BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyebab kematian no. 6 di Indonesia (Depkes, 2003) dan diperkirakan terdapat 100.000 penduduk setiap tahunnya di dunia diperkirakan 7,6 juta orang meninggal akibat kanker dan 84 juta orang akan meninggal hingga 10 tahun kedepan (WHO, 2005). Jenis kanker yang sering ditemukan di Indonesia secara umum adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kanker hati, kanker paru-paru, kanker kulit, kanker nasofaring, kanker kelenjar getah bening, kanker usus besar, dan lain sebagainya. WHO menyatakan sepertiga sampai setengah dari semua jenis kanker dapat dicegah, 1/3 dapat disembuhkan bila di temukan pada tahap permulaan atau stadium dini sisanya dapat diringankan penderitanya. Oleh karena itu, upaya untuk mencegah kanker dan menemukan kanker stadium dini merupakan upaya yang penting karena disamping membebaskan masyarakat dari bahay kanker, juga menekan biaya pengobatan. Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara otonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya.Tumor ganas pada alat reproduksi wanita dijumpai pada semua umur (18 - 80 tahun) dengan rata-rata puncaknya pada usia 50 tahun. Kejadian paling sering pada kelompok kelompok umur 3040 tahun. Faktor pemicu munculnya tumor banyak sekali, antara lain pencemaran lingkungan hidup, termasuk udara akibat debu dan as ap pembakaran kendaraan atau pabrik. Asap kendaraan, misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah daya tahan tubuh, termasuk daya tahan seluruh selnya. Selain itu faktor makanan yang berlemak tinggi juga berperan terjadinta tumor, dalam hal ini adalah zat hormon atau mirip-hormon abnormal yang terkandung di dalammya, khususnya steroid seks (misalnya estrogen). Itu terjadi karena adanya zat-zat lemak dalam makanan tersebut yang tidak dipecah dalam proses
1
metabolisme tubuh sehingga menaikkan produksi hormon testosteron. Normalnya, wanita memiliki hormon estrogen dan progesteron, serta sedikit testosteron. Bilamana kadar hormon testosteron meningkat akibat adanya ketidakseimbangan asupan lemak, maka hormon ini akan dipecah menjadi sumber hormon yang tidak normal bagi hormon estrogen asi ng.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengidentifikasi tumor ganas pada tuba? 2. Bagaimana penanganan tumor ganas pad tuba?
C. Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu memahami tentang tumor ganas pada tuba. 2. Mahasiswa mengetahui penanganan tumor ganas pada tuba.
D. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengerti dan memahami tentang cara mengidentifikasi tumor ganas pada tuba. 2. Mahasiswa mengerti dan memahami penanganan yang dilakukan pada tumor ganas tuba
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tumor Ganas
Kata ‘ganas’ sama dengan ‘maligna’ yang berarti buruk dan berpotensi mematikan dengan karakteristik anaplasi, invasif dan metastasis. Tumor ganas adalah kanker, dan kanker belum tentu berbentuk tumor, dimana sel – sel kanker dapat menyerang dan merusak jaringan dan organ tumor (invasif). Sel – sel sel kanker dapat melepaskan diri dari tumor ganas dan memasuki sistem limfatik atau aliran darah. Kanker menyebar dari tumor asli untuk membentuk tumor baru di bagian lain dari tubuh, istilahnya adalah metastasis. Secara khusus, sel – sel – sel sel tumor ganas mungkin memiliki perubahan bentuk sel yang berkontribusi terhadap cepatnya proliferasi mereka. Banyak sel- sel ganas juga memiliki kromosom abnormal atau gen berubah, dan mereka memproduksi protein abnormal. Tumor ganas pada organ reproduksi wanita diantaranya dapat terjadi pada vulva, vagina, uterus, tuba dan ovarium.
B. Anatomi Tuba Falopi
Tuba fallopi yang lazim disebut sebagi oviduk berjumlah sepasang. Tuba falopi terletak pada tepi bebas ligamentum latum dan berfungsi untuk membawa ovum dari ovarium menuju korpus uteri. Tuba falopi merupakan sebuah saluran dengan panjang 7-14 cm dan diameter ± 1-3 mm. Pada dindingnya terdapat otot untuk peristaltik dan bagian dalamnya berupa mukosa dinding sel berambut getar. Dengan adanya gerak peristaltik serta dinding tuba fallopi yang bersilia, ovum kemudian diangkat menuju rahim. Dengan demikian, tuba fallopi memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk menyalurkan ovum menuju uterus dan menyediakan lingkungan yang cocok bagi proses pembuahan dan perkembangan perkembangan telur sebelum fertilisasi terjadi. Pada tuba ini dibedakan menjadi 4 bagian : 1. Pars Interstitialis (intramuralis), yaitu berada di dinding uerus, mulai pada ostium internum
3
2. Pars isthmica: bagian tuba setelah keluar dari dari dinding uterus (3 – (3 – 6 cm) bentuk nya lurus dan sempit, berdiameter 2 – 2 – 3mm. 3mm. 3. Pars Ampularis, daerah yang berbentuk lengkungan yang terletak diatas ovarium yang merupakan bagian tuba yang paling lebar dan berbentuk S,berdiameter 4 – 4 – 10 10 mm 4. 4. Infundibulum , Ujung dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut fimbriae, lubangnya disebut ostium abdominale tubae. Fibra merupakan bagian
tuba
falopi
yang berfungsi
untuk
menangkap telur
dan
menyalurkannya ke dalam tuba falopi.
C. Patofisiologi Pembentukan Tuba Falopi
Pada masa embrio, terdapat dua bakal saluran embrional yang dapat berkembang menjadi organ reproduksi bagian dalam. Kedua saluran itu disebut: duktus mesonefrik (Wolf) dan duktus paramesonefrik (Müller). Pada perkembangannya, duktus Wolf akan menjadi organ reproduksi bagian dalam pada laki-laki, sedangkan duktus duktus Müller akan menjadi organ reproduksi reproduksi bagian bagian dalam pada perempuan. Adanya hormon testosteron dan hormon penghambat duktus Müller (Anti-Müllerian Hormone) yang diproduksi oleh testis akan
4
menstabilkan perkembangan duktus Wolf dan sebaliknya akan memicu regresi dari duktus Müller. Apabila tidak terdapat testosteron dan AMH, maka yang berkembang adalah duktus Müller dan duktus Wolf akan mengalami regresi.
D. Tumor Ganas Tuba
1.
Pengertian Tuba adalah saluran yang keluar dari kornu rahim kanan dan kiri, panjangnya 12-13 cm, diameternya 3-8 mm. bagian luarnya diliputi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum li gamentum latum. Tumor tuba adalah kanker yang tumbuh dengan cepat dan tidak terkendali pada daerah tuba dan merusak jaringan sekitarnya.
2.
Epidemologi Karsinoma tuba fallopi primer termasuk jarang, merupakan tumor ganas primer saluan genetalia perempuan yang jumlahnya paling sedikit, yaitu 0,5% hingga 1% dari semua keganasan ginekologi. ginekologi. Ditemukan 1 banding 1000 kasus operasi ginekologi abdominal, dapat dijumpai pada semua umur (dari 19-80), dengan rata – rata – rata rata puncaknya pada usia 52 tahun. Kebanyakan tumor ganas yang timbul dalam tuba fallopi adalah pen yebaran
5
dari kanker ovarium atau uterus. Sehingga terdapat kriteria untuk menetapkan tumor apapun sebagai tumor primer dari tuba fallopi. Kanker harus terletak dalam tuba, dan uterus serta ovarium harus terbebas dari karsinoma. Bila bagian lain terdapat kanker, maka tumor dalam tuba fallopi secara histology harus benar – benar – benar benar berbeda. 3. Patologi Hu Taymor, dan Hertig membagi histologik tumor ini dalam 3 jenis menurut keganasannya: a. Jenis papiler : tumor belum mencapai otot tuba dan difeensiasi selnya masih baik, batas daerah normal dengan tumor masih dapat ditunjukkan. b. Jenis papilo-alveolar (adenomatosa) : tumor ini telah memasuki otot tuba dan memperlihatkan gambaran kelenjar. c. Jenis alveo-meduler : terlihat mitosis yang atipik dan terlihat invasi sel ganas ke dalam saluran limfa tuba. 4. Klasifikasi Tumor ganas primer tuba fallopi yang paling sering adalah adenokarsinoma. Tumor – tumor lain dapat berupa sarcoma seperti leimoosarkoma, kondrosarkoma, tumor mesodermal campuran, limfoma, dan kariokarsinoma. Semua jenis kanker ganas dalam tuba f allopi ini sangat jarang. Tumor ganas tuba fallopi bernetastasis dengan pembuluh limfe menuju kelenjar regional dan menyebar dengan cara bermigrasi ke dalam pelvis atau rongga abdomen, atau mungkin mungkin berpenetrasi ke serosa dan sel – sel – sel melepaskan diri langsung ke dalah pelvis atau rongga abdomen. 5.
Faktor penyebab a. Faktor
Vagina
:Vaginismus
(kejang
otot
vagina),
Vaginitis
(radang/infeksi vagina), dll b. Faktor Uterus (rahim) :Myoma (tumor otot rahim), Endometritis (radang sel. lendir rahim), Endometriosis (tumbuh sel. ender rahim bukan pada tempatnya),
Uterus
bicornis,
arcuatus,
asherman’s asherman’s
syndrome,
retrofleksi (kelainan bentuk dan posisi rahim), Prolap (pemburutan, penyembulan rahim ke bawah). bawah).
6
c. Faktor Cervix (Mulut Rahim) :Polip (tumor jinak), Stenosis (kekakuan mulut rahim), Non Hostile Mucus (kualitas lendir mulut rahim jelek), Anti Sperm Antibody (antibody terhadap sperma), dll. d. Faktor Tuba Fallopi (Saluran Telur) :Pembuntuan, penyempitan, perlengketan saluran telur (bias karena infeksi atau kelainan bawaan). e. Faktor Ovarium (Indung Telur) :Tumor, Cyste, Gangguan menstruasi (Amenorhoe, Oligomenorhoe dengan/tanpa ovulasi). Organ ini berinteraksi dengan pusat pengendali hormone di otak (Hypothalamus dan Hipofisis) dalam mengatur siklus menstruasi. f. Faktor Lain :Prolactinoma (tumor pada Hipofisis), Hiper/hypotroid (kelebihan/ kekurangan hormone tiroid), dll. Pemakaian Pemakaian formalin yang dapat juga menyebabkan infertilitas pada wanita dan yang wanita jangan mengalami tiada gairah/keinginan dalam berhubungan. 6. Gejala Bila terdapat tanda dan gejala yaitu rabas vagina, perdarahan abnormal vagina atau rabas, menstruasi yang tidak teratur, dan nyeri. Kanker tuba paling banyak ditemukan pada wanita pasca menopause, t etapi bisa juga ditemukan pada wanita yang lebih muda. 7. Penyebaran Pada umumnya terjadi secara langsung ke alat sekitarnya, kemudian melalui pembuluh getah bening ke abdomen, leher, daerah inguinal, vagina, tuba, ovarium dan uterus. 8. Stadium Stadium
Kriteria
IA
Pertumbuhan tumor terbatas pada salah satu tuba; tidak ada ascites. 1. Tak ditemukan tumor di permukaan luar, kapsulnya utuh. 2. Tumor terdapat di permukaan luar, atau kapsulnya pecah atau kedua-duanya.
7
IB
Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua tuba; tidak ada asites. 1. Tak ada tumor di permukaan luar, kapsulnya utuh. 2. Tumor terdapat di permukaan luar, atau kapsulnya pecah, atau kedua-duanya.
IC
Tumor dari tingkatan klinik 1A dan IB, tetapi ada asites atau cucian rongga perut positif.
II
Pertumbuhan tumor melibatkan satu atau dua tuba, dengan perluasan ke panggul.
Perluasan proses dan/ atau metastatis ke uterus atau II A
ovarium.
II B
Perluasan proses ke jaringan panggul lainnya.
II C
Tumor dari tingkat klinik IIA atau IIB, tetapi dengan asites dan/atau cucian rongga perut positif.
III
Tumor
melibatkan
satu
atau
dua
tuba
dengan
penyebaran kelenjar limfa intraperitoneal, atau keduaduanya. Tumor terbatas pada panggul kecil dengan bukti histologik penyebaran ke usus halus atau omentum.
IV
Pertumbuhan tumor melibatkan salah satu atau kedua tuba dengan metastasis berjarak jauh. Bilamana didapatkan efusi pleural, harus ada sitologi positif untuk menyebutnya sebagai tingkat klinik IV. Begitu pula ditemukannya metastasis keparenkim hatci.
8
9. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan pelvik Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat perubahan pada vulva, vagina dan serviks dengan palpasi organ dalam khususnya ovarium dan permukaan uterus. b. Test papanicolaus Merupakan pemeriksaan sistologis yang memungkinkan untuk mendeteksi adanya sel yang abnormal dan mendeteksi keganasan tumor pada tahap awal. c. UltrasoundUSG Digunakan untuk menentukan lokasi massa tumor. d. Endoskopi Untuk melihat lapisan dan jaringan disekitarnya secara langsung: 1) Colposcopy : visualisasi vagina dan serviks dibawah kekuatan magnet yang rendah. 2) Culdoscopy : pemasukan culdoskop melalui vagina bagian belakang untuk melihat tuba fallopi dan ovarium. 3) Hysterescopy : pemasukan hyterescopy melalui servik untuk melihat bagian dalam uterus. 4) Biopsi : untuk mengetahui jenis dan keganasan sel. 5) Laboratorium : urine lengkap dan darah lengkap. 10. Diagnosa Untuk memastikan apakah tuba falopi tersumbat, dokter bisa menggunakan hysterosalpingography. Pada prosedur ini, sinar X dilakukan setelah radiopaque dye disuntikkan melalui servik. Pewarna tersebut menyebar secara cepat ke dalam rongga rahim dan tuba falopi. Prosedur ini dilakukan dengan singkat setelah periode menstruasi seorang wanita berakhir. Prosedur ini bisa mendeteksi gangguan struktur yang bisa menyumbat
tuba
falopi.
Meskipun
begitu,
sekitar
15%
kasus,
hysterosalpingography mengindikasi bahwa tuba falopi tersumbat padahal tidak- disebut hasil positif palsu. Setelah hysterosalpingography dengan hasil normal, kesuburan tampak sedikit meningkat, kemungkinan karena
9
prosedur tersebut sementara waktu memperlebar pembuluh (dilate) atau menjernihkan pembuluh pada lendir. Oleh karena itu, dokter bisa menunggu jika seorang wanita menjadi hamil setelah prosedur ini sebelum tes tambahan pada fungsi tuba falopi dilakukan. Prosedur lain (disebut sonohysterography) kadangkala digunakan untuk memastikan apakah tuba falopi tersumbat. Cairan garam (saline) disuntikkan ke dalam interior rahim melalui servik selama ultrasonografi sehingga ruang dalam tersebut digelembungkan dan kelainan bisa terlihat. Jika cairan mengalir ke dalam tuba falopi, pembuluh tersebut tidak tersumbat. Prosedur ini cepat dan tidak memerlukan anestesi. Hal ini dipertimbangkan lebih aman dibandingkan hysterosalpingography karena hal ini tidak membutuhkan radiasi atau suntikan s untikan pewarna. Meskipun begitu, hal ini tidak akurat. Jika kelainan di dalam rahim terdeteksi, dokter meneliti rahim dengan pipa pelihat disebuthyteroscope, yang dimasukkan ke dalam servik ke dalam dalam rahim. Jika adhesion, polip, atau fibroid kecil terdeteksi, hyteroscope kemungkinan digunakan untuk mengeluarkan atau mengangkat jaringan tidak normal, meningkatkan kesempatan bahwa wanita tersebut menjadi hamil. Jika bukti menduga bahwa tuba falopi tersumbat atau bahwa seorang wanita bisa mengalami endometriosis, pipa pelihat kecil disebut laparoscope dimasukkan ke rongga panggul melalui sayatan kecil persis di bawah
pusar.
Biasanya,
anestesi
umum
dilakukan.
Prosedur
ini
memudahkan dokter untuk melihat rahim secara langsung, tuba falopi, dan ovarium. Laparoscope bisa juga digunakan untuk mengeluarkan atau mengangkat jaringan tidak normal di dalam panggul. 11. Gambaran Klinik Pada awal penyakit tidak menimbulkan gejala diagnosis sering terlambat dibuat karena letaknya yang sangat ter sembunyi dan pemeriksaan histologik atas spesimen yang dikirim. Kalau sudah ada keluhan, biasanya sudah terlambat. Deteksi dini tumor ganas tuba Falloppii sukar diupayakan. Perlu dapat perhatian khusus bila wanita berusia (45-55 tahun), ditemukan
10
tumor adneksa (tumor radang: hidrosalping, piosalping atau abses tuboovarial dan sebagainya) disertai rasa nyeri dan adanya getah vagina yang semula kekuning-kuningan kemudian bercampur darah, perlu dicurigai kemungkinan akan adanya tunor ganas tuba terutama pada nullipara atau primipara. Wanita W anita beranak satu (sterilitas satu anak) biasanya bias anya oleh karena mengalami infeksi gonokokus yang menimbulkan peradangan tuba dan menjadi buntu. Perasaan nyeri ini dapat intermiten atau terus menerus dan menjalar ke pangkal paha dan punggung bagian bawah (regio sakrokoksigeal). Rasa sakit ini yang menyebabkan penderita datang ke dokter. Pemeriksa sitologi usapan serviks tidak banyak membantu. Akan tetapi bilamana hasilnya sel ganas positif, sedangkan di serviks maupun di kavum uteri dapat dinyatakan tidak ada keganasan, maka perlu dipikirkan kemungkinan keganasan di tuba atau ovarium, lebih lebih jika ada mas tumor pada adneksa. Histero-salpingografi (HSG) tidak dianjurkan karena dapat
berakibat
meluasnya
proses
ganas/radang.
Kuldoskopi
dan
laparoskopi juga tak banyak berarti karena sulit membedakan tumor ganas tuba dari tumor radang, kecuali bilamana pemeriksaan tersebut disertai tindakan biopsi. Transvagina/transrektal USG dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. 12. Penanganan Penanganan yang utama untuk kanker tuba adalah pembedahan untuk mengangkat kedua saluran, kedua indung telur, dan rahim disertai pengangkatan kelenjar getah bening perut dan panggul. Pada kanker stadium lanjut, setelah pembedahan mungkin perlu dilakukan kemoterapi atau terapi penyinaran. Penanganan lain yang dapat dilakukan dan dianjurkan adalah TAH + BSO + OM + APP (Total Abdominal Hysterectomy + Bilateral SalpingoOophorectomy + Omentectomy + Appendectomy). Dapat dipertimbangkan (Optional) instilasi Phosphor 32 radioaktif atau khemoterapi profilaksis. Sayatan dinding perut harus longitudinal linea mediana, cukup panjang untuk memungkinkan mengdakan eksplorasi secara gentle secara gentle (lembut) (lembut) seluruh rongga perut dan panggul, khususnya di daerah subdiafragmatika dan
11
mengirimkan sample cucian rongga perut untuk pemeriksaan sitologi eksfoliatif. Radioterapi hanya dikerjakan pada tumor bed dan jenis histologik keganasan tertentu seperti disgerminoma. 13. Pencegahan Sebelum seseorang terkena penyakit yang cukup ganas ini lebih baik melaksanakan tindakan pencegahan dengan cara: a. Hindari pasangan koitus yang sering berganti. b. Pemeriksaan pap smear minimal sekali setahun
12
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M., Baziad, A., & Prabowo, R.P.. 2014. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Rahardjo.S. Myoma uteri di Rumah Sakit.Dr. Soetomo 1972-1974. Skripsi. Surabaya: Bagian Obstetri dan ginekologi Sulistyo, R. Sunardi Saiman R. Myoma uteri di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung, 1970-1972. Medan : Kngr Myoma Ginekol Indonesia III, 1976 http://tumor ganas.com/1101/kank ganas.com/1101/kanker-ovarium/ er-ovarium/ http://rahmat-dharmawan.com/kanker-indung-telur-atau-ovarium/ http://astaqauliyah.com/2010/05/referat-kedokteran-epidemiologi-etiologidan-patofisiologi-penyakit-kista-ovarium/
13