VARIANS ANGGARAN STATIS
VARIANS ANGGARAN FLEKSIBEL
VARIANS HARGA JUAL
VARIANS BIAYA VARIABEL
VARIANS VOLUME PENJUALAN
VARIANS BAURAN PENJUALAN
VARIANS KUANTITAS
VARIANS PANGSA PASAR
VARIANS BESAR PASAR
BAB XI
SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK - PENEKANAN PADA PENGENDALIAN KEUANGAN
JENIS-JENIS PUSAT PERTANGGUNG JAWABAN
Konsep sistem pengendalian manajemen ini membagi departemen-departemen yang ada dalam perusahaan menjadi pusat-pusat pertanggung jawaban (responsibility Centers). Setiap responsibility centers diberikan wewenang untuk melakukan pengambilan keputusan, dan efektivitas dari keputusan yang diambil akan dievaluasi berdasarkan hasil-hasil keuangan yang dicapai.
Empat jenis responsibility Centers, yaitu:
Cost Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Biaya)
Revenue Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Pendapatan)
Profit Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Laba)
Investment Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Laba dan Investasi)
COST CENTER
Cost center dapat dibagi menjadi 2 bagian:
Engineered cost center
Hubungan antara input dan output dapat dikuantifisir. Contoh Engineered cost center adalah Departemen Produksi.
Discretionary cost senter
Hubungan antara input dan output yang sulit dikuantifisir. Contoh Discretionary cost senter
adalah Departemen riset dan pengembangan, departemen pemasaran, departemen akuntansi, departemen sumber daya manusia, dsb.
Analisis Pertanggungjawaban Cost Center
Analisis Pertanggungjawaban untuk Engineered Costdilakukan dengan menggunakan biaya standar. Standar yang dibuat adalah standar kuantitas dan standar harga per unit. Analisis biaya standar untuk biaya variabel seperti bahan mentah langsung adalah sebagai berikut:
Analisis Varians untuk biaya Variabel – Biaya Bahan Mentah Langsung
Biaya bahan mentah langsung merupakan biaya variabel, artinya semakin banyak unit yang diproduksi maka semakin banyak pula jumlah bahan mentah langsung yang dipakai. Akibatnya, analisis varians untuk biaya bahan mentah langsung tidak dapat dilakukan dengan jumlah unit produksi yang berbeda, tapi harus dilakukan dengan mempergunakan unit produksi yang sama.
Varian harga (Price Variance) = (Harga beli aktual bahan mentah langsung per unit – Harga beli bahan mentah langsung per unit standar) X Total aktual unit bahan mentah langsung yang dibeli/dipakaiVarian harga (Price Variance) = (Harga beli aktual bahan mentah langsung per unit – Harga beli bahan mentah langsung per unit standar) X Total aktual unit bahan mentah langsung yang dibeli/dipakai
Varian harga (Price Variance) = (Harga beli aktual bahan mentah langsung per unit – Harga beli bahan mentah langsung per unit standar) X Total aktual unit bahan mentah langsung yang dibeli/dipakai
Varian harga (Price Variance) = (Harga beli aktual bahan mentah langsung per unit – Harga beli bahan mentah langsung per unit standar) X Total aktual unit bahan mentah langsung yang dibeli/dipakai
Jika dalam rumus tersebut yang dipakai adalah total unit bahan mentah yang dibeli, maka nama variannya adalah varians harga beli (Purchase price variance), namun bila yang dipakai adalah unit yang dipergunakan, maka varians tersebut dinamakan dengan varian harga penggunaan (Usage price variance)
Varian Penggunaan (Quantity Variance) = (Jumlah aktual bahan mentah langsung yang dipergunakan – Jumlah bahan mentah langsung yang seharusnya dipergunakan sesuai standar) X Harga standar per unit bahan mentah langsung.Varian Penggunaan (Quantity Variance) = (Jumlah aktual bahan mentah langsung yang dipergunakan – Jumlah bahan mentah langsung yang seharusnya dipergunakan sesuai standar) X Harga standar per unit bahan mentah langsung.
Varian Penggunaan (Quantity Variance) = (Jumlah aktual bahan mentah langsung yang dipergunakan – Jumlah bahan mentah langsung yang seharusnya dipergunakan sesuai standar) X Harga standar per unit bahan mentah langsung.
Varian Penggunaan (Quantity Variance) = (Jumlah aktual bahan mentah langsung yang dipergunakan – Jumlah bahan mentah langsung yang seharusnya dipergunakan sesuai standar) X Harga standar per unit bahan mentah langsung.
Analisis Varians Biaya Buruh Langsung – Biaya Tetap
Analisis varians penggunaan buruh langsung dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Direct Labor Volume Variance – Varians ini muncul karena adanya perbedaan antara jumlah unit produksi yang dianggarkan untuk diproduksi dengan unit yang benar-benar diproduksi.
Dalam hal ini, perusahaan menganggarkan untuk membuat 20.000 unit kursi dengan total jam buruh langsung sebanyak 500.000 menit. Kenyataannya, perusahaan memproduksi 20.500 unit kursi , sehingga memerlukan 512.500 menit sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selisih menit produksi inilah yang dinamakan dengan Direct Labor Volume Variance.
Dicert Labor Efficiency variance – Varians ini mengukur antara menit yang benar-benar dipakai untuk memproduksi barang dengan menit yang seharusnya dipakai berdasarkan standar.
Contohnya, perusahaan ternyata menggunakan 514.000 menit untuk memproduksi 20.500 unit kursi, sedangkan waktu sesuai standar adalah 512.500 menit, sehingga terjadi ketidak efisienan sebesar 1.500 menit.
Direct Labor Idle Capacity Variance – Varians ini mengukur selisih antara kapasitas praktikal buruhlangsung yang dimiliki perusahaan dengan kapasitas yang benar-benar terpakai. Selisih ini mencerminkan kapasitas menganggur yang sebenarnya terdapat dalam perusahaan.
Analisis Varians Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik sebenarnya masuk dalam kategori biaya discreationary, karena tidak adanya hubungan yang dapat dikuantifisir antara input dan output yang dihasilkan.
Misalkan, biaya pemeliharaan mesin yang dikeluarkan perusahaan ternyanta 10,8% lebih tinggi dari anggaran. Hal tersebut belum tentu menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan tersebut tidak efisien. Bagian pemeliharaan bisa saja beragumentasi bahwa unit aktual yang diproduksi lebih besar dari yang dianggarkan, sehingga biaya pemeliharaan aktual melebihi yang dianggarkan. Selama kelebihan biaya pemeliharaan sudah disetujui oleh tingkat yang berwenang, maka hal tersebut tidak akan menjadi masalah. Yang harus difokuskan adalah, apakah jumlah biaya pemeliharaan tersebut benar-benar dapat efektif mencapai tolak ukur yang berkaitan dengan pemeliharaan tersebut, misalkan tidak ada breakdown mesin.
REVENUE CENTER
Departemen yang diperlakukan sebagai revenue center bertanggungjawab terhadap pendapatan yang diperoleh departemen tersebut. Namun, departemen tersebut juga bertanggungjawab terhadap biaya-biaya yang dikeluarkannya. Misalkan departemen pemasaran dan penjualan bukan hanya bertanggungjawab terhadap pendaptan yang dihasilkan,namun juga bertanggungjawab terhadap biaya yang dikeluarkannya.
Evaluasi terhadap keberhasilan dari sebuah pusat pendapatan (revenue center) dapat dilakukan dengan Konsep Sales Variance Anaysis, dengan skema sebagai berikut:
PROFIT CENTER
Penilaian kinerja manajer yang mengepalai sebuah profit center, akan didasarkan pada tingkat keuntungan yang diperoleh bagian tersebut. Ada 4 jenis profit, yaitu marjin kontribusi, controllable margin, divisional margin, dan net profit.
Marjin kontribusi berasal dari perhitungan pendapatan dikurangi biaya variabel. Pendekatan ini kurang tepat dipakai untuk menilai kinerja dari manajer profit center, karena masih terdapat banyak biaya, diluar biaya variabel, yang masih dibawah kendali dari manajer yang bersangkutan.
Penilaian kinerja dari seorang manajer profit center, sebaiknya dilakukan berdasarkan controllable marjin, sedangkan divisional marjin lebih dipergunakan untuk mengevaluasi kelayakan dari cabang tersebut, apakah sebaiknya tetap dibuka ataukah ditutup.
INVESTMENT CENTER
Analisis pertanggungjawaban untuk investment center dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
Return On Investment/ROI (Tingkat Pengembalian atas Investasi)
Rumus ROI = Laba / Ttotal investasiRumus ROI = Laba / Ttotal investasi
Rumus ROI = Laba / Ttotal investasi
Rumus ROI = Laba / Ttotal investasi
Pengukuran ini ingin melihat berapa besarnya tingkat pengembalian (return) yang diperoleh terhadap investasi yang dilakukan leh perusahaan. Karena ROI pada investment center dipergunakan untuk menilai kinerja, maka definisi investasi yang sebaiknya dipakai adalah Total aset yang dikelola dalam investment center tersebut. Sedangkan definisi laba yang dipakai adalah laba operasi dan bukan laba bersih.
Laba bersih tidak disarankan untuk dipakai, karena dalam perhitungan laba bersih termasuk unsur-unsur pendapatan atau biaya yang bukan berasal dari kegiatan operasional perusahaan, misalkan keuntungan karena penjualan aset tetap.
Residual Income
Residual income mengukur besarnya kelebihan keuntungan perusahaan diatas yang dipersyaratkan.
Residual Income = Laba Operasi – (Tingkat Pengembalian yang Disyaratkan X Total Aset)Residual Income = Laba Operasi – (Tingkat Pengembalian yang Disyaratkan X Total Aset)
Residual Income = Laba Operasi – (Tingkat Pengembalian yang Disyaratkan X Total Aset)
Residual Income = Laba Operasi – (Tingkat Pengembalian yang Disyaratkan X Total Aset)
Tingkat pengembalian yang disyaratkan adalah tingkat pengembalian minimal yang dipersyaratkan perusahaan untuk investasi dalam aset-aset perusahaan. Misalkan tingkat pengembalian yang dipersyaratkan adalah 15%, maka dengan menggunakan rumusan ini, diperoleh besarnya residual income perusahan adalah Rp13.020.000 – (15% X Rp57.560.000) = Rp4.376.000
Residual Income yang positif berarti perusahaan dapat memperoleh laba operasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan minimal persyaratan yang ditentukan.
Model residual income ini dapat mengatasi masalah pertama yang terdapat dalam ROI, yaitu mengenai masalah investasi baru dalam pusat investasi.
Economic Value Added
Konsep dasar Economic value added memiliki kesamaan dengan konsep residual income, yaitu mengukur berapa kelebihan laba diats jumlah minimal yang dikehendaki perusahaan.
Economic Value Added = Net Operating Profit After Tax – {Weighted Average Cost of Capital (Total Aset – Non Interest Bearing Liabilities)}Economic Value Added = Net Operating Profit After Tax – {Weighted Average Cost of Capital (Total Aset – Non Interest Bearing Liabilities)}
Economic Value Added = Net Operating Profit After Tax – {Weighted Average Cost of Capital (Total Aset – Non Interest Bearing Liabilities)}
Economic Value Added = Net Operating Profit After Tax – {Weighted Average Cost of Capital (Total Aset – Non Interest Bearing Liabilities)}
Keterangan:
Net Operating Profit After Tax adalah Laba Operasi setelah dikurangi dengan pajak
Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah rata-rata tertimbang dari biaya permodalan perusahaan.
Non Interest Bearing Liabilities adalah Utang perusahaan yang tidak memiliki biaya, seperti utang gaji, utang dagang, dan akrual lainnya.
Rumus dari WACC yaitu:
WACC = {Utang/ (Utang + Ekuitas) X (1 – Tingkat Pajak) X (Biaya Utang)} + {Ekuitas/ (Utang + Ekuitas) X Biaya Ekuitas}WACC = {Utang/ (Utang + Ekuitas) X (1 – Tingkat Pajak) X (Biaya Utang)} + {Ekuitas/ (Utang + Ekuitas) X Biaya Ekuitas}
WACC = {Utang/ (Utang + Ekuitas) X (1 – Tingkat Pajak) X (Biaya Utang)} + {Ekuitas/ (Utang + Ekuitas) X Biaya Ekuitas}
WACC = {Utang/ (Utang + Ekuitas) X (1 – Tingkat Pajak) X (Biaya Utang)} + {Ekuitas/ (Utang + Ekuitas) X Biaya Ekuitas}
TRANSFER PRICING
Transfer Pricing merupakan suatu metode penentuan harga apabila terjadi penjualan antar divisi yang terdapat dalam satu perusahaan.
Kegunaan dari transfer pricing adalah untuk melakukan pengukuran kinerja dari sebuah responsibility center.
Penentuan transfer pricing harus memenuhi 3 kriteria, yaitu:
Penilaian kinerja yang akurat, hal ini berarti harga yang ditentukan tersebut tidak boleh menguntungkan satu divisi tapi merugikan divisi lainnya.
Keselarasan tujuan (goal congruence), hal ini berarti harga yang ditentukan harus dapat memaksimal keuntungan perusahaan secara keseluruhan.
Otonomi atau kebebasan divisi dalam mengambil keputusan, hal ini berarti setiap divisi yang terlibat dalam transaksi berhak untuk memutuskan menerima atau menolak tawaran tersebut tanpa campur tangan dari kantor pusat.
Penentuan harga transfer yang terbaik adalah dengan mempergunakan pendekatan Opportunity cost.
Dalam pendekatan ini, harga transfer dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
Harga transfer minimum, dilihat dari sudut pandang divisi penjual, dimana divisi penjual menentukan minimal harga transfer yang bisa diterima agar trasaksi dapat terlaksana.
Harga Trasfer Minimum = Biaya variabel + Opportunity costHarga Trasfer Minimum = Biaya variabel + Opportunity cost
Harga Trasfer Minimum = Biaya variabel + Opportunity cost
Harga Trasfer Minimum = Biaya variabel + Opportunity cost
Harga transfer maksimum, dilihat dari sudut pandang divisi pembeli, dimana divisi pembelil menentukan besarnya harga transfer maksimal yang bisa diterima agar trasaksi dapat terlaksana.
Harga Trasfer Maksimum = Harga Pasar (Harga beli divisi tersebut dari luar perusahaan)Harga Trasfer Maksimum = Harga Pasar (Harga beli divisi tersebut dari luar perusahaan)
Harga Trasfer Maksimum = Harga Pasar (Harga beli divisi tersebut dari luar perusahaan)
Harga Trasfer Maksimum = Harga Pasar (Harga beli divisi tersebut dari luar perusahaan)
VARIANS ANGGARAN STATIS
VARIANS ANGGARAN FLEKSIBEL
VARIANS HARGA JUAL
VARIANS BIAYA VARIABEL
VARIANS VOLUME PENJUALAN
VARIANS BAURAN PENJUALAN
VARIANS KUANTITAS
VARIANS PANGSA PASAR
VARIANS BESAR PASAR