Akuntansi Perpajakan
PEMBUKUAN PAJAK
A. SISTEM PEMBUKUAN PAJAK
Pembukuan secara akuntansi harus mengikuti standar akuntansi yang berlaku umum. Standar akuntansi mengharuskan perusahaan untuk menampilkan laporan keuangan secara multiple purpose sehingga laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK harus di”rekonsiliasi” supaya sesuai dengan peraturan perpajakan. Oleh karena terdapat perbedaan antara akuntansi dengan pajak maka kemudian timbul istilah akuntansi pajak. Akuntansi pajak sebenarnya merupakan peraturan perpajakan yang ada kaitannya dengan akuntansi. Akuntansi pajak sebenarnya adalah jurnal-jurnal yang diperlukan sehubungan dengan transaksi yang berhubungan dengan pajak.
B. METODE PEMBUKUAN
UU KUP mendefinisikan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk pembukukan pajak adalah : »
suatu proses proses pencatatan yang dilakukan secara secara teratur teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan.
»
meliputi Asset, Libalilities, Equity, Revenue dan Expenses , serta jumlah Cost (harga perolehan) dan penyerahan barang atau jasa.
»
Proses tersebut menghasilkan laporan keuangan berupa Balance Sheet dan Income Statement .
1 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Aturan pajak mengenai pembukuan secara jelas dan tegas diatur dalam Pasal 28 dan penjelasan UU 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Kewajiban pembukuan harus dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (peredaran usaha setahun mencapai Rp.4,8 miliar dan Wajib Pajak Badan di Indonesia.
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan penghasilan yang digunakan.
Stelsel pengakuan penghasilan yaitu : 1. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Definisi ini mencakup pengakuan penghasilan berdasarkan metode % tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate , dan lain-lain. 2. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel ini biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya ditetapkan pada saat dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan tehadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut : 1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluru pembelian dan persediaan. 2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
2
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Aturan pajak mengenai pembukuan secara jelas dan tegas diatur dalam Pasal 28 dan penjelasan UU 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Kewajiban pembukuan harus dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (peredaran usaha setahun mencapai Rp.4,8 miliar dan Wajib Pajak Badan di Indonesia.
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan penghasilan yang digunakan.
Stelsel pengakuan penghasilan yaitu : 1. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Definisi ini mencakup pengakuan penghasilan berdasarkan metode % tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate , dan lain-lain. 2. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel ini biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya ditetapkan pada saat dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan tehadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut : 1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluru pembelian dan persediaan. 2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
2
TaxSys
Akuntansi Perpajakan 3. Pemakaian stelsel kas harus harus dilakukan secara taat asas (konsisten). (konsisten). Kesimpulan : penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan adalah stelsel campuran.
Persyaratan pembukuan menurut UU 28 Tahun 2007 adalah : 1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya (tidak ada penggelapan). 2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel stelsel akrual atau stelsel kas, tahun buku, Metode penilaian persediaan, Metode penyusutan dan amortisasi. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harus taat asas yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan dan sebagainya. Namun demikian perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.
Contoh : Wajib Pajak tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method . Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method .
3 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan menyebutkan alasan-alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan tersebut.
Selain itu perubahan periode tahun buku berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak (c.q Kantor Pelayanan Pajak).
Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, maka penyebutan tahun pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih.
Contoh :
Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2002. Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2003.
Output minimal pembukuan adalah catatan mengenai asset, liabilities, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (ada 59 PSAK yang sudah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia), kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Pembukuan dengan 4
TaxSys
Akuntansi Perpajakan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak. Orang Pribadi atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak Badan. Buku-buku, catatancatatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan.
Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak.
PEMBUKUAN DALAM BAHASA DAN MATA UANG ASING Kriteria wajib pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain Rupiah adalah : a. Wajib Pajak dalam rangka PMA yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai PMA; b. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan; c. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Bagi Hasil yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan minyak dan gas bumi; d. Bentuk usaha tetap (Pasal 2 ayat (5) UU 36 / 2008 atau menurut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang terkait; e. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri yaitu perusahaan anak (subsidiary company ) yang dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan induk ( parent company ) di luar negeri dalam hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b UU 36 Tahun 2008.
Bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang diperbolehkan untuk dipergunakan dalam pembukuan Wajib Pajak adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat oleh Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari 5 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Menteri Keuangan kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontak Karya atau Kontrak Bagi Hasil. Izin tertulis dapat diperoleh Wajib Pajak dengan mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai, atau 3 (tiga) bulan sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan izin penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Keputusan Menteri Keuangan atas permohonan diterbitkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan dari Wajib Pajak. Apabila jangka waktu diatas telah lewat, Menteri Keuangan tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan tersebut dianggap diterima.
Wajib Pajak dala rangka Kontrak Karya atau Kontrak Bagi Hasil yang akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai.
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat berlaku ketentuan konservasi ke mata uang Dollar Amerika Serikat sebagai berikut :
a. Pada awal tahun buku Penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku sebelumnya (dalam mata uang Rupiah) yang dikonversikan ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs : 1) untuk harga perolehan harta berwujud dan atau harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut; 2) untuk akumulasi penyusutan dan atau amortisasi harta menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut; 3) untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas; 4) apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, di samping menggunakan nilai histories, atas nilai selisih lebih dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya revaluasi; 6
TaxSys
Akuntansi Perpajakan 5) untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam mata uang Rupiah dari tahuntahun sebelumnya, dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas; 6) untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi; 7) dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari mata uang Rupiah ke mata uang Dollar Amerika Serikat, maka selisih laba atau rugi tersebut dibebankan pada rekening laba ditahan.
b. Dalam Dalam tahun berjalan : 1) Untuk transaksi yang dilakukan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan; 2) Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan mata uang selain Dollar Amerika Serikat, dikonversikan ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi, yaitu sebagai berikut : a) apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut; b) apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs yang sebenarnya berlaku, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) UU 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan untuk tahun pajak pertama penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat adalah sebesar Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam mata uang Rupiah yang dikonversikan dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 serta Pajak Penghasilan Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dapat dilakukan dalam mata uang rupiah.
Dalam hal pembayaran pajak dilakukan dalam mata uang rupiah Wajib Pajak harus mengkonversasikan pembayaran dalam mata uang Rupiah tersebut ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran. 7 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.
Dalam penerapan tarif Pasal 17 UU PPh lapisan penghasilan kena pajak dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal terdapat bukti pembayaran atas pemotongan / pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 dalam mata uang Rupiah yang akan dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan harus dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran atau pemotongan / pemungutan pajak tersebut.
SANKSI PELANGGARAN
Wajib Pajak yang ternyata : a. Tidak mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat atau permohonannya ditolak atau tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar namun tetap menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat; atau b. Telah diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat atau telah memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, namun pembukuannya tetap diselenggarakan dalam bahasa Indonesia atau mata uang Rupiah;
Maka izin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dicabut dan Wajib Pajak tidak boleh lagi mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Perlakuan tidak dikenakan apabila Wajib Pajak memberitahukan secara tertulis mengenai pembatalan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dalam batas waktu 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berjalan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Persetujuan Menteri Keuangan.
8
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Sisa kerugian fiskal dalam mata uang Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang dapat dikompensasikan ke Tahun Pajak dimulainya pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi.
Wajib Pajak yang telah memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, tidak perlu mengajukan permohonan baru dan izin tersebut tetap berlaku.
Bagi Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan untuk memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, maka terhadap pemberian izin tersebut berlaku Keputusan Menteri Keuangan ini.
9 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
HARGA PEROLEHAN
Pasal 10 UU Pajak Penghasilan mengatur tentang cara penilaian harta termasuk persediaan dalam rangka menghitung penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung keuntungan atau kerugian apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan penghitungan penghasilan dari penjualan barang dagangan.
Definisi harga perolehan adalah harga yang sesungguhnya dibayar. Termasuk dalam harga perolehan adala harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan. Dengan Hubungan Istimewa (Pasal 18 ayat (4) UU PPh) apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Dalam jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa maka bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil di bandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. 10
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Contoh : PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut : PT A
PT B
Nilai sisa buku
Rp. 200.000.000,00
Rp. 300.000.000,00
Harga Pasar
Rp. 300.000.000,00
Rp. 450.000.000,00
Pada dasarnya penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian PT A mendapat keuntungan sebesar Rp. 100.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00-Rp. 200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp. 150.000.000,00 (Rp. 450.000.000,00-Rp. 300.000.000,00). Sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp. 750.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00 + Rp. 450.000.000,00). Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku (“pooling of interest” ). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp. 500.000.000,00 (Rp. 200.000.000,00 + Rp. 300.000.000,00).
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan harta. Ketentuan ini mengatur tentang penilaian harta yang diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal dimaksud yaitu dinilai berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut.
11 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
PERSEDIAAN
A. ASPEK AKUNTANSI PERSEDIAAN
Definisi Menurut Paragraf 3 PSAK 16 ruang lingkup Persediaan adalah aktiva tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan atau dalam bentuk badan atau perlengkapan (supplies ) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Nilai realisasi bersih adalah taksiran harga penjualan dalam kegiatan usaha normal dikurangi taksiran biaya penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penjualan.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakupi barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi (Paragraf 4 PSAK 16).
Pengukuran Persediaan Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih mana yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value ). (Paragraf 5 PSAK 16).
Biaya persediaan kecuali yang disebut dalam paragraph 19, harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weighted average cost method ), atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO). (Paragraf 20 PSAK 16).
Formula MPKP / FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam 12
TaxSys
Akuntansi Perpajakan persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan perusahaan. Rumus MTKP / LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terdahulu.
Pengakuan Sebagai Beban Pengakuan ini dicantumkan jika barang dalam persediaan dijual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi bersih dan seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi bersih, harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut. (Paragraf 28 PSAK 16).
Pengungkapan Paragraf 31 PSAK 16 mengungkapkan Laporan keuangan harus mengungkapkan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk rumus biaya yang dipakai; total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi yang sesuai bagi perusahaan; jumlah tercatat persediaan yang dicatat sebesar nilai realisasi bersih jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui sebagai penghasilan selama periode sebagaimana dijelaskan pada paragraf 28 PSAK 16; kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang diturunkan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 28; dan nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan kewajiban.
B. ASPEK PAJAK PERSEDIAAN
Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Ketentuan Pasal 10 ayat (5) UU 36/ 2008 mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama ( “first-in first-out atau disingkat FIFO”). Sesuai 13 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas. Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama.
14
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
FIXED ASSET MANAJEMEN
Perusahaan di dalam menjalankan bisnisnya akan menggunakan beberapa aktiva dalam kegiatan operasinya. Aktiva tersebut dapat berupa peralatan, mesin dll.
Penggunaan aktiva tersebut akan berdampak dalam : -
Initial outlay pada saat pembelian
-
Maintenance cost yang harus dikeluarkan selama masa manfaat
-
Penghapusan aktiva
-
Tampilan neraca dan rugi akibat pemakaian asset
-
Dampak pemakaian asset terhadap pajak
Penyediaan aktiva yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah dengan pembelian, leasing , dan sewa. Terhadap kebijakan tersebut perusahaan mempunyai alasan masing-masing. Berikut ini akan disajikan dampak perpajakan akibat kebijakan ketiga unsur tersebut.
A. ASPEK AKUNTANSI AKTIVA TETAP
1. Ruang Lingkup PSAK Aktiva Tetap ini harus ditetapkan dalam akuntansi aktiva tetap dan aktiva lain-lain kecuali bila standar akuntansi keuangan lainnya mensyaratkan suatu perlakuan akuntansi yang berbeda. Pernyataan ini tidak berlaku bagi : a. hutan dan sumber daya alam serupa yang dapat diperbaharui; b. kuasa pertambangan, ekplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas alam dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui. Namun demikian, pernyataan ini berlaku untuk aktiva tetap yang digunakan untuk mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aktiva yang tercakup dalam (a) dan (b) di atas, tetapi dapat dipisahkan dari aktivitas atau aktiva tersebut. 15 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Penyusutan adalah alokasi sistematik jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aktiva sepanjang masa manfaat.
Jumlah yang dapat disusutkan (deperciable amount ) adalah biaya perolehan suatu aktiva, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya perolehan dalam laporan keuangan, dikurangi nilai sisanya.
Masa manfaat adalah periode suatu aktiva diharapkan dapat digunakan oleh perusahaan atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aktiva oleh perusahaan.
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan.
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap bila besar kemungkinan ( probable ) bahwa manfaat keekonomian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan dan biaya perolehan aktiva dapat diukur secara handal.
Aktiva tetap sering merupakan suatu bagian utama aktiva perusahaan, dan karenanya signifikan dalam penyajian posisi keuangan. Lebih jauh lagi, penentuan apakah suatu pengeluaran merupakan suatu aktiva atau beban dapat berpengaruh signifikan pada hasil operasi yang dilaporkan perusahaan.
Suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Biaya perolehan suatu aktiva tetap terdiri dari harga belinya, termasuk Bea Impor dan PPN Masukan Tak Boleh Restitusi ( non- refundable ), dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aktiva tersebut ke kondisi yang membuat aktiva aktiva tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan; setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian.
16
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah : a. biaya persiapan tempat; b. biaya pengiriman awal (initial delivery ) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling costs ); c. biaya pemasangan (installation costs ); dan d. biaya profesional seperti arsitek dan insyinyur.
2. Pertukaran Aktiva ` Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atau petukaran sebagian untuk suatu aktiva tetap yang tidak serupa atau aktiva lain. Biaya dari pos semacam itu diukur pada nilai wajar aktiva yang dilepaskan atau yang diperoleh, yang mana yang lebih handal, ekuivalen dengan nilai wajar aktiva yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer.
Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atas suatu aktiva yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha yang sama dan memiliki suatu nilai wajar serupa. Suatu aktiva tetap juga dapat dijual dalam pertukaran dengan kepemilikan aktiva yang serupa. Dalam kedua keadaan tersebut, karena proses perolehan penghasilan ( earning process ) tidak lengkap, tidak ada keuntungan atau kerugian yang diakui dalam transaksi. Sebaliknya biaya perolehan aktiva baru adalah jumlah tercatat dari aktiva yang dilepaskan. Tetapi, nilai wajar aktiva yang diterima dapat menyediakan bukti dari suatu pengurangan (impairment ) aktiva yang dilepaskan. Dalam keadaan ini aktiva yang dilepaskan diturun nilai buku-kan (written down ) dan nilai turun nilai buku (written down ) ini ditetapkan untuk aktiva baru. Contoh dari pertukaran aktiva serupa termasuk pertukaran pesawat terbang, hotel, bengkel dan properti real estate lainnya. Jika aktiva lain seperti kas termasuk sebagai bagian transaksi pertukaran, ini dapat mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak memiliki suatu nilai yang serupa. Aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun “Modal Donasi”.
Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aktiva tetap yang memeperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat keekonomian di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada jumlah tercatat aktiva yang bersangkutan.
17 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Pengeluaran setelah perolehan ( subsequent expenditures ) pada properti, pabrik dan peralatan hanya diakui sebagai suatu aktiva jika pengeluaran meningkatkan kondisi aktiva melebihi standar kinerja semula. Contoh peningkatan yang menghasilkan peningkatan manfaat keekonomian masa yang akan datang mencakup : a. modifikasi suatu pos sarana pabrik untuk memperpanjang usia manfaatnya termasuk suatu peningkatan kapasitasnya; b. peningkatan kemampuan mesin ( up-grading machine parts ) untuk mencapai peningkatan besar dalam kualitas output; dan c. penerapan proses produksi baru yang memungkinkan suatu pengurangan besar biaya operasi.
Pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan aktiva tetap untuk menjaga manfaat keekonomian masa yang akan datang yang dapat diharapkan perusahaan untuk mempertahankan standar kinerja semula atas suatu aktiva, biasanya diakui sebagai beban saat terjadi. Contohnya, biaya pemeliharaan dan reparasi (servicing ) atau turun mesin ( overhauling ) pabrik dan peralatan biasanya merupakan beban karena memelihara daripada meningkatkan standar kinerja semula.
Perlakuan akuntansi yang tepat untuk pengeluaran yang terjadi setelah perolehan suatu aktiva tetap tergantung pada keadaan yang diperhitungkan pada pengukuran awal dan pengakuan pos yang berkaitan dari aktiva tetap dan apakah pengeluaran setelah perolehan ( subsequent expenditures ) dapat pulang pokok. Contohnya, jika jumlah tercatat aktiva tetap telah memperhitungkan suatu kerugian dalam manfaat keekonomian masa yang akan datang yang diharapkan dari dikapitalisasi asalkan saja jumlah tercatat tidak melebihi jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aktiva. Ini juga keadaan dimana harga pembelian suatu aktiva telah mencerminkan kewajiban perusahaan untuk membuat pengeluaran dalam masa yang akan datang yang perlu untuk membawa aktiva ke kondisi kerjanya. Contohnya adalah perolehan suatu gedung membutuhkan renovasi. Dalam keadaan tersebut, pengeluaran setelah perolehan ditambahkan ke jumlah tercatat aktiva sepanjang dapat diperoleh kembali dari manfaat masa yang akan datang dari aktiva.
3.
Penyusutan Jumlah dapat disusutkan (depreciable ) suatu aktiva tetap harus dialokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode penyusutan harus mencerminkan pola pemanfaatan keekonomian aktiva (the pattern in which the asset’s economic benefits are consumed by the enterprise ) oleh perusahaan.
18
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Penyusutan untuk setiap periode diakui sebagai beban untuk periode yang bersangkutan, kecuali termasuk sebagai jumlah tercatat aktiva lain.
Bersamaan dengan manfaat keekonomian yang diwujudkan dalam suatu aktiva dikonsumsi oleh perusahaan sepanjang masa manfaat aktiva. Tetapi faktor lain seperti keusangan teknis dan aus serta rusak ( wear and tear ) saat suatu aktiva menganggur (iddle ), juga dapat mengurangi manfaat keekonomiannya yang mungkin telah diharapkan tersedia dari aktiva. Karenanya, seluruh faktor berikut harus dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat suatu aktiva.
Penggunaan aktiva yang diharapkan oleh perusahaan : •
Penggunaan dinilai dengan pedoman kapasitas aktiva yang diharapkan atau output fisik;
•
keusangan fisik yang diharapkan, yang tergantung pada faktor operasional seperti jumlah pergantian kelompok kerja ( shifts ) dimana aktiva digunakan dan program perbaikan dan perawatan dari perusahaan, dan perawatan aktiva pada saat menganggur (iddle );
•
keusangan teknis yang timbul dari perubahan atau perbaikan produksi, atau dari perubahan permintaan pasar untuk produk atau jasa yang dihasilkan oleh aktiva; dan
•
pembatasan hukum atau yang serupa atas penggunaan aktiva, seperti habisnya waktu dari sewa guna usaha yang berkaitan.
Masa manfaat aktiva ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh perusahaan. Kebijakan manajemen aktiva suatu perusahaan mempengaruhi jumlah penyusutan aktiva setelah suatu waktu yang ditentukan atau setelah konsumsi dari proporsi tertentu atas manfaat keekonomian yang diwujudkan dalam aktiva. Karenanya, masa manfaat suatu aktiva dapat lebih pendek daripada usia keekonomiannya. Estimasi masa manfaat suatu aktiva tetap merupakan masalah pertimbangan yang berdasarkan pada pengalaman perusahaan dengan aktiva serupa.
Tanah dan bangunan harus diperlakukan sebagai aktiva yang terpisah untuk tujuan akuntansi, walaupun diperoleh secara sekaligus. Tanah biasanya memiliki usia tak terbatas, oleh karena itu tidak disusutkan. Bangunan memiliki usia terbatas, oleh karena itu disusutkan. Peningkatan nilai tanah tempat bangunan didirikan tidak mempengaruhi masa manfaat bangunan.
19 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Beban penyusutan untuk suatu periode biasanya diakui sebagai suatu beban. Tetapi, dalam keadaan tertentu, manfaat keekonomian yang terwujud dalam suatu aktiva diserap perusahaan dalam memproduksi aktiva lain bukan memberikan kenaikan pada suatu beban. Dalam keadaan ini, beban penyusutan mencakup bagian biaya perolehan aktiva lain dan termasuk dalam jumlah tercatatnya. Sebagai contoh, penyusutan pabrik dan peralatan pabrik termasuk dalam biaya proses produksi persediaan (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 14 tentang persediaan). Demikian pula, penyusutan aktiva tetap yang digunakan untuk aktivitas pengembangan dapat dimasukkan dalam biaya pengembangan yang dikapitalisasi sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan.
4. Penghentian dan Pelepasan Suatu aktiva tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aktiva secara permanent ditarik dari penggunaannya dan tidak ada manfaat keekonomian masa yang akan datang diharapkan dari pelepasannya.
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu aktiva tetap diakui sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba rugi.
Jika suatu aktiva tetap dipertukarkan untuk suatu aktiva yang serupa, dalam keadaan yang dijelaskan dalam paragraf 21, biaya perolehan aktiva yang diperoleh adalah sama dengan jumlah tercatat aktiva yang dilepaskan dan tidak ada keuntungan atau kerugian yang dihasilkan.
Aktiva tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif dan ditahan untuk dilepaskan dinilai pada yang terendah antara jumlah tercatatnya dan nilai realisasi neto.
5. Pengungkapan Laporan Keuangan harus mengungkapkan, dalam hubungan dengan setiap jenis aktiva tetap :
20
dasar penilaian yan digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto. Jika lebih dari satu dasar yang digunakan, jumlah tercatat bruto untuk dasar dalam setiap kategori harus diungkapkan;
metode penyusutan yang digunakan;
masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode; suatu rekonsiliasi memperlihatkan:
jumlah
tercatat
pada
awal
dan
akhir
periode
penambahan;
pelepasan;
akuisisi melalui penggabungan usaha;
revaluasi yang dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah;
penurunan nilai tercatat sesuai dengan paragraf 43;
penyusutan;
beda nilai tukar neto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan suatu entitas asing; dan
setiap pengklasifikasian kembali.
Pemilihan metode penyusutan dan estimasi masa manfaat aktiva adalah masalah pertimbangan. Karenanya, pengungkapan metode yang digunakan dan usia manfaat yang diestimasi atau tarif penyusutan menyediakan pemakai laporan keuangan dengan informasi yang mengijinkan mereka meninjau kebijakan yang dipilih oleh manajemen dan memungkinkan perbandingan dibuat dengan perusahaan lain. Untuk alasan serupa, adalah perlu untuk mengungkapkan penyusutan yang dialokasikan dalam suatu periode dan akumulasi penyusutan pada akhir periode tersebut.
21 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
PENYUSUTAN
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. (Paragraf 2 PSAK 18).
Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi, dan memiliki suatu masa manfaat yang terbatas, dan ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount ) adalah biaya perolehan suatu aktiva, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan dikurangi nilai sisanya.
Penghapusan aktiva adalah penghapusan nilai buku yang tercantum tidak lagi menggambarkan manfaat dari aktiva yang bersangkutan. Penghapusan aktiva berbeda dengan penyusutan.
A. METODE PENYUSUTAN
Jumlah yang dapat disusutkan dialokasikan ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat aktiva dengan berbagai metode yang sistematis. Metode manapun yang dipilih, konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan agar dapat menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari period eke periode.
Penyusutan dapat dilakukan dengan dikelompokkan menurut kriteria berikut :
22
TaxSys
berbagai
metode
yang
dapat
Akuntansi Perpajakan Berdasarkan waktu : a) metode garis lurus (straight-line method ) b) metode pembebanan yang menurun; c) metode jumlah-angka-tahun (sum-of-the-years-digit-method ) d) metode saldo menurun / saldo menurun-ganda ( declining / double-declining balance method ). e) berdasarkan penggunaan; f) metode jam-jasa (service-hours method ) g) metode jumlah unit produkai ( productive-output method )
Berdasarkan kriteria lainnya : a) metode berdasarkan kelompok dan jenis (group and composite method) b) metode anuitas (annuity method) c) sistem persediaan (inventory systems) d) Masa manfaat dari suatu aktiva yang dapat disusutkan harus diestimasi setelah mempertimbangkan faktor berikut : e) taksiran aus dan kerusakan fisik ( physical wear and tear ) f) keuangan g) pembatasan hukum atau lainnya atas penggunaan aktiva.
B. ASPEK PERPAJAKAN PEMBELIAN AKTIVA
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusutan
1. Dasar penyusutan Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. 23 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Syarat aktiva (selain tanah) yang dapat disusutkan dan deductible expenses adalah : a) Aktiva tersebut dapat disusutkan b) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud (selain tanah) c) Mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun d) Untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan.
2. Saat dimulainya penyusutan Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Saat dimulainya penyusutan. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Penyusutan Bidang tertentu Penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu, ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha tersebut yang ketentuannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
3. Pengalihan harta Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta Pasal 4 ayat (1) huruf d UU 36 / 2008 atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. Apabila hasil penggantian asuransi yang 24
TaxSys
Akuntansi Perpajakan akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak c.q KPP jumlah sebesar kerugian Pasal 11 ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 (3) huruf a&b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yan mengalihkan. Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenakan pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta tersebut.
Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut dan atau penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi dan nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di mana kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Menyimpang dari ketentuan Pasal 11 ayat (8), dalam hal pengalihan harta berwujud yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a & b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan.
25 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
LEASING
PENGERTIAN
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat melalui deposito, tabungan, giro dan lain-lain. Lembaga pembiayaan ini dalam perkembangannya kemudian dikenal sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).
Lembaga pembiayaan yang pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Indonesia adalah kegiatan sewa guna usaha (Leasing ) pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor : KEP-122 / MK / 2 / 1974, Nomor : 32 / M / SK / 2 / 1974 dan Nomor : 30 / Kpb / I / 74 tanggal 7 Februari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing”.
Definisi leasing sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut diatas adalah : Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu prusahaaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.
Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis leasing yang lazim disebut finance lease atau capital lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, dengan dkeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 (Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988) serta ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 / KMK.013 / 1988 tanggal 20 Desember 1988,
26
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Jenis kegiatan sewa guna usaha tersirat dalam Pasal 1 keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini : •
Leasing Company (perusahaan sewa guna usaha atau lessor ) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa-guna-usaha (lessee ) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
•
Finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha, dimana penyewa-guna-usaha (lessee ) pada akhir masa kontrak mempunyai hak Opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasrkan nilai sisa yang disepakati bersama.
•
Operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa-guna-usaha (lessee ) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
•
Lessee (penyewa-guna-usaha) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan sewa guna usaha (lessor ).
Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak mengubah pengertian dasar leasing di Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan leasing untuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada hakekatnya merupakan usaha sewa-menyewa biasa. Namun demikian, dengan terbukanya kemungkinan bagi perusahaan leasing untuk memperluas bidang usaha yang mancakup baik sewa guna usaha pembiayaan (finance lease ) maupun sewa-menyewa biasa ( operating lease ) maka dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi sewa guna usaha sesuai dengan karakteristik serta ruang lingkup yangtelah ditetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan tersebut. Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 7 September 1994 telah mensahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 30 tentang Akuntansi Sewa Guna Usaha.
Di samping itu, meskipun kegiatan leasing di Indonesia sudah dikenal dan berkembang sejak tahun 1974, perlakuan perpajakan atas transaksi leasing ternyata masih berbentur pada berbagai masalah pelik dan rumit yang senantiasa menjadi objek pertentangan / perdebatan. Hal ini terkait dengan beberapa kali berubahnya undangundang perpajakan, terutama Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang PPN. Perubahan undang-undang perpajakan yang ada selama ini tidak dengan segera diiringi perubahan ketentuan perpajakan atas transaksi leasing sehingga dalam praktiknya menimbulkan penafsiran-penafsiran yang berbeda dalam transaksi leasing , terutama atas transaksi Sales and Leaseback . Sampai saat ini acuan tentang ketentuan perpajakan atas transaksi leasing masih berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor :1169 / KMK.01 / 1991, tanggal 27 November 1991. Padahal sejak dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan tersebut Undang-undang PPh telah 27 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
berubah tiga kali dan Undang-undang PPN telah berubah dua kali. Mencermati ketentuan akuntansi dan ketentuan perpajakan atas transaksi sewa guna usaha ternyata ada perbedaan-perbedaan. Sedangkan pada tahun 1997, Pengurus Pusat Ikatan Akuntansi Indonesia telah mensahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan yang mengatur agar dilakukan pengakuan terhadap future tax effects yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT yang disebabkan oleh perbedaan temporer. Pengakuan future tax effects tersebut dilakukan dengan mengakui adanya aktiva pajak tangguhan (deferred tax asset ) atau kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liability ) dengan menggunakan Balance Sheet Liability Method.
Materi ini dimaksudkan untuk membantu wajib pajak dalam memahami : a. Aspek akuntansi atas transaksi Sewa Guna Usaha b. Aspek pajak atas transaksi Sewa Guna Usaha c. Pajak Tangguhan atas transaksi Sewa Guna Usaha
Jenis Leasing Jenis leasing yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenis leasing yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut, adalah sebagai berikut:
a. Finance Lease ( Sewa Guna Usaha Pembiayaan)
Dalam hal ini, perusahaan sewa guna usaha ( lessor ) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal yang dibutuhkan oleh lessee . Lessee biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan leasing sebagai pemilik barang tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan, serta pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Selama masa sewa guna usaha berjalan, lessee melakukan pembayaran secara berkala dimana jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa ( residual value ), kalau ada, mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan sewa guna usaha.
b. Operating Lease (Sewa-Menyewa Biasa)
Dalam leasing jenis ini, lessor membeli barang modal dan selanjutnya disewaguna-usahakan kepada lessee. Berbeda dengan finance lease , jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena lessor mengharapkan keuntungan
28
TaxSys
Akuntansi Perpajakan justru dari penjualan barang modal yang disewa-guna-usahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Dalam hal ini, dibutuhkan keahlian khusus dari lessor untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang disewa-guna-usahakan. Berbeda dengan finance lease , dalam operating lease , lessor biasanya bertanggungjawab atas biayabiaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
c. Sales-type Lease (Sewa Guna Usaha Penjualan)
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease ) di mana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan leasing . Leasing jenis ini seringkali merupakan suatu cara pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.
d. Leveraged Lease
Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan, setidaknya tiga pihak, yakni lessee, lessor , dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha.
Pelaksanaan transaksi sewa guna usaha
Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna usaha dapat dilaksanakan sebagai berikut : a. Direct Lease (Sewa Guna Usaha Langsung)
Dalam transaksi jenis ini lessee belum pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna usaha tersebut, sehingga atas permintaannya, lessor membeli barang modal. Tujuan utama lessee adalah mendapatkan pembiayaan melalui leasing untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi.
b. Sale and Leaseback (Penjualan dan Penyewaan Kembali)
Dalam transaksi ini, lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimiliki kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang sama ini kemudian dilakukan kontrak leasing antara lessee (pemilik semula) dengan lessor .
29 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
c. Syndicated Lease (Sewa Guna Usaha Sindikasi)
Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa lessor secara bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu lessee . Sewa guna usaha ini dilakukan karena nilai tansaksi yang terlampau besar atau karena faktor-faktor lain. Salah satu lessor akan ditunjuk sebagai koordinator sehingga lessee cukup berkomunikasi dengan perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat dilakukan baik melalui direct lease maupun sale and leaseback
Dasar Pertimbangan Dalam Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 / KMK.013 / 1998 tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan bahwa sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan demikian, selama jangka waktu sewa guna usaha, hak milik (legal title ) atas aktiva yang disewa-guna-usahakan tetap berada pada perusahaan sewa guna usaha (lessor ) meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna usaha tanggung jawab atas penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa guna usaha (lessee ).
Terlepas dari ketentuan tersebut, ditinjau dari aspek akuntansi, paragraf 35 Kerangka Dasar Penyusutan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi ( economic substance ) dari suatu peristiwa / transaksi daripada bentuk hukumnya ( legal form ). Oleh karena itu, apabila suatu transaksi leasing yang berdasarkan makna ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta resiko yang melekat pada kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai perolehan suatu aktiva pembiayaan (finance lease ) bagi lessor .
Sebaliknya apabila suatu transaksi leasing yang berdasarkan makna ekonominya bukan merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan resiko yang melekat pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus di pandang sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease ) oleh perusahaan sewa guna usaha.
Tujuan PSAK 30 Pernyataan ini dirumuskan berdasarkan beberapa alasan berikut ini : a. Diperlukan ketegasan tentang perlakuan dan pelaporan transaksi leasing yang dapat mengungkapkan status aktiva yang disewa-guna-usahakan baik bagi lessor maupun lessee . 30
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
b. Perlu adanya pedoman tentang keseragaman pelakuan akuntansi transaksi leasing sehingga data keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dianalisis dan ditafsirkan dengan mudah oleh semua pihak yang berkepentingan. c. Dengan meluasnya transaksi leasing di Indonesia setelah kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, maka perlu diatur pengungkapan yang layak dalam standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai laporan keuangan.
Kriteria Pengelompokkan Transaksi Sewa Guna Usaha Berhubungan dasar pertimbangan utama yang digunakan adalah asas makna ekonomi, maka suatu transaksi sewa-guna-usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi lessee atau finance lease bagi lessor apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini : a. Lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewa-guna-usahakan pada akhir masa sewa guna usaha denga harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian leasing .
b. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh lessee ditambah dengan nilai sisa (residu ) mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan serta bunganya sebagai keuntungan bagi lessor (full payout lease ).
c. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
d. Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi leasing dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease ).
PERLAKUAN AKUNTANSI OLEH PERUSAHAAN SEWA GUNA USAHA ( LESSOR )
1. Finance Lease Penanaman neto dalam aktiva yang disewa-guna-usahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai penanaman neto leasing . Jumlah penanaman neto tersebut terdiri dari jumlah piutang leasing ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh lessor pada akhir masa sewa guna usaha dikurangi dengan Pendapatan Leasing yang Belum Diakui (unearned lease income ) dan Simpanan Jaminan (security deposit ). Selisih antara piutang leasing ditambah nilai sisa (harga opsi) 31 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
dengan harga perolehan aktiva yang disewa-usaha-kan diperlakukan sebagai Pendapatan Leasing yang Belum Diakui (unearned lease income ). Pendapatan leasing yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan periode berjalan berdasarkan suatu tingkat pengembalian berkala ( periodic rate of return ) atas penanaman neto perusahaan sewa guna usaha. Apabila lessor menjual barang modal kepada lessee sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman neto dalam leasing pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan. Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi leasing harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
2. Operating Lease Barang modal yang disewa-guna-usahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan. Pembayaran sewa guna usaha (lease payments ) selama tahun berjalan yang diperoleh dari lessee diakui dan dicatat sebagai Pendapatan Sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun jumlah pembayaran sewa guna usaha mungkin tidak sama untuk setiap periode. Penyusutan aktiva yang disewa-guna-usahakan harus dilakukan dalam jumlah yang layak dijual maka perbedaan nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai Keuntungan atau Kerugian tahun berjalan.
PERLAKUAN AKUNTANSI BAGI LESSEE
1. Capital Lease Transaksi leasing diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh lessee pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai Angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh lessor atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha. Aktiva yang disewa-guna-usaha harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
32
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Kalau aktiva yang disewa-guna-usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan. Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha lessee.
Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback ) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease .
2. Operating Lease Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSI LEASING OLEH LESSOR .
1. Finance Lease Aktiva dilaporkan berdasarkan urutan likuidasinya, kewajiban dilaporkan berdasarkan urutan jatuh temponya tanpa mengelompokkan ke dalam unsur lancar dan tidak lancar (unclassified balance sheet ). Penanaman neto dalam aktiva yang disewa guna usahakan harus dilaporkan dalam neraca dengan rincian sebagai berikut : Piutang Sewa Guna Usaha
Rp.
xxx
Nilai Sisa Yang Terjamin
xxx
Pendapatan Sewa Guna Usaha Yang Belum Diakui
(xxx)
Simpanan Jaminan
(xxx)
Penanaman Netto Sewa Guna Usaha
Rp.
Penyisihan Piutang Sewa Guna Usaha Yang Diragukan Jumlah Penanaman
xxx (xxx)
Rp.
xxx 33
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok Pendapatan. Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha dalam leasing sindikasi dan leveraged lease harus dilaporkan oleh masing-masing pihak secara proporsional sesuai dengan penyertaannya.
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut : a) kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha. b) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya. c) Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban lessor kepada lessee. d) Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga. e) Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
2. Operating Lease Barang modal yang disewa-guna-usahakan dilaporkan berdasarkan harga perolehan setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Aktiva yang disewaguna-usahakan dilaporkan secara terpisah dari aktiva tetap yang tidak disewa-gunausahakan. Perhitungan rugi laba harus disusun sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya ( single step ). Pendapatan leasing harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok Pendapatan. Penyusutan aktiva yang disewa-guna-usahakan dilaporkan secara terpisah dari penyusutan aktiva yang tidak disewa-guna-usahakan.
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut : a) Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi leasing . b) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya. c) Sifat dari simpanan jaminan (jika ada). d) Aktiva yang disewa-guna-usahakan yang dijaminkan kepada pihak ketiga. e) Leasing sindikasi dan Leveraged Leases .
34
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKS TRANSAKSII LEASING OLEH LESSEE
1. Capital Lease Aktiva yang disewa-guna-usaha dilaporkan sebagai bagian aktiva tetap dalam kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikuut : a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya. b) Penyusutan aktiva yang disewa-guna-usaha yang dibebankan dalam tahun berjalan. c) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi leasing . d) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan sehubungan dengan transaksi sale and leaseback .
beserta
amortisasinya
e) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian leasing (major covenants ).
2. Operating Lease Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut : a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang dibebankan sebagai biaya sewa. b) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya. c) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi leasing . d) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan sehubungan dengan transaksi sale and leaseback .
beserta
amortisasinya
e) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha (major covenants ).
35 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
ASPEK PAJAK SEWA GUNA USAHA
Menurut ketentuan perpajakan, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak Opsi (finance lease ) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha (lease term ) pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor . Masa sewa guna usaha sekurang-kurangnya : •
2 tahun untuk barang modal golongan I
•
3 tahun untuk barang modal golongan II dan III
•
7 tahun untuk barang modal golongan bangunan.
2. Penggolongan jenis barang tersebut ditetapkan berdasarkan Pasal 11 Undangundang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan undangundang ini sudah berubah 3 kali sampai saat ini.
3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee . Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut : a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha (lease term ) pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna usahakan dan keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor . b) Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee . c) Perlakuan perpajakan untuk transaksi sewa guna usaha sudah diatur oleh pemerintah baik dari sisi lessor maupun lessee . Ketentuan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169 / KMK.01 / 1991, yaitu sebagai berikut:
36
TaxSys
Akuntansi Perpajakan TRANSAKSI FINANCE LEASE DARI SUDUT LESSOR
Atas pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh dari transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi bukan merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23. Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari Lessor kepada Lessee , bukan merupakan Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang PPN.
Lessor yang melakukan transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu sebesar 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir Jumlah Piutang Sewa Guna Usaha. Kerugian dari Piutang Sewa Guna Usaha yang sebenarnya karena tidak dapat ditagih lagi, dibebankan kepada perkiraan Cadangan Penghapusan Piutang Ragu-ragu. Selisih dana cadangan dan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dimasukkan ke dalam Rugi / Laba tahun yang bersangkutan (direct expense ). Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laporan keuangan triwulan yang terakhir disetahunkan dibagi 12. Tidak ada perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan atas transaksi-transaksi Finance Lease dari sudut Lessor .
TRANSAKSI CAPITAL LEASE DARI SUDUT LESSEE
Lessee tidak boleh menyusutkan aktiva. Dasar penyusutan setelah lessee menggunakan hak opsi adalah nilai sisa aktiva. Tanah tidak boleh disusutkan. Pembayaran sewa guna usaha merupakan biaya kecuali pembebanan atas tanah.
Jika terjadi transaksi sale and leaseback , harus dipisahkan antara transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. (Dalam kasus ini : ada perbedaan pendapat berkaitan dengan pengenaan PPN atas penyerahan aktiva bekas eks Pasal 16D UU PPN). Pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi bukan merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23.
Ada perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan atas Transaksi Finance Lease dari sudut Lessee . Perbedaan tersebut hanya perbedaan sementara dalam alokasi biaya. Hal ini akan mempengaruhi dampak pajak di masa mendatang yang harus disajikan dalam laporan keuangan sebagai pajak tangguhan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46.
37 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
TRANSAKSI OPERATING LEASE DARI SUDUT LESSOR
Atas pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh dari transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23. Atas penyerahan Jasa dalam transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi dari Lessor kepada lessee , merupakan Jasa Kena Pajak sehingga terutang PPN. Lessor membebankan biaya penyusutan.
Penyusutan dimulai pada bulan diperolehnya aktiva. Pada saat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991, ketentuan penyusutan masih menggunakan ketentuan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1983, dimana penyusutan dilakukan secara gabungan. UU Nomor 10 Tahun 1994 mengubah ketentuan penyusutan dilakukan secara individual mulai tahun diperolehnya aktiva. UU Nomor 17 Tahun 2000 mengubah ketentuan penyusutan dilakukan secara individual mulai bulan diperolehnya aktiva.
Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laporan keuangan triwulan yang terakhir disetahunkan dibagi 12.
TRANSAKSI OPERATING LEASE DARI SUDUT LESSEE
Lessee tidak boleh menyusutkan aktiva. Pembayaran sewa merupakan biaya. Pembayaran sewa wajib dipotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat(2) Final. Lessee berhak mengkreditkan PPN yang dibayarkannya kepada lessor.
38
TaxSys
Akuntansi Perpajakan ASPEK AKUNTANSI AKTIVA TIDAK BERWUJUD
Aktiva tak berwujud (intangible asset) adalah aktiva tak lancar (non current asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi aktiva yang lain. Salah satu karakteristik aktiva tak berwujud yang paling penting adalah tingkat ketidak pastian mengenai nilai dan manfaatnya dikemudian hari. Dalam banyak kasus, nilai aktiva tak berwujud antara lain dapat berbentuk hak paten, hak cipta, franchise, merk dagang dan goodwill.
Perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud menyangkut masalah yang tidak berbeda dengan perlakuan akuntansi terhadap aktiva tetap, diantaranya adalah penentuan nilai perolehan, pelakuan akuntansi selanjutnya terhadap nilai perolehan tersebut dalam kondisi usaha normal (amortisasi), dan perlakuan akuntansi atas penurunan nilai aktiva tak berwujud yang material dan permanen. Kesulitan yang dihadapi dalam pemecahan masalah perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud pada umumnya disebabkan oleh sifat aktiva tersebut, seperti tidak adanya wujud fisik yang menyebabkan bukti keberadaannya kabur, dan kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta masa manfaat keekonomiannya.
Aktiva tak berwujud dibedakan menurut sifat kekhususannya, masa manfaatnya, hubungannya dengan kegiatan usaha, dan penghapusannya. Dasar penggolongan aktiva tak berwujud adalah sebagai berikut : a. kemampuan untuk diidentifikasikan : dapat atau tidak dapat diidentifikasikan secara khusus. b. cara perolehan : diperoleh secara individual, secara kelompok, melalui penggabungan badan usaha atau dikembangkan sendiri. c. masa manfaat yang diharapkan : tergantung pada pembatasan yang diatur oleh hukum / perjanjian, pada faktor keekonomian atau manusia, atau pada jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak dapat ditentukan di masa depan. d. kemampuan untuk dipisahkan dari keseluruhan perusahaan : hak yang dapat dialihkan tanpa bukti pemilikan, dapat dijual atau tidak dapat dipisahkan dari perusahaan atau dari bagian pokoknya.
39 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Perusahaan harus mencatat nilai perolehan aktiva tak berwujud yang diperoleh dari individu atau badan usaha lain sebagai aktiva. Biaya pemeliharaan atau penyimpanan aktiva tak berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan secara khusus tidak dapat ditentukan masa manfaatnya / umurnya, atau tidak dapat dihindarkan dalam suatu kegiatan usaha harus dibebankan dalam laporan laba rugi periode yang bersangkutan.
Nilai aktiva tak berwujud pada akhirnya akan habis pada saat tertentu, sehingga harga perolehan aktiva tak berwujud harus diamortisasi secara sistematis selama taksiran masa manfaatnya dan tidak boleh dibebankan seluruhnya pada periode perolehan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menaksir masa manfaat suatu aktiva tak berwujud adalah sebagai berikut : a. Ketentuan hukum, peraturan, perjanjian yang membatasi masa manfaat maksimum. b. Kemungkinan untuk memperbaharui atau memperpanjang batas masa manfaat yang telah ditentukan. c. Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan dan faktor perubahan ekonomi dan teknologi yang mempengaruhi masa manfaat. d. Prakiraan tindakan yang akan dilakukan oleh pesaing, pelaksana hukum / peraturan dan lainnya yang membatasi keunggulan dalam daya saing ( competitive advantage ). e. Adanya suatu masa manfaat yang tidak terbatas, dan masa manfaat yang diharapkan tidak dapat ditaksir secara wajar. f. Kemungkinan aktiva tak berwujud terdiri dari beberapa jenis / faktor yang mempunyai masa manfaat yang berbeda.
Untuk menentukan masa manfaat aktiva tak berwujud secara wajar maka hal-hal tersebut diatas harus dianalisa terlebih dahulu. Taksiran masa manfaat yang wajar biasanya ditentukan dengan membuat batas atas dan batas bawah karena taksiran masa manfaat yang sesungguhnya sulit untuk ditentukan.
Metode amortisasi aktiva tak berwujud adalah metode garis lurus (Straight Line method ), kecuali jika ada metode lain yang lebih sesuai dengan kondisi perusahaan. Laporan keuangan harus mengungkapkan metode dan periode amortisasi yang digunakan.
Perusahaan harus mengevaluasi periode amortisasi aktiva tak berwujud secara teratur untuk memutuskan apakah peristiwa dan kondisi selanjutnya menuntut perubahan taksiran masa manfaat yang ditentukan. Jika taksiran masa manfaat berubah, maka jumlah harga perolehan yang belum diamortisasi harus dibebankan pada sisa masa manfaat yang baru, dengan syarat tidak boleh melebihi 20 (dua puluh) tahun dari tanggal perolehan. Taksiran nilai dan manfaat masa depan suatu aktiva tak berwujud 40
TaxSys
Akuntansi Perpajakan yang belum diamortisasi tersebut harus dikurangi dengan jumlah tertentu sebagai beban usaha dalam laporan laba rugi periode yang bersangkutan. Meskipun demikian, kerugian pada satu atau beberapa tahun tertentu secara berurutan tidak dapat dijadikan alasan untuk membebankan semua atau sebagian harga perolehan aktiva tak berwujud yang diamortisasi sebagai pembebanan luar biasa pada periode yang bersangkutan. Jika ada pembebanan luar biasa, maka alasan pembebanannya harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Berdasarkan eksistensinya, aktiva tak berwujud dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori : 1. Aktiva tak berwujud yang eksistensinya dibatasi oleh ketentuan perundangundangan, peraturan pemerintah, perjanjian yang dibuat antara para pihak atau sifat dari aktiva tersebut, misalnya hak paten, hak sewa, hak cipta, franchise yang terbatas lisensi. 2. Aktiva tak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas dan tidak dapat dipastikan masa berakhirnya, misalnya merk dagang, proses dan formula rahasia, perpetual franchise, goodwill .
AMORTISASI AKTIVA TAK BERWUJUD
Amortisasi terhadap intangible asset adalah atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. Kelompok amortisasi : Kelompok Harta Masa Manfaat Tak Berwujud
Tarif Amortisasi metode
berdasarkan
Garis Lurus
Saldo Menurun
Kelompok 1
4 tahun
25 %
50 %
Kelompok 2
8 tahun
12,5 %
25 %
Kelompok 3
16 tahun
6,25 %
12,5 %
Kelompok 4
20 tahun
5%
10 %
41 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.
MacamMacam-macam -macam amortisasi 1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau amortisasi.
2. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan penambangan selain diatas yaitu hak pengusahaan hutan dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20 % (dua puluh persen) setahun.
4. Pengeluaran untuk memperoleh memperoleh hak penambangan penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, atau hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20 % (dua puluh persen) setahun.
42
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Contoh : Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp. 500.000.000,00 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, maka walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30 % (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan brutopada tahun tersebut adalah 20 % (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp. 100.000.000,00. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan yang ada. Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
PENGALIHAN AKTIVA TIDAK BERWUJUD
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud maka nilai sisa buku harta atau hakhak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya terjadiny a pengalihan tersebut.
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a &b 36 Tahun 2008 yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak oleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
43 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
ASPEK PPh ATAS JASA KONSTRUKSI
PENGANTAR Dalam bab ini khusus ditujukan untuk Pengusaha yang kegiatan usahanya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) berupa Jasa Perencanaan, Jasa Pelaksanaan, dan Jasa Pengawasan Konstruksi, atau yang lebih populer disebut sebagai Kontraktor.
PERATURAN TERKAIT 1. UU Nomor 17 Tahun 2000; 2. PP Nomor 138 Tahun 2000; 3. PP Nomor 140 Tahun 2000; 4. KMK Nomor : 559 / KMK.04 KMK.04 / 2000; 5. Keputusan DJP Nomor : Kep-305 Kep-305 / PJ. / 2001; 6. PP Nomor : 42 42 Tahun 1995 jo PP Nomor : 63 63 Tahun 1998 jo PP Nomor : 43 Tahun 2000; 7. KMK Nomor : 239 / KMK.04 / 1995 jo KMK Nomor : 463 / KMK.04 / 1998 jo KMK Nomor : 486 KMK.04 / 2000; 8. Keputusan DJP Nomor : 526 / PJ. / 2000. 2000.
ASPEK PEMOTONGAN PPh
Berdasarkan PP 140 Tahun 2000 dan KMK-559/KMK.04/2000 ditegaskan bahwa atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dari Usaha di Bidang Jasa Konstruksi, dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum UU PPh dan merupakan obyek Pemotongan PPh Pasal 23. Atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dari Usaha di Bidang Jasa Konstruksi, yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan 44
TaxSys
Akuntansi Perpajakan sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dikenakan PPh yang bersifat Final. Jadi mulai Tahun 2001, aspek pemotongan PPh atas Jasa Konstruksi harus dilihat terlebih dahulu penerima penghasilan memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil atau tidak, untuk menentukan apakah atas penghasilan jasa konstruksi tersebut dipotong PPh Final atau PPh Pasal 23, meskipun tarif pemotongannya sama, yaitu : 1. 4% dari jumlah imbalan bruto untuk Jasa Perencanaan dan Pengawasan Konstruksi; 2. 2% dari jumlah imbalan bruto untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) KEP-305 / PJ. / 2001, dinyatakan bahwa jumlah imbalan bruto khusus untuk jasa konstruksi adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan material / barangnya.
Namun ketentuan mengenai aspek pemotongan PPh atas jasa kontruksi berubah menjadi final sesuai ketentuan pasal 4 ayat 2 UU PPh Jo. PP 51 tahun 2008 Jo. PP 40 tahun 2009 Jo. PMK-187/PMK-03/2008 adapun tarif pemotongannya : a.
2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil;
b.
4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c.
3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d.
4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
e.
6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
ASPEK PPh BADAN
Berdasarkan PP 140 Tahun 2000 dan KMK-559/KMK.04/2000 ditegaskan bahwa atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dari Usaha di Bidang Jasa Konstruksi, dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum UU PPh. Hal ini berarti mulai tahun pajak 2001 Pengusaha Jasa Konstruksi wajib menyusun laporan keuangan fiscal untuk menghitung penghasilan netto-nya pada tahun pajak yang bersangkutan.
45 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Berdasarkan Pasal 6 PP 138 tahun 2000, diatur bahwa Laba Bruto Usaha dalam suatu tahun pajak yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang berusaha di bidang jasa konstruksi, yang proses pekerjaan fisiknya meliputi masa beberapa tahun pajak dihitung berdasarkan metode prosentase tingkat penyelesaian pekerjaan.
Metode prosentase tingkat penyelesaian pekerjaan ini dapat di hitung dengan menggunakan 2 pendekatan : Metode Prosentase Selesai Berdasarkan Biaya. Tiap-tiap akhir tahun dihitung biaya yang sudah dikeluarkan dan taksiran biaya untuk menyelesaikan, sebagai dasar untuk menghitung taksiran laba.
CONTOH : PT. KONSTRUKSI UTAMA menangani proyek konstruksi dengan nilai kontrak Rp. 1.000.000.000,00 (1 milyar rupiah) dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 5 tahun (Tahun 2001 s.d. 2005).
2001
2002
2003
2004
2005
Actrual Cost
1
150 Juta
250 Juta
200 Juta
150 Juta
125 Juta
Akumulasi Biaya S.D Akhir Tahun
2
150 Juta
400 Juta
600 Juta
750 Juta
875 Juta
Perkiraan Biaya
Sisa
3
700 Juta
450 Juta
250 Juta
100 Juta
---
Perkiraan Biaya
Total
4
850 Juta
850 Juta
850 Juta
850 Juta
875 Juta
Perkiraan Total Laba Bruto
5
150 Juta
150 Juta
150 Juta
150 Juta
125 Juta
Akumulasi Laba Bruto
(2 / 4) x 5
26.470.588
70.588.235
105.882.35 2
132.352.94 1
125 Juta
26.470.588
44.117.647
35.294.117
35.294.117
(7.352.941)
Laba (Rugi) Bruto Per Tahun
Metode Prosentase Selesai Berdasarkan Prosentase Selesai Fisik.
46
TaxSys
Akuntansi Perpajakan CONTOH : 2001
2002
2003
2004
2005
% Selesai Fisik
20 %
55 %
65 %
80 %
100 %
Nilai Kontrak Yang Diselesaikan
200 Juta
550 Juta
650 Juta
800 Juta
1 Milyar
Biaya Aktual
150 Juta
250 Juta
200 Juta
150 Juta
125 Juta
Akumulasi Biaya S.D Akhir Tahun
150 Juta
400 Juta
600 Juta
750 Juta
875 Juta
Akumulasi Laba Bruto
50 Juta
150 Juta
50 Juta
100 Juta
125 Juta
Laba (Rugi) Bruto Per Tahun
50 Juta
100 Juta
(100 Juta)
50 Juta
25 Juta
Untuk menghitung penghasilan netto, laba bruto usaha tersebut di atas dikurangi dengan biaya pengeluaran lain yang diperkenankan menurut UU PPh.
Namun, seperti halnya PPh pemotongan/pemungutan yang bersifat final, aspek PPh badanpun mulai tahun pajak 2008 bersifat final artinya: •
•
•
kalaupun pajak yang sudah dipotong/dipungut atau dibayar/disetor sendiri, merupakan pelunasan pajak sehingga tidak akan kena pajak lagi di akhir tahun. Pajak-pajak yang sudah dipungut/dipotong, tidak dapat dikreditkan Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapat, menagih, dan memelihara penghasilan tidak dapat dibiayakan.
Dengan demikian, jika penghasilan badan tersebut hanya dari jasa konstruksi saja, bisa dipastikan pajak akhir tahunnya akan nihil.
ASPEK PPh BADAN BERKAITAN DENGAN PROYEK PEMERINTAH YANG DI BIAYAI DENGAN HIBAH HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI
Proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 ini telah mengalami beberapa kali perubahan berdasarkan PP no 42 tahun 1995 jo PP Nomor 63 Tahun 1998 jo PP Nomor 43 Tahun 2000 jo PP Nomor 25 Tahun 2001. Hal penting yang harus mendapat perhatian adalah atas proyek pemerintah yang PPh-nya Ditanggung Pemerintah kontraktor harus menghitung besarnya PPh Ditanggung Pemerintah yang dapat dikreditkan pada tahun pajak berjalan.
47 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
CONTOH :
48
2001
2002
2003
2004
2005
Actual Cost
150 Juta
250 Juta
200 Juta
150 Juta
125 Juta
Akumulasi Biaya S. D. Akhir Tahun
150 Juta
400 Juta
600 Juta
750 Juta
875 Juta
Perkiraan Sisa Biaya
700 Juta
450 Juta
250 Juta
100 Juta
---
Perkiraan Total Biaya
850 Juta
850 Juta
850 Juta
850 Juta
875 Juta
Perkiraan Total Laba Bruto
150 Juta
150 Juta
150 Juta
150 Juta
125 Juta
Akumulasi Laba Bruto
26.470.588
70.588.235
105.882.352
132.352.941
125 Juta
Laba (Rugi) Bruto Per Tahun
26.470.588
44.117.647
35.294.117
26.470.589
(7.352.941)
Actual Cost
150 Juta
250 Juta
200 Juta
150 Juta
125 Juta
Akumulasi Biaya S. D. Akhir Tahun
150 Juta
400 Juta
600 Juta
750 Juta
875 Juta
Perkiraan Sisa Biaya
700 Juta
450 Juta
250 Juta
100 Juta
---
Perkiraan Total Biaya
850 Juta
850 Juta
850 Juta
850 Juta
875 Juta
Perkiraan Total Laba Bruto
150 Juta
150 Juta
150 Juta
150 Juta
125 Juta
Akumulasi Laba Bruto
26.470.588
70.588.235
105.882.352
132.352.941
125 Juta
Laba (Rugi) Bruto Per Tahun
26.470.588
44.117.647
35.294.117
26.470.589
(7.352.941)
Jumlah Laba Bruto
52.941.176
88.235.294
70.588.234
52.941.178
(14.705.882)
Deductible expense
10 Juta
10 Juta
10 Juta
10 Juta
10 Juta
Penghasilan Netto
42.941.176
78.235.294
60.588.234
42.941.178
(24.705.882)
Kompensasi
0
0
0
0
0
TaxSys
Akuntansi Perpajakan PhKp
42.941.176
78.235.294
60.588.234
42.941.178
(24.705.882)
PPh terutang
4.294.100
9.235.294
6.588.200
4.294.100
0
PPh Ditanggung Pemerintah
2.147.050
4.617.625
3.294.100
2.147.050
0
PPh Dibayar Sendiri
2.147.050
4.617.625
3.294.100
2.147.050
0
49 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN POKOKPOKOK-POKOK PSAK 46
TUJUAN Mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan Dalam akuntansi pajak penghasilan, agar dilakukan pengakuan (recognition ) terhadap future tax effects yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT. Di samping itu agar dilakukan pengakuan terhadap future tax effects dari kompensasi kerugian fiskal yang belum digunakan (unused tax losses carryforward ) apabila persyaratan tertentu dipenuhi.
Pengakuan future tax effects diakui dengan mengakui adanya account pajak tangguhan (deferred tax liabilities atau deferred tax assets ). Pengakuan pajak tangguhan dalam PSAK 46 dilakukan dengan menggunakan Balance Sheet Liability Method. Beberapa Terminologi Baru Yang Perlu Dipahami Laba Akuntansi
Laba Fiskal
(Accounting Profit )
(Taxable Profit )
Dasar Pengenaan Pajak atau NilaiNilai Buku – Akuntansi Buku Fiskal (Accounting Base ) (Tax Base ) Perbedaan Tempore (Temporary Differences )
50
Perbedaan Temporer Kena Pajak
Perbedaan Temporer yang Boleh Dikurangkan
(Taxable Temporary Differences )
(Deductible Temporary Differences )
Pajak Kini
Pajak Tangguhan
(Current Tax )
(Deferred Tax )
Beban Pajak
Penghasilan Pajak
(Tax Expense )
(Tax Income )
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Kewajiban Pajak Tangguhan
Aktiva Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Liability )
(Deferred Tax Asset )
POKOKPOKOK-POKOK PSAK 46 DAN ASPEK TEKNIS YANG PERLU DIPAHAMI OLEH PERUSAHAAN
Balance Sheet Approach For Deferred Taxes
Apabila sebelumnya perusahaan lazimnya menggunakan tax payable method dalam akuntansi pajak penghasilan, maka dengan berlakunya PSAK 46, perusahaan harus melakukan suatu perubahan mendasar dalam akuntansi pajak penghasilan karena harus menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred tax ) atas future tax effects dengan menggunakan balance sheet liability method atau disebut juga asset / liability method . Penggunaan balance sheet liability method merupakan suatu hal yang baru dalam standar akuntansi, mengingat selama ini yang lazim diterapkan di berbagai negara dan juga dibahas dalam berbagai literatur adalah pengakuan pajak tangguhan (deferred tax ) dengan menggunakan deferred method atau disebut juga income statement liability method .
Untuk dapat menghitung dan mengakui pajak tangguhan berdasarkan balance sheet liability method sebagaimana diadopsi oleh PSAK 46, maka kunci utama yang perlu dipahami adalah konsep tentang temporary differences (TD / perbedaan temporer). TD adalah perbedaan antara Accounting Base yaitu nilai buku atas nilai tercatat aktiva dan kewajiban menurut pembukuan (akuntansi) dengan Tax Base yaitu nilai buku fiskal yang digunakan sebagai dasar pelaporan SPT PPh Badan (Formulir 1771).
Apabila jumlah TD pada tanggal neraca telah diketahui dari pembandingan antara saldo menurut buku (per books ) dan saldo menurut fiskal (per SPT), maka pada tanggal neraca dapat dihitung jumlah aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets / DTA) dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liability / DTL) sebagai akibat TD tersebut. Di samping itu, dilakukan juga pengakuan adanya aktiva pajak tangguhan (defeered tax assets ) atas sisa kerugian fiskal yang belum dikompensasikan ( tax loss carryforward ), apabila persyaratan tertentu dipenuhi. Di samping itu, perlu kiranya diketahui bahwa penghasilan tertentu di Indonesia dikenakan PPh yang bersifat final. Terhadap penghasilan yang telah dikenakan PPh final, maka terhadap unsur aktiva dan kewajiban yang terkait dengan penghasilan yang telah dikenakan PPh final tersebut tidak boleh diakui adanya perbedaan temporer. Dengan demikian, untuk penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak ada pengakuan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan atas unsur aktiva dan kewajiban terkait.
51 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Apabila saldo akhir DTA dan DTL yang berasal dari perbedaan temporer per tanggal neraca telah diakui, maka dengan membandingkannya dengan saldo awal, dapat segera diketahui perubahannya (kenaikan / penurunan) DTA / DTL. Jumlah kenaikan/penurunan DTA / DTL merupakan beban pajak tangguhan atau penghasilan pajak tangguhan (deferred tax expense atau deferred tax income ) yang harus diperhitungkan dalam laporan laba-rugi periode berjalan. Di samping itu, pengakuan DTA yang dilakukan terhadap rugi fiskal, akan mempengaruhi jumlah penghasilan pajak tangguhan.
Provision For For Income Taxes (Taksiran PPh)
Selama ini perusahaan mengakui jumlah taksiran pajak penghasilan ( provision for income taxes ) di laporan laba rugi sesuai dengan jumlah yang terutang menurut SPT berdasarkan tax payable method . Dengan berlakunya PSAK 46, jumlah beban pajak ( tax expense ) atau provision for income taxes yang harus diakui terdiri dari dua unsur utama yaitu pajak kini (current tax ) dan pajak tangguhan (deferred tax ) ditambah satu unsur tambahan (apabila ada) yaitu income for benefit due to loss carryforward . Current tax merupakan jumlah PPh terutang atas penghasilan kena pajak periode berjalan, sedangkan unsur deferred tax sebagaimana dijelaskan pada butir 4 diatas. Hal baru yang perlu diketahui adalah bahwa jumlah agregat current tax dan deferred tax tersebut dapat menghasilkan beban pajak (tax expense ) suatu periode atau sebaliknya dapat juga menghasilkan suatu penghasilan pajak (tax income ), yang menjadi unsur penambah Net Income (Loss ) Before Taxes . Hal ini berbeda dengan tax payable method yang selama ini lazim diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yang selalu menghasilkan tax expense dalam bentuk Provision for income tax sebagai unsur pengurang Net Income Before Taxes, dengan jumlah minimal nihil.
Bagi perusahaan yang selama ini menghitung taksiran PPh berdasarkan SPT ( tax ), taksiran PPh akan diakui nihil apabila pada suatu tahun pajak payable method perusahaan mengalami kerugian fiskal (tax loss ) atau apabila jumlah sisa kompensasi kerugian masih lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak tahun berjalan. Dengan perkataan lain, rugi fiskal tahun berjalan ( current tax loss ) dan sisa kompensasi kerugian (tax loss carryforward ) tidak diakui sebagai aktiva (assets ) dalam neraca, dan future tax effect atas rugi fiskal tersebut juga tidak diakui dalam laporan laba-rugi. PSAK 46 menghendaki agar dilakukan pengakuan terhadap future tax e2 t dari kerugian fiskal tersebut dalam laporan keuangan, apabila besar kemungkinan laba fiskal periode mendatang cukup memadai untuk dikompensasikan.
Periodic Review
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa pajak tangguhan ( deferred tax ) merupakan future tax effect yang timbul sebagai akibat transaksi dan peristiwa yang telah terjadi dan telah dilaporkan dalam laporan keuangan dan SPT yang diharuskan untuk diakui dalam laporan keuangan periode berjalan. Dengan demikian, realisasi DTA atau 52
TaxSys
Akuntansi Perpajakan penyelesaian DTL akan terjadi pada periode mendatang. Apabila DTA diperkirakan tidak akan dapat direalisasi sepenuhnya maka harus diturunkan nilainya ( write-down ) dengan membentuk penyisihan. Selanjutnya apabila pada periode berikut terdapat perubahan keadaan yang menambah tingkat keyakinan terhadap realisasinya, maka jumlah yang telah diturunkan dapat dipulihkan kembali (write-up ). Oleh karena itu, terhadap DTA harus dilakukan periodic review untuk mengevaluasi realisasinya. Walaupun deferred tax merefleksikan future tax effects yang diakui dalam laporan keuangan, DTA tidak boleh didiskonto ( discounted ). Perubahan tarif PPh maupun perubahan ketentuan perpajakan dapat mempengaruhi realisasi atau penyelesaian DTA dan DTL. Oleh karena itu, apabila terdapat perubahan tarif PPh atau perubahan ketentuan perpajakan yang secara substansial telah berlaku maka jumlah DTA dan DTL harus merefleksikan perubahan tersebut.
Direct Charge Or Credit To To Equity
Perlu pula disadari bahwa terhadap transaksi tertentu, pembebanan atau pengkreditannya tidak dilakukan ke laba-rugi tetapi langsung ke ekuitas, seperti selisih penilaian kembali aktiva tetap, penyesuaian saldo laba awal periode (sebagai akibat koreksi kesalahan mendasar, perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan secara retrospektif, dsb), selisih kurs penjabaran laporan keuangan dan sebagainya. Karena langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas, maka apabila ada current tax dan deferred tax yang terkait harus dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas.
Penyajian Sehubungan dengan penyajian laporan keuangan terdapat beberapa hal penting yang perlu diketahui, sebagai berikut : 1. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan (DTA / DTL) harus disajikan tersendiri sebagai unsur non current. Dalam PSAK 46 tidak dinyatakan dengan tegas apakah DTA tidak boleh atau harus dikompensasikan ( offset ) dengan DTL dalam penyajian di neraca. Apabila DTA maupun DTL terkait dengan pengenaan pajak penghasilan oleh otoritas pajak yang sama dan terhadap entitas pajak yang sama serta terdapat , maka berdasarkan IAS 12 ( revised 1996 ). DTA dan DTL harus legal right of set-off di-offset dan disajikan neto. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah apakah DTA dan DTL yang berasal dari berbagai entitas pajak yang berbeda dalam suatu laporan keuangan konsolidasi boleh disajikan neto? 2. DTA / DTL harus dipisahkan dengan aktiva pajak kini (current tax asset , seperti tagihan restitusi PPh) dan kewajiban pajak kini ( current tax liability , seperti hutang PPh pasal 29, pasal 25, dst).Aktiva pajak kini dan kewajiban pajak kini harus dioffset dan yang disajikan di neraca adalah jumlah netonya.
53 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
3. Tax expense (tax income ) untuk aktivitas normal, harus disajikan tersendiri. Hal ini berarti harus dilakukan Intraperiod Tax Allocation . 4. Beban pajak (tax expense ) atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, diakui dalam laporan laba-rugi sebagai pajak kini (current tax ) secara proporsional dengan jumlah pendapatan periode berjalan yang diakui menurut akuntansi. Selisih antara jumlah PPh Final yang terutang dengan PPh Final yang dibebankan dalam labarugi diakui sebesar PPh dibayar dimuka atau PPh yang masih harus dibayar, masing-masing harus disajikan secara terpisah. Perlakuan akuntansi ini berbeda dengan praktek yang lazim berlaku saat ini.
Perlakuan Akuntansi Atas SKP Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh DJP, apabila jumlahnya berbeda dengan SPT, maka selisihnya (pokok dan denda) dibukukan sebagai pendapatan atau beban lain-lain, kecuali diajukan keberatan dan banding (dalam hal ini, tambahan pokokdan denda ditangguhkan pembebanannya). Apabila ternyata terdapat kesalahan mendasar dalam penerapan ketentuan perpajakannya, maka perlakuan akuntansi atas selisih tersebut mengacu pada PSAK 25.
Pengungkapan Berbagai pengungkapan yang cukup rinci diwajibkan oleh PSAK 46.
Masalah Dalam Implementasi Permulaan PSAK 46 Sebagaimana diketahui, bagi perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik, PSAK 46 mulai berlaku untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 1999, sedangkan bagi perusahaan lainnya dimulai Januari 2001. Sehubungan dengan mulai berlakunya PSAK 46, timbul berbagai pertanyaan tentang apakah implementasi PSAK 46 dilakukan secara prospektif atau retrospektif. Berdasarkan paragraf 62-65 PSAK 25, penerapan SAK (baru) dilakukan secara retrospektif kecuali apabila dalam masa transisi dinyatakan lain. Mengingat dalam PSAK 46 harus dilakukan secara retrospektif karena terjadi perubahan kebijakan akuntansi sebagaimana diatur dalam paragraf 62-65 PSAK 25. Dengan pemberlakuan PSAK 46 secara retrospektif berarti perlu dilakukan restatement terhadap informasi komparatif dan dilakukan penyesuaian (adjustment ) terhadap saldo laba awal periode untuk masa sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif.
KESIMPULAN Harus diakui bahwa pajak tangguhan (deferred taxes ) merupakan suatu konsep baru yang belum lazim digunakan dalam praktik akuntansi di Indonesia, walaupun opsi penerapan pajak tangguhan dalam akuntansi pajak penghasilan telah diperkenankan di Indonesia sejak 1 Januari 1995, sebagaimana diatur dalam paragraf 77-PSAK 16. 54
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Perubahan orientasi dalam pendekatan yang digunakan oleh standar akuntansi dalam akuntansi pajak penghasilan dari pendekatan lama yang masih bersifat income statement approach ke pendekatan baru yang lebih condong ke balance sheet approach telah menambah kompleksitas baru bagi para akuntan, karena litreratur lama dalam akuntansi pajak penghasilan masih banyak yang menggunakan income statement approach . Perubahan pendekatan tersebut tentunya akan menuntut perubahan “pola berpikir” par aakuntan dalam upaya memahami esensi PSAK 46. Namun demikian, akhirnya sesuatu yang baru dapat dikuasai dengan konsep “bisa karena biasa”.
Mengingat tahun 1999 merupakan tahun pertama implementasi PSAK 46 bagi emiten di Indonesia, maka tentunya akan ditemukan berbagai masalah teknis baik dalam pemahaman maupun dalam implementasinya.
CONTOH KASUS Tanggal 1 Juli 2001 PT ABYAN ( Lessee yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak) memperoleh mesin (Aktiva Tetap Kelompok I) dari PT AINI ( Lessor ).
Mesin tersebut dibeli oleh PT AINI dari PT BRILIAN (Supplier yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak).
Harga Mesin (Tidak termasuk PPN)
Rp.
250.000.000,00
Taksiran Nilai Residu
Rp.
10.000.000,00
Security Deposit
Rp.
10.000.000,00
Hak Opsi
Rp.
10.000.000,00
Taksiran Umur Mesin
4 tahun
Masa SGU
3 tahun
Angsuran per triwulan dibayar dibelakang Tingkat bunga per triwulan
Rp.
28.100.000,00 5,525%
Baik secara akuntansi maupun pajak, mesin tersebut disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus. Setelah masa SGU berakhir, secara akuntansi mesin tersebut disusutkan sesuai dengan sisa masa manfaatnya. Sedangkan secara pajak mesin tersebut masuk Aktiva Tetap Kelompok I. Pada tanggal 20 Maret 2009 Mesin tersebut dijual dengan harga Rp. 15.000.000,-
55 TaxSys
Akuntansi Perpajakan DAFTAR PEMBAYARAN SGU – DENGAN HAK OPSI TINGKAT BUNGA = 5,625% PER TRIWULAN
NO
TANGGAL
JUMLAH
ANGSURAN
PEMBAYARAN
SISA
PEMBAYARAN
POKOK
BUNGA
POKOK
01-Jul-01
0
0
0
240.000.000
1
30-Sep-01
28.100.000
14.600.000
13.500.000
225.400.000
2
31-Des-01
28.100.000
15.421.250
12.678.750
209.978.750
Sub Total
56.200.000
30.021.250
26.178.750
3
31-Mar-02
28.100.000
16.288.695
11.811.305
193.690.055
4
30-Jun-02
28.100.000
17.204.934
10.895.066
176.485.120
5
30-Sep-02
28.100.000
18.172.712
9.927.288
158.312.408
6
31-Des-02
28.100.000
19.194.927
8.905.073
139.117.481
Sub Total
112.400.000
70.861.269
41.538.731
7
31-Mar-03
28.100.000
20.274.642
7.825.358
118.842.840
8
30-Jun-03
28.100.000
21.415.090
6.684.910
97.427.749
9
30-Sep-03
28.100.000
22.619.689
5.480.311
74.808.060
10
31-Des-03
28.100.000
23.892.047
4.207.953
50.916.014
Sub Total
112.400.000
88.201.468
24.198.532
11
31-Mar-04
28.100.000
25.235.974
2.864.026
25.680.039
12
30-Jun-04
28.100.000
25.680.039
2.419.961
0
Sub Total
56.200.000
50.916.013
5.283.987
337.200.000
240.000.000
97.200.000
TOTAL
56
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
RESTRUKTURISASI RESTRUKTURISA SI PERUSAHAAN
ASPEK AKUNTANSI RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN PSAK ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk penggabungan usaha (business combination). Pernyataan ini mengatur akuisisi (acquisition) suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya dan juga penyatuan kepemilikan (uniting/pooling of interest) apabila pengakuisisi tidak dapat diidentifikasi. Akuntansi untuk akuisisi mencakup penentuan biaya perolehan ( cost of Accuisition ), alokasi biaya perolehan (cost ) pada aktiva dan kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi, dan akuntansi untuk goodwill yang timbul pada saat setelah akuisisi. Masalah akuntansi lain sehubungan dengan penggabungan usaha adalah penentuan jumlah kepemilikan minoritas, akuntansi untuk serangkaian akuisisi selama suatu periode tertentu, perubahan yang terjadi atas biaya perolehan, identifikasi terhadap aktiva dan kewajiban, dan pengungkapan yang diperlukan.
Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau pembelian aktiva neto suatu perusahaan. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan penerbitan saham atau dengan penyerahan kas, aktiva setara kas, atau aktiva lainnya. Transaksi dapat terjadi antar pemegang saham perusahaan yang bergabung atau antar suatu perusahaan dengan pemegang saham perusahaan lain. Penggabungan usaha dapat berupa pembentukan suatu badan usaha baru (new enterprise) untuk mengendalikan perusahaan yang bergabung, pengalihan aktiva neto dari satu atau lebih badan usaha yang bergabung kepada badan usaha lain atau pembubaran satu atau lebih badan usaha yang bergabung. Apabila substansi dari transaksi konsisten dengan definisi penggabungan usaha dalam pernyataan ini, maka perlakuan akuntansinya harus mengacu pada pernyataan ini, terlepas dari bentuk hukum yang dipilih dalam melakukan penggabungan usaha.
Penggabungan usaha dapat menyebabkan timbulnya hubungan induk dan anak perusahaan. Dalam keadaan demikian, induk perusahaan menerapkan pernyataan ini dalam laporan keuangan konsolidasinya. Kepemilikannya pada anak perusahaan dicatat sebagai investasi (penyertaan) pada anak perusahaan.
57 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Penggabungan usaha (busines combination) dapat dilakukan melalui pembelian aktiva neto, termasuk goodwill, dari badan usaha lain dan bukan pembelian saham badan usaha lain tersebut. Penggabungan usaha tersebut tidak menyebabkan timbulnya hubungan induk dan anak perusahaan. Dalam keadaan tersebut, perusahaan pengakuisisi menerapkan pernyataan ini dalam penyusunan laporan keuangannya sendiri, serta dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Penggabungan usaha (busines combination) dapat mengakibatkan terjadinya legal merger. Suatu legal merger biasanya merupakan merger dua badan usaha melalui salah satu cara berikut ini : 1. aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan; atau 2. aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan.
Seringkali legal merger terjadi dalam rangka restrukturisasi atau reorganisasi dari suatu grup. Transaksi demikian diluar cakupan pernyataan ini karena merupakan transaksi antar perusahaan dibawah pengadilan yang sama (under common control).
Penggabungan usaha (Bussines Combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain.
Akuisisi (Acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
Penyatuan kepemilikan (uniting of interest / pooling of interest) adalah suatu penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul bersama segala risiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai peruahaan pengakuisisi (acquirer).
Akuisisi (Acquisition) Pada dasarnya, pada semua penggabungan usaha, salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh kendali atas perusahaan lain. Pengendalian (control) diasumsikan diperoleh apabila salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh 58
TaxSys
Akuntansi Perpajakan lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, kecuali apabila dapat dibuktikan sebaliknya bahwa tidak terdapat pengendalian walaupun pemilikan lebih dari 50%. Meskipun salah satu dari perusahaan yang bergabung tidak memiliki lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, perusahaan pengakuisisi mungkin tetap dapat diidentifikasi apabila salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh : 1. kekuasaan (power) lebih dari 50% hak suara atas perusahaan yang lain tersebut berdasarkan perjanjian dengan investor lain; 2. kekuasaan (power) untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan laoin tersebut berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian; pengurus perusahaan yang lain tersebut; 3. kekuasaan untuk mendapatkan hak suara mayoritas dalam rapat direksi perusahaan yang lain tersebut.
Walaupun kadangkala sulit untuk mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi, akan tetapi terdapat salah satu indikasi berikut untuk menentukan pengakuisisi (acquirer). Contoh : Nilai wajar suatu perusahaan yang bergabung lebih besar secara signifikan daripada perusahaan lainnya. Dalam hal ini, perusahaan yang lebih besar tersebut adalah pengakuisisi.
Penggabungan usaha dilaksanakan melalui pertukaran saham berhak suara (voting common shares) dengan uang kas. Dalam hal ini, perusahaan yang membayar tunai tersebut adalah perusahaan pengakuisisi; atau
Penggabungan usaha mengakibatkan manajemen suatu perusahaan mendominasi penentuan anggota manajemen perusahaan gabungan. Dalam hal ini, perusahaan yang dominan tersebut adalah perusahaan pengakuisisi.
Reverse Acquisition
Kadangkala suatu perusahaan memperoleh saham perusahaan lain tetapi, sebagai bagian dari suatu transaksi pertukaran, perusahaan tersebut mengeluarkan sahamnya yang berhak suara (voting shares ) dalam jumlah tertentu sehingga menyebabkan pengendalian perusahaan atas perusahaan gabungan beralih ke pemegang saham perusahaan yang sahamnya telah diakuisisi. Akuisisi ini disebut Reverse Acquisition . Meskipun secara formal perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut dapat disebut sebagai induk perusahaan, akan tetapi perusahaan yang pemegang sahamnya sekarang mengendalikan perusahaan gabungan adalah perusahaan pengakuisisi yang menikmati hak suara tersebut atau kekuasaan lainnya seperti dijelaskan pada paragraf 10. Perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut dianggap telah diakuisisi oleh 59 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
perusahaan lain yang bergabung, dan perusahaan lain tersebut dianggap sebagai perusahaan pengakuisisi dan dengan demikian harus menerapkan metode pembelian atas aktiva dan kewajiban perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut.
Penyatuan Kepemilikan (Uniting of Interest ) Dalam keadaan tertentu mungkin sulit sekali mengidentifikasi pengakuisisi. Tidak ada pihak dominan yang timbul dari penggabungan tersebut, akan tetapi para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama mengendalikan seluruh (atau secara efektif seluruh) aktiva neto dan operasi. Di samping itu, manajemen perusahaan-perusahaan yang bergabung menjadi bagian dari manajemen perusahaan gabungan. Akibatnya, para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama berbagi risiko dan manfaat atas perusahaan gabungan tersebut. Penggabungan usaha demikian diperlukan sebagai penyatuan kepemilikan ( uniting of interest ).
Pembagian bersama risiko dan manfaat secara seimbang biasanya tidak mungkin tanpa adanya pertukaran hak suara yang seimbang antar perusahaan-perusahaan yang bergabung. Pertukaran tersebut menjamin bahwa porsi pemilikan perusahaan yang bergabung dan juga risiko serta manfaat pada perusahaan gabungan dapat dipertahankan dan wewenang kedua belah pihak dalam pengambilan keputusan tetap terlindungi. Meskipun demikian, agar keseimbangan pertukaran menjadi efektif, tidak boleh terjadi penurunan signifikan atas hak suara pada salah satu dari perusahaan yang bergabung, agar tidak ada salah satu pihak yang pengaruhnya berkurang.
Untuk mencapai pembagian risiko dan manfaat secara seimbang antar perusahaan yang bergabung maka : (a)
mayoritas dari saham berhak suara perusahaan yang bergabung dipertukarkan atau digabungkan;
(b)
para pemegang saham setiap perusahaan tetap mempertahankan hak suara dan kepemilikan yang seimbang dalam perusahaan gabungan, relatif sama dengan sebelum perusahaan bergabung.
Pembagian risiko dan manfaat secara seimbang pada perusahaan gabungan semakin berkurang dan perusahaan pengakuisisi semakin dapat diidentifikasi bila : (a)
keseimbangan nilai wajar perusahaan yang bergabung menurun dan persentase saham berhak suara yang dipertukarkan berkurang;
(b)
kesepakatan finansial secara relatif menguntungkan sekelompok pemegang saham dari suatu perusahaan dibandingkan dengan kelompok pemegang saham lainnya. Kesepakatan finansial tersebut dapat terjadi baik sebelum maupun setelah penggabungan usaha; dan
60
TaxSys
Akuntansi Perpajakan (c)
bagian ekuitas salah satu pihak pada perusahaan gabungan tergantung pada kinerja yang akan dicapai oleh perusahaan setelah penggabungan terjadi.
Akuisisi (Acquisition ) Penggabungan usaha melalui akuisisi harus dipertanggungjawabkan dengan menggunakan metode pembelian, sebagaimana diatur pada paragraf 19-56. Penggunaan metode pembelian untuk akuisisi suatu perusahaan dibukukan seperti halnya pembelian aktiva lainnya. Hal ini dilakukan karena dalam akuisisi terjadi transaksi pengalihan aktiva, timbulnya kewajiban atau penerbitan saham dalam rangka memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan lain. Metode pembelian menggunakan biaya perolehan (cost ) sebagai dasar untuk mencatat akuisisi tersebut.
ASPEK ASPEK PAJAK RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN
Umum Mulai Juli 1997 sampai sekarang krisis ekonomi Indonesia belum berakhir. Krisis ekonomi mempunyai dampak yang sangat luas sekali. Dampak dari krisis ekonomi yang secara nyata dialami dunia bisnis adalah : a.
perusahaan rugi dan kemudian menutup tempat usahanya
b.
perusahaan rugi dan kemudian bergabung dengan perusahaan lain
c.
perusahaan rugi dan kemudian membentuk perusahaan baru
d.
perusahaan rugi dan kemudian melakukan pemekaran usaha
Peraturan perpajakan telah mengantisipasi dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia dengan mengeluarkan seperangkat aturan mengenai “perlakuan pajak bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan usaha, peleburan dan pemekaran usaha”. Peraturan perpajakan ini dikeluarkan mulai tahun 1998. Peraturan ini untuk mengantisipasi sekaligus menjadi petunjuk bagi wajib pajak yang melakukan penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha. Peraturan mengenai restrukturisasi perusahaan bertujuan memberikan kelonggaran bagi wajib pajak dalam membayar pajak khususnya dampak perpajakan akibat penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha. Hal ini sesuai dengan tujuan pajak yaitu sebagai regulator . Peraturan tentang restrukturisasi diharapkan dapat memberikan stimulus ekonomi dan membangkitkan dunia usaha sehingga ekonomi nasional dapat segera pulih. Namun di sisi lain negara akan kehilangan penerimaan pajak akibat adanya peraturan mengenai peleburan, penggabungan dan pemekaran usaha. Namun penerimaan pajak yang hilang ini akan dapat ditutup dengan pulihnya perekonomian. 61 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Dampak penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha akan dapat berdampak bagi pihak yang mengalihkan (transferor company ) maupun pihak yang menerima pengalihan (acquiring company ). Aspek perpajakan yang ada adalah BPHTB, PPh Pengalihan Tanah dan Bangunan, PPN Pasal 16D, dan keuntungan karena pengalihan harta.
Definisi Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung.
Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung.
Pemekaran usaha adalah pemisahan satu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
Kronologis peraturan perpajakan mengenai restrukturisasi perpajakan Tahap Pertama : Peraturan perpajakan yang keluar adalah KMK-422 / KMK.04 / 1998 tanggal 09 September 1998. Dengan keluarnya aturan ini maka KMK-637 / KMK.04 / 1994 jo KMK-474 / KMK.04 / 1995 jo KMK-117 KMK.04 / 1998 tidak berlaku lagi.
Tahap Kedua : Peraturan perpajakan yang keluar adalah : KMK-469 / KMK.04 / 1998 tanggal 30 Oktober 1998. Peraturan ini mengubah Pasal 4 KMK-422 / KMK.04 / 1998 tanggal 09 September 1998.
Untuk dapat melakukan penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, wajib pajak mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak dan melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait. Wajib pajak yang melakukan penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha tidak boleh mengalihkan kerugian / sisa kerugian badan usaha lama kecuali WP tersebut melakukan revaluasi aktiva tetapnya terlebih dahulu dan masih aktif menjalankan usaha dan WP yang menerima penggabungan usaha atau WP hasil peleburan usaha harus aktif menjalankan usaha sekurang-kurangnya sampai dengan 2 (dua) tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha. 62
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Tahap Ketiga : Dikeluarkan peraturan KMK-434 / KMK.04 / 1999 tanggal 24 Agustus 1999 Jo. KMK-211/KMK.03/2003 Jo. PMK-43/PMK.03/2008, SE-21 / PJ.42 / 1999 tanggal 26 Mei 1999, KEP-20 / PJ. / 1999, KMK-180 / KMK.04 / 1999, KEP-141 / PJ. / 1999, dan SE-118 / PJ. / 1999. Dalam tahap ini Dirjen Pajak mengeluarkan panduan dan petunjuk komprehensif bagi wajib pajak yang ingin menggunakan nilai buku maupun harga pasar dalam penggabungan usaha, peleburan dan pemekaran usaha.
63 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
JENISJENIS-JENIS PENGGABUNGAN USAHA
PENDAHULUAN Banyaknya perusahaan yang melakukan perubahan bentuk usaha dengan melakukan merger, peleburan dan pemekaran mengharuskan Dirjen Pajak mengeluarkan aturan tentang definisi, ruang lingkup dan macam-macam penggabungan usaha. Buku panduan tersebut dikeluarkan dengan SE-21 / PJ. / 999. Isi ringkasnya adalah : 1. Penggabungan Usaha (Merger ) a. Bentuk Umum Penggabungan Usaha (Basic Merger ) Bentuk umum penggabungan usaha adalah sebagai berikut semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving shareholders ), dan utang dari satu badan atau lebih (transferor company ) dialihkan kepada badan usaha lainnya (acquiring company ). Para pemegang saham dari badan usaha yang mengalihkan harta tersebut yang setuju dengan penggabungan usaha (approving shareholders ) menjadi pemegang saham dari badan yang menerima pengalihan harta dan badan usaha yang mengalihkan harta tersebut menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam badan usaha yang menerima pengalihan harta. b. Penggabungan Usaha Ke Induk Perusahaan (upstream merger ) Dalam penggabungan usaha ke induk perusahaan sebelum penggabungan, suatu induk perusahaan ( parent company ) memiliki saham pada anak perusahaan (subsidiary company ) dalam proses penggabungan maka semua aktiva kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving shareholders ), dan utang anak perusahaan dialihkan kepada induk perusahaan. Para pemegang saham minoritas ( minority shareholders ) dari anak perusahaan dapat memilih menjadi pemegang saham dari induk perusahaan atau menukarkan sahamnya pada anak perusahaan dengan uang tunai dan anak perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam induk perusahaan. Catatan : dalam penggabungan usaha ke induk perusahaan ini, induk perusahaan adalah badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring
64
TaxSys
Akuntansi Perpajakan company ), dan anak perusahaan adalah badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company ).
c. Penggabungan Usaha Ke Anak Perusahaan (Downstream Merger ) Dalam penggabungan usaha ke anak perusahaan, sebelum penggabungan suatu induk perusahaan (subsidiary company ) dalam proses penggabungan maka semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving shareholders ) dan utang perusahaan induk dialihkan kepada anak perusahaan dan para pemegang saham dari induk perusahaan yang setuju dengan penggabungan usaha ( approving shareholders ) menjadi pemegang saham dari anak perusahaan serta induk perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam anak perusahaan. Catatan : dalam penggabungan usaha ke anak perusahaan ini, induk perusahaan adalah badan usaha yang mengalihkan hartanya (transferor company ) dan anak perusahaan adalah badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring company). d. Penggabungan Usaha Horisontal (Brother – Sister Merger ) Dalam penggabungan usaha horizontal, sebelum penggabungan pemegang saham yang sama memiliki saham pada badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring company ) dan pada badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company ). Kedua badan usaha tersebut merupakan badan-badan usaha yang setara tingkatannya (brother sister companies ). Dalam proses penggabungan, maka semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan pada para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving shareholders ) dan utang dari badan usaha yang mengalihkan harta dialihkan kepada badan usaha yang menerima pengalihan harta (dengan atau tanpa penerbitan saham baru) dan badan usaha yang mengalihkan harta menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam badan usaha yang menerima pengalihan harta.
2. Peleburan Usaha (Consolidation ) Dalam peleburan usaha, maka : a. Semua aktiva, kecuali kas yang dibayarkan pada para pemegang saham yang tidak setuju (disapproving shareholders ) dan utang dari dua badan usaha atau lebih (transferor companies ) dialihkan kepada badan usaha baru (acquiring company ); b. Pemegang saham dari masing-masing badan usaha yang menyetujui peleburan usaha (approving shareholders ) menjadi pemegang saham dari badan usaha yang menerima pengalihan harta; c. Badan-badan usaha yang mengalihkan harta menghentikan kegiatan usahanya dan dilebur menjadi badan usaha baru; d. Bentuk-bentuk Transaksi Lainnya dengan Substansi Ekonomis yang Serupa 65 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
e. Direktorat Jendral Pajak mempunyai mempunyai kewenangan untuk menentukan apakah suatu transaksi memenuhi definisi penggabungan usaha (merger ) atau peleburan usaha (consolidation ) apapun bentuk dan nama transaksi tersebut, sepanjang dimungkinkan oleh Undang-undang Nomor 1 / 1995 tentang Perseroan Terbatas (atau undang-undang penggantian) dan substansi ekonomisnya serupa dengan salah satu bentuk penggabungan usaha.
3. Pemekaran Usaha (Expansion ) Dalam pemekaran usaha (expansion ) badan usaha yang telah ada ( “parent company” ) mengalihkan sebagian harta dan untungnya kepada badan usaha yang baru dibentuk (“subsidiary company” ) sebagian pengganti saham dan badan usaha baru tersebut, sehingga dengan demikian induk perusahaan tetap melanjutkan usahanya dengan harta yang tersisa dan anak perusahaan melakukan usaha barunya dengan harta yang dialihkan kepadanya.
66
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
SYARAT RES RESTRUKTURISASI TRUKTURISASI
RESTRUKTURISASI DENGAN MENGGUNAKAN NILAI BUKU Penjelasan berikut memberikan penjelasan tentang pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan usaha ( merger ) peleburan usaha (consolidation ) dan pemekaran usaha ( expansion ) yang memenuhi persyaratan. Untuk dapat memenuhi syarat sebagai pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku ( tax neutral expansion ) suatu transaksi harus memenuhi definisi pemekaran usaha (penggabungan, peleburan dan pemekaran) dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan aturan penggabungan, pemekaran dan peleburan usaha.
PEMEKARAN EXPANSION )
USAHA
YANG
MEMENUHI
PERSYARATAN
( QUALIFYING
Kondisi Dan Persyaratan Yang Harus Dipenuhi Suatu pemekaran usaha dapat diperlakukan sebagai pemekaran usaha yang memenuhi syarat (tax neutral expansion ), maka kondisi dan persyaratan yang ada harus dipenuhi. Dalam pemekaran usaha yang memenuhi syarat, susunan para pemegang saham boleh berubah. 1. Penggunaan Nilai Buku Fiskal Harta dan induk perusahaan ( parent company ) yang dialihkan kepada anak perusahaan (subsidiary compan y) dalam suatu pemekaran usaha, harus dicatat oleh anak perusahaan sesuai dengan nilai buku komersial, sepanjang wajib pajak menyelenggarakan wajib pajak menyelenggarakan pembukuan yang memadai sehingga jelas perbedaan antara nilai buku fiskal dan nilai buku komersial.
2. Utang Tidak Boleh Melebihi Nilai Buku Fiskal Jumlah dari : nilai utang induk perusahaan yang dialihkan kepada anak perusahaan; dan nilai utang yang terkait dengan harta yang dialihkan kepada anak perusahaan, tidak boleh melebihi jumlah nilai buku fiskal dari harta yang dialihkan kepada anak perusahaan. 67 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
3. Persyaratan Penawaran Kepada Publik Sebelum akhir periode baik induk perusahaan atau anak perusahaan harus : Menyerahkan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM untuk penawaran saham kepada publik ( public offering ), dan menawarkan penjualan saham-sahamnya dalam public offering . Penawaran saham kepada publik harus dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sejak disetujuinya pemekaran usaha oleh Direktorat Jenderal Pajak. Batas waktu 1 tahun tersebut dapat diperpanjang dengan tambahan 2 tahun oleh Kepala Kantor Wilayah karena alasan-alasan diluar kekuasaan wajib pajak. Apabila diperlukan, jangka waktu 3 tahun ini dapat diperpanjang lagi dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
4. Persetujuan (a) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Dalam pemekaran usaha, induk perusahaan ( Parent company ) harus mengajukan permohonan persetujuan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat induk perusahaan yang bersangkutan terdaftar, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah proses pemekaran usaha berlaku secara efektif.
(b) Kelengkapan Permohonan Permohonan dianggap lengkap dan memenuhi syarat untuk mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah, tanpa memperhatikan (dalam hal-hal tertentu) apakah badan Pemerintah lainnya (seperti Departemen Kehakiman / HAM atau BKPM) harus menyetujui aspek rencana pemekaran usaha. Sebelum rencana tersebut dilaksanakan. Dalam hal tersebut, permohonan kepada Kantor Wilayah harus menyertakan fotocopi surat-surat yang telah diajukan ke badan Pemerintah tersebut.
(c) Surat keputusan Persetujuan / Penolakan Kepala Kantor Wilayah harus menerbitkan surat keputusan persetujuan atau penolakan atau permohonan tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Jika permohona dianggap belum lengkap, kepala kantor wilayah harus memberitahukan kepada pemohon secara tertulis segera setelah tanggal penerimaan permohonan yang pertama, dan menjelaskan data / informasi tambahan yang diperlukan untuk melengkapi permohonannya. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap, Kepala Kantor Wilayah tidak menerbitkan surat keputusan dan (dalam hal permohonan tidak lengkap) tidak meminta data / 68
TaxSys
Akuntansi Perpajakan informasi tambahan secara tertulis, maka permohonan dianggap disetujui dan kepala pemohon diberikan keputusan persetujuan.
(d) Hak Untuk Mengajukan Peninjauan Kembali Apabila terjadi perselisihan antara pemohon dengan Kepala Kantor Wilayah mengenai ketentuan yang berlaku, atau dalam hal permohonan di tolak oleh Kepala Kantor Wilayah pemohon dapat mengajukan permasalahannya kepada Direktur Jenderal Pajak.
(e) Akibat / Konsekwensi Penolakan Apabila permohonan untuk persetujuan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak, pengalihan harta tersebut harus dinilai berdasarkan harga pasar, dan atas keuntungan yang diperoleh terutang Pajak Penghasilan.
(f) Pelunasan Tunggakan Ketetapan Pajak Induk perusahaan ( parent company ), sebelum mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah, harus sudah melunasi semua tunggakan ketetapan pajak. Kepala Kantor Wilayah tidak akan menunda proses pemekaran usaha dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak.
(g) Pemeriksaan Akuntan Publik Untuk tahun pajak di mana induk perusahaan ( parent company ) melakukan pemekaran usaha dan untuk tahun pajak pertama bagi anak perusahaan (subsidiary company ) baru, keduanya harus menggunakan laporan hasil pemeriksaan Akuntan Publik yang menyatakan bahwa : akuntan publik telah melakukan pemeriksaan buku dan catatan badan usaha yang bersangkutan dan pembukuan dan catatan tersebut, menurut pendapat akuntan, telah menyajikan keadaan keuangan badan usaha secara wajar pada akhir tahun pajak yang diperiksa, dengan kualifikasi yang harus dinyatakan secara jelas dalam laporan; dan pembukuan dan catatan tersebut dapat direkonsiliasi dengan pembukuan dan catatan untuk tujuan perpajakan.
69 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Konsekuensi Perpajakan Bagi Pemekaran Usaha Yang Memenuhi Syarat. Perlakuan Terhadap Induk Perusahaan (Parent Company )
1. Tidak Ada Keuntungan Atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta. Induk perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, induk perusahaan tidak terutang Pajak Penghasilan dari pengalihan harta tersebut, termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (PP 27 Tahun 1996)
2. Pajak Pertambahan Nilai Induk perusahaan terutang Pajak Pertambahan Nilai atas pengalihan harta kepada anak perusahaan dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai buku (sesuai dengan Pasal 16DUU 18 Tahun 2000)
3. Nilai Buku Fiskal Saham Anak Perusahaan (Subsidiary Company ) Induk perusahaan harus mencatat nilai buku fiskal saham anak perusahaan yang diterimanya sama dengan nilai buku fiskal dari harta yang dialihkan kepada anak perusahaan, setelah dikurangi dengan jumlah utang yang dialihkan kepada anak perusahaan. Contoh : PT A (Parent Company ) mengalihkan kepada PT B (Subsidiary Company ) : harta dengan nilai buku fiskal sebesar Rp. 50.000.000; dan Utang dengan nilai buku fiskal sebesar Rp. 20.000.000. Nilai buku fiskal saham PT. B yang harus dicatat oleh PT. A adalah sebesar Rp. 30.000.000 (Rp. 50.000.000 – Rp. 20.000.000).
4. Kompensasi Kerugian Fiskal Induk Perusahaan (Parent Company ) Kerugian fiskal dari induk perusahaan tidak dapat dialihkan kepada anak perusahaan dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat.
5. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Hak&Kewajiban Wajib Pajak (Parent Company ) Hak dan kewajiban perpajakan induk perusahaan tidak dapat dialihkan kepada anak perusahaan dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat.
70
TaxSys
Akuntansi Perpajakan 6. Pemungutan / Pemotongan Pajak Penghasilan Atas transaksi penjualan saham yang terdaftar di bursa terutang (dipungut / dipotong) Pajak Penghasilan sebesar 0,1% dari nilai transaksi. Tambahan PPh final sebesar 0,5% dikenakan terhadap saham pendiri dalam penawaran saham perdana (initial public offering ).
Perlakuan Terhadap A Anak nak Perusahaan (Subsidiary Company ) 1. Tidak Ada Keuntungan Ataupun Kerugian Atas Perolehan Harta Anak perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian dari perolehan harta induk perusahaan dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat.
2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Anak perusahaan terutang BPHTB sebesar 5% atas perolehan atas tanah dan bangunan dan pengalihan harta (Pasal 2 UU 20 Tahun 2000)
3. Nilai Buku Fiskal Harta Anak perusahaan akan mencatat nilai harta yang diterima dari induk perusahaan dengan nilai buku fiskal yang sama sebagaimana yang tercatat dalam pembukuan induk perusahaan pada saat pengalihan.
Perlakuan Perpajakan terhadap Badan Usaha Yang Melakukan Pengalihan Harta (Transferor Company )
a. Tidak Ada Keuntungan Atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta. Badan usaha yang mengalihkan harta ( transferor company ) tidak memperoleh keuntungan atau kerugian sebagai akibat dari pengalihan harta. Oleh karena itu, badan usaha yang melakukan pengalihan harta tersebut tidak terhutang Pajak Penghasilan, termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (PP 27 Tahun 1996)
b. Pajak Pertambahan Nilai Atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha tidak terhutang PPN, demikian juga tidak diharuskan untuk melunasi PPN yang ditunda pengenaannya berdasarkan fasilitas “masterlist ”. Namun perlu diingat bahwa Pasal 16D UU 18 Tahun 2000 menyebutkan pengalihan aktiva bekas merupakan objek PPN.
71 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
c. Kompensasi Timbal-Balik (Offset ) Utang-Piutang Apabila sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan usaha, antara badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company ) dan badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring company ) satu sama lain mempunyai hubungan utang-piutang, maka tidak ada penghasilan maupun biaya yang timbul sebagai akibat kompensasi timbal-balik ( offset ) atas utang-piutang tersebut. d. Tahun Pajak Terakhir Bagi Badan Usaha Yang Mengalihkan Harta (Transferor Company ) Tahun pajak terakhir bagi badan usaha yang melakukan pengalihan harta akan berakhir pada tanggal berlakunya penggabungan atau peleburan usaha. Contoh (1) : PT A dan PT B masing-masing menggunakan tahun takwim (1 Jan-31 Des) sebagai tahun pajaknya. Tanggal 31 Desember 2002 PT B efektif bergabung ke dalam PT A. Tahun pajak terakhir bagi PT B adalah keseluruhan tahun pajak (2002) yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2002. PT A dan PT B masih melaporkan SPT PPh masing-masing untuk tahun pajak 2002.
Contoh (2) : Dengan tahun pajak yang sama dengan tahun kalender seperti Contoh (1), tanggal efektif penggabungan adalah tanggal 31 Oktober 2002. Dalam hal ini, tahun pajak terakhir bagi PT. B akan merupakan bagian tahun pajak (2002) mulai dari tanggal 1 Januari 2002 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2002, dan PT B melaporkan SPT PPh untuk bagian tahun pajak (2002) tersebut. Seluruh jenis penghasilan, pengurangan, dan kredit pajak serta seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan usaha PT B sejak tanggal 1 Nopember 2002 sampai dengan 31 Desember 2002 harus dimasukkan kedalam SPT PPh PT A untuk tahun pajak 2002.
Contoh (3) : Tahun pajak PT A menggunakan tahun takwim (1 Jan-31 Des) PT. B menggunakan tahun buku (1 Oktober-30 September). Tanggal 30 Nopember 2002 PT B efektif bergabung dengan PT A. Tahun pajak terakhir bagi PT B akan merupakan bagian tahun pajak (2003) mulai dari tanggal 1 Oktober 2002 sampai dengan tanggal 30 Nopember 2002. Dan PT B masih melaporkan SPT PPh untuk bagian tahun pajak serta seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan usaha PT B sejak tanggal 1 Desember sampai dengan 31 Desember 2002 harus dimasukkan ke dalam SPT PPh PT A untuk tahun pajak 2002.
72
TaxSys
Akuntansi Perpajakan e. Kompensasi Kerugian Fiskal Badan Usaha Yang Mengalihkan Harta (Transferor Company ) Apabila Badan Usaha yang melakukan pengalihan harta ( Transferor Company ) mempunyai kerugian fiskal tahun berjalan atau hak kompensasi kerugian fiskal tahun-tahun yang lalu (termasuk kerugian selisih kurs) pada tahun pajak terakhirnya, dan telah melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya sesuai ketentuan / prosedur yang berlaku, atas sisa kerugian fiskal yang masih ada setelah diperhitungkan dengan penghasilan tahun pajak terakhir (termasuk selisih lebih yang diperoleh dari penilaian kembali aktiva tetap) dapat dialihkan kepada badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring company ), sepanjang dipenuhi persyaratan sebagai berikut : •
Pada saat penggabungan atau peleburan usaha akan dilaksanakan, badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company ) menjalankan kegiatan usahanya; dan
•
Sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 2 tahun setelah penggabungan atau peleburan usaha, badan usaha yang menerima pengalihan harta ( acquiring company ) masih tetap aktif menjalankan kegiatan usahanya.
Contoh : Terhitung sejak tanggal 31 Oktober 2002, PTA( acquiring company ) menerima pengalihan harta dan utang dari PT. B ( transferor company ) dalam suatu penggabungan usaha. PT. A dan PT. B masing-masing menggunakan tahun pajak sama dengan tahun kalender. Dalam tahun pajak (2002) yang dimulai tanggal 1 Januari 2002, PT. B mempunyai sisa kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan sebesar (Rp. 150.000.000). Tahun pajak terakhir (2002) PT. B akan berakhir pada tanggal 31 Oktober 2002. Pada tanggal tersebut nilai buku fiskal untuk seluruh aktiva tetap PT. B berjumlah Rp. 10.000.000, yang dapat dinilai kembali berdasarkan harga pasar menjadi Rp. 100.000.000.
Apabila penggabungan usaha tidak memenuhi persyaratan, PT. B akan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 90.000.000 atas pengalihan aktiva tetapnya dalam bagian tahun pajak(2002) yang berakhir pada tanggal 31 Oktober 2002. Akan tetapi keuntungan ini (serta penghasilan tahun berjalan lainnya) harus dikurangkan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal PT. B yang masih dapat dikompensasikan. Setelah penggabungan usaha, PT. A akan memiliki aktiva tetap tersebut dengan nilai buku baru sebesar Rp. 100.000.000. Sisa kerugian fiskal PT. B yang tidak habis dikompensasikan akan diabaikan.
Apabila PT. A dan PT. B melakukan penggabungan usaha yang memenuhi persyaratan dan PT. B tidak melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya, maka tidak akan terjadi pengenaan pajak (PPh) atas keuntungan dari aktiva tetap PT. 73 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
B. Setelah penggabungan usaha, PT. A harus mencatat nilai perolehan harta dari PT. B sesuai dengan nilai bukunya yaitu sebesar Rp. 10 juta. Sisa kerugian fiskal PT. B yang tidak habis dikompensasikan akan diabaikan.
Apabila PT. A dan PT. B melakukan penggabungan usaha yang memenuhi persyaratan dan PT. B melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya dalam bagian tahun pajak (2002) yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2002, maka penggabungan usaha tersebut dapat memperhitungkan sisa kerugian fiskal PT. B setelah dikompensasi dengan penghasilan dalam tahun pajak terakhirnya, dengan syarat : pada tanggal 31 Oktober 2002, PT. B masih aktif menjalankan kegiatan usahanya; dan PT. A masih tetap menjalankan usaha tersebut sekurang-kurangnya sampai dengan tanggal 1 November 2004.
Horisontal (brother-sister merger ) yang memenuhi persyaratan, PT. B (transferor company ) bergabung dengan PT. A ( acquiring company ). PT.A tidak menerbitkan saham baru kepada wajib pajak Y dan 100 lembar sahamnya pada PT. B dibatalkan. Wajib pajak Y tidak memperoleh keuntungan dari penggabungan usaha tersebut, dan untuk 100 lembar sahamnya pada PT. A akan mempunyai nilai buku baru yaitu menjadi sebesar Rp. 35 juta.
c. Para Pemegang Saham Yang Tidak Setuju (Disapproving Shareholders ) Apabila sebagian pemegang saham dari badan usaha yang mengalihkan hartanya (transferor company ) tidak menyetujui penggabungan atau peleburan usaha, mereka dapat menerima uang pengganti sahamnya pada badan usaha yang mengalihkan harta. Pemegang saham yang mempunyai pembukuan atu catatan akan memperoleh keuntungan sebesar selisih lebih dari jumlah uang yang diterima dengan nilai buku saham yang dilepas, atau kerugian sebesar selisih lebih dari nilai buku saham yang dilepas, atau kerugian sebesar selisih lebih dari nilai buku saham yang dilepas atas jumlah uang tersebut.
Perlakuan Terhadap Badan Usaha Yang Menerima Menerima Pengalihan Harta (Acquiring ). Company ).
a. Tidak Ada Keuntungan Atau Kerugian Akibat Penerimaan Harta. Badan Usaha yang menerima pengalihan harta ( acquiring Company ) tidak memperoleh keuntungan atau kerugian sebagai akibat penerimaan harta dari badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company ).
74
TaxSys
Akuntansi Perpajakan b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 181 / KMK.04 / 1999 tanggal 27 Mei 1999, atas permohonan badan usaha yang bersangkutan (acquiring Company). Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 100% (seratus persen). UU 20 Tahun 2000.
c. Nilai Buku Fiskal Harta Yang Dialihkan Badan usaha yang menerima pengalihan harta ( Acquiring Company ) harus mencatat nilai harta yang diterima berdasarkan nilai buku yang sama sebagaimana yang tercatat terakhir pada pembukuan badan usaha yang mengalihkan harta (Transferor Company ).
ASPEK PAJAK RESTRUKTURISASI
A. PERATURAN PERPAJAKAN RESTRUKTURISASI
YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN DENG AN
1. Bagi Pihak Yang Mengalihkan (transferor company ). PPh Badan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka (3) UU 17 Tahun 2000 yaitu : Pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.
Contoh : PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut : PT A
PT B
Nilai sisa buku
Rp. 200.000.000,00
Rp. 300.000.000,00
Harga Pasar
Rp. 300.000.000,00
Rp. 450.000.000,00
75 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian PT A mendapat keuntungan sebesar Rp. 100.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00 – Rp. 200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp. 150.000.000,00 (Rp. 450.000.000,00 – Rp. 300.000.000,00). Sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp. 750.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00 + Rp. 450.000.000,00).
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku (“pooling of interest”). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp. 500.000.000,00 (Rp. 200.000.000,00 + Rp. 300.000.000,00).
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan harta.
Ketentuan ini mengatur tentang penilaian harta yang diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal dimaksud, yaitu dinilai berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut.
Kriteria wajib pajak yang dapat menggunakan nilai buku : Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam pengalihan harta menurut Keputusan Menteri Keuangan R. I Nomor 422 / KMK.04 / 1998 tanggal 9 September 1998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan R. I. Nomor 469 / KMK.04 / 1998 tanggal 30 Oktober 1998 adalah : 1. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha;
Prosedur Persetujuan Apabila permohonan Wajib Pajak sudah lengkap, Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan proses penelitian dan konfirmasi yang diperlukan, menerbitkan surat keputusan persetujuan atau penolakan selambat76
TaxSys
Akuntansi Perpajakan lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap dengan menggunakan formulir baku. Dalam hal keputusan penolakan, harus diberikan alasannya. Jika batas waktu 1 (satu) bulan tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum menerbitkan keputusan maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan kepadanya diterbitkan surat keputusan persetujuan. Tindasan keputusan disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan Kepala Kantor Pemeriksaan Pajak terkait.
Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku di atas tidak mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka pengalihan harta tersebut harus dinilai dengan harga pasar dan atas keuntungan yang diperoleh dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000.
Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta tersebut harus mencatat nilai perolehannya sesuai dengan nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
Dalam hal Wajib Pajak sebelum penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha telah melakukan revaluasi aktiva tetap, maka nilai buku yang dicatat adalah nilai buku setelah dilakukan revaluasi aktiva tetap. Penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan untuk tahun buku di mana pengalihan harta terjadi, dilakukan secara prorata (perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta. Bagi Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta, penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan dihitung secara prorate sampai dengan bulan dilakukannya pengalihan harta penghitungan prorata sebanyak sisa bulan sesudah bulan pengalihan harta, dengan menggunakan metode penyusutan dan amortisasi yang dianut Wajib Pajak yang bersangkutan.
Apabila penggabungan atau peleburan usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta setelah penggabungan atau peleburan usaha tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan atau peleburan usaha.
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta (setelah penggabungan atau peleburan usaha) mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan/prosedur sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak 77 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Nomor 537 / PJ. / 2000). Yaitu setelah 3 (tiga) bulan angsuran PPh Pasal 25 dipenuhi. a) Saham baru tersebut tidak terhutang Pajak Penghasilan dan nilai perolehan saham baru dicatat sebesar nilai saham lama;
b) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta menerima sejumlah saham baru dan sejumlah uang dari badan usaha yang menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan sejumlah uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif umum;
c) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta tidak setuju dengan rencana pengalihan harta tersebut dan pemegang saham dimaksud memilih menjual sahamnya, maka :
atas selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual merupakan capital gain yang diterima pemegang saham tersebut dan terhutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
atas selisih kurang antara harga perolehan dengan harga jual yang diterima pemegang saham tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat sepanjang pemegang saham yang bersangkutan menyelenggarakan pembukuan.
Terhadap pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari pengenaan PPh sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 jo PP 27 Tahun 1996.
Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dengan persyaratan dalam waktu 1 (satu) tahun sudah harus mengajukan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM untuk Intial Public Offering / Secondary Offering .
MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46
1. Berdasarkan data di bawah ini hitunglah koreksi fiskal laba bruto maksimum & minimum apabila WP menggunakan metode LIFO.
78
TaxSys
Akuntansi Perpajakan
RINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIAN
UNIT
HARGA PER UNIT
TANGGAL
PEMBELIAN
PENJUALAN
PEMBELIAN
PENJUALAN
KIRIM
TERIMA
250
-
1.000.000
-
2 / 1 / 02
17 / 2 / 02
-
200
-
1.250.000
3 / 2 / 02
18 / 3 / 02
300
-
1.100.000
-
4 / 3 / 02
19 / 4 / 02
-
250
-
1.350.000
5 / 4 / 02
20 / 5 / 02
350
-
1.200.000
-
6 / 5 / 02
21 / 6 / 02
-
300
-
1.450.000
7 / 6 / 02
22 / 7 / 02
400
-
1.300.000
-
8 / 7 / 02
23 / 8 / 02
-
350
-
1.500.000
9 / 8 / 02
24 / 9 / 02
450
-
1.350.000
-
2 / 11 / 02
25 / 1 / 03
-
400
-
1.600.000
3 / 11 / 02
26 / 1 / 03
500
-
1.400.000
-
4 / 12 / 02
27 / 1 / 03
-
450
-
1.650.000
5 / 12 / 02
28 / 1 / 03
2.250
1.950
Syarat penjualan untuk pengiriman bulan Februari, Juni, Nopember, 2002 adalah F.O.B. Destination
Syarat penjualan untuk pengiriman bulan April, Agustus, dan Desember 2002 adalah F.O.B. Shipping point . Syarat pembelian untuk pengiriman bulan Januari, Mei, dan Nopember 2002 adalah F.O.B. Shipping point .
Syarat pengiriman untuk bulan Maret, Juli dan Desember 2002 adalah F.O.B. Destination .
Persediaan akhir tahun 2001 yang tersedia di gudang sejumlah 300 unit @ Rp. 1.000.000,- termasuk 100 unit merupakan barang konsinyasi ( consigment goods ) dan 50 unit merupakan barang yang dipisahkan ( segregated goods ). 79 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
2. Berdasarkan data di bawah ini hitunglah besarnya koreksi fiskal maksimum dan minimum apabila Wajib Pajak dalam menghitung Cost of Goods menggunakan metode LIFO dengan sistem pencatatan berdasar physical : Cost / Unit
MARKET / UNIT
(Rp.)
(Rp.)
Beginning Inventory
10.000.000
10.500.000
200
Purchases
12.000.000
-
400
-
13.000.000
500
13.000.000
-
300
-
15.000.000
200
14.000.000
-
100
Sales Purchases Sales Purchases
UNIT
3. Berdasarkan data aktiva tetap yang dimiliki PT. Artha ( transferor Company ) dibawah ini hitunglah besarnya Depreciation Expenses (menggunakan metode Saldo menurun) untuk tahun pajak 2002 sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh Bagi PT. Widya yang merupakan Acquiring Company dan pajak terutang pada saat pengalihan apabila pada saat merger (1 Juli 2002) penggunaan book value telah mendapat persetujuan dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Nomor.
AKTIVA TETAP 1-7-2002 YANG DIALIHKAN (jutaan Rp.)
80
JENIS AKTIVA TETAP
Tahun Beli
Harga Beli / Unit
Unit
Eks golongan 2
27-10-1994
234
6
Eks golongan 3
24-12-1994
567
5
Kelompok 1
24-07-1998
123
4
Kelompok 2
04-06-1996
456
3
Kelompok 3
06-06-1997
789
2
Bangunan Permanen
11-08-1994
1.234
1
TaxSys
Akuntansi Perpajakan SOAL 1 AKTIVA TETAP PER 1-1-2001 (Dalam jutaan rupiah)
Jenis Aktiva Tetap
Tahun Beli
Harga Beli
Unit
Eks Golongan 2
27-10-1994
1.234
6
Eks Golongan 3
24-12-1992
5.678
5
Kelompok 1
24-07-1998
123
4
Kelompok 2
04-06-1996
456
3
Kelompok 3
06-06-1997
789
2
Bangunan Permanen
11-08-1993
4.321
1
Informasi lainnya berkaitan dengan aktiva tetap : Satu unit aktiva tetap eks golongan 3 yang harga perolehannya Rp. 50 juta pada tanggal 11-08-2002 dijual seharga Rp. 30 juta. Satu unit aktiva tetap kelompok 2 yang harga perolehannya Rp. 75 juta, pada tanggal 27 Oktober 2002 ditukar dengan yang baru (berdasarkan KMK No. 520 / KMK.04 / 2000 termasuk 3) Untuk itu Wajib Pajak harus mengeluarkan lagi uang sejumlah Rp. 120 juta karena harta yang diserahkan hanya dinilai seharga Rp. 40 juta. Satu unit aktiva tetap eks golongan 2 yang dibeli dengan harga Rp. 175 juta, pada tanggal 1-8-2002 terbakar. Sebagai penggantinya pada tanggal 24-12-2002 dilakukan impor aktiva yang sejenis (termasuk kelompok 2 menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 520 / KMK.04 / 2000 Jo KMK 138 / KMK.03 / 2002) dengan mengeluarkan uang dengan rincian sebagai berikut : US$
Cost Insurance
200.000
Bea Masuk
1%
PPN Impor
10%
PPh Pasal 22
2,5%
Biaya asuransi & pengangkutan dari pelabuhan ke pabrik
Rp. 2.500.000
Biaya Pemasangan
Rp. 5.000.000
Biaya penyelesaian dokumen impor dan lain-lain
Rp. 5.000.000
Aktiva eks golongan 2 yang tersisa pada tanggal 1 Juli 2001 dilakukan perbaikan untuk menambah masa manfaat yang diperkenankan mampu mencapai tahun 2004 dengan mengeluarkan biaya Rp. 110 juta (termasuk PPN)
81 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Sejak tanggal 27 Oktober 2002 telah digunakan untuk kegiatan operasional satu unit gedung kantor seluas 400 m² yang dibangun sendiri dengan mengeluarkan dana sejumlah Rp. 416 juta dengan rincian sebagai berikut : Biaya bahan (material)
Rp.
264.000.000,00
Upah
Rp.
136.000.000,00
PPN yang disetor
Rp.
136.000.000,00
Hitunglah : Depreciation Expenses mengacu ketentuan Pasal 11 UU PPh berdasarkan metode saldo menurun untuk tahun pajak 2001 dan 2002 apabila Kurs US$ 1 pada saat impor menurut MenKeu adalah Rp. 11.200,00 sedangkan kurs tengah Bank Indonesia adalah Rp. 11.250,00.
Other Income / Other Expenses
Nilai yang harus tersaji pada kredit Neraca persidangan 31 Desember 2002 untuk Akun Selisih Lebih Revaluasi apabila appraisal menetapkan harga pasar wajar adalah 60% dari Nilai Buku Fiskal / Harga Perolehan persidangan 1 Juli 2002.
Besarnya pajak yang harus disetor ke Kas Negara tahun 2001 dan 2002. 1998
1999
2000
2001
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Taksiran
281.016.197
1.744.896.931
4.710.914.985
8.138.674.266
Penghasilan (1)
193.760.711
(184.165.478)
298.270.907
678.169.925
(1.651.284.096)
(2.483.732.180)
(666.162.560)
(6.960.033.671)
Jangka panjang
(140.950.000)
145.118.000
(4.168.000)
Laba penjualan
-
(777.882.727)
(34.340.018)
(274.667.212)
Aktiva tetap
(1.317.457.188)
284.081.992
4.304.515.314
15.502.201.650
Laba kena pajak
(1.317.457.188)
(1.811.257.923)
KETERANGAN Sebelum
Tetap Waktu Depresiasi Amortisasi
(rugi fiskal)
(1.811.257.923)
Koreksi Rugi Fiskal 98 Akumulasi rugi fiskal Kompensasi rugi fiskal Laba Kena Pajak Setelah
82
TaxSys
2.493.257.391
15.502.210.650
739.227.110
4.641.913.000
Akuntansi Perpajakan Kompensasi Taksiran Pajak
281.016.197
1.744.896.931
3.971.687.885
3.496.761.266
Penghasilan (2) Laba (rugi) Bersih-Komersial (1) – (2)
SOAL 2 (PSAK) 46
PT. ARTHA didirikan pada tahun 1998 data laporan keuangan perusahaan adalah sebagai berikut :
1. PT. MERDEKA bergerak di bidang usaha persewaan ruangan kantor melakukan kegiatan sebagai berikut : Pada 1 Mei tahun 1999 membeli 5 (lima) buah kendaraan semuanya untuk operasional dan antar jemput pegawai, harga satu kendaraan Rp. 150.000.000,00 secara akuntansi disusutkan dengan metode garis lurus, taksiran umur 5 tahun tanpa nilai residu. Penyusutan Fiskal saldo menurun.
Pada tanggal 1 November 2003 : 3 (tiga) buah kemdaraan diambil oleh pemegang saham (tidak dibayar) 1 (satu) buah kendaraan dibeli oleh pegawai bukan pemegang saham dengan harga Rp. 12.000.000,00 1 (satu) buah kendaraan dijual secara tunai laku Rp. 60.000.000,00
Diminta : Hitung penyusutan untuk tahun 2003 ! Hitung keuntungan (kerugian) pengalihan kendaraan tersebut ! Bagaimana perlakuan perpajakannya atas transaksi pengalihan kendaraan tersebut?
83 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
2. PT. MERDEKA melakukan usaha dalam bidang industri keramik menyewa gedung pabrik dan kantor di Industri dan kantor di ERA 2000 Bekasi. Pada tanggal 1 Mei 1999 melakukan impor mesin pabrik seharga US$ 4,000,000 termasuk bea masuk, bea pengangkutan, dan bea pemasangan dan sebagainya. Harga perolehan mesin tersebut sebesar Rp. 9.600.000.000,00.
Mesin tersebut termasuk kelompok 3 (tiga) metode penyusutan saldo menurun. Pada awal tahun 2003 (1 Januari 2003), mesin tersebut dilakukan penilaian kembali dengan harga pasar wajar berdasarkan penilai sebesar Rp. 12.000.000.000,00.
Rugi Fiskal (dalam ribuan rupiah) persidangan 31 Desember 2002 :
Keputusan
Putusan
Keberatan
Pengadilan Pajak
Nihil
Nihil
250.000
500.000
200.000
200.000
350.000
1999
1.800.000
600.000
1.000.000
----
2000
1.000.000
400.000
----
----
2001
1.600.000
----
----
----
2002
1.400.000
----
----
----
Tahun
SPT PPh
SKP
1997
300.000
1998
Diminta : Hitung penyusutan Fiskal dan Nilai Buku Fiskal persidangan 1 Januari 2003 ! Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan pada akhir tahun 2002 ! Hitung selisih lebih penilaian kembali dan PPh-nya !
Apabila PT. MERDEKA bermaksud tidak mengkompensasikan Rugi Fiskal pada selisih lebih Revaluasi, teapi pada laba tahun 2003, boleh apa tidak ?
MERDEKA, Inc, berkedudukan di Jepang, pada awal tahun 1999 menyetor modal sebesar US$ 1.000.000 (satu juta US$) Kurs tengah BI persidangan US$ sebesar Rp. 2.200.000 ke PT. DINO Indonesia (pembukuan rupiah).
84
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Pada tanggal 11 Oktober 2003, MERDEKA, Inc menjual saham PT. DINO Indonesia ke LCH Ltd. Singapura dengan harga US$ 600,000 (enam ratus ribu US$), Kurs tengah BI persidangan US$ = Rp. 9.000,00. Bagaimana cara pengenaan pajaknya atas transaksi tersebut ? Berapa PPh Yang harus dan siapa yang harus membayarnya ?
3. Pada tanggal 1 Maret 1997, PT. MERDEKA (pembukuan rupiah) mendapat pinjaman US$ 10.000.000 (sepuluh juta US$) – dari BCA Jakarta, dirupiahkan dengan Kurs Rp. 2.400,00 Persidangan US$, untuk membeli hotel. Harga tanah 40% dan harga Bangunan Hotel 60%.
Rugi Laba kurs diakui tiap-tiap akhir tahun berdasarkan Kurs tengah BI.
Tanggal
Kurs Tengah BI Per 1 US$
31-12-1997
Rp.
4.650,00
31-12-1998
Rp.
8.025,00
31-12-1999
Rp.
7.100,00
31-12-2000
Rp.
9.595,00
31-12-2001
Rp. 10.400,00
Bunga selalu dibayar, tetapi hutang pokok tidak pernah diangsur (dibayar).
Pada akhir tahun 2001 PT MERDEKA menyatakan tidak sanggup membayar lagi. Dengan melalui PRAKASA JAKARTA atau KKSK diadakan restrukturisasi utang dengan cara pengalihan harta kepada kreditur untuk penyelesaian utang (DEBT TO ASSET SWAP) yaitu Hotel (tanah dan gedung) diserahkan ke BCA untuk penyelesaian utang yang dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2002, bunga 2002 tidak dihitung dengan posisi utang persidangan 31 Desember 2001.
Harga pasar hotel tersebut 31 Desember 2002 sebesar Rp. 50.000.000.000,00 dan Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp. 20.000.000,00.
85 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Pertanyaan : Hitung nilai buku Fiskal tanah dan bangunan hotel persidangan 31 Desember 2001 ! Hitung jumlah hutang persidangan 31 Desember 2001 ! Bagaimana perlakuan perpajakan atas DEBT TO ASSET SWAP tersebut ?
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diperpanjangan karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang paling lama 2 (dua) tahun;
Apabila setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud Wajib Pajak belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana, maka jangka waktu tersebut dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak;
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan diatas, maka nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.
Ketentuan bagi pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran : a) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta menerima sejumlah saham baru dari badan usaha yang menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan saham baru tersebut tidak terhutang Pajak Penghasilan dan nilai perolehan saham baru dicatat sebesar nilai saham lama;
b) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yamh melakukan pengalihan harta menerima sejumlah saham baru dan sejumlah uang dari badan usaha yang menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan sejumlah uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif umum;
c) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta tidak setuju dengan rencana pengalihan harta tersebut dan pemegang saham dimaksud memilih menjual sahamnya, maka :
86
TaxSys
Akuntansi Perpajakan •
atas selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual merupakan capital gain yang diterima pemegang saham tersebut dan terhutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
•
atas selisih kurang antara harga perolehan dengan harga jual yang diterima pemegang saham tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat sepanjang pemegang saham yang bersangkutan menyelenggarakan pembukuan.
Terhadap pengalihan harta berupa tanah dan / atau bangunan dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari pengenaan PPh sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Jo PP 27 Tahun 1996.
Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dengan persyaratan dalam waktu 1 (satu) tahun sudah harus mengajukan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM untuk Intial Public Offering / Secondary Offering .
MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46 Berdasarkan data di bawah ini hitunglah koreksi fiskal laba bruto maksimum & minimum apabila WP menggunakan metode LIFO.
87 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
RINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIAN UNIT
HARGA PER UNIT
TANGGAL
PEMBELIAN
PENJUALAN
PEMBELIAN
PENJUALAN
KIRIM
TERIMA
250
-
1.000.000
-
2 / 1 / 02
17 / 2 / 02
-
200
-
1.250.000
3 / 2 / 02
18 / 3 / 02
300
-
1.100.000
-
4 / 3 / 02
19 / 4 / 02
-
250
-
1.350.000
5 / 4 / 02
20 / 5 / 02
350
-
1.200.000
-
6 / 5 / 02
21 / 6 / 02
-
300
-
1.450.000
7 / 6 / 02
22 / 7 / 02
400
-
1.300.000
-
8 / 7 / 02
23 / 8 / 02
-
350
-
1.500.000
9 / 8 / 02
24 / 9 / 02
450
-
1.350.000
-
2 / 11 / 02
25 / 1 / 03
-
400
-
1.600.000
3 / 11 / 02
26 / 1 / 03
500
-
1.400.000
-
4 / 12 / 02
27 / 1 / 03
-
450
-
1.650.000
5 / 12 / 02
28 / 1 / 03
2.250
1.950
Syarat penjualan untuk pengiriman bulan Februari, Juni, Nopember, 2002 adalah f.o.b. Destination
Syarat penjualan untuk pengiriman bulan April, Agustus, dan Desember 2002 adalah f.o.b. Shipping point.
Syarat pembelian untuk pengiriman bulan Januari, Mei dan Nopember 2002 adalah f.o.b. Shipping point.
Syarat pengiriman untuk bulan Maret, Juli dan Desember 2002 adalah f.o.b. Destination
Persediaan akhir tahun 2001 yang tersedia di gudang sejumlah 300 unit @ Rp. 1.000.000,- termasuk 100 unit merupakan barang konsinyasi ( consigment goods ) dan 50 unit merupakan barang yang dipisahkan (segregated goods ). ).
88
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Berdasarkan data di bawah ini hitunglah besarnya koreksi fiskal maksimum dan minimum apabila Wajib Pajak dalam menghitung Cost of Goods menggunakan metode LIFO dengan sistem pencatatan berdasarkan physical :
2. Berdasarkan data di bawah bawah ini hitunglah besarnya koreksi fiskal maksimum dan minimum apabila Wajib Pajak dalam menghitung Cost of Goods menggunakan metode LIFO dengan sistem pencatatan berdasar physical physical :
Cost / Unit
MARKET / Unit
(Rp.)
(Rp.)
Beginning Inventory
10.000.000
10.500.000
200
Purchases
12.000.000
-
400
-
13.000.000
500
13.000.000
-
300
-
15.000.000
200
14.000.000
-
100
Sales Purchases Sales Purchases
UNIT
3. Berdasarkan data aktiva tetap yang dimiliki PT. Artha (transferor Company) dibawah ini hitunglah besarnya Depreciation Expenses (menggunakan metode Saldo menurun) untuk tahun pajak 2002 sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh bagi PT.Widya yang merupakan Acquiring Company dan pajak terutang pada saat pengalihan apabila pada saat merger (1 Juli 2002) penggunaan book valus telah mendapat persetujuan dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Nomor.
AKTIVA TETAP 1-7-2002 YANG DIALIHKAN (jutaan Rp.) JENIS AKTIVA TETAP
Tahun Beli
Harga Beli / Unit
Unit
Eks golongan 2
27-10-1994
234
6
Eks golongan 3
24-12-1994
567
5
Kelompok 1
24-07-1998
123
4
Kelompok 2
04-06-1996
456
3
Kelompok 3
06-06-1997
789
2
Bangunan Permanen
11-08-1994
1.234
1
89 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
SOAL 1 AKTIVA TETAP PER 1-1-2001 (dalam jutaan rupiah)
Jenis Aktiva Tetap
Tahun Beli
Harga Beli
Unit
Eks Golongan 2
27-10-1994
1.234
6
Eks Golongan 3
24-12-1992
5.678
5
Kelompok 1
24-07-1998
123
4
Kelompok 2
04-06-1996
456
3
Kelompok 3
06-06-1997
789
2
Bangunan Permanen
11-08-1993
4.321
1
Informasi lainnya berkaitan dengan aktiva tetap :
Satu unit aktiva tetap eks golongan 3 yang harga perolehannya Rp. 50 juta pada tanggal 11-08-2002 dijual seharga Rp. 30 juta.
Satu unit aktiva tetap kelompok 2 yang harga perolehannya Rp. 75 juta, pada tanggal 27 Oktober 2002 ditukar dengan yang baru (berdasarkan KMK No. 520 / KMK.04 / 2000 termasuk 3)
Untuk itu Wajib Pajak harus mengeluarkan lagi uang sejumlah Rp. 120 juta karena harta yang diserahkan hanya dinilai seharga Rp. 40 juta.
Satu unit aktiva tetap eks golongan 2 yang dibeli dengan harga Rp. 175 juta, pada tanggal 1-8-2002 terbakar. Sebagai penggantinya pada tanggal 24-12-2002 dilakukan impor aktiva yang sejenis (termasuk kelompok 2 menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 520 / KMK.04 / 2000 Jo KMK 138 / KMK.08 / 2002) dengan mengeluarkan uang dengan rincian sebagai berikut :
90
Cost insurance
US$
Bea Masuk
1%
PPN Impor
10%
PPh Pasal 22
2,5%
Biaya asuransi & pengangkutan dari pelabuhan ke pabrik
Rp. 2.500.000
Biaya Pemasangan
Rp. 5.000.000
Biaya penyelesaian dokumen impor dan lain-lain
Rp. 5.000.000
TaxSys
200.000
Akuntansi Perpajakan Aktiva eks golongan 2 yang tersisa pada tanggal 1 Juli 2001 dilakukan perbaikan untuk menambah masa manfaat yang diperkirakan mampu mencapai tahun 2004 dengan mengeluarkan biaya Rp. 110 juta (termasuk PPN)
Sejak tanggal 27 Oktober 2002 telah digunakan untuk kegiatan operasional satu unit gedung kantor seluas 400 m2 yang dibangun sendiri dengan mengeluarkan dana sejumlah Rp. 416 juta dengan rincian sebagai berikut :
Biaya bahan (material)
Rp.
264.000.000,00
Upah
Rp.
136.000.000,00
PPN yang disetor
Rp.
136.000.000,00
Hitunglah : Depreciation Expenses mengacu ketentuan Pasal 11 UU PPh berdasarkan metode saldo menurun untuk tahun pajak 2001 dan 2002 apabila Kurs US$ 1 pada saat impor menurut MenKeu adalah Rp. 11.200,00 sedangkan kurs tengah Bank Indonesia adalah Rp. 11.250,00.
Other Income / Other Expenses Nilai yang harus tersaji pada kredit Neraca persidangan 31 Desember 2002 untuk Akun Selisih Lebih Revaluasi apabila appraisal menetapkan harga pasar wajar adalah 60% dari Nilai Buku Fiskal / Harga Perolehan persidangan 1 Juli 2002.
Besarnya pajak yang harus disetor ke Kas Negara tahun 2001 dan 2002.
91 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
SOAL 2 (PSAK) 46 PT. ARTHA didirikan pada tahun 1998 data laporan keuangan perusahaan adalah sebagai berikut :
KETERANGAN
1998
1999
2000
2001
Rp.
Rp.
Rp.
Rp. Rp.
Taksiran
281.016.197
1.744.896.931
4.710.914.985
8.138.674.266
Penghasilan (1)
193.760.711
(184.165.478)
298.270.907
678.169.925
(666.162.560)
(6.960.033.671)
Sebelum
Tetap waktu
Depresiasi Amortisasi
(1.651.284.096) (2.483.732.180) (140.950.000)
145.118.000
(4.168.000)
jangka panjang
-
(777.882.727)
(34.340.018)
(274.667.212)
laba penjualan
(1.317.457.188)
284.081.992
4.304.515.314
15.502.201.650
Aktiva Tetap
(1.317.457.188) (1.811.257.923)
Laba kena pajak
(1.811.257.923)
(rugi fiskal) koreksi Rugi Fiskal 98 Akumulasi rugi fiscal
2.493.257.391
15.502.210.650
739.227.110
4.641.913.000
3.971.687.885
3.496.761.266
Kompensasi rugi fiskal Laba Kena pajak
281.016.197
1.744.896.931
setelah kompensasi Taksiran Pajak Penghasilan (2) Laba (rugi) Bersih-Komersial (1) – (2) 92
TaxSys
Akuntansi Perpajakan SOAL 3
1. PT. MERDEKA bergerak di bidang usaha persewaan ruangan kantor melakukan kegiatan sebagai berikut : Pada 1 Mei tahun 1999 membeli 5 (lima) buah kendaraan semuanya untuk operasional dan antar jemput pegawai, harga satu kendaraan Rp. 150.000.000,00 secara akuntansi disusutkan dengan metode garis lurus, taksiran umur 5 tahun tanpa nilai residu. Penyusutan Fiskal saldo menurun.
Pada tanggal 1 November 2003 :
3 (tiga) buah kendaraan diambil oleh pemegang saham (tidak dibayar) 1 (satu) buah kendaraan dibeli oleh pegawai bukan pemegang saham dengan harga Rp. 12.000.000,00 1 (satu) buah kendaraan dijual secaar tunai laku Rp. 60.000.000,00
Diminta : Hitung penyusutan untuk tahun 2003 ! Hitung keuntungan (kerugian) pengalihan kendaraan tersebut ! Bagaimana perlakuan perpajakannya atas transaksi pengalihan kendaraan tersebut?
2. PT. MERDEKA melakukan usaha dalam bidang industri keramik menyewa gedung pabrik dan kantor di Industri dan kantor di ERA 2000 Bekasi, pada tanggal 1 Mei 1999 melakukan impor mesin pabrik seharga US$ 4,000,000 termasuk bea masuk, bea pengangkutan, dan pemasangan dan sebagainya. Harga perolehan mesin tersebut sebesar Rp. 9.600.000.000,00.
Mesin tersebut termasuk kelompok 3 (tiga) metode penyusutan saldo menurun.
Pada awal tahun 2003 (1 Januari 2003), mesin tersebut dilakukan penilaian kembali dengan harga pasar wajar berdasarkan penilai sebesar Rp. 12.000.000.000,00.
93 TaxSys
Akuntansi Perpajakan
Rugi FISKAL(dalam ribuan rupiah) persidangan 31 Desember 2002 : Tahun
SPT PPh
SKP
Keputusan
Putusan
Keberatan
Pengadilan Pajak
1997
300.000
Nihil
Nihil
250.000
1998
500.000
200.000
200.000
350.000
1999
1.800.000
600.000
1.000.000
----
2000
1.000.000
400.000
----
----
2001
1.600.000
----
----
----
2002
1.400.000
----
----
----
Diminta : Hitung penyusutan Fiskal dan Nilai Buku Fiskal persidangan 1 Januari 2003 ! Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan pada akhir tahun 2002 ! Hitung selisih lebih penilaian kembali dan PPh-nya !
Apabila PT. MERDEKA bermaksud tidak mengkompensasikan Rugi Fiskal pada selisih lebih Revaluasi, tetapi pada laba tahun 2003, boleh apa tidak ?
MERDEKA, Inc. berkedudukan di Jepang, pada awal tahun 1999 menyetor modal sebesar US$ 1.000.000 (satu juta US$) Kurs tengah BI persidangan US$ sebesar Rp. 2.200,00 ke PT. DINO Indonesia (pembukuan rupiah).
Pada tanggal 11 Oktober 2003, MERDEKA, Inc. menjual saham PT. DINO Indonesia ke LCH Ltd. Singapura dengan harga US$ 600,000 (enam ratus ribu US$), Kurs tengah BI persidangan US$ = Rp. 9.000,00. Bagaimana cara pengenaan pajaknya atas transaksi tersebut? Berapa PPh Yang harus dan siapa yang harus membayarnya ?
3. Pada tanggal 1 Maret 1997, PT. MERDEKA (pembukuan rupiah) mendapat pinjaman US$ 10.000.000(sepuluh juta US$) – dari BCA Jakarta, dirupiahkan dengan kurs Rp. 2.400,00 Persidangan US$, untuk membeli hotel. Harga tanah 40% dan harga Bangunan Hotel 60%.
94
TaxSys
Akuntansi Perpajakan Rugi Laba kurs diakui tiap-tiap akhir tahun berdasarkan Kurs tengah BI. Tanggal
Kurs Tengah BI Per 1 US$
31-12-1997
Rp.
4.650,00
31-12-1998
Rp.
8.025,00
31-12-1999
Rp.
7.100,00
31-12-2000
Rp.
9.595,00
31-12-2001
Rp. 10.400,00
Bunga selalu dibayar, tetapi hutang pokok tidak pernah diangsur (dibayar). Pada akhir tahun 2001 PT. MERDEKA menyatakan tidak sanggup membayar lagi. Dengan melalui PRAKASA JAKARTA atau KKSK diadakan restrukturisasi utang dengan cara pengalihan harta kepada kreditur untuk penyelesaian utang (DEBT TO ASSET SWAP) yaitu Hotel (tanah dan gedung) diserahkan ke BCA untuk penyelesaian utang yang dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2002, bunga 2002 tidak dihitung dengan posisi utang persidangan 31 Desember 2001.
Harga pasar hotel tersebut 31 Desember 2002 sebesar Rp. 50.000.000.000,00 dan Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp. 20.000.000,00.
Pertanyaan : Hitung nilai buku Fiskal tanah dan bangunan hotel persidangan 31 Desember 2001 ! Hitung jumlah hutang persidangan 31 Desember 2001 ! Bagaimana perlakuan perpajakan atas DEBT TO ASS
Jangka waktu sebagaimana di maksud pada huruf a dapat diperpanjangan karena keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang paling lama 2 (dua) tahun.
Apabila setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud Wajib Pajak belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana, maka jangka waktu tersebut dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan diatas, maka nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar. 95 TaxSys