BAB I PENDAHULUAN
Keluhan dan kelainan reproduksi sering terjadi sebagai akibat adanya disfungsi alat genital. Selain itu, penyakit alat reproduksi dapat pula dipengaruhi oleh kelainan-kelainan diluar alat genital.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dapat membantu dalam penegakkan diagnosis dari penyakit dalam alat reproduksi. Dalam anamnesis, penderita perlu diberi kesempatan untuk mengutarakan keluhan-keluhannya secara spontan, baru kemudian dapat ditanyakan gejala-gejala tertentu yang menuju ke arah kemungkinan diagnosis. Simptomatologi penyakit ginekologi untuk bagian terbesar berkisar antara 3 gejala pokok, yaitu perdarahan, rasa nyeri, dan benjolan.1 Tumor ganas atau kanker merupakan suatu kondisi dimana terjadi pertumbuhan sel secara tidak terkendali (Abnormal).1,2 Dalam ginekologi, bagian-bagian yang sering terkena kanker yaitu serviks, endometrium, uterus, ovarium, vulva, vagina, dan tuba falopi.1 Kebanyakan wanita menderita kanker serviks yang merupakan penyebab kematian terbanyak terutama di Negara berkembang.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Serviks
a. Pengertian Kanker leher Rahim (serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada jaringan serviks. Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan Rahim yang menjulur ke vagina. Kanker serviks atau karsinoma serviks uteri merupakan salah satu penyebab utama kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Di seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru dari 250.000 kematian setiap tahunnya yang ± 80% terjadi di Negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks diperkirakan ± 40.000 kasus per tahun dan masih merupakan kanker wanita yang tersering. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di Negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut. Menurut data Depkes RI, penyakit kanker leher Rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang didertita kaum wanita pada bagian genital. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relative cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasive pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari kanker in situ terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun.
2
b. Faktor Risiko 1) Pola hubungan seksual Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa risiko terjangkit kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktivitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun, juga dapat dijadikan sebagai factor risiko terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transformasi pada pasien tersebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya risiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia yang lebih tua. 2) Paritas Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar risiko terjangkit kanker serviks. Penelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara risiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV. 3) Merokok Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variable kofounding seperti pada hubungan seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya nikotin pada cairan serviks wanita perokok, bahan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker. 4) Kontrasepsi oral Penelitian
secara
perspektif
yang
dilakukan
oleh
Vessey
dkk,
mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh Peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
3
WHO mereview berbagai penelitian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral dengan risiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi risiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan smear serviks, sehingga dysplasia dan karsinoma in situ Nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasi asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan risiko kanker serviks karena adanya bias dan factor confounding. 5) Defisiensi gizi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan risiko terhadap dysplasia ringan dan sedang. Namun, sampai saat ini tidak ada indikasi bahwa perbaikan defisiensi gizi tersebut akan men urunkan risiko. 6) Pasangan seksual Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi risiko yang rendah terhadap angka kejadian kanker serviks. Rendahnya kebersihan genitalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi sangat berperan dalam angka kejadian kanker ini. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor risiko lain.
c. Patofisiologi Karsinoma serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo-columnar disebut squamo-columnar junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologic terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu
epitel
skuamosa
berlapis
dengan
epitel
endoserviks
yaitu
epitel
kuboid/kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh factor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam 4
kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap factor luar berupa mutagen yang akan memicu diplasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin. Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks; epitel kolumnar dan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SCJ ini disebut daerah tranasformasi. Penelitian akhir-akhir ini lebih menfokuskan virus sebagai salah satu factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nucleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel diplastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut dysplasia. Dimulai dari dysplasia ringan, dysplasia sedang, dysplasia berat dan karsinoma in situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasive. Tingkat dysplasia dan karsinoma in stiu dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dysplasia mencakup pengertian berbagai gangguan maturasi epitel skuamosa yang secara sitologik dan histologic berbeda dari epitel normal, tetapi tidak memenuhi persyaratan sel karsinoma. Perbedaan derajat dysplasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasive tetapi membrane basalis masih utuh. Pathogenesis dari karsinoma serviks dapat dianggap sebagai suatu spectrum penyakit yang dimulai dari dysplasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in situ, situ, untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasive. Beberapa peneliti menemukan bahwa 30-35% Neoplasia 30-35% Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/ NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi mana 5
yang akan berkembang menjadi progresif dan mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya. d. Gejala Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan
postkoital
atau
perdarahan
pervaginam
yang
disangka
sebagai
perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat. Pada fase prekanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : 1) Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. 2) Perdarahan setelah senggama ( post koital bleeding ) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal 3) Timbulnya perdarahan setelah masa menopause 4) Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah 5) Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis 6) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya. 7) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
e. Diagnosis Lesi pra-kanker dan kanker stadium dini biasanya asimptomatik dan hanya dapat terdeteksi dengan pemeriksaan sitology. Jika sudah terjadi kanker akan timbul gejala yang sesuai dengan penyakitnya, yaitu dapat local atau tersebar. Gejala yang dapat 6
timbul berupa perdarahan pasca senggama, atau dapat juga terjadi perdarahan di luar masa haid dan pasca menopause. Gejala yang dapat timbul seperti yang telah dibahas sebelumnya. Untuk menegakkan diagnosis, harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsy lesi sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan.
L Gambar 1 : Stadium klinis kanker serviks
7
Gambar 2 : Gambaran penyebaran kanker serviks berdasarkan stadiumnya
I.
Skrining Sejak 2 dekade terakhir terdapat kemajuan dalam pemahaman tentang riwayat alamiah dan terapi lanjutan dari kanker serviks. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) sekarang dikenal sebagai penyebab utama kanker serviks, selain itu sebuah laporan sitology baru telah mengembangkan diagnosis, penanganan lesi prekanker dan protocol terapi spesifik peningkatan ketahanan pasien dengan penyakit dini dan lanjut. Penelitian terbaru sekarang ini terfokus pada penentuan infeksi menurut tipe HPV onkogenik, penilaian profilaksis dan terapi vaksin serta 8
pengembangan strategi skrining berkesinambungan dengan tes HPV dan metode lain berdasarkan sitology. Metode yang paling sering digunakan saat ini adalah pap smear dan Inspeksi Visual Asetat (IVA). Pap smear memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas 98%. Selain itu pemeriksaan pap smear masih memerlukan penunjang laboratorium sitology dan dokter ahli patologi yang relative memerlukan waktu dan biaya besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas sampai 96% dan spesifisitas 97% untuk program yang dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlatih. Hal ini menunjukkan bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitology serviks sehingga dapat menjadi metode skrining yang efektif pada Negara berkembang seperti Indonesia.
II.
Pemeriksaan IVA Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks. Kontraindikasi pemeriksaan ini tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, Karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. Untuk interpretasi hasil yang didapatkan dapat dilihat pada table berikut :
Klasifikasi IVA
Temuan Klinis
Hasil Tes-Positif
Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat SCJ
Hasil Tes-Negatif
Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu, ektropion, polip, servisitis, inflamasi, Nabothian cyst
Kanker
Massa mirip kembang kola tau bisul
Kriteria wanita untuk menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30 – 45 tahun. Kanker serviks menempati angka tertinggi diantara wanita berusia 40 hingga 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada 9
usia dimana lesi prakanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal. Wanita yang memiliki factor risiko juga merupakan kelompok yang paling penting untuk mendapat pelayanan tes. Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paksa keguguran. Untuk masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk pasien (misalnya kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 5 tahun) atau isu-isu khusus yang harus dibahas bersama, seperti kapan dan dimana pengobatan yang diberikan, risiko potensial dan manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.
f.
Tatalaksana Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi. I.
Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasive, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.
II.
Terapi penyinaran Atau biasa disebut radioterapi efektif untuk mengobati kanker invasive yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi
tinggi
untuk
merusak
sel-sel
kanker
dan
menghentikan
pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
10
Radiasi eksternal
: sinar berasal dari sebuah mesin besar. Penderita
tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
Radiasi internal
: zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu pasien dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. III.
Kemoterapi Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan IV atau melalui mulut. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya.
2. Kanker Endometrium
a. Pengertian Kanker endometrium merupakan kanker ginekologik yang paling sering terjadi di dunia barat, menempati urutan ke empat kanker pada perempuan setelah kanker lainnya. Kejadian kanker endometrium meningkat dari 2 per 100.000 perempuan per tahun pada usia di bawah 40 tahun menjadi 40-50 per 100.000 perempuan per tahun pada usia decade ke-6, 7, dan 8. Kematian akibat kanker endometrium di USA meningkat dua kali lipat, kemungkinan disebabkan kombinasi meningkatnya usia ekspektasi usia hidup dan epidemic obesitas, dimana hal ini merupakan factor predisposisi dalam hal ini. Sebagian besar kanker endometrium adalah adenokarsinomac(75%), yang berasal dari lapisan tunggal dari sel-sel epitel yang melapisi endometrium dan membentuk kelenjar endometrium. Terdapat beberapa subtipe kanker endometrium yaitu jenis endometrioid, dimana sel kanker menyerupai gambaran endometrium normal, papillary serous carcinoma yang agresif dan clear cell carcinoma.
11
b. Etiologi dan Patogenesis Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui. Kebanyakan kasus kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan pada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker. Adanya hubungan antara pajanan estrogen dengan kanker endometrium telah diketahui selama lebih dari 50 tahun. Satu faktor resiko yang paling sering dan paling terbukti untuk adenokarsinoma uterus adalah obesitas. Jaringan adiposa memiliki enzim aromatase yang aktif. Androgen adrenal dengan cepat dikonversi menjadi estrogen di dalam jaringan adipose pada individu yang obesitas. Estrogen yang baru disintesis ini juga memiliki bioavaibilitas yang sangat baik karena perubahan metabolik yang berhubungan dengan obesitas menghambat produksi globulin pengikat hormon seks oleh hati. Individu yang obesitas mungkin mengalami peningkatan drastis pada estrogen bioavailable yang bersirkulasi dan pajanan ini dapat menyebabkan penumbuhan hiperplastik pada endometrium. Mutasi phosphatase and tensin homolog (PTEN) selalu terjadi pada kasus hiperplasia endometrium atipikal kompleks, yang menandakan bahwa hal tersebut merupakan kejadian awal pada karsinogenesis endometrium. Berdasarkan tipe histologis, mutasi PTEN terutama terjadi pada karsinoma endometrium tipe endometrioid. PTEN, yang terletak di kromosom 10q23, mengkodekan protein dengan fungsi tyrosine kinase dan berperilaku sebagai gen penekan tumor. Inaktivasi PTEN disebabkan oleh mutasi yang mengarah ke kehilangan ekspresi dan, yang lebih rendah, dengan hilangnya heterozigositas. Protein ini memiliki kedua aktivitas fosfatase lipid dan protein, dengan masing-masing melayani fungsi yang berbeda. Aktivitas fosfatase lipid dari PTEN menyebabkan siklus sel terperangkap di titik G1/S.
Kehilangan
PTEN
merupakan
kemungkinan
suatu
peristiwa
awal
tumorigenesis endometrium, terbukti dengan kehadirannya di prakanker, lesi dan kemungkinan dimulai dalam menanggapi faktor risiko hormonal yang diketahui. PTEN menindak lebih lanjut bertentangan dengan phosphatidylinositol 3-kinase (PI3KCA) untuk mengontrol tingkat terfosforilasi AKT. Mutasi PTEN meningkatkan 12
aktivasi PI3KCA, mengakibatkan fosforilasi AKT. Mutasi PI3KCA terlihat pada 36% dari kanker endometrium endometrioid dan paling sering terjadi pada tumor yang juga mengalami mutasi PTEN. Kegiatan fosfatase protein dari PTEN terlibat dalam penghambatan pembentukan adhesi fokal, penyebaran sel, dan migrasi, serta penghambatan pertumbuhan faktor-dirangsang sinyal MAPK. Terdapat data yang menyatakan mutasi PI3KCA, terutama pada ekson 20, merupakan penanda dari invasi myometrium dan derajat yang lebih tinggi pada karsinoma endometrium. Β-catenin, komponen dari protein unit E-chaderin, berguna pada diferensiasi sel dan dalam mempertahankan arsitektur jaringan normal, dan memainkan peran penting dalam transduksi sinyal. Ekpresi Β-catenin telah ditemukan pada hiperplasia atipik, yang menunjukkan sebagai kejadian awal pada tumorigenesis endometrium. Mutasi pada Β-catenin
menghasilkan
stabilisasi
protein
yang
melawan
degradasi,
yang
menyebabkan akumulasi inti dan sitoplasmik dan aktivitas gen target konstitutif. Ada data yang beranggapan bahwa akumulasi inti ini dapat berkontribusi pada abnormalitas protein Wnt lainnya, namun fungsi pasti dari Β-catenin pada tumorigenesis endometrium masih belum diketahui sepenuhnya. Mutasi lainnya yang ditemukan pada kanker endometrium adalah mutasi K-ras. Mutasi K-ras diidentifikasi pada 10% sampai 30% dari kanker endometrium tipe I. Kras merupakan onkogen yang berlokasi pada 12p12.1 yang mengkode anggota protein dari superfamily GTPase. Proses ini mengakibatkan translokasi MAP kinase ke nucleus dimana hal ini mempromosikan transkripsi gen yang terlibat pada proliferasi sel. Insidensi mutasi K-ras pada karsinoma endometrium sebesar 14 sampai 36%. Mutasi K-ras terjadi dini pada karsinogenesis endometrium, sebagai mutasi yang teridentifikasi pada fokal hiperplasia atipikal kompleks yang menjadi karsinoma endometrium.
c. Faktor Risiko
Menstruasi Usia menarche dini (< 12 tahun) berhubungan dengan meningkatkan risiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan penelitian menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung 13
terhadap risiko meningkatnya kanker ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis
kanker
endometrium
adalah
pascamenopause.
Wanita
yang
menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan risiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya karsinoma endometrium. Di samping itu karsinoma endometrium dapat terjadi pada wanita premenopause dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada beberapa observasi ternyata bahwa adenokarsinoma sering terjadi pada wanita yang mengalami menopause yang terlambat. Seperti diketahui siklus pada masa menopause biasanya anovulatoar di mana lebih banyak pengaruh estrogen.
Obesitas Obesitas berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko karsinoma endometrium sebesar 20-80%. Wanita yang mempunyai kelebihan berat badan 11-25 kg mempunyai peningkatan risiko 3 kali dan 10 kali pada wanita yang mempunyai kelebihan berat badan >25 kg.
Diabetes mellitus Didapati peningkatan risiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita diabetes mellitus untuk terjadinya karsinoma endometrium.
Hipertensi Sebesar 25-75% penderita karsinoma endometrium mengidap hipertensi.
Nuliparitas Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium disbanding multipara. Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor risiko untuk kanker endometrium didukung oleh penelitian-peneltian yang menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk nulipara disbanding wanita yang tidak pernah menikah. Pada wanita nuliparitas dijumpai peningkatan risiko sebesar 2-3 kali. Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas dihubungkan dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi (terekspos estrogen yang lama tanpa progesterone yang cukup), kadar androstenedion serum yang tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan
14
endometrium setiap bulan (sisa jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum yang rendah pada nulipara.
Faktor genetic Wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium 2-3 kali lipat. Begitu juga dengan wanita yang memiliki riwayat keluarga terkena kanker endometrium.
Pemakaian estrogen eksogen Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen akan terjadi peningkatan risiko karsinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Telah banyak ditemukan kasus-kasus adenocarcinoma yang terjadi pada wanita-wanita yang diberi terapi estrogen untuk jangka waktu yang lama. Walaupun belum ada bukti yang nyata, banyak ahli yang tidak menyukai pemberian yang terlalu lama.
Factors Influencing Risk
Estimated
Relative
Risk a
Obesity
2 – 5
Polycystic ovarian syndrome
>5
Long-term use of high-dose menopausal estrogens
10 – 20
Early age of menarche
1.5 – 2
Late age of natural menopause
2 – 3
History of infertility
2 – 3
Nulliparity
3
Menstrual irregularities
1.5
Residency in North America or northern Europe
3 – 18
Higher level of education or income
1.5 – 2
White race
2
Older age
2 – 3
High cumulative doses of tamoxifen
3 – 7
History of diabetes, hypertension, or gallbladder disease
1.3 – 3
Long-term
0.3 – 0.5
use
of
high-dose
combination
oral
contraceptives Cigarette smoking
0.5 Tabel 1 :Faktor risiko kanker endometrium 15
c.
Gejala Diagnosis dini dari karsinoma endometrium hampir sepenuhnya bergantung pada pengetahuan dan kesadaran pasien akan adanya perdarahan pervaginam yang tidak teratur. Sebagian besar keluhan utama yang diderita pasien kanker endometrium adalah perdarahan abnormal pascamenopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Seorang klinisi harus mengevaluasi dengan teliti adanya perdarahan saat menstruasi yang berlebihan atau bercak darah. Karena beberapa kelainan atau tumor jinak juga memberikan gejala serupa. Selain itu keluahan yang dapat menyertai adalah : -
Keluhan keluar sekret putih atau merah muda dari vagina
-
Keluhan nyeri perut bawah atau panggul yang menetap 2 minggu atau lebih
- Nyeri saat berhubungan sex Sayangnya, kebanyakan pasien tidak langsung mendatangi tenaga medis saat sampai terjadi perdarahan berbulan-bulan, tahun, atau perdarahan yang berlebihan dan irregular. Pasien dengan tipe Papillary serous tumour atau clear cell tumour sering datang dengan gejala dan tanda yang mengindikasikan karsinoma epitel ovarium yang sudah memberat. Tipe papillary serous tumour dan clear cell tumor adalah termasuk karsinoma endometrium tipe 2 yang berkembang agresif dan memiliki prognostik cenderung lebih buruk. Tipe papillary serous tumour (insidensinya 5-10% dari seluruh kasus) adalah jenis yang tumbuh dari sel endometrium yang atrhropi ( biasanya dari wanita lansia) yang memiliki tipikal histologik pertumbuhan selnya lebih tidak beraturan, adanya keratinisasi dengan inti yang atipik. Karsinoma endometrium tipe 2 yang mayor lainnya adalah clear cell tumor dengan insiden lebih rendah ( <5%). Secara mikroskopik, penampakannya lebih predominan solid, kistik dan tubular atau dapat bercampur (mixed) dari dua atau lebih bentuk ini.
16
Gambar 3 : Gambaran kanker endometrium yang telah diangkat
d. Diagnosis Untuk mengevaluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis dilakukan dengan biopsi endometrium. Namun, pada pasien yang tidak dapat dilakukan biopsi endometrium karena stenosis servikal atau gejala tetap bertahan walaupun hasil biopsi normal, maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase dengan anastesi. Prosedur dilatasi dan kuretase sampai saat ini merupakan baku emas untuk diagnosis kanker endometrium. Melalui pemeriksaan mikroskopik biopsi endometrium dan kuret endoserviks biasanya dapat ditegakkan diagnosis adenokarsinoma jenis endometrioid atau musinous, tapi jarang dapat dihubungkan dengan lesi awal berupa adenokarsinoma serviks insitu atau hiperplasia atipik pada endometrium. Terlebih lagi gambaran histologik kanker endometrium sering tumpang tindih atau terkontaminasi dengan sel-sel endoserviks. Padahal, darimana pertumbuhan tumor
berasal, apakah dari
endometrium atau endoserviks mempengaruhi pilihan terapi jenis pembedahan dan pascapembedahan) yang akan dilakukan. Penelitian terakhir di Jakarta menyatakan bahwa pemeriksaan kimia dengan vimentin dapat membantu membedakan kanker endometrium dan kanker endoserviks, khususnya pada gambaran histologi tumpang tindih dengan sensitivitas (93,7%) dan spesifitas (94,4%) yang cukup ting gi. Penggunaan histeroskopi untuk deteksi dini (prosedur diagnostik dengan melihat langsung kedalam uterus dengan histeroskop yang biasanya dilakukan bersamaan dengan dilatasi dan kuretase) memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendiagnosis dan mengevaluasi uterus jika dicurigai ada lesi awal karsinoma
17
endometrium. Pada penelitian Yela (2009) menunjukan hasil sensitifitas 96,5% dan spesifitas 93,6% bagi histeroskopi dalam mengenali lesi intra uterin pada pasien menopause
dengan
perdarahan
pervaginam,
termasuk
lesi
awal
karsinoma
endometrium. Satu-satunya tumor marker klinis yang berguna dalam penatalaksanaan kanker endometrium adalah jumlah serum CA-125. Secara langsung, peningkatan jumlah serum ini menunjukan progresivitas penyakitnya (sensitivitas 63% dan spesifitas 88% pada level cuttoff 35 U/mL). Dalam aplikasinya, pada pasien tingkat lanjut, serum ini dapat membantu mengevaluasi respon terhadap terapi selama dalam penanganan. Namun, meskipun evaluasi serum ini cukup bermakna, biasanya penemuan klinis lain masih terbatas. Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas. Secara umum, pada wanita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang progresifitasnya lebih baik, foto thoraks adalah satu-satunya evaluasi radiologis yang dibutuhkan dalam diagnosa preoperativ. Visualisasi menggunakan Computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance (MR) biasanya tidak banyak dibutuhkan. Namun dalam beberapa kasus, MRI dapat membantu membedakan karsinoma endometrium dan perluasan dari karsinoma serviks primer. Penelitian Yela (2009) menunjukan penggunaan USG transvaginal juga memiliki hasil yang memuaskan dalam diagnostik
kelainan
uterus.
USG
transvaginal
dapat
mendeteksi
lesi
pada
endometrium dengan ketebalan lebih dari 4-5cm sehingga sangat akurat dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma endometrium. Histologi Umumnya (70-75% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah endometrial/endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya membentuk struktur seperti kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan endometrium normal. Adanya karsinoma tipe endometrium tipe ini biasanya dihubungkan dengan tumor grade rendah dan invasi ke miometrium yang kurang masiv. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti dengan jaringan solid dan sel berlapis, tumor ini akan diklasifikasi sebagai grade yang tinggi, sebagai
18
tambahan, endometrium yang atropi biasanya lebih dihubungkan dengan lesi prekanker grade tinggi yang umumnya bermetastase.
Gambar 4 : Tabel varian hyperplasia endometrium menurut WHO
Gambar 5 : Pembagian stadium kanker endometrium menurut FIGO
e. Tatalaksana Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan terapi
untuk
adenokarsinoma
yang
masih
terlokalisasi,
sedangkan
staging
pembedahan yang meliputi histerektomi simple dan pemngambilan contoh kelenjar getah bening para aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium.
19
Staging surgikal dengan bantuan laparoskopi untuk kanker endometrium stadium 1 telah banyak dilaporkan, yaitu meliputi histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi disertai limpadenektomi kgb pelvis dan para-aorta. -
Pembedahan Pasien dengan karsinoma endometrium sebagian besar harus menjalani histerektomi. Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana, bilasan peritoneum, eksplorasi metastasis, histerektomi total, salpingo ooforektomi bilateral, limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta. Beberapa ahli hnya melakukan sampel biopsi pada kelenjar getah bening, terutama pada yang mengalami pembesaran. Pada stadium II dimana terbukti ada keterlibatan endoserviks, prosedur pengangkatan uterus dilakukan secara radikal (histerektomi radikal). Akan tetapi, beberapa ahli tetap melakukan histerktomi total apabila diyakini bahwa keganasan memang berasal dari endometrium, dengan alasan lokasi kekambuhan terbanyak pada vagina dan angka kekambuhan yang kurang dari 10%. Pada stadium III dan IV dapat dilakukan radiasi, dan/ atau kemoterapi. Penanganan pasien stage III dan IV sangat bersifat individual dengan radiasi dan kemoterapi. Pada beberapa literatur untuk stage III dan IV dengan metastase masih menganjurkan dilakukan histerektomi paliativ dengan pengangakatan kedua tuba dan ovarium serta eksisi metastase bila mungkin, tergantung kondisi pasien, manfaat yang diharapkan dan keputusan tim ahli. Pembedahan dapat diikuti dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
-
Radioterapi Stadium I dan II yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi radiasi, angka ketahanan hidup 5 tahunnya menurun 20-30 % dibanding pasien dengan terapi operatif dan radiasi. Pada pasien dengan resiko rendah (stadium IA grade 1atau 2) tidak memerlukan radiasi ajuvan pascaoperasi. Radiasi ajuvan diberikan pada
Penderita stadium 1, apabila berusia diatas 60 tahun, grade III dan atau invasi melebihi setengah miometrium.
20
Penderita stadium II A/II B, grade I,II,III Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberikan terapi secara tersendiri.
-
Terapi medikamentosa Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan memberikan respon yang lebih baik terhadap terapi hormon. Pemberian progestin oral sama efektifnya dengan pemberian intramuskular. Sepertiga pasien yang mengalami kekambuhan memberikan respon terhadap progestin. Dosis yang dianjurkan :
-
Depo-Provera, 400mg IM per minggu
Provera, 200 mg per oral 4 x sehari
Megastrol acetate (Megace), 800 mg per oral 4 x sehari.
Pengamatan lanjut Untuk pasien dengan stadium I dan II, evaluasi dilakukan setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama dan setelah itu cukup setahun sekali. Pap smear dilakukan setiap tahun. Tidak dibutuhkan rontgen thoraks secara rutin. Level CA-125 harus dipantau jika saat diagnosis terdapat peningkatan. Untuk pasien dengan stadium III dan IV, evaluasi dilakukan lebih sering, dengan interval 3 bulan di 2 tahun pertama, interval 6 bulan untuk 3-5 tahun berikutnya dan selanjutnya setahun sekali. Pap smear dilakukan setiap 6 bulan. Foto thoraks dibutuhkan setiap tahun. Level CA-125 harus dipantau jika saat diagnosis terdapat peningkatan. Pasien
karsinoma
endometrium
dapat
dibagi
kedalam
kelompok
pengobatan berdasarkan resiko kekambuhan dan prognostik penyakitnya.
Resiko rendah : karsinoma endometrium terbatas pada endometrium (stage IA: tidak ada atau invasi <50% miometrium)
Resiko intermediet/menengah : karsinoma endometrium pada daerah endometrium dan menginvasi miometrium >50%, termasuk pasien dengan stage IA, IB dan sebagian pasien dengan stage II yang belum menginvasi ke serviks.
Resiko tinggi : termasuk didalamnya pasien dengan karsinoma endometrium yang melibatkan serviks, stage II, III, IV, dan pasien dengan karsinoma 21
endometrium tipe 2 yang agresiv seperti papillary serous tumour dan clear cell tumor. 3. Kanker Uterus a. Pengertian
Kanker korpus uterus adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah 2/3 bagian atas Rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker korpus uterus dianggap primer jika berasal dari endometrium atau miometrium. Dianggap tumor ganas endometrium bila histologi berjenis adenokarsinoma atau adenoakantoma.. b.
Faktor Risiko
Obesitas Obesitas berhubungan dengan terjadinya peningkatan resiko sebesar 20 80 %. Wanita yangmempunyai kelebihan berat badan 11 - 25 kg mempunyai peningkatan resiko 3 kali dan 10 kali pada wanita yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 25 kg.
Nuiliparitas Pada wanita nulliparitas dijumpai peningkatan resiko sebesar 2 - 3 kali.
Diabetes Melitus Didapati peningkatan resiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita diabetes melitus.
Hipertensi Sebesar 25 - 75 % penderita mengidap hipertensi.
Estrogen eksogen Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen eksogen akan terjadi peningkatan resiko sebesar 4,5 - 13,9 kali.
Late menopause Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan resiko sebesar 2,4 kali. Disamping itu dapat terjadi pada wanita pramenopause dengan sikius haid yang tidak teratur.
Polycystic,ovarian syndrome
Penyakit kandung empedu 22
Merokok
Tamoxifen Wanita pengguna tamoxifen akan terjadi peningkatan resiko sebesar 2 - 3 kali.
c. Patologi Yang dianggap pendahulu (precursor) didapat pada waktu kuretase atas indikasi perdarahandisfungsi adalah hiperplasia adenomatosa atau hiperplasi endometrium yang atipik. 90% Tumor ganas endometrium/korpus uterus adalah adenokarsinoma, sisanya adalahkarsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarkoma dan karsinomasarkoma. Adenokarsinoma endometrium secara histologik dibagi menjadi 3 derajat ( grading) sesuai dengan prognosisnya ; G1 diferensiasi sel-sel masih baik G2 sudah terdapat bagian-bagian yang solid/padat G3 sebagian besar adalah sel padat/solid atau diferensiasi sel-sel sudah tidak baik lagi. Sebagian besar karsinoma endometrium adalah adenocarcinoma -
Makroskopis
Uterus. membesar, permukaan dalamnya kasar, mempunyai daerah yang berpapil-papilyang menempati sedikitnya setengah uterus dan kadang tumor bebentuk polypoid dengandasar yang terang.
Permukaannya bisa halus dan ada perdarahan serta rongga uterusnya membesar dengan dinding uterusnya yang tipis.
-
Biasanya tumor terdapat di daerah fundus.
Dapat menginvasi ke dalam miometrium (bise tidak)
Mikroskopis
Umumnya adenocarcinoma adalah differensiasi sel - sel columnar yang baik dengan bentuk kelenjarnya menyerupai endometrium phase proliferasi tetapi sudah menginvasi ke stromadan miometrium.
Sel epitel kelenjarnya beriapis-lapis.- Sering tampak kelenjar yang tidak teratur dan bentuknya seperti cribriform, mempunyaibanyak inti berbentuk 23
bundar dengan Chromatin yang berkelompok dan anak inti yang jelas.Tampak gambaran mitosis tetapi dapat tidak jelas.
Kira-kira 20 % kasus mengandung sel stroma yang berisi lemak.
Dari 113 kasus, tampak daerah hyperplasia endomethum yang atypik atau cystik dimana halini dapat mempengaruhi prognosanya. Adenocarcinoma endometrium mempunyai sub type: 1. Sakretrory adenocarcinoma. 2. Musinous adenocarcinoma. 3. Ciliated cell adenocarcinoma
d. Gejala Awal
dari
pemeriksaan
ginekologi
biasanya
negatif,
tersembunyi
dan
membahayakan. Dalambanyak kejadian gejala dikaitkan dengan menopause berupa getah vagina kemerahan atausesudah menopause. Rasa sakit dan perasaan rahim berkontraksi sering dikeluhkanLanjut muncul keluhan tekanan akibat membesarnya korpus uterus.Pembesaran dan fiksasi uterus akibat infiltrasi sel ganas ke dalam parametrium. Pada wanita dalam masa klimakterium atau menopause mengalami perdarahan dari Rahim. Gejala lainnya: a. Perdarahan menstruasi tidak wajar. Seperti perdarahan di luar siklus (metrorhagia) atau perdarahan banyak (menorrhagia) atau keduanya (menometrorhagia). b. Perdarahan sedikit - sedikit setelah menopause. c. Rasa sakit pada bagian bawah perut atau rasa kram pada rongga panggul. d. Keluar sedikit cairan putih melalui vagina pada perempuan sesudah menopause. e. Pada pemeriksaan rongga panggul ditemukan perubahan ukuran bentuk dan konsistensi rahim serta jaringan penyangga rahim sekitarnya, sebagai pertanda kanker rahim sudah pada stadium lanjut. f.
Pemeriksaan Pap Smear mungkin menampakkan gambaran sel masih normal, atau mulai terjadi perubahan.
g. Pemeriksaan biopsy endometrium rahim, mendukung diagnose yang lebih kuat. h. Pemeriksaan kerokan rahim (kuretase) perlu untuk menegakkan diagnose dan untuk melakukan evaluasi perkembangan kanker. i.
Infeksi mudah terjadi, sehingga sering infeksi ini merupakan masalah kanker rahim. 24
j.
Pada stadium lanjut timbul gangguan buang air besar dan buang air kecil, karena sudah menyebar ke rectum dan kandung kencing.
e. Diagnosis Kanker uterus terbagi atas 3 yaitu carcinoma, sarcoma dan carcinocarsinoma. Kanker sarcoma terbagi menjadi 2 yaitu leiomyosarcoma dan endometrial stromal tumors. Sedangkan carcinocarsinoma merupakan kanker campuran antara epitel dan stromal yang dikenal sebagai malignant mixed müllerian tumors (MMMTs). Kanker ini dapat tumbuh dengan cepat, penyebaranya melalui hematogen dan prognosisnya buruk. Gejala klinis yang dapat ditemukan antara lain pendarahan pervaginam dan biasanya pasien mengeluh nyeri pada pelvis dan perut. Dapat ditemukan pembesaran uterus atau prolapse.
Leiomyosarcoma Sekitar 30-40 % dari sarcoma uterin. Rata-rata usia pada awal 50 tahun dan hanya 15 % terjadi pada wanita yang lebih muda dari 40 tahun. Gambaran histopatologis dari kanker ini didapati gambaran mitotic, atipik nuclear
Gambar 6. Leiomyosarcoma
Gambar 7. Histologi Leiomyosarcoma
Endometrial Stromal Tumors Tumor ini berkisar 10 % dari semua sarcoma uteri. Pasien biasanya didiagnosis pada usia akhir 40 tahun dan awal 50 tahun.
25
Gambar 8. Histologi endometrial stromal sarcoma
Malignant Mixed Müllerian Tumor (MMMT) Tumor ini berkisar antara 2 – 3 % dari kanker uterus. Biasanya terjadi antara usia pertengahan 65 tahun. Tumor ini dapat bersifat sessile atau polipoid, besar,
nekrosis
dan
terkadang
hemoragik.
Terkadang
mengisi
cavum
endometrium dan menginvasi sampai ke myometrium.
Gambar 9: Histologi Malignant Mixed Müllerian Tumor (MMMT). Pada kanker ini, baik kelenjar maupun stroma merupakan keganasan.
Adenosarcoma Merupakan kanker bifasik yang jarang terjadi dan ditandai dengan komponen epitel yang jinak dan komponen mesenkim sacromatos. Dapat terjadi pada semua umur. Adenosarcoma dapat tumbuh membentuk masa exopitik polipoid dan meluas ke cavum uterus.
Secara mikroskopik kelenjar akan
terisolasi dengan komponen mesenkim dan terkadang berdilatasi atau tertekan menjadi celah tipis.
26
f.
Tatalaksana Pada stadium klinik awal, dilakukan histerektomi totalis, salpingo-ooferektomia bilateralis, bilasan
periuneum,
limfadenoktomia
pelvis
dan
para-aorta,
dan
omentektomi. Pascabedah diberikan redioterapi pelvis untuk kontrol lokal, tetapi tidak ada efek pada kualitas hidup. Pada stadium lanjut tindakan pembedahan agresif tidak memberikan perbaikan kualitas hidup. Kemoterapi adjuvan tidak bepengaruh dalam perbaikan kualitas hidup pada stadium I. Pada jenis karsinosarkoma, ifosfamid dan cisplatin merupakan kemoterapi yang aktif dengan responsitas yang kurang dari 20%. Pada jenis leiomiosarkoma, hanya doxorubicin yang aktif secara bermakna dengan responsifitas sekitar 25%. Pada sarkoma stroma endometrium derajat rendah dapat disembuhkan hanya dengan operasi saja. Pada derajat tinggi, ifosfamid memberikan responsitas 33%. Faktor utama yang mempengaruhi prognosis adalah metastasis di luar uterus dan jumlah mitosis, dan derajat atipia.
4. Kanker Ovarium
a. Pengertian Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang beranekaragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam. Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak jelas / pasti ganas (borderline malignancy atau carcinoma of low – maligna potensial) dan jelas ganas (true malignant). Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak di bagian dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana. Bila timbul
kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit
ditemukan, membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, 27
sering kali sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium. Penyebab kanker ovarium hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: Ovarium mempunyai 3 fungsi, yaitu : Memproduksi ovum, Memproduksi hormone estrogen, Memproduksi hormone progesterone. -
Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
-
Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ov arium.
b. Faktor Risiko Nullipara dan wanita tanpa anak mempunyai dua kali resiko mendapat kanker ovarium karena berhubungan dengan periode jangka lama ovulasi berulang. Menarche awal dan menopause lambat meningkatkan resiko kanker ovarium. Sebaliknya, menyusukan bayi mempunyai efek proteksi, mungkin dikarenakan amenorrhoea yang lama. Ligasi tuba dan histerektomi mengurangi resiko mendapat kanker ovarium. Secara keseluruhan insiden kanker ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga pertengahan 70-an sebelum berkurang sedikit pada wanita berusia lebih dari 80 tahun. Riwayat keluarga kanker ovarium pada kerabat derajat pertama yaitu ibu, anak perempuan atau kakak, mempunyai tiga kali resiko mendapat kanker ovarium. 28
c. Patofisiologi Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor ovarium. Dapat ditemukan pada semua golongan umur, tetapi lebih sering pada usia 50 tahun ke atas, pada masa reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada usia lebih muda jarang ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor ovarium jinak. Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi, jaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samarsamar. Kecenderungan untuk melakukan implantasi dirongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan asites. Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan tanda dan gejala, terutama
tumor
ovarium kecil. Sebagian tanda dan gejala akibat dari pertumbuhan, aktivitas hormonal dan komplikasi tumor-tumor tersebut.
1) Akibat Pertumbuhan Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut, tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat mengakibatkan konstipasi, edema, tumor yang besar dapat mengakibatkan tidak nafsu makan dan rasa sakit. 2) Aktivitas hormonal Pada umumnya tumor ovarium tidak menganggu pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon. Akibat Komplikasi a. Perdarahan ke dalam kista : Perdarahan biasanya sedikit, kalau tidak sekonyongkonyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri perut. b. Torsi : Torsi atau putaran tangkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa sakit. c. Infeksi pada tumor : Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor ada tumor kuman patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut. d. Robekan dinding kista : Robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan dapat sampai ke rongga peritonium dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus. 29
e. Perubahan keganasan : Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan. Tumor ganas merupakan kumpulan tumor dan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam, kira-kira 60% terdapat pada usia peri menopause 30% dalam masa reproduksi dan 10% usia jauh lebih muda. Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar para aorta, medistinal dan supraclavikular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat-alat yang jauh terutama paru-paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium. d.
Gejala Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik. 1) Stadium Awal -
Gangguan haid
-
Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
-
Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
-
Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
-
Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
-
Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut.
2) Stadium Lanjut -
Asites
-
Penyebaran ke omentum (lemak perut)
-
Perut membuncit
-
Kembung dan mual
-
Gangguan nafsu makan
-
Gangguan BAB dan BAK
-
Sesak nafas
-
Dyspepsia 30
d.
Diagnosis Diagnosis dari kanker ovarium dapat dipastikan dengan melakukan biopsy langsung untuk menentukan stadium dari kanker tersebut. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan penanda kanker yaitu CA-125 yang merupakan salah satu penanda dalam kanker ovarium.
Gambar 10: Pembagian stadium kanker ovarium berdasarkan FIGO
Table World Health Organization Histologic Classification of Ovarian Carcinoma
Serous adenocarcinoma Mucinous tumors Adenocarcinoma Pseudomyxoma peritonei Endometrioid Tumors Adenocarcinoma Malignant mixed müllerian tumor Clear cell adenocarcinoma Transitional cell tumors Malignant Brenner tumor 31
Transitional cell carcinoma Squamous cell carcinoma Mixed carcinoma Undifferentiated carcinoma Small cell carcinoma Tabel 2: Klasifikasi histologi dari kanker ovarium menurut WHO
Cancer Antigen 125 (CA 125) Pada tahun 1981, Bast dan kawan - kawan pertama kali mendeskripsikan CA 125, suatu glikoprotein yang dikenal oleh antibodi monoklonal murine OC 125 sebagai penanda untuk keganasan epithelial. CA 125 merupakan penanda tumor yang paling banyak digunakan untuk kanker ovarium. CA 125 merupakan antigen yang diekspresi oleh epitel coelomic dan amnion sewaktu perkembangan janin. CA 125 tidak diekspresi oleh epitel ovarium normal pada orang dewasa atau janin. Pada orang dewasa, CA 125 terdapat pada jaringan yang berasal dari coelomic dan epitel mullerian. Selain pada kanker epitel ovarium primer, kadar CA 125 yang meningkat juga terdapat pada keganasan lainnya seperti kanker pankreas, kanker payudara dan paru – paru dan pada kasus – kasus jinak seperti endometriosis, kehamilan ektopik, fibroids, arthritis dan penyakit ginjal. Menurut Kenemans dan kawan – kawan, batas kadar CA 125 ditentukan pada 35 U/ml dimana hanya 1% dari 888 wanita sehat mempunyai kadar yang melebihi angka ini. Jika batas yang digunakan pada 65 U/ml, hanya 0,2% dari 888 wanita sehat mempunyai kadar yang meningkat.27 Pada laporan uji klinis lainnya pada tabel 4 menunjukkan 0 – 5% wanita sehat mempunyai kadar lebih jika memakai 35 U/ml sebagai batas normal dan 0 – 1,7% wanita sehat mempunyai kadar lebih jika memakai 65 U/ml. Kadar CA 125 yang tinggi melebihi 65 U/ml bisa terjadi pada kehamilan trimester pertama dan sewaktu menstruasi. Pada saat mulainya menstruasi kadar CA 125 bisa meninggi secara tiba tiba menjadi kadar lebih dari 300 U/ml, kemungkinan disebabkan mudah masuknya CA 125 dari epitel endometrial ke dalam sirkulasi sewaktu menstruasi. Penjelasan lain mungkin menunjukkan
bahwa
mundurnya
darah
menstruasi
ke
rongga
abdomen,
menyebabkan reaksi inflamasi lokal dan meningkatnya CA 125. Test serum CA 125 bisa positif pada berbagai jenis kasus malignan non ovarium. Karsinoma 32
ginekologi yang lain seperti pada endometrium bisa positif pada beberapa kasus. Hal ini berlaku juga pada kanker non ginekologi seperti kolon dan pankreas bisa meningkatkan kadar serum CA 125. Tumor berasal dari organ – organ selain ovarium bisa meningkatkan kadar CA 125 jika sudah metastasis ke ovarium.
e.
Tatalaksana Terapi kanker ovarium terdiri dari tindakan pembedahan dan non pembedahan. Tindakan pembedahan memiliki dua tujuan yakni pengobatan dan penentuan stadium surgikal. Terapi pembedahan diantaranya adalah histerektomi, salfingo-ooforektomi, omentektomi,
pemeriksaan
ascites/bilasan
peritoneum,
dan
limfadenektomi.
Selanjutnya dilakukan observasi dan pengamatan lanjut dengan pemeriksaan kadar serum tumor marker. Penatalaksanaan kanker ovarium dilakukan sesuai dengan stadium klinis. Pengobatan primer pada pasien stadium awal, yakni stadium I dan II adalah dengan tindakan operatif. Histerektomi dan bilateral salfingooforektomi merupakan tindakan pilihan. Namun, pada pasien dengan stadium I risiko rendah yang menginginkan untuk mempertahankan fertilitas, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan unilateral salfingooforektomi. Sementara pada stadium I risiko tinggi, diperlukan terapi tambahan seperti kemoterapi setelah dilakukan tindakan pembedahan.10 Gynecologic Oncology Group (GOG) lebih lanjut menjelaskan bahwa yang kelompok yang memerlukan kemoterapi tambahan adalah pasien dengan stadium IA dan IB dengan histologi berdiferensiasi buruk, dan pasien dengan stadium IC dan II.15 Pada stadium lanjut, tindakan pembedahan juga merupakan pilihan utama. Pada pasien dengan kondisi yang stabil, tindakan pembedahan dilakukan untuk mengangkat massa tumor dan metastasis sebanyak-banyaknya. Jika sitoreduksi diperkirakan tidak dapat dilakukan secara maksimal, pasien dapat diberikan kemoterapi neoadjuvan dengan tujuan untuk mengurangi massa tumor ke ukuran yang dapat direseksi. Setelah itu, terapi dilanjutkan dengan kemoterapi seperti alur di bawah ini. Kemoterapi disesuaikan pada setiap individu dengan tujuan untuk memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan efek toksisitas bagi tubuh.10,15
33
Gambar 11 : Alur penatalaksanaan kanker ovarium stadium lanjut
5. Kanker Vulva
a. Pengertian Vulva merupakan bagian luar dari sistem reproduksi wanita, yang meliputi labia, lubang vagina, lubang uretra dan klitoris. 3-4% kanker pada sistem reproduksi wanita merupakan kanker vulva dan biasanya terjadi setelah menopause. b. Faktor Risiko Penyebabnya belum diketahui. Faktor resiko terjadinya kanker vulva: -
Infeksi HPV atau kutil kelamin (kutil genitalis)
34
HPV merupakan virus penyebab kutil kelamin dan ditularkan melalui hubungan seksual. -
Pernah menderita kanker leher rahim atau kanker vagina
-
Infeksi sifilis
-
Diabetes
-
Obesitas
-
Tekanan darah tinggi.
-
Usia Tigaperempat penderita kanker vulva berusia diatas 50 tahun dan dua pertiganya berusia diatas 70 tahun ketika kanker pertama kali terdiagnosis. Usia rata-rata penderita kanker invasif adalah 65-70 tahun.
-
Hubungan seksual pada usia dini
-
Berganti-ganti pasangan seksual
-
Merokok
-
Infeksi HIV HIV adalah virus penyebab AIDS. Virus ini menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sehingga wanita lebih mudah mengalami infeksi HPV menahun.
-
Golongan sosial-ekonomi rendah Hal ini berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang adekuat, termasuk pemeriksaan kandungan yang rutin.
-
Neoplasia intraepitel vulva (NIV)
-
Liken sklerosus Penyakit ini menyebabkan kulit vulva menjadi tipis dan gatal.
-
Peradangan vulva menahun
-
Melanoma atau tahi lalat atipik pada kulit selain vulva.
Biasanya makan waktu cukup lama sebelum penderita meminta pertolongan. Penderita ini datang dengan keluhan samar-samar mengenai iritasi vulva atau pruritus (gatal-gatal) vulva.
35
Diagnosis akan lebih mudah dibuat bila ditemukan benjolan, ulkus atau lesi yang berdarah. Nyeri biasanya dikeluhkan bila lesinya terdapat dekat klitoris atau urethra, karena pedih waktu kencing.
c.
Gejala Biasanya makan waktu cukup lama sebelum penderita meminta pertolongan. Penderita ini datang dengan keluhan samar-samar mengenai iritasi vulva atau pruritus (gatal-gatal) vulva. Hampir 20% penderita yang tidak menunjukkan gejala. Kanker vulva mudah dilihat dan teraba sebagai benjolan, penebalan ataupun luka terbuka pada atau di sekitar lubang vagina. Kadang terbentuk bercak bersisik atau perubahan warna. Jaringan di sekitarnya mengkerut disertai gatal-gatal. Pada akhirnya akan terjadi perdarahan dan keluar cairan yang encer. Gejala lainnya adalah: - nyeri ketika berkemih - nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
d. Diagnosis Staging merupakan suatu peroses yang menggunakan hasil-hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik tertentu untuk menentukan ukuran tumor, kedalaman tumor, penyebaran ke organ di sekitarnya dan penyebaran ke kelenjar getah bening atau organ yang jauh, yang penting dilakukan untuk menentukan jenis pengobatan dan prognosis penyakit. Dengan mengetahui stadium penyakitnya maka dapat ditentukan rencana pengobatan yang akan dijalani oleh penderita. Jika hasil biopsi menunjukkan bahwa telah terjadi kanker vulva, maka dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui penyebaran kanker ke daerah lain: -
Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih)
-
Proktoskopi (pemeriksaan rektum)
-
Pemeriksaan panggul dibawah pengaruh obat bius
-
Rontgen dada
-
CT scan dan MRI. 36
Gambar 12 : Tipe dari kanker vulva Stage 0
Tis
Carcinoma in situ, intraepithelial carcinoma
Stage I
T1
N0
M0
Tumor confined to the vulva and/or perineum, 2 cm or less in greatest dimension (no nodal metastasis) Stage IA Lesions 2 cm or less in size confined to the vulva or perineum and with stromal invasion no greater than 1.0 mma (no nodal metastasis) Stage IB Lesions 2 cm or less in size confined to the vulva or perineum and with stromal invasion greater than 1.0 mm (no nodal metastasis)
Stage II
T2
N0
M0
Tumor confined to the vulva and/or perineum, more than 2 cm in greatest dimension (no nodal metastasis)
Stage III
T3
N0
Tumor any size with
N1
(1) Adjacent spread to the lower urethra and/or the vagina or the anus, and/or
N1
(2) Unilateral regional lymph node metastasis
M0 T1 M0 T2
37
M0 Stage IVA
T1
N2
M0 T2
Tumor invades any of the following: upper urethra, bladder, mucosa, rectal mucosa, pelvic bone, and/or bilateral regional node metastasis
N2
M0 T3
N2
M0 T4 Any N M0 Stage IVB
Any
T
Any
N
Any distant metastasis including pelvic lymph nodes
M1 Tabel 3 : Stadium kanker vulva
Gambar 12 : Stadium melanoma vulva menurut FIGO
38
Perasaan gatal atau terbakar di vulva harus mendapatkan perhatian, untuk mencari area yang mencurigakan akan keganasan. Daerah tersebut dapat berupa wart (kutil), benjolan kecil yang berwarna kemerahan, keputihan atau berpigmen, agak meninggi, atau ulkus datar yang mudah berdarah dengan tepi induratif.
e.
Tatalaksana Ada 2 cara untuk mencegah kanker vulva: a. Menghindari faktor resiko yang bisa dikendalikan b. Mengobati keadaan prekanker sebelum terjadinya kanker invasif. Keadaan prakanker bisa ditemukan dengan menjalani pemeriksaan sistem reproduksi secara teratur dan memeriksakan setiap ruam, tahi lalat, benjolan atau kelainan vulva lainnya yang sifatnya menetap. Pengobatan NIV ( Neoplasia Intraepitaeal Vagina : I, II, III displasia ringan, sedang, berat) bisa mencegah sejumlah kasus kanker invasif. Melanoma bisa dicegah dengan mengangkat tahi lalat atipik. Setiap wanita hendaknya mewaspadai setiap perubahan yang terjadi pada kulit vulva dengan melakukan pemeriksaan sendiri (dengan bantuan sebuah cermin) setiap bulan. Terdapat 3 jenis pengobatan untuk penderita kanker vulva: 1) Pembedahan -
Eksisi lokal luas : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah jaringan normal di sekitar kanker
-
Eksisi lokal radikal : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah besar jaringan
normal
di
sekitar
kanker,
mungkin
juga
disertai
dengan
pengangkatan kelenjar getah bening -
Bedah laser : menggunakan sinar laser untuk mengangkat sel-sel kanker
-
Vulvektomi skinning : dilakukan pengangkatan kulit vulva yang mengandung kanker
-
Vulvektomi simplek : dilakukan pengangkatan seluruh vulva
-
Vulvektomi parsial : dilakukan pengangkatan sebagian vulva
39
-
Vulvektomi radikal : dilakukan pengangkatan seluruh vulva dan kelenjar getah bening di sekitarnya.
-
Eksenterasi panggul : jika kanker telah menyebar keluar vulva dan organ wanita lainnya, maka dilakukan pengangkatan organ yang terkena (misalnya kolon, rektum atau kandung kemih) bersamaan dengan pengangkatan leher rahim, rahim dan vagina. Untuk membuat vulva atau vagina buatan setelah pembedahan, dilakukan
pencangkokan kulit dari bagian tubuh lainnya dan bedah plastik. 2) Terapi penyinaran Pada terapi penyinaran digunakan sinar X atau sinar berenergi tinggi lainnya utnuk membunuh sel-sel kanker dan memperkecil ukuran tumor. Pada radiasi eksternal digunakan suatu mesin sebagai sumber penyinaran; sedangkan pada radiasi internal, ke dalam tubuh penderita dimasukkan suatu kapsul atau tabung plastik yang mengandung bahan radioaktif.
3) Kemoterapi Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat tersedia dalam bentuk tablet/kapsul atau suntikan (melalui pembuluh darah atau otot). Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik karena obat masuk ke dalam aliran darah sehingga sampai ke seluruh tubuh dan bisa membunuh sel-sel kanker di seluruh tubuh.
4) Pengobatan berdasarkan stadium Pengobatan kanker vulva tergantung kepada stadium dan jenis penyakit serta usia dan keadaan umum penderita. -
Kanker vulva stadium 0
Eksisi lokal luas atau bedah laser, atau kombinasi keduanya
Vulvektomi skinning
Salep yang mengandung obat kemoterapi
40
-
Kanker vulva stadium I
Eksisi lokal luas
Eksisi lokal radikal ditambah pengangkatan seluruh kelenjar getah bening selangkangan dan paha bagian atas terdekat pada sisi yang sama dengan kanker
Vulvektomi
radikal
dan
pengangkatan
kelenjar
getah
bening
getah
bening
selangkangan pada salah satu atau kedua sisi tubuh
-
Terapi penyinaran saja.
Kanker vulva stadium II
Vulvektomi
radikal
dan
pengangkatan
kelenjar
selangkangan kiri dan kanan. Jika sel kanker ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka dilakukan setelah pembedahan dilakukan penyinaran yang diarahkan ke panggul
-
Terapi penyinaran saja (pada penderita tertentu).
Kanker vulva stadium III
Vulvektomi
radikal
dan
pengangkatan
kelenjar
getah
bening
selangkangan dan kelenjar getah bening paha bagian atas kiri dan kanan.
Jika di dalam kelenjar getah bening ditemukan sel-sel kanker atau jika sel-sel kanker hanya ditemukan di dalam vulva dan tumornya besar tetapi belum menyebar, setelah pembedahan dilakukan terapi penyinaran pada panggul dan selangkangan
Terapi radiasi dan kemoterapi diikuti oleh vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening kiri dan kanan
Terapi
penyinaran
(pada
penderita
tertentu)
dengan
atau
tanpa
kemoterapi.
41
-
Kanker vulva stadium IV Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon bagian bawah, rektum atau
kandung kemih ( tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul)
Vulvektomi radikal diikuti dengan terapi penyinaran
Terapi penyinaran diikuti dengan vulvektomi radikal
Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi dan mungkin juga diikuti oleh pembedahan.
-
Kanker vulva yang berulang (kambuh kembali)
Eksisi lokal luas dengan atau tanpa terapi penyinaran
Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon, rektum atau kandung kemih (tergantung
kepada
lokasi
penyebaran
kanker)
disertai
dengan
pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul) Terapi penyinaran ditambah dengan kemoterapi dengan atau tanpa
pembedahan
Terapi penyinaran untuk kekambuhan lokal atau untuk mengurangi gejala nyeri, mual atau kelainan fungsi tubuh.
6. Kanker Vagina
a. Pengertian Vagina adalah saluran sepanjang 7,5-10 cm; ujung atasnya berhubungan dengan serviks (leher rahim/bagian terendah dari rahim), sedangkan ujung bawahnya berhubungan dengan vulva. Dinding vagina dilapisi oleh epitelium yang terbentuk dari sel-sel skuamosa. di bawah epitelium terdapat jaringan ikat, otot involunter, kelenjar getah bening dan persarafan. Dinding vagina memiliki banyak lipatan yang membantu agar vagina tetap terbuka selama hubungan seksual atau proses persalinan berlangsung. b. Faktor Risiko Sampai saat ini penyebabnya tidak diketahui. Faktor resiko terjadinya kanker vagina:
42
-
Usia Sekitar 50% penderita karsinoma skuamosa adalah wanita berusia 60 tahun keatas. Sebagian besar kasus kanker vagina ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun.
-
DES (dietilstilbestrol) DES adalah suatu obat hormonal yang banyak digunakan pada tahun 1940-1970 untuk mencegah keguguran pada wanita hamil. Sebanyak 1 diantar 1000 wanita yang ibunya mengkonsumsi DES, menderita adenokarsinoma sel bersih pada vagina maupun serviks. Resiko tertinggi terjadi jika ibu mengkonsumsi DES pada usia kehamilan 16 minggu.
-
Adenosis vagina Dalam keadaan normal vagina dilapisi oleh sel gepeng yang disebut sel skuamosa. Pada sekitar 40% wanita yang telah mengalami menstruasi, pada vagina bisa ditemukan daerah-daerah tertentu yang dilapisi oleh sel-sel yang serupa dengan sel-sel yang ditemukan di dalam kelenjar rahim bagian bawah dan lapisan rahim. Keadaan ini disebut adenosis. Hal tersebut terjadi pada hampir semua wanita yang terpapar oleh DES selama perkembangan janin. Adenosis ini kemudian dapat menjadi clearcell adenocarcinoma (mesonephroid carcinoma).
-
Tumor ganas juga dapat tumbuh di vagina sesudah tindakan histerketomi pada kasus tumor ganas ovarium dan uterus.
-
Infeksi HPV (human papiloma virus). HPV adalah virus penyebab kutil kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual.
-
Hubungan seksual pertama pada usia dini
-
Berganti-ganti pasangan Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan
-
Kanker serviks
-
Iritasi vagina
-
Merokok.
43
c.
Gejala
Kanker vagina menyebabkan kerusakan pada lapisan vagina dan menyebabkan terbentuknya luka terbuka yang bisa mengalami perdarahan dan terinfeksi.
Dispareunia (merasa sakit saat bersetubuh)
Coital bleeding (perdarahan saat coitus)
Keluar cairan abnormal dari vagina
Flour albus dan foetor (berbau busuk) ditemukan pada tingkat lanjut
Jika kanker berukuran besar bisa mempengaruhi fungsi kandung kemih dan rektum sehingga penderita mengalami urgensi untuk berkemih dan mengalami nyeri ketika berkemih.
Nyeri panggul yang menetap
d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan bukan hanya dengan melihat gejala klinis, karena hampir keseluruhan kanker organ genitalia memiliki gejala yang hampir mirip. Pemeriksaan histologi merupakan salah satu cara mendiagnosis secara pasti tipe kanker dengan stadiumnya.
Gambar 13: Klasifikasi kanker vagina berdasarkan FIGO
44
e.
Tatalaksana -
Pengobatan untuk keadaan prekanker (NIVA) Untuk menentukan lokasi NIVA yang pasti, dilakukan pemeriksaan kolposkopi. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan biopsy. Pilihan pengobatan untuk NIVA: 1) Bedah laser untuk menguapkan jaringan yang abnormal. 2) LEEP (loop electroexcision procedure) : digunakan kauter panas untuk membuang lesi pada vagina. Efektif untuk lesi yang kecil. 3) Kemoterapi topikal : digunakan kemoterapi (5FU/fluorouracil) yang dioleskan langsung ke vagina setiap malam selama 1-2 minggu atau setiap minggu selama 10 minggu. Obat ini bisa menyebabkan iritasi vagina dan vulva.
NIVA tingkat rendah seringkali menghilang dengan sendirinya, karena itu pengobatan biasanya hanya dilakukan pada NIVA tingkat menengah atau tinggi -
Pengobatan untuk kanker vagina 1) Pembedahan
Bedah laser
Eksisi lokal luas : dilakukan pengangkatan kanker dan sebagian jaringan di sekitarnya. Untuk memperbaiki vagina bisa dilakukan pencangkokan kulit yang diambil dari bagian tubuh lainnya.
Vaginektomi (pengangkatan vagina). Jika kanker telah menyebar keluar vagina, dilakukan vaginektomi dan histerektomi radikal (pengangkatan rahim, ovarium/indung telur dan tuba falopii/saluran indung telur). Pembedahan tersebut bisa disertai dengan pengangkatan kelenjar getah bening.
Eksenterasi dilakukan jika kanker telah menyebar keluar vagina dan organ wanita lainnya. Pada pembedahan ini dilakukan engangkatan kolon bawah, rektum atau kandung kemih (tergantung lokasi penyebaran tumor) disertai pengangkatan serviks/leher rahim, rahim dan vagina. Setelah pembedahan ini mungkin perlu dilakukan pencangkokan kulit dan bedah plastic untuk membuat vagina buatan.
2) Terapi penyinaran 45
Pada terapi penyinaran digunakan sinar X dosis tinggi atau sinar berenergi tinggi lainnya untuk membunuh sel-sel kanker dan memperkecil ukuran tumor. Penyinaran yang berasal dari sebuah mesin disebut radiasi eksterna, sedangkan penyinaran yang berasal dari sebuah kapsul/tabung yang mengandung zat radioaktif dan dimasukkan ke dalam vagina radiasi interna. Radiasi bisa digunakan secara terpisah atau sesudah pembedahan. 3) Kemoterapi Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi tersedia dalam bentuk pil atau suntikan intravena (melalui pembuluh darah). Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik karena obat masuk ke dalam aliran darah dan bergerak ke seluruh tubuh serta membunuh sel-sel kanker yang berada diluar vagina. Pada kemoterapi intravagina, obat kemoterapi dimasukkan langsung ke dalam vagina. -
Pengobatan berdasarkan stadium
Pada tingkat klinik 0 dapat dilakukan vaginektomi, elektrokoterisasi, bedah krio (cryo surgery), penggunaan sitostatika topical atau sinar laser
Pada tingkat kilinik I dan II : dilakukan operasi atau penyinaran. Operasi pada bagian atas vagina dilakukan lebih luas sama dengan operasi karsinoma serviks uterus. Operasi pada bagian bawah vagina mendekati operasi karsinoma vulva namun memerlukan pertimbangan eksenterasi panggul posterior / anterior dengan kolostomi dan / atau ureterostomi sehubungan dengan letak kandung kemih atau rectum yang sangat dekat dengan vagina.
Pada pengobatan embrional rabdomiosarkoma pada anak-anak : kemoterapi dengan peraturan VAC (Vincristine, Actinomisin-D, dan Cytoxan / Endoxan)
7. Kanker Tuba Fallopi
a. Definisi Tumor adneksa adalah tumbuhnya jaringan abnormal pada sistem reproduksi yaitu pada tuba fallopi kemudian ovarium dan uterus yang biasanya terjadi bersamaan. Tumor adneksa merupakan tumor ganas primer di tuba fallopi yang lebih sekunder berasal dari tumor ganas ovarium atau uterus. 46
b. Epidemiologi Tumor ganas primer di tuba sangat jarang (<0,1%), lebih sering yang sekunder berasal dari tumor ganas ovarium, uterus, kolorektal, lambung dan payudara. Ditemukan 1 : 1000 kasus operasi ginekologik abdominal, dapat dijumpai pada semua umur (dari 19-80 tahun), dengan rata-rata puncaknya pada usia 52 tahun. c. Etiologi Penyebab tumor adneksa tidak diketahui secara pasti tetapi diduga karena infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, peradangan ini menyebar ke ovarium dan tuba fallopi yang menyebabkan berbagai gangguan dan terjadi pertumbuhan jaringan yang abnormal. Patologi : Hsu, Taymor, dan Hertig membagi histologik tumor ini dalam 3 jenis menurut keganasannya: 1) Jenis papiler : tumor belum mencapai otot tuba dan diferensiasi selnya masih baik, batas daerah normal dengan tumor masih dapat ditunjukkan. 2) Jenis papilo-alveolar (adenomatosa) : tumor ini telah memasuki otot tuba dan memperlihatkan gambaran kelenjar. 3) Jenis alveo-meduler : terlihat mitosis yang atipik dan terlihat invasi sel ganas ke dalam saluran limfa tuba. d. Penyebaran Pada umumnya terjadi secara langsung ke alat sekitarnya, kemudian melalui pembuluh getah bening ke abdomen, leher, daerah inguinal, vagina, tuba, ovarium dan uterus.
47
Tingkat Klinik
Kriteria
IA
Pertumbuhan tumor terbatas pada salah satu tuba; tidak ada ascites. ak ditemukan tumor di permukaan luar, kapsulnya utuh. umor terdapat di permukaan luar, atau kapsulnya pecah atau kedua-duanya.
IB
Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua tuba; tidak ada asites. ak ada tumor di permukaan luar, kapsulnya utuh. umor terdapat di permukaan luar, atau kapsulnya pecah, atau kedua-duanya.
IC
Tumor dari tingkatan klinik 1A dan IB, tetapi ada asites atau cucian rongga perut positif.
II
Pertumbuhan tumor melibatkan satu atau dua tuba, dengan perluasan ke panggul.
IIA
Perluasan proses dan/ atau metastatis ke uterus atau ovarium.
IIB
Perluasan proses ke jaringan panggul lainnya.
IIC
Tumor dari tingkat klinik IIA atau IIB, tetapi dengan asites dan/atau cucian rongga perut positif.
III
Tumor melibatkan satu atau dua tuba dengan penyebaran kelenjar limfa intraperitoneal, atau kedua-duanya. Tumor terbatas pada panggul kecil dengan bukti histologik penyebaran ke usus halus atau omentum.
IV
Pertumbuhan tumor melibatkan salah satu atau kedua tuba dengan metastasis berjarak jauh. Bilamana didapatkan efusi pleural, harus ada sitologi positif untuk menyebutnya sebagai tingkat klinik IV. Begitu pula ditemukannya metastasis keparenkim hati. Tabel 4 : Stadium kanker tuba falopi
e. Gambaran klinik dan diagnosis Pada awal penyakit tidak menimbulkan gejala diagnosis sering terlambat dibuat karena letaknya yang sangat tersembunyi dan pemeriksaan histologik atas spesimen yang dikirim. Kalau sudah ada keluhan, biasanya sudah terlambat. Deteksi dini tumor ganas tuba Falloppii sukar diupayakan. Perlu dapat perhatian khusus bila wanita berusia (45-55 tahun), ditemukan tumor adneksa (tumor radang: hidrosalping, piosalping atau abses tubo-ovarial dan sebagainya) disertai rasa nyeri dan adanya cairan vagina yang semula kekuning-kuningan kemudian bercampur darah, perlu dicurigai kemungkinan akan adanya tunor ganas tuba terutama pada nullipara atau primipara. Wanita beranak satu (sterilitas satu anak) biasanya oleh karena mengalami infeksi gonokokus yang menimbulkan peradangan tuba dan menjadi buntu. Perasaan nyeri ini dapat intermiten atau terus menerus dan menjalar ke pangkal paha dan punggung bagian bawah (regio sakro-koksigeal). Rasa sakit ini yang menyebabkan penderita datang ke dokter.
48
Pemeriksa sitologi usapan serviks tidak banyak membantu. Akan tetapi bilamana hasilnya sel ganas positif, sedangkan di serviks maupun di kavum uteri dapat dinyatakan tidak ada keganasan, maka perlu dipikirkan kemungkinan keganasan di tuba atau ovarium, lebih lebih jika ada masa tumor pada adneksa. Histerosalpingografi (HSG) tidak dianjurkan karena dapat berakibat meluasnya proses ganas/radang. Kuldoskopi dan laparoskopi juga tak banyak berarti karena sulit membedakan tumor ganas tuba dari tumor radang, kecuali bilamana pemeriksaan tersebut disertai tindakan biopsi. Transvagina/transrektal USG dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. f. Tatalaksana Penanganan utama yang dianjurkan adalah TAH + BSO + OM + APP (Total Abdominal Hysterectomy + Bilateral Salpingo-Oophorectomy + Omentectomy + Appendectomy). Dapat dipertimbangkan (Optional) instilasi Phosphor 32 radioaktif atau khemoterapi profilaksis. Sayatan dinding perut harus longitudinal linea mediana, cukup panjang untuk memungkinkan mengadakan eksplorasi secara gentle (lembut) seluruh rongga perut dan panggul, khususnya di daerah subdiafragmatika dan mengirimkan sample cucian rongga perut untuk pemeriksaan sitologi eksfoliatif. Radioterapi hanya dikerjakan pada tumor bed dan jenis histologik keganasan tertentu seperti disgerminoma.
8. Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) a. Defenisi Tumor trofoblas gestasional atau TTG adalah sekelompok penyakit yang bersifat ganas dan berkaitan dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya, yang berasal dari suatu kehamilan, baik mola maupun nonmola, tetapi yang terbanyak didahului oleh MHK. WHO Scientific Group mengklasifikasikan sebagai berikut: 1. Invasive mola, 2. Choriocarsinoma, 3. Placental Site Trophoblastic Tumor. b. Epidemiologi Insidens terjadi penyakit trofoblast di Amerika Serikat yang pernah dilaporkan antara 1 dari 923 dan dari 1 dari 1724 kehamilan. Faktor risiko terbanyak adalah riwayat kehamilan mola sebelumnya dan umur < 15 tahun atau > 40 tahun. 49
Di Amerika kejadian mola terdapat 1 : 600 abortus dan 1 dalam 1500 kehamilan. Sekitar 20% berkembang menjadi keganasan dan memerlukan pemberian kemoterapi setelah evakuasi mola, sebagian besar merupakan proliferasi mola nonmetastasis atau mola invasif, tetapi dapat juga berkembang menjadi khoriokarsinoma dan metastasis. Khoriokarsinoma gestasional terjadi 1 dalam 20.000-40.000 kehamilan, sekitar 50% setelah kehamilan aterm, 25% setelah kehamilan mola. Walaupun lebih jarang, tumor trofoblas pada plasental site dapat berkembang dari apapun jenis kehamilan. Penyakit ini sering terjadi pada usia 14 – 49 tahun dengan rata – rata 31,2 tahun. Risiko terjadinya PTG yang non metastase sekitar 75% didahului oleh molahidatidosa dan sisnya abortus, sedangkan risiko PTG yang metastasis 50% didahului oleh molahidatidosa, 25% oleh abortus, 22% oleh kehamilan aterm dan 3% oleh kehamilan ektopik. Pada jenis invasif mola, 12,5% berasal dari mola komplit dan 1,5% berasal dari mola parsial. Pada khoriokarsinoma, 1,7% berasal dari mola komplit sedangkan 0,2% dari mola parsial. c. Etiopatogenesis Etiologi terjadinya penyakit trofoblas ganas belum jelas diketahui, namun bentuk keganasan tumor ini merupakan karsinoma epitel korion meskipun pertumbuhan dan metastasisnya menyerupai sarkoma. Pada koriokarsinoma adalah trofoblas normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembulu darah berlebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering elalui pmebuluh darah jaran melalui getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah paru-paru dan kemudian vagina. d. Klasifikasi Penyakit TTG di klasifikasikan menurut WHO Scientific Group sebagai berikut: 1. Invasive mola, 2. Choriocarsinoma, 3. Placental Site Trophoblastic Tumor. 1. Mola Invasif Karakteristik mola invasif adalah jaringan mola menginvasi lapisan otot uterus atau timbul metastasis ke bagian lain. Dasar diagnosis patologi adalah pertama, harus menemukan korion atau bayangan korion yang sudah regresi, sel trofoblas dapat mengaalami hiperplasia bervariasi : ke dua, terdapat invasi lapisan otot uterus atau metastasis ekstrauterina. Metastasis ektrauterina terjadi sekitar 6050
65%, paling sering ke paru (52,2%), lalu ke vagina (15,9%), parametrium (11,8%), juga dapat terjadi ke otak, medula spinalis, hati, otot rangka dll. Temuan patologik di lesi metastatik pada dasarnya menyerupai lesi primer di uterus. Tapi ada kalanya lesi primer dan lesi metastatik memiliki manifestasi berbeda, umumnya dianggap bila di suatu lokasi ditemukan korion, maka harus dimasukkan dalam statistik mola invasif. Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:
Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
Ukuran uterus Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak.
Aktivitas janin Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup. 51
Embolisasi Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun
jumlah
trofoblas
dengan
atau
tanpa
stroma
villus
yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
Disfungsi thyroid Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi trioditironim yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih merupakan masalah yang kontroversial.
Ekspulsi spontan Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat 52
tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu. 2. Koriokarsinoma Koriokarsinoma merupakan tumor sel trofoblas yang sangat ganas. Karakteristiknya adalah sel trofoblas tidak membentuk korion atau mola hidatidosa, api secara sporadis menginvasi lapisan otot uterus, menimbulkan destruksi hebat dan dari itu bermetastasis ke jaringan atau organ lain. Progresi penyakit sangat cepat, dan dapat membawa kematian cepat. Koriokarsinoma dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu jenis gravidarum dan jenis nongavidarum. Koriokarsinoma gavidarum terjadi menyusul kehamilan normal atau pun abnormal, umumnya timbul pada usia reproduktif, dapat dipandang
sebagai
suatu
tumor
transplantasi
alogenik.
Koriokarsinoma
nongravidum tergolong berciri teratoma, berasal dari jaringan tubuh pasien sendiri, prognosisnya buruk. Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi
keganasan
korion
tidak
diketahui.
Pada
koriokarsinoma,
kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodulnodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum. Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai 53
koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah. Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi. Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi kombinasi yaitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin. e. Faktor resiko 1) Kehamilan sebelumnya: Menurut WHO Scientific Group, kehamilan nonmola dan MH mempunyai kemungkinan yang sama untuk terjadi TTG walaupun pada MH angkanya lebih tinggi. Pada MHK berulang juga memiliki resiko mendapat keganasan lebih tinggi dari yang hanya mendapat mola 1 kali. 2) Umur: wanita pasca MH yang berumur lebih dari 35 tahun terutama diatas 40 tahun cenderung mengalami transformasi keganasan yang lebih tinggi, sehingga pada penderita MH yang berumur 35 tahun atau lebih dengan jumlah anak cukup dianjurkan untuk histerektomi atau pemberian sitostastika.
54
f. Gambaran klinis Manifestasi yang muncul pada seseorang yang menderita penyakit trofoblas ganas dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: -
Keluhan utama yaitu amenore dan perdarahan pervagina
-
Perubahan yang menyertai: 1) Perdarahan uterus pada trisemeter pertama 2) Hilangnnya denyut jantung fetus (bayi) dan strurtur tubuh fetus 3) Pecahnya vesikal 4) Mual muntah pada saat kehamilan 5) Uterus lebih besar dari tuanya kehamilan 6) Kadar hCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa, kadar hCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada mola hidatidosa bisa mencapai 5000.000 IU/L 7) Adanya kista lutein, baik unilateral maupun b ilateral
-
Adanya penyulit lain, seperti: 1) Preeklamsi 2) Tirotoksikosis 3) Emboli paru (jarang)
Disamping hal ini, manifestasi klinis lainnya yang biasa muncul adalah mual, muntah, dan jarang makan. MHK mempunyai keluhan dan penyulit yang lebih besar dibandingkan dengan MHP. 1. Stadium Berdasarkan jauh penyebaran, TTG terbagi dalam 4 stadium: a) Stadium 1: masa tumor masih terbatas didalam uterus b) Stadium 2: masa tumor sudah keluar dari uterus, tetapi terbatas dalam struktur genitalia, yaitu vulva, vagina, adneksa dan ligamentum latum c) Stadium 3: masa tumor sudah sampai ke paru-paru, dengan atau tanpa adanya masa tumor di alat genital d) Stadium 4: masa tumor sudah mencapai organ-organ lain seperti hepar, usus dan otak 55
Sistem Skoring WHO Paramater: umur, kehamilan sebelumnya, interal, kadar hCg serum sebelum terapi, ukuran tumor terbesar, tempat metastasis, jmlh metastasis & kegagalan kemoR/ sebelumnya. Skor tsb dgn interval 0-4. Risiko rendah: < 4; resiko sedang: 5-7; resiko tinggi: > 8.
g. Diagnosis Alat diagnosis terpenting adalah pemeriksaan fisik yang seksama, karena tumor itu biasanya solid, transiluminasi. Tomografi koputasi (CT) digunakan untuk menilai adanya penyakit metastasis. Pemeriksaan ini diikuti segera tindakan bedah (bisanya orkhidektomi inguinal) dan pemeriksaan histology. Pemeriksaan USG untuk memastikan keberadaan dan lokasi suatu massa harus diikuti dengan CT dada, perut, dan pelvis untuk menentukan stadium tumor. Pemeriksaan pencitraan setiap penderita dengan tanda dan gejala tumor sel benih harus meliputi radiografi polos, CT scan dada, dan scan tulang radionuklida untuk mengenali penyakit metastasis. Untuk penderita
dengan tumor sakrokosigeal, MRI lebih jitu daripada CT scan dalam
mengidentifikasi ekstensi tumor local ke dalam tulang yang berdekatan satau saluran intraspinal. Diagnosis pasti dikonfirmasikan secara histology setelah eksisi bedah atau biopsy. Kadar AFP dan β-HCG serum harus diukur waktu penderita ditemukan dan dipantau selama terapi. Petanda biologic ini amat berguna dalam proses diagnosis dan pada evaluasi efektivitas terapi. h. Penatalaksanaan Tatalaksana
PTG
adalah
berdasarkan
staging
dan
skoring.
Kemoterapi
adalah modalitas utama pada pasien dengan PTG.Angka keberhasilan terapi pada
56
PTG risiko rendah adalah 100% dan lebih dari 80% pada PTG risiko tinggi. Andrijono, melaporkan angka keberhasilan terapi pada PTG nonmetastasis 95,1%, risiko rendah 83,3% , risiko tinggi hanya 50 % dengan angka kematian karena PTG berkisar 8-9%. Kemoterapi pada PTG risiko rendah adalah kemoterapi tunggal, dengan pilihan utama Methotrexate. Kemoterapi tunggal lain yang dapat digunakan adalah Dactinomycin.Sedangkan pada PTG risiko tinggi menggunakan kemoterapi kombinasi diberikan kombinasi EMA-CO (etoposide, methotrexate, actinomycin, cyclophosphamaide dan oncovin) sebagai terapi primer atau menggunakan kombinasi ME (Metothrexate, Etoposide), EP (Etoposide, Cisplatinum). Evakuasi molahidatidosa dilakukan sesaat setelah diagnosis ditegakkan,hal didasarkan perhitungan bahwa evakuasi dilakukan untuk menghindari abortus mola sehingga perlu tingakan akut, menghindari komplikasi hipertiroid atau perforasi serta untuk memperoleh jaringan untuk diagnosis histopatologi. Dengan perkembangan kemoterapi yang mempunyai angka keberhasilan terapi yang tinggi, kuretase cukup dilakukan satu kali Histerektomi dilaporkan dilakukan pada kasus molahidatidosa usia tua dan terbukti mengurangi angka kematian dari koriokarsinoma. Histerektomi juga dilakukan pada keadaan darurat pada kasus perforasi,pada kasus metastasis liver, otak yang tidak respon terhadap kemoterapi serta pada kasus PSTT. Penyakit trofoblas gestasional adalah radiosensitive, karena radiasi mempuyai efek tumorosidal serta hemostatik, Radioterapi dapat dilakukan pada metastasis otak atau pada pasien yang tidak bisa diberikan kemoterapi karena alasan medis.
57