LAPORAN KASUS HOME VISITE
“
TRIGEMINAL NEURALGIA
“
PUSKESMAS OLAK KEMANG
Disusun Oleh : Amanda Nofita Dewi, S.Ked ( G1A216024 )
Preseptor : Dr. Azwar Djauhari, MSc
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MASYARAKAT PUSKESMAS OLAK KEMANG JAMBI 2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
TRIGEMINAL NEURALGIA
OLEH : AMANDA NOFITA DEWI, S.ked G1A216024
Jambi Januari 2018 Dosen pembimbing
dr. Azwar Djauhari, M.Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PUSKESMAS OLAK KEMANG UNIVERSITAS JAMBI 2018
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sebab karena rahmat-Nya laporan kasus dengan judul Trigeminal Neuralgia ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Olak Kemang Ko ta Jambi. Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Azwar Djauhari, M.Sc yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan ilmu yang sangat berguna ketika diskusi selama kepaniteraan klinik di stase Ilmu Kesehatan Masyarakat ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, karena penulis masih dalam tahap belajar dan kurangnya pengalaman serta pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan pengetahuan kita.
Jambi,
Januari 2018
Penulis
3
BAB I STATUS PASIEN
I.
II.
Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur
: Ny. D/ Perempuan /39 tahun
b. Pekerjaan
: IRT
c. Alamat
: RT.09 Semubuh
Latar Belakang Sosial-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a. Status Perkawinan
: Menikah
b. Jumlah anak
:4
c. Status ekonomi keluarga
: Menengah kebawah
d. KB
: Tidak menggunakan KB
e. Kondisi rumah
:
Rumah
pasien
merupakan
rumah
permanen dengan luas ± 5 x 7 m2 yang dihuni oleh empat orang. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu yang bergabung dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur,1 dapur dan 1 kamar mandi. Rumah pasien disertai ventilasi di bagian depan rumah dan samping rumah, lantai rumah dan dinding terbuat dari semen. Pencahayaan alamiah cukup dan pencahayaan buatan untuk penerangan malam hari digunakan lampu pijar.
4
Kondisi dapur dan ruang makan tampak cukup rapi dengan pencahayaan yang kurang. Pasien memasak menggunakan kompor gas.
Kondisi kamar mandi cukup bersih, terdiri dari satu bak mandi dan wc/jamban. Jamban yang
digunakan adalah jamban
leher angsa, jarak septi tank dari kediaman rumah kurang dari 10 m. Penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari seperti masak dan mandi dari air PDAM, air yang digunakan bersih, jernih dan tidak berbau. Sedangkan untuk minum dengan air galon.
f. Kondisi lingkungan di sekitar rumah : Pasien tinggal di lingkungan rumah yang tidak terlalu padat, dan cukup jauh dari jalan raya. Tidak ada pabrik di sekitar lingkungan rumah pasien.
III. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga
Hubungan pasien dengan keluarganya baik.
IV. Keluhan Utama
Nyeri pada wajah sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu.
5
V.
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang berobat ke Puskesmas Olak Kemang dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kiri yang terjadi secara tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri pada wajah kiri sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas pada wajah sebelah kiri terutama jika tersentuh. Nyeri dirasakan hilang timbul, lamanya serangan nyeri dirasakan ±15 hingga 30 menit. Nyeri biasanya berangsur-angsur menghilang sendiri. Nyeri juga dirasakan menjalar pada pipi, sekitar area mata, rahang bawah dan dagu sebelah kiri. Nyeri dapat timbul terutama saat mengunyah atau berbicara dan dengan sentuhan terutama udara dingin. Rasa baal, kesemutan, dan mati rasa pada wajah tidak ada. Namun 2 hari terakhir nyeri dirasakan semakin sering dan durasinya semakin lama. Riwayat timbul lesi pada wajah berupa bintik-bintik berisi cairan tidak ada. Riwayat trauma pada wajah (-). Riwayat sakit gigi ada sejak 1 tahun yang lalu, sudah pernah cabut gigi geraham kiri bawah 1 bulan yang lalu.
VI. Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Riwayat sakit dengan keluhan yang sama (-)
-
Riwayat trauma (-)
-
Riwayat DM (-)
-
Riwayat keganasan (-)
-
Riwayat penyakit vaskular (-)
VII. Riwayat Penyakit Keluarga :
-
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
-
Riwayat DM (-)
VIII. Riwayat makan, alergi, obat obatan, perilaku kesehatan dll yang relevan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan kegiatan sehari – hari mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi baik makanan maupun obat – obatan. Pasien mengatakan sering mengalami sakit gigi dan bengkak pada gusi akibat gigi yang berlubang selama 1 6
tahun. Pasien tidak segera berobat karena masih bisa menahannya dan sakit biasanya akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Satu bulan yang lalu pasien tidak dapat lagi menahan sakit giginya dan memutuskan berobat dan dilakukan pencabutan gigi.
IX. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: Compos mentis
3. Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
4. Pernafasan
: 21x/menit
5. Nadi
: 86x/menit
6. Suhu
: 36,70 C
Pemeriksaan Organ
1. Kepala
: Normocephal
2. Mata
: CA (-/-), SI (-/-), RC (+/+)
3. THT
: dbn
4. Leher
: Pembesaran KGB (-) , pembesaran tyroid (-)
5. Thorax Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi
: Batas jantung dbn
Auskultasi
: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
: Bentuk simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
Palpasi
: Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
6. Abdomen
Inspeksi
: : Datar, sikatriks (-) 7
Palpasi
: Supel, Nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani, shifting dullness (-)
7. Ekstremitas
: akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Status Neurologis
Fungsi luhur
: tidak dilakukan
Tanda rangsangan meningeal
: dbn
Refleks fisiologi
: dbn
Refleks patologis
: dbn
Koordinasi dan keseimbangan
: tidak dilakukan
Nervus kranialis NERVUS I Normosmia Anosmia Parosmia Hiposmia NERVUS II Visus Lapang pandang Hemianopsia Fundus okuli NERVUS III, IV, VI Gerakan bola mata Nistagmus Pupil (bentuk & ukuran) Reflek cahaya direct Reflek cahaya indirect Fenomena Doll’s eye Strabismus NERVUS V Motorik Membuka dan menutup mulut Palpasi otot masseter dan temporalis Kekuatan gigitan
Meatus Nasi Dextra + Oculi Dextra Tidak diperiksa Normal Tidak diperiksa Oculi Dextra Baik Bulat uk.Ø 3mm + + Dextra
Meatus Nasi Sinistra + Oculi Sinistra Tidak diperiksa Normal Tidak diperiksa Oculi Sinistra Baik Bulat uk.Ø 3mm + + Sinistra
+
+
+
+
+
+ 8
Sensorik Kulit Selaput Lendir Refleks Kornea Langsung Tidak Langsung
NERVUS VII
Motorik Mimik Kerut kening Menutup mata Bersiul Memperlihatkan Gigi Menggembungkan pipi
Sedang Tidak diperiksa
hiperestesia Tidak diperiksa
+ +
+ +
Dextra
Sinistra
+ + + + + +
+ + + + + +
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Dextra
Sinistra
Dalam batas normal Tidak diperiksa Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Dalam batas normal Tidak diperiksa Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tidak diperiksa -
Tidak diperiksa -
Sensorik
Pengecapan lidah
2/3
depan
NERVUS VIII Auditorius Pendengaran Test Rinne Test Weber Test schwabach Vestibularis Nistagmus Reaksi Kalori Vertigo Tinnitus
NERVUS IX, X Pallatum Mole Uvula Disfagia Disatria Disfonia Refleks Muntah Pengecapan 1/3 Belakang Lidah NERVUS XI Mengangkat bahu Fungsi otot sternocleidomastoideus
Medial Medial Tidak diperiksa Tidak diperiksa Dextra Baik Baik
Sinistra Baik Baik
9
NERVUS XII
Lidah
Tremor
Atrofi
Fasikulasi Ujung lidah sewaktu istirahat Ujung lidah sewaktu dijulurkan
X.
Medial Medial
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan XI. Pemeriksaan anjuran
- Rontgen temporomandibular joint - MRI ( untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sceloris )
XII. Diagnosa Kerja
Trigeminal Neuralgia (G50.0)
XIII. Diagnosa Banding
- Post-herpetic Neuralgia (B02.29) - Costen syndrome (M26.69/ other specified disorders of temporomandibular joint )
XIV. Manajemen a. Promotif :
Menjelaskan pada pasien mengenai Trigeminal Neuralgia serta penanggulangannya.
Menjelaskan cara penggunaan obat yang benar.
b. Preventif :
Menghindari peradangan kronis pada gusi
Identifikasi faktor pencetus dan menghindarinya. 10
Mengurangi aktivitas berat dan menambah waktu istirahat.
Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi
c. Kuratif : Non Farmakologi
Hindari pencetus timbulnya nyeri seperti kontak dengan air dan udara dingin.
Kompres hangat pada daerah yang nyeri.
Farmakologi
Ibuprofen 3 x 200 mg
Metil prednisolon 2 x 4 mg
Mecobalamin 2 x 500 mg
Tradisional
Dauh jambu mede: 1 x 1 sachet (10 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air sampai menjadi 1 gelas.
d. Rehabilitatif Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit bila keluhan tidak berkurang atau memberat.
11
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Olak Kemang
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi Trigeminal Neuralgia
Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens, nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya.1 Trigeminal neuralgia menurut International Association for the study of Pain (IASP), ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral. Nyeri terjadi secara singkat dan berat seperti ditusuk di salah satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Sementara menurut International Headache Society (IHS), trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringan seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi, berbicara.1
Tabel 3.1 Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP dan IHS Definisi menurut IASP
Definisi menurut HIS
Tiba-tiba,
Nyeri unilateral pada wajah,
Biasanya unilateral
Nyeri
Sifat nyeri hebat
berdistribusi ke salah satu atau lebih dari
Menusuk
nervus 5.
Berulang
Berdistribusi di salah satu atau lebih cabang dari nervus 5.
seperti
sengatan
listrik
yang
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh hal-hal sepele seperti mencuci muka, bercukur, merokok, berbicara, dan menggosok gigi. Namun
juga
dapat
terjadi
secara
mendadak.
13
Salah satu karakteristik trigeminal neuralgia adalah rasa tertusuk yang muncul setelah adanya stimulasi pada area tertentu di wajah, bibir, gusi seperti saat mencukur, menggosok gigi, mengunyah, berbicara, menguap. Fenomena ini disebut dengan istilah trigger zone.2
3.2
Epidemiologi Trigeminal Neuralgia
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder. Trigeminal neuralgia sering terjadi bersamaan dengan pasien yang memiliki riwayat hipertensi.2 Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena trigeminal neuralgia dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak berpengaruh terhadap kejadian trigeminal neuralgia. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan negara lain maka terdapat ± 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita trigeminal neuralgia akan meningkat.3
3. 3
Klasifikasi Trigeminal Neuralgia
IHS ( International Headache Society) membedakan trigeminal neuralgia menjadi trigeminal neuralgia (TN) klasik dan TN simptomatik. Kebanyakan kasus trigeminal neuralgia bersifat idiopatik. Termasuk TN klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan TN simptomatik dapat diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.4 Pada kasus trigeminal neuralgia idiopatik diduga disebabkan kompresi radiks saraf trigeminal oleh vasa darah yang berliku. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien mengaku nyeri menjadi berkurang hingga hilang setelah dilakukan dekompresi radiks trigeminal melalui pembedahan.
14
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.4 Trigeminal Neuralgia Idiopatik: 1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis. 2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit. 3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama. 4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena dibanding lakilaki. Trigeminal Neuralgia Simptomatik: 1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau nervus infra orbitalis. 2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali. 3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ). 4. Tidak memperlihatkan kecenderungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia.
3. 4
Etiologi Trigeminal Neuralgia
Saat ini, terdapat tiga teori etiologi neuralgia trigeminal yang dikenal. Pertama berdasarkan hubungan dengan penyakit, kedua, trauma langsung ke nervus dan teori ketiga menyatakan asal polietiologi dari penyakit. Pada umumnya sebagian besar pasien dengan neuralgia trigeminal tidak memiliki penyebab yang pasti. 5 Karena pasien dengan neuralgia trigeminal cenderung memiliki penyakit vaskuler seperti atherosclerosis, arterial hypertonia, beberapa peneliti mengajukan teori vaskular sebagai salah satu etiologi. Dari hasil penelitian ditemukan gangguan morfologikal dan fungsional pada pembuluh darah yang mensuplai bagian perifer dan bagian sentral dari nervus trigeminal. Namun belum ada bukti yang mendukung hubungan langsung antara gangguan pembuluh darah terhadap Neuralgia trigeminal. Meskipun, secara nyata ditemukan gangguan morfologikal namun neuralgia trigeminal tidak terdiagnosis. Itulah mengapa peneliti mendukung konsep perubahan organik atau fungsional dari pembuluh 15
darah yang mensuplai nervus trigeminus tidak dapat menjadi penyebab utama dari trigeminal neuralgia, namun hal tersebut dapat mempengaruhi pato genesis penyakit.5 Beberapa peneliti juga mengusulkan pentingnya multipel sklerosis dalam etiologi trigeminal neuralgia, namun peneliti lain juga meperdebatkan hal tersebut karena trigeminal neuralgia terjadi hanya 0.9% sampai 4.5% pada pasien dengan multipel sklerosis.5 Pada studi elektrofisiologi mengindikasikan diabetes mellitus dapat mempengaruhi nervus trigeminal. Finestone Te la melaporkan diantara 40 pasien dengan trigeminal neuralgia, 19 pasien (48%) mengidap DM. sehinggan DM dapat menjadi faktor penyebab trigeminal neuralgia.5 Beberapa peneliti megajukan penyebab dari trigeminal neuralgia dapat dihubungkan dengan sindroma dekompresi, dan yang paling populer adalah neurovascular compression pada jalur masuk nervus yang dapat terjadi akibat malformasi arteriovenous. Ada banyak lesi kompresi lain yang dapat menyebabkan lesi kompresi seperti vestibular schwannomas, meningiomas, epidermoid cysts, tuberculoma dan beragam kista lain dan tumor. trigeminal neuralgia dapat terjadi akibat adanya aneurisma, agregasi pembuluh darah, dan penyumbatan akibat arachnoiditis. 5 Peneliti juga mengajukan hipotesis alergi sebagai salah satu etiologi dari trigeminal neuralgia. Namun hanya bukti tidak langsung yang mendukung alergi sebagai salah satu penyebab trigeminal neuralgia. Hal ini sering disebabkan karena peningkatan tak terduga dan irregular dari gejala klinis, remisi dan rekuren sensitif terhadap faktor profokatif endogen dan eksogen dan akhirnya peningkatan serum histamin. Peneliti memperhatikan dibawah pengaruh beragam faktor perusak seperti dingin, tonsilitis, rinitis kronik, sinusitis maxilla dan infalmasi kronik yang terjadi pada regio maxillofasial dapat mencetuskan timbulnya respons imun lokal, sehingga terjadi peningkatan sekresi IgE, mastcell yang mengalami degranulasi akan melepaskan substansi biologi aktif seperti histamin, serotonin dan lainnya ke ruang intersellular. Sehingga histamin yang terlepas dan berkumpul pada nervus trigeminal selama terjadi reaksi alergi lokal memegang peranan penting dalam patogenesis trigeminal neuralgia.5 Hipotesa lain menjelaskan tibulnya trigeminal neuralgia adalah demielinisasi pada serabut – serabut nervus trigemius, karena demielinisasi mungkin terjadi short circuit , sehingga impuls – impuls perasaan apapun, baik proprioseptif maupun protopatik terpaksa 16
menghantarkan listrik melalui serabut – serabut halus saja, yang sudah dikenal sebagai penghantar impuls yang mewujudkan perasaan nyeri.
4,5
Tabel 3.2 Etiologi Trigeminal Neuralgia Disease Related
Luka langsung pada nervustrigeminal Bagian perifer N.V
Bagian Sentral N.V
Polyetiologi Origin
“ Hipotesis kompresi
Penyakit vaskular, multipel sklerosis, Diabetes Mellitus, dan lainnya.
“ Hipotesis Allergi” akibat penyakit inflamasi odontogenic, otolaryngological patologi dingin, dan lainnya.
neurovascular” yang dapat
Semua faktor
terjadi akibat malformasi
etiologi yang
arteriovenous. Vestibular
dapat
schwannomas,
mempengaruhi
meningiomas, epidermoid
nervus
cysts, tuberculomas, tumor,
trigeminal dan
aneurisma, agregasi
menyebabkan
pembuluh darah, dan
demyelinasi
penyumbatan akibat
dan distrofi
arachnoiditis.
3.5
Patofisiologi Trigeminal Neuralgia
Hingga saat ini patogenesis trigeminal neuralgia masih kompleks, tidak jelas dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan hipotesis yang saat ini menjelaskan mekanisme patofisiologis sentral maupun perifer. Pada awalnya trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai penyakit fungsional karena tidak ada bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus trigeminus. Sekitar 40 tahun yang lalu, Kerr mengamati spesimen rhizotomi pasien secara histologi dan menemukan perubahan dari nervus trigeminus secara morfologi yang mirip dengan neuritis intersitial, demielinisasi serat saraf, dan sklerosis perineural dan endoneural. Untuk beberapa tahun teori yang dapat diterima dari gangguan mekanisme perifer yaitu teori hubungan pendek yang diajukan oleh Dott pada tahun 1956. Menurut teori ini, serangan trigeminal dimulai dari interkoneksi akson demielinisasi, aktivitas peningkatan impuls ektopik yang spontan. Kemudian ada data yang diterbitkan tidak hanya perubahan morfologi nervus di perifer tetapi juga terjadi perubahan 17
di struktur sentral dari nervus trigeminus. Teori mekanisme sentral menyatakan, trigeminal neuralgia dimulai dari thalamus, nukleus nervus trigeminus, batang otak, atau cedera pada korteks serebri. Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan perjalanan klinis penyakit.3 Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang melibatkan beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus fasial, pembentukan retikularis, nukleus diensepalon, dan korteks pada otak. Beberapa peneliti mengindikasikan bahwa stimulus psikologis aferen dari reseptor nervus trigeminal dan menginduksi fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral sehingga terjadi impuls eferen ke perifer. Meskipun masih terdapat dua pertanyaan utama yang belum terjawab. 3 Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan akan berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan perjalanan penyakit, progresifitas distrofi tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi sel mast. Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain bermigrasi menuju ruang intraseluler selama sel mast berdegranulasi. Degranulasi sel mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperalergik. Reaksi ini dimulai ketika imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast. Sel yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini, konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi di telinga, mulut, dan tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali. Oleh karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu mengalami inflamasi pada daerah tersebut. Histamin meningkat secara signifikan pada periode trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif aktivitas struktur saraf fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah terbukti bahwa nervus trigeminus adalah kemoreseptor trigger zone histamin. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun lokal akan segera terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular pada saraf trigeminus terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema saraf perifer ditimbulkan oleh peradangan sering menyebabkan manifestasi "tunnel syndrome". Ini berarti bahwa kanal osseus akan menjadi sempit sehingga menekan saraf yang dapat menyebabkan trigeminal neuralgia.3 18
Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan sistem saraf trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi penghambatan pada formasi segmental dan supra segmental. Tindakan ini mampu menghambat pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal terletak di SSP. Teori patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith dan McDonald. Mereka membuktikan bahwa demielinasi bisa menjadi sumber impuls ektopik yang membangkitkan gangguan fungsional dan nyeri pada pembentukan fokus dominan dalam segmental batang otak dan di pusat-pusat otak suprasegmental. Dengan demikian, distrofi di TNS merangsang mekanisme patogenesis pusat neuralgia. Tidak diragukan lagi, harus ada kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk mekanisme patogenetik. 3 Pada penelitian yang mempelajari jenis stimulus yang diberikan pada trigger zone dan hubungannya dengan nyeri paroksismal, ditemukan bahwa nyeri paroksismal lebih mudah muncul pada stimulus berupa sentuhan dibanding stimulus nyeri atau suhu. Diduga bahwa mekanisme nyeri paroksismal terjadi akibat adanya allodynia yang merupakan bagian dari nyeri neuropatik.2
3.6
Manifestasi Klinik Trigeminal Neuralgia
Hilangnya fungsi sensorik dan motorik pada area distribusi nervus trigeminal sebagai gejala dan tanda trigeminal neuralgia jarang terjadi. Namun pada beberapa pasien tidak mengalami nyeri tertusuk-tusuk yang muncul tiba-tiba. Walaupun jarang terjadi, pasien terkadang hanya mengeluhkan gejala ketidaknyamanan pada wajah, gatal, perubahan sensitivitas pada area wajah. Gejala ini bersifat atipikal dan tidak sering terjadi.2 Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :,3,6
Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang berlangsung singkat beberapa detik sampai kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan unilateral. Tersering nyeri di daerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus 19
optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).
Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal . Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental.
3.7
Diagnosis Trigeminal Neuralgia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache Society adalah sebagai berikut:6 A. Serangan – serangan paroksismal pada wajah, nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit. B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut: 1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N. trigeminus, tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris. 2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superfisial, serasa menikam atau membakar. 3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan. 4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan, mencukur, bercakap cakap, membasuh wajah atau menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral. 20
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali. C. Tidak ada kelainan neurologis. D. Serangan bersifat stereotipik. E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan. Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi, lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan suhu (panas dan dingin).1
3.8
Diagnosis Banding Trigeminal Neuralgia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan kondisi lainnya yang membedakan bentuk lain dari nyeri wajah, nyeri kepala, dan nyeri yang berasal dari rahang, gigi, atau sinus. Nyeri neuralgia post herpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.7 Sindrom Kosten yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunyah dapat menyerupai trigeminal neuralgia tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan mal oklusi gigi.8
21
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisik tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin.8 Adapun penyakit dengan keluhan nyeri daerah wajah dijelaskan dalam tabel berikut. Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap n yeri paroksismal yang lebih lama.8
3.9
Tatalaksana Trigeminal Neuralgia
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama untuk
trigeminal
neuralgia
adalah
terapi
medikamentosa.
Tindakan
bedah
hanya
dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan.
a.
Terapi Farmakologi
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European Federation of Neurological Society ) disarankan terapi trigeminal neuralgia dengan karbamazepin (200-1200 mg sehari) dan oxcarbamazepin (600-1800 mg sehari) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Obat-obat anti konvulsan seperti fenitoin (300-400 mg perhari), asam valproat (800-1200 mg/hari), clonazepam (2-6 mg perhari), gabapentin (300900 mg perhari), dan karbamazepin (600-1200 mg perhari). Karbamazepin efektif pada 7080 % pasien namun sebagian dinilai mentoleransi obat ini dalam beberapa tahun. Trigeminal neuralgia sering mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS (American Academy of Neurology- European Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: 22
carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi obatobatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan valproat.2 Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian 200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-1800 mg/hari sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari karbamazepin jauh lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid 4 – 12 mg/hari.2 Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternatif, yaitu dengan memberikan obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yang disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan valproat.2 Jika pasien tidak memberikan respons dengan terapi antikonvulsan lini pertama yaitu karbamazepin maka dapat diberikan obat tambahan untuk mengurangi nyeri. Obat tambahan yang diberikan bisa 1-2 jenis obat. Obat tambahan tersebut diantaranya fenitoin 300-500 mg/hari, lamotrigin 100-150 mg/hari terbagi 2 kali sehari, gabapentin 1200-3600 mg/hari terbagi 3-4 kali perhari, atau topiramate 200-300 mg/hari terbagi 2 kali sehari.
b.
Terapi Operatif
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan.2 Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah pada MRI.1 Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur pada ganglion gasseri, terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol. Prosedur pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus 23
trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus. 2
3.10
Prognosis Trigeminal Neuralgia
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama berbulan bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu serangan bisa menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang. Meskipun trigeminal neuralgia tidak terkait dengan hidup singkat, morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan berulang dapat dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol. Kondisi ini dapat berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapat menderita depresi dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah, sehingga pasien mungkin kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.1
24
BAB III ANALISA KASUS
a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar
Rumah pasien merupakan rumah permanen dengan luas ± 5 x 7 m2 yang dihuni oleh empat orang. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu yang bergabung dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur,1 dapur dan 1 kamar mandi. Rumah pasien disertai ventilasi di bagian depan rumah dan samping rumah, lantai rumah dan dinding terbuat dari semen. Pencahayaan alamiah cukup dan pencahayaan buatan untuk penerangan malam hari digunakan lampu pijar. Sumber air bersih dari PDAM. Dalam kasus ini tidak ada hubungan antara diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan disekitar pasien.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam keluarga
Hubungan antara pasien dan keluarganya baik dan tidak sedang memiliki masalah serius dalam keluarga. Pada kasus ini tidak ada hubungan antara diagnosis penyakit pasien dengan hubungan dalam keluarga. Namun keluhan nyeri yang dialami pasien dapat diperberat dengan adanya stress.
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar
Pasien mengatakan sering mengalami sakit gigi dan bengkak pada gusi akibat gigi yang berlubang selama 1 tahun. Pasien tidak segera berobat karena masih bisa menahannya dan sakit biasanya akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Satu bulan yang lalu pasien tidak dapat lagi menahan sakit giginya dan memutuskan berobat dan dilakukan pencabutan gigi. Pengaruh faktor perusak yaitu inflamasi kronik odontogenik memegang peranan penting dalam patogenesis trigeminal neuralgia. Hal ini sering disebabkan karena peningkatan tak terduga dan irregular dari gejala klinis, remisi dan rekuren sensitif terhadap faktor profokatif endogen dan eksogen dan akhirnya peningkatan serum histamin. 25
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien ini
Inflamasi odontogenik yang terjadi secara kronik dapat mencetuskan timbulnya respons imun lokal, sehingga terjadi peningkatan sekresi IgE, mast cell yang mengalami degranulasi akan melepaskan substansi biologi aktif seperti histamin, serotonin dan lainnya ke ruang intersellular. Sehingga histamin yang terlepas dan berkumpul pada nervus trigeminal selama terjadi reaksi inflamasi lokal memegang peranan penting dalam patogenesis trigeminal neuralgia. Timbulnya nyeri trigeminal neuralgia pada kasus ini dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus yaitu udara dingin.
e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan faktor risiko atau etiologi pada pasien ini.
-
Mengunyah menggunakan sisi yang sehat atau sisi yang tidak mengalami nyeri.
-
Hindari dari faktor pencetus timbulnya nyeri seperti udara dingin.
-
Hindari stress
-
Menjaga kesehatan dan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi.
f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga
-
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, perjalanan penyakit dan tatalaksana yang dapat mengurangi keluhan pasien.
-
Menghindari aktifitas berat dan memperbanyak istirahat.
-
Mengkonsumsi obat tepat waktu dan sesuai aturan pakai.
-
Menjelaskan kepada pasien untuk segera datang berobat apabila keluhan tidak membaik untuk dilakukan tindakan selanjutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sharav Y. OrofacialPain: Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An Updated Review. Seattle: IASP Press. 2002.
2.
Ropper, Allan and Robert Brown. Adams and Victors Principles of Neurology. McGraw-Hill Publishing. 2005.
3.
Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam neurologi klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2008.
4.
Loeser JD. Cranial Neuralgia, In: Banica’s Management of Pain, Philadelphia, Lipincott William & Wilkins. 2001.
5.
Nurmikko TJ and Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis, and current treatment. Brithish Journal of Anaesthesia 2001; 87 (1): 117 -132.
6.
Gintautas S, Joudzybalys G, Wang HL. Aetiology and pathogenesis of trigeminal neuralgia: a comprehensive review. J Oral Maxillofac 2012; 3(4): 1-7
7.
Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S. Diagnosis and Management of Trigeminal Neuralgia. Columbia Dental Review 2000; 5: 4-7.
8.
Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral Medicine 2001. [cited 2013 June 1]; Available from: URL: http://www.epub.org.br.
27