2.1. Algoritma Terapi Pada pengujian profil lemak puasa (Fasting Lipid Profil/FLP), dilihat profil lipoprotein lengkap berupa nilai kolesterol LDL, HDL, trigliserida. Jika kadarnya melebihi normal dan perlu tindakan lanjutan, maka dilakukan identifikasi keberadaan penyakit aterosklerosis klinis yang dapat menyebabkan risiko tinggi penyakit jantung koroner (PJK) atau setara PJK(DM tipe 2, DM tipe 1 dengan mikroalbuminuria, gagal ginjal kronik dengan GFR ˂60 mL/menit/1.73 m2, penyakit arteri karotis,dan penyakit arteri perifer. Serta ditentukan apakah pasien memiliki faktor resiko (selain LDL). Tindakan pertama kali yang dilakukan adalah terapi perubahan gaya hidup sehat seperti diet lemak, meningkatkan konsumsi serat, menjaga berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik/ olahraga,
serta
mengevaluasi faktor sekunder penyebab dislipidemia. Pertimbangkan untuk menambahkan terapi obat sesuai algoritma terapi dislipidemia, jika LDL masih melebihi target terapi yang diinginkan. a. Algoritma A (TG ≤ 4.5mmol/L) Algoritma A ini digunakan untuk pasien dengan kadar LDL tinggi, sedangkan kadar trigliserida masih ≤ 4,5 mmol/L (≤ 400 mg/dL). Target yang ingin dicapai adalah penurunan LDL hingga batas normal atau sesuai target terapi yang diinginkan berdasarkan faktor resiko.
Gambar 2.1. Algoritma A
b. Algoritma B (TG > 4.5mmol/L) Algoritma ini digunakan untuk pasien dengan total kolesterol tinggi, serta kadar trigliserida > 4,5 mmol/L (> 400 mg/dL). Target yang ingin dicapai adalah penurunan trigliserida dan LDL hingga batas normal atau sesuai target terapi yang diinginkan berdasarkan faktor reesiko.
Gambar 2.2 Algoritma B
Tabel 2.1. Efek obat bedasarkan metabolisme lipoprotein
2.2. Statin (HMG-CoA Reductase Inhibitors)
Ketika digunakan sebagai terapi tunggal, statin merupakan agen penurun kolesterol total dan LDL yang paling poten dan ditoleransi dengan baik sehingga menjadi pilihan pertama pada pengobatan hiperlipidemia. Statin menginhibisi HMG-CoA reductase dengan menghambat konversi HMG-CoA menjadi mevalonat yang merupakan tahap penting pada biosintesis kolesterol. Perubahan ini menghasilkan penurunan kadar kolesterol LDL. Obat golongan statin di antaranya Atorvastatin, Fluvastatin, Lovastatin, Pravastatin, Rosuvastatin, Simvastatin. a.
Mekanisme kerja Statin bekerja dengan menghambat konversi HMG-CoA menjadi mevalonat yang
merupakan tahap penting pada biosintesis de novo kolesterol dengan menghambat enzim HMG-CoA reduktase. Perubahan ini menghasilkan penurunan kadar kolesterol LDL. Mekanisme utama efek penurunan lipid obat golongan statin adalah dengan menurunkan sintesis kolesterol LDL dan meningkatkan katabolisme LDL yang dimediasi melalui reseptor LDL.
Statin mempengaruhi kadar kolesterol darah dengan menghambat sintesis kolesterol hati. Hal ini menyebabkan peningkatan ekspresi gen reseptor LDL. Kadar kolesterol bebas dalam hepatosit yang berkurang menyebabkan SREBP (Sterol Regulatory Element Binding Protein) yang terikat pada membran dipecah oleh protease dan mengalami translokasi ke nukleus. Faktor-faktor transkripsi kemudian berikatan dengan gen reseptor LDL dengan mengikat unsur responsif sterol. Hal ini menyebabkan peningkatan transkripsi dan sintesis reseptor LDL sehingga terjadi peningkatan penghapusan LDL dari darah dan penurunan kadar LDL.
Gambar 2.3..Mekanisme kerja obat golongan statin (HMG-CoA reductase inhibitors)
b. Indikasi Digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita hiperkolesterolemia primer (IIa dan IIb), yang tidak dapat diatasi dengan diet lipid dan kolesterol atau tindakan non farmakologi lain. c.
Kontraindikasi Kehamilan, laktasi, dan penderita penyakit hati aktif atau peningkatan kadar
transaminase serum yang persisten.
d. Dosis Dosis lazim obat golongan ini yaitu sekitar 5-40 mg/hari, sedangkan dosis maksimal 80 mg/hari (Lovastatin, Simvastatin, Atorvastatin) dan 40 mg/hari (Pravastatin, Rosuvastatin). Penggunaan obat golongan ini paling baik yaitu malam hari terkait dengan biosintesis kolesterol yang berada di puncak pada saat malam hari, kecuali obat golongan statin yang memiliki waktu paruh eliminasi panjang Atorvastatin (7-14jam) dan Rosuvastatin (13-20jam). Pemberian statin sebaiknya dimulai dari dosis kecil kemudian ditingkatkan hingga dosis yang lebih tinggi sampai didapatkan efek yang diinginkan. e. Farmakokinetik Semua statin diketahui memiliki waktu paruh yang pendek kecuali Atorvastatin dan Rosuvastatin. Atorvastatin memiliki kemampuan paling baik dalam menurunkan kadar kolesterol total dan LDL. Semua statin kecuali Lovastatin dan Simvastatin berada dalam bentuk asam β-hidroksi. Kedua statin tersebut merupakan prodrug dalam bentuk lakton dan harus dihidrolisis untuk menjadi bentuk aktif asam β-hidroksi. Statin diabsorpsi sekitar 3085%, kecuali Fluvastatin yang diabsorpsi hampir sempurna. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1-4 jam. Semua obat golongan statin mengalami metabolisme lintas pertama di hati. Waktu paruh berkisar 1-3 jam, kecuali Atorvastatin (7-14 jam) dan Rosuvastatin (13-20 jam). Obatobat ini sebagian besar terikat protein plasma. Lebih dari 70% dari metabolit statin diekskresikan oleh hati dan dieliminasi dalam tinja. Tabel 2.2 Farmakokinetik golongan statin
f. Efek samping Penggunaan obat golongan statin (HMG-CoA reductase inhibitors) memiliki efek samping di antaranya: − Konstipasi terjadi dalam kurang dari 10% pasien yang mengkonsumsi statin. − Efek samping lain termasuk peningkatan kadar serum aminotransferase, peningkatan kadar kreatin kinase, miopati, dan rabdomiolisis.
− Keluhan GI seperti diare, sembelit, perut kembung, sakit perut, dan mual terjadi pada sekitar 5% pasien. − Efek samping lainnya seperti sakit kepala (4-9%), ruam (3-5%), pusing (3-5%), dan penglihatan kabur (1-2%). g.
Interaksi obat Miositis dan rabdomiolisis umumnya terjadi apabila dikombinasikan dengan
Siklosporin, Eritromisin, Gemfibrozil, Itraconazole, Ketoconazole, atau Niasin (> 1 g/hari). HMG-CoA reductase inhibitors dapat meningkatkan efek warfarin. Sekuestran asam empedu dapat menurunkan bioavailabilitas oral Pravastatin. Golongan statin yang dimetabolisme oleh CYP3A4 akan terakumulasi dalam plasma jika diberikan bersama obat yang menghambat atau berkompetisi dengan CYP3A4 seperti antibiotik makrolid, siklosporin, ketokonazol, penghambat protease HIV, takrolimus, nefazodon, fibrat, dll. Peningkatan resiko miositis juga dapat terjadi bila digunakan bersama amiodaron atau verapamil. Obat-obat yang menstimulasi CYP3A4 seperti fenitoin, barbiturat, griseofulvin, dan rifampin akan mengurangi kadar plasma statin. h. Sediaan di Pasaran
Lovastatin : Mevacor®, Lovatrol®, Belvas®, Cholestra®, Cholvastin® Justin®, Lichorol®, Lipovas®
Pravastatin : Pravachol®, Pravinat®, Cholespar®, Gravastin ®, Koleskol®, Lesvatin®
Simvastatin : Zocor®, Cholestat ®, Mevastin®, Detrovel®, Esvat ®, Ethicol®, Lipinorm®
Atorvastatin : Lipitor®
Rosuvastatin : Crestor®
Gambar 2.4. Obat golongan statin yang beredar di pasaran
Tabel 2.3 Obat-obat golongan statin
Tabel 2.4 Obat-obat golongan statin (lanjutan)
Tabel 2.5 Faktor pertimbangan pemilihan statin
2.3.Resin Pengikat Asam Empedu/Bile Acid Resins (BARs) Obat resin pengikat asam empedu digunakan dalam pengobatan hiperkolestrolemia familial (hiperlipidemia tipe IIa) yang dapat menurunkan kadar LDL. Golongan obat ini merupakan obat lini kedua yang paling banyak digunakan apabila golongan statin (HMG CoA reduktase inhibitor) belum mengurangi kadar LDL-C secara cukup. Ketika akan dikombinasikan dengan golongan statin, obat golongan ini diresepkan pada dosis submaksimal (mendekati dosis maksimal). Pada dosis maksimal, golongan obat ini dapat mengurangi LDL-C sebesar 25% namun efek samping yang ditimbulkan paling banyak dapat
menyebabkan gangguan gastrointestinal (seperti perut kembung dan konstipasi) yang dapat mengurangi kepatuhan pasien. Penggunaan obat golongan ini sebaiknya digunakan bersamaan dengan makanan, namun dapat digunakan sebelum atau sesudah makan. a. Mekanisme Kerja Obat Mekanisme kerja obat resin pengikat asam empedu adalah dengan mengikat asam empedu yang dikeluarkan di lumen usus halus karena resin pengikat asam empedu ini sangat bermuatan positif dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap asam empedu yang bermuatan negatif, yang secara bersamaan juga menganggu sirkulasi enterohepatik dari asam empedu, yaitu dimana seharusnya asam empedu diserap di usus halus terutama pada ileum diserap hampir 98-99% dikembalikan ke hati melalui sirkulasi porta. Asam empedu yang terikat dengan resin asam empedu tersebut akan membentuk senyawa yang tidak larut dan tidak dapat di reabsorbsi. Resin yang tidak berikatan tidak diabsorbsi sedangkan asam empedu yang terikat kemudian akan diekskresikan dalam tinja. Akibatnya, ekskresi asam empedu yang biasanya hanya sedikit (hanya sekitar ±1%) menjadi meningkat. Hal ini kemudian merangsang hati untuk mensintesis asam empedu dari kolesterol yang menyebabkan penurunan kadar kolesterol dalam hati sehingga menyebabkan meningkatnya biosintesis kolesterol hati dan merangsang produksi reseptor LDL pada membran hepatosit, yang meningkatkan laju katabolisme LDL dari plasma dan menurunkan kadar LDL plasma. Peningkatan biosintesis kolesterol hati disertai juga dengan peningkatan VLDL hati sehingga membutuhkan terapi kombinasi. Apabila golongan obat ini digunakan untuk tipe dislipidemia gabungan dimana VLDL dan LDL tinggi dapat memperburuk penderita karena menyebabkan VLDL menjadi semakin tinggi. Peningkatan reseptor LDL hati dan penurunan kadar LDL diimbangi oleh peningkatan sintesis kolesterol yang disebabkan karena peningkatan HMG CoA reduktase sehingga golongan HMG CoA reduktase inhibitor dapat meningkatkan efektifitas resin pengikat asam empedu untuk menurunkan kadar LDL. Obat-obatan yang termasuk dalam Resin pengikat asam empedu adalah colestipol, cholestyramine, dan colesevelam. b.
Efek Samping dan Interaksi Obat Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah sembelit, perut kembung, konstipasi,
mual, dan dapat mengganggu absorbsi lemak & vitamin larut lemak (Vitamin A, D, E, K). Interaksi obat pada golongan obat ini adalah apabila obat-obat resin pengikat asam empedu
(colestipol, cholestyramine, dan colesevelam) digunakan bersamaan dengan obat-obat yang bersifat asam seperti warfarin, asam nikotinat, tiroksin, acetaminophen, hidrokortison, hydrochlorothiazide, dan loperamide, dapat mengurangi bioavailabilitas dari obat-obat tersebut. c. Contoh obat yang beredar dipasaran
COLESTID® (Colestipol Hydrochloride)
Gambar 2.5. COLESTID® mengandung Colestipol Hydrochloride
Bentuk sediaan: Suspensi Oral Dosis : 10 gram sehari tiga kali Dosis Harian Maksimum: 30 gram Kontraindikasi : Pasien dengan gangguan saluran empedu
SEQUEST® (Cholestyramine)
Gambar 2.6: SEQUEST® mengandung Cholestyramine Dosis : 4 gram Sehari 2 kali Dosis Harian Maksimal: 24 gram Kontraindikasi : Pasien dengan gangguan saluran empedu
2.4.Niasin (Asam Nikotinat) Niasin adalah vitamin B kompleks larut air yang berfungsi sebagai vitamin hanya setelah terkonversi menjadi NAD atau NADP, dimana niasin menjadi bentuk amida. Niasin yang memberikan efek hipolipidemik adalah niasin dalam dosis yang lebih besar diripada niasain sebagai vitamin. a. Indikasi Niasin digunakan untuk indikasi hipertrigliseridemia dan peningkatan LDL-C (Tipe IIa, Iib, III, IV, dan V) b. Mekanisme Niasin bekerja melalui 4 mekanisme, dimana (1) Menurunkan transpor asam lemak bebas (FFA) ke hati yang menyebabkan berkurangnya sintesis trigliserida hepatik sehingga produksi VLDL menurun dan LDL pun menurun (2) Mengurangi transport FFA ke hati yang menyebabkan terjadinya peningkatan degradasi ApoB yang menyebabkan kadar VLDL menurun sehingga kadar LDL pun menurun (3) Meningkatkan aktivasi LPL yang akan mengakibatkan klirens trigliserida kilomikron dan VLDL meningkat , dan (4) Mengurangi klirens ApoA-I dari HDL sehingga memfasilitasi terbentuknya HDL c. Famakokinetik Profil farmakokinetika niasin meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi. Niasin mencapai konsentrasi maksimum dalam waktu ( tmaks) 30 – 60 menit dengan waktu paruh eliminasi (t ½ ) 60 menit. Dosis harian niasin 1,5 – 6 gram per hari dengan frekuensi pemberian 2 – 3 kali sehari. Niasin pada dosis rendah dimetabolisme di hati dan menghasilkan metabolit mayor berupa asam nikotinurit yang ditemukan di urin, sedangkan pada dosis tinggi niasin dieksresikan dalam bentuk utuh (asam nikotinat) melalui urin. Niasin dengan dosis 2 – 6 gram per hari dapat menurunkan trigliserida sebanyak 35 – 50% (efektivitas sama dengan fibrat dan statin) dan maksimal efek tercapai dalam 4 – 7 hari. Penurunan kadar LDL-C sebanyak 25% dapat dicapai dengan pemberian dosis sebesar 4,5 – 6 gram per hari dalam 3 – 6 minggu. Niasin merupakan agen peningkat HDL-C terbaik, yakni sebesar 30 – 40%, tetapi efeknya berkurang pada pasien dengan kadar HDL-C yang kurang dari 35 mg/dL. Sebaliknya, niasin mempunyai kontraindikasi untuk pasien dengan riwayat asam urat/ gout, gangguan hati, tukak lambung, ibu hamil, dan pasien dengan perdarahan arteri.
d. Interaksi Obat Tabel 2.6. Interaksi Obat Niasin EFEK
INTERAKSI OBAT
NIASIN
Aspirin
menurunkan efek samping flushing dari niasin
Nikotin
Meningkatkan efek samping flushing
Statin
Miopati
(dengan
lovastatin),
meningkatkan
risiko
toksisitas otot (rhabdomyolisis) e. Efek Samping Efek samping yang sering terjadi (90% pasien) dari penggunaan niasin sebagai terapi hiperlipidemia adalah flushing (kemerahan pada kulit) diikuti dengan pruritus yang terjadi di bagian kepala, leher, torso bagian atas. Reaksi efek samping ini dimediasi oleh prostaglandin. Reaksi samping inilah yang menyebabkan penghentian terapi pada 25 – 40% pasien. Reaksi efek samping ini dapat dikurangi dengan pemberian aspirin dengan dosis 325 mg sebagai inhibitor siklooksigenase sebelum pengkonsumsian niasin. Reaksi flushing juga dapat dikurangi dengan cara memberikan niasin dengan dosis inisiasi rendah (100 – 250 mg), konsumsi niasin setelah makan atau sebelum tidur, menghindari minuman panas, makanan pedas, mandi dengan air panas (hot shower), dan alkohol. Selain itu, reaksi efek samping juga dapat berkurang dengan penggunaan niasin dalam bentuk extended-release. Sediaan niasin Tredaptive® yang telah beredar mengandung laropriprant yang merupakan antagonis selektif reseptor prostaglandin D2 juga dapat menangani efek samping flushinng. Kejadian efek samping lain yang juga dapat terjadi adalah dispepsia, mual, muntah, diare yang juga dapat dikurangi dengan mengkonsumsi niasin setelah makan. Sementara itu, efek samping berupa kulit kering dapat dikurangi dengan penggunaan pelembab kulit dan efek samping acanthosis nigricans dapat dikurangi dengan penggunaan lotion yang mengandung asam salisilat. Efek samping yang parah adalah hepatotoksik dan hiperglikemia karena niasin dapat memperngaruhi kadar transaminase, serum albumin, glukosa puasa, serta asam urat dalam darah. Pada pasien diabetes mellitus, penggunaan niasin harus diperhatikan karena niasin dapat menyebabkan efek resistensi insulin. Efek samping yang bersifat reversible dan jarang terjadi adalah amblyopia dan makulopati toksik, sedangkan takiaritmia atrial dan fibrilasi atrial dapat terjadi pada pasien geriatri.
Tabel 2.7. Efek Samping Niasin EFEK SAMPING Flushing
KEJADIAN
SOLUSI / INFORMASI TAMBAHAN
diikuti Bertambahn
dengan pruritus
parah
ketika
niasin
dikonsumsi minuman
-
- Niasin dikonsumsi dengan dosis rendah
bersama panas
/
(100-250 mg) - Niasin dikonsumsi setalah makan - Aspirin 325 mg sebelum konsumsi niasin
alkohol
- Pilih Niasin ER
- Dispepsia
Sering
Kejadian
- Mual, muntah,
Jarang
dikonsumsi setelah makan
Sering
- Gunakan pelembab kulit
berkurang
ketika
niasin
diare - Kulit kering - Acanthosis
- Gunakan lotion mengandung asam salisilat
nigricans - Hepatotoksik
- Ketika konsumsi SR -Setelah 2 – 4 minggu penggunaan lakukan niasin lebih dari 2 pemeriksaan berkala: trannsaminase, serum gram per hari
- Hiperglikemia
albumin, glukosa pasa, kadar asam urat,
- Niasin menyebabkan serta kadar lipid dalam darah resistensi insulin
f. Sediaan Tabel 2.8. Sediaan Niasin OBAT Niasin
BENTUK SEDIAAN
DOSIS UMUM
DOSIS MAKSISUM
HARIAN
HARIAN
Tablet (50, 100, 250, 500 mg)
2 gram
Kapsul (125, 250, 500 mg)
(3xsehari)
Tablet (500, 750, 1000 mg)
500 mg
2 gram
Niasin ER + Tablet Niasin/Lovastatin 500
Niasin/Lovastati
Niasin/Lovastatin
Lovastatin
mg/20 mg
n 500 mg/20 mg
1000 mg/20 mg
(Advicor)
Niasin/Lovastatin 750mg/20 mg
Niasin ER
9 gram
(Niaspan)
Niasin/Lovastatin 1000mg/20 mg 2.5.Asam Fibrat Fibrat efektif dalam pengobatan hipertrigliseridemia, dimana kadar VLDL pasien tinggi, serta disbetalipoproteinemia. Fibrat digunakan sebagai pilihan terapi hiperlipidemia hanya jika pasien memiliki intoleransi terhadap statin. Fibrat juga digunakan bersamaan dengan statin pada pasien hiperlipidemia yang disertai diabetes dengan kadar trigliserida > 4,5 mmol/L untuk mengoptimalkan kontrol glukosa. Selain itu, fibrat juga digunakan dalam pengobatan hipertrigliseridemia yang diakibatkan antivirus inhibitor protease. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah bezafibrat, ciprofibrat, fenofibrat, dan gemfibrozil. a. Mekanisme Aksi Semua obat golongan fibrat memiliki mekanisme aksi melalui pengikatan pada peroxisome proliferator-activated receptor α (PPAR-α) yang terdapat pada sel hepatosit. Hal ini menyebabkan PPAR- α menjadi aktif dan meningkatkan transkripsi gen yang terlibat dalam
metabolisme
lipoprotein.
PPAR-α
menstimulasi
LPL
(lipoprotein
lipase),
Apolipoprotein A-I dan A-II, serta menurunkan Apolipoprotein C-III. Peningkatan kadar LPL meningkatkan klirens trigliserida yang mengakibatkan penurunan kadar trigliserida dalam plasma. Penurunan ekspresi ApoC-III, yang berfungsi sebagai inhibitor lipolisis dan pembentuk VLDL, akan meningkatkan klirens VLDL dan menurunkan produksi VLDL, sehingga kadar VLDL dalam plasma juga akan menurun. Sedangkan peningkatan ApoA-I dan ApoA-II meningkatkan jumlah HDL plasma.
Gambar 2.7 Mekanisme aksi obat golongan asam fibrat
b. Farmakokinetik Semua derivat fibrat diabsorbsi secara cepat di usus (>90%) ketika diberikan bersamaan dengan makanan. Ikatan ester akan dihidrolisis dengan cepat, dan konsentrasi maksimum plasma tercapai dalam waktu 1-4 jam. Lebih dari 95% obat akan terikat pada protein plasma, terutama albumin. Waktu paruh fibrat bervariasi, contohnya 1.5 jam (gemfibrozil) hingga 20 jam (fenofibrat). Obat didistribusikan ke seluruh tubuh, dan konsentrasi di hati, ginjal, dan intestinal cukup besar. Gemfibrozil dapat melewati plasenta, sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh wanita hamil. Obat golongan fibrat diekskresikan sebagian besar sebagai konjugat glukoronidanya. Sebanyak 60-90% obat dari dosis oral akan diekskresikan melalui urin, dan hanya sebagian yang melalui feses. Ekskresi menurun pada penderita gangguan fungsi ginjal. c.
Dosis Usual dose gemfibrozil yaitu 600 mg secara oral, sehari satu sampai dua kali.
Absorpsi gemfibrozil meningkat bila diminum bersamaan dengan makanan. Dosis fenofibrat (Tricor) yaitu 1-3 tablet 48 mg atau satu tablet 145 mg sehari. Untuk fenofibrat micronized (Zumafib Micro 160) diminum satu tablet 160 mg sehari. d. Kontraindikasi
Obat golongan asam fibrat dikontraindikasikan untuk ibu hamil atau menyusui, pasien dengan disfungsi hepar atau ginjal, dan pasien dengan gangguan saluran empedu. e. Efek Samping dan Interaksi Obat Beberapa efek samping konsumsi obat asam fibrat yaitu ruam, gangguan saluran cerna, miopati, aritmia, hipokalemia, dan kadar aminotransferase yang tinggi dalam darah, meskipun efek samping ini jarang terjadi. Dapat terjadi penurunan jumlah sel darah putih atau hematokrit. Asam fibrat menyebabkan peningkatan kemungkinan pembentukan batu empedu yang berasal dari kolesterol, sehingga tidak dapat digunakan oleh pasien dengan gangguan saluran empedu. Asam fibrat meningkatkan potensi koagulan coumarin dan indanedione sehingga harus dilakukan penyesuaian dosis apabila digunakan bersamaan. Gemfibrozil menghambat glukoronidasi golongan statin, sehingga memperlambat ekskresi statin dari tubuh.
Tabel 2.9. Contoh sediaan golongan asam fibrat Obat Clofibrat
Fenofibrat (micronized)
Gemfibrozil
Produsen Banner Pharmacaps, USL Pharma Abbott
Parke-Davis
Bentuk Sediaan
Dosis Umum
Dosis Maksimum Harian 2g
Kapsul 500 mg
1g sehari dua kali
Kapsul 67, 134, 200 mg Tablet 40, 50, 54, 120,160 mg Kapsul 300 mg
54 mg atau 67 mg
201 mg
600 mg sehari dua kali
1,5 g
2.6.Probukol Probukol adalah obat oral yang digunakan pada pengobatan hiperlipidemia. Dosis dewasa probukol adalah 500 mg diminum 2 kali sehari secara oral dengan makan pagi dan makan malam. Pengobatan probukol dilanjutkan jika tidak terjadi perubahan penurunan kolesterol setelah terapi 3-4 bulan atau jika jumlah trigliserida meningkat. Jika probukol
efektif menurunkan serum kolesterol, obat akan dilanjutkan. Terapi probukol harus diikuti dengan pengaturan pola makan, penurunan berat badan dan pengobatan lanjut jika terdapat gangguan yang dapat menyebabkan hiperkolesterolemia. Probukol bersifat larut dalam lemak dan memiliki absorpsi kurang baik. Probukol digunakan jika obat antihiperlipidemia tidak efektif. Penurunan kadar kolesterol LDL yang diharapkan sebesar 15-20% lebih kecil dibandingkan dengan resin dan asam nikotinat. Probukol menurunkan LDL, tetapi tidak dengan trigliserida plasma (Nurchayaningtyas, 2012). a. Mekanisme kerja Probukol efektif menurunkan kolesterol LDL, meningkatkan katabolisme LDL, dan menghambat pembentukan kolesterol. Probukol dapat menurunkan kolesterol LDL dan HDL, sedangkan trigliserida tidak terpengaruh, sehingga probukol tidak dianjurkan sebagai obat lini pertama. Probukol menguraikan LDL dengan menghambat oksidasi kolesterol yang dioksidasi oleh makrofag. Makrofag menempel pada kolesterol dan menghasilkan sel busa yang menempel pada vaskuler, dan sel busa yang menempel pada vaskuler dapat membentuk plak pada aterosklerosis. Probukol menghambat pembentukan sel busa, sehingga menghambat pembentukan plak (Nurchayaningtyas, 2012).
Gambar 2.8. Mekanisme kerja probukol Keterangan: LDL: Low Density Lipoprotein, oxLDL: Oksidasi LDL, H2O2: hidrogen peroksida
b. Farmakokinetik Absorpsi : 7%, diabsorpsi di saluran cerna. Distribusi : waktu paruh 12 jam sampai 500 jam terakumulasi dalam jaringan adiposa.
Metabolisme : belum diketahui Ekskresi : Feses dan ginjal.
c. Indikasi obat Probukol digunakan untuk penderita hiperlipidemia dan berfungsi untuk menurunkan kolesterol. Digunakan untuk terapi hiperlipidemia tipe IIA dan IIB. Tabel 2.10. Efek terapi probukol terhadap lipid dan lipoprotein
d. Kontraindikasi dan Peringatan Probukol memiliki kontraindikasi dengan pasien yang hipersensitif, interval QT panjang dan tidak normal, gangguan miokardial progresif, ventrikular aritmia, dan jantung. e. Efek Samping Probukol memiliki efek samping dengan kardiovaskuler, dermatologi, endokrin, gastrointestinal, hematologi, hati, neurologi, optalmik, ginjal dan reporduksi. 63. Terapi probukol dapat memperpanjang interval QT dan meningkatkan interval QT. Terapi tunggal probukol atau dengan kolestipol menghasilkan perpanjangan interval QT diatas 440 ms pada 50% pasien penderita hiperlipidemia. Penggunaan probukol pada penderita ventrikular aritmia akan menyebabkan takikardia ventrikular dan fibrilasi ventrikular. Dermatologi menyebabkan kemerahan, prupitus, ekimosis (memar atau bercak biru), pruritus (gatal), dan petekie (lesi perdarahan keunguan). Diare, mual, muntah, nyeri perut dan kembung, perdarahan saluran cerna dan anoreksia. f. Interaksi obat
Probukol memiliki interaksi obat dengan: Antiaritmia dengan perpanjangan interval QT dapat meningkatkan risiko takikardia ventrikular. Obat antiaritmia yaitu amiodaron, bretilium, disopiramid, enkainid, flekainid, lidokain, meksiletin, mirokizin, prokainamid, propafenon, kuinidin, sotalol dan tokainid. Antidepresan trisikik dengan perpanjangan interval QT dapat meningkatkan risiko takikardia ventrikular. Obat antidepresan trisiklik yaitu fenotiazin. Pengambat beta adrenergik menyebabkan bradikardia dan memiliki risiko takikardia ventrikular. Obat penghambat beta adrenergik yaitu digoksin. Senodiol atau ursodiol menyebabkan penurunan efek antihiperlipidemia. g. Dosis dan Cara Pemberian 500 mg diminum 2 kali sehari secara oral dengan makan pagi dan makan malam.
2.7. Suplemen Minyak Ikan
Suplemen minyak ikan merupakan salah satu asam eikosapentanoat yang mengandung makanan tinggi omega-3 untuk pengobatan hiperlipidemia. Minyak ikan memiliki asam lemak panjang dan tidak jenuh (Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana, Setiadi, dan Kusnandar 2008). a. Mekanisme kerja Pada tubuh, minyak ikan menurunkan kolesterol, trigliserida, LDL dan VLDL. Penurunan trigliserida akan menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga kadar LDL menurun. Kadar HDL juga mengalami peningkatan (Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana, Setiadi, dan Kusnandar 2008).
EPA/DHA
PPAR-α
Menurunkan sekresi TAG dan VLDL
Meningkatkan oksidasi asam lemak
Gambar 2.9. Mekanisme kerja suplemen minyak ikan
Suplemen minyak ikan dalam hal ini adalah asam eicosapentaenoic (EPA) dan asam docosahexaenoic (DHA) memiliki mekanisme aksi melalui pengikatan pada peroxisome proliferator-activated receptor α (PPAR-α) yang terdapat pada sel hepatosit. Aksi ini akan menyebabkan perubahan dalam ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme lipoprotein.. EPA/DHA akan menurunkan kadar trigliserida melalui mediasi PPAR-α yang menstimulasi oksidasi asam lemak bebas, peningkatan sintesis LPL dan penurunan ekspresi dari apoC-III (inhibitor lipolisis dan reseptor mediasi klirens). Peningkatan sintesis LPL akan meningkatkan klirens trigliserida yang mengakibatkan penurunan kadar trigliserida dalam plasma. Sedangkan penurunan ekspresi apoC-III akan meningkatkan klirens VLDL dan menurunkan produksi VLDL, sehingga kadar VLDL dalam plasma juga akan menurun (Calder, 2012).
b. Interaksi obat Tabel 2.11. Interaksi obat suplemen minyak ikan Golongan obat Esterogen Beta bloker Diuretik
Obat Hormon Warfarin Atenolol, carvedilol, labetalol, metoprolol, nadolol, propanolol, sotalol Klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon, indapamid, metolazon
Efek antikoagulan dari warfarin dapat ditingkatkan dengan konsumsi minyak ikan, meskipun laporan kasus terbatas.
c. Indikasi Suplemen minyak ikan diindikasikan untuk hiperlipidemia. Minyak ikan memiliki efek yang cukup besar dalam mengurangi trigliserida dan VLDL, namun tidak memiliki efek pada kolesterol total dan LDL atau bahkan dapat menyebabkan peningkatan dalam fraksi tersebut. Digunakan untuk terapi antihiperlipidemia tipe II. d. Kontraindikasi Kontra indikasi bagi pasien hipersensitif e. Peringatan: Peringatan bagi pasien penderita diabetes, penyakit hati, gangguan pankreas, tiroid, konsumsi alkohol/hari, dan kehamilan kategori C. f. Efek samping Demam, jerawat, gejala flu, sakit dada, dada berdebar Sakit belakang, ruam, sakit perut, sendawa.
2.8. Ezetimibe Ezetimibe adalah obat pertama penurun lipid yang menghambat penyerapan kolesterol tanpa mempengaruhi penyerapan nutrisi larut lemak, misalnya vitamin A, D, E dan K. Ezetimibe cepat diserap di usus halus dan kemudian mengalami siklus enterohepatik. Sebanyak 80% ezetimibe dimetabolisme menjadi ezetimibe-glukoronida dengan isoenzim uridine 5′-diphosphate-glucuronosyltransferase (UGT) yang terdapat di usus halus dan hati. Kemudian setelah itu ezetimibe kembali ke usus halus dan melakukan aksi farmakologisnya kembali. Ezetimibe dan ezetimibe glukoronida merupakan bentuk aktif dari obat ini, dan kedua obat ini sama potennya dalam menghambat penyerapan kolesterol di usus halus. Kadar tertinggi ezetimibe dicapai pada saat 1-2 jam setelah administrasi. Waktu paruh ezetimibe cukup panjang yaitu + 22 jam, hal ini disebabkan karena ezetimibe mengalami sirkulasi berulang melalui siklus enterohepatik. Karena waktu paruhnya yang panjang inilah, maka ezetimibe cukup digunakan satu kali sehari. a. Mekanisme kerja Ezetimibe memiliki mekanisme aksi yang berbeda dibanding obat penurun kolesterol lain, seperti statin, resin asam empedu, asam fibrat, dan lainnya. Target dari obat ini adalah NPC1L1 (Niemann-Pick C1-Like 1), yaitu protein yang berperan dalam absorpsi kolesterol melalui membran fili pada usus halus. Akibatkan terhambatnya absorpsi kolesterol, maka
jumlah kolesterol yang dibawa kilomikron untuk disimpan di hati akan menurun, oleh karena itu jumlah reseptor LDL di hati meningkat untuk meningkatkan eliminasi kolesterol LDL (LDL-C) dalam darah.
Gambar 2.10. Mekanisme aksi ezetimibe
Ezetimibe dapat digunakan sebagai obat tunggal ataupun kombinasi dengan statin. Kombinasi dengan statin memberikan hasil yang lebih maksimal dalam menurunkan total kolesterol karena statin mengurangi kolesterol dengan menghambat sintesis kolesterol endogen, sementara ezetimibe menurunkan koesterol dengan menghambat penyerapan kolesterol eksogen. Saat digunakan sebagai obat tunggal ezetimibe dapat menurunkan hingga 18% total LDL-C, sedangkan jika digunakan kombinasi dengan statin jumlah LDL-C yang dapat diturunkan bertambah sekitar 12-20%. b. Indikasi
Hiperkolesterolimia Ezetimibe, digunakan tunggal atau dikombinasikan dengan statin, diindikasikan sebagai terapi tambahan untuk menurunkan total kolesterol, LDL-C, Apo B, trigliserid dan meningkatkan HDL-C pada pasien dewasa ataupun remaja (usia 10-17 tahun) yang menderita hiperkolesterolimia (heterozigot dan non familial)
Hiperkolesterolemia familial homozigot (HoFH)
Ezetimibe dikombinasikan bersama statin diindikasikan untuk menurunkan total kolesterol dan LDL-C pada pasien HoFH. Umumnya digunakan sebagai terapi tambahan bersama LDL apheresis atau jika terapi tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan. c. Dosis dan Cara Pemakaian Dosis ezetimibe yang direkomendasikan adalah 10mg/ hari, sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Diminum secara oral dengan atau tanpa makanan. Ezetimibe dapat diminum pada pagi, siang, atau malam hari, namun diusahakan diminum pada waktu yang sama untuk menghindari kelupaan pasien. Ezetimibe dapat dikombinasikan bersama dengan statin dosis 10, 20, 40, 80 mg. Jika pasien juga mengonsumsi obat golongan resin asam empedu, ezetimibe harus diminum 2 jam atau lebih sebelum atau 4 jam atau lebih setelah konsumsi obat golongan resin asam empedu. d. Cara Penyimpanan Simpan pada suhu 15°C hingga 30°C. Jangan simpan ditempat lembab dan jauhkan dari jangkauan anak-anak. e. Kontraindikasi Ezetimibe dikontraindikasikan untuk
Hipersensitifitas
Pasien dengan gangguan hati berat atau sedang
Anak berusia dibawah 10 tahun
Ibu hamil dan menyusui (jika digunakan kombinasi dengan statin)
f. Efek samping
Diare
Nyeri sendi
Kelelahan
Infeksi saluran pernapasan atas
Sinusitis
g. Interaksi obat Pemberian bersamaan dengan kolestiramin dapat menurunkan AUC ezetimibe kurang lebih 55%. Penurunan total LDL-C oleh ezetimibe berkurang karena interaksi kedua obat ini.
Maka sebaiknya ezetimibe diminum 2 jam sebelum atau 4 jam sesudah pemberian kolestiramin bila kedua obat ini digunakan secara bersamaan. Pemberian ezetimibe secara bersamaan dengan siklosporin pada pasien transplantasi mengakibatkan kenaikan bioavailabilitas siklosporin dan ezetimibe 3-5 kali lipat. Oleh karena itu sebaiknya perlu pertimbangan untuk menggunakan keduaa obat ini secara bersamaan dan diperlukan pemantauan terapi siklosporin Pemberian dengan fenofibrat dan gemfibrozil dapat meningkatkan konsentrasi ezetimibe hingga 1,5-1,7 kali, peningkatan tidak signifikan secara klinik. h. Contoh Sediaan Ezetrol® : Tablet ezetimibe 10 mg Vytorin® : Tablet ezetimibe 10 mg + simvastatin (10 mg, 20 mg, 40 mg atau 80 mg)
Gambar 2.11. Ezetimibe yang beredar di pasaran
.
DAFTAR PUSTAKA
National Cholesterol Education Program, ATP III Guidelines At-A-Glance Quick Desk Reference. Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines /atglance.pdf. [Accessed 24 oktober 2016]. Tan, Doren. 2007. Managing Hyperlipidemia: Every Patient, The Only Patient. Annals of Pharmacotherapy; 36:892-904. Dipiro, J.T., Well, B.G., Scwinghhammer, T.L., Dipiro, C.V. (2009). Pharmacotherapy Handbook 7th edition. USA: McGraw-Hill. Vaughan, C.J., Gotto, A.M. (2004). Update on Statin: 2003. Circulation. 110: 886-892. Anderson, P.O., Knoben, J.E., Troutma, W.G. (2002). Handbook Of Clinical Drug Data, 10th Edition. USA: McGraw-Hill. _. (2015). CCHCS Care Guide: Dyslipidemia. Wells, BG. Dipiro, JT. Schwinghammer, TL. Dipiro, CV. (2015). Pharmacotherapy Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. Brunton, L.L. et. al (2008). Goodman & Gilman’s: Manual of Pharmacology and Therapeutics. California: Mc Graw Hill Education. Baxter, K. (2008). Stockley’s Drug Interactions. (8th ed). London : Pharmaceutical Press. Michelle, A. F, & Jiri J. F. (2002). Common Problems in the Management of Hypertlyceridemia. Canadian Medical Association, 167 (11). Katzung, Bertram G., Masters, Susan B. and Trevor, Anthony J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology, International Edition. Singapore: Mc Graw Hill. Calder, P. C. (2012). Mechanisms of Action of ( n-3 ) Fatty Acids 1 , 2, (C), 1–8. http://doi.org/10.3945/jn.111.155259.1S Nurchayaningtyas, H.V. 2012. Efek Antihiperlipidemia Susu Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) pada Tikus Putih Jantang yang Diberi Diit Tinggi Kolesterol dan Lemak. Depok: Fakultas Farmasi Universtias Indonesia, 27. Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P., & Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Phan, B. A., Dayspring, T. D., & Toth, P. P. (2012). Ezetimibe therapy: mechanism of action and clinical update. Vasc Health Risk Manag, 8, 415-427. Paolini, J. F., Alton, K. B., Kosoglou, T., Bergman, A. J., Johnson-Levonas, A. O., & Statkevich, P. (2005). Ezetimibe: A Review of its Metabolism, Pharmacokinetics and Drug Interactions. Clinical pharmacokinetics, (5), 467-494.
Florentin, M., Liberopoulos, E. N., & Elisaf, M. S. (2008). Ezetimibe‐associated adverse effects: what the clinician needs to know. International journal of clinical practice, 62(1), 88-96.