MAKALAH KONSEP KEBIDANAN PANDANGAN ILMU AGAMA TERHADAP MEDIS KEBIDANAN
Oleh Kelompok 7: 1. Sheilatin Narida
(P1337424416034) (P1337424416034)
2. Diyah Ayu Puspitasari
(P1337424416035) (P1337424416035)
3. Karina Chandra Fadella
(P1337424416036) (P1337424416036)
4. Salsabila Yumna Fadhila
(P1337424416037) (P1337424416037)
5. Rosi Ermina
(P1337424416038) (P1337424416038)
PRODI DIV KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemikiran Barat sekarang ini berada di tengah-tengah peperangan antara agama dan ilmu pengetahuan. Hampir tidak mungkin pemikir Barat sekarang ini menerima kenyataan bahwa kemungkinan ada pertemuan secara mendasar antara agama dan ilmu pengetahuan. Namun, Prof. Simpson megatakan bahwa agama dapat menjadi petunjuk yang baik untuk pencarian ilmu pengetahuan. Ilmuan barat telah menolak ini. Seperti telah kila ketahui bersama bahwa Negara kita bangsa Indonesia memiliki lima agama yang diakui yaitu Islam, Kristen Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Seorang ilmuan Amerika mengatakan bahwa agama Islam dapat mencapai sukses dalam hal ini. Dengan analogi, jika anda pergi ke suatu pabrik dan anda berpedoman pada mengoperasikan pabrik itu, kemudian anda akan paham dengan mudah bermacam-macam pengoperasian yang berlangsung di pabrik itu. Jika anda tidak memiliki pedoman ini, pasti tidak memiliki kesempatan untuk memahami secara baik variasi proses tersebut. Prof. Simpson berkata: “Saya “S aya pikir tidak ada pertentangan antar a ilmu genetika dan agama, tetapi pada kenyataannya agama dapat menjadi petunjuk ilmu pengetahuan dengan tambahan wahyu ke beberapa pendekatan ilmiah yang tradisional. Ada kenyataan di dalam Al-Quran yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan menjadi valid, yang mana Al-Quran mendukung ilmu pengetahuan yang berasal dari Allah.” Sejarah juga menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang
diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.
B. Tujuan Untuk mengatahui bagaimana pandangan ilmu agama dalam medis kebidanan dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan masyarakat.
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pandangan ilmu agama Islam terhadap medis kebidanan ? 2. Bagaimana pandangan ilmu agama Kristen/Katholik terhadap medis kebidanan ? 3. Bagaimana pandangan ilmu agama Hindu terhadap medis kebidanan ? 4. Bagaimana pandangan ilmu agama Budha terhadap medis kebidanan ?
D. Manfaat 1. Dapat memberikan pengetahuan tentang Hubungan agama dan profesi kebidanan. 2. Dapat menerapkan profesi kebidanan dalam pelayanannya sesuai agama dan etika.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pandangan Ilmu Agama Islam Terhadap Medis Kebidanan Dalam rahim seorang ibu akan lahir generasi penerus yang akan menjaga kelestarian manusia dalam membangun peradaban. Mengingat persalinan dan masa nifas sangatlah penting, maka ketersediaan layanan berkualitas dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat merupakan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi. Pelayanan dasar dan lanjutan merupakan cakupan dari pelayanan kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Pelayanan dasar yang ditunjukkan untuk menangani kasus-kasus normal, sedangkan pelayanan lanjutan atau rujukan diberikan kepada mereka yang mengalami kasus-kasus beresiko, gawat darurat, dan komplikasi yang memerlukan sarana dan prasarana yang lebih lengkap seperti di rumah sakit. Kedua pelayanan tersebut harus tersedia dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, baik dari aspek finansial maupun teknis terkait dengan jarak dan sarana transportasi. Di Indonesia manajemen pelayanan kesehatan terkait persalinan masih sangat buruk dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini 228 per 100.000 kelahiran hidup h idup sedangkan angka kematian bayi (AKB) sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Menurut survei kesehatan dan rumah tangga 2001 penyebab langsung kematian ibu diantaranya: 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu pendarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi peuperium (8%), partus macet (5%), abortus (5%), dan lain-lain. Oleh karena itu pelayanan ibu dan perjuangan ibu dalam proses kehamilan dan persalinan sangatlah berharga. Dalam surat Lukman ayat 14 Al Quran mengabdikan perjuangan ibu selama kehamilan, “ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang lemah dan bertambah-tambah....”. bertambah-tambah....”. Allah memberikan kemuliaan kepada ibu melahirkan melalui sabda Rasulullah SAW yang artinya, “..... wanita yang meninggal meninggal karena melahirkan adalah syahid....”(H.R. Ahmad). (sumber: Ahmad). (sumber: http://wongndesoblogsport.blogspot.co.id/) Islam membebankan terpenuhinya kebutuhan tersebut pada khalifah sebagai pemimpin umat. Negara wajib menyelenggarakan pelayan pela yan bersalin (atenatal, bersalin dan nifas) berkualitas bagi semua ibu bersalin secara gratis.
Bila keuangan negara tidak cukup, maka khalifah akan menarik sejumlah uang dari orang-orang kaya saja sesuai kebutuhan. Strategi penyelenggaraan layanan bersalin mengacu pada 3 prinsip dasar: 1. Kesederhanaan aturan 2. Kecepatan pelayanan 3. Standar layanan bersalin berkualitas sesuai syariat. Negara wajib menyediakan semua sarana dan prasarana yang berkualitas termasuk tenaga medis baik dokter spesialis kebidanan dan kandungan maupun bidan secara merata diseluruh wilayah negara baik pada pelayanan dasar (puskesmas) maupun lanjutan (rumah sakit). Dalam ranah fiqih, menjadi tenaga medis (dokter kandungan, bidan, dan perawat) adalah fardhu kifayah. Sehingga harus ada sebagian kaum muslimin yang memilih profesi tersebut. Karena itu negara akan memudahkan penyediaan fasilitas pendidikan untuk menghasilkan tenaga medis yang berkualitas dan memiliki integritas yang kuat. Dalam sejarah masa keemasan Islam layanan bersalin yang memadai dari banyaknya rumah sakit. Hampir semua kota besar memiliki rumah sakit yang disertai dengan lembaga pendidikan dokter. Rumah sakit tersebut memiliki ruang pemeriksaan kandungan dan ruang untuk bersalin. Belum lagi adanya rumah sakit keliling yang disediakan oleh negara yang menelusuri pelosok negeri, sehingga layanan bersalin bagi semua itu benar-benar direalisasikan secara nyata. Salah satu fakta di Baghdad, masa khalifah Harun Al Rasyid (170-193 H), disamping didirikan rumah sakit terbesar dikota Baghdad, dan beberapa rumah sakit kecil, juga didirikan rumah sakit bersalin terbesar yang disampingnya didirikan sekolah pendidikan kebidanan. Kedua sarana tersebut berdiri atas perintah Khalifah Harun Al Rasyid kepada Al Musawih yang menjabat menteri kesehatan dan dokter kekhalifahan. Begitulah cara Islam dalam masa keemasannya dulu untuk menjawab proses (permasalahan) persalinan yang kurang memadai dewasa ini. Oleh karena itu, untuk menyelesaikam problem ini dibutuhkan solusi yang komprehensif dari segala aspek yang terkait, baik medis maupun non medis, dan termasuk ketersediaan SDM berkualitas secara merata.
Adapun tindakan medis kebidanan sebagai berikut: 1. Aborsi Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus dimana embrio tidak dapat tumbuh di luar kandungan. Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa : a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang mem-bolehkan aborsi adalah:
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagaimana mengharamkan nya.Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, denganalasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya kitabn ya Ihya` Ihya` Ulumiddin. 2. Euthanasia Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Euthanasia merupakan tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat
terjadinya
penderitaan
yang
berkepanjangan
dari
pasien.
Pada dasarnya “euthanasia” dibedakan menjadi dua, ialah: 1. Euthanasia aktif , yaitu berupa tindakan “mengakhiri kehikehi-dupan”, misalnnya dengan memberikan obat dengan dosis lethal kepada pasien. 2. Euthanasia pasif , yaitu tindakan atau perbuatan “membiar -kan -kan pasien meninggal”, dengan cara misalnya tidak mela-kukan mela-kukan intervensi medik atau menghentikannya seperti pem-berian infus, makanan lewat sonde, alat bantu pernafasan, tidak melakukan resusitasi, penundaan operasi dan lain sebagainya. Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional Pengobatan Islam yang pertama (The First International Conference of Islamic Medical) menyatakan: bahwa euthanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri (tidak dibenarkan) sesuai dengan frman Allah: “Dan janganlahkamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu” Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH Ma’ruf Amin ( Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ) mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan “euthanasia”, dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan membunuh orang dan karena faktor keputusasaan yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Dia mengungkapkan, dasar pelarangan euthanasia memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran maupun Sunnah Nabi. “Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah SWT,”
3. Keluarga Berencana Pengertian KB (Keluarga Berencana) secara umum ialah upaya peningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Undang-undang No. 10/1992). Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Sedangkan menurut WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yang membantu individu pasutri untuk mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam. 1. Halal Kalau Motivasinya Benar Motivasi yang melatar-belakanginya bukan karena takut tidak mendapat rezeki. Karena bila motivasinya seperti ini, berarti kita telah kufur kepada salah
satu sifat Allah, yaitu Ar-Razzaq. Sifat Allah SWT yang satu ini harus kita imani dalam bentuk kita yakin sepenuhnya bahwa tidak ada satu pun bayi lahir kecuali Allah telah menjamin rezeki untuknya. Karena itu membunuh bayi karena takut kelaparan dianggap sebagai dosa besar di dalam Al-Quran.
Dan
janganlah
kamu
membunuh
anak-anak
kamu
karena
takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka. (QS. Al-An’am: Al-An’am: 151)
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. AlIsra’:31)
Motivasi yang dibenarkan adalah mencegah sementara kehamilan untuk mengatur jarak kelahiran itu sendiri. Atau karena alasan medis berdasarkan penelitian para ahli berkaitan dengan keselamatan nyawa manusia bila harus mengandung anak. Dalam kasus tertentu, seorang wanita bila hamil bisa membahayakan nyawanya sendiri atau nyawa anak yang dikandungnya. Dengan demikian maka dharar itu harus ditolak. 2. Halal Kalau Metodenya Dibenarkan Syariah Metode pencegah kehamilan serta alat-alat yang digunakan haruslah yang sejalan dengan syariat Islam. Ada metode yang secara langsung pernah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW dan para shahabat dan ada juga yang memang diserahkan kepada dunia medis dengan syarat tidak melanggar norma dan etika serta prinsip umum ketentuan Islam. Contoh metode pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah ‘azl (coitus interruptus). Dari Jabir berkata:` Kami melakukan `azl di masa Nabi saw sedang Al-Qur`an turun (HR Bukhari dan Muslim) Muslim) Dari Jabir berkata: `Kami `Kami melakukan `azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya` (HR muslim). Sedangkan metode di zaman ini yang tentunya belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW membutuhkan kajian yang mendalam dan melibat para ahli medis
dalam menentukan kebolehan atau keharamannya. (sumber: http://raja(sumber: http://rajayati.blogspot.co.id/2014/03/pandangan-agama-kristen-tentang.html) Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana, secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam. Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencan (KB) yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang.Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan , baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan pengertian batasan ini sudah hampir menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Mus yawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja k erja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB. (sumber : Asy sya’rawi, M.M., 1995. Anda Bertanya Islam Menjawab Jilid 1-5. Gema Insani Press.Jakarta)
B. Pandangan Ilmu Agama Kristen/Katholik Terhadap Medis Kebidanan 1. Aborsi Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus dimana embrio tidak dapat tumbuh di luar kandungan. Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan Allah mengenai aborsi. Yeremia 1:5 memberitahu kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan. Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 memberikan hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristen aborsi bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga berkenaan dengan hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27; 9:6). Secara singkat di dalam Al Kitab dapat disimpulkan bahwa aborsi dalam bentuk dan alasan apapun dilarang karena: 1. Apabila ada sperma dan ovum telah bertemu maka unsur kehidupan telah ada. 2. Abortus pada janin yang cacat tidak diperbolehkan karena Tuhan mempunyai rencana lain pada hidup seorang manusia Anak adalah pemberian Tuhan. 3. Bila terjadi kasus pemerkosaan, diharapkan keluarga keluarga serta orang-orang terdekat dapat memberi semangat. 4. Aborsi untuk menyembunyikan aib tidak dibenarkan. A.
Pandangan Umat Kristen Awal
Umat Kristen awal percaya fetus belum bernyawa hingga ia mulai bergerak. Karena itu, aborsi pada kehamilan dini bukan pembunuhan, tetapi dianggap perbuatan dosa. Antara abad kedua hingga keempat Masehi, Didakhe (Ajaran-ajaran Rasul), Rasul), Barnabas, dan Surat Petrus mengecam keras praktik aborsi dan menyatakannya sebagai perbuatan tidak sah.
Aborsi dan pembunuhan bayi sering dilakukan pada kehamilan akibat hubungan seksual dalam dalam upacara kaum pagan, prostitusi, dan inses. Konteks ini tidak dapat dipisahkan dari pandangan umat Kristen awal mengenai aborsi. Dari abad 6 hingga 16 Masehi, filsuf Kristen memiliki pandangan berbeda beda mengenai men genai aborsi. abo rsi. Di bawah kaisar Romawi pertama yang memeluk Kristen, Konstantin, pandangan terhadap aborsi cukup longgar. Santo Agustinus meyakini aborsi pada kehamilan dini bukan pembunuhan karena saat itu fetus belum bernyawa. Namun, Santo Agustinus mengecam keras praktik aborsi tersebut. Santo Thomas Aquinas, Paus Innosentius III, dan Paus Gregorius XIV juga meyakini fetus belum memiliki nyawa hingga fetus mulai menendang dan bergerak. Namun, Aquinas berpendapat aborsi merupakan perbuatan dosa tanpa mempedulikan kapan nyawa mulai memasuki tubuh. tubuh. Adapun Paus Stefanus V dan Paus Siktus V menentang aborsi pada seluruh tahap kehamilan. B.
The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints
The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints atau Gereja Mormon menentang aborsi dan menganggapnya sebagi pembunuhan. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut antara lain, kehamilan akibat pemerkosaan inses, nyawa ibu hamil terancam menurut otoritas medis yang kompeten, atau fetus mengalami cacat berat sehingga tidak akan bertahan hidup setelah dilahirkan. Selanjutnya, ibu hamil yang menghadapi keadaan-keadaan tadi baru boleh mempertimbangkan untuk melakukan aborsi setelah berkonsultasi dengan pemimpin Gereja lokal mereka dan memperoleh persetujuan.
C.
Gereja Ortodoks
Gereja Ortodoks meyakini kehidupan dimulai saat terjadi pembuahan, dan aborsi (termasuk penggunaan obat pemicu aborsi) berarti merampas kehidupan manusia. Namun, ada beberapa pengecualian. Jika nyawa ibu terancam secara langsung apabila kehamilannya diteruskan, terutama jika ia telah memiliki anak, anak, pastor dianjurkan untuk tidak terlalu kaku. Perempuan yang menggugurkan kandungannya dalam situasi tersebut tidak boleh diasingkan dari komuni Ekaristi Gereja asalkan ia melakukan pengakuan dosa di hadapan pastor. D.
Gereja Katolik Roma
Gereja Katolik menentang segala praktik yang bertujuan membinasakan embrio atau fetus. fetus. Saat ini Gereja berpendapat “hak pertama manusia adalah kehidupannya” dan kehidupan dimulai saat pembuahan. Seseorang
yang
melakukan
aborsi
secara
otomatis
mengalami
ekskomunikasi (penolakan komunikasi anggota sebuah gereja) dan hanya bisa dihapus jika ia telah melakukan pengakuan dosa dan mendapat pengampunan. Namun, beberapa cendekiawan Katolik menentang pendapat pe ndapat resmi Gereja mengenai aborsi. Filsuf Daniel Dombrowski menulis pembelaan terhadap aborsi. Catholics for a Free Choice didirikan pada 1973 untuk menyalurkan suara umat Katolik yang percaya bahwa individu perempuan ataupun laki-laki tidak berbuat amoral ketika mereka memilih menggunakan alat menggunakan alat kontrasepsi, dan perempuan tidak berbuat amoral ketika memilih melakukan aborsi. E.
Denominasi-Denominasi Protestan
Pandangan kalangan Protestan mengenai aborsi sangat beragam. Gerakan fundamentalis Kristen mengecam keras aborsi, sedangkan
denominasi-denominasi arus utama Protestan mengambil posisi yang sedikit berbeda-beda, tetapi secara umum mereka pro-choice dengan beberapa pengecualian. Beberapa organisasi Protestan arus utama bergabung dalam Religious Coalition for Reproductive Choice. Koalisi ini bertujuan memberikan dukungan lintas iman terhadap hak konstitusional baru mengenai privasi dalam pengambilan keputusan mengenai aborsi. Beberapa denominasi yang tergabung dalam Religious Coalition for Reproductive Choice adalah the Episcopal Church, the Presbyterian Church (Amerika Serikat), Serikat), the United Church of Christ, the United Methodist Church, the Unitarian Universalist Church, dan the Lutheran Women's Caucus. (sumber : Bacher, Jeanne. Perempuan, Agama Dan Seksualitas. BPK Gunung Mulia: Jakarta 2004.
2. Euthanasia Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Euthanasia merupakan tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat terjadinya penderitaan yang berkepanjangan dari pasien. Pada dasarnya “euthanasia” dibedakan menjadi dua, ialah: 1. Euthanasia aktif, yaitu berupa tindakan tindakan “mengakhiri kehikehi-dupan”, misalnnya dengan memberikan obat dengan dosis lethal kepada pasien. 2. Euthanasia pasif , yaitu tindakan atau perbuatan “membiar -kan pasien meninggal”, dengan cara misalnya tidak mela-kukan intervensi medik atau menghentikannya
seperti pem-berian infus, makanan lewat sonde, alat bantu pernafasan, tidak melakukan resusitasi, penundaan operasi dan lain sebagainya.
Pertama, Gereja berpegang teguh bahwa baik martabat setiap individu maupun anugerah hidup adalah kudus.
Kedua, setiap orang terikat untuk melewatkan hidupnya sesuai rencana Allah dan dengan keterbukaan terhadap kehendak-Nya, dengan menaruh pengharapan akan kepenuhan hidup di surga.
Ketiga, dengan sengaja mengakhiri hidup sendiri adalah bunuh diri dan merupakan penolakan terhadap rencana Allah. Umat kristiani dalam menanggapi masalah “bunuh diri” dan “pembunuhan
berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut “kekudusan kehidupan” sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut. Dari penderitaan banyak dapat dipelajari. “ kita kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji mienimbulakan pengharapan” (Rm. 5:35:3-4). Yakobus berkata, “..anggaplah sebagai suatu kebahagiaan , apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan”. Penderitaan membentuk karakter, “tiap-tiap “tiap-tiap pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai ke pada mereka yang dilatih olehnya” (Ibr. 12:11). 3. Keluarga Berencana Pandangan tentang manusia menurut kristen harus menjadi acuan utama dalam membangun keluarga sejahtera. Langkah awal mewujudkan keluarga sejahtera menurut alkitabiah, tercermin dari perkawinan. Perkawinan sebagai sebuah proses yang bertanggung jawab, selain itu kristen juga menyebutkan kesejahteraan keluarga memiliki makna yang sangat penting dengan apa yang disebut keluarga yang bertanggung jawab. Kepentingan tersebut terletak pada tanggung jawab membawa bahtera rumah tangga dalam takut akan Allah. Karena itu, kristen mendukung program KB.
Bagi agama kristen, program KB dapat menunjang terciptanya kebahagian keluarga, dimana hak dan peran anggotanya dapat diwujudkan secara memadai. Secara filosofis bertujuan untuk melindungi hidup. Pandangan ini didasarkaan antara lain baahwa kebahaagiaan suatu keluarga bergantung dari tiap anggota, bagaimana ia memainkan peranannya dengan tepat terhadap tiap anggota yang lain.
Kristen Protestan
Agama kristen protestan memandang kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan dalam pemahaman yang bersifat real sesuai dengan kehendak Allah dan tidak melarang umatnya berKB.
Kristen Katolik
Menurut kristen katolik untuk mengatur kelahiran anak suami istri harus tetap menghormati dan menaati moral katolik dan umat katolik dibolehkan berKB dengan metode alami yang memanfaatkan masa tidak subur. C. Pandangan Ilmu Agama Hindu Terhadap Medis Kebidanan 1. Aborsi Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus dimana embrio tidak dapat tumbuh di luar kandungan. Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa : a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang mem-bolehkan aborsi adalah:
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina. Aborsi dalam teologi hinduisme hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa, maka aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak dibenarkan. 2. Euthanasia Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya upa ya menghilangkan nyawa seseorang. Euthanasia merupakan tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat
terjadinya
penderitaan
yang
berkepanjangan
dari
pasien.
Pada dasarnya “euthanasia” dibedakan menjadi dua, ialah: 1. Euthanasia aktif , yaitu berupa tindakan “mengakhiri kehikehi-dupan”, misalnnya dengan memberikan obat dengan dosis lethal kepada pasien. 2. Euthanasia pasif , yaitu tindakan atau perbuatan “membiar -kan -kan pasien meninggal”, dengan cara misalnya tidak mela-kukan mela-kukan intervensi medik atau menghentikannya seperti pem-berian infus, makanan lewat sonde, alat bantu pernafasan, tidak melakukan resusitasi, penundaan operasi dan lain sebagainya. Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir
atau
bathin
dengan
pikiran
kata-kata
atau
tindakan.
Sebagai akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah menjadi
penghalang “moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa merupakan prinsip prinsip “anti kekerasan” atau pantang menyakiti siapapun juga. Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang didalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan menghasilkan “karma” buruk. Kehidupan manusia merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali. Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan, setelah itu menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan
kembali
ke
dunia
dalam
kehidupan
kembali
(reinkarnasi)
untuk
menyelesaikan “karma” nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal. 3. Keluarga Berencana Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan Keluarga Berencana ialah mewujudkan kesejahteraan sosial pada tiap-tiap keluarga khususnya demi seluruh rakyat dan bangsa pada umumnya. Dalam hal kesejateraan sosial pada tiap-tiap keluarga lebih ditekankan ialah keluarga kecil, sehat dan sejahtera. Kalau tujuan Keluarga Berencana di atas dihubungkan dengan tujuan agama Hindu sangat identik dan cocok adanya. Dapat dikatakan demikian dengan bertolak dari tujuan agama : “Moksartham jagathitaya ca iti dharmah“, artinya adalah tujuan agama Hindu mencapai kesejahteraan jasmani ( jagathita jagathita) dan kebahagiaan rohani (moksa). Berkenaan dengan hal tersebut di atas sudah jelas secara prinsip antara tujuan Keluarga Berencana dengan tujuan agama adalah sama penekanannya untuk mewujudkan kesejateraan sosial. Hanya saja dari sudut agama Hindu, penekanan kesejahteraan sosial itu lebih dirinci lagi dengan ketentuan bahwa untuk mendapatkan kesejahtraan sosial harus dilandasi dengan “Dharma“. Bukan hanya sekedar mencapai kesejahteraan sosial saja. Hal ini dinyatakan demikian karena keluhuran tujuan akan tetap mempunyai nilai
luhur serta utama apabila diusahakan dengan jalan yang luhur pula yakni ajaran Dharma. (sumber: https://panbelog.wordpress.com/2014/06/11/keluarga-berencana-dalam-ajaran(sumber: https://panbelog.wordpress.com/2014/06/11/keluarga-berencana-dalam-ajaranagama-hindu/)
D. Pandangan Ilmu Agama Budha Terhadap Medis Kebidanan 1. Aborsi Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus dimana embrio tidak dapat tumbuh di luar kandungan. Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa : a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang mem-bolehkan aborsi adalah:
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina. Agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindak-an aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut : 1. Ada makhluk hidup (pano) 2. Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita) 3. Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam) 4. Melakukan pembunuhan ( upakkamo) 5. Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian hari, baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda “Seorang pria dan wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang”. 2. Euthanasia Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Euthanasia merupakan tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat terjadinya penderitaan yang berkepanjangan dari pasien. Pada dasarnya “euthanasia” dibedakan menjadi dua, ialah: 1. Euthanasia aktif , yaitu berupa tindakan “mengakhiri kehikehi-dupan”, misalnnya dengan memberikan obat dengan dosis lethal kepada pasien. 2. Euthanasia pasif , yaitu tindakan atau perbuatan “membiar -kan pasien meninggal”, dengan cara misalnya tidak mela-kukan intervensi medik atau menghentikannya seperti pem-berian infus, makanan lewat sonde, alat bantu pernafasan, tidak melakukan resusitasi, penundaan operasi dan lain sebagainya. Euthanasia atau mercy killing baik yang aktif atau pasif tidak dibenarkan dalam agama Buddha karena perbuatan membunuh atau mengakhiri kehidupan seseorang ini, walaupun dengan alasan kasih sayang, tetap melanggar sila pertama dari Pancasila Buddhis.
Perbuatan membunuh atau mengakhiri hidup seseorang ini sesungguhnya tidak mungkin dapat dilakukan dengan kasih sayang atau karuna. Orang yang memiliki kasih sayang tidak mungkin akan melakukan perbuatan mengakhiri hidup seseorang karena ia menyadari bahwa sesungguhnya hidup merupakan milik yang paling berharga bagi setiap makhluk. 3. Keluarga Berencana Masalah kependudukan dan keluarga berencana belum timbul ketika budha Gotama maasih hidup. Tetapi kita bisa menelaah ajarannya yang relevan dengan makna keluarga berencana. Kebahagiaan dalam keluarga adalah adanya hidup harmonis antara suami istri dan antara orang tua dan anaknya. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah berusaha menimbulkan dan memperkembangkan kesejahteraan untuk anak-anaknya. Jadi, bila kita perhatikan kewajiban tersebut maka p rogram KB patut dilaksanakan karena KB menimbulkan kesejahteraan keluarga. Keluarga berencana dibenarkan dalam agama budha dan umat budha dibebaskan memilih cara KB yang cocok. (http://ayumonie.blogspot.co.id/2013/01/kb-menurut-5-agama-di-indonesia.html)
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua agama akan mengizinkan melakukan tindakan medis kebidanan dengan syarat demi kebaikan umatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Umran, Islam dan KB .PT Lentera Basritama: jakarta. 1997 .
http://wongndesoblogsport.blogspot.co.id/ http://raja-yati.blogspot.co.id/2014/03/pandangan-agama-kristen-tentang.html https://panbelog.wordpress.com/2014/06/11/keluarga-berencana-dalam-ajaran-agamahindu/ http://ayumonie.blogspot.co.id/2013/01/kb-menurut-5-agama-di-indonesia.html