BAB I PENDAHULUAN Kista ductus koledokus adalah penyakit yang jarang, tetapi merupakan malformasi dari saluran empedu yang paling sering terjadi. Insidensi penyakit ini adalah sekitar 1 dalam 2.000.000 kelahiran hidup. Penyakit ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Patogenesis terjadinya kista ductus koledokus belum diketahui secara pasti, diduga sebagai akibat dari iritasi pada dinding saluran empedu yang disebabkan adanya refluks enzim pancreas. 1,2,3
Teori lain menyebutkan bahwa adanya anomali persambungan saluran pancreatobiliaris yang diduga sebagai penyebab dari kista ductus koledokus. Kista ductus koledokus dibagi menjadi 5 tipe. Gejala klasik dari penyakit ini adalah nyeri perut pada kuadran kanan atas, ikterus, dan adanya massa di perut kuadran kanan atas. Diagnosa kista koledokus dengan ultrasonografi sedangkan pengobatannya dengan dengan melakukan eksisi komplet dari kista
1,2,4
Morbiditas dari kista koledokus tergantung dari usia. Infant dan anak-anak sering terjadi pankreatitis, kolangitis, dan kerusakan hepatoseluler beserta peradangannya berdasarkan bukti histologis. Komplikasi yang paling sering mengkhawatirkan yaitu kolangiokarsinoma yang angka kejadiannya berkisar 928%. 1,2,
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kista duktus koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. 1,2,10
Epidemiologi
Insiden terjadi nya kista duktus koledokus ini berkisar antara 1 dalam 13.000 sampai 1 dalam 2.000.000 kelahiran hidup. Penyakit ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Sekitar 25-45 % kasus di diagnosis pada neonatus atau bayi dan sekitar 2/3 kasus di identifikasi saat dekade pertama kehidupan. Namun, 20-25 % kasus tidak ditemukan sampai dewasa.
1,2
Etiologi Terdapat beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan kista saluran empedu. Mekanisme umum melibatkan sumbatan saluran empedu bagian distal dan kelemahan struktural dinding saluran empedu. Meskipun tidak ada satu teori pun yang secara pasti di tetapkan, terdapat teori yang paling banyak diterima adalah bahwa perubahan saluran berhubungan dengan kelainan koneksi antara sistem saluran empedu dan pankreas yang disebut sebagai Abnormal Persambungan Saluran Pankreatikobiliaris (APSPB) / Abnormal Pancreatic-biliary Junction (APBJ). Etiologi tentang APBJ pada kista saluran empedu pertama kali diusulkan oleh Babbit pada tahun 1969. Anomali ini dijelaskan di persambungan awal saluran pankreas dan duktus koledokus diluar dinding duodenum. APBJ menyebabkan sekresi enzim pankreas refluks ke dalam
2
sistem empedu. Tekanan sekretori pankreas melebihi tekanan sekretori hepar dan di duktus koledokus, di bagian ini tidak ada sfingter yang dapat mencegah refluks pankreatikobiliaris. 1,3,4
Menurut teori ini, refluks cairan pankreatikobiliaris meningkatkan tekanan intraduktal, memnyebabkan iritasi dan inflamasi, dan menyebabkan kerusakan struktural pada dinding saluran, sehingga mengakibatkan degenerasi kistik. Obstruksi saluran empedu bagian distal karena anomali junction itu sendiri atau disebabkan oleh plak protein dari sel asinar pankreas mungkin juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi. Bukti pendukung untuk teori refluks adalah adanya tingginya amilase pada hasil aspirasi kista, gradien tekanan positif antara saluran pankreas dan kista, dan hasil pengamatan reaksi inflamasi pada dinding kista. Prevalensi yang dilaporkan pasien APBJ yang memiliki kista saluran empedu adalah sekitar 60% sampai 90%. Teori tambahan yang telah diusulkan untuk menjelaskan terjadinya kista saluran empedu pada pasien dengan anatomi persambungan pankreatikobiliaris
normal. Sebagian besar
teori
alternatif
melibatkan obstruksi bagian distal sebagai penyebab tekanan intraluminal meninggi. Bawaan kongenital pada saluran empedu bagian distal atau sfingter oddi yang abnormal dengan spasme dapat juga menjadi penyebab obstruksi. Pada tahun 1936 Yotuyanagi menyatakan bahwa kista saluran empedu dihasilkan dari distribusi yang tidak merata sel epitel selama pematangan embrio.
1,3,4
Awalnya, saluran empedu embrio adalah suatu bagian jaringan solid. Proliferasi epitel pada bagian ini akan mengarah ke kanalisasi. Perkembangan relatif sel epitel lebih banyak pada bagian proksimal sistem saluran dan lebih sedikit sel pada bagian distal dapat menghasilkan dilatasi kistik dengan stenosis distal pada waktu kanalisasi. Penyakit caroli, bagian dari penyakit kista saluran empedu, diyakini berasal dari tidak komplit dan kegagalan remodeling dari embrio ductal plate. Hasil remodeling ini adalah kelainan segmen saluran empedu intrahepatik dengan dilatasi. Peran faktor genetik dalam pembentukan kista saluran empedu tidak pasti. Dikatakan pada penyakit Caroli mungkin diwariskan
3
secara autosomal resesif. Namun kebanyakan tidak memiliki hubungan genetik. 1,3,4,5
Embriologi dan Anatomi
Cikal bakal kandung empedu, saluran empedu dan hati adalah berasal dari suatu penonjolan embryonic foregut sekitar 18 hari gestasi. Antara minggu ke 3-4, penonjolan tersebut terdiri dari bagian kranial dan bagian kaudal. Bagian kranial akan berdiferensiasi menjadi hati dengan perkembangan dari hepatosit dan saluran empedu intrahepatic, sementara bagian kaudal berdiferensiasi menjadi kandung empedu, saluran empedu ekstrahepatic dan pankreas.
1,2
Gambar 1.Anatomi kandung empedu 7
Kandung empedu adalah organ yang berbentuk bulat lonjong atau “pear shaped” yang terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan leher, yang mengecil ke duktus sistikus. Panjang kandung empedu sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL cairan empedu. Dinding kandung empedu terdiri dari otot halus yang terbungkus dalam jaringan fibrosa. Lapisan mukosa kandung empedu terdiri dari sel epitel kolumnar dengan tight junction dan micro-villi untuk absorpsi. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan, di tepi
4
lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapiran peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). Duktus sistikus adalah saluran yang akan menghubungkan kandung empedu dengan duktus koledokus.3 Panjang nya sekitar 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral yang disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
1,3
Duktus hepatikus kanan dan kiri akan bergabung menjadi duktus hepatikus komunis. Duktus sistikus akan masuk bergabung dengan duktus hepatikus komunis menjadi duktus koledokus, yang kemudian berjalan bagian inferior duodenum di tepi bebas omentum minus di sebelah kanan arteri hepatikus dan di depan vena porta. Duktus koledokus melewati belakang bagian pertama duodenum dan kemudian bergabung dengan duktus pankreas masuk ke dalam bagian kedua duodenum. Panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dan lebar kurang dari 1 cm ketika dinilai saat operasi dengan mata telanjang atau dengan choledochogram. Namun, ketika di lihat dengan USG, duktus koledokus yang normal lebarnya kurang dari 0,7 cm. Lapisan mukosa duktus koledokus adalah sel epitel kuboid, dan dindingnya adalah jaringan fibrosa dengan sedikit otot halus.
1,2
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika, yang akan terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9).
5
Gambar 2. Innervasi kandung empedu
Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliak a . 1,2
Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL per hari. Di luar waktu makan, empedu di simpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter. 1 Kolesistokinin
(CCK),
hormon
sel
APUD
( Amine-precursor-uptake
and
decarboxylation cells) dari mukosa usus halus, dikeluarkan atas rangsangan
6
makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.1,2,4,8
Klasifikasi
Alonso-Lej dan rekan nya pertama kali mengusulkan skema kalsifikasi untuk kista saluran empedu pada tahun 1959. Yang kemudian di modifikasi oleh Todani dan rekannya pada tahun 1977, klasifikasi ini yang umum digunakan saat ini. Terdapat 5 tipe, sebagai berikut :
1,2,3,4,10
1. Tipe 1 kista koledoukus. Berupa dilatasi saluran empedu ekstrahepatik. Tipe ini adalah tipe kista yang paling umum, ditemukan 75 – 85 % kasus. Tipe ini mencangkup dilatasi fusiform atau sacular dari duktus koledokus dengan melibatkan sebagian hingga seluruh duktus. Tipe 1 dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai : 1A. Kistik. Berbentuk sakular dan melibatkan seluruh dari duktus ekstrahepatikus 1B. Fokus. Berbentuk sakular dan hanya melibatkan sebagian segmen duktus biliaris 1C. Fusiform. Berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar dan seluruh dari duktus ekstrahepatikus
Gambar 3. A. Tipe 1A (Kistik) B. Tipe 1B (Fokus) C. Tipe 1C (Fusiform)
7
2. Tipe 2 divertikulum koledokus Tampak seperti divertikulum yang menonjol pada dinding duktus koledokus, sedangkan duktus billiaris intrahepatik dan ektrahepatik normal.
Gambar 4. D. Tipe 2 (Divertikulum)
3. Tipe 3 kista intraduodenum atau “koledokel” Berupa dilatasi kistik dari saluran empedu di dalam dinding duodenum. Sistem duktus normal dan duktus koledokus biasanya memasuki choledochocele ke dalam dinding dari duodenum. 4. Tipe 4 mengacu pada multiple kista. Dibagi menjadi : Tipe 4 A lesi terdapat pada saluran empedu inta dan ekstrahepatik. Tipe 4 B lesi hanya terdapat pada saluran empedu ekstrahepatik.
Gambar 5. E. Tipe 3 (Koledokel)
F. Tipe 4A
G. Tipe 4B
5. Tipe 5 melibatkan saluran empedu intrahepatik, biasanya multiple (caroli’s disease) dan kadang-kandang soliter. Kista saluran empedu intrahepatik mungkin bilobus atau unilobus, dengan 90% dari kista unilobus terjadi di sisi
8
kiri. Frekuensi kista tipe 5 lebih tinggi jika dalam pemeriksaan untuk diagnosis menggunakan teknik pencitraan modern.
Gambar 6. H. Tipe 5 (Caroli’s Disease)
Tanda dan gejala
Ada dua kelompok penderita kista koledokus. Kelompok infantil, yang berumur rata-rata tiga bulan, dengan gejala ikterus obstruksi akibat atresia saluran empedu. Kelompok kedua yang gejalanya lambat timbul, yaitu pada usia rata-rata 9 tahun berupa nyeri, masa di perut kanan atas, serta ikterus. Sering penderita datang dengan gejala perforasi spontan. Lebih kurang 60% penderita kista koledokus di diagnosis sebelum berusia 20 tahun, dan hanya 10% sebelum berusia satu tahun. Trias gejala klasik untuk kista koledokus adalah nyeri pada perut, jaundice, dan masa di perut kuadran kanan atas. 1,2 Meskipun dijelaskan pada kebanyakan pasien, kenyataan nya trias ini jarang terlihat, terjadi hanya 5 – 10 % dari pasien anak-anak dan hampir tidak ada pada pasien dewasa. Pada pasien anak, keluhan nyeri pada perut adalah gejala yang paling umum muncul. Meskipun hanya sedikit yang datang dengan keluhan semua trias, tetapi sekitar 85 % anakanak menunjukkan setidaknya dua dari gejala. Jaundice merupakan gejala yg muncul pada 27 – 57 % pasien, lebih umum daripada kolangitis atau pankreatitis. Nyeri pada perut juga merupakan keluhan utama yang paling umum muncul pada orang dewasa, diikuti jaundice dan kolangitis. Gejala lain yang muncul adalah mual atau muntah, penurunan berat badan, pruritus, atau perdarahan gastrointestinal. Massa pada perut jelas jarang
9
pada orang dewasa, dilaporkan hanya 3 % pasien. Pada orang dewasa yang memiliki kista koledokus dapat menunjukkan gejala yang tidak jelas atau mungkin benar-benar asimptomatik. Akibatnya, diagnosis menjadi tertunda.
1,2,3
Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis dari kistaduktus koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari pasien. Oleh karena gejala tersering adalah jaundice, hasil laboratorium terpenting adalah conjugated hiperbilirubinemia, peningkatan alkaline phosphatase, dan marker lainuntuk obstruktif jaundice. Apabila obstruksi biliaris sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat pula disertai profil koagulasi yang abnormal. Nilai amilase plasma dapat menunjukkan peningkatan pada saat episode nyeri perut. 1,2,3
b) Pemeriksaan radiologi Lesi kistik paling sering pertama dicurigai berdasarkan temuan dari transabdominal
ultrasonografi
atau
CT-scan.
Sensitivitas
transabdominal
ultrasonografi berkisar 70 – 97 %. USG kurang akurat untuk diagnosis spesifik kista saluran empedu pada orang dewasa yang memiliki penyebab sekunder untuk dilatasi saluran empedu. USG dan CT dapat diandalkan untuk mendeteksi lesi kistik perut kanan atas dan untuk menilai ukuranserta luasnya, tetapi mereka mungkin tidak selalu dapat tepat mengidentifikasi bahwa kista berasal dari saluran empedu. 1,2,3
Magnetic
resonance
cholangiopancreatography
(MRCP)
merupakan
metode terbaik untuk pencitraan noninvasif kista saluran empedu. Namun MRCP mungkin tidak menunjukkan anatomi hubungan saluran empedu dan saluran pankreas sejelas direct endoscopic cholangiography. MRCP juga tidak berguna pada pasien anak yang tidak dapat koperatif.
1,2,3
10
Direct
cholangiography
oleh
endoscopic
retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) atau perkutaneus transhepatic cholangiography (PTC) memberikan detail anatomi untuk mengkarakterisasi konfigurasi dan luasnya kista saluran empedu. Hubungan antara saluran pankreas dan saluran empedu ditunjukkan oleh ERCP. PTC biasanya diperuntukkan untuk situasi dimana ERCP tidak dapat memvisualisasikan saluran intrahepatic karena obstruksi yang lebih proksimal.
1,2,3
Gambaran Radiologi Kista Duktus Koledokus 1. Tipe 1 Terbentuk dari refluks sekresi pancereas ke dalam duktus biliaris melalu anomalus pankreatikobilier junction.
Menunjukan adanya arteri mesentrik superior
Vena porta; dan hubungannya dengan masa kistik
11
Duktus kistk menempel kantung kemih dengan masa kistik
Gambaran MRCP koronal yang mengambarkan dilatasi dari saluran hepatik dan saluran duktus empedu. Berdilatasi keatas juction dengan duktus pankreas. tingginya junction yang abnormal dari duktus pankreas dan CBD dengan Abnormalnya kanal saluran dapat menjadi fakto predisposisi dari berkembangnya kista koledokus.
12
2. Tipe 2 Dikenal juga dengan duktus divertikulum. Sebanyak 3% dari semua duktus bilier. Kantung sakus, sebagai divertikulum, timbul dari duktus empedu supraduodenal ekstrahepatik atau dari duktus empedu intrahepatik, berikut gambaran MRI
.
13
3. Tipe 3 Menyertakan dilatasi dari
segmen saluran duktus empedu.
Koledokeles bermanifestasi klinis pada dewasa yaitu sakit perut, kuning dengan kolangitis dan pankreatitis. Di MR, permukaan dari papila mayor diobeservasi dengan sinyal yang mirip dengan traktus bilier, kearah dinding dari lapisan kedua duodeenum, penentuan pewarnaan kontras duodenal dengan contrast-enhanced T2weighted sequences.
14
4. Tipe 4 Menunjukn formasi sakus di dalam atau diluar duktus hepatis. Dibagi menjadi dua subtipe
15
16
5. Tipe 5 Atau disebut juga Caroli Disease, yang menyertakan satu atau lebih segment dilatasi sakus dari duktus intrahepatis yang berhubungan kelainnya dan duktus empedu. Ini merukan kelainan autosomal yang jarang yang menyebabkan beberapa tingkatan derajat inflamasi, degenaratif, dan dilatasi dari duktus intrahepatis karena dari kerusakan perkembangan embriologi. Caroli’s diesease memiliki klinis kolangitis, demam, sakit pada bagian hipokondirum dan terkadang kuning. Hubungan dengan kalkuli intrahepatik bilier, kolangiokarsinoma, dan abss hepar harus diawasi.
17
Diagnosis
Trias berupa nyeri, massa intraabdomen dan ikterus menunjukkan kemungkinan kista koledokus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelainan akibat obstruksi saluran empedu, terutama kenaikan kadar fosfatase alkali. Sepertiga
penderita
menunjukkan
hiperamilasemia
waktu
diagnosis,
dan
sepertiganya lagi menunjukkan leukositosis. Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi,
pemeriksaan
radiologis
merupakan
kunci
dalam
menegakkan
diagnosis.Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites dapat pula terlihat. 1,2,3,4 USG dan CT dapat diandalkan untuk mendeteksi lesi kistik perut kanan atas dan untuk menilai ukuran serta luasnya, tetapi mereka mungkin tidak selalu dapat tepat mengidentifikasi bahwa kista berasal dari saluran empedu. Direct cholangiography oleh endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau perkutaneus transhepatic cholangiography (PTC) memberikan detail anatomy untuk mengkarakterisasi konfigurasi dan luasnya kista saluran empedu.
1,2,3,4
Tata laksana
Pengobatan yang lebih dipilih untuk pengobatan kista saluran empedu adalah komplit eksisi dengan kolesistektomi dan rekonstruksi dengan Roux-en-J
18
hepatikojejunostomi. Pada tahun sebelumnya, pasien sering di tangani ta npa eksisi dengan anastomosis kista ke jejunum, duodenum atau perut. Prosedur internal drainase mengakibatkan tingginya tingkat stenosis, lithiasis, kolangitis, dan operasi ulang serta gagal untuk mengatasi sifat premalignant lesi ini. Saat ini, eksisi kista dapat dilakukan dengan tingkat morbiditas dan mortlalitas yang rendah dibandingkan operasi lampau dengan internal drainase. Sayangnya, ketika proses kitik melibatkan multiple intrahepatik dan ekstrahepatik, komplit eksisi mungkin tidak layak. Dalam keadaan ini, eksisi parsial dikombinasi dengan drainase dari sisa saluran abnormal mungkin satu-satunya solusi.
1,2,3,4,9,10
Kista type 1 terpapar dengan memobilisasi fleksura hepatika dari kolon ke bawah dan meng-Kocherize duodenum. Lokasi dari arteri hepatika dan dari setiap arteri hepatika kanan yang berasal dari arteri mesenterika superior diidentifikasi. Fluorocholangiography intrahepatik dilakukan untuk memastikan anatomi dari duktus proksimal dan pankreatikobiliary junction. Cholangiography dapat di peroleh dengan cara dari duktus kistik atau punksi kista langsung, atau, jika kista berukuran besar, dibuka dengan menempatkan dengan ukuran yg tepat kateter balon untuk injeksi proksimal dan duktus bagian distal. Intraopratif endoskopi dapat digunakan untuk pemeriksaan bagian proksimal saluran empedu untuk mencari stenosis atau debris 1,2,3,4,9
Kista tipe 1 harus di eksisi total. Ahli bedah harus menahan godaan untuk meninggalkan terlalu banyak sisa duktus bagian proksimal dan distal. Pada bagian distal, reseksi dilakukan turun ke dalam pankreas dan ada dua catatan yang harus diperhatikan. Pertama, jika reseksi diambil terlalu jauh, duktus pankreas utama dapat terkena. Hal ini biasa tidak mungkin untuk melihat duktus pankreatik dan kista sering sangat sempit dekat batasnya. Kedua, saluran empedu bagian distal harus diawasi untuk mencegah fistula pankreatik pasca operasi, dimana rawan terjadi jika pasien lebih dahulu memiliki abnormal pada pancreaticobiliary junction. Duktus bagian distal mungkin kecil dan tempat penjahitan yang tidak tepat dapat menyumbat duktus pankreas.
1,2,3,4
19
Reseksi bagian proksimal luasnya harus sampai mukosa normal. Sebuah anastomosis dari jaringan granulasi atau mukosa ulserasi akan menghasilkan striktur. Meninggalkan pinggiran proksimal sisa kista sehingga anastomosis akan lebih luas atau lebih mudah untuk terbentuk adalah konsep yang salah. Duktus hepatik kanan dan khususnya duktus hepatik yang kiri dapat di insisi (setelah hilar plate dibuka) untuk memberikan panjang yang sempurna untuk anastomosis. Rekonstruksi standar setelah eksisi kista adalah Roux-en-Y hepatikojejunostomi dengan 40-60 cm cabang Roux. Cabang Roux le bih pendek untuk bayi (15-20 cm) atau anakanak (30-40 cm). Teknik telah termasuk penciptaan katup di cabang usus halus dan penempatan sebuah saluran antara salurran empedu dan duodenum. 1,2,3,4,9
Kista tipe 2 jarang terjadi. Ketika ditemui, pengobatannya adalah dengan eksisi kista. Jika terdapat anomali dari pancreaticobiliary junction, pengalihan bilier dengan Roux-en-Y hepaticojejunostomy mungkin diperlukan untuk mencegah kelanjutan refluks pancreaticobiliary patogenik. 1,3,4,9
Kista
type
3
(choledochoceles)
juga
jarang
terjadi
dan
didekat
transduodenum. Karena tidak ada keseragaman mengenai patogenesis, klasifikasi, anatomi,
dan
klinisnya,
pengobatan
secara
individual.
Endoskopi
dan
sphincterotomy mungkin cukup untuk pasien yang memiliki kista dengan ukuran kecil
tanpa
adanya
obstruksi
duodenum.
Dalam
keadaan
lain,
eksisi
transduodenum denhan sphincteroplasty atau reimplantation duktus telah dilakukan. 1,3,4
Kista type 4 melibatkan beberapa bagian duktus. Untuk kista yang terbatas pada duktus ekstrahepatik ditangani dengan eksisi komplit, mirip dengan kista type 1. Untuk kista yang melibatkan kedua duktus intrahepatik dan ekstrahepatik yang menjadi masalah karena eksisi komplit mungkin tidak mungkin pendek dari total hepatotectomy. Keadaan ini biasanya ditangani dengan reseksi komponen ekstrahepatik dengan Roux-en-Y hepatikojejunostomi di hilus hepatik. Striktur
20
intrahepatik dapat di dilatasi. Jika penyakit intrahepatik hanya terbatas pada satu lobus, maka reseksi hepatik dapat dilakukan.
1,3,4
Tatalaksana bedah pada pasien dengan penyakit type 5 yang melibatkan saluran empedu intrahepatik harus tergantung individual pada sejauh mana anatomi dan fungsi hepar. Keterlibatan satu lobus secara efektif di tangani dengan reseksi hepatik. Transplantasi hepar merupakan terapi definitif untuk pasien yang memiliki penyakit diffuse, sirosis hepar, atau terkait malignancy. Bagi pasien yang tidak memiliki sirosis, drainase dengan anastomosis empedu, pemasangan stent transhepatik dan kombinasinya mungkin membantu mengkontrol gejala 1,2,3,4
Hasil eksisi kista dan hepatikoenterostomi pada anak-anak dapat menjadi sangat baik. Dalam serangkaian 180 kasus anak-anak yang diikuti selama rata-rata 11 tahun, hanya 2,3 % mengalami komplikasi kolangitis dan batu saluran. Pada penanganan tangan yang berpengalaman, eksisi kista pada pasien dewasa dapat dilakukan dengan mortalitas yg rendah, meskipun tigkat morbiditas 20 % atau lebih. Setelah eksisi komplit, sekitar 10% dari pasien dewasa mengalami kolangitis berulang, pankreatitis, atau penyakit hati kronis, dan ada resiko kecil tetapi terbatas untuk keganasan. Untuk alasan ini, follow up jangka panjang sangat disarankan. 1,2,3,4
Komplikasi
Komplikasi kista koledokus adalah obstruksi empedu, kolangitis, abses hati, ruptur dan perubahan keganasan. Kemungkinan perubahan keganasan adalah 20 kali dan risiko keganasan bertambah besar dengan bertambahnya usia.
1,2,5
21
Daftar Pustaka 1. Wing de Jong, Sjamsuhidajat. Saluran Empedu dan Hati. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EGC. 2010; p 667-669 2. Sinuhaji, B. Kista Duktus Koledokus. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak.
Universitas
Sumatera
Utara.
Majalah
Kedokteran Nusantara – Volume 39. Medan; 2006. 3. Latif Ayat M, Hamzah A, Abdelkader A, Meier D. Choledochal Cyst. Chapter 82. p 483-486. 4. Kumar mankoj, Rajagopalan B. Choledochal Cyst . Medical Journal Armed Forces India. Elsevier. India; 2012. 5. Singham J, Yoshida E, Scudamore C. Choledochal cystsvPart 1 of 3: Classification and Pathogenesis . Association Médicale Canadienne. Canada; 2008. 6. A. M. Wolthuis, T. Tollens, C. Aelvoet, J. P. Vanrijkel . Choledochal Cyst : Diagnosis and Surgical Treatment . Department of 2007General Surgery and Traumatology, A.Z. Imelda, Bonheiden, Belgium. Belgium; 2007. 7. Netter F.H, ed. Atlas of Human Anatomy, 4t Edition. New York : Elsevier; 2006. p. 276, 313 8. Koeppen B, Hansen J. Netter’s Atlas Of Human Physiolog y. p:173-177 9. Ashley S, Zinner M. Laparoscopic Choledochal Cyst Excision - Maingot's Abdominal Operations Chapter 44. Fundamentals of Laparoscopic Surgery. Maingot’s Abdominal Operationn 11th Editions.
22
10. Conlon K. The Gall Bladder and Bile Ducts – Chapter 63. Bailey Short Practice Of Surgery – 25th Edition. United Kingdom; 2008
23