A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Definisi Abses bartolini adalah penumpukan nanah yang membentuk benjolan (pembengkakan) disaah satu kelenjar bartolini yang terletak di setiap sisi lubang vagina ( Endang, 2012). Abses bartolini adalah sebagai penghasilan pus yang membentuk bengkak pada satu sa tu dari da ri kelnajar bartolini yang terletak di samping labia pada alat kelamin wanita (Manuba, 2008). Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan
pembengkakan
pada
alat
kelamin
luar
wanita.
Biasanya,
pembengkakan disertai dengaan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah (Amiruddin,2004). 2. Anatomi fisiologi
Kelenjar bartholoni meerupakan salah satu organ genetalia ekstermitas kelenjar bartolini atau gladula vestibularis mayor. Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi 1cm, kelenjar ini tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina (Mast, 2010). Kelanjar bertholini terletak posterolateral dan vesibulum arah jam 4 & 8, mukosa
kelenjar
di
lapasi
oleh
sel-sel
epitel
kubus,
panjang
saluran
pembuangannya sekitar 2,5 cm dan dilapasi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pebuangan ini berakhir diantara lebia minor dan hymen dan dilapisi sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004). Pada intoritus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk membasahi mengeluarkan lender untuk memberikan pelumas vagina saat melakukan hubungan seksual, kira-kira seppertiga dan introitus vagina kanan dan kiri yang terletak posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi (Manuba, 2008).
3. Etiologi Infeksi
kelenajar
bartholinitis
terjadi
oleh
infeksi
gonokokus,
pada
bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dan nyeri kemudian isinya akan
menjadi nanah dan keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut muka dapat terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi, meyebabkan kelanjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk orgasme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti klamidia dan Gonoreserta. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organsime. Obstruksi distal saluran bartholini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista bartholini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar (Setyadeng, 2010).
4. Patofisiologi Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar bartholini sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartolin seringkali dibedakan secara klinis. Kista bertholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebuh besar, kdang menyebabkan nyeri dan di disparemia. Abses bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertumbuh secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebabkan oleh polymicrobial (Amiruddin, 2004).
5. Manifestasi klinis Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartolini membengkak dan terasa nyeri bila pendeerita berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007).
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholinitis berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista bartholinitis yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atao pembengkakan pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva (Amiruddin,2004). Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses bartholini dengan gejala klinik berupa (Amiruddin, 2004) : a. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual. b. Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terinfeksi dengan organism yang ditularkan melalui hubungan seksual. c. Pembengkakan pada vulva selama 2-4 hari. d. Biasanya ada secret di vagina. e. Dapat terjadi rupture spontan.
6. Pemeriksaan diagnostik a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih. b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen USG, CT, Scan, atau MRI.
7. Penatalaksanaan Abses bartolini terapi berupa operasi kecil (marsupialisasi). Marsupialisasi yang sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5-3 cm , tergantung besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operasi (Arief Mansjoer dkk, 2006).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien b. Keluhan utama : klien merasakan seperti ada benda disamping lubang kemaluannya terasa nyeri dan panas. c. Riwayat kesehatan sekarang Klien merasakan seperti ada benda berat di samping lubang kemaluan jika berjalan dan bergerak. d. Riwayat kesehatan dahulu Dapat terjadi padaa ibu yang memiliki penyakit-penyakit kelamin. e. Riwayat kesehatan keluarga Terjadi pada riawayat keluarga/suami dengan PMS/PHS. 2. Diagnosa keperawatan Pre-operasi : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis b. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang didapat. Post-operasi : a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perawatan luka yang kurang b. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (proses pembedahan) c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit (elastisitas). 3. Rencana keperawatan Pre-operasi : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawaatan masalah nyeri dapat terartasi. kriteria hasil : 1) Mampu mengontrol nyeri 2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang. 3) Menyatakian rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi : 1) Observasi tanda-tanda vital. Rasional : TTV dalam batas normal. 2) Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri. Rasional
:
memungkinkan
modifikasi
rencana
keperawatan
yang
diperlukan. 3) Beri posisi semi fowler. Rasional : posisi semi fowler dapat mengurangi rasa nyeri. 4) Ajarkan tindakan alternative sebagai penurunan nyeri ( relaksasi). Rasional : teknik relaksasi distraksi bisa dilakukan sebagai upaya mengatasi nyeri. 5) Kolaborasi dengan tim medic dalam pemberian terapi analgesic. Rasional : obat-obat analgesic dapat mengurangi rasa nyeri. b. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat lebih tenang. kriteria hasil : 1) Klien mampu mengindentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. 2) Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan
teknik
untuk
mengontrol cemas. 3) Vital sign dalam batas normal. 4) Postur tubuh, ekspresi Wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan. Intervensi : 1) Kaji tanda-tanda vital. Rasional : untuk mengetahui batas normal TTV. 2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur. Rasional : untuk memberikan informasi tenang operasi yang akan dilakukan. 3) Dengarkan dengan penuh perhatian. Rasional : Untuk mendiskusikan akan timbulnya ansietas. 4) Ajarkan pada pasien teknik relaksasi. Rasional : untuk memperbaiki keseimbangan fisik dan psikolohis.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtan dalam pemeberian obar. Rasional : untuk mengurangi rasa cemas. c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang didapat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat menegerti dengan penyakit yang dialami. Kriteria hasil : 1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan. 2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedut yang dijelaskan secar a benar. 3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya. Intervensi : 1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses penyakitnya Rasional : memberikan kemandirian pasien tentang kemampuan klien menerima informasi. 2) Jelaskan proses terjadinya penyakit secara tepat. Rasional : meningkatkan wawasan pasien tentang penyakit. 3) Gambarkan tanda dan gejala yang muncul dengan tepat. Rasional : memepercepat pelaporan tentang perkembangan penyakit. 4) Sediakan informas pada klien tentang penyakit secara tepat. Rasional : memfasilitasi semua keluhan dan pertanyaan dari klien tentang penyakit. 5) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan. Rasional : memberikan kesempatan pada klien untuk memilih penanganan. 6) Diskusikan klien untuk mendaptkan opini kedua dengan cara yang tepat. Rasional : memfasilitasi pilihan terapi lain. Post-operasi : a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perawatan luka yang kurang.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan mas alah resiko tinggi infeksi dapat teratasi. Kriteria hasil : 1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 2) Mendeskripsikan proses penularan penyait faktor yang memepengaruhi penularan serta penatalaksanaan. 3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. 4) Menunjukan perilaku hidup sehat.
Intervensi : 1) Kaji tanda-tanda vital Rasional : untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap terjadinya infeksi. 2) Kaji tanda-tanda ada infeksi lainnya. Rasional :Identifikasi infeksi secara dini untuk memberikan intervensi yang cepat dan tepat. 3) Ganti perban setiap hari. Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi. 4) Anjurkan pasien untuk melakukan personal hygiene. Rasional : untuk menurunkan resiko infeksi yang diturunkan. 5) Kolaborasi dengan tim medic dalam pemberian obat analgesic. Rasional : obat golongan antibiotic untuk luka yang terinfeksi. b. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (proses pembedahan).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat teratasi. Kriteria hasil : 1)
mampu mengontrol nyeri.
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang. 3) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Intervensi : 1)
Observasi tanda-tanda vital. Rasional : TTV dalam batas normal.
2) Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri.
Rasional
:
memungkinkan
modifikasi
rencana
keperawatan
yang
diperlukan. 3) Beri posisi semi fowler. Rasional : posisi semi fowler dapat mengurangi rasa nyeri. 4) Ajarkan tindakan alternative sebagai penurunan nyeri ( relaksasi). Rasional : teknik relaksasi distraksi bisa dilakukan sebagai upaya mengatasi nyeri. 5) Kolaborasi dengan tim medic dalam pemberian terapi analgesic. Rasional : obat-obat analgesic dapat mengurangi rasa nyeri.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit (elastisitas).
Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan masalah intergritas kulit dapat teratasi. Kriteria hasil : 1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan. 2) Tidak ada luka/lesi pada kulit. 3) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang. Intervensi : 1) Kaji tanda – tanda vital setiap hari. Rasional : untuk mengetahui batasan normal. 2) Kaji kondisi area bekas oeperasi. Rasional :Untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan integritas kulit. 3) Bersihakan daerah bekas operasi dengan air hangat. Rasional : Melancarkan sirkulasi dan mematiakn kuman yang ada pada luka bekas oeperasi. 4) Berikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kulit kepda pasien dan anggota keluarga. Rasional : tindakan tersebut mendorong kepetuhan terhadap perawatan kulit. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat. Rasional : mempercepat penyembuhan.