TUGAS PROYEK Mata Kuliah : Metodologi Pembelajaran Matematika
Oleh : Kelompok IV Rizky Syahrida
8176171025
Siti Aisyah Aulia
8176171029
Syamsah Fitri
8176171034
Kelas
: A1 / Pasca Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu
: Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN T.A. 2017 / 2018
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT. Karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas ini dengan tapat waktu. Kami memohon maaf apabila kepenulisan dalam tugas kami masih jauh dari kata sempurna. sempurna. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku dosen Metodologi Pembelajaran Matematika yang memberi arahan dalam mengerjakan tugas proyek ini “mengenai penerapan PBL terhadap kemampuan kreatifitas siswa di kelas X” Kami berharap tugas ini dapat menambah wawasan kita mengenai materi yang diangkat menjadi topik utama dalam tugas proyek serta dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi para pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan tugas ini dengan penuh rasa terima kasih dan harapan
semoga
tugas
saya
bermanfaat
bagi
penulis
maupun
pembaca.
Medan, 20 November 2017
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1
Latar belakang
1
1.2
Rumusan Masalah
2
1.3
Tujuan Pembahasan
2
BAB II EMBAHASAN
3
2.1
Kemampuan Kreativitas
3
2.2
Pengertian Pembelajaran Matematika
4
2.3
Poblem Based Learning (PBL)
5
2.4
Meningkatkan Kreatifitas Melalui PBL
8
BAB III METODE PENELITIAN
21
3.1
Metode Penelitian
11
3.2
Penelitian Kualitatif
11
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian
11
3.4
Data dan Sumber Data
12
BAB IV HASIL PENELITIAN
13
4.1
Hasil
13
BAB V PENUTUP
16
3.1.
Kesimpulam
16
3.2
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Salah satu bidang studi yang memiliki peranan penting dalam pendidikan adalah matematika, karena matematika merupakan salah satu ilmu pendidikan yang utama dan berperan dalam melengkapi ilmu lainnya. Oleh karena itu pendidikan matematika menjadi salah satu pusat perhatian kualitas pendidikan di Indonesia sehingga banyak upaya yang muncul untuk memperbaiki kualitas pendidikan matematika. Banyak siswa yang menganggap pelajaran matematika sangat sulit untuk dipelajari, padahal matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan berguna dalam kehidupan nyata (Jihan, 2015). Contohnya dalam kehidupan sehari-hari yaitu ketika kita akan berbelanja sayur maupun bahan pangan lainnya, tentunya kita akan membutuhkan suatu perhitungan matematika dalam menghitung jumlah uang yang akan dikeluarkan ketika membeli bahan pangan tersebut. Dari permasalahan yang dibahas sebelumnya, diperlukan suatu pembenahan dalam proses belajar mengajar matematika di kelas. Pembenahan ini bertujuan agar siswa lebih bisa terbuka untuk belajar matematika. Penyebab lain terjadinya kasus di atas adalah karena kelemahan siswa dalam aspekaspek kemampuan berpikir kreatif yang diperlukan untuk memecahkan masalah (Tatag, 2005). Dari beberapa literatur yang telah dibahas di atas dapat penulis simpulkan pula, ketika siswa diberikan soal atau permasalahan yang berbentuk soal cerita yang berdasarkan kehidupan sehari-hari, siswa membutuhkan keterampilan untuk menyelesaikan masalah tersebut, siswa juga membutuhkan pemikiran yang kreatif atau mampu menyelesaikan soal tersebut dengan benar walaupun memiliki cara yang berbeda dari yang lain untuk menyelesaikannya. Dari permasalahan di atas, kita dapat simpulkan bahwa berfikir kreatif sangat penting untuk dimiliki oleh siswa. Dan permasalahan kontekstual juga sangat baik untuk dikerjakan siswa karena berdasarkan kehidupan sehari-hari dan nyata bagi siswa untuk pelajaran matematika yang bersifat abstrak. Maka dari itu, penulis membuat artikel ini untuk membantu siswa dalam hal membamngun kemampuan berfikir kreatif mereka dalam menyelesaikan permasalahan kontekstual dalam pembelajaran matematika.
1
Salah satu pendekatan permbelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kreatifitas adalah pembelajaran berbasis masalah atau yang dikenal dengan Problem Based Learning, dimana dalam pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan siswa. (Trianto, 2011: 23). Berdasarkan permasalahan yang diajukan di atas, maka kami tertarik untuk membuat makalah yang mengangkat tema “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Kreatifitas Siswa Kelas X SMA ”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di jelaskan sebelumnya, maka permasalahan secara umum yang akan dipaparkan adalah 1.
Apa yang dimaksud dengan berfikir kreatif?
2.
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika?
3.
Apa yang dimaksud dengan Problem Based Learning ( PBL)?
4.
Bagaimana cara membangun kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan ini adalah: 1.
Untuk mengetahui pengertian berfikir kreatif
2.
Untuk mengetahui pengertian pembelajaran matematika
3.
Untuk mengetahui pengertian Problem Based Learning (PBL)
4.
Untuk
mendeskripsikan
bagaimana
meningkatkan
memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika
2
kreatifitas
siswa
dalam
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kemampuan Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu hal yang kurang diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Selama ini guru hanya mengutamakan logika dan kemampuan komputasi (hitung-menghitung) sehingga kreativitas dianggap bukanlah sesuatu yang penting dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Padahal, pada latar belakang Kurikulum 20061 disebutkan bahwa kemampuan berpikir kreatif diperlukan untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan. Dalam Kurikulum 2006 tersebut, disebutkan bahwa mata pelajaran Matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, dan kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut dikembangkan dalam diri siswa, agar siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa tokoh mengenai definisi kreativitas berikut ini berdasarkan Huda, 2011:9 (dalam Eli, 2015):
Menurut Munandar kreativitas merupakan kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dpat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
Barron menyatakan bahwa kreatifitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
Siswono menjelaskan bahwa kreativitas merupakan produk dari berfikir (dalam hal ini berfikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu masalah atau situasi.
Solso menjelaskan bahwa kreativitas merupakan aktivitas kognitif yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam menghadapi masalah. Dalam pembelajaran matematika, selayaknya kemampuan berpikir kreatif siswa
dapat dikembangkan, terutama pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah matematika. Guru juga perlu menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran di kelas Sejalan dengan hal tersebut, Krulik dan Rudnik8 menyebutkan bahwa berpikir kreatif merupakan salah tingkat tertinggi seseorang dalam berpikir, yaitu dimulai ingatan (recall), 3
berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking),
dan berpikir kreatif
(creative thinking). Berpikir yang tingkatnya di atas ingatan (recall) dinamakan penalaran (reasoning). Sementara berpikir yang tingkatnya di atas berpikir dasar dinamakan berpikir tingkat tinggi (high order thinking). Secara hirarkis, tingkat berpikir tersebut disajikan pada Gambar 1 berikut.
Dalam berpikir kreatif, seseorang akan melalui tahapan mensintesis ide-ide, membangun ideide, merencanakan penerapan ide-ide, dan menerapkan ide-ide tersebut sehingga menghasilkan sesuatu atau produk yang baru.
2.2. Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu (Tutik). Menurut Rahayu (2007:2) hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Berdasarkan pemaparan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika.
4
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika (Yati, 2013). Dalam pengajaran matematika, guru perlu memperhatikan tahap perkembangan kognitif siswa sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget (Daryanto dan Tasrial, 2012:159), bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitifyang dilallui anak,yang dalam hal ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu : a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage), dari lahir sampai berumur sekitar 2 tahun. Pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan angota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera). b. Tahap Pra Operasional (Pre Operational Stage), dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan
umur
7
tahun.
Tahap
ini
merupakan
tahap
persiapan
untuk
pengorganisasian operasi konkret berupa mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini, pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkret daripada pemikiran logis. c. Tahap Operasional Konkret (Concrete Operational Stage), dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan umur 11 tahun. Pada tahap ini, anak memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret. d. Tahap Operasional Formal (Formal Operation Stage), dari sekitar umur 11 tahun sampai 18 tahun. Pada tahap ini, anak sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan langsung dengan objek atau peristiwa. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses pendidikan dimana terjadi proses sosialisai individu siswa dengan lingkungannya yang di dalamnya ada proses pembelajaran untuk membangun pamahaman matematika, yang dimana siswa tidak hanya berinteksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi juga berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan terutama dalam pembelajaran matematika.
2.3. Poblem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) mulai pertama kali diterapkan di McMaster University School of Medicine Kanada pada tahun 1969 menurut Rideout. Sejak itu, PBM menyebar keseluruh dunia, khususnya dalam pendidikan kedokteran/keperawatan dan 5
bidang-bidang ilmu lain di perguruan tinggi, misalnya arsitektur, matematika, okupasi dan fisioterapi, ilmu mumi. Tiga tahun kemudian dipakai tiga tempat lainnya, yaitu sekolah media Universitas Limburg pada Maastricht Netherlands, Universitas Newcastle di Australia, dan Universitas New Mexico di Amerika Serikat. Dalam pembelajaran berbasis masalah ini, peserta didik dipandang sebagai pribadi “yang utuh” yang memiliki sejumla h pengetahuan sebagai bekal awal dalam pembelajaran (Riyanto, 2009: 284) Dalam PBM masalah diajukan sebagai pemicu belajar. Pada awalnya, setiap anak berpikir untuk mengenali, menganalisis, dan merumuskan kebutuhan belajarnya. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan mengakses sumber dan di saat inilah terjadi proses asimilasi dan atau akomodasi struktur kognitif. Melalui rangkaian kegiatan itu dapat pula diharapkan karakter kemandirian belajar anak tumbuh. Apa yang diperolehnya secara mandiri itu kemudian didiskusikan dan dielaborasi dalam kelompok untuk menjadi pengetahuan bersama. Pada
proses
PBM,
skenario
masalah
dan
scaffolding
membantu
siswa
mengembangkan koneksi kognitif. Begitu mendapat lagi informasi dan data baru, siswa perlu menerapkan keterampilan berpikir analitik seperti membanding, mengklarifikasi, berpikir logik, dan menyimpulkan. Dalam PBM, praktik menjelajahi medan informasi, mengutarakan kembali masalah, dialog, kritik kelompok, dan artikulasi dapat menolong mempertajam berpikir melalui mengumpulkan, menghubungkan, dan menyampaikan informasi. Lagi-lagi semuanya itu merupakan pekerjaan inti dari penalaran (Napitupulu, 2008). Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2012: 241) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Sedangkan Moffit mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Pendapat lain mengatakan bahwa: ”Pendekatan pembelajaran berbasis masalah bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi juga merupakan suatu model berpikir, sebab dalam memecahkan masalah dapat menggunakan model lainnya yang dimulai dengan
6
mencari data sampai pada menarik kesimpulan.” Bedasarkan Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (Istarani, 2014: 32). Maka berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbeda dengan pendekatan pembelajaran yang lain, pembelajaran ini menekankan pada berpikir kritis siswa dan keterampilan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari ma teri pelajaran dengan mengaitkan pada dunia nyata dan pengalaman siswa. Peran guru dalam pendekatan pembelajaran ini adalah menyajikan masalah. Pembelajaran Berbasis masalah dilain pihak berlandaskan kepada psikologi kognitif sebagai pendukung teoritisnya. Fokus pembelajaran tidak begitu banyak pada apa yang dilakukan siswa (perilaku), melainkan kepada apa yang dipikirkan siswa (kognisi) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun yang lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar memecahakan masalah oleh mereka sendiri. Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah – langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berbasis masalah terdiri dari lima (5) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu masalah dan di akhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja. Kelima langkah tersebut dijelaskan bedasarkan langkah – langkah pada tabel berikut. Trianto (2011 : 98) tahapan PBM terdiri atas 5 tahapan yaitu : Fase
Tingkah Laku Guru
Fase – 1
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
Orientasi siswa pada
logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
masalah
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase – 2
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
Mengorganisasi siswa
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
untuk belajar
dengan masalah tersebut.
Fase – 3
Guru
Membimbing
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
penyelidikan individual
untuk
maupun kelompok
masalah.
mendorong
mendapatkan
7
siswa
untuk
penjelasan
mengumpulkan
dan
pemecahan
Fase – 4
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,
menyajikan hasil karya
dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan semuanya.
Fase – 5
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
Menganalisis dan
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-
mengevaluasi proses
proses yang mereka gunakan.
pemecahan masalah
2.4. Meningkatkan Kreatifitas Melalui PBL
Sehubungan dengan pelajaran matematika, siswa yang mengalami kesulitan belajar salah satunya disebabkan oleh lemahnya kemampuan mereka dalam berfikir kreatif matematis. Lemahnya kemampuan berfikir kreatif matematis siwa dapat terlihat dari cara yang digunakan siswa dalam memahami suatu materi (Wahyu, Arnelis, Nurhanurawati). Kreativitas dapat tumbuh pada diri peserta didik jika disertai dengan motivasi yang tinggi untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar (Agus, 2015). Tanpa kreatifitas, seseorang akan sering terbentur kebuntuan, dan itu jelas akan menghambat, bahkan akan mengurangi semangat berprestasi kreatif (Jihan, 2015). Ketika masalah matematika disajikan dengan menggunakan konteks tertentu, maka pemecahan yang dilakukan siswa mungkin saja tidak menggunakan prosedur matematika formal, tetapi menggunakan prosedur informal berdasarkan pengetahuan yang sudah dimilikinya tentang konteks tersebut (Mustamin, 2011). Pembahasan dalam artikel yang ditulis oleh Tatag (2005),berikut penjelasan tentang bagaimana membangun kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah kontekstual. Bila ditinjau dari cara pembelajaran, salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat adalah pengajuan masalah ( problem posing). Pengajuan masalah meminta siswa untuk mengajukan atau membuat masalah (soal) baru sebelum, selama atau sesudah menyelesaikan masalah awal yang diberikan. Pengajuan masalah bermanfaat antara lain; membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika mereka dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kinejanya dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, apabila dalam kelas diajarkan dengan pengajuan masalah, maka akan
8
meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir kreatif sekaligus pemahamannya terhadap masalah atau tugas yang diberikan. Upaya yang dilakukan dapat dari segi materi, proses pembelajaran, perbaikan dan dukungan sarana prasarana, peningkatan kemampuan guru dalam mengajar melalui penataran atau pelatihan, pengurangan atau pembagian materi menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana (penyederhanaan muatan materi dalam kurikulum) atau peningkatan mutu input (siswa) di sekolah (Tatag, 2005) Berikut
merupakan
pendapat
Wahyu,
Arnelis
dan
Nurhanurawati
dalam
meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah kontekstual. Berlatih membuat soal yang berbeda dari contoh tetapi masih berkaitan dengan materi yang dipelajari merupakan salah satu cara yang dapat digunakan agar siswa lebih mudah dalam mengkonstruksi konsep dan mengembangkan pola berfikir kreatif matematis yang mereka miliki. Hal tersebut dikarenakan siswa lebih berusaha menggunakan pengetahuan yang mereka miliki untuk mengerjakan soal yang mereka buat sendiri. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika hendaknya siswa dilatih dengan rutin dalam mengajukan soal yang berbeda dari contoh tetapi masih berkaitan dengan materi yang dipelajari agar kemampuan berfikir kreatif matematis siswa lebih baik, dan mampu memahami materi yang dipelajari dengan baik. Sama halnya dengan pendapat Tatag, model pembelajaran yang dianggap mampu meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa adalah dengan model problem posing. Menurut Alimuddin (2009), dalam artikelnya dijelaskan ada 4 strategi pemecahan masalah yang disebut langkah Polya. 1.
Memahami masalah. Pada langkah ini siswa menggali informasi dari masalah yang dihadapi tentang: (a) apa yang diketahui, (b) apa yang dicari/ditanyakan, (c) apa syarat cukupnya, (d) membuat gambar, (e) membuat pola.
2.
Membuat rencana. Pada langkah ini siswa memanggil/memunculkan kembali memori yang ada dalam kepalanya tentang: (a) apakah masalah yang dihadapi sudah pernah melihat sebelumnya atau pernah melihat masalah yang sama tetapi dalam bentuk yang berbeda?, (b) konsep, fakta, prinsip dalam matematika yang terkait dengan masalah yang dihadapi.
3.
Melaksanakan rencana. Pada langkah ini siswa melaksanakan rencana yang telah disusun.
9
4.
Melihat kembali. Pada langkah ini siswa meneliti kembali hasil yang telah dicapai tentang kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan kaidah matematika, dan memikirkan cara lain. Menurut Pehkonen (1997) (dalam Alimuddin, 2009) bahwa ada 4 kategori, alasan
untuk
mengajarkan
pemecahan
masalah,
yaitu:
(1)
pemecahan
masalah
dapat
mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, (2) pemecahan masalah mendorong kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan (4) pemecahan masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika. Lebih lanjut Pehkonen menyatakan bahwa untuk menumbuh kembangkan berpikir kreatif siswa dalam matematika, maka guru sepatutnya mengajukan konsep masalah dalam bentuk situasi tugas. Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpilkan bahwa untuk membangun kreatifitas memecahkan masalah kontekstual matematika siswa yaitu sebagai berikut; dengan pengajuan masalah, dan masalah yang diajukan sebaiknya bersifat kontekstual. Penggunaan media yang konkrit atau nyata juga bisa membantu siswa. Adapun langkahlangkah yang bisa dilakukan siswa untuk menjawab soal kontekstual telah dijelaskan sebelumnya yaitu dengan langkah Polya, 1) memahami masalah, 2) membuat rencana, 3) melaksanakan rencana dan 4) melihat kembali.
10
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian
Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian tersebut. Penelitian kualitatif ini dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas.
3.2. Penelitian Kualitatif
Secara teoritis format penelitian kualitatif berbeda dengan format penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut terletak pada kesulitan dalam membuat desain penelitian kualitatif, karena pada umumnya penelitian kualitatif yang tidak berpola. Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89). Selanjutnya, peneliti akan memberikan gambaran dengan cermat tentang fenomena yang terjadi mengenai upaya peningkatan kreatifitas siswa dalam menjawab soal kontekstual. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka (Putri, 2013).
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini sebagai populasinya adalah siswa SMA Muhammadiyah 02 Tanjung Sari Setia Budi tahun pelajaran 2017-2018 pada kelas X yang terdiri dari enam kelas paralel dengan jumlah siswa keseluruhan 142 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak satu kelas yang dipilih acak dari enam kelas yang ada di SMA Muhammadiyah
11
02 Tanjung Sari Setia Budi yang ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan secara acak (random sampling).
3.4. Data dan Sumber Data
Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian. Definisi data sebenarnya punya kemiripan dengan definisi informasi, hanya informasi lebih ditonjolkan dari segi servis, sedangkan data lebih ditonjolkan aspek materi (Burhan, 2001). Yang dimaksud dengan sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Jadi sumber data ini menunjukkan asal informasi. Data ini harus diperoleh dari sumber data yang tepat. Jika sumber data tidak tepat maka mengakibatkan data yang terkumpul tidak relevan dengan masalah yang diselidiki (Suharsimi, 2002). Data yang akan dikumpulkan peneliti adalah sebagai berikut: a.
Subjek diberikan beberapa instrumen yaitu:
1)
lembar masalah matematika ,
2) pedoman wawancara berdasarkan masalah yang diberikan, dan 3)
tes matematika dasar untuk pemilihan subjek penelitian.
b.
Aktifitas yang dilakukan siswa dengan diberikan instrumen tersebut di atas akan mendapatkan 2 sumber data yaitu:
1)
hasil pemecahan masalah , dan
2)
hasil wawancara. Proses pemecahan masalah dilakukan dengan metode think aloud , yaitu suatu metode
mengungkapkan proses kognisi yang berlangsung dalam pikiran dengan menggunakan kata-kata, tulisan, atau tingkah laku, sehingga dapat dimengerti oleh orang lain (Mustamin, 2011).
12
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 02 November 2017 diperoleh data hasil penelitian yaitu nilai tes kemampuan kreatifitas anak dan lembar aktivitas siswa (LAS) pada materi eksponen dan logaritma. Tes kemampuan kreativitas materi eksponen dan logaritma menggunakan 3 soal uraian dan LAS sebanyak 5 soal uraian. Hasil Tes kemampuan kreatifitas
NO Nama Siswa 1 Adhan 2 Affan Hafizh Ibrahim 3 Alia Miranti 4 Andi Nani Harahap 5 Andiga Abdi Pamungkas 6 Annisa Auliah Rahmah 7 Aulia Rasky 8 Dhani Ananda Keliat 9 Diva Mahisah Fadyah 10 Fadhillah Putri Safira 11 Fajar Rizky Akmul 12 Farhan Nashwar 13 Ganda Syahputra 14 Himmatul Yasmine Siregar 15 Kamilatunnisa Az-zahra W 16 Kevin Andrew 17 Latifah Khairunnisa 18 M.Azka Ariandi 19 M.Ilhsan 20 M.Rivanza Nasution 21 M.Rizky Hidayat 22 Muthia Abil S. 23 Nabila Julianty 24 Nufal Revanzha 25 Nur Hafizah Rahmah
NILAI TERENDAH Nilai
75 90 95
70 70 90 75 75 90 65 80 70 65 70 95 65 90 70 65 90 90 95 75 65 75
NILAI TERTINGGI
13
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nurul Amini Nurul Suci Rahmadani Raisya Afifah Zahra Rajlin Aurintisya Rico Dwi Ananda Lubis Rifqi Ansari Siregar Syuci Rahmadhani Tsaitsa Safittri Viver Wilda Rojaini Yessi Aprisilya Saragi Zhafran Arief
75 85 95 90 80 75 70 95 75 75 90
Hasil LAS
NO
NAMA SISWA
NILAI
1 Adhan
88
2 Affan Hafizh Ibrahim 3 Alia Miranti
70 70
4 Andi Nauli
20
5 Andiga Abdi Pamungkas
50
6 Annisa Aulia Rahmah 7 Aulia Rasky
60
8 Dhani Ananda Keliat
55
9 Diva Mahirah Fadyah 10 Fadhillah Putri Safira
88
11 Fajar Rizqy Akmal
88
12 Farhan Nashwan 13 Ganda Syahputra
48
14 Himmatul yasmine S.
76
15 Kamilatunnisa Azzahraw 16 Kevin Andrew
73 68
17 Latifah Khairunnisa
78
18 M. Azka Ariandi
88
19 M. Ikhsan
48
20 M. Rivanza Nst
88
21 M. Rizky Hidayat
40
22 Muthia Abil S.
88
23 Nabila Julianti
60
24 Naufal Rivanzha
88
25 Nur Hafizah Rahmah
55
26 Nurul Amini
73
NILAI TERENDAH
65
88
70
14
27 Nurul Suci Ramadhani
50
28 Raisya Afifah Zahra
88
29 Rajlin Aurintisya
75
30 Rico Dwi Ananda Lubis 31 Rifqi Ansari Siregar
20
32 Syuci Ramadhani
73
33 Tsalita Safitri Viver
80
34 Wilda Rajaini
88
35 Yessi Aprisilya Saragih
73
36 Zhafran Arif
88
77
NILAI TERTINGGI
15
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan
PBM dapat disimpulkan secara singkat hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, masalah yang disajikan guru sebagai pemicu belajar selain merangsang minat dan memicu anak melakukan penyelidikan juga menggerakkannya untuk melakukan pengaitan pengaitan antar berbagai konsep, algoritma, prinsip, dan fakta serta pengalaman yang telah dimikilinya untuk memahami masalah lalu menentukan starategi dan menjalankannya guna menyelesaikan masalah itu. Kedua, tujuan belajar matematika berupa menyelesaikan masalah dengan sendirinya terfasilitasi
melalui
pendekatan
PBM.
Dalam
menyelesaikan
masalah,
anak
mengeksploitasi kebisaannya mengklarifikasi masalah, mendefinisikan dan merangka kembali masalah, menganalisis masalah, dan meringkas dan mensintesis masalah. Semua hal tersebut dilakukan dengan penalaran sebagai pusat dan alat utamanya. Ketiga, anak melalui interaksinya dengan masalah tanpa atau dengan bantuan scaffolding dari guru membuat dugaan dan mengujinya, merumuskan pola atau perumuman, mengembangkan dan mengevaluasi argumen matematik, dan menarik simpulan sahih tentang gagasannya mengenai masalah yang dihadapinya. Singkat kata, PBM membuka semua kemungkinan bagi dan mendorong anak untuk mengembangkan keterampilannya bernalar untuk meraih standar penalaran rumusan NCTM guna dan dalam rangka menyelesaikan masalah
6.2. Saran
Adapun saran dari hasil penelitian ini, penulis sampaikan kepada : (1) Guru matematika agar mengetahui tipe-tipe gaya belajar siswanya, karena gaya belajar mempengaruhi kreativitas siswa dalam memecahkan masalah matematika, selain itu guru dituntut untuk berinovasi dalam pembelajaran dengan menggunakan metode-metode pembelajaran yang bervarasi agar bisa menstimulasi siswa untuk bisa menyerap informasi secara optimal terutama pada siswa yang bergaya belajar auditorial dan kinestetik. Kemudian, guru harus sering memberikan soal-soal matematika divergen karena tipe soal seperti itu mampu melatih kreativitas siswa, (2) Peneliti lain, apabila tertarik dengan penelitian ini, agar dapat melakukan penelitian lanjutan terkait dengan berfikir kreatif dan
16
kritis ditinjau dari gaya belajar berdasarkan preferensi kognitif yaitu konkret-sekuensial, abstrak-sekuensial, konkret-acak, dan abstrak-acak. (3) PBM adalah model pembelajaran yang sangat bagus untuk meningkat kualitas pendidikan Indonesia, sebaik bagi pendidik/ guru untuk menerapkan PBM selama pembelajaran berlangsung agar kualitas anak didik Indonesia menjadi lebih baik tolong tinggal cara mengajar yang dulu karna dengan pembelajaran langsung dapat menghalangi kreativitas anak berkembang.
17
DAFTAR PUSTAKA
Makmur Agus. 2015. Efektifitas Penggunaan Metode Base Method Dalam Meningkatkan Kreatifitas dan Motivasi Belajar Matematika Siswa SMPN 10 PADANGSIDIMPUAN. Jurnal EduTeach Vol.1 No.1. Muhammad Ali dan Muhammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Napitupulu, N.S. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial Di Kelas VII SMP Swasta HANG-TUAH 1 Belawan Tahun Ajaran 2012/2013. Medan : FMIPA Unimed Ricardo, Rino. Dkk. 2014. Tingkat Kreativitas Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Divergen Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa (Studi Pada Siswa Kelas Ix Mts Negeri Plupuh Kabupaten Sragen Semester Gasal Tahun Pelajaran 2013/ 2014). Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685 Vol.2, No.2, hal 141 151 Silver, E. A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing. Volume29, issue 3, ppp 75-80 [12 Desember 2013]. Sulistiowaty, R.T. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Problem Based Learning Pada Siswa Kelas VII-B SMP Swasta PAB 18 Medan. Medan : FMIPA Unimed Tiona, Feri. 2013 Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Penerapan Teori Vygotsky Pada Materi Geometri Di SMP Negeri 3 Padangsimpuan. Jurnal Dosen Pendidikan Matematika FKIP UNJA jambi, Vol 3 No.1, April 2013, ISSN: 2088-2157 . Jambi : FKIP UNJA Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
18