I.
II.
IDENTITAS
Nama
: Ny. PA
Usia
: 25 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Paus Sari Gg. Melayu Melayu
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SMA
Tanggal masuk RS
: 30 April 2016
Ruang rawat inap
: tidak rawat inap
Nomor Rekam medis
: 160300055
Nama suami
: Tn. S
Pendidikan
: D3
ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis terhadap Ny. PA : Keluhan keluar flek (bercak darah)
1. Keluhan utama
dari jalan lahir berwarna kecoklatan 2. Riwayat penyakit sekarang
flek
sejak
kemarin
siang,
: Ibu hamil datang dengan keluhan
flek
berwarna
coklat
kehitaman,
menggumpal tidak berbau, sedikit dan terus menerus. Mual, muntah dan pusing disangkal. Ibu merasa mulas seperti ingin BAB, BAK dan BAB tidak ada keluhan.
3. Riwayat pernikahan a. Tanggal pernikahan
: 12 Desember 2015
b. Usia sewaktu sewaktu menikah
: 25 tahun
c. Usia suami sewaktu menikah
: 27 tahun
d. Lama pernikahan
: 4 bulan
4. Riwayat Menstruasi a. Usia menarche
: 13 tahun
b. Siklus menstruasi
: siklus teratur, 28 hari. Rata-rata
berlangsung berlangsung 5 hari. c. Jumlah darah menstruasi
: normal
d. Rasa sakit saat menstruasi
: ada
e. Perdarahan di luar siklus
: tidak ada
5. Riwayat Fertilitas a. Riwayat Kehamilan Sekarang : G1P0A0H0 dengan usia kehamilan 16 minggu b. Hari Menstruasi Terakhir Terakhir (HPMT): 3 januari 2016 c. Hari Perkiraan Lahir (HPL)
: 10 Oktober 2016
d. Mual-mual
: Tidak ada
e. Sesak nafas
: Tidak ada data
f. Gangguan BAK / BAB
: Tidak ada
g. Hipertensi
: Tidak ada
h. Kejang
: Tidak ada
6. Riwayat Riwayat Kontrasepsi
: Belum pernah menggunakan
kontrasepsi
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis a. Keadaan Umum
: Baik
b. Vital sign
: TD: 120/80 mmHg, N: 80kali/menit RR: 20 kali/menit, t : 36,7 °C
c. Berat badan
: 59kg
d. Tinggi badan
: 163cm
e. Gizi
: IMT22,2
f. Kepala
:
kesan: normoweight
Mata: Konjungtiva tidak anemis, tidak hiperemis, tidak ikterik . Tidak terlihat edem palpebra. Pupil isokor 3mm/3mm.
Hidung: Tidak terlihat Nafas cuping, deformitas, maupun secret.
Telinga: Tidak terlihat Serumen, tidak ditemukan nyeri mastoid, tidak ditemukan nyeri tragus.
Mulut: Lembab, tidak terlihat sianosis
g. Leher : tidak terlihat pembesaran limfonodi, pembesaran tiroid
maupun hipertropi otot bantu pernafasan. h. Dada
: tidak ada data
i. Abdomen
: tidak ada data
j. Ekstremitas
: tidak ada data
2. Status Obstetri a. Inspeksi : membuncit, membujur, terlihat linea nigra, tidak terlihat
striae gravidarum maupunbekas sc b. Palpasi
Leopold I
: TFU 3 jari diatas simfisis
Leopold II
: Tidak ada data
Leopold Leopold III
: Tidak ada data
Leopold Leopold IV
: Tidak ada data
c. Auskultasi
: DJJ 150kali/menit, 150kali/menit, regular
d. Vaginal Toucher : serviks tertutup, tidak terlihat ekspulsi jaringan
konsepsi. e. Lain-lain :
His : tidak ada data TBJ : tidak ada data Periksa I
Umur kehamilan ( minggu ) TFU Presentasi Presentas i Letak anak dan turunnya bagian bawah Punggung DJJ Edema Tekanan darah (mm Hg) Berat badan (kg)
16 minggu Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data DJJ 150kali/menit, reguler Tidak ada data
120/80 59kg
IV.
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium a. Darah Hb AL Hmt LED AT Masa pendarahan Masa pembekuan HJL Eosinofil Segmen Limfosit Monosit Malaria Golongan darah
: 11 g/% : Tidak ada data : 37% : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data
Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek Protein total Albumin Globulin SGOT SGPT Alkali fosfatase Ureum Kreatinin Urea Rhesus
: Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data : Tidak ada data
b. Urin pH
:6,5
Albumin
:negative
Gula
:negative
Urobilin
:negative
Keton
:negative
Darah samar
:tidak ada data
Epitel
:4-6/Lpk
Leukosit
:3-5/Lpb
Eritrosit
:40-47/Lpb
Protein
: tidak ada data
USG
: tampak abortus imminens (foto hasil USG tidak terlampir)
Radiologi
V.
: tidak ada data
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: G1P0A0 Gravid 16 minggu + Abortus imminens
VI.
Diagnosis Banding: Abortus insipiens, Kehamilan ektopik
PROGNOSIS
Dubia ad Bonam jika di tatalaksana dengan tepat dan perdarahan tidak banyak
VII.
VIII.
TERAPI
Bed rest total
Duphaston 3x1 tab 10mg
Asam mefenamat 3x1 tab 500mg
Dulvadilan 3x1 tab 20mg
EDUKASI
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang ancaman abortus
Menganjurkan agar rutin tirah baring
Mengingatkan untuk tidak melakukan hubungan seksual
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Seorang pasien wanita datang ke RSIA Zainab pada tanggal 30 april 2016 pukul 12.00. Untuk menegakkan diagnosis maka dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adapun hasil dari anamnesis ialah ibu hamil datang dengan keluhan flek sejak kemarin siang, flek berwarna coklat kehitaman, menggumpal tidak berbau, sedikit dan terus menerus. Mual, muntah dan pusing disangkal. Ibu merasa mulas seperti ingin BAB, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Dari hasil anamnesis tersebut terdapat beberapa kemungkinan diagnosis yaitu abortus imminens, abortus insipiens, kehamilan ektopik terganggu. Sebaiknya pada anamnesis juga ditanyakan apakah pasien ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menilai apakah obat-obatan tersebut berpengaruh terhadap kondisi pasien saat ini. Kemudian sebaiknya juga ditanyakan riwayat trauma pada regio abdomen dan region pelvis untuk melihat faktor risiko dari kondisi abortus. Hal tersebut berguna untuk menyingkirkan menyingkirkan diagnosis banding diatas. Untuk lebih mempertajam diagnosis kerja maka dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik sudah dilakukan pemeriksaan vital sign dan beberapa pemeriksaan regio tubuh. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan masih dalam batas normal. Kemudian untuk lebih memastikan diagnosis maka dilakukan pemeriksaan dalam dengan hasil serviks tertutup dan tidak terlihat ekspulsi
jaringan
konsepsi.,
Jika
terdapat
pembukaan
serviks,
maka
mencerminkan suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika tertutup
merupakan suatu abortus iminens. Dari hasil ini, diagnosis banding abortus insipiens dan abortus inkomplit sudah bisa disingkirkan. Namun tidak ada data mengenai pemeriksaan nyeri nyeri goyang portio. Sebaiknya periksa juga adanya nyeri goyang porsio atau tidak untuk menentukan adanya kehamilan ektopik. Serta sebaiknya juga melihat perdarahan yang terjadi (warnanya, banyaknya, intensitas). Hal ini tentu penting untuk menegakkan diagnosis dia gnosis abortus imminens. Untuk pemeriksaan penunjang, USG sudah tepat dilakukan karena merupakan alat yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kelainan pada pasien, dan dari hasil USG didapatkan kesan bahwa terjadi a bortus imminens pada pasien. Sedangkan untuk hasil pemeriksaan laboratorium, semuanya dalam batas normal. Selain itu, sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan beta hCG kembali. Untuk terapi prinsiputamanya adalah mempertahankan kehamilan. Tirah berbaring merupakan anjuran utama. Hal ini karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan bertambahnya rangsang mekanik. Namun pada pasien ini,dokter juga memberikan beberpa obat untukmembantu perbaikan kondisi pasien yaitu pemberian hormon progesterone berupa duphaston 2x10mg/hari. Kemudian antinyeri yaitu asam mefenamat 3x500mg/hari. Dan juga diberikan anti kontraksi rahim yaitu dulvadilan 3x20mg/hari agar kontraksi uterus dapat berhenti sehingga tidak menyebabkan abortus imminens menjadi abortus insipiens. Sebaiknya pasien tetap di follow up dengan menyarankan agar pasien rutin melakukan antenatal care. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG
panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain. Pemeriksaan ultrasonografi penting untuk mengetahui apakah janin masih hidup atau tidak. selain itu juga edukasi pasien agar menghindari hubungan hubungan seksual selama keluhanini masih berlangsung.
TINJAUAN PUSTAKA Abortus Iminens
A. Definisi
Abortus imminens disebut juga abortus mengancam, dimana terjadi perdarahan pervaginam pada kehamilan <20 minggu dengan atau tanpa kontraksi uterus tanpa disertai dilatasi serviks (ostium uteri masih menutup) dan dengan hasil konsepsi masih dalam uterus. Perdarahan pada abortus imminens seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu. Dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah (Cunningham et al , 2014; POGI, 2006) Pada pemeriksaan vagina terlihat kalau tidak adanya pembukaan serviks. Sementara pada pemeriksaan dengan real time ultrasound pada panggul menunjukkan ukuran kantong amnion normal, jantung janin berdenyut, servik tertutup, dan masih terdapat janin utuh. Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan tirah baring dan memberikan obat-obatan (DeCherney and Nathan, 2003; Evans, 2007).
B. Epidemiologi
Kejadian abortus klinis diperkirakan 15% dari semua kehamilan. Sementara dengan pemeriksaan human chorionik gonadotropin gonadotropin (hCG) dapat mendeteksi abortus subklinis maka kejadiannya meningkat sampai 30%. Insiden abortus hampir 50% dimana sebagian besar disumbang oleh abortus yang tidak
terdeteksi terutama pada usia kehamilan 2-4 minggu setelah konsepsi. Sekitar 80% abortus spontan terjadi pada trimester pertama, Insidennya menurun seiring dengan bertambahnya umur kehamilan. Dengan ultrasonografi dilaporkan bahwa pada trimester pertama 6-14,2 % abortus tanpa pendarahan dan 12,5% dengan pendarahan. Kejadian abortus iminens antara 30-40% dari seluruh kehamilan sedangkan abortus berulang adalah 1:300 kehamilan. Masalah abortus diketahui oleh sebagian besar masyarakat akan tetapi mereka mencari pertolongan apabila abortus berulang, usia ibu menginjak 35 th, dan pasangan sulit mendapatkan hamil (Cunningham et al , 2014).
C. Faktor Risiko
Terjadinya abortus imminens dipengaruhi oleh berbagai faktor : (Saifudin, 2011) 1. Usia Ibu 2. Faktor yang berkaitan dengan kehamilan a.
Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya
b.
Kejadian abortus sebelumnya
c.
Riwayat hamil dengan janin yang mengalami kelainan congenital atau defek genetik
3. Pengaruh orang tua a. Kelainan genetik orang tua b. Komplikasi medis
D. Etiologi
1. Faktor fetus:
Kebanyakan abortus disebabkan oleh defek intrinsik
pada fetus seperti germ cell abnormal, abnormalitas kromosom konseptus, defek implantasi, defek plasenta atau embrio yang berkembang, trauma pada fetus, dan juga penyebab – penyebab lain yang belum diketahui (DeCherney and Nathan, 2003) 2. Faktor materna:. materna:. Berbagai kelainan pada ibu dapat menyebabkan abortus, antara lain infeksi, penyakit kronis seperti TBC, hipertensi kronis atau suatu karsinoma, abnormalitas endokrin berupa hipotiroid, diabates melitus, maupun defisiensi progesteron. Selain itu juga bisa disebabkan oleh faktor nutrisi, penggunaan obat tertentu yang bersifat teratogenik dan faktor lingkungan (tembakau, alkohol, kafein, radiasi, kontrasepsi, toksin dari lingkungan), kelainan imunologik, trombofilia, dan defek pada uterus (kelainan pada uterus maupun serviks), serta infeksi TORCH (Cunningham et al , 2014). 3. Faktor paternal. Hanya sedikit yang diketahui mengenai faktor pate rnal dalam perkembangan abortus spontan. Sudah jelas bahwa translokasi pada
sperma
dapat
menyebabkan
aborsi.
Sebuah
penelitian
menemukan adenovirus pada 40% sampel semen dari pria steril. Virus juga ditemukan dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang sama ditemukan pada abortus (Cunningham et al , 2014).
E. Klasifikasi
1. Abortus Spontan Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktorfaktor mekanis ataupun medialis, semata-mata disebabkan oleh faktorfaktor alamiah. Biasanya disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma (Cunningham et al , 2014). a. Abortus imminens (threatened (threatened abortion) Pengertian abortus imminens adalah perdarahan yang berasal dari intra uterine sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan atau tanpa kontraksi, tanpa dilatasi cerviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi. Abortus imminens sifatnya adalah mengancam, tetapi masih ada kemungkinan untuk mempertahankan hasil konsepsi. Abortus imminens ditegakan pada wanita yang hamil dengan gejala perdarahan pervaginam yang timbul dalam waktu kehamilan trimester pertama. Perdarahan pada abortus imminens lebih ringan, namun dapat menetap dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. Hal ini akan mengakibatkan gangguan terhadap hasil konsepsi berupa persalinan preterm,
berat
badan
lahir
rendah
serta
kematian
prenatal
(Cunningham et al , 2014). b. Abortus insipiens (inivitable) (inivitable) Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan perdarahan pervaginam <20 minggu dengan adanya pembukaan
serviks, namun tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan (Cunningham ( Cunningham et al , 2014). c. Abortus komplit Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20 mingguatau berat badan kurang dari 500 gram dan
masih
terdapat hasil konsepsi yang tertinggal di dalam uterus (Cunningham, 2014). d. Abortus inkomplet Adalah pengeluaran hasil konsepsi. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong (Cunningham et al , 2014).
e. Abortus habitualis Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut (Cunningham et al , 2014). f. Missed abortion Missed abortion abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih (Cunningham et al , 2014).
Gambar 1. Klasifikasi abortus spontan (Saifudin, 2011)
2. Abortus Provokatus Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan baik menggunakan alat maupun obat-obatan. Jenis abortus provokatus dibagi berdasarkan alasan melakukan abortus abortus adalah:
a. Abortus terapeutik adalah abortus provokatus yang dilakukan atas indikasi medis b. Abortus kriminalis adalah abortus provokatus yang dilakukan bukan karena indikasi medis tetapi perbuatan yang tidak legal atau melanggar hokum (Cunningham et al , 2007).
F. Patogenesis
Pathogenesis abortus hingga saat ini belum diketahui dengan pasti dikarenakan penyebab terjadinya abortus banyak dan setiap penyebab memiliki pathogenesis masing-masing. Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. 1. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. 2. Pada kehamilan 8-14 minggu Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang
cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak. 3. Pada kehamilan minggu ke 14-22 Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol (Mochtar, 2007).
G. Manifestasi Klinis
Adanya bercak perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri eksternum, disertai nyeri perut ringan atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Adanya gejala nyeri perut dan punggung belakang yang semakin hari bertambah buruk dengan atau tanpa tanpa kelemahan (Cunningham et al , 2014). H. Diagnosis
Diagnosis abortus iminens ditentukan dengan kriteria wanita hamil datang dengan keluhan pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan atau yang lebih
berat pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau bermingguminggu. Dari semua itu setengah dari kehamilan ini akan mengalami abortus, walaupun risiko lebih rendah jika denyut jantung janin dapat direkam. Meskipun tanpa terjadinya abortus fetus ini akan mengalami resiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm, bayi lahir rendah, kematian perinatal. Pentingnya
risiko
terjadinya
malformasi
tampak
tidak
meningkat
(Cunningham et al , 2014). Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan fili korealis ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Pendarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah segar, dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules (Cunningham et al , 2014). Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosa suatu abortus iminens adalah sebagai berikut: 1. Anamnesa Dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya: a. Riwayat menstruasi : penyimpangan dari periode menstruasi normal mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang berasal dari implantasi dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal, yang dapat mengacaukan perkiraan : hari pertama haid terakhir, periode menstruasi sebelumnya, interval menstruasi, keteraturan menstruasi. b. Tanggal terjadinya konsepsi(jika diketahui)
c. Obat-obatan yang digunakan sejak hari pertama haid terakhir seperti: alkohol, tembakau dan obat-obatan yang lain. d. Masalah kesehatan baik sekarang maupun yang terdahulu seperti : diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan autoimun. e. Riwayat operasi terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa. f. Riwayat obstetri yang terdahulu, seperti: jumlah kelahiran aterm dan preterm, jumlah terjadinya abortus baik yang spontan maupun yang diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah komplikasi yang berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi uterus) g. Riwayat ginekologi, termasuk tes pap smear abnormal, STD dan kontrasepsi. Pasien dengan abortus spontan biasanya dengan pendarahan pervaginam dan atau dengan nyeri perut. Pendarahan pervaginam mungkin dapat berupa pendarahan dalam bentuk flek-flek sampai pendarahan yang bermakna. Menghitung jumlah pendarahan adalah sangat penting ( jumlah pembalut atau tampon) untuk melihat pendarahan apakah meningkat atau memburuk. Pendarahan dari abortus iminens ringan tetapi menetap sampai berhari hari ataupun sampai berminggu-minggu. Adanya bekuan darah atau jaringan mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui perkembangan dari abortus spontan. Nyeri yang berhubungan atau kram seharusnya dicatat termasuk lokasi, beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala
lain seperti demam ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap abortus septik (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006).
2. Pemeriksaan fisik Membuat keputusan yang segera dari pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil atau pendarahan pervaginam yang berat termasuk tanda vital dan pemeriksaan panggul. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan suatu tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah. Pemeriksaan fisik yang dilakukan: a. Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul, bengkak,
tanda
peritoneal
merupakan
suatu
kemungkinan
terjadinya pendarahan intraperitoneal. b. Identifikasi sumber pendarahan dengan spekulum dan pemeriksaan digital dari servik. Pastikan apakah pendarahan berasal dari dinding vagina, permukaan servik atau dari bagian dalam servik. c. Pastikan intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-bagian daging. d. Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya kehamilan ektopik. e. Pastikan
adanya
pembukaan
servik,
jika
ada
pembukaan
mencerminkan suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika tertutup merupakan suatu abortus iminens.
f. Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan adneksa ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus dilakukan dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya ruptur pada kehamilan ektopik ataupun kista ovarium. g. Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau cervik, perlu dibuat preparat basah dan kultur cervik untuk organisme gonorhea dan klamidia (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006).
3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi : a. Beta-human chorionik gonadotropin: Pertama dideteksi pada kebanyakan wanita sekitar 24 hari setelah hari pertama haid terakhir. Jika pada tes kuantitatif didapat kadar hormon lebih dari 1500 mlU/mL IRP (international ( international reference preparation), preparation), suatu kehamilan yang normal dan terletak intrauterin akan dapat dideteksi dengan menggunakan transvaginal sonography (TVS) dan pada kadar 6500 mlU/mL dapat dilihat dengan sonogram transabdominal. Kegagalan untuk mendeteksi kantong gestasi dari suatu kehamilan intra uterin ketika kadar QhCG mengindikasikan suatu kehamilan ektopik. Kadar QhCG secara umum harus telah ditentukan pada kasus dimana terjadi pendarahan pada trimester
pertama karena serial QhCG dapat membantu dalam follow up (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006). b. Kadar QhCG meningkat kurang lebih 66% setiap 48 jam pada suatu kehamilan intrauterin. Serial pemeriksaan QhCG yang didapatkan menurun sebelum umur kehamilan 10 minggu mengindikasikan terdapatnya suatu kehamilan abnormal. Kadar QhCG yang tinggi mengindikasikan adanya suatu kehamilan yang multipel, penyakit tropoblas, atau meskipun sangat jarang itu merupakan suatu tumor ovarium (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006). c. Hemoglobin dan hematokrit Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya suatu anemia terutama yang disebabkan oleh adanya suatu pendarahan (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006). d. Golongan darah dan skrining antibodi Wanita dengan Rh negatif dan telah mengalami abortus (apakah karena abortus spontan maupun abortus karena terapiutik sekitar 24% akan menjadi peka terhadap Rh. Status dari faktor Rh harus diperiksa pada setiap pasien hamil dengan pendarahan pervaginam. Jika didapatkan wanita dengan Rh negatif, dianjurkan untuk pemberian Rho (D) immuno globin (RhoGAM) (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006).
e. Kadar serum Progesteron Kadar progesteron meningkat setelah ovulasi dan berlanjut untuk meningkat sepanjang kehamilan. Suatu penelitian yang telah dilakukan tentang keadaan serum progesteron selama awal kehamilan untuk digunakan ciri terjadinya suatu kehamilan yang abnormal. Dimana didapatkan hasil bahwa jika didapatkan kadar kurang dari 5 ng/mL sering dihubungkan dengan suatu kehamilan yang sehat, sedangkan jika kadar lebih dari 25 ng/mL sering dihubungkan dengan kehamilan yang sehat. Secara klinik kadar serum progesteron sekitar 5-15 ng/mL. Di klinik kadar QhCG dan penemuan melalui TVS Akan tetapi dari semuanya peranan evaluasi serum progesteron sangat terbatas dan tidak efektif untuk biaya (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006). 2006).
4. Pemeriksaan radiologi Ultrasound adalah cara yang dipilih secara luas dan merupakan pemeriksaan yang menjadi pilihan pertama. Keuntungannya adalah: aman, penggunaan di tempat tidur, harga yang murah dan tidak invasif. Kelemahannya adalah ketergantungan tehadap operator. Gambaran dari TVS dapat menentukan adanya emboli atau fetus, adanya gerakan janin, keutuhan koriodecidua, lokasi (intrauterin atau ekstrauterin) dan umur kehamilan (Leveno, 2013; Sucipto, 2013).
Pasien dengan riwayat pendarahan pervaginam pada trimester pertama mungkin akan memberikan gambaran daerah berupa pendarahan rektokorionik pada TVS dimana akan didapatkan daerah yang hipoekhoik dibalik lapisan korionik. Jika pendarahan sedikit di daerah decidua basalis akan memiliki kesempatan untuk bertahan dibandingkan jika pendarahan terdapat dibelakang decidua basalis atau lebih dari 25% dari ukuran kantungan (Leveno, 2013; Sucipto, 2013; POGI, 2006).
I. Diagnosis Banding
Perdarahan
Serviks
Bercak hingga Sedang
Tertutup
Tertutup /terbuka
Sedang hingga massif/ banyak
Terbuka
Terbuka
Uterus
Gejala/ Tanda Sesuai Kram perut dengan bawah uterus usia gestasi lunak
Diagnosis
Tindakan
Abortus Imminens
Sedikit Limbung / membesar pingsan dari normal Nyeri perut bawah Nyeri goyang porsio Masa adneksa Cairan bebas intra abdomen Lebih kecil Sedikit/tanpa dari usia nyeri perut gestasi bawah Riwayat ekspulsi hasil konsepsi Sesuai usia Kram atau kehamilan nyeri perut bawah belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi Kram atau nyeri perut bawah ekspulsi sebagian hasil konsepsi Lunak dan Mual/muntah lebih besar Kram perut dari usia bawah gestasi Sindroma mirip preeklamsia Tak ada janin keluar jaringan seperti anggur
Kehamilan ektopik yang terganggu
Observasi perdarahan, istirahat, hindarkan coitus Laparotomi dan parsial salpingektomi atau salpingestomi
Abortus komplit
Abortus insipiens
Tidak perlu terapi spesifik kecuali perdarahan berlanjut atau terjadi infeksi Evakuasi
Abortus inkomplit
evakuasi
Abortus mola
Evakuasi tatalaksana mola
Tabel 1. Diagnosis Banding (Saifudin, 2011)
J. Penatalaksanaan
Efektivitas penatalaksanaan aktif masih
dipertanyakan, karena umumnya
penyebab abortus imminens adalah kromosom abnormal pada janin. Meskipun banyak penelitian
menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus
imminens, penatalaksanaan aktif pada umumnya terdiri atas: 1. Tirah Baring Tirah baring merupakan unsur penting dalam
pengobatan abortus abortus
imminens karena cara ini menyebabkan bertambahnya bertambahnya aliran darah ke ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Pada suatu penelitian, 1228 dari 1279 (96%)
dokter umum meresepkan istirahat pada
perdarahan hebat yang terjadi t erjadi pada awal kehamilan, meskipun hanya delapan dari mereka yang merasa hal tersebut perlu, perlu, dan hanya satu dari tiga orang yang yang yakin hal tersebut bekerja baik. Sebuah penelitian randomised controlled trial (RCT ) tentang efek tirah baring pada abortus
imminens menyebutkan bahwa 61 wanita
mengalami perdarahan pada usia minggu yang
hamil yang
kehamilan kurang dari delapan
viabel, secara acak diberi perlakuan berbeda
injeksi hCG, plasebo atau tirah baring.
yaitu
Persentase terjadinya
keguguran dari ketiga perlakuan tersebut masing-masing 30%, 48%, and 75%. Perbedaan signifi kan tampak antara kelompok injeksi hCG dan tirah baring namun perbedaan antara kelompok kelompok injeksi hCG dan plasebo atau antara kelompok plasebo dan tirah baring tidak signifi kan. Meskipun pada penelitian penelitian tersebut hCG menunjukkan hasil lebih
baik dibandingkan tirah baring,
namun ada kemungkinan terjadi
sindrom hiperstimulasi ovarium, dan mengingat terjadinya abortus imminens dipengaruhi banyak faktor, tidak relevan dengan fungsi luteal, menjadikan hal tersebut sebagai melanjutkan
pertimbangan untuk tidak
penelitian tentang penggunaan hCG. Dalam sebuah
penelitian retrospektif pada 226 wanita yang dirawat di RS dengan keluhan akibat kehamilannya dan abortus imminens, 16% dari 146 wanita yang melakukan tirah
baring mengalami keguguran,
dibandingkan dengan seperlima wanita yang tidak melakukan tirah baring. Sebaliknya, sebuah studi kohort observasional terbaru dari 230 wanita dengan abortus imminens yang direkomendasikan tirah baring menunjukkan bahwa 9,9% mengalami keguguran dan 23,3% baik-baik saja (p=0,03). Lamanya perdarahan vagina, ukuran hematoma dan usia kehamilan saat diagnosis tidak mempengaruhi tingkat terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti pasti bahwa istirahat dapat mempengaruhi jalannya kehamilan, membatasi aktivitas selama beberapa hari dapat membantu wanita merasa lebih aman, sehingga memberikan pengaruh emosional. Dosisnya 24-48 jam diikuti dengan tidak melakukan aktivitas berat, namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan sehari-hari (Leveno, 2013; Sucipto, 2013). 2. Abstinensia Abstinensia sering kali dianjurkan dalam
penanganan abortus
imminens, karena pada saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi
oleh puting atau akibat stimulasi klitoris, selain itu prostaglandin E dalam
semen
dapat
mempercepat
pematangan
serviks
dan
meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina (Leveno, 2013; Sucipto, 2013). 3. Progestogen Progestogen
merupakan
substansi
yang
memiliki
aktivitas
progestasional atau memiliki efek progesteron,diresepkan pada 1340% wanita dengan abortus imminens.Progesteron merupakan produk utama korpus luteum dan berperan penting pada persiapan uterus untuk
implantasi,
kehamilan.Sekresi
mempertahankan
progesteron
yang
tidak
serta adekuat
memelihara pada
awal
kehamilan diduga sebagai salah satu penyebab keguguran sehingga suplementasi progesteron sebagai terapi abortus imminens diduga dapat mencegah keguguran,karena fungsinya yang diharapkan dapat menyokong defisiensi korpus luteum gravidarum gravidarum dan membuat membuat uterus relaksasi. Sebagian besar ahli tidak setuju namun mereka yang setuju menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron. Berdasarkan pemikiran bahwa sebagian besar keguguran didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya. Meskipun bukti terbataspercobaan pada 421 421 wanita abortus abortus imminens menunjukkan
bahwa progestogen efektif
diberikan pada penatalaksanaan abortus
imminens sebagai upaya mempertahankan kehamilan. Salah satu preparat progestogen adalah dydrogesterone, Penelitian dilakukan pada 154wanita yang mengalami perdarahan vaginal saat usia kehamilan kurang dari 13 minggu. Persentase keberhasilan mempertahankan kehamilan lebih tinggi (95,9%) pada kelompok yang mendapatkan dosis awal dydrogesterone 40 mg dilanjutkan 10 mg dua kali sehari selama satu minggu dibandingkan kelompok yang mendapatkan terapi konservatif 86,3%.Meskipun tidak ada bukti kuat tentang manfaatnya namun progestogen disebutkan dapat menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring, terlepas dari kemungkinan bahwa pemakaiannya pada abortus imminens mungkin dapat menyebabkan missed abortion,progestogen pada penatalaksanaan abortus imminens tidak terbukti memicu timbulnya hipertensi kehamilan atau perdarahan antepartum yang merupakan efek berbahaya bagi ibu. Selain itu, penggunaan progestogen juga tidak terbukti menimbulkan kelainan kongenital. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah lebih besar untuk memperkuat kesimpulan (Leveno, 2013; Sucipto, 2013). 4. hCG (human chorionic gonadotropin) hCG
diproduksi
plasenta
dan
diketahui
bermanfaat
dalam
mempertahankan ke-hamilan. Karena itu, hCG digunakan pada abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Namun, hasil tiga
penelitian
yang melibatkan 312 partisipan menyatakan
cukup bukti tentang efektivitas imminens
tidak ada
penggunaan hCG pada abortus
untuk mempertahankan kehamilan. Meski-pun tidak
terdapat laporan efek samping penggunaan hCG pada ibu dan bayi, diperlukan
penelitian lanjutan yang lebih berkualitas
tentang
pengaruh hCG pada keguguran keguguran (Leveno, 2013; 2013; Sucipto, 2013). 5. Antibiotik hanya jika ada tanda infeksi Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada usia awal trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang (65%) memiliki flora abnormal vagina. Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin dan tiga dari tujuh wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak
mengalami nyeri abdomen dan perdarahan aginal
tanpa kambuh. Disimpulkan bahwa
antibiotik dapat digunakan
sebagai terapi dan tidak manimbulkan anomali bayi (Leveno, 2013; 2013; Sucipto, 2013). 6. Relaksan otot uterus Buphenine hydrochloride hydrochloride merupakan vasodilator yang juga juga digunakan sebagai relaksan otot uterus, pada penelitian RCT menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan penggunaan plasebo, namun metode penelitian ini tidak jelas, dan tidak ada
penelitian lain yang
mendukung pemberian tokolisis pada awal terjadinya abortus imminens. Cochrane Library menyebutkan tidak ada cukup bukti yang menunjukkan efektivitas penggunaan relaksan otot uterus dalam
mencegah abortus imminens. Tokolitik : papaverin, isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari (Leveno, ( Leveno, 2013; Sucipto, 2013). 2013). 7. Profilaksis Rh (rhesus) Konsensus menyarankan pemberian
imunoglobulin anti-D pada pada kasus
perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan perdarahan gejala berat mendekati 12 minggu (Leveno, (Leveno, 2013; Sucipto, Sucipto, 2013).
K. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah : 1. Perdarahan massif
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa – sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah erforasi 2. Perforasi uterus
Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan tanda – tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi. 3. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya
Dapat terjadi pada abortus dan dapat menyebar ke miometrium, tuba, parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau sepsis dapat disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik pilihan dan dilakukan laparotomi
4. Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok hemoragik ) dan karena infeksi berat ( s yok septik ) (Saifuddin, 2011).
L. Prognosis
Abortus imminens merupakan salah satu faktor risiko keguguran, kelahiran prematur, BBLR, perdarahan antepartum, KPD dan kematian perinatal. Namun, tidak ditemukan Macam dan
kenaikan risiko bayi lahir cacat.
lamanya perdarahan menentukan prognosis
kehamilan.
Prognosis menjadi menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, nyeri perut yang disertai pendataran serta pembukaan serviks (Sucipto, 2013). Faktor yang berpengaruh
Prognosis Baik
Riwayat
Usia
ibu
saat
Prognosis Buruk hamil Usia
<34tahun
ibu
saat
hamil
>34tahun Riwayat
keguguran
sebelumnya USG
Aktivitas jantung normal
Fetal bradikardi
Biokimia serum maternal
Kadarnya normal
Kadar β hCG rendah Kadar
β hCG
bebas
>20ng/ml Peningkatan
β
hCG
<66% dalam 48 jam Progesteron
<45nmol/L
pada trimester pertama
Tabel 2. Prognosis Abortus Iminens (Sucipto, 2013)
Daftar Pustaka
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2014. Williams obstetrics. 24rd ed. Ohio: McGraw-Hill; 2014. hal 350-355. DeCherney AH, Nathan L. 2003. Spontaneous Abortion and Early Pregnancy Risk in: Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9 th ed. New York, NY: McGraw Hill. Evans, AT. 2007. Pregnancy Loss and Spontaneous Abortion. In Manual of Obstetrics 7th Ed . Lippincott Williams & Wilkins. Leveno, KJ. 2013. William Manual of Pregnancy Complications. 23 rd ed. McGraw-Hill. hal 2-3. Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217 Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta . hal 23-25 Saifuddin, AB. 2011. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal:146-147. Sucipto, N. 2013. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan Penatalaksanaan. CDK-206/ vol. 40 no. 7, hal 492-496