REFERAT TRIGEMINAL NEURALGIA
Disusun Oleh: Ivan Kristantya 122011101064
Pembimbing: dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER KSM ILMU PENYAKIT SARAF RSD dr. SOEBANDI JEMBER 2017
i
REFERAT TRIGEMINAL NEURALGIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas kepaniteraan Klinik Ma dya KSM Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember
Disusun Oleh: Ivan Kristantya 122011101064
Pembimbing: dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER KSM ILMU PENYAKIT SARAF RSD dr. SOEBANDI JEMBER 2017
ii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ..............................................................................
i
HALAMAN JUDUL .................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
2
.............................................................................................
2
2.2 Epidemiologi .......................................................................................
2
2.3 Anatomi .............................................................................................
3
.............................................................................................
5
2.5 Patofisiologi ........................................................................................
6
2.6 Klasifikasi ...........................................................................................
7
2.7 Diagnosis Banding..............................................................................
8
2.8 Penegakan Diagnosis .........................................................................
8
2.9 Tatalaksana ........................................................................................
9
2.10Prognosis .............................................................................................
10
BAB 3. KESIMPULAN ............................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
12
2.1 Definisi
2.4 Etiologi
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1. Area persarafan N. Trigeminus ............................................................
iv
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa kare na rahmat Nya kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Trigeminal Neuralgia” ini. Referat ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami tentang tentang trigeminal neuralgia baik teoritis maupun aplikasi klinisnya. Referat ini kami susun berdasarkan sumber buku maupun jurnal. Meski dengan keterbatasan rujukan dan banyaknya kekurangan dalam penyusunan referat ini, namun kami berharap mampu menjabarkan dan menjelaskan dengan baik hal-hal penting yang patut untuk diketahui mengenai trigeminal neuralgia. Demikian referat ini kami susun, semoga referat ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami para dokter muda sehingga dapat memeriksa dengan baik dan benar. Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Jember, 18 Juli 2017
Penyusun
v
BAB 1. PENDAHULUAN
Trigeminal neuralgia merupakan nyeri yang khas pada area persarafan dari nervus trigeminal yang menyebabkan nyeri pada wajah, juga di kenal sebagai tic douloureux atau Fothergill syndrome.
1
Neuralgia trigeminal pertama dijelaskan oleh dokter Arab bernama Jurjani pada abad ke delapan. Baru pada tahun 1756, seorang Dokter Prancis, Nicoulaus Andre, memberikan penjelasan yang detail mengenai neuralgia trigeminal pada dan menciptakan istilah tic doulourex. Dokter Inggris, John Fothergill juga menjelaskan sindrom ini pada pertengahan tahun 1700an, dan kelainan ini kadang disebut sebagai penyakit Fothergill.2 Trigeminal
neuralgia
tergolong
jarang.
Rata-rata
pasien
mengalami
manifestasi pada usia diatas sekitar 40 tahun dengan rata – rata antara 50 sampai 58 tahun dengan prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40 per 1.000.000 atau sekitar 8.000 kasus bar u per tahun. 3 Sampai saat ini, belum ada gold standard untuk penegakan dari trigeminal neuralgia
sehingga
penegakan
diagnosis
memerlukan
kecermatan
untuk
mengkarakteristik nyeri yang dikeluhkan pasien. Kompetensi Trigeminal neuralgia oleh seorang dokter umum adalah 3A dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberi terapi pendahuluan sebelum merujuk pada spesialis yang relevan sehingga pengetahuan dasar tentang trigeminal neuralgia wajib dimiliki untuk memenuhi kompetensi tersebut.
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trigeminal neuralgia merupakan nyeri yang khas pada area persarafan dari nervus trigeminal yang menyebabkan nyeri pada wajah, juga di kenal sebagai tic douloureux atau Fothergill syndrome. Trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba – tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul spontan. Terdapat “trigger area” di plika nasolabialis dan atau dagu. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi.1,3,4
2.2 Epidemiologi
Trigeminal neuralgia banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun dengan rata – rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, danada yang melaporkan kasus trigeminal neuralgia pada anak laki – laki usia 9 tahun. Umunya menyerang N.V 2 dan V3 dan hanya < 5% N.V 1. Pada wanita sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan 1,6: 1. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Trigeminal neuralgia. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40 per 1.000.000. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Trigeminal neuralgia akan meningkat.4
2
2.3 Anatomi
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus. I
nti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan
serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan selaput lendir lidah dan rongga mulut serta gusi, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otototot yang dipersarafi oleh cabang mandibular, dihantarkan oleh serabut sensorik cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri. 5,6 Cabang pertama ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang oftalmikus nervi trigemini. Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Selain serebut serabut tersebut diatas, cabang maksilar n. V. Menerima juga serabut – serabut sensorik yang berasal dari dura fosa cranii dan fossa pterigopalatinum. 5,6 Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan
sensorik
serta
sekretomotorik
(parasimpatetik).
Serabut-serabut
somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen
3
ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. 5,6
Gambar 2.1. Area Persarafan N. Trigeminus
4
2.4 Etiologi
Belum ada etiologi pasti tetapi saat ini terdapat beberapa teori etiologi trigeminal neuralgia yang dikenal. Pada umumnya sebagian besar pasien dengan trigeminal neuralgia tidak memiliki penyebab yang pasti (idiopatik). 3,7 Karena pasien dengan trigeminal neuralgia cenderung memiliki penyakit vaskuler seperti atherosclerosis, arterial hypertonia, beberapa peneliti mengajukan teori vaskular sebagai salah satu etiologi. Dari hasil penelitian ditemukan gangguan morfologikal dan fungsional pada pembuluh darah yang meng-suply bagian perifer dan bagian sentral dari Nervus Trigeminal. Namun belum ada bukti yang mendukung hubungan langsung antara gangguan pembuluh darah terhadap Trigeminal neuralgia. Meskipun, secara nyata ditemukan gangguan morfologikal namun
trigeminal
neuralgia
tidak
terdiagnosis.
Itulah
mengapa
peneliti
mendukung konsep perubahan organik atau fungsional dari pembuluh darah yang mengsuply nervus trigeminus tidak dapat menjadi penyebab utama dari trigeminal neuralgia, namun hal tersebut dapat mempengaruhi pathogenesis penyakit. 7 Beberapa peneliti juga mengusulkan pentingnya multiple sklerosis dalam etiologi trigeminal neuralgia, namun peneliti lain juga meperdebatkan hal tersebut karena trigeminal neuralgia terjadi hanya 0.9% sampai 4.5% pada pasien dengan multiple sklerosis.7,8 Diabetes mellitus dapat mempengaruhi nervus trigeminal. Dari studi korelasi didapatkan 21.9% mengidap DM. sehingga DM dapat menjadi factor penyebab trigeminal neuralgia.9 Beberapa peneliti megajukan penyebab dari trigeminal neuralgia dapat dihubungkan dengan syndrom decompression, dan yang paling populer adalah neurovascular compression pada jalur masuk nervus yang dapat terjadi akibat malformasi
arteriovenous.
Ada
banyak
lesi
kompresi
lain
yang
dapat
menyebabkan lesi kompresi seperti vestibular schwannomas, meningiomas, epidermoid cysts, tuberculoma dan beragam kista lain dan tumor. Trigeminal neuralgia dapat terjaid akibat adanya aneurisma, agregasi pembuluh darah, dan penyumbatan akibat arachnoiditis.3,7
5
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi dari trigeminal neuralgia ini dibagi menjadi mekanisme sentral dan mekanisme perifer. Mekanisme perifer yang terjadi antara lain ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V, ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita Trigeminal neuralgia, adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat, adanya proses inflamasi pada N.V Mekanisme sentral sebagai penyebab Trigeminal neuralgia salah satunya adalah multiple sclerosis dimana terjadi demielinisasi secara meluas sehingga dapat mengenai saraf trigeminus. Biasanya tidak ada lesi yang spesifik pada nervus trigeminus yang ditemukan. Teori patofisiologi yang dipakai pada saat ini adalah kompresi pada nervus trigeminus. Teori kompressi nervus trigeminus ini diungkapkan sebagai berikut. Trigeminal neuralgia dapat disebabkan karena pembuluh darah yang berjalan bersama nervus trigeminus menekan jalan keluar cabang cabang nervus trigeminus pada batang otak , misalnya foramen ovale dan rotundum. Penekanan yang paling sering terdapat pada ganglion gasseri, yaitu ganglion yang mempercabangkan 3 ramus nervus trigeminus. Pembuluh darah yang berdekatan dengan ganglion gasseri tersebut akan menyebabkan rasa nyeri ketika pembuluh darah tersebut berdenyut dan bersentuhan dengan ganglion. Kompresi oleh pembuluh darah inilama kelamaan akan menyebabkan mielin dari nervus tersebut robek/ rusak. Seperti yang diketahui, mielin membungkus serabut saraf dan membantu menghantarkan impuls dengan cepat. Sehingga pada mielin yang rusak, selain penghantaran impuls tidak bagus, akan terjadi rasa nyeri sebagai akibat dari kerusakan jaringan mielinnya.Teori ini dibuktikan melalui bukti bukti ahwa ketika dilakukan pemeriksaan penunjang, didapatkan adanya kompresi sekitar 80-90% kasus pada arteri di area perjalanan nervus trigeminus, dan rasa nyeri pada kasus ini hilang ketika dilakukan operasi dengan metode dekompresi pembuluh darah. Sedangkan pada multiple sclerosis dapat pula terjadi trigeminal neuralgia karena adanya proses demielinisasi dari sistem saraf pusat sehingga dapat mengenai nervus trigeminus. Pada orang yang menderita tumor yang mengenai nervus trigeminus, dapat pula terjadi neuralgia karena tumor menekan
6
nervus trigeminus. Mielin yang rusak dapat menyebabkan degenarasi akson sehingga terjadi kerusakan saraf secara menyeluruh. Kerusakan mielin ini juga mempengaruhi hilangnya sistem inhibisi pada saraf tersebut, sehingga impuls yang masuk tidak diinhibisi dan terjadi sensibilitas yang lebih kuat dari yang seharusnya dirasakan10
2.6 Klasifikasi
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator NT simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau kegagalan terapi farmakologik.3,4,11
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik. Neuralgia Trigeminus Idiopatik. 1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis. 2.
Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama. 4.
Penderita berusia lebih dari 45 tahun, wanita lebih sering mengidap dibanding laki-laki.
Neuralgia Trigeminus simptomatik. 1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau nervus infra orbitalis. 2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
7
3.
Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4.
Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia.
2.7 Diagnosis Banding
Berikut adalah beberapa diferensial diagnosis trige minal neuralgia7 : 1.
Dental pathology.
2.
Temporomandibular joint dysfunction.
3.
Migrain.
4.
Giant cell arteritis (temporal arteritis)
5.
Cluster headaches.
6.
Multiple sclerosis dan gangguan myelin lainnya.
7.
AneurysmPembuluh darah
8.
Tumourpada fossa posteriorcontohnya meningiomas.
9.
Kista arachnoidpada cerebellopontine angle.
10. Neuralgia Posthepetika 11. Neuralgia Nasalis atau sindrom charlin.
2.8 Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan secara klinis. Berdasarkan Standar Pelayanan Medik PERDOSSI, kriteria diagnosis trigeminal neuralgia adalah sebagai berikut. Serangan nyeri paroksismal, spontan, tiba-tiba, nyeri tajam, superfisial, seperti ditusuk, tersetrum, terbakar pada wajah atau frontal (umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2 menit, berulang, terbatas pada > 1 cabang N. trigeminus (N.V). yeri umumnya remisi dalam jangka waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi dapat dari trigger area (plika nasolabialis dan/ pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara, membasuh muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors). Bentuk serangan masing-masing pasien sama. Diantara serangan umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit neurologik. 12
8
Tidak ada tes spesifik terhadap trigeminal neuralgia. Studi pencitraan seperti computed tomography(CT) scans ataumagnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu menegakkan diagnosis dengan mengeliminasi penyebab lain timbulnya nyeri. High-definition MRI angiography dari nervus trigeminal dan batang otak dapat menyemukan kompresi nervus trigeminal oleh arteri atau vena.7,12
2.9 Tatalaksana
1.
Farmakologi Jika sudah yakin bahwa hanya neuralgia saja yang ditemukan tanpa
gejala defisit sensibilitas atau motorik, maka pengobatannya terdiri dari pemberian carbamazepine. Dimulai dengan tiga kali 100 mg carbamazepine (1½ tablet Tegretol) sehari, bila perlu dosis dapat dinaikkan sampai tiga kali 1 – 2 tablet sehari. Apabila carbamazepine 1200 mg sehari tidak menolong, dapat diberikan kombinasi carbamazepine dengan phenylhydantoin. Terapi farmakologi lain yang dapat diberikan antara lain, Okskarbasepin 600 – 2400 mg/ hari, Gabapentin 1200 – 3600 mg/hari, Fenitoin 200 – 400 mg/hari, Baklofen 30 – 80 mg/hari. 4,7,12 Pasien dapat bebas dari neuralgia idiomatik tanpa menggunakan obat. Tetapi sewaktu – waktu bisa kambuh lagi. “Stress” fisik dan mental dapat mempermudah timbul kembalinya serangan neuralgia.
2.
Operasi Tindakan operasi umumnya dilakukan pada pasien dengan nyeri yang tidak
menghilang dengan terapi farmakologi adekuat. Studi menunjukkan hasil yang baik pada pasien yang diberikan tindakan operasi dan menganjurkan operasi dilakukan cepat pada pasien dengan trigeminal neuralgia. Saat ini tidak ada standar protokol untuk menentukan waktu optimal untuk melakukan tindakan operasi. Beberapa jenis tindakan operasi antara lain : Peripheral neurectomy, Ablative procedures (Radiofrequency ablation. Balloon Compression. Glycerol
9
Injection.Radio surgery-Gamma knife surgery),Open procedures (Microvascular Decompression, Trigeminal root section). Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada
ganglion
gasseri
ialah
rhizotomi
melalui
foramen
ovale
dengan
radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus. 10
2.10 Prognosis
Trigeminal neuralgia tidak mengancam nyawa, 1 : 3 pasien akan mengalami gejala ringan dan beberapa hanya akan mengalami satu episode serangan. Banyak pasien mengalami periode remisi tanpa nyeri selama beberapa bulan hingga tahun. namun gangguan ini cenderung untuk memburuk seiring dengan berjalannya waktu.1,3
10
BAB 3. KESIMPULAN
. Trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba – tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul spontan. Terdapat “trigger area” di plika nasolabialis dan atau dagu. Etiologi dan patofisiologi trigeminal neuralgia masih belum dapat ditegakkan tetapi diduga trigeminal neuralgia timbul dari mekanisme kompresi nervus trigeminal. Tidak ada gold standard untuk pemeriksaan trigeminal neuralgia sehingga
penegakan
diagnosis
mengandalkan
kecermatan
untuk
mengkarakteristikan manifestasi klinis pada pasien. Carbamazepin merupakan drug of choice pada trigeminal neuralgia baik sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan phenylhidantoin. Tatalaksana invasif dapat diperimbangkan pada pasien dengan keluhan yang menetap setelah medapat terapi medikamentosa yang adekuat. Kompetensi Trigeminal neuralgia oleh seorang dokter umum adalah 3A dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberi terapi pendahuluan sebelum merujuk pada spesialis yang relevan sehingga pengetahuan dasar tentang trigeminal neuralgia wajib dimiliki untuk memenuhi kompetensi tersebut.
11
DAFTAR PUSTAKA
1.
Zakrzewska, J. M., & Linskey, M. E. 2015. Trigeminal neuralgia. Bmj, 350, h1238.
2.
Turkingston, Carol A. 2006. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale
3.
Aminoff M J; Greenberg D A; Simon, R P. 2015. Clinical Neurology 9th ed. McGraw-Hill
4.
International Association for Study of Pain. 2013. Trigeminal Neuralgia
5.
Bahrudin, M. 2012. Neuroanatomi Dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. Malang: UMM University Press
6.
Snell, R. S. 2010. Clinical neuroanatomy. Lippincott Williams & Wilkins.
7.
Stiles, M A; Mitrirattanakul, S; Evans JJ. 2007. Clinical Manual of Trigemnial Neuralgia. Informa Healthcare
8.
Chen, D. Q., DeSouza, D. D., Hayes, D. J., Davis, K. D., O’Connor, P., & Hodaie, M. (2016). Diffusivity signatures characterize trigeminal neuralgia associated with multiple sclerosis. Multiple Sclerosis Journal , 22(1), 51-63.
9.
Xu, Z., Zhang, P., Long, L., He, H., Zhang, J., & Sun, S. (2016). Diabetes mellitus in classical trigeminal neuralgia: A predisposing factor for its development. Clinical neurology and neurosurgery, 151, 70-72.
10. Frederickson, A. M., Gold, M. S., & Sekula Jr, R. F. (2016). Pathogenesis of Trigeminal Neuralgia. In Microvascular Decompression Surgery (pp. 59-66). Springer Netherlands. 11. Sidharta P. 2012. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat. 12. PERDOSSI. 2013. Standar Pelayanan Medik.
12