MAKALAH GANGGAUN PEMBEKUAN DARAH PADA IBU HAMIL
DISUSUN OLEH: KELOMPOK V 1.
SITI MAIMUNAH
2.
NILUH SANTINI
3.
NADIA NUR SETIAHATI
4.
MIA ANJALIA PUTRID
5.
NURHASTUTIK
6.
TITIN FITRIA
7.
RANI YULIANTI
8.
RINI ANDRIANI
9.
YULIANITA
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1 T.A 2018
KATA PENGANTAR
1
Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan gangguan pembekuan darah pada ibu hami
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Mataram, 24 April 2018 Penyusun.
2
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang ............................................ .................................................................. ............................................ ........................ b) Rumusan Masalah .......................................... ................................................................. .......................................... ................... c) Tujuan .......................................... ................................................................ ............................................ ...................................... ................ BAB II PEMBAHASAN
a) Konsep Dasar Penyakit ...................................... ............................................................ ...................................... ................ b) Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ........................................... ....................................................... ............ BAB III PENUTUP
a) Kesimpulan ............................................. ................................................................... ............................................ ........................... ..... b) Saran ............................................ .................................................................. ............................................ ...................................... ................ DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini perdarahan obstetrik tetap menjadi penyebab utama tingginya angka mortalitas ibu diseluruh dunia. Salah satu kondisi terkait kehamilan yang menyebabkan terjadinya perdarahan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi ini adalah Disseminated intravascular coagulation (DIC). Pertama kali dideskripsikan oleh Joseph DeLee pada tahun 1901 sebagai suatu keadaan dimana terdapat kecenderungan untuk terjadi perdarahan yang mengikuti abruptio plasenta. DIC memiliki manifestasi klinis yang luas, mulai dari thrombosis intravaskular yang bisa saja tidak disadari, kerusakan mikrovaskular, sampai terjadinya gagal organ dan perdarahan tidak terkontrol. Hal yang menarik disini adalah DIC selalu terjadi s ebagai gangguan sekunder yang menyertai suatu kelainan klinis tertentu.. Berbagai penelitian memperkirakan bahwa insidensi DIC pada seluruh kehamilan diperkirakan sekitar 310 kasus per 100.000 kelahiran. DIC juga dapat menimbulkan histerektomi post partum, transfusi darah, dan acute tubular necrosis dengan tingkat morbiditas 624%.Deteksi dini DIC penting sehingga tatalaksana untuk kondisi yang mengancam jiwa ini dapat dilakukan sesegera mungkin. Saat ini penegakkan diagnosis DIC masih cukup sulit dilakukaan karena luasnya gejala klinis yang dapat muncul serta tidak adanya pemeriksaan laboratorium tunggal, sehingga untuk diagnosis DIC sat ini digunakan sistem skoring dari the international society ont thrombosis and hemostasis (ISTH). Sayangnya sistem skoring ini masih belum mempertimbangkan perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh ibu hamil, sehingga masih perlu dilakukan beberapa modifikasi agar dapat mendeteksi DIC dengan tepat pada popualsi obstetric. Saat ini tatalaksana DIC pada kehamilan berupa penanganan pada penyakit obsterik yang menyebabkan terjadinya DIC sambil disertai terapi suportif seperti pemberian produk darah dan pemberian agen antikoagulan.
4
B. Rumusan Masalah
a. Definisi gangguan pembekuan darah pada kehamilan b. Etiologi gangguan pembekuan darah pada kehamilan c. Resiko kejadian & angka kejadian pembekuan darah d. Anatomi gangguan pembekuan darah e. Patofisiologi & phatway pembekuan darah f.
Tanda dan gejala gangguan pembekuan darah pada kehamila n
g. Penatalaksanaan gangguan pembekuan darah C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi gangguan pembekuan darah pada kehamilan b. Untuk mengetahui etiologi gangguan pembekuan darah pada kehamilan c. Untuk mengetahui resiko kejadian & angka kejadian pembekuan darah d. Untuk mengetahui anatomi gangguan pembekuan darah e. Untuk mengetahui patofisiologi & phatway pembekuan darah f.
Untuk mengetahui tanda dan gejala gangguan pembekuan darah pada kehamilan
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan pembekuan darah
5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Disseminated Intravascular Coagulation
Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan anfilaksis. ( Brunner & Suddarth, 2002) Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan.( DeLoughery TG 2005)
B. Etiologi
Penyakit apapun yang dapat meningkatkan kadar faktor prothrombosis, menurunkan faktor antikoagulan , menyebabkan disfungsi endotel, atau mengganggu proses fibrinolisis dapat menyebabkan terjadinya DIC. Penyebab DIC dalam bidang obstetrik biasanya berupa: 1. Abruptio plasenta / plasenta previa; (37%)
Abruptio plasenta merupakan penyebab tersering DIC pada bidang obstetrik, atau bahkan dalam dunia kedokteran. Lepasnya plasenta secara mendadak pada abruptio plasenta menyebabkan lepasnya faktor prokoagulan kedalam sirkulasi maternal, menyebabkan terjadinya akativasi sistem koagulasi intravaskular. Hipoksia dan hipovolemia dapat memicu respons endotel yang berupa peningkatan ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang kemudian meningkatkan ekspresi endothelial tissue factor (TF). Peningkatan ekspresi TF dan thromboplastin ini menyebabkan konsumsi dari faktor-faktor koagulasi, deposisi fibrin di sirkulasi mikro, dan juga pembentukan thrombus pada permukaan desidual maternal pada lokasi lepasnya plasenta. Sebagai dampak koagulasi intravaskular ini, maka terjadi aktivasi plasminogen menjadi plasmin yang kemudian akan menghancurkan mikroemboli fibrin untuk mempertahankan patensi mikrovaskular. Kebanyakan wanita dengan abruption plasenta akan memiliki gangguan koagulasi intravaskular. Pada kasus abruption plasenta yang cukup parah sampai menyebabkan kematian fetus, konsentrasi produk degradasi fibrinogen-fibrin dan 6
D-dimers ditemukan meningkat meskipun secara klinis kuantifikasi ini tidak terlalu berguna. Produk degradasi fibrin seperti D-dimer ini seringkali meningkat saat kehamilan normal, dan masih belum ada penelitian yang menentukan nilai normal produk degradasi fibrin ini pada wanita hamil sehingga penggunaan perhitungan konsentrasi produk degradasi fibrin ini dianggap kurang bisa diandalkan untuk keperluan diagnosis pada wanita hamil. Koagulasi konsumtif lebih mungkin terjadi dengan abruptio tertutup (concealed abruption) karena tekanan intrauterinnya lebih tinggi sehingga mendorong thromboplastin masuk kedalam vena-vena besar yang jadi tempat aliran darah balik dari lokasi implantasi. Dengan abruption parsial dengan fetus hidup, gangguan koagulasi parah jarang ditemukan. 2. Perdarahan postpartum (29%)
Perdarahan postpartum masif didefiniskan dengan kehilangan darah >1500 ml. Perdarahan sebanyak ini cukup sering ditemui pada wanita hamil dengan plasenta previa, abruptio placenta, atau karne trauma operasi. Insidensi DIC karena perdarahan masif dalam bidang obstetri sebesar 0,15% sampai 1,5%. Perdarahan menyebabkan shock hipovolemik, diikuti dengan hipoksia. Hipoksia melepaskan TF yang kemudian mengaktivasi jalur koagulasi. Terjadi deposisi fibrinogen di pembuluh darah kecil yang disertai pemecahannya menjadi produk degradasi fibrinogen. Terbentuknya produk degradasi fibrinogen ini menstimulasi fibrinolisis. Perdarahan yang banyak juga mengurangi konsentrasi faktor koagulasi dalam darah. Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani sebagai faktor dengan risiko tinggi untuk mengalami DIC. Pemberian tatalaksana yang tepat baik secara farmakologis, maupun pemberian produk darah,atau cairan infus untuk mepertahankan sirkulasi ibu dapat mencegah terjadinya DIC. 3. Pre-eklamsi, dan sindrom hellp (14%)
Preeklamsia terjadi pada sekitar 5-8% kehamilan. Preeklamsi diduga terjadi karena respons abnormal maternal terhadap plasentasi. DIC pada preeklamsia diduga terjadi karena peningkatan tissue factor (TF) dari sel desidua. Peningkatan ini dibuktikan dengan pewarnaan imunohistokimia pada lempeng desidua plasenta pada kehamilan dengan preeklamsia. Selain peningkatan TF dapat juga terjadi penignkatan VEGF pada preeklamsi berat. Peningkatan TF dan VEGF akan memicu aktivasi sistem koagulasi. Peningkatan konsentrasi thrombomodulin dan fosfolipid prokoagulan ditemukan pada serum darah wanita hamil dengan eklamsia. Aktivasi sistem koagulasi ini juga diiukti oleh aktivasi jalur fibrinolitik, yang dibuktikan dengan konsentrasi PAI-2 dalam plasma yang rendah dan meningkatnya konsumsi trombosit sehingga terjadi trombositopenia. Sindrom HELLP sebuah sindrom dengan tiga gejala utama yaitu hemolysis, peningkatan enzim hati, dan menurunnya jumlah trombosit. Diduga ada mediator tertentu 7
dari plasenta yang menyebabkan kondisi inflamasi akut pada sel endotel liver. Sebagian ahli menganggap sindrom HELLP termasuk dalam preeklamsi derajat berat dan sebagian lainnya menganggap bahwa preeklamsia dan sindrom HELLP merupakan dua kelainan berbeda dengan gejala klinis yang saling tumpang tindih. Sebanyak 15-20% pasien dengan sindrom HELLP tidak memiliki hipertensi atau proteinuria. Sindrom ini terjadi karena perkembangan dan fungsi plasenta yang terganggu sehinnga terjadi iskemia pada plasenta. Kondisi iskemi ini kemudian memicu pelepasan berbagai faktor mediasi yang menyebabkan disfungsi sel endotel. Disfungsi endotel ini menyebabkan gangguan relaksasi otot polos vasukar, pelepasan vasokonstriktor, dan aktivasi trombosit. Pada wanita dengan sindrom HELLP terjadi penurunan produksi fibrinogen ,faktor koagulan, dan juga penurunan produksi faktor antikoagulan, akan tetapi perubahan komponen hemostasis tersebut diduga bukan penyebab utama terjadinya DIC pada pasien dengan sindrom HELLP , karen DIC hanya terjadi pada sebagian kecil pasien. Penyebab utama DIC pada pasien dengan sindrom HELLP diduga karena anemia hemolitik mikro angiopati derajat berat.
4. Perlemakan hati akut pada kehamilan ( acute fatty liver of pregnancy ) (8%)
Sebenarnya perlemakan hati akut pada kehamilan merupakan kejadian yang cukup jarang terjadi dan umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan dengan insidensi sekitar 11 – 14 kasus per 100.000 kehamilan. Meskipun jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan komplikasi kehamilan yang fatal. Keadaan ini dimulai dengan infiltrasi lemak pada hepatosit melalui mikrovaskular yang diikuti oleh menurunnya fungsi hati secara progresif tanpa mengganggu struktur hati. Penelitian menunjukkan ada efek genetik pada oksidasi beta (beta oxidation) asam lemak yang merupakan pathogenesis dari perlemakan hati akut ini. DIC pada keadaan ini disebabkan oleh gangguan fungsi hati berat sehingga produksi fibrinogen maupun faktor koagulasi lainnya menjadi berkurang. Defisiensi anti thrombin III juga dilaporkan terjadi pada perlemakan hati akut pada kehamilan. DIC merupakan manifestasi klinis utama dalam perlemakan hati pada kehamilan dan menunjukkan keparahan kerusakan hati. 5. Emboli cairan ketuban(6%)
Emboli cairan ketuban merupakan kondisi klinis yang dapat terjadi ketika proses persalinan sampai 48 jam post partum. Meskipun ada sejumlah kecil kasus yang melaporkan kejadian emboli cairan ketuban selama periode antenatal. Gambaran klinisnya berupa hipotensi, aritmia, sianosis, dyspnea, perubahan status mental, dan perdarahan. Diperkirakan tingkat kematian maternal karena emboli cairan ketuban ini sekitar 6-44%. Penyebab terjadinya DIC pada emboli cairan ketuban ini masih kurang dipahami dengan baik. Emboli cairan ketuban terjadi karena 8
terjadi robekan pada membran fetus atau pada pembuluh darah uterus sehingga cairan ketuban masuk kedalam sirkulasi maternal dan kemudian menyebabkan terjadinya vasopasme disertai blokade pembuluh darah pulmoner. Kemudian terjadi gagal jantung kanan karena ventrikel kanan tidak mampu memompa darah ke paru, yang segera diikuti gagal jantung kiri karena ventrikel kiri tidak mendapatkan darah dari paru. Cairan ketuban
juga kaya dengan TF, yang
kemudian mengativasi faktor VII yang mengaktivasi faktor X. Aktivasi faktor X memulai aktivasi jalur koagulasi. DIC pada kasus emboli cairan ketuban terjadi karena koagulopati konsumtif dan merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Pasien dengan emboli cairan ketuban dapat meninggal karena gangguan respirasi atau sirkulasi. 6. Abortus septik dan infeksi intrauterine (6%)
Abortus sepsis dan infeksi uterin postpartum dapat menyebabkan DIC dan merupakan salah satu penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas maternal pada negara berkembang. Pasien sepsis dengan DIC dapat mengalami gangguan sistem organ karena terjadi gangguan thromboemboli seperti purpura fulminant atau deposisi fibrin pada mikrovaskular. Selain gagal organ, secara klinis pasien juga dapat mengalami perdarahan. Mekanisme terjadinya DIC pada kondisi sepsis ini karena pelepasan sitokin inflamasi, terutama IL-6, IL-8, dan TNF yang kemudian mengaktivasi TF sehingga jalur koagulasi menjadi teraktivasi. Hal ini disertai dengan inhibisi faktor antikoagulan alami tubuh seperti AT, protein C, protein S, dan APC yang menyebabkan deposisi fibrinogen pada mikrovaskular. Proses thrombosis yang terjadi secara diseminata ini akan semakin mengurangi konsentrasi faktor prokoagulan dan menyebabkan konsumtif koagulopati. Konsentrasi plasminogen darah sempat meningkat sesaat, tetapi segera menurun karena peningkatan kosentrasi PAI-1. Thrombositopenia j uga dapat ditemukan juga pada pasien dengan sepsis karena aktivasi trombosit oleh endotoksin maupun oleh membran sel bakteri. Spesies bakteri tertentu seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Streptococcus gordonii, dan Streptococcus sanguinis dapat menyebabkan aktivasi trombosit dengan berikatan secara tidak langsung dengan reseptor FcγRIIa pada membran trombosit dan mungkin merupakan penyebab DIC pada pasien sepsis.
7. Kematian janin intrauterine (<1%)
Kematian
janin
intrauterine
ditemukan
pada
<1%
kehamilan.
Biasanya
diasosiasikan dengan DIC yang terjadi secara kronis, dimana janin sudah mati dan tetap berada dalam uterus selama lebih dari 5 minggu. DIC karena kematian janin intrauterine ini juga kadang disebut sebagai fetal death syndrome. DIC ini terjadi
9
karena pelepasan thromboplastin dari janin yang mati yang kemudian menyebabkan aktivasi trombosit ibu sehingga terjadi konsumsi fibrinogen yang berlebihan dalam plasenta dan intravaskular ibu. Cairan ketuban yang diambil dari wanita dengan fetal death syndrome memiliki konsentrasi tissue factor (TF) yang lebih tinggi.
C. Resiko Kejadian
Data statistik global menunjukkan bahwa preeklampsia yang terjadi pada 37% kehamilan dengan berbagai komplikasinya, termasuk Sindroma HELLP (412%), merupakan salah satu sebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal (Khan et al . 2014). WHO 2014 juga mencatat bahwa tiga penyebab utama kematian perinatal adalah pendarahan (27%), preeklampsia-eklampsia (14%) dan infeksi (11%), selain superimposed diseases seperti malaria, HIV, diabetes, dan obesitas. Pendarahan tersebut disebabkan antara lain oleh abruptio placenta, placenta previa, DIC, dan post-partum hemorrhage.Berkaitan dengan pendarahan dan preeklampsia, DIC adalah penyakit koagulopati yang diketahui meningkat seiring beratnya preeklapmsia terutama jika disertai Sindroma HELLP (Hossain & Paidas 2013). DIC diawali dengan kerusakan mikrovaskular atau jaringan yang memicu proses koagulasi yang berlebihan (consumptive coagulation) hingga akhirnya faktor koagulasi darah berkurang dan berujung pada pendarahan.(Letsky 2001) Oleh karena itu, faktor risiko DIC perlu diketahui dengan melihat proporsi kejadian DIC pada Ibu preeklampsia berat yang disertai Sindroma HELLP ataupun yang memiliki berbagai faktor lainnya agar pencegahan dan penanganan yang tepat dapat dilakukan untuk mencegah kematian karena DIC. Tercatat, kasus DIC memengaruhi sekitar satu atau dua kehamilan tiap 1.000 kehamilan. Meski terbilang jarang, DIC adalah penyebab utama kematian pada ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan di Negara berkembang. Pada wanita yang baru melahirkan dan mengalami obesitas, maka resiko nya meningkat dua kali lebih tinggi dari normal pada ibu yang melahirkan secara Caesar, kelahiran premature, mengalami banyak pendarahan dalam kehamilan at au sudah melahirkan tiga kali atau lebih. Angka Kejadian Di Indonesia dan NTB
Informasi di masyarakat yang masih minim mengenai penyakit gangguan pembekuan darah membuat penderita tidak langsung dapat terdeteksi. Di Indonesia 10
bahkan sangat sedikit penderita gangguan pembekuan darah yang diketahui. Berdasarkan data tahun 2011, jumlah pasien yang terdaftar di Indonesia mencapai 1.388 pasien. Namun, angka itu diperkirakan tidak mencerminkan jumlah penderita sebenarnya. Prof Djajiman Gatot memprediksi, jumlah penderita gangguan pembekuan darah di Indonesia sudah menembus 20 ribu orang. Apalagi, angka kejadian gangguan pembekuan darah di negara-negara berkembang memiliki rasio 1:10.000. “Kemungkinan penderita gangguan pembekuan darah telah meninggal sebelum terdiagnosis. Sedangkan di NTB Data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Tahun 2012 dan 2015, jumlah pembekuan darah dan semuanya pada kelompok usia 1734 tahun. Sedangkan untuk tahun 2015 ini penyebabnya pembekuan dara paling tinggi tahun ini 2 (40%) kemudian perdarahan 2 (40%) (DIKES NTB 2015).
D. Anatomi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
1. Darah
Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi a. mengangkut oksigen dari paru2. b. Bahan nutrisi dari saluran cerna c.
Mengangkut hormon dari kelenjar endokrin Bahan tersebut diangkut keseluruh sel, dimana bahan tersebut akan berdifusi dari kapiler ke jaringan interstitiel selanjutnya masuk kedalam sel untuk digunakan dalam aktivitas sel. Bahan yang dihasilkan dari metabolisme sel akan dikeluarkan dan diangkut oleh darah untuk diekskresi.
2. Fungsi Darah : a.
Fungsi transport
b. Fungsi regulasi c.
Fungsi pertahanan tubuh
3. Komposisi darah : a. Plasma 55 % dari volume darah b. Sel darah 45 % dari volume darah 4. Komposisi plasma :
a.
Air ; (90-92 %) sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas
b. Protein 11
i.
Albumin ; dihasilkan di hati berfungsi mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg)
ii.
Globulin ; berfungsi untuk respon imun
iii.
Fibrinogen ; berfungsi untuk pembekuan darah
Komposis sel darah 1. Leukosit ; i.
Granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil)
ii.
Agranulosit (monosit, limfosit)
2. Eritrosit 3. Trombosit a.
Granulosit : berasal dari sel induk di sumsum tulang merah dari mieloblas menjadi mielosit sebelum berdiferensiasi menjadi salah satunya
b. Neutrofil : fungsi utamanya melindungi terhadap benda asing yang masuk tubuh khususnya kuman dan melenyapkan bahan limbah. Sel-sel ini tertarik ketempat infeksi ke tempat infeksi oleh substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-sel cedera c.
E osinofil : banyak diantaranya bermigrasi keluar pembuluh darah menuju daerah tubuh yang terpapar misal, jar ikat dibawah kulit, membran mukosa saluran nafas dan cerna, pelapis vagina dan rahim. Fungsi eosinofil melindungi tubuh terhadap bahan asing (parasit).
d. Basofil : sel ini menggetahkan histamin, yang menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini mempermudah fagosit dan substansi protektif lain spt zat anti, tiba dicelah jaringan bersama sel mast mengumpul didaerah radang yang menyembuh. e. Agranulosit : disebut demikian karena di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula f. Monosit : sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah. Beredar didalam darah, berfungsi terutama di jaringan sesudah berkembang menjadi makrofag. Keduanya menghasilkan interleukin 1 yang bekerja pada hipotalamus, menaikkan suhu badan pada infeksi dengan kuman, merangsang pembentukan globulin oleh hati dan meningkatkan produksi limfosit T aktif. g. Limposit : ada dua jenis limposit i. ii.
limposit-T, diaktifkan o/ timosin dalam kel timus limposit-B, diaktifkan dalam jaringan limpoid.
Sebagian beredar dalam darah dan lainnya menetap di jaringan limpoid, bila limposit aktif bertemu anti gen maka masing2 dapat berkembang menjadi sel 12
efektor yang menghadapi anti gen itu dan sel memori yang menetap dalam jaringan limpoid (apabila serangan kedua, sudah dikenali). h. E ri trosit : sel ini berbentuk cakram bikonkaf, tanpa inti, berdiameter 7-8 mikrometer. Eritrosit mengandung hemoglobin yang memberinya warna merah i.
H emoglobin : protein kompleks terdiri atas protein, globin dan pigmen hem (mengandung besi). Jadi besi penting untuk Hb. Kebutuhan besi pria dan wanita berbeda karena pria hanya kehilangan 1 mg besi/hari sedangkan wanita kehilangan sampai 20 mg besi selama menstruasi normal.
j.
Trombosit : merupakan keping darah, asalnya dari sel megakariosit dalam sumsum tulang merah. Jumlah normalnya berkisar antara 200.000 – 350.000 per mm3 darah. Fungsinya : berkaitan pembekuan darah. Pada penyakit demam berdarah, jumlahnya sangat menurun (dikatakan trombositopeni) dan pasien cenderung berdarah dibawah kulit (purpura) atau di selaput lendir.
Proses pembentukan sel darah
Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa. Pada minggu ke 20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang. Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum tulang Setelah lahir semua sel darah dibuat disumsum tulang, kecuali limposit yang juga dibentuk dikelenjar limpe, thymus dan lien. Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi sel darah kecuali bagian proximal humerus dan tibia.
E. Patofisiologi dan Phatway DIC Koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulation, DIC) adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali. Pada mulanya, cedera pada jaringan yang disebabkan oleh penyakit primer (mis, infeksi atau trauma) mengaktifkan mekanisme yang membebaskan trombin, yang diperlukan untuk pembentukan fibrin pembekuan, ke dalam sirkulasi. Trombin juga mengaktifkan proses yang diperlukan untuk perombakan fibrin dan fibrinogen sehingga terbentuk fibrin dan produk degradasi fibrinogen (fibrinogen degradation products, FDP). FDP dalam sirkulasi bekerja sebagai 13
antikoagulan. DIC ditandai dengan tiga gejala utama berikut : (1) perdarahan umum ; (2) iskemia yang disebabkan oleh trombi, perubahan hemodinamik, dan kekacauan metablik, yang turut berperan terhadap terjadinya gagal multiorgan, dan (3) anemia. Prognosis bergantung pada berbagai faktor yang mencakup beratnya kondisi primer dan sekunder. ( Farid 2007 )
14
PATHWAYS: infeksi
sepsis
keganasan
gigitan ular, luka bakar
komplikasi
luas, reaksi transfusi
obstetrik
banyak jaringan tubuh cedera dan mati
invasi mikroorganisme
sel-sel darah putih
ke dalam darah dan
mengeluarkan
berbagai jaringan
pirogen eksogen
PK: Infeksi
merangsang endoterium
solutio plasenta dan abortus septik
melepas faktor jaringan dalam jumlah besar ke dalam darah (tromboplastin like substance)
reaksi abnormal sistem fibrinolitik
hipotalamus menghasilkan prostaglandin
meningkatkan patokan termostat di termoregulasi hipotalamus
memicu mekanisme peningkatan panas
produksi panas
Hipertermia
15
aktivasi berlebih trombin
trombin mengaktivasi faktor koagulasi V & VIII
trombin merangsang agregasi trombosit
koagulasi darah
ptekie, ekimosis, purpura
terbentuk trombus
Gangguan Citra Tubuh
trombus terlepas dan terbawa aliran darah
terjadi embolisme
menyumbat pembuluh darah kecil
trombin mengaktivasi sistem fibrinolitik
trombin melepas aktivator plasminogen
memecah fibrinogen menjadi monomer fibrin
membentuk plasmin
plasmin memecah fibrin membentuk produk-produk degradasi fibrin
mengaktivasi faktor koagulasi V & VIII
koagulasi terjadi di banyak tempat dalam sirkulasi
PK: Syok Hipovolemik
DIC (Diseminated Intravascular Coagulation)
penurunan kesadaran
ke otak
Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
pembuluh darah ke perifer
berkurangnya fibrinogen, faktor-faktor koagulasi, trombositopenia dan fibrinolisis
terjadi perdarahan difus
hipotensi, takipneu, takikardi
jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh
PK: Perdarahan Ketidakefektifan Perfusi JaringanPerifer
16
cairan intravaskular banyak keluar
perdarahan terjadi di serebri peningkatan tekanan intrakranial
volume darah yang difiltrasi renal berkurang
produksi urine sedikit
oliguria/anuria
tubuh kekurangan cairan
regangan duramater dan pembuluh darah
Kekurangan Volume Cairan
nyeri kepala
Nyeri Akut
Gangguan Eliminasi Urine
17
F. Tanda Dan Gejala Penyakit
Tanda dan gejala tergantung dari luas dan lamanya pembentukan trombi fibrin, organ-organ yang terlibat, dan nekrosis serta perdarahan yang ditimbulkan. Organ-organ yang paling sering terlibat adalah ginjal, otak, hipofise, paru-paru, dan adrenal, dan mukosa saluran cerna. Bisa timbul perdarahan pada membran mukosa dan jaringa-jaringan bagian dalam, serta perdarahan sekitar tempat cedera, vena pungsi, penyuntikan, dan pada setiap lubang. Petechiae dan ekimosis sangat sering terjadi. Manifestasi lain berupa hipotensi (syok), oligouria atau anuria, kejang dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispneu dan sianosis. (Price, 1995) Pada dasarnya, semua gejala yang terjadi berkaitan dengan proses penyakit yang mendasari, mengetahui bagaimana asal mula dari hilangnya darah dan terjadinya hipovolemia, contohnya seperti perdarahan gastrointestinal. Perhatikan juga tanda dan gejala dari terjadinya trombosis pada pembuluh darah besar, seperti deep venous trombosis (DVT), dan juga trombosis pada mikrovaskular, seperti gagal ginjal. Perdarahan paling tidak terjadi dari tiga tempat yang tidak berhubungan terutama sekali mengarah pada DIC. a) Epistaxis b) Perdarahan gigi c) Perdarahan mukosa d) Batuk e) Dyspnue f)
Bingung, disorientasi
g) Demam Gejala klinis:
a. Sirkulasi 1. Tanda dari perdarahan spontan dan perdarahan yang mengancam nyawa. 2. Tanda dari perdarahan subakut. 3. Tanda dari trombosis yang difus atau bersifat lokal.
b. Susunan syaraf pusat 1. Perubahan kesadaran yang tidak spesifik atau stupor, penurunan reaksi pupil, penurunan kekuatan dan kemampuan pergerakan 18
2. Kecemasan , kelemahan penurunan tingkat kesadaran , nyeri kepala, kerusakan visual, perdarahan konjungtiva c. Sistem kardiovaskular 1. Hipotensi 2. Takikardi 3. Kolaps sirkulasi d.
Sistem respirasi 1. Pergeseran pleura. 2. Tanda dari distress sindrom pernapasan pada orang dewasa. 3. Nyeri dada 4. Hipoksia 5. Penurunan bunyi nafas
e. Sistem gastrointestinal 1. Muntah darah 2. Feses berdarah 3. Tenderness adalah keadaan sensitivitas yang tidak biasa terhadap sentuhan atau tekanan. ( Dorlan, edisi 25 ) 4. Nyeri lambung seperti terbakar f.
Sistem Genitourinaria 1. Gagal ginjal. 2. Hematuria atau adannya darh pada urine 3. Perdarahan uterus 4. Penurunan output urine 5. Peningkatan kreatinin 6. Peningkatan BUN
g. Sistem Dermatologi 1. Petechiae 2. Purpura 3. Bulla hemorrhagic 4. Sianosis akral 5. Nekrosis kulit pada organ bawah (purpura fulminan) 6. Infark lokal dan gangrene 7. Perdarahan luka dan hematom subkutan 8. Trombosis (Furlong, 2006; Kellicker, 2005)
19
G. Penatalaksanaan
Apabila solusio plasenta disertai gangguan pembekuan, maka selain penanggulangan klinis-termasuk pemberantasan syok dan anemia-diperlukan pengobatan yang ditujuan kepada gangguan pebekuan darah sebelum anak lahir. Fibrinogen diberikan dengan jalan infus sebanyak 4-6 gram. Apabila tidak tersedia fibrinogen, sebaiknya diberikan transfusi darah segar sebanyak 1-2 liter, yang mengandung kira kira 2-5 gram/fibrinogen. Darah yang telah lama disimpan tidak atau sedikit sekali mengandung fibrinogen (rusak). Pemberian transfusi darah orang ke orang (man to man trasfusion) sekarang tidak seberapa digemari. Heparin sebagai obat untuk mencegah pembekuan intravaskuler dapat diberikan, akan tetapi harus dengan hati-hati karna dapat menyebabkan darah tidak membeku. Fibrinolisi yang berlebihan diobati dengan transamin, asam epsilon-aminokaproik, atau transilol secara intravena. Dalam usaha untuk menaggulangi keadaan yang berbahaya ini harus pula diihtiarkan agar persalinan cepat berlangsung, sebaiknya dalam waktu 6 jam dengan pemecahan ketuban: dengan jikalau perlu, ditambah dengan infus pitosin. (Sarwono Prawirohardjo,2006)
20
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN 1. Identitas Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur: ibu hamil usia 35 tahun lebih besar beresiko untuk pembekuan darah, agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. 2. Keluhan utama Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan DIC meminta pertolongan dari tim kesehatan, yaitu : a. Nyeri b. Demam dengan suhu tinggi c. Terdapat petekie d. Kesadaran yang menurun sampai koma
3. Riwayat penyakit saat ini Pasien akan mengalami demam yang tinggi, munculnya petekie atau bintik merah pada tubuh dan nyeri dengan pengkajian ringkas PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.
P rovoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien? R egion: di mana rasa nyeri itu timbul? Severity of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien? T ime: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
4. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien juga pernah mengalami gangguan pembekuan darah pada kehamilannya.
21
5. Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi DIC tidak diturunkan, tetapi hanya merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kulit dan mukosa membrane
Perembesan difusi darah atau plasma
Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen
Hemoragi subkutan
Hematoma
Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas berwarna agak kebiruan, abu – abu, atau ungu gelap )
Akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercaksianosis pada lengan perifer dan kaki )
b. Sistem GI
Mual dan muntah
Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
Nasogastrik dan feses
Nyeri hebat pada abdomen
Peningkatan lingkar abdomen
c. Sistem ginjal
Hematuria
Oliguria
Penurunan pengeluaran urin
d. Sistem pernafasan
Dispnea
Takipnea
Sputum mengandung darah
Orthopnea
e. Sistem kardiovaskuler
Hipotensi meningkat dan postural
Frekuensi jantung meningkat 22
Nadi perifer tidak teraba
f. Sistem saraf perifer
g.
Perubahan tingkat kesadaran
Gelisah
Ketidaksadaran vasomotor
Sistem muskuloskeletal
h.
Nyeri : otot,sendi,punggung
Perdarahan sampai hemoragi
Insisi operasi
Uterus post partum
Fundus mata perubahan visual
Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang nasogastrik atau dada, dll.
Kerusakan perfusi jaringan
h. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, s akit kepala
B. ANALISA DATA No
Data
Etiologi
1
DS:
Jumlah volume darah Klien
Gangguan
perfusi
jaringan perifer
mengatakan
sakit pada sendi dan
Problem
Aliran balik vena
ototnya DO:
Suplai darah -
Adanya perdarahan
pada
Sirkulasi darah perifer
sendi dan ototnya. -
Klien
tampak
mengalami membrane mukosa pucat -
Terjadi palpitasi
23
2
DS:
perdarahan
-Klien
mengatakan
darahnya banyak yang keluar
Kekurangan cairan
berhubungan
cairan ekstraseluler banyak
dengan
perdarahan
yang keluar
karena
cairan
ekstraseluler
DO:
-
Klien
volume
terlihat
tubuh kekurangan cairan
terlihat
kekurangan volume cairan
banyak
yang keluar
pucat -
Klien lemah
-
Turgor kulit tidak elastis
-
Keringat dingin
-
Mata cowong
-
Konjungtiva pucat
-
TTV
-
TD turun
- Nadi
naik
(takikardi)
3
Kurang pengetahuan
DS:
Klien
mengatakan
merasa khawatir dan takut
kuranng pengetahuan Koping individu inefektif
dengan
kondisinya saat ini
Ansietas berdasarkan
rentang penyakit dan koping
Ansietas
individu
inefektif.
DO:
-
Klien terlihat lemas
-
Klien
terlihat
bingung -
Klien bertanya
sering tentang
kondisinya.
24
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Perfusi
jaringan perifer
tidak efektif
berhubungan dengan
defisit volume
intravaskuler, hemoragi sekunder terhadap DIC. b.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan karena cairan ekstraseluler banyak yang keluar
c. Ansietas berdasarkan kuranng pengetahuan rentang penyakit dan koping individu
inefektif
25
D. INTERVENSI NO 1
NDX
Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler, hemoragi sekunder terhadap DIC. Definisi: Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengantaran nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler
NOC
Circulation status Tissue Prefusion cerebral Circulatory care Kriteria Hasil:
NIC
:
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)
a. Monitor tekanan perfusi serebral b. Catat respon pasien terhadap stimuli c. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas d. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal e. Monitor intake dan output cairan f. Restrain pasien jika perlu g. Monitor suhu dan angka WBC h. Kolaborasi pemberian antibiotic i. Posisikan pasien pada posisi semifowler j. Minimalkan stimuli dari lingkungan
a. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan : 1. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan 2. Tidak ada ortostatikhipertensi 3. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) b. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan: 1. berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan 2. menunjukkan Peripheral Sensation perhatian, Management konsentrasi dan (Manajemen sensasi orientasi perifer) 3. memproses a. Lakukan pengkajian informasi komperhensif terhadap 4. membuat sirkulasi perifer (nadi keputusan dengan perifer, edema, warna, benar dan temperatur c. menunjukkan fungsi ekstrimitas). sensori motori cranial b. Monitor adanya yang utuh : tingkat daerah tertentu yang kesadaran mambaik, hanya peka terhadap tidak ada gerakan panas/dingin/tajam/tu gerakan involunter mpul c. Monitor adanya paretese 26
d. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi e. Gunakan sarung tangan untuk proteksi f. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung g. Kolaborasi pemberian analgetik h. Monitor adanya tromboplebitis i. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan karena cairan ekstraseluler banyak yang keluar Definisi: penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saat tanpa perubahan pada natrium
Fluid management a. Timbang popok/pembalut jika di perlukan b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Kriteria Hasil : c. Monitor status hidrasi 1. Mempertahankan (kelembaban membran urine output sesuai mukosa, nadi adekuat, dengan usia dan BB, tekanan darah BJ urine normal, HT ortostatik), jika normal diperlukan 2. Tekanan darah, nadi, d. Monitor vital sign suhu tubuh dalam e. Monitor masu kan batas normal makanan / cairan dan 3. Tidak ada tanda tanda hitung intake kalori dehidrasi, Elastisitas harian turgor kulit baik, f. Kolaborasikan membran mukosa pemberian cairan IV lembab, tidak ada rasa g. Monitor status nutrisi haus yang berlebihan h. Berikan cairan IV pada suhu ruangan i. Dorong masukan oral
Fluid balance Hydration Nutritional Status: Food and Fluid Intake
27
j.
Berikan penggantian nesogatrik sesuai output k. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan l. Tawarkan snack (jus buah, buah segar) m. Kolaborasi dengan dokter n. Atur kemungkinan tranfusi o. Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan b. Pelihara IV line c. Monitor tingkat Hb dan hematokrit d. Monitor tanda vital e. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan f. Monitor berat badan g. Dorong pasien untuk menambah intake oral h. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan i. Monitor adanya tanda gagal ginjal 3
Ansietas berdasarkan kuranng pengetahuan
Anxiety self-control Anxiety level Coping
rentang penyakit dan koping
individu
inefektif Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang Samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak
Kriteria Hasil : 1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas.
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) a. Gunakan pendekatan yang menenangkan b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur d. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress 28
spesifik atau tidak 3. Vital sign dalam batas diketahui oleh normal. individu); perasaan 4. Postur tubuh, ekspresi takut yang wajah, bahasa tubuh disebabkan oleh dan tingkat aktivfitas antisipasi terhadap menunjukkan bahaya. Hal ini berkurangnya merupakan isyarat kecemasan. kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
e.
f. g. h. i. j.
k.
l.
m.
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Dorong keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
29
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
DIC adalah suatu sindrom ditandai dengan adanya perdarahan atau kelainan pembekuan darah sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan kerusakan pada berbagai organ. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan salah satunya adalah resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder. Dari diagnose tersebut, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru dan potensial. Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa akti vasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. DIC paling sering disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bacterial. Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy),Depresi prokoagulan, efek Fibrinolisis. DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan. B. SARAN 1) Agar perawat bisa mengambil tindakan yang tepat dalam menangani pasien DIC 2) Agar pasien bisa tahu dan paham tentang bagaimana penaganan penyakit DIC
30