BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Latar Belak Belakang ang Masa Masalah lah
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang-Un -Undan dang g Dasar Dasar 1945 1945 dalam dalam wadah wadah Negara Negara Kesatu Kesatuan an Republ Republik ik Indonesia Indonesia (NKRI) yang merdeka, berdaulat, berdaulat, bersatu bersatu dan berkedaulata berkedaulatan n rakyat rakyat dalam dalam perike perikehid hidupa upan n bangsa bangsa yang yang aman, aman, tenter tenteram, am, tertib tertib dan dinamis dinamis dalam lingkungan lingkungan pergaulan pergaulan dunia dunia yang merdeka, bersahabat, bersahabat, tertib dan damai. Pembangun Pembangunan an nasional nasional harus merupakan merupakan peluruhan peluruhan pembangun pembangunan an wadah, isi wawasan nusantara dan tata laku wawasan nusantara. Pancasila pun harus merupakan falsafah dan ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang yang membim membimbin bing g ke arah tujuan tujuan pemban pembangun gunan an nasion nasional al dan cita-ci cita-cita ta yang yang sama. sama. Dalam Dalam pelaks pelaksana anaann annya, ya, unsur unsur wadah wadah wawasa wawasan n nusant nusantara, ara, dalam hal ini pulau-pulau yang dihubungkan oleh perairan menjadi salah satu hal vital dalam pembangunan nasional. Bagi bangsa Indonesia, hubungan bangsa Indonesia dengan tanah dalam pulau-pulau yang disebut sebagai wadah wawasan nusantara adalah hubungan yang bersifat vital dan kekal. Seluruh wilayah NKRI merupakan kesatu kesatuan an tanah tanah air dari dari seluru seluruh h bangsa bangsa Indone Indonesia sia.. Tanah Tanah merupa merupakan kan perekat NKRI.1 Oleh karena itu tanah perlu diatur dan dikelola secara nasi nasion onal al dan dan baik baik untu untuk k menj menjag agaa kebe keberl rlan anju jutan tan sist sistem em kehi kehidu dupa pan n berbangsa dan bernegara. Kebijakan yang berhubungan dengan pertanahan sangat sangat perlu diarahkan untuk mewujudkan mewujudkan tanah untuk “sebesar-besar “sebesar-besar kemakmuran bangsa”. Arah kebija kebijakan kan pertan pertanaha ahan n harusl haruslah ah sesuai sesuai dan sejala sejalan n dengan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-2 20102014 2014 yang yang ditu dituju juka kan n untu untuk k lebi lebih h mema memant ntap apka kan n pena penata taan an kemb kembal alii 1
Sunars Sunarso, o, Msi., Msi., Dkk , Pendidika Pendidikan n Kewarganeg Kewarganegaraan araan-PKN -PKN untuk Perguruan Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), halaman 177.
1
Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku institusi yang mengemban amanah sebagai lembaga negara representator pemilikan tanah dan penggunaannya.2
Selain
itu
juga
BPN
sebagai
pembina
dalam
kelembagaan masyarakat dalam hal pertanahan dan keagraria.3 Sehingga bisa dijabarkan betapa institusi BPN menjadi instansi yang vital bagi pelaksanaan pembangunan. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk membangun kemampuan
masyarakat
membangkitkan
dengan
kesadaran
akan
mendorong, potensi
memotivasi
yang
dimiliki
dan dan
mengembangkannya menjadi tindakan nyata untuk memperoleh akses terhadap sumber ekonomi, peningkatan produksi dan sumber-sumber kehidupan lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup/kesejahteraan. Peningkatan
partisipasi
program/kegiatan-kegiatan
masyarakat
pertanahan
dan
dalam pengelolaan
pelaksanaan pertanahan
merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat sehingga penyelenggaraan
program/kegiatan
pertanahan
dan
pengelolaan
pertanahan dapat lebih menyerap aspirasi masyarakat melalui wadahwadah yang dibentuk oleh kelompok masyarakat itu sendiri. Kantor Pertanahan Kabupaten Gunung Mas Propinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu kantor pertanahan yang dalam dua (2) tahun terakhir belum menghidupkan subseksi pemberdayaan masyarakat di daerah Kantor Wilayah Kalimantan Tengah. Kantor Pertanahan Kabupaten Gunung Mas belum melihat bahwa subseksi ini memegang peran penting 2
3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pada poin BERPENDAPAT huruf d : “Mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, sehingga semua tanah di wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik perorangan maupun secara gotong royong”. Dikuatkan dengan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 tentang BPN untuk mengemban fungsi pemberdayaan masyarakat dan diperjelas dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 dan Nomor 4 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional dan tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. Renstra BPN-RI 2010 Halaman 69
2
bagi terlaksananya pembangunan, terutama untuk golongan kecil dan mikro. Padahal pembangunan lintas sektoral terjadi pada subseksi ini dan menjadi tonggak daripada perekonomian rakyat terutama di daerah seperti Kabupaten Gunung Mas.
B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini, penulis merumuskan masalah menjadi dua (2) yaitu: 1. Apakah kaitan substansial nilai-nilai Pancasila dalam subseksi pemberdayaan? 2. Bagaimanakah seharusnya peran serta subseksi pemberdayaan masyarakat Kantor Pertanahan Kabupaten Gunung Mas dalam pembangunan terutama untuk sektor ekonomi Kabupaten Gunung Mas?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang substansial nilai-nilai Pancasila dalam subseksi pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu ujung tombak pelayanan BPN. Sedangkan tujuan yang lain adalah memberikan gambaran tentang peran subseksi pemberdayaan Kantor Pertanahan Kabupaten Gunung Mas dalam sektor ekonomi secara riil sebagai perintis mula ekonomi apabila subseksi ini dapat dihidupkan kegiatannya.
BAB II PEMBAHASAN
3
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia sedangkan Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berarti semua produk hukum di Indonesia harus mengacu pada UUD 1945 dan setiap produk hukum yang ada di Indonesia harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila. Pancasila merupakan ideologi nasional, dasar negara dan pandangan hidup bangsa. 4 Nilai-nilai Pancasila dalam pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental yang mengandung empat pokok pikiran yang bila dianalisis makna yang terkandung di dalamnya merupakan derivasi/penjabaran dari nilai-nilai Pancasila. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang kemudian sering disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan produk hukum Indonesia yang mengatur tentang agraria/pertanahan, maka pasal pasal yang ada dalam UUPA harus bersumber dari UUD 1945 dan Pancasila.5 Hakekat dari keduanya adalah mempersatukan, Pancasila mempersatukan bangsa dan negara, sementara UUPA mempersatukan hukum tanah nasional. Sejak UUPA lahir, Indonesia mempunyai Politik Agraria Nasional yang didasarkan pada prinsip pandangan hidup yang luhur, yang terdiri dari lima sila sebagai satu kesatuan yang bulat yang dinamakan Pancasila dan juga Politik Agraria Nasional harus dapat menjunjung perekonomian negara berdasarkan Pancasila dengan tujuan yang sudah ditetapkan (Pelaksanaan tugas keagrariaan dalam pembangunan edisi dwidasawarsa UUPA Depdagri Dir.Jend. Agraria, 1980: 16,17). BPN selaku institusi kelembagaan yang menjalankan pengelolaan pertanahan di Indonesia pun tidak bisa diabaikan. Melalui penelusuran 4
5
Drs. H. Kaelan, M.S., Dkk, Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi 2004 ,(Yogyakarta: Paradigma, 2004) Halaman 107 Bambang Sudrio Supriyanto, Dkk , Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: STPN, 2009), halaman 206.
4
sejarah kelembagaan, maka akan nampak bagaimana pasang surutnya kewenangan lembaga pertanahan sampai saat ini. Berpijak pada sejarah, dirumuskan kembali pertanahan
yang
ideal
sesuai
dengan
amanat
fungsi lembaga UUD
1945
dan
perkembangan masyarakat ke depan. Sejarah lembaga pertanahan dibagi ke dalam dua periode, yaitu perode sebelum dan sesudah UUPA. Pada tahun 1950-an, kelembagaan yang pertama kali dibentuk adalah Departemen Agraria, yang nantinya sesudah UUPA pun masih menjadi tarik ulur tentang penataan kelembagaan pertanahan ini. Pasang surut kelembagaan pertanahan pun nantinya berkorelasi pada pasang surut kewenangannya. Pembangunan kelembagaan pertanahan sejak UUPA pun mengalami hal yang tak kalah menarik. Fusi antara yang menangani hak (hukum), pendaftaran tanah (kadastral), penggunaan tanah
(land
use)
dan
penguasaan tanah (landreform) dalam satu atap Direktorat Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri adalah upaya menyatukan agar dapat dikelola secara utuh penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) secara terintergrasi. Namun pengelola P4T kemudian tidak mampu mewujudkan tanggung jawabnya jika administrasi pertanahan berada di bawah administrasi pemerintahan dalam negeri oleh karena terdapat kekhususan tanggung jawab yaitu menyangkut kontribusi administrasi pertanahan (P4T) terhadap kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat NKRI pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dengan pengalaman
tersebut terbentuklah Badan
Pertanahan
Nasional yang berasal dari Direktorat Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri. Setelah berbentuk BPN dan saat ini BPN-RI, lembaga yang mengelola administrasi pertanahan seluruh wilayah NKRI. BPN-RI memiliki Kantor Wilayah BPN di tingkat Provinsi dan Kantor Pertanahan di tingkat Kabupaten/Kota adalah perangkat pemerintah pusat yang ada di daerah. Kewenangan pemberian hak atas tanah dan pendaftarannya sudah didesentralisir kepada Kantor Pertanahan bukan ke Pemerintah Daerah.
5
Sedangkan sebagian dari urusan pertanahan meliputi sembilan kegiatan telah didesentralisir kepada Pemerintah Daerah sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yo UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi yang dikembangkan dari aspek pemerintahan dalam negeri sebagaimana yang bersumber pada pasal 18 UUD 1945, mengisyaratkan agar Kantor Pertanahan dan Kanwil BPN menjadi perangkat daerah atau manajemen pertanahan diotonomikan. Hal ini dapat disimak contoh di beberapa daerah telah membentuk Dinas Pertanahan Pemerintahan Aceh (Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006, pasal 213, 214 dan 253) merupakan fakta bahwa dalam pengembangan kelembagaan pertanahan mengalami tarik menarik dan kurang dapat diperhatikan pesan UUD 1945 yo. UUPA secara utuh. Setelah
terbit
Peraturan
Presiden
Nomor
10
Tahun
2006,
kelembagaan dan kewenangan BPN telah jelas, yang kedudukannya dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dengan 21 fungsi pertanahan, secara nasional, regional dan sektoral.6 Dalam Peraturan tersebut BPN-RI mempunyai peranan dalam mengemban fungsi pemberdayaan masyarakat. Fungsi-fungsi yang di maksud kemudian dijabarkan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional. Tugas pokok dan fungsi mengenai pemberdayaan diemban oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan meliputi fungsi fasilitasi, kerjasama pemberdayaan dan bina partisipasi. Selanjutnya tugas pokok dan fungsi pemberdayaan masyarakat di Kanwil Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.
6
Renstra BPN RI 2010, halaman 65
6
Pengelolaan pertanahan dan keagrarian mutlak membutuhkan keterlibatan apik dan pertisipasi aktif dari masyarakat. Legitimasi sosial dari penyusunan dan pelaksanaan agenda/ program pemerintah di bidang pertanahan dan keagrarian dapat berjalan dengan baik apabila mendapat partisipasi dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilan dalam penataan pertanahan melalui reforma agraria. Untuk itu, seharusnya kelembagaan pemerintah di bidang pertanahan membuka ruang yang luas dan kesempatan yang lebar bagi tumbuh dan berkembangnya
keterlibatan
pemerintah dalam
berbagai segi dan
bentuknya. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan reforma agraria dan seluruh kebijakan keagrariaan dan pertanahan hanya dapat muncul jika masyarakat memiliki cukup kesadaran, pengetahuan, kemampuan dan kemauan
mengenai hal-hal
penting
terkait
dengan agrarian dan
pertanahan. Untuk mencapai kondisi tersebut, dijalankan agenda dan program pendidikan, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan dan keagrariaan. Agenda dan program pengembangan partisipasi masyarakat ini dijalankan secara mengalir dari bawah ke atas dengan mengangkat kearifan-kearifan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat bawah.7 Semua ini merupakan bagian dari upaya menegakan kedaulatan rakyat yang dilandasi oleh semangat demokrasi untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan. Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang pertanahan sejak
tahun 1995 telah dibentuk kelompok-kelompok
masyarakat berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan.8
7
8
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. , Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Halaman 75 Petunjuk Teknis Pemberdayaan Masyarakat Bidang Pertanahan Pada Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Tahun 2009
7
Kantor Pertanahan Kabupaten Gunung Mas selaku lembaga penata pertanahan/agraria di tingkat kabupaten sejak akhir tahun 2007 tidak menunjukkan geliatnya. Hal itu terjadi akibat adanya kebijakan dari BPN RI (pusat) terkait Surat Edaran Menteri Kehutanan tentang kawasan kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah. Surat Edaran tersebut membuat beberapa seksi termasuk seksi pemberdayaan masyarakat terpaksa non-
job. Khusus untuk pembinaan partisipasi kelompok masyarakat sadar tertib pertanahan (Pokmasdartibnah) mengalami kondisi jalan ditempat karena Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah sejak tahun 2008 mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 yang memunculkan kembali Kelembagaan Adat (Damang) yang pada kondisi riil di lapangan malah semakin menyulitkan tentang arti penting sadar tertib pertanahan. Beberapa program andalan subseksi ini seperti pensertipikatan tanahtanah yang diperuntukan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kerjasama dengan pengembang perumahan pun tidak tidak berkembang, selain terjadi putusnya alur kegiatan di pihak bank terkait, inipun terjadi pada lembaga terkait seperti Kementrian Negara Koperasi dan UKM cq. Dinas
yang
membidangi
koperasi
dan
UKM
di
provinsi
dan
kabupaten/kota. Padahal sewaktu penulis berada di Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Tengah, sering mengikuti rapat kerja tentang program kerja sama dimaksud, yang waktu itu dicanangkan sebagai calon primadona baru program BPN selain prona. Dan hal tersebut sebetulnya sudah jelas diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI No 3 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Peningkatan Akses Permodalan. Kedua program di atas merupakan suatu program yang sangat bagus terutama sebagai perintis modal awal perekonomian terutama bagi masyarakat kabupaten pemekaran baru seperti Kabupaten Gunung Mas, yang baru definitif menjadi kabupaten pada tahun 2006. Pengembangan
8
ekonomi rakyat adalah syarat bagi sebuah sukses pembangunan yang tidak dibebani oleh ketimpangan. Mengembangkan ekonomi rakyat tidak identik dengan pola sinterklas, serba karitas. Jadi, yang menjadi pokok perhatian adalah bagaimana mencari kekuatan tersembunyi dari para pelaku ekonomi rakyat, dan memberdayakannya agar tumbuh dan berkembang sebagai sebuah kekuatan yang kokoh dalam ukuran skala usaha. Alangkah
disayangkan
beberapa
program
dari
9
subseksi
pemberdayaan masyarakat tidak berjalan. Pembinaan masyarakat yang digadang-gadang bakal menciptakan sistem pertanahan yang kuat yang sesuai dengan nilai Pancasila dan mampu mendorong perekonomian tidak mampu berbicara banyak karena beberapa situasi dan kondisi yang tidak mendukung.10 Mengingat juga kabupaten pemekaran seperti Kabupaten Gunung
Mas,
sangat
memerlukan
insentif
dalam
pembangunan
perekonomian, terutama kecil dan mikro, pembangunan perumahan sebagai penarik investor dan pendatang, tidak seharusnya subseksi ini
non-job .
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 9
Prof. Dr. Mubyarto, Pengantar Pembangunan Berbasis Rakyat (Community Based Development), Jakarta: Melati Bhakti Pertiwi, 2000 10 Endriatmo Soetarto & Moh. Shhibuddin, Makalah tentang Tantangan Pelaksanaan Reformasi Agraria dan Peran Lembaga Pendidikan Kedinasan Keagrariaan, halaman 3
9
Subseksi pemberdayaan masyarakat kantor pertanahan merupakan ujung tombak BPN selaku institusi kelembagaan yang menjalankan pengelolaan pertanahan. Subseksi ini bekerja dalam payung hukum UUD 1945 dan Pancasila serta perundangan lainnya. Subseksi ini merupakan perwujudan dari nilai-nilai Pancasila seperti persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai-nilai tersebut terwujud dalam tugas pokok dan fungsi yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2008. Dalam kegiatan ekonomi, subseksi ini merupakan koordinator dan fasilitator terutama dalam kegiatan perekonomian kecil dan mikro lintas sektoral yang sangat penting, terutama bagi daerah yang baru mekar, seperti provinsi maupun kabupaten. Sudah seharusnya subseksi ini mendapat perhatian baik oleh intra dalam organisasi BPN sendiri maupun terhadap mitra BPN, baik Pemerintahan Daerah, instansi Kementrian lain maupun pihak swasta. Dari subseksi inilah perekonomian rakyat yang menjiwai sila 33 UUD 1945 mulai digalakkan, ditingkatkan dan menjadi poros perekonomian bangsa.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis dapat mengemukakan saran sebagai berikut: 1. Agar subseksi permberdayaan masyarakat dapat berbenah diri, membuat target dan memulai kerja. 2. Memulai pembentukan Pokmasdartibnah dengan merangkul damang serta meluruh kepada kelembagaan adatnya. BPN juga melakukan asistensi penyuluhan terhadap masyarakat dengan bekerja sama dengan Pemerintahan Daerah dan kelembagaan adat, tentang arti penting pertanahan/keagrariaan. 3. Memulai Program pensertipikatan tanah bagi UMK, dengan lebih aktif lagi melakukan koordinasi dengan instansi lain terkait. Menambah
10
payung hukum dan MOU dengan isntansi terkait agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi lagi saling menghambat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Prof. Dr. H. Zainuddin, M.A. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
11
Mubyarto, Prof. Dr. 2000. Pengantar Pembangunan Berbasis Rakyat (Community
Based Development). Jakarta: Melati Bhakti Pertiwi. Farid, Abdul Haris. 2007. Pengantar Administrasi Pertanahan. Yogyakarta: STPN. Kaelan, Drs. H. M.S., Dkk. 2004. Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi 2004. Yogyakarta: Paradigma. Soetarto,
Endriatmo
&
Moh. Shhibuddin.
Makalah tentang Tantangan
Pelaksanaan Reformasi Agraria dan Peran Lembaga Pendidikan Kedinasan Keagrariaan. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Sunarso, Msi., Dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan-PKN untuk Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: UNY Press. Supriyanto, Bambang Sudrio, Dkk. 2009. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: STPN. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Subbagian dan Seksi pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Uraian Tugas Urusan dan Subseksi pada Kantor Pertanahan. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Pemberdayaan Masyarakat Bidang Pertanahan Pada Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Tahun. 2009. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah. 2008. Peraturan Daerah No 16 Tahun 2008 tentang
Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah. Lembaran Daerah
12
Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008, No. 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 24. Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya. Renstra Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2010. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Republik Indonesia. 1960. Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara RI Tahun 1960, No. 104, Tambahan Lembaran Negara RI No. 2043. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2004, No. 125, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4437. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang No 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh . Lembaran Negara RI Tahun 2006, No. 62, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4389. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Lembaran Negara RI Tahun 2007, No. 82, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4737. Sekretariat Negara. Jakarta. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. PPKI. Jakarta.
13