Page 19
Penangguhan Ideologi Pancasila dalam Mengantisipasi Penyebaran Terorisme di Indonesia
Disusun Oleh :
- Febry Kurnia Andhika (162040100072)
- Halimah (162040100064)
- Ria Novitasari (162040100069)
Kelas : B1 / Semester 1
Matkul : Pendidikan Pancasila
Dosen : Dr. Hj. Sri Ayu Astuti, SH, MH
Dari Tema: Pemahaman Ideologi Pancasila dalam Masyarakat Indonesia terkait adanya sikap Intoleransi dan Radikalisme serta Terorisme.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SIDOARJO
2016 / 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena denga rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan pembuatan Makalah Sederhana ini dengan baik.
Terorisme adalah suatu masalah yang sangat serius yang menimpa bangsa Indonesia saat ini, dan sudah menjadi masalah yang mengglobal yang dapat merusak sikologis suatu bangsa. Namun yang terkandung pada inti terorisme itu sendiri ialah perilaku yang tidak berperikemanusiaan yang melakukan tindakan-tindakan yang merugikan seluruh bangsa yang diteror.
Karya Tulis Sederhana ini dibuat agar pembaca dapat mengetahui antisipasi juga penanganan terhadap aksi dan penyebaran terorisme yang kian meresahkan keutuhan bangsa Indonesia saat ini. Penulis berharap dengan mempertebal keimanan dan kepengetahuan tentang islam menurut al-quran, dan juga dengan menangguhkan Ideologi Pancasila dalam jiwa setiap warga negara, maka keutuhan bangsa Indonesia tidak akan mudah tergoyahkan, masyarakat akan semakin cerdas dan bersikap selektif terhadap paham-paham baru yang masuk, dan juga tidak mudah terpengaruh paham-paham radikal seperti terorisme tersebut.
Penyusun menyadari masih banyak sekali kesalahan dan kekurangan dalam menyusun makalah ini. Maklum karena penyusun masih dalam tahap belajar.
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………..….1
KATA PENGANTAR……………………………………………………..….2
DAFTAR ISI………………………………………………………………..…3
PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………………..……..4
Rumusan Masalah……………………………………………………………...4
Tujuan…………………………………………………………………………..4
PEMBAHASAN
Memahami Tindak Pidana Terorisme…………………………………..…..….5
Tindakan-Tindakan Terorisme……………………………………………...….7
Peranan Ideologi Pancasila Terkait Terorisme……………………………..….9
Bahaya Terorisme serta Radikalisme Terhadap Ideologi Pancasila….……..11
Langkah Strategis Mengantisipasi Terorisme…………………………….….13
PENUTUPAN………………………………………………………………..15
KESIMPULAN………………………………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...…………...19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada saat ini, terorisme telah menjadi fenomena global. Gerakan terorisme telah merambah hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Sebagaimana di kawasan lainnya, terorisme di Indonesia juga memiliki dasar-dasar teologi dan ideologi serta jejaring sehingga memiliki daya tahan yang kuat. Sampai saat ini, terorisme menjadi salah satu tantangan dan ancaman terhadap ketahanan nasional.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Sejak dahulu Pancasila yang merupakan pedoman bagi bangsa Indonesia, telah menyatukan berbagai perbedaan-perbedaan bangsa. Pancasila merupakan ideologi yang netral serta bersifat terbuka, sehingga sejak dahulu hingga sekarang tetap menjadi acuan bagi bangsa Indonesia untuk mengatasi konflik dari dalam maupun dari luar.
Rumusan Masalah
Di Indonesia, reaksi "serius pemerintah terhadap terorisme muncul pasca peristiwa Bom Bali pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 jiwa dan melukai 209 jiwa. Pada tanggal 18 Oktober 2002, kurang dari satu minggu setelah meledaknya bom di kawasan Kuta tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu No 2 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Perpu No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002.
Sejumlah peristiwa terorisme menunjukkan adanya mata rantai antara kelompok dalam dan luar negeri. Dari hasil pengungkapan kasus di Indonesia merupakan jaringan teroris Internasional dimana keberadaanya dengan segala aktifitasnya tidak dapat terdeteksi secara dini sehingga sulit untuk dicegah dan ditangkal. Aksi teror tersebut bila terus berlanjut akan dapat mengancam stabilitas politik dan keamanan yang pada gilirannya akan menghambat kelancaran pembangunan nasional.
Tujuan
Diharapkan pembaca dapat mengantisipasi penyebaran terorisme dengan pemaparan tentang seluk beluk terosrisme, latar belakang timbulnya terorisme dan juga tindakan-tindakan terorisme yang terjadi di Indonesia. Dan langkah-langkah strategis dalam hal meminimalisasi aksi terorisme, serta menangguhkan kecintaan terhadap tanah air yang berlandaskan pada Ideologi Pancasila, sebagaimana Pancasila menjadi dasar negara Republik Indonesia yang berdaulat.
PEMBAHASAN
Memahami Tindak Pidana Terorisme
Dari segi bahasa, istilah terorisme sesungguhnya berkait erat dengan akar kata teror dan juga teroris. Teror berarti kekacauan; tindak sewenang-wenangan untuk menimbulkan kekacauan dalam masyarakat; tindakan kejam dan mengancam.
Sementara teroris adalah pelaku dari aksi teror, yang bisa bermakna jamak ataupun juga tunggal. Dengan demikian terorisme bisa diartikan sebagai faham yang gemar melakukan intimidasi, aksi kekerasan serta berbagai kebrutalan pada masyarakat sipil, bedasarkan latar belakang serta sebab motif tertentu.
Oleh karena itu aksi teror bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun. Sepanjang pihak atau kelompok tersebut melakukan intimidasi dengan kekerasan dan ancaman yang berimplikasi lahirnya ketakutan dan kemencekaman pada pihak lain, tepatnya masyarakat sipil, maka sepanjang itu pula pihak atau kelompok tersebut telah melakukan aksi teror dan bisa disebut terorisme.
Abu Muhammad AF dalam Webster's New School and office Dictionary. A Fawcett Crest Book, membagi terorisme dengan dua pendefinisian;
(1) Terorisme sebagai kata benda.
(2) Terorisme sebagai kata kerja.
Terorisme sebagai kata benda adalah extreme fear; atau ketakutan yang amat sangat, atau bisa pula diartikan sebagai one who excites extreme fear; seseorang yang gelisah dalam ketakutan yang amat sangat.
Dalam pengertian yang berbeda, ia juga bisa diartikan sebagai the ability to cause such fear; yakni kemampuan untuk menimbulkan ketakutan, atau mengancam, atau memaksa dengan teror atau ancaman teror.
Dalam pengertian yang lebih sistematis, terorisme juga bisa diartikan sebagai penggunaan kekerasan secara sistematis seperti pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok atau segolongan orang untuk memelihara, menegakkan atau mengurus kekuasaan, atau mempromosikan kebijakan politik dan sebagainya.
Sedang terorisme sebagai kata kerja adalah; yakni penggunaan kekerasan, ancaman dan sejenisnya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau tujuan dari suatu sistem pemerintahan yang ditegakkan dengan teror.
Berdasarkan pengertian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa tindak terorisme hanya bisa dikategorikan sebagai tindak pidana, bila ia menimbulkan atau melahirkan suasana teror; yang dalam hal ini dibedakan menjadi dua:
Teror Fisik; yakni adanya penciptaan rasa takut dan gelisah dengan menggunakan alat-alat yang berkenaan langsung dengan jasmani manusia, dimana ia menimbulkan rasa sakit yang mendalam pada fisik yang diteror, dengan harapan sang korban mengalami efek psikologis.
Teror Mental; yakni adanya penciptaan rasa takut dengan menggunakan alat-alat yang tidak berkenaan langsung dengan jasmani manusia, melainkan dengan tekanan psikologis sehingga menimbulkan tekanan batin yang luar biasa, hingga sasaran teror menjadi putus asa, karena tidak sanggup menanggung ketakutan mereka.
Dalam istilah Arab terorisme sering diungkap dengan istilah Fi'il Madi "Rohiba" atau dari masdar "Irhaban" yang berarti takut atau sesuatu yang menakutkan. Namun demikian sebagai tindak perilaku miliki makna yang tak berbeda dengan berbagai pendefinisian di depan, yakni tindak perbuatan yang menghasilkan suasana teror, ketakutan amat sangat, serta hilangnya rasa aman dan ketentraman.
Sementara Islam sendiri, sebagaimana telah dijelaskan di muka, tidak pernah mengenal istilah terorisme. Hal tersebut sangat wajar karena istilah terorisme memang tidak lahir dalam dunia Islam. Meski sebagai tindak perbuatan yang memiliki unsur dan kriteria, tindak terorisme dikenal Islam. Namun hukum islam sesungguhnya tidak pernah mengenal definisi hukum istilah terorisme dalam batasan apapun.
Oleh karena itu upaya pendefinisian terorisme dalam terminologi hukum Islam, hanya dimungkinkan dengan melakuka qiyas pada tindak jarimah tertentu, yang sekiranya memiliki unsur dan kriteria sama dengan tindak pidana terorisme. Dalam penalaran selanjutnya, maka pendefinisian terorisme dalam terminologi Islam hanya dimungkinkan bila unsur dan kriteria terorisme telah diketahui terlebih dahulu.
Berdasarkan batasan pengertian tindak terorisme maka unsur tindak pidana terorisme dapat dikategorikan sebagai berikut;
(1) Berdasarkan pada sifat dari tindak perbuatan terorisme itu sendiri.
(2) Berdasarkan pada dampak akibat dari tindakannya.
(3) Didasarkan pada motif tujuan yang melatarbelakanginya.
(4) Berdasarkan pada taktik atau metode gerakannya.
Terorisme adalah tindak perbuatan yang menimbulkan suasana teror, ketakutan amat sangat secara meluas, atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital dan strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik.
Terorisme adalah tindak perbuatan kekerasan, kejam, brutal, bengis, seperti melakukan penyiksaan atau penyerangan pada masyarakat sipil, pembunuhan secara massal, peledakan bom atau melakukan penculikan, juga penyanderaan.
Tindakan-tindakan terorisme:
Pemboman
Taktik yang dilakukan para teroris era dewasa ini. Karena memang taktik peledakan bom di tempat umum yang strategis, bisa dipandang efektif untuk melahirkan suasana teror dalam sebuah masyarakat. Di Indonesia misalnya, aksi terorisme yang menggunakan taktik peledakan bom, banyak terjadi sejak lima tahun belakangan ini. Bahkkan kasus teror yang sama. Oleh karena itu bisa dinilai logis bila sebuah penelitian mengungkapkan bahwa dalam dekade terakhir ini, tercatat 67% aksi teror selalu dilakukan dengan menggunakan bom.
Pembunuhan
Taktik teror yang juga banyak dilakukan adalah taktik teror pembunuhan. Yang mana adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat ini. Sasaran dari pembunuhan ini seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan yang dilakukan. Sasaran dari pembunuhan ini biasanya adalah pejabat pemerintahan, pengusaha, politisi dan aparat keamanan. Dalam 10 tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhanoleh teroris diseluruh dunia. Namun demikian belakangan ini aksi teror pembunuhan lebih sering dilakukan para teroris tanpa klaim tanggung jawab.
Penghadangan
Aksi terorisme juga sering menggunakan taktik penghadangan. Dimana penghadangan tersebut biasanya telah dipersiapkan terlebih dahulu secara matang oleh para teroris dengan melakukan berbagai latihan terlebih dahulu, serta perencanaan medan dan waktu. Oleh karena itu taktik ini disinyalir jarang sekali mengalami kegagalan.
Penculikan
Sementara itu taktik lain yang juga banyak dilakukan para teroris dalam melakukan aksi terornya adalah penculikan. Biasanya dilakukan dengan melakukan penghadangan para korban yang ditargetkan. Penculikan biasanya diikuti oleh tuntutan tebusan berupa uang, atau tuntutan politik lainnya.
Penyanderaan
Hampir sama dengan penculikan. Penyanderaan lebih berhadapan langsung dengan aparat dengan menahan sandera di tempat umum. Tuntutan biasanya lebih dari sekedar materi. Biasanya tuntutan politik lebih sering dilemparkan teroris pada kasus penyanderaan ini.
Perampokan
Taktik perampokan biasa dilakukan teroris untuk mencari dana bagi setiap kegiatan aksi terornya. Karena berbagai kegiatan terorisme biasanya memiliki biaya yang sangat mahal. Perampokan juga digunakan sebagai ujian bagi program latihan personil baru.
Sabotase dan Pembajakan
Biasanya taktik yang digunakan oleh kelompok teroris untuk mendapatkan kesan dan menghancurkan propaganda dari pemerintah.
Ancaman/Intimidasi
Dimana para teroris melakukan tindakan yang bisa menakuti atau mengancam masyarakat, dengan menggunakan kekerasan terhadap korban, di daerah yang dianggap rawan sasaran terpaksa menuruti kehendak pengancam untuk tujuan dan maksud tertentu.
Berdasarkan unsur tindak pidana terorisme yang telah dipaparkan, maka sesungguhnya bisa diqiyaskan dengan tindak pidana hirabah. Qiyas tersebut bisa absah, karena unsur dan hal yang mengkriteriakan tindak terorisme dengan tindak pidana hirabah tidak jauh beda. Yakni keduanya memiliki unsur perbuatan mengancam struktur kedamaian hidup masyarakat luas, menimbulkan ketakutan, kerusakan, baik materiil ataupun imateriil, melahirkan suasana teror, serta menimbulkan berbagai berbagai korban jiwa.
Validitasi qiyas tersebut juga bisa dijelaskan dengan melihat kandungan makna yang termaksud dalam dasar opanologis tindak pidana hirabah. Dimana dalam nash tersebut dijelaskan sebagai tindakan yang menimbulkan berbagai kerusakan dimuka bumi.
Peranan Ideologi Pancasila Terkait Terorisme
Pancasila dijadikan ideologi dikarenakan pancasila memiliki falsafah mendasar dan rasional dan pancasila tertuju kokoh dan kuat dalam dasar mengatur kehidupan bernegara, selain itu Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasianal karena negara bangsa indonesia ini adalah sebuah desain negara modern yang disepakati pendiri negara RI yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.
Pancasila pertama kali dikumandangkan oleh Soekarno pada saat berlangsungnnya sidang BPUPKI. Pada saat itu Soekarno menekankan pentingnya sebuah dasar negara yang disamakan sebagai fundamental,filsafat pemikiran yang mendalam,serta perjuangan suatu bangsa senantiasa memiliki karakter tersendiri. Pancasila tertulis formal pada alinea ke-IV UUD 1945. Selain itu juga memiliki dasar yuridis yang kuat. Jadi dapat di simpulkan bahwa pancasila hanya dapat berperan sebagia ideologi negara jika segala tindakan individu maupun sosial dalam masyarakat yang mencakup berbangsa dan bernegara yang juga menyangkup aspek politik sosial ekonomi dan lain-lain dilaksanakan secara rasional berdasarkan Pancsila.
Ideologi dimaknai sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin diwujudkan. Ideologi sangat diperlukan karena dianggap mampu membangkitkan kesadaran akan kemerdekaan, memberi motivasi dalam perjuangan melawan penjajah. Pentingnya Ideologi dapat dilihat dari fungsinya. Bagi suatu negara, ideologi merupakan sesuatu yang berfungsi sebagai pandangan hidup dan petunjuk arah semua kegiatan hidup serta penghidupan suatu bangsa di berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Ideologi diperlukan oleh suatu bangsa untuk mewujudkan tujuan negaranya. Tanpa kesepakatan bersama, tidak mungkin tujuan untuk meraih cita-cita atau harapan negara dapat menjadi kenyataan.
Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai berikut :
Bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia. Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan dengan tertib sosial dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan politik yang bersangkutan.
Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatuka manusia, kelompok, atau masyarakat yang selanjutnya diarahkan pada terwujudnya partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
Bahwa yang bisa mengubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu dalam berbagai lembaga politik dan kemasyarakatan. Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga merupakan ideologi negara. Sebagai ideologi negara berarti bahwa pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakan, begitu juga dengan ideologi pancasila. Masyarakat yang dicita-citakan dalam ideologi pancasila adalah masyarakat yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan dan bertoleransi, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang bersatu dalam suasana perbedaan, berkedaulatan rakyat dengan mengutamakan musyawarah, serta masyarakat yang berkeadilan sosial.
Pancasila sebagai Ideologi membawakan nilai-nilai tertentu yang digali dari realitas sosio-budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu ideologi pancasila membawa kekhasan tertentu yang membedakannya dengan ideologi lain.
Bahaya Terorisme serta Radikalisme Terhadap Ideologi Pancasila
Terorisme masih menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia, tidak saja mengancam keslamatan warga, terorisme yang berakar dari ideologi radikalisme, bahkan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Data yang berhasil dihimpun BNPT menyebutkan bahwa sedikitnya 15 daerah di Indonesia yang masih rawan terhadap terorisme, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Di Indonesia, kecenderungan terjadinya terorisme terus meningkat. Menurut data yang dilansir Kepolisian Republik Indonesia. Perlu dipahami bahwa terorisme bukanlah kejahatan biasa, Terorisme merupakan kajahatan terhadap kemanusiaan yang bersifat lintas negara,terorganisasi dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Pencegahan terorisme memerlukan penanganan secara terpusat, terpadu dan terkoordinasi. Penanggulangan terorisme hanya mungkin berhasil jika melibatkan segenap elemen bangsa. Tanpa partisipsi setiap elemen masyarakat sebagai warga negara, usaha penanggulangan terorisme akan senantiasa menhadapi kendala besar dan cenderung gagal. Upaya pemberantasan terorisme tak dapat mengabaikan peran masyarakat luas, dan sosial kontribusi masyarakat sangatlah besar, baik dalam konteks memutus ideologis, mendeteksi keberadaan kelompok teroris, serta mengontrol tindak tanduk jaringan kekerasan ini. Bahkan peran masyarakat dan lingkungan juga sangat signifikan dalam mengungkap jaringan terorisme. Kewaspadaan masyarakat dalam lingkungan sosial telah berperan aktif dalam mengungkap kelompok teroris. Masyarakat dan lingkungan sosial juga bisa berperan dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini terhadap potensi terorisme. Lingkungan sosial yang acuh tak acuh terhadap kegiatan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk melakukan gerakannya, namun tidak dapat dipungkiri, lingkungan sosial bisa mempunyai peran ganda. Karena di satu sisi lingkungan bisa memberikan sumbangsih bagi proses ideologisasi dan pembentukan jaringan terorisme, khususnya lingkungan masyarakat yang cenderung cuek atas apa yang terjadi di sekitarnya. Di sisi lain, masyarakat dan lingkungan juga bisa berperan dalam menghambat dan menyelesaikan persoalan terorisme.
Ada dua model kehidupan masyarakat kota yang selama ini dimanfaatkan oleh jaringan terorisme. Masyarakat perkotaan, kultur kehidupan masyarakat kota yang cenderung cuek satu sama lain dan tidak saling akrab kerap dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk bersembunyi di tengah – tengah masyarakat, masyarakat kota yang sangat disibukkan dengan urusan masing – masing kelompok teroris sangat leluasa untuk menyusun dan merencanakan berbagai macam bentuk kejahatannya. Masyarakat basis adalah sebuah komunitas masyarakat yang mempunyai kesamaan ideologi maupun cita – cita perjuangan dengan kelompok teroris.
Atas dasar kesamaan inilah, kelompok teroris mendapatkan keleluasaan untuk menjalankan berbagi macam rencanan kejahatannya. Alih - alih mendapatkan perlawanan dari masyarakat sekitar, kelompok teroris justru kerap di lindungi bahkan di posisikan sebagai pahlawan oleh masyarakat basis.
Dalam konteks nasional, pengalaman kelompok teroris bersembunyi dan bergerak di balik masyarakat basis sangatlah minim adanya, tapi sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan seluruh wilayah lain di Indonesia. Tentu ini adalah realitas yang sangat mengembirakan bagi semua pihak dan masyarakat Nusantara tetap melestarikan kultur toleransi dan gotong royong yang dimiliknya. Alih – alih melindungi, justru masyarakat kerap proaktif melaporkan hal – hal yang dianggap mencurigakan di lingkungan sekitar. Masyarakat berhak mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya atas peran yang dilakukan.
Langkah Strategis Mengantisipasi Terorisme
Dibutuhkan adanya langkah strategis agar peran masyarakat dan lingkunagn sosial bisa optimal dalam upaya penanggulan dan pencegahan terorisme. Masyrakat lebih mengetahui tentang kondisi lingkungannya dibanding pihak lain, termasuk dalam mengenali pendatang baru ataupun perubahan yang mengarah pada radikalilasi dari orang atau pihak tertentu. Misalnya dengan memaksimalkan peran lingkungan sosial yang paling kecil seperti RT/RW. Sebagai ujung tombak aparat negara, RT/RW bisa berperan optimal untuk mengontrol setiap aktifitas dilingkunga masyarakat. Hampir bisa dipastikan, kehadiran jaringan atau anggota terorisme yang bersembunyi ditengah – tengah masyarakat membawa tanda – tanda radikalisasi tertentu. Begitu seterusnya hingga pada suatu waktu membulat dalam bentuk aksi terorisme.
Hal ini berarti bahwa masyarakat mempunyai kekutan yang sangat hebat untuk turut berperan serta dalam upaya pencegahan terorisme dan radikalisme. Hingga semua masyarakat dapat menjalankan semua aktifitasnya tanpa rasa takut atau menakutkan pihak lain.
Sebagai lembaga negara yang diberikan mandat khusus untuk penanggulangan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan terus mengembangkan kerja sama dengan segenap elmen bangsa dalam upaya menghadapi dan menyelesaikan ancaman terorisme, khususnya masyarakat luas. Hingga tak ada lagi yang menjadi korban dari kekejian aksi terorisme.
Dengan berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di atas dan untuk mewujudkan kemampuan segenap komponen bangsa dalam deteksi dini, penangkalan dini, dan pencegahan dini serta tindakan dini terhadap segala bentuk ancaman aksi Terorisme, maka dikembangkan strategi digunakan :
Strategi Jangka Pendek : Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan deteksi dan penangkalan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah :
1) Terwujudnya kesamaan dan kesatuan persepsi tentang Terorisme
2) Terbentuknya kepribadian komponen bangsa yang pancasilais,
3) Terbentuknya jiwa nasionalisme yang tinggi
4) Terwujudnya disiplin nasional
Strategi Jangka Panjang : Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan penindakan terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
1) Meningkatnya sikap keberanian dan kemampuan segenap komponen bangsa.
2) Terbentuknya komitmen yang kuat untuk melakukan langkah-langkah penindakan dini.
3) Terwujudnya perangkat nasional yang mampu menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan kewenangan.
4) Meningkatnya peran serta segenap komponen bangsa terhadap aksi Terorisme di Indonesia.
5) Meningkatnya kerjasama internasional.
Selain itu langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani terorisme adalah:
Upaya yuridis yang berupa pengaturan hukum harus disadari sebagai suatu hal yang penting, karena aturan hukum, merupakan pedoman bagi aparat penegak hukum untuk bertindak secara proporsional dan profesional. Dalam pemberantasan kejahatan terorisme diharapkan penegak hukum konsisten sehingga tercipta ketertiban dan keadilan di masyarakat serta terlindunginya hak-hak asasi manusia.
Untuk segera mengamandemen dan menambah beberapa pasal yang kurang jelas, supaya tidak menimbulkan salah tafsir dari yang dimaksudkan Undang-undang, contohnya setiap laporan intelijen dapat dijadikan bukti permulaan untuk penangkapan (Pasal 26).
Dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2003 belum mengatur Subjek Tindak Pidana yang dilakukan oleh elemen negara, hendaknya dalam amandemen dimasukkan mengenai subjek tindak pidana yang dilakukan oleh elemen negara yang dewasa ini populer disebut sebagai "terorisme negara" (state terrorism)
Hendaknya jangan membalas aksi teror dengan cara-cara teror yang serupa. Jadi terorisme jangan dilawan dengan terorisme, dalam memberantas tindak pidana terorisme, sikap menjunjung tinggi tegaknya HAM tetap harus menjadi prioritas.
Diharapkan peran serta masyarakat, dukungan bahkan bantuannya dalam rangka penanganan kejahatan terorisme. Negara (polri) tidak akan bisa bekerja sendirian dan berhasil dalam menangani masalah terorisme.
PENUTUPAN
Bom telah berkali-kali mengguncang Indonesia. Baik di Gereja yang terletak di Jakarta pada malam Natal dan Tahun Baru, di Kedutaan Besar, di Hotel J.W. Mariot, dan di Bali. Ini menandakan kerawanan keamanan di Indonesia dan lemahnya kinerja intelijen Indonesia. Yang perlu segera dihadapi ialah bagaimana mencegah kegiatan terorisme sehingga tidak memasuki ruang kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia agar tidak menambah parah keadaan dan berdampak negatif dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan ketertiban serta keamanan masyarakat secara luas.
Dengan mengambil langkah tersebut sekaligus diharapkan dapat kita temukan strategi dan taktik yang tepat untuk pencegahan dan pemberantasannya tanpa harus melemahkan tatanan sosial dan budaya bangsa kita yang harmonis dan multietnik sejak zaman dahulu. Sebaliknya pemerintah dan bangsa Indonesia harus dapat menunjukkan dan mengambil langkah yang bersifat proaktif, tegas, dan wajar dalam menghadapi kegiatan terorisme, baik yang bersifat internasional maupun yang bersifat nasional. Hal yang mungkin dapat dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi tindakan terorisme yang lima tahun terakhir ini makin marak terjadi antara lain adalah:
Melaksanakan dengan sungguh-sungguh segala produk hukum yang telah dibuat. Karena sebaik apa pun undang-undangnya namun apabila tidak dilaksanakan dengan sungguh sungguh oleh para penegak hukumnya (law enforcement-nya), maka produk hukum tersebut, baik Undang-undang, Perpu, Keppres dan lain sebagainya, hanya menjadi black dead letter atau macan kertas saja. Karena terorisme merupakan rangkaian tindakan yang kompleks, maka pada dasarnya pengaturan anti-terorisme tidak akan memadai jika hanya dilakukan dalam satu undang-undang (umbrella act). Sehingga perlu rasanya untuk mengefektifkan ketentuan hukum yang sudah ada dan terpencar dalam berbagai undang-undang dengan cara mengintegrasikannya ke dalam kerangka hukum yang komprehensif. Langkah-langkah yang dapat dilakukan sehubungan implementasi undang-undang tersebut dapat difokuskan bentuk penguatan institusi. Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan institusi atau fungsi intelijen untuk pengumpulan dan analisa informasi yang akan digunakan untuk investigasi.
Sebagai upaya yang berkelanjutan, kebijakan anti-terorisme dapat juga difokuskan pada membangun sistem dan mekanisme peringatan dini (early warning system). Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah, antara lain, membangun kesadaran publik tentang bahaya terorisme, menciptakan komunitas yang sadar tentang masalah-masalah keamanan, termasuk pertahanan, ketertiban masyarakat, dan intelijen. Tumbuh kembangkan kerjasama antara masyarakat dan aparat terkait. Di Indonesia rasanya sudah banyak badan intelijen dan anggota intelijennya seperti Badan Intelijen Nasional (BIN), Badan Intelijen dan Strategis (BAIS), Internasional Police (Interpol), dan badan-badan intelijen lainnya seperti dari Kejaksaan atau Departemen Keuangan.
Segera tindak lanjuti setiap laporan yang masuk sekecil apapun meskipun laporan tersebut diragukan keakuratannya. Dalam doktrin ilmu hukum ada kalimat yang mengatakan, "Lebih baik membebaskan orang salah daripada menghukum orang yang benar." Artinya apabila ada keraguan, lebih baik dibebaskan, karena yang berhak menghukum apalagi dengan ancaman hukuman mati adalah Tuhan. Dengan adanya tindakan yang responsif antara institusi atau lembaga yang ada dengan masyararakat Indonesia, diharapkan dapat mendukung upaya penanggulangan terorisme di Indonesia.
Alternatif dalam rangka memerangi terorisme dapat pula dilakukan dengan cara mempersempit ruang yang potensial untuk berkembangnya tindakan-tindakan teror. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengatur secara komprehensif segala sesuatu yang berkaitan dengan jenis dan cara perpindahan sumber daya yang dapat digunakan untuk melakukan dan mendukung aksi teror. Antara lain, pengawasan perbatasan, keamanan transportasi (darat, laut dan udara), bea cukai, keimigrasian, money laundering, breeding ground (milisi dan latihan militer), pengaturan terhadap keuangan, bahan peledak, bahan kimia, dan persenjataan, serta perlindungan terhadap masyarakat sipil.
KESIMPULAN
Pencegahan dan penanggulangan terorisme membutuhkan suatu kejasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah juga perlu adanya dukungan terhadap kepedulian masyarakat, karena dengan melibatkan masyarakat penanggulanan dan pencegahan secara dini terhadap seluruh aksi atau kegiatan terorisme dapat dengan mudah diatasi. Sistem pertahanan dan keamanan semesta dimana TNI dan Polri merupakan elemen utama dalam menghadapi aksi kejahatan terotisme harus selalu melakukan koordinasi dengan instansi-instansi pemerintah lainnya atau dengan swasta atau elemen sipil lainnya karena dukungan dan koordinasi dalam mendeteksi dan mengatasi berbagai permasalah teroris akan mudah diatasi. Didalam pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia dibutuhkan suatu badan ekstra semacam lembaga anti terorisme nasional yang pengawakannya ditangani secara terpadu antara TNI dan Polri serta unsur masyarakat dengan dibawah satu komando pengendali. Selain peningkatan kerjasama baik antara lembaga didalam negeri perlu juga adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga anti terorisme yang berada diluar negeri yang tentunya didasari oleh kerangka hukum, karena dengan dasar hukum yang kokoh akan menjadi dasar kebijakan nasional dan tindakan kita dalam memerangi terorisme. Selain itu dengan dasar hukum yang kuat diharapkan mampu melindungi berbagai kepentingan baik kepentingan publik maupun hak-hak asasi manusia.
Terorisme adalah perlawanan atau peperangan bukan pada militer melainkan terhadap orang-orang yang tidak berdosa dan masyarakat sipil. Teror adalah menakkut-nakuti dan mengancam. Ia tidak bisa diterima oleh akal manusia dan tidak dibenarkan oleh semua agama. Kejahatan terorisme merupakan produk perilaku kebiadaban dan kebinatangan. Akibat yang ditimbulkan sangat terasa sebagai wujud pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di dalam agama memang ada tindakan kekerasan yang dibenarkan, tetapi hal itu sebagai wujud implementasi hukum (syari'ah),seperti masih diakuinya sanksi dalam bentuk hukuman mati. Tetapi cara-cara keji seperti teror dengan mengorbankan rakyat tidak berdosa tidaklah dibenarkan oleh agama. Di dalam Islam misalnya diajarkan "tidak disebut beriman di antara kalian sehingga mencintai sesamanya sebagaimana mencintai diri sendiri"
Pengaturan tindak pidana terorisme selain dalam UU No. 15 Tahun 2003, juga dapat didukung dengan peraturan lainnya yaitu, UU Darurat No. 12 Tahun 1951 Tentang Kepemilikan Senjata Api, dan KUHP seperti dakwaan yang dikenakan pada terdakwa Amrozi, akan tetapi dasar utamanya adalah UU No. 15 Tahun 2003. Dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana terorisme adalah : (1) Segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini (Pasal 1 ayat 1. (2) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).
Dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2003 mengecualikan tindak pidana selain yang bermotif politik (Pasal 5). Mengenai terorisme sebagai delik tindak pidana dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2003, dapat dijumpai dalam pasal-pasal sebagai berikut : (1) Delik Materiil terdapat dalam pasal 6; (2) Delik formil yang terdapat dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 12; (3) Delik Percobaan; (4) Delik Pembantuan; (5) Delik Penyertaan terdapat dalam Pasal 13 dan 15; dan (6) Delik Perencanaan terdapat dalam Pasal 14.
Pertanggungjawaban pidana yang dapat diterapkan pada pelaku tindak pidana terorisme, yaitu: liability based on fault yang dapat dikenakan hanya pada orang/secara tuggal, sedang pada korporasi; Strict liability dan Vicarious liability.
Penggunaan sistem peradilan pidana merupakan suatu respon terhadap penanggulangan dan penanganan kejahatan dan kriminalitas, adalah juga merupakan wujud dari usaha penegakan hukum pidana. Mekanisme peradilan pidana sebagai suatu proses, atau disebut criminal justice process dimulai dari penangkapan, penggeledahan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang peradilan, serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana atau eksekusi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Pribadi & Abu Rayyan. 2003. Membongkar Jaringan Teroris. Lampung:Abdika Press.
Abdul Wahid, Supardi, Imam Sidik. 2004. Kejahatan Terorisme dalam Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Mataram:Aditama.
Agus SB. 2014. Merintis Jalan Mencegah Terorisme. Jakarta:Semarak Lautan Warna.
Endang Turmudi, Reza Sihbudi. 2007. Islam dan Radikalisme di Indonesia. Yogyakarta:Yayasan Obor.
Indiwan Seto Wahjuwibowo. 2015. Terorisme dalam Pemberitaan Media. Yogyakarta:Deepublish.
Zulfi Mubarak. 2012. Fenomena Terorisme di Indonesia: Kajian Aspek Teologi, Ideologi dan Gerakan. Malang:Universitas Islam Indonesia.
Arsyad Apriliani. 2012. Pandangan Agama Islam Mengenai Terorisme, Kekerasan, dan Jihad.
Arianto Henry. 2005. Upaya Penanggulangan Terorisme. Jakarta:Forum Ilmiah Indonesia.
Wiarta Hendri. 2011. Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme untuk Menjaga Keutuhan NKRI.