ESSAY KONTRAK BELAJAR TERAPI INHALASI (NEBULIZER) PADA ANAK D DENGAN BRONKOPNEUMONIA DI RUANG PICU RSUD Dr. MOEWARDIE
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Anak
Di Susun Oleh: VANDHIKA WICAKSONO 070113 a 056
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2014
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar belakang Bronkopneumonia adalah suatu penyakit peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus (Wong, 2009). Di dunia pnemonia merupakan masalah kesehatan karena angka kematian yang relatif tinggi. Penyakit pernapasan atau peradangan pada paru – paru ( penemonia ) ini paling sering terjadi. Di Amerika Serikat teredapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia pertahun dengan jumlah kematian rata–rata 45.000 orang. Di Indonesia pnemonia merupakan penyabab kematian ke tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis, penelitian pada pasien di Palembang pada tahun 2004 didapat 68 responden dengan pneumonia yang terdiri dari 37 ( 54,41% ) laki – laki, dan 31 ( 45,58 % ) perempuan, dengan angka kejadian 6,68%. Bagian ilmu Anak RSCM Jakarta dalam waktu 3 bulan dari bulan Agustus sampai dengan November 2007 dari 200 pasien berusia 2 bulan sampai dengan 15 tahun, 71 anak dengan pneumonia atau dengan persentase 35,5 % ( www.wordpress.com). Berdasarkan data hasil pelaporan dan pencatatan yang didapat di perawatan anak RSPAD Gatot Soebroto selama tiga bulan terakir dimulai dari bulan Desember 2007 samp[ai Februari 2008 jumlah pasien yang dirawat sebanyak 489 anak dengan 18 anak menderiata Bronkopnemonia ( 3,9% ). Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tinggi terhadap infeksi, kurang pengetahuan, intoleransi aktivitas, tidak efektifnya pola napas. Jika bronkopneumonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada broncopnemonia dapat menimbulkan empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan Asuhan Keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Gagal nafas merupakan ketidakmampuan alat pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi didalam darah, dengan atau tanpa penumpukan CO2 (Wong, 2009). Prosentase kejadian gangguan jalan nafas pada penderita bronkopneumonia yaitu 50-70% dan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008 menemukan 23 % penduduk indonesia berumur 10 tahun kebawah meniggal karena karena infeksi saluran pernafasan.
Keterlambatan merujuk penderita ke RS merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian, disamping beratnya penyakit dasar, penyakit penyerta dan penyulit selama perawatan. Penatalaksanaan
perawatan gagal nafas memerlukan suatu ketrampilan dan
pengetahuan khusus serta perencanaan maupun tindakan yang harus dilakukan secara cepat dan sistematis. Berdasarkan hal tersebut perawat sebagai pemberi perawatan harus dapat memberikan pelayanan yang tepat yang didasari oleh pengetahuan yang dimiliki dan standar pelayanan yang benar. Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu mengetahui terapi nebulizer pada anak yang menderita bronkopneumonia dengan menggunkan pendekatan proses keperawatan.
II.
Masalah Dalam kontrak belajar ini saya ingin mencapai kompetensi mengenai terapi inhalasi (nebulizer) pada anak dengan bronkopneumonia.
III. Tujuan 1. Tujuan Umum Saya
mampu
memberikan
terapi
inhalasi
(nebulizer)
pada
klien
dengan
bronkopneumonia 2. Tujuan Khusus 1. Saya mampu memahami Pengertian Terapi Inhalasi (Nebulizer) 2. Saya mampu mengetahui Jenis Nebulizer 3. Saya mampu mengetahui Tipe-tipe Nebulizer 4. Saya mampu menjelaskan Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Inhalasi (Nebulizer) 5. Saya mampu menjelaskan Keuntungan Terapi Inhalasi (Nebulizer) 6. Saya mampu menjelaskan Prosedur Terapi Inhalasi (Nebulizer) 7. Saya mampu memahami Komplikasi Terapi Inhalasi (Nebulizer 8. Saya mampu mempraktikan intervensi terapi inhalasi (nebulizer) pada anak dengan Bronkopneumonia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung kedalam saluran nafas melalui penghisapan. Pemberian terapi ini saat ini makin berkembang luas dan banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran nafas. Berbagai macam obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamsai dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat bronkopneumonia yang memungkinkan penghantaran obat langsung keparu-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak nafas. Untuk mencapai sasaran di paru-paru, partikel obat bronkopneumonia inhalasi harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron). (http://nursingbegin.com) Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk merubah obat dari bentuk cair ke bentuk partikel aerosol.bentuk aerosol ini sangat bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru. Efek dari pengobatan ini adalah untuk mengembalikan kondisi spasme bronkus. Nebulizer adalah alat medis yang digunakan untuk memberikan cairan obat dalam bentuk uap/ aerosol ke dalam saluran pernafasan. Nebulizer adalah alat dengan mesin tekanan udara yang membantu untuk pengobatan asma dalam bentuk uap/ aerosol basah. Terdiri dari tutup, “ mouthpiece” yang dihubungkan dengan suatu bagian atau masker, pipa plastik yang dihubungkan ke mesin tekanan udara. Nebulizer digunakan dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak yang menderita bronkopneumonia, usia lanjut, dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizerberupa kompresor dan ultrasonik, tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer karena pasien cukup bernafas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk kedalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan dengan nebulizer yaitu Bisolvon solution, pulmicort respules, ventolin nebulas. Anak-anak usiakurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk di pasangkan ke nebulizer. Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran nafas untuk mengobati
bronkospasme akut, produksi mukus yang berlebihan, batuk dan sesak nafas dan epiglotis.
B. Jenis Nebulizer 1. Disposible nebulizer Sangat ideal apabila digunakan dalam situasi kegawatdaruratan/ ruang gawat darurat atau di rumah sakit dengan perawatan jangka pendek. Apabila nebulizer di tempatkan di rumah dapat digunakan beberapa kali lebih dari satu kali , apabila dibersihkan setelah digunakan. Dan dapat terus dipakai sampai dengan 2 minggu apabila dibersihkan secara teratur. Dapat digunakan oleh orangtua, babysitter, saat bepergian, sekolah, atau untuk persediaan apabila terjadi suatu serangan. 2. Re-usable nebulizer Dapat digunakan lebih lama sampai kurang lebih 6 bulan. Keuntungan lebih dari nebulizer jenis ini adalah desainnya yang lebih komplek dan dapat menawarkan suatu perawatan dengan efektivitas yang ditingkatkan dari dosis pengobatan. Keuntungan kedua adalah dapat direbus untuk proses desinfeksi. Digunakan untuk terapi setiap hari
C. Tipe-tipe Nebulizer 1. Nebulizer dengan penekan udara (Nebulizer compressors), memberikan tekanan udara dari pipa ke tutup (cup) yang berisi obat cair. Kekuatan dari tekanan udara akan memecah cairan ke dalam bentuk partikel- partikel uap kecil yang dapat dihirup secara dalam ke saluran pernafasan. 2. Nebulizer ultrasonik (Ultrasonic Nebulizer), menggunakan gelombang ultrasound, untuk secara perlahan merubah dari bentuk obat cair (catatan: pulmicort tidak dapat digunakan pada sebagian nebulizer ultrasonic) ke bentuk uap/ aerosol basah. 3. Nebulizer generasi baru (A new generation of nebulizer)digunakan tanpa menggunakan tekanan udara maupun ultrasound. Alat ini sangat kecil, dioperasikan dengan menggunakan baterai, dan tidak berisik.
D. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Terapi Inhalasi (Nebulizer) Indikasi 1. Post extubasi 2. Dengan status asmatikus
3. Laring edema 4. Klien dengan sputum yang kental 5. Sebelum dilakukan fisioterapi napas 6. Pada keadaan tertentu dapat diberikan bersamaan dengan ventilator 7. Rasa tertekan di dada 8. Peningkatan produksi secret. 9. Pneumonia ( kongesti) dan atau atelektasis.
Kontraindikasi 1. Pasien yg tidak sadar atau confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini, membutuhkan pemakaian mask/sungkup; tetapi mask efektivitasnya berkurang secara signifikan. 2. Kontraindikasi Medikasi Nebulizer yaitu pada keadaan dimana suara napas tidak ada atau berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang meggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat menggerakan/memasukan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas. 3. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac iritability harus dengan perhatian. Ketika diinhalasi, katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan dapat menimbulkan disritmia. 4. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui intermittent positivepressure breathing (IPPB), sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronchospasme. 5. Tekanan darah tinggi ( autonomic hiperrefleksia) 6. Nadi yang meningkat/ takikardia 7. Riwayat reaksi yang tidak baik dari pengobatan.
E. Keuntungan Pemberian Terapi Inhalasi (Nebulizer) Keuntungan terapi nebulizer adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat menurunkan absorbsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebuliser ke paru-paru sangat cepat sehingga aksinya lebih cepat dari pada rute lainnya seperti subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab yang dapat membantu mengeluarkan sekresi brokus.
F. Prosedur Pemberian Terapi Inhalasi (Nebulizer) Peralatan 1. Nebulizer dan tube penghubung (connecting tube). 2. Tube berkerut, pendek 3. Cannula oksigen 4. Sumber kompresi gas (oksigen atau udara) atau kompresor udara. 5. Medikasi/obat yang akan diberikan melalui nebulizer Obat-obat Nebulizer: 1. Pulmicort: kombinasi anti radang dengan obat yang melonggarkan saluran napas 1. Nacl : mengencerkan dahak 2. Bisolvon cair : mengencerkan dahak 3. Atroven : melonggarkan saluran napas 4. Berotex : melonggarkan saluran napas 5. Inflamid :untuk anti radang 6. Combiven : kombinasi untuk melonggarkan saluran napas 7. Meptin : melonggarkan saluran napas.
Kombinasi yang dianjurkan: 1. Bisolvon-Berotec-Nacl 2. Pulmicort-Nacl 3. Combivent-Nacl 4. Atroven-Bisolvon-Nacl www.wordpress.com
Tabel medikasi nebulizer Nama Generik Isoproterenol hydrochloride,
Tipe Obat
Nama Dagang
Bronchodilator
Isuprel
Isoetharine, isoetharine hydrokloride
Bronchodilator
Bronkosol
Metaproterenol
Bronchodilator
Alupent
Albuterol
Bronchodilator
Ventolin
isoproterenol sulfate
Proventil Cromolyn sodium
Mast cell stabilizer
Intal
Antiasthma Ipratropium
Anticholinergic
Atrovent
Bronchodilator
Persiapan Pasien 1. Tempatkan pasien pada posisi tegak (40-90°), yg memungkinkan klien ventilasi dalam dan pergerakan diafragma maksimal. 2. Kaji suara napas, pulse rate, status respirasi, saturasi oksigen sebelum medikasi diberikan. 3. Kaji heart rate selama pengobatan. Jika heart rate meningkat 20 kali permenit, hentikan terapi nebulizer. 4. Instruksikan pasien untuk mengikuti prosedur dengan benar. Lakukan perlahan, napas dalam dan tahan napas saat inspirasi puncak beberapa saat
Tahapan Prosedur 1. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pengobatan khususnya pada klien yang menggunakan bronkodilator. 2. Jelaskan prosedur pada klien. 3. Atur posisi klien senyaman mungkin paling sering dalam posisi semifowler, jaga privasi. 4. Cuci tangan. 5. Berikan oksigen suplemen, dengan flow rate disesuaikan menurut kondisi/keadaan pasien, pulse oximetry, atau hasil gas darah arteri. Inhalasi katekolamin dapat mengubah rasio ventilasi perfusi paru dan memperburuk hipoksemia untuk periode singkat (Anderson, 1989 dalam Proehl, 1999). 6. Pasang nebulizer dan tube, dan masukan obat ke dalam nebulizer sesuai program. 7. Tambahkan sejumlah normal saline steril ke nebulizer sesuai program. 8. Hubungkan nebulizer ke sumber kompresi gas. Berikan oksigen 6-8 L/menit. Sesuaikan flow rate oksigen sampai kabut yang keluar sedikit/tipis. Jika terlalu kuat arusnya obat dapat terbuang sia-sia. 9. Pandu pasien untuk mengikuti tehnik bernapas yang benar 10. Lanjutkan pengobatan sampai kabut tidak lagi diproduksi
11. Observasi pengembangan paru / kaji ulang suara napas, pulse rate, saturasi oksigen, dan respiratory rate. 12. Minta klien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah seluruh obat diuapkan. 13. Pemberian mungkin membutuhkan waktu selama 30-40 menit (Jhonson, 1990 dalam Proehl, 1999) 14. Selesai tindakan, anjurkan klien untuk batuk setelah tarik nafas dalam beberapa kali (teknik batuk efektif). 15. Klien dirapikan. 16. Alat dirapikan. 17. Petugas mencuci tangan. 18. Catat respon klien dan tindakan yang telah dilakukan.
G. Komplikasi Terapi Nebulizer 1. Nausea 2. Vomiting 3. Tremor 4. Bronchospasme 5. Tachicardia 6. Henti nafas. 7. Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat ataupun tekniknya. 8. Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat tsb. 9. Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang tidak baik pada system sekunder penyerapan dari obat tsb. Hipokalemia dan atrial atau ventricular disritmia dapat ditemui pada pasien dengan kelebihan dosis. 10. Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan 11. Alat aerosol atau adapter yang digunakan
dan teknik penggunaan dapat
mempengaruhi penampilan karakter dari ventilator terhadap sensitifitas system alarm. 12. Penambahan gas pada circuit ventilator dari nebulizer dapat meningkatkan volume, aliran dan tekanan puncak saluran udara. 13. Penambahan gas pada ventilator dari nebulizer juga dapat menyebabkan kipas ventilator tidak berjalan selama proses nebulasi.
BAB III KASUS
Studi Kasus Pasien Pasien An. D jenis kelamin perempuan, umur 4 tahun, dengan diagnosa medis Pneumonia dengan gagal nafas. keluarga an. D mengatakan bahwa 2 hari sebelum masuk rumah sakit, anak demam, 1 hari kemuadian demam tidak berkurang , sehingga anak dibawa kepelayanan kesehatan terdekat namun demam panda an. D tidak berkurang sehingga anak dirujuk ke RSUD MOEWARDI pada tanggal 4 januari 2014 pukul 16.00 WIB, dan dirawat inap di ruang melati 2 selama +-1 bulan. Dalam perawatan hari pertama anak kejang dan demam naik turun, anak juga mengalami sesak nafas. Dalam pelayanan sudah diberikan pelayanan semaksimal mungkin namun tidak ada alat yang lengkap sehingga an. D harus dirawat di ruang PICU pada tanggal 31 januari 2014 pukul 17.00 WIB dan dipasang ventilator dengan setting (preasure control). Anak mendapatkan perawatan yang intensif. Anak terpasang ETT pada tanggal 31 januari 2014. Anak mengalami gagal nafas, suhu 37,6C. Faktor pencetus: keluarga kurang memperhatikan kesehatan an. D,Timbulnya keluhan : bertahap. Faktor yang memperberat: klien menderita hidrosepalus sejak umur 3 tahun dan keluarga baru mengetahuinya setelah anaknya di rawat di RS. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dan keberhasilannya: Keluarga mengatakan sudah membawa an. D kepelayanan kesehatan, namun tidak ada perkembangan, keluarga mengatakan an. D sebelumnya dirawat di ruang melati 2 dengan keluhan sesak, demam.. Masalah keperawatan yang muncul pada An.D adalah : 1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas 2. Ketidakefektifan termoregulasi 3. Penurunan perfusi serebral 4. Resiko tinggi cidera (atropi, kontraktur) 5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit 6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul antara lain: 1. Memantau keadaan umum dan tanda-tanda vital 2. Memberikan terapi inhalasi (Nebulizer) 3. Membersihkan lendir dengan suction 4. Memantau status respiratori 5. Mengatur posisi tidur 6. Memberikan kompres dengan air hangat 7. Mengganti alat tenun dengan yang bersih 8. Memantau adanya kejang yang dialami pasien 9. Melatih ROM pasif pada pasien 10. Merubah posisi tidur pasien tiap 2 jam 11. Memberikan oksigen sesuai advis 12. Memberikan nutrisi melalui NGT 13. Memberikan obat sesuai advis oral maupun injeksi.
Setelah 3 hari pemberian asuhan keperawatan, pasien masih mengalami sesak dan suara nafas whezing dan ronkhi masih ada, gurgling, anak masih sesekali kejang, suhu tubuh masih panas, kesadaran SDE, tidak terjadi kontraktur, tidak terjadi gangguan integritas kulit, berat badan menurun.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diskusi Dengan Keluarga Keluarga an. D mengatakan bahwa 2 hari sebelum masuk rumah sakit, anak demam, 1 hari kemuadian demam tidak berkurang , sehingga anak dibawa kepelayanan kesehatan terdekat namun demam panda an. D tidak berkurang sehingga anak dirujuk ke RSUD MOEWARDI pada tanggal 4 januari 2014 pukul 16.00 WIB, dan dirawat inap di ruang melati 2 selama +-1 bulan. Dalam perawatan hari pertama anak kejang dan demam naik turun, anak juga mengalami sesak nafas. Dalam pelayanan sudah diberikan pelayanan semaksimal mungkin namun tidak ada alat yang lengkap sehingga an. D harus dirawat di ruang PICU pada tanggal 31 januari 2014 pukul 17.00 WIB dan dipasang ventilator dengan setting (preasure control). Anak mendapatkan perawatan yang intensif. Anak terpasang ETT pada tanggal 31 januari 2014. Anak mengalami gagal nafas, suhu 37,6C. B. Diskusi Dengan Perawat Ruangan Orang tua biasanya tidak begitu mengetahui disaat awal apakah anaknya BRPN karena tanda yang ditimbulkan biasanya dianggap wajar oleh orang tua, untuk itu perlu iberikan penjelasan kepada orang tua mengenai tanda dan gejala BRPN sehingga mereka bisa menghubungi pelayanan kesehatan terdekat. Masalah utama BRPN adalah adanya penumpukan sekret dijalan nafas yang nantinya akan menghambat jalan nafas tersebut, tindakan utama yang dilakukan adalah membuat jalan nafas klien lancar, ada berbagai macam cara, dari yang sederhana dan kompleks, dari posisi yang diubah semi fowler, postural drainage, Nebulizer, suction, dan terakhir pemberian ekspektoran kareana mukus yang dihasilkan sangat kental.
C. Diskusi Dengan Expert BRPN adalah penyakit peradangan pada paru sampai dengan bronkhioli, penyakit BRPN ini jarang sekali terdeteksi dini karena gejala yang ditimbulkan tidak khas, anak biasanya batuk, pilek dan oleh orang tua dianggap hal yang sifatnya biasa. Pada pemeriksaan auskultasi dada sering dijumpai adanya ronkhi basah halus yang disebabkan adanya penumpukan sekret di lobus paru. Hipersekresi tersebut terjadi akibat dari proses peradangan yang terjadi pada paru, untuk menanggulangi airwaynya, anak bisa di berikan
terapi inhalasi (Nebulizer), suction atau dilakukan postural drainage. Selain itu anak akan diberikan antibiotik spektrum luas serta pantau TTV dan keadaan umum anak.
BAB V KESIMPULAN
Bronkopneumonia adalah suatu penyakit peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tinggi terhadap infeksi, kurang pengetahuan, intoleransi aktivitas, tidak efektifnya pola napas. Jika bronkopneumonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada broncopnemonia dapat menimbulkan empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan Asuhan Keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung kedalam saluran nafas melalui penghisapan. Pemberian terapi ini saat ini makin berkembang luas dan banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran nafas. Berbagai macam obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamsai dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat bronkopneumonia yang memungkinkan penghantaran obat langsung keparu-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak nafas. Untuk mencapai sasaran di paru-paru, partikel obat bronkopneumonia inhalasi harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, M.,L.,J. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :EGC Sudoyo, A.,W.,dkk. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: FKUI. Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC (http://nursingbegin.com) www.wordpress.com