14. Ringkasan Keuangan Publik Tentang
Inefisiensi dan Pajak Optimal (Jonathan Gruber Chapter 20 : Tax Inefficiencies and Their Implications for Optimal Taxation)
I. PAJAK DAN INEFISIENSI Arnold Harberger pernah menulis tentang pengalamannya di Indonesia tentang pajak berkenaan dengan tarif pajak untuk mobil yang ternyata jauh lebih besar daripada sepeda motor, termasuk sepeda motor roda tiga. Kemudian kenyataan yang terjadi adalah banyak sepeda motor roda tiga dimodifikasi menjadi mobil angkutan dengan memasang bangku panjang yang daya daya angkutnya banyak. Kejadian tersebut memperlihatkan suatu fakta sederhana yaitu pasar tidak akan membiarkan beban pajak menurunkan permintaan jika ada jalan untuk menghindarinya. Jadi terdapat upaya untuk meminimalkan pajak meskipun muncul risiko tentang keamanan tranportasi. Selanjutnya masalah tersebut akan dibahas dalam sub bahasan berikut ini. 1. Perpajakan Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi a. Pendekatan dengan Grafik
DWL/Deadweight (Kehilangan Jumlah Pajak) Bila dikenakan pajak, maka kurva penawaran bergeser dari S1 ke S2 dan kuantitas ekuilibrium di pasar menurun dari Q1 ke Q2, mengakibatkan DWL 1
sebesar segitiga BAC. DWL tersebut terjadi karena kuantitas yang dijual menurun dari Q1 ke Q2 . Hasil dari analisis efisiensi ini akan sama jika pajak dikenakan pada konsumen karena kuantitas juga akan menurun. II. INEFISIENSI PASAR DAN ELASTISITAS (PERMINTAAN DAN PENAWARAN) Elastisitas Menentukan Inefisiensi Pajak Sebagaimana diketahui bahwa elastisitas penawaran dan permintaan menentukan beban pajak pelaku pasar. Di samping itu elastisitas juga menentukan inefisiensi perpajakan, yaitu ketika elastisitas naik, maka DWL akan meningkat. Masalah ini diilustrasikan pada Gambar 20-2 berikut ini :
DWL Meningkat Disebabkan Elastisitas DWL yang terjadi lebih kecil bila permintaan kurang elastis, seperti terlihat pada panel (a), daripada bila lebih elastis, seperti terlihat pada panel (b) Penjelasan lebih lanjut tentang dua pasar yang berbeda Pada panel (a), permintaan relatif inelastis, maka pajak atas produsen menggeser kurva penawaran ke atas dari S1 ke S2. Hal ini menyebabkan kenaikan harga pasar yang signifikan dari P1 ke P2 dan penurunan kuantitas pasar yang relatif kecil dari Q1 ke Q2. Berhubung DWL ditentukan oleh penurunan secara sosial perdagangan yang efisien, maka DWL dalam kasus ini (area BAC) kecil. Jika pemerintah mengenakan pajak insulin, misalnya, maka akan sedikit efeknya pada jumlah insulin yang diminta, dan karena itu sedikit DWL. Pada panel (b), permintaan lebih elastis. Jadi, pajak pemasok menggeser kurva penawaran dari S1 sampai S2 dan terdapat kenaikan harga pasar dari P1 menjadi P2, namun terjadi penurunan kuantitas pasar yang relatif besar dari Q1 ke Q2. Sebagai hasilnya, segitiga DWL (BAC) jauh lebih besar karena banyak secara sosial perdagangan yang efisien (dimana permintaan sebelum pajak di atas penawaran sebelum pajak) tidak terjadi. Misalkan pemerintah memungut pajak atas pajak restoran cepat saji, McGruber's. Pajak ini akan menyebabkan pengurangan yang 2
besar atas permintaan makanan McGruber karena individu akan mengalihkan konsumsi mereka ke tempat lain (seperti Gruber King). Perubahan ini tidak efisien, namun, karena fakta bahwa orang-orang yang sedang makan di McGruber sebelum terkena pajak menunjukkan bahwa makanan McGruber adalah pilihan mereka. DWL terjadi karena banyak individu menjauh dari pilihan mereka yang terhadap pilihan dalam menanggapi pajak. Dua contoh tersebut menunjukkan bahwa, inefisiensi pajak ditentukan oleh sejauh mana konsumen dan produsen mengubah perilaku mereka untuk menghindari pajak dan DWL disebabkan oleh individu dan perusahaan yang membuat konsumsi dan produksi tidak efisien untuk menghindari pajak.
III.TEORI PAJAK OPTIMAL RAMSEY (Ramsey Taxation: The Theory of Optimal Commodity Taxation) 1. Teori perpajakan komoditas yang optimal diperkenalkan pada permulaan abad 20 oleh ekonom Frank Ramsey yang memikirkan masalah pemerintah dengan anggaran yang diberikan dan kemampuan untuk menetapkan tarif pajak yang berbeda untuk komoditas yang berbeda (makanan, pakaian, tembakau, dan sebagainya). Ramsey merumuskan masalah pajak yang optimal dengan mengajukan pertanyaan: Bagaimana caranya kita menaikkan jumlah pendapatan tertentu dengan sedikit distorsi, dengan kata lain, bagaimana seharusnya pemerintah menetapkan tarif pajaknya pada sekumpulan komoditas untuk meminimalkan hilangnya jumlah pajak untuk memenuhi kebutuhan anggaran Di sini, kita membahas modelnya: Pemerintah seharusnya menetapkan pajak di seluruh komoditas sehingga rasio kerugian pajak marjinal terhadap peningkatan pendapatan marjinal seimbang pada seluruh komoditas. Peraturan Ramsey adalah :
Apabila MDWL adalah kerugian deadweight marjinal dari kenaikan pajak atas barang i. MR adalah kenaikan pendapatan marjinal, dan adalah nilai dari pendapatan pemerintah tambahan 2. Dampak Keadilan dari Model Ramsey Formulasi elastisitas dari Model Ramsey memperlihatkan dampak keadilan yang buruk. Bayangkan apabila pemerintah hanya mempunyai dua barang yang bisa dikenakan pajak yaitu cereal (biji-bijian kering untuk sarapan) dan caviar (telur ikan). Elastisitas permintaan untuk caviar jauh lebih tinggi daripada cereal tetapi dengan aturan elastisitas dari Ramsey, maka pajak untuk cereal menjadi lebih rendah dari pajak caviar, Padahal cereal dikonsumsi oleh kelompok berpendapatan lebih tinggi, sedangkan caviar dikonsumsi oleh semua orang termasuk yang berpendapatan rendah.Hal ini bertentangan dengan kemauan pemerintah yang menghendaki keadilan secara vertikal. Sebuah model pajak komoditas yang optimal mengatasi permasalahan pemerataan dengan tidak hanya memperhitungkan elastisitas dari masing-masing komoditas, melainkan juga mempertimbangkan pendapatan konsumennya.
3
IV. PAJAK OPTIMAL UNTUK PENDAPATAN (Optimal Income Taxes) Di Amerika Serikat dan sebagian besar negara-negara maju lainnya, pajak pendapatan/penghasilan adalah sumber yang jauh lebih penting daripada pendapatan pajak komoditas. Dalam merancang pajak penghasilan yang optimal, pemerintah berusaha memaksimalkan pajak penghasilan dengan meminimalkan distorsi perpajakan. Namun demikian, pemerintah tetap mempedulikan keadilan vertikal sistem perpajakan. Dalam arti bahwa pemerintah memaksimalkan pajak penghasilan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1. Suatu Contoh Sederhana Pembahasan tentang pajak penghasilan optimal dapat dibantu dengan contoh sederhana yang membuat asumsi sebagai berikut : a. Setiap orang dalam masyarakat memiliki Fungsi utilitas yang sama (tingkat kepuasan) b.Fungsi utilitas menunjukkan berkurangnya MU (marginal utility) pendapatan c. Jumlah total pendapatan di masyarakat adalah tetap d. Masyarakat mempunyai fungsi utilitarian sosial kesejahteraan sehingga masingmasing individu diberi bobot yang sama dalam menentukan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan asumsi tersebut, sistem pajak penghasilan yang optimal adalah sistem yang membuat semua orang memiliki pendapatan yang sama setelah pajak, yang merupakan total pendapatan masyarakat setelah pajak dibagi dengan jumlah orang dalam masyarakat. Setiap individu yang pendapatannya di bawah tingkat ini akan menerima subsidi dari pemerintah sehingga pendapatan mereka sama dengan jumlah rata-rata. Apabila pendapatan invividu di atas tingkat rata-rata, maka mereka dibebani pajak sampai pendapatannya setelah pajak menyamai julah rata-rata. 2.
Model Umum dengan Dampak Perilaku ( General Model with Behavioral E ffects) Sebagaimana diketahui, dalam mendistribusikan sumber daya ke seluruh individu, pemerintah biasanya melakukan trade-off efisiensi keadilan. Ketika distribusi sumber daya dilakukan, kemungkinan ukuran total kue ekonomi (pendapatan nasional) menyusut, namun pada saat yang sama, distribusi pendapatan merata. Pada kenyataannya memang perpajakan memengaruhi ukuran kue juga : tingkat di mana pendapatan dikenakan pajak, akan menentukan pengaruhnya terhadap pendapatan. Oleh karena itu, dalam merancang pajak penghasilan yang optimal, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak pengenaan pajak. Perhatikan contoh pajak atas pendapatan tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah jam kerja yang ditawarkan pada waktu pajak dikenakan. Kenaikan tarif pajak atas penghasilan tenaga kerja akan mengakibatkan :
Pertama : pendapatan pajak akan meningkat Kedua : beberapa tenaga kerja akan mengurang jam kerja sehingga akan mengurangi dasar pengenaan pajak Sebagai ilustrasi : Apabila tarif pajak sebesar 0 %, maka tidak ada dasar pengenaan pajak yang menyusut Apabila tarif pajak diterapkan, maka dasar pengenaan pajak akan menyusut Apabila tarif pajak 100 %, maka tidak akan ada yang mau bekerja lagi. 4
V. KURVA LAFFER Kedua dampak tersebut adalah asal-usul kurva Laffer yang merupakan pondasi intelektual dari pemotongan pajak besar awal 1980 di Amerika Serikat, sebagaimana terlihat pada Gambar 20.7. di bawah ini.
Kurva Laffer Karena tarif pajak meningkat dari 0 sampai r*, penerimaan pajak naik, tetapi ketika penerimaan pajak naik di atas r* ke arah 100%, pendapatan pajak jatuh.
Tujuan dari analisis pajak penghasilan yang optimal adalah untuk mengidentifikasi tabel tarif pajak di seluruh kelompok pendapatan yang memaksimalkan kesejahteraan sosial, sementara mengakui bahwa tarif pajak yang meningkat akan berdampak pada pendapatan. Disimpulkan, bahwa sistem pajak yang maksimal harus memenuhi kondisi yaitu mengatur tarif pajak penghasilan di seluruh kelompok sehingga : MUi/MRi = Keterangan : MU i MRi
: Marginal Utility : individu : Marginal Rate individu : Nilai tambahan pendapatan pemerintah
Dalam kasus pajak penghasilan, sistem pajak yang optimal mencerminkan kesimbangan : a. Ekuitas Vertikal : kesejahteraan sosial dimaksimalkan, yaitu apabila mereka mempunyai tingkat konsumsi tinggi dikenai pajak lebih besar dan mereka yang mempunyai tingkat konsumsi rendah dikenai pajak yang kecil. b. Tanggapan Perilaku : Peningkatan pajak akan me ngakibatkan menurunnya pendapatan karena dasar pengenaan pajaknya lebih kecil
5
6