, pembaca diharapkan dapat : *
Memahami makna kestasioneran data deret waktu dan cara pemeriksaannya. pemeriksaannya.
*
Memahami implikasi kestasioneran (stasioner dan tidak stasioner) data deret waktu dalam pemodelan.
*
Memahami prosedur Eviews untuk pemeriksaan kestasioneran data deret waktu
*
Menginterprestasikan output program Eviews pada kestasioneran data deret waktu.
Proses Stokastik dan Kestasioneran Data Deret Waktu *
Proses stokastik: proses yg menghasilkan rangkaian nilai-nilai peubah acak yang menggambarkan perilaku data pada berbagai kondisi.
*
Setiap data deret waktu merupakan data dari hasil proses stokastik.
*
Proses stokastik dpt bersifat stasioner dan menghasilkan data deret waktu yang bersifat stasioner.
*
Proses stokastik dpt bersifat tidak stationer dan menghasilkan data deret waktu yang tidak stasioner.
*
Data stasioner jika:
Lanjutan… Data stasioner pada nilai tengahnya jika data berfluktuasi di sekitar suatu nilai tengah yg tetap dari waktu ke waktu. Data stasioner pada ragamnya jika data berfluktuasi dengan ragam yg tetap dari waktu ke waktu. Mengatasi data yg tidak stasioner * Proses diferensi * Transformasi data (Ln atau akar kuadrat) Pemeriksaan Kestasioneran Data Deret Waktu *
Melihat trend data dalam grafik
*
Menggunakan autokorelasi dan korelogram.
*
Uji akar-akar unit (unit root test)
Gambar 2.1 bagian A adalah contoh dari time series yang deterministik, sedangkan bagian B, C dan D adalah beberapa contoh dari time series yang stokastik. Dalam praktek biasanya tidak mungkin diperoleh realisasi yang lain untuk suatu proses stokastik, yaitu tidak dapat mengulang kembali keadaan untuk memperoleh himpunan pengamatan yang serupa seperti yang telah dikumpulkan
Proses 'A'
t Z
Proses 'B'
0 2 1
0 2 1
0 1 1
0 1 1
0 0 1
t Z
0 0 1
0 9
0 9
0 8
0 8
0
10
20
30
40
50
0
10
20
t
0 2 1
0 1 1
0 1 1
0 0 1
t Z
0 9
0 8
0 8
20
30 t
40
50
0 0 1
0 9
10
50
Proses 'D'
0 2 1
0
40
t
Proses 'C'
t Z
30
40
50
0
10
20
30 t
Gambar 2.1 Contoh-contoh time series dengan 50 pengamatan, dimana A adalah contoh time series yang deterministik, sedangkan B, C dan D adalah contoh yang stokastik
AUTOKORELASI dan AUTOKORELASI PARSIAL
Gambar 2.2. Berikut ini adalah contoh dari suatu fungsi autokorelasi (ACF) teoritik dari suatu data time series.11020 1
0
-1
selanjutnya dapat diestimasi dengan n k
( Z t r k
k ˆ
k ˆ
Z )( Z t k Z )
t 1
n
0 ˆ
( Z t
Z )
(2.7)
2
t 1
Untuk proses Gaussian (normal) yang stasioner dengan = 0 untuk > , Bartlett (1946) telah menunjukkan bahwa
Var ( k )
1
ˆ
n
(1 2 12
2 22
... 2 m2 )
(2.8)
Dalam praktek, ( = 1,2, … , ) adalah tidak diketahui dan biasanya digantikan dengan nilai estimasinya , sehingga diperoleh deviasi standar dari
S k ˆ
1
n
(1 2r 12
2r 22
... 2r k 21 )
(2.9)
Contoh 1. Berikut ini adalah sepuluh nilai yang pertama dari suatu data time series yang panjang.
1
2
3
4
5
Zt
13
8
15
4
4
6
7
12 11
Dari data di atas, hitunglah nilai , , dan
8 7
9
10
14 12
Jawaban : Berikut ini adalah perhitungan , , dan dari 10 data time series di atas. t
Z t
Z t+1
Z t+2
Z t+3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
13 8 15 4 4 12 11 7 14 12
8 15 4 4 12 11 7 14 12 -
15 4 4 12 11 7 14 12 -
4 4 12 11 7 14 12 -
Total
100
-
-
-
Dari data di atas diperoleh nilai rata-rata (mean) sampelnya adalah Z
1 10
(13 8 ... 12) 10
Sehingga nilai sampel autokorelasi lag 1, 2 dan lag 3 adalah : 10 1
( Z t
(a).
r 1
Z )( Z t 1 Z )
t 1 10
( Z t
Z )
2
t 1
(13 10)(8 10) (8 10)(15 10) ... (14 10)(12 10) (13 10)
27
144 0,188
2
(8 10)
2
... (12 10)
2
10 2
( Z t Z )( Z t 2
b).
r 2
Z )
t 1
10
( Z t Z )
2
t 1
(13 10)(15 10) (8 10)(4 10) ... (7 10)(12 10) (13 10)2 (8 10)2 ... (12 10)2 =
0,201
10 3
( Z t
c) .
r 3
Z )( Z t 3 Z )
t 1 10
( Z t
Z )
2
t 1
(13 10)(4 10) (8 10)(4 10) ... (11 10)(12 10) (13 10)
= 0,181
2
(8 10)
2
... (12 10)
2
Dengan demikian dari data di atas diperoleh ACF , = 1,2,3, … sebagai berikut.
(lag) (ACF)
1 0,188
2 0,201
3 0,181
Besaran statistik lain yang diperlukan dalam analisis time series adalah fungsi autokorelasi parsial (PACF), yang ditulis dengan notasi * ; = 1, . 2, … + , yakni himpunan autokorelasi parsial untuk berbagai lag. Autokorelasi parsial didefinisikan sebagai
kk
| P k | |
P k
|
(2.10)
Nilai estimasi dari dapat diperoleh dengan mengganti dengan , atau dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Durbin (1960), yaitu k 1
r k
ˆk 1, j r k j
j 1
ˆkk
(2.11)
k 1
1-
ˆk 1, j r j
j 1
dimana kj ˆ
k 1, j kk k 1,k j ˆ
ˆ
ˆ
untuk
j 1,2, , k 1
(2.12)
1
0
-1
Gambar 2.3 Fungsi autokorelasi parsial (PACF) teoritik suatu data
Untuk lag yang cukup besar, dimana PACF menjadi kecil sekali (tidak signifikan berbeda dengan nol), Quenouille (1949) memberikan rumus variansi sebagai berikut :
var( kk ) ˆ
1 n
Dalam hal ini, untuk sangat besar , dapat dianggap mendekati distribusi normal. Sebagai contoh salah satu bentuk PACF teoritik dari suatu data time series dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.
Contoh 2. Berdasarkan data time series pada contoh 1 di atas, hitunglah nilai dari , , dan . Jawaban : Dengan menggunakan hasil dalam contoh 1, yaitu nilai-nilai dari perhitungan , , dan serta menerapkan rumus Durbin (1960) diperoleh , , dan
11 r 1 ˆ
22 ˆ
r
2
1
2 1 2 r 1
0.188
r
0.201
( 0.188) 2
1
( 0.188)
2
0.245
Untuk perhitungan diperlukan nilai terlebih dahulu, yaitu 21 ˆ
11 22 r 11 ˆ
ˆ
ˆ
( 0.188 ) (0.245 )( 0.188 ) 0.234
sehingga didapatkan 33 ˆ
r 3
21.r 2 ˆ
1 21.r 1
ˆ
22 .r 1 ˆ
22 .r 2 ˆ
0.181 ( 0.234)( 0.201)
1
( 0.234)( 0.188)
0.088 0.907
0.097.
( 0.245)( 0.188)
( 0.245)( 0.201)
Dengan demikian dari data pada contoh satu di atas diperoleh ACF dan PACF untuk lag = 1,2,3 sebagai berikut.
(lag)
1
2
3
(ACF)
0,188
0,201
0,181
(PACF)
0,188
0,245
0,097
Metode Box-Jenkins 1. IDENTIFIKASI Tentatif data historis digunakan untuk mengidentifikasi secara tentatif model ARIMA yang sesuai. 2. ESTIMASI data historis yang digunakan untuk memperkirakan parameter dari model tentatif yang sudah diidentifikasi. 3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK berbagai diagnostik digunakan untuk memeriksa kecukupan model sementara yang sudah diidentifikasi jika perlu, untuk menyarankan model perbaikan, yang kemudian dianggap sebagai model baru sementara yang sudah diidentifikasi.
4. PERAMALAN sekali model akhir diperoleh, model tersebut digunakan untuk meramalkan nilai-nilai waktu mendatang.
Flow Diagram of Box-Jenkins methodology
1. Identifikasi Tentatif
TIDAK
2. Estimasi Parameter
Deret waktu stasioner and non-stasioner
ACF dan PACF (theoritical)
Pengujian Parameter
3. Pemeriksaan Diagnostic
Residual
[ Apakah model sesuai? ]
Residual
YA 4. Peramalan
dari White
noise dari Distribusi
Normal
Perhitungan peramalan
Deret Waktu Stasioner dan Non-stasioner
The First Differences: Zt = Y2t – Y2t-1
Sample Autocorrelation Function (ACF) For the working series Z1, Z2, …, Zn :
ACF for stationary time series 1
1
cuts off
0
8
dies down (exponential)
0 Lag
k
8
Lag
k
8
Lag
k
no oscillation
-1
-1
1
1
0
-1
8 oscillation
Lag
0 k
-1
dies down (sinusoidal)
Dying down fairly quickly versus extremely slowly
1
0
Dying down fairly quickly
8
stationary time series (usually)
Lag
k
-1 Dying down extremely slowly
nonstationary time series (usually)
1
0
-1
8
Lag
k
Sample Partial Autocorrelation Function (PACF)
For the working series Z1, Z2, …, Zn : Corr(Zt,Zt-k |Zt-1,…,Zt-k+1)
Penghitungan PACF pada lag 1, 2 dan 3
Autokorelasi parsial sampel pada lag 1, 2 dan 3 adalah:
Output MINITAB dari Deret Waktu Stasioner
ACF
PACF
Dying down fairly quickly
Cuts off after lag 2
Output MINITAB dari Deret Waktu Non-Stasioner
ACF
PACF
Dying down extremely slowly
Cuts off after lag 2
Penjelasan ACF
t /2 .
se(rk )
…
[output MINITAB]
t /2 .
se(rk )