JURNAL
TRAUMA DAN KEHAMILAN
Pembimbing: dr. Tendi Novara, MSi.Med. Sp.An-KAO
Disusun oleh : Novita Lusiana
G4A014079
SMF ANESTESIOLOGI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2017
LEMBAR PENGESAHAN
JURNAL
TRAUMA DAN KEHAMILAN
Disusun Oleh : Novita Lusiana
G4A014079
Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal
Mei 2017
Dokter Pembimbing
dr. Tendi Novara, MSi.Med. Sp.An-KAO NIP. 19791110.201212.1.004
Trauma dan Kehamilan Anuradha Khanna, Uma Pandey, dan Pooja Singh
Pengantar Trauma merupakan bencana, dan selama kehamilan, hal ini lebih berbahaya bagi ibu dan bayi serta menimbulkan tantangan khusus bagi instalasi gawat darurat. Trauma saat hamil dapat disebabkan oleh kecelakaan, pembunuhan, atau peristiwa kekerasan lainnya.
Epidemiologi Kejadian trauma pada ibu hamil adalah sebesar 7% dari semua kehamilan, dan hal ini merupakan penyebab yang paling umum dari morbiditas dan mortalitas nonobstetrik pada kehamilan [4]. Di India dan juga di seluruh dunia, hal ini menyumbang 46% dari semua kematian ibu. Menurut ACOG, sebanyak 10-20% dari wanita hamil mengalami trauma fisik [1]. Kecelakaan kendaraan bermotor menyumbang 54,6% dari semua luka yang diderita oleh pasien trauma yang hamil (Rudra et al.). Penggunaan korset yang benar secara langsung dapat mempengaruhi keadaan pasien yang hamil dalam tabrakan kendaraan bermotor. Biasanya hanya 46% dari pasien trauma yang hamil yang menggunakan sabuk pengaman saat terjadi kecelakaan kendaraan bermotor [3]. Dengan penggunaan sabuk pengaman yang tepat, kemungkinan terjadinya pendarahan vagina dapat menurun 50% dan kematian janin intrauterin dapat menurun 25%. Penyebab paling umum berikutnya adalah kekerasan dalam rumah tangga dan pemerkosaan yang mencapai 22,3% kasus yang mengakibatkan berbagai luka pada perut dan genitalia [7]. Sebagian besar kasus pelecehan tidak dilaporkan. Pelecehan berulang terjadi pada 50% wanita. Terjatuh adalah mekanisme cedera lainnya yang terjadi selama kehamilan sebanyak 21,8% dari semua kasus. Terjatuh berulang terjadi pada 2% pasien. Penyebab lain yang kurang umum seperti luka bakar, luka tusukan, dan gigitan hewan terjadi pada 1,3% kasus [7].
Perubahan Anatomi dan Fisiologis dalam Kehamilan Pemahaman anatomi dan perubahan fisiologi yang unik yang terjadi pada kehamilan merupakan hal yang sangat penting untuk pengelolaan yang memadai bagi korban trauma. Patofisiologi dan mekanisme cedera wanita hamil dapat berbeda secara signifikan dengan cedera yang terjadi pada wanita yang tidak hamil.
Perubahan Fisik dan Fisiologi dalam Kehamilan Sistem kardiovaskular: Volume plasma meningkat sebesar 50% yang menyebabkan anemia dilusi dan berkurangnya kapasitas pembawa oksigen. Tanda syok hemoragik tampak lambat. Denyut jantung meningkat sebesar 15-20 kali dan curah jantung sebesar 40% karena tekanan uterus gravid pada IVC. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan RJP. Aliran darah uterus sekitar 10% dari curah jantung sehingga terdapat kemungkinan besar terjadinya perdarahan masif pada cedera uterus. Resistensi pembuluh darah sistemik dan penurunan tekanan darah arteri. Kaskade koagulasi dalam kondisi aktif; oleh karena itu, kecenderungan untuk terjadinya trombosis meningkat. Penurunan aliran balik vena akibat tekanan uterus gravid menyebabkan meningkatnya permintaan RJP. Sistem pernapasan: Kecepatan pernapasan yang meningkat yang menyebabkan keadaan hiperventilasi fisiologis. Konsumsi oksigen meningkat sebesar 20%,sehingga hipoksia berkembang lebih cepat. Hiperventilasi, penurunan kapasitas residual, dan pCo2 arteri menurunkan kapasitas buffer, sehingga asidosis lebih mungkin dapat terjadi. Kongesti mukosa dan edema laring menyebabkan jalan napas yang sulit. Perubahan lainnya: Penurunan motilitas lambung dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah dapat menyebabkan resiko aspirasi. Uterus yang membesar menyebabkan berkurangnya aliran balik vena, hipotensi saat terlentang, dan kesulitan bernapas. Meningkatnya berat badan selama kehamilan dapat menyebabkan sulitnya manajemen jalan nafas. Vaskulatur panggul hipertropi merupakan predisposisi untuk terjadinya perdarahan retroperitoneal besar. Usus dan kandung kemih lebih rentan terkena cedera dan berpindah ke atas melalui uterus. Plasenta: kurangnya elastisitas plasenta menjadi predisposisi terjadinya abrupsio plasenta yang menyebabkan pelepasan tromboplastin plasenta atau aktivator plasminogen dari miometrium.
Musculoskeletal: kelemahan ligamentum pelvis, penonjolan abdomen, dan perubahan pada pusat gravitasi menyebabkan pelebaran pelvis, lordosis, ketidakstabilan gaya berjalan, dan kecenderungan terjatuh Jenis Trauma dalam Kehamilan 1. Trauma tumpul : Kecelakaan mobil Penyiksaan secara fisik Pelecehan seksual Terjatuh Serangan yang diperburuk 2. Trauma tembus Luka pisau Luka tembak 3. Luka bakar
Cedera Tumpul Selain kecelakaan kendaraan bermotor, penyerangan, pelecehan, dan terjatuh sering menyebabkan trauma tumpul yang serius pada kehamilan. Masalah utamanya adalah penilaian segera efek trauma pada maternal, penanganan darurat, dan penilaian efek yang terjadi bersamaan pada janin. Masalah pada trauma tumpul abdomen: 1. Uterus yang membesar dapat menyebabkan hilangnya perlindungan pada tulang panggul 2. Meningkatnya kemungkinan perdarahan retroperitoneal seperti pembuluh darah pelvis yang membesar. Cairan amnion memberikan perlindungan pada janin dengan cara menyerap dorongan trauma, menghilangkan kekuatan pukulan dengan mentransmisikannya secara merata ke segala arah.
Resiko terhadap Ibu Kematian ibu karena trauma tumpul berkisar 7% [2]. Hal ini mencakup abrupsio plasenta, persalinan prematur, perdarahan fetomaternal besar, ruptur uteri dan kehilangan janin, embolisme cairan amnion dan DIC. Perdarahan limpa adalah penyebab paling umum dari perdarahan intraperitoneal yang diikuti oleh ruptur uterus. Perdarahan retroperitoneal dapat terjadi secara sekunder akibat ruptur pleksus vena pelvis.
Resiko terhadap Janin Cedera janin secara langsung terjadi pada kurang dari 1% kasus trauma abdomen tumpul yang berat. Janin berada pada resiko yang penting, terutama bila terjadi abrupsio plasenta, ruptur uteri, atau guncangan pada ibu terjadi [5]. Kematian janin setelah trauma tumpul bervariasi antara 3,4 sampai 38% [7].
Faktor-Faktor yang Terkait dengan Peningkatan Kematian Janin setelah Trauma 1. Hipotensi pada ibu 2. Skor keparahan cedera maternal yang tinggi 3. Pelemparan dari kendaraan bermotor 4. Fraktur pelvis maternal 5. Kecelakaan mobil dengan pejalan kaki 6. Riwayat penggunaan alkohol pada ibu 7. Usia ibu yang masih muda 8. Kecelakaan motor
Penilaian Pasien Hamil dengan Trauma Tumpul Semua ibu hamil harus dievaluasi dalam pelayanan kesehatan. Penilaian dan manajemen dari kasus trauma tumpul abdomen tergantung pada usia gestasi, derajat cedera maternal, dan mekanisme cedera. Pemeriksaan fisik mungkin tidak dapat diandalkan dan sulit karena perpindahan isi abdomen oleh uterus gravid dan peregangan peritoneum, mengurangi respon terhadap iritasi peritoneal.
Trauma Tembus Dengan perkembangan kehamilan, terdapat perubahan pada organ intra-abdomen pada posisi dengan keterlibatan yang penting. Luka tembus di bagian atas abdomen lebih mungkin dikaitkan dengan beberapa luka gastrointestinal akibat dorongan usus ke atas oleh pembesaran uterus. Organ yang terlibat adalah usus halus, hepar, kolon, dan lambung dalam frekuensi yang menurun. Cedera pada kuadran bagian bawah abdomen selama trimester ketiga hampir secara eksklusif melibatkan uterus yang mungkin menguntungkan bagi ibu karena efek proteksi uterus dan cairan amnion yang berakibat pada berkurangnya kerusakan pada organ lain. Jarang terjadi pada sebuah proyektil untuk membersihkan dinding posterior uterus sehingga isi perut ibu dapat diselamatkan. Jika uterus terlibat dalam trauma tembus, cedera janin dapat terjadi pada 70% kasus. Luka tembak pada uterus menyebabkan 7-9% kematian ibu [2]. Jika terjadi cedera sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka angka kematian janin lebih tinggi [2]. Pada kasus trauma pada perut bagian atas, bedah eksplorasi biasanya disarankan. Pada trauma yang melibatkan perut bagian bawah, pendekatan yang lebih konservatif, termasuk observasi, eksplorasi luka, dan laparoskopi, tetap menjadi pilihan jika keadaan ibu dan janin baik [4]. Luka tusukan yang tampak tidak menembus bagian luar dinding abdomen ditangani secara nonoperatif, sedangkan laparotomi biasanya diindikasikan dengan kejadian trauma tembus peritoneum, terutama jika perdarahan intraperitoneal atau perforasi usus dicurigai.
Tingkat Keparahan Luka Semua pasien dengan luka berat memerlukan rawat inap dimana fasilitas bedah dan obstetri tersedia dikarenakan tingginya angka kematian. Bahkan luka kecil berhubungan dengan komplikasi perdarahan fetomaternal, sehingga membutuhkan perhatian yang khusus.
Klasifikasi Trauma Mayor dalam Kehamilan Tabel 1 menunjukkan kriteria trauma mayor pada kehamilan. Jika terdapat satu kriteria (kecuali tekanan darah sistolik *) yang ada dari kategori manapun (tanda vital, pola cedera, atau mekanisme cedera), maka trauma dipertimbangkan sebagai “mayor."
Trauma Minor Setiap luka trauma yang tidak memenuhi kriteria sebagai trauma mayor.
Kriteria Tanda Vital Kesadaran Derajat kesadaran yang berubah Kecepatan pernapasan <10 atau >30 kali/menit SpO2 (Udara kamar) <95 % Denyut jantung >120 kali/menit *Tekanan darah sistolik <90 mmHg *Menginterpretasikan tekanan darah bersamaan dengan usia gestasi, tanda vital lainnya, pola cedera, dan mekanisme cedera
Kriteria Pola Cedera Luka tembus atau ledakan pada kepala, leher, dada, perut, panggul, aksila, atau pangkal paha Cedera tumpul yang signifikan pada satu regio kepala, leher, dada, perut, panggul, atau aksila Cedera pada dua atau lebih bagian tubuh berupa kepala, leher, dada, perut, panggul, atau aksila Amputasi anggota gerak di atas pergelangan tangan atau pergelangan kaki Curiga cedera tulang belakang Luka bakar> 20% atau komplikasi luka bakar lainnya pada tangan, wajah, alat kelamin, dan jalan napas dan saluran pernafasan Cedera serius Fraktur mayor campuran atau dislokasi terbuka dengan keterlibatan vaskular Fraktur pelvis Fraktur yang melibatkan dua atau lebih hal berikut: femur, tibia, humerus
Mekanisme Kriteria Cedera Terlempar dari kendaraan Jatuh dari ketinggian > 3 m Terlibat dalam sebuah ledakan Terlibat dalam tabrakan kendaraan bermotor dengan dampak yang berat dan masuk ke dalam kompartemen penumpang Terlibat dalam kendaraan yang berguling-guling Terlibat dalam kecelakaan lalu lintas di mana terdapat korban yang meninggal dalam kendaraan yang sama Terperangkap selama > 30 min Kecelakaan pada pejalan kaki Benturan kendaraan bermotor > 30 km/jam Komplikasi Trauma dalam Kehamilan • Perdarahan vagina. • Pecahnya membran preterm. • Abrupsio plasenta. • Fraktur panggul ibu • Kematian janin. • Fraktur janin, terutama tengkorak, klavikula, dan tulang panjang • Perdarahan intracranial • Cedera tidak langsung umumnya disebabkan oleh hipoksia janin sekunder akibat hipotensi maternal, perdarahan janin, abrupsio plasenta, cedera tulang belakang, cedera uterus, atau cedera lainnya • Lain-lain: aborsi spontan, persalinan prematur, dan isoimunisasi Rh.
Kontraksi Uterus dan Persalinan Preterm Masalah obstetri yang paling umum selama trauma adalah kontraksi uterus. Miometrium dan sel desidua, rusak akibat memar atau pelepasan plasenta, pelepasan prostaglandin yang merangsang kontraksi uterus. Kemajuan persalinan tergantung pada ukuran kerusakan uterus, jumlah prostaglandin dilepaskan, dan usia gestasi kehamilan. Kontraksi uterus yang jarang, merupakan temuan yang paling sering setelah trauma pada wanita hamil, tidak menyebabkan kondisi janin yang buruk dan dapat pulih dalam beberapa jam pada 90% kasus. Terjadinya delapan atau lebih kontraksi uterus per jam selama lebih dari empat jam
Dapat berhubungan dengan abrupsio plasenta. Kontraksi uterus, yang terjadi pada 39% [8]
pasien trauma yang hamil, dapat berkembang menjadi persalinan
prematur. Faktor resiko, diluar trauma, berhubungan dengan persalinan prematur meliputi penyakit kardiovaskular, hipertensi, preeklamsia, eklampsia, diabetes, merokok, plasenta previa, abrupsio plasenta, infeksi, dan kelainan fisik. Diagnosis persalinan prematur dibuat dengan adanya 3 kontraksi dalam 20 menit ditambah dengan perubahan serviks atau serviks yang berdilatasi sebesar 2 cm dan panjang kurang dari 1 cm yang bisa dilakukan dengan pemeriksaan serviks serial [8].
Aborsi Spontan Cedera traumatik bisa terjadi pada aborsi spontan sebelum usia kehamilan 20 minggu. Tanda dan gejala yang paling sering adalah sakit perut atau kram dan perdarahan vagina.
Abrupsio Plasenta Abrupsio plasenta merupakan akibat dari plasenta yang inelastis yang terlepas dari uterus yang elastis selama deformasi yang terjadi secara tiba-tiba dari uterus. Hal ini merupakan salah satu dari cedera yang paling umum, biasanya berhubungan dengan trauma tumpul, dan menyumbang 50-70% kehilangan janin [8]. Kejadian abrupsio meningkat dengan tingkat keparahan cedera, dari 8,5% pada wanita hamil yang tidak terluka yang terlibat dalam kecelakaan mobil sampai 13% pada wanita dengan luka parah [6]. Kematian ibu akibat abrupsio kurang dari 1%, akan tetapi kematian janin berkisar antara 20 hingga 35%. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya nyeri abdomen, pendarahan vagina, nyeri tekan uterus, kebocoran cairan amnion, hipovolemia maternal, uterus yang lebih besar dari keadaan normal untuk usia gestasi, atau perubahan denyut jantung janin, tetapi bisa juga terdapat pada ibu yang asimtomatik. Ultrasound juga tidak cukup peka untuk menyingkirkan abrupsio, sehingga mengharuskan penggunaan kardiotokografi janin posttraumatik secara rutin.
Ruptur Uteri Resiko ruptur uteri adalah sebesar 1% pada pasien trauma yang hamil (Schwaitzberg 2014). Penyebab yang paling umum dari ruptur uteri adalah trauma tumpul yang parah pada perut, dari kecelakaan kendaraan saat pelvis menghantam uterus, sehingga menyebabkan pecah. Beberapa ruptur uteri juga melibatkan trauma penetrasi. Cedera semacam itu dapat menyebabkan perdarahan serosa atau lecet; avulsi pembuluh darah uterus dengan perdarahan; gangguan total pada dinding miometrium dengan pengeluaran janin, plasenta, atau tali pusar ke dalam rongga abdomen; atau avulsi uterus lengkap. Terlepas dari konseling yang memadai tentang penggunaan sabuk pengaman yang tepat, penempatan sabuk pengaman yang tidak tepat dapat menghasilkan kekuatan yang signifikan secara langsung pada uterus. Terdapat lebih banyak resiko ruptur uteri dalam trauma penetrasi yang disengaja yang sering diarahkan ke uterus. Meski 75% kasus ruptur uteri melibatkan fundus uteri, cedera yang jarang terjadi seperti cacat miometrium kornual yang mengikuti trauma tumpul telah dilaporkan. Gejala klinis dapat bervariasi dari temuan klinis (misalnya, perabaan uterus yang lembek, pola denyut jantung janin yang tidak menentu) untuk onset yang cepat dari syok hipovolemik maternal. Gejala khas dari iritasi peritoneal dapat diidentifikasi tetapi tidak selalu jelas.
Perdarahan Fetomaternal Pendarahan fetomaternal (FMH) terjadi pada sekitar 10-30% pasien trauma yang hamil dan harus dipertimbangkan sejak minggu keempat kehamilan saat sirkulasi janin berkembang. Gejala klinis FMH bervariasi dan dapat menjadi nonspesifik. 1. Berkurang atau tidak adanya gerakan janin. 2. Fetal distres - terutama jika rekam denyut jantung janin adalah sinusoidal (menunjukkan anemia pada janin). 3. FMH yang besar adalah komplikasi yang berat namun jarang yang bisa mengakibatkan anemia janin, hipoksia janin, kematian intrauterine, atau kerusakan neurologis neonatal.
. 4. Reaksi transfusi (mual, edema, demam, dan menggigil) pada ibu. Mungkin lebih sering terjadi dengan plasenta letak anterior dan pada wanita yang mengalami nyeri tekan uterus, kontraksi, perdarahan vagina, dan gawat janin. Penilaian perdarahan fetomaternal: Uji Kleihauer-Betke. • Digunakan untuk mendeteksi dan mengukur FMH. • Biasanya untuk menentukan dosis imunoglobulin Rh D untuk wanita dengan Rh D-negatif. • Hasil dilaporkan secara kuantitatif dalam mL oada darah janin dalam sirkulasi ibu. • Hasil "negatif" biasanya dinyatakan kurang dari 1 mL dari darah janin. • Uji ini bukan uji untuk abrupsio plasenta. Bukti terbatas tentang kegunaan uji Kleihauer yang positif untuk memprediksi hasil dan membimbing manajemen klinis (di luar penentuan dosis imunoglobulin Rh D untuk wanita dengan Rh D-negatif). Tes ini tidak dapat digunakan untuk mendeteksi FMH pada ibu dengan Rh positif atau ibu dengan Rh negatif yang mengandung janin dengan Rh-negatif. Sebuah Uji Kleihauer Betke yang positif beserta parameter lainnya, seperti trauma trimester ketiga, trauma abdomen, dan derajat keparahan luka yang lebih besar dari 2, mengidentifikasi bahwa mereka berisiko untuk memiliki outcome perinatal yang merugikan. Sitometri aliran Hemoglobin antifetal saat ini digunakan untuk mendeteksi FMH secara lebih akurat.
Fraktur Pelvis Fraktur pelvis, merupakan fraktur yang paling sering terjadi sebagai akibat dari trauma tumpul pada abdomen, hal ini merupakan kekhawatiran lain. Seiring dengan perdarahan retroperitoneal yang signifikan, ibu dapat mempertahankan kandung kemih, uretra, atau luka usus. Fraktur panggul ibu secara signifikan meningkatkan kerentanan janin terhadap cedera kepala, yang menyebabkan kematian janin sebesar 25%. Pasien dengan cedera panggul dapat mengalami nyeri panggul dan tanda dan gejala hipovolemia Fraktur panggul dan asetabular merupakan fraktur yang jarang terjadi saat hamil.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dilengkapi dengan pencitraan radiologi. Sinar-X polos bersamaan dengan perisai uterus umumnya dapat memperlihatkan janin sampai jumlah radiasi yang sangat kecil. Diperkirakan paparan janin dari satu Film yang menggambarkan pinggul adalah 200 mili Rads yang lebih besar dari perkiraan paparan sinar X dada dan film abdomen, yaitu 0,02-0,07 mili Rads dan 100 mili Rads. Namun, nilai-nilai ini jauh lebih rendah dari 5 Rad, di bawah
yang mana resiko anomali kongenital,
pembatasan pertumbuhan, atau aborsi tidak meningkat [4]. Fraktur panggul ditandai dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada ibu dan janin karena dapat dikaitkan dengan syok hipovolemik, terutama pada kejadian perdarahan intraperitoneal. Terdapat Mortalitas ibu dan janin yang lebih tinggi pada tabrakan mobil-pejalan kaki bila dibandingkan dengan terjatuh. Baik outcome ibu dan janin tergantung pada derajat cedera, meskipun kelas fraktur (sederhana dengan kompleks) dan tipe fraktur (acetabular dengan panggul), dan trimester kehamilan, tidak mempengaruhi angka kematian. Fraktur panggul juga bisa dikaitkan dengan trauma kandung kemih atau uretra yang mengakibatkan hematuria dan penempatan kateter urin yang sulit. Menurut buletin pendidikan ACOG, fraktur panggul bukan merupakan kontraindikasi definitif untuk persalinan pervaginam meskipun adanya patah tulang panggul tipe displaced yang ringan [4].
Perdarahan dan Syok Perdarahan harus dicurigai dan dinilai setelah trauma apapun pada pasien hamil. Perubahan kardiovaskular selama kehamilan bisa membuat hal tersebut sulit untuk mendeteksi tanda dan gejala yang berhubungan dengan hipotensi dan syok maternal. Kehilangan darah akut mengakibatkan hipovolemia yang diikuti oleh vasokonstriksi dan takikardia maternal. Vasokonstriksi sangat mempengaruhi aliran darah uterus sekitar 30%, umumnya mengakibatkan hipoksia dan bradikardia pada janin [8]. Syok adalah penyebab kematian yang paling sering terjadi pada ibu dan janin. Penting bahwa praktisi layanan medis darurat mengantisipasi syok dan hipotensi
maternal dan tidak hanya mengandalkan perubahan tanda vital untuk mengelola pasien secara agresif. Jika terdapat tanda dan gejala syok hipovolemik, angka kematian janin bisa setinggi 85% (Swaitzberg 2010).
Cardiorespiratory Arrest Cardiorespiratory arrest pada wanita hamil menimbulkan ancaman serius terhadap kelangsungan hidup janin. Sekitar 41% janin meninggal saat ibu menderita cedera yang mengancam jiwa dan lebih banyak kematian terjadi dengan serangan jantung (Swaitzberg 2010). Penatalaksanaan agresif ibu diperlukan untuk meningkatkan kelangsungan hidup janin. Meskipun kemungkinan hidup janin dengan ibu yang menderita cardiopulmonary arrest karena trauma rendah, Upaya resusitasi harus diberikan untuk pasien yang hamil lebih dari 24 minggu. Fasilitas kesehatan yang menerima harus diberitahu sebelumnya sehingga petugas medis dapat mempersiapkan diri untuk menjalani operasi caesar darurat. Efisiensi RJP secara signifikan dapat dikurangi oleh kompresi aortocaval. Terdapat bukti terbatas mengenai derajat kemiringan yang dibutuhkan untuk mencapai dekompresi IVC dan keefektifan kompresi dada dilakukan pada posisi lateral kiri.
Poin Utama dalam Manajemen Cardiorespiratory Arrest 1. Posisikan wanita untuk mengurangi kompresi IVC. 2. Defibrilasi untuk pasien trauma yang tidak hamil - tidak ada syok yang signifikan yang dibawa ke janin 3. Lepaskan kabel KTG sebelum defibrilasi. 4. Berikan obat-obatan yang mensuport kehidupan jantung secara lanjut seperti yang akan diindikasikan untuk pasien yang tidak hamil.
Embolisme Cairan amnion Paparan cairan amnion ke Peredaran darah ibu bisa menyebabkan emboli cairan ketuban dan DIC. Hal ini mungkin dapat terjadi dengan ibu yang menderita gangguan pernapasan, kejang, serangan jantung, gawat janin, perdarahan masif, dan koagulopati /DIC. Manajemen yang mendukung; tidak ada pengobatan yang
terbukti efektif. Penggantian produk darah dilakukan termasuk plasma beku segar (FFP), platelet, dan kriopresipitat. Koagulasi diseminata Intravaskular (DIC) DIC mungkin timbul setelah abrupsio plasenta, kematian janin, dan embolisme cairan amniotik. Proteksi persalinan secara dini terhadap DIC yang parah – yaitu sebagian karena pelepasan yang masif dari tromboplastin dari uterus yang rusak. Pressentasi klinis dapat bervariasi dari perdarahan mikrovaskuler yang terdeteksi serta tes koagulasi darah yang abnormal termasuk: Berbagai tes koagulasi darah abnormal dapat berupa: 1. Jumlah trombosit kurang dari 50 × 109 / L 2. Protrombin Time (PT) lebih besar dari 1,5 × normal 3. Rasio Normalisasi Internasional (INR) lebih besar dari 1,5 4. Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT) lebih besar dari 1,5 × normal 5. Jumlah fibrinogen kurang dari 2,5 g / L
Evaluasi Awal dan Pengelolaan Pasien Trauma yang Hamil Survei Primer Survei primer dari yang Pasien hamil yang terluka berupa jalan nafas dan tulang belakang servikal, pernapasan, dan sirkulasi (ABC; penggantian volume/kontrol perdarahan), dengan ibu yang menerima prioritas pengobatan. Trauma berat merangsang pelepasan katekolamin ibu, yang menyebabkan vasokonstriksi uteroplasenta dan mengganggu sirkulasi janin. Pencegahan kompresi aortokaval juga penting untuk mengoptimalkan hemodinamik ibu dan janin.
Posisi Setelah 20 minggu usia gestasi, kompresi aortokaval oleh uterus menghalangi resusitasi oleh penurunan aliran balik vena yang menyebabkan hipotensi terlentang, pengurangan volume sekuncup dan curah jantung, dan menurunkan keefektifan kompresi thoraks.
Posisikan wanita untuk meminimalkan Kompresi vena cava inferior (IVC): pertimbangkan kehamilan dan kemampuan untuk memberikan perawatan yang efektif (misalnya, intubasi) saat menentukan persyaratan penentuan posisi: • Kemiringan lateral kiri 15-30 °. • Letakkan wedge di bawah pantat / pinggul kanan untuk mencapai kemiringan • Dalam kasus trauma besar, tempatkan wedge di bawah papan tulang belakang (Gambar 25.1 dan 25.2). Jika kemiringan lateral tidak layak, Perpindahan manual uteru untuk meminimalkan kompresi IVC dilakukan dengan berdiri di sebelah kiri wanita; Dokter menempatkan dua tangan di sekitar rahim dan secara lembut menarik rahim ke arah diri mereka sendiri (Gambar 25.3). Dukungan pernapasan ibu yang cepat sangat penting; anoksia terjadi lebih cepat terjadi pada kehamilan stadium lanjut karena adanya perubahan yang terjadi pada Fisiologi pernapasan selama kehamilan. Suplementasi oksigen sangat penting untuk mencegah hipoksia ibu dan janin.
Airway dan C-Spine Terdapat peningkatan risiko gagal intubasi karena edema laring dari retensi air, edema mukosa hidung dan lidah dari pembengkakan kapiler, peningkatan jaringan adipose wajah yang mempengaruhi ruang untuk penanganan manuver laringoskop, Peningkatan isi perut yang meningkatkan diafragma dengan laring anterior, dan obesitas yang tidak sehat (berat lebih dari 300 lb). Ventilasi masker juga bisa menjadi sulit karena tekanan intra-abdomen yang meningkat dan kompliansi dada rendah. Karena hal ini, intubasi secara dini pada pasien yang tidak hamil dipertimbangkan. Gunakan pegangan laringoskop yang pendek, penekanan krikoid, dan tabung endotrakea yang lebih kecil (ETT) karena edema laring. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko aspirasi yang berhubungan dengan kehamilan meliputi uterus gravid, progesteron yang dimediasi oleh relaksasi sfingter esofagus yang lebih rendah, PH lambung yang lebih rendah dan pengosongan lambung yang tertunda selama persalinan. Karena hal ini, pertimbangkan pemberian tabung orogastrik jika diintubasi dan tabung nasogastrik jika tidak diintubasi. Cervical spine collar harus diberikan.
Gambar. 25.1 Kompresi vena kava inferior saat posisi terlentang. Pedoman Klinis Queensland, Trauma pada kehamilan, pedoman no. MN14.31-V1-R19, Queensland Health. Februari 2014
Gambar. 25.2 Memiringkan posisi tubuh secara lateral kiri (sisi kanan atas) 15-30° untuk meredakan kompresi. Pedoman Klinis Queensland, Trauma pada Kehamilan, pedoman no. MN14.31-V1-R19, Queensland Health. Februari 2014
Ara. 25.3 Pemindahan uterus secara manual untuk meringankan kompresi (panah). Pedoman Klinis Queensland, Trauma pada kehamilan, pedoman no. MN14.31-V1R19, Queensland Health. Februari 2014
Pernapasan dan Ventilasi Suplai aliran oksigen yang tinggi sebesar 100% secara rutin diberikan dengan kanula hidung, masker, atau intubasi endotrakeal yang dianggap tepat untuk situasi. Volume ventilasi mungkin perlu dikurangi karena diafragma yang tinggi. Jika aman untuk dilakukan, angkat kepala dari tempat tidur untuk mengurangi berat uterus dengan diafragma sehingga memudahkan pernapasan. Jika tabung dada diindikasikan, tempatkan tabung di SIC 1-2, hal ini dilakukan diatas SIC 5 seperti pada pemasangan biasa karena diafragma yang meningkat.
Pengendalian Sirkulasi dan Perdarahan Hipovolemia harus dicurigai sebelumnya sebelum menjadi jelas karena Hipervolemia akibat kehamilan yang relatif dan hemodilusi yang dapat menutupi kehilangan darah yang signifikan. Selain itu, tekanan darah ibu harus dipertahankan dari darah yang keluar dari rahim. Sampai 25% Volume darah intravaskuler ibu bisa hilang tanpa perubahan tanda-tanda vital pada ibu. Resusitasi dengan volume yang agresif dianjurkan bahkan untuk pasien dengan normotensi. 1. Perdarahan eksternal yang jelas seharusnya dikendalikan. 2. Posisikan dengan kemiringan lateral kiri 15-30 °. 3. Dapatkan akses intravena (IV) yang besar. 4. Hindari garis femoral karena kompresi oleh uterus yang gravid 5. Mulai IV kristaloid.
6. Menilai respon - menjaga kesadaran akan parameter fisiologis terkait kehamilan 7. Bertujuan untuk menghindari volume kristaloid yang besar (lebih besar dari 2 L) yang dapat menyebabkan edema paru-paru karena tekanan onkotik yang relatif rendah pada kehamilan. 8. Hindari vasopressor untuk mengembalikan tekanan darah ibu karena vasopressor dapat membahayakan aliran uteroplasenta. 9. Pertahankan indeks yang tinggi pada kecurigaan pendarahan dan kesadaran akan keterbatasan tanda klinis. 10. Lakukan pencarian menyeluruh untuk pendarahan yang tersembunyi karena aliran darah ibu dipertahankan untuk kelahiran janin. 11. Lakukan sonografi abdomen yang terfokus untuk tauma (FAST) untuk menilai pendarahan intra-abdomen. 12. Jika dicurigai hipovolemia, mulailah Resusitasi cairan untuk memastikan perfusi ibu dan uteroplasenta yang memadai. 13. Pertimbangkan aktivasi Protokol Transfusi Masif (MTP) jika tidak respon terhadap kristaloid. 14. Transfer secara cepat ke ruang operasi jika diindikasikan. 15. Evaluasi denyut jantung janin tetapi jangan tunda resusitasi untuk pemeriksaan janin.
Disabilitas Evaluasi neurologis secara cepat dengan menggunakan Skala Koma Glasgow. Pemeriksaan seharusnya berupa penilaian terfokus pada tingkat kesadaran pasien menggunakan Skala Koma Glasgow dan juga menilai ukuran pupil mereka, fungsi motorik kasar, dan sensasi pada masing-masing tungkai. Jika tanda, gejala, atau kecurigaan cedera tulang belakang ada, maka sangat penting untuk mencatat tanda lateralisasi apapun dan derajat sensasi yang utuh. Garmen antisyok pneumatik (PASG) dapat digunakan untuk menstabilkan fraktur ekstremitas bawah dan dapat mengendalikan perdarahan. Pada pasien hamil, pembesaran kompartemen abdomen pada PASG harus dihindari karena hal ini dapat membahayakan aliran darah uteroplasenta.
Survei Sekunder Survei sekunder terdiri dari: riwayat lengkap, termasuk riwayat obstetri, melakukan pemeriksaan fisik, dan mengevaluasi dan memantau janin. Riwayat obstetri penting karena identifikasi faktor komorbid dapat mengubah keputusan tatalaksana.
Riwayat Obstetri Riwayat obstetri harus mencakup tanggal haid terakhir, tanggal perkiraan kelahiran dan masalah atau komplikasi apapun mengenai kehamilan saat ini dan sebelumnya, asuhan prenatal, dan riwayat perdarahan vagina.
Pemeriksaan Fisik Temuan pemeriksaan fisik pada wanita hamil dengan trauma tumpul tidak bisa diandalkan dalam memprediksi hasil obstetrik yang merugikan. Pemeriksaan kepala-ke-kaki seperti pada pasien trauma yang tidak hamil dilakukan. Perut diinspeksi untuk melihat apakah ada ekimosis atau asimetri. Dibandingkan dengan orang yang tidak hamil, wanita hamil memiliki insiden cedera perut yang lebih tinggi secara serius namun memiliki insiden cedera dada dan kepala yang lebih rendah. Fraktur panggul ibu, khususnya pada akhir kehamilan, berhubungan dengan cedera kandung kemih, cedera uretra, perdarahan retroperitoneal, dan fraktur tengkorak janin. Setelah 12 minggu masa kehamilan, rahim dan kandung kemih ibu bukan lagi organ panggul yang eksklusif dan lebih rentan terhadap cedera langsung. Fraktur tengkorak adalah Cedera janin langsung yang paling umum, dengan angka kematian 42%. Status mental yang berubah atau cedera kepala parah setelah trauma pada wanita hamil dikaitkan dengan peningkatan outcome janin yang buruk. Dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor, Posisi sabuk pengaman yang tidak benar yang mengelilingi uterus yang gravid dapat menyebabkan luka memar pada perut, meningkatkan resiko abrupsio plasenta, dan meningkatkan resiko ruptur uteri. Nilai tonus uterus, kontraksi, kekakuan, kelemahan, dan bagian janin yang teraba. Perut yang gravid mungkin secara relatif tidak sensitif terhadap iritasi peritoneum.
Estimasi Usia Kehamilan Usia kehamilan dapat diestimasi dengan mengukur tinggi fundus dan jarak vertikal pada midline dari simfisis pubis ke puncak fundus dalam sentimeter. Bagian atas fundus ditandai untuk mengevaluasi kemungkinan abrupsio tersembunyi seperti yang ditandai dengan tinggi fundus yang meningkat.
Pemantauan Denyut Jantung janin Denyut jantung janin normal berkisar antara 110-160 x/m. DJJ dapat dinilai dengan menggunakan stetoskop standar pada usia kehamilan ke 20 minggu dan Doppler pada usia kehamilan ke 12 minggu. Denyut jantung janin dan ibu harus dibedakan sebagai takikardia maternal karena dapat menyebabkan kebingungan. Untuk gestasi yang lebih dari 24 minggu (trauma mayor), kardiotokografi (KTG) secara berlanjut harus dimulai sesegera mungkin. KTG memiliki sensitivitas yang baik untuk hasil yang merugikan dengan segera. KTG mendeteksi iritabilitas uterus dan pola denyut jantung janin yang abnormal. KTG Abnormal mungkin hanya merupakan indikasi cedera atau kondisi yang berbahaya pada janin. Bradikardi janin yang persisten lebih dari 5 menit, hilangnya variabilitas awal atau variabel kompleks yang berulang, atau deselerasi lambat menunjukkan kondisi yang berbahaya pada janin. Rekam sinusoid mengindikasikan anemia pada janin. Pengendalian fisiologis DJJ dan hasil interpretasi rekam KTG berbeda pada janin prematur dengan janin matur, terutama pada gestasi kurang dari 28 minggu. Pemantauan yang terus-menerus selama empat jam cukup jika tidak ada perdarahan vagina, sakit perut, kontraksi uterus lebih dari 1 kali dalam 10 menit, dan rekam denyut jantung janin yang tidak baik. Pemantauan tambahan sampai 24 jam dilakukan dengan temuan apapun meliputi kontraksi rahim yang lebih sering, pemeriksaan jantung janin yang tidak meyakinkan, perdarahan vagina, uterus yang lembek atau iritabel secara signifikan, cedera ibu yang serius, atau pecahnya selaput ketuban. Petugas medis dan peralatan harus pindah ke lokasi wanita daripada mengangkut wanita ke unit obstetrik untuk pemantauan.
Pemeriksaan Panggul/Vagina Jika terjadi trauma berat, pemeriksaan rektal harus dilakukan untuk menilai kerusakan tulang belakang atau trauma lokal. Pemeriksaan vagina dengan spekulum steril harus dilakukan sebagai indikasi klinis. Evaluasi terhadap ruptur membran, perdarahan vagina, prolaps tali pusat, penipisan dan dilatasi serviks dalam persalinan dan presentasi janin harus dilakukan. Perdarahan vagina dapat mengindikasikan adanya persalinan prematur, abrupsio, patah tulang panggul, atau ruptur uteri. Pemberian kateter urin bisa dilakukan jika diperlukan.
Pencitraan Diagnostik Janin paling rentan terhadap radiasi selama 15 minggu pertama kehamilan. Resiko radiasi pada janin kecil jika dibandingkan dengan risiko dari keterlambatan atau keterlambatan atau tidak adanya diagnosis trauma. Meningkatnya resiko terhadap embrio atau janin belum diamati untuk cacat intelektual, cacat kelahiran, pertumbuhan yang terhambat, efek neurobehavioral, gangguan performa sekolah, gangguan kejang, atau kematian embrio atau janin di bawah dosis efektif 100 milisievert (mSv) [5]. Meskipun agen kontras iodinasi melewati plasenta dan dapat diambil oleh tiroid janin, tidak ada kasus gondok janin atau fungsi tiroid neonatus abnormal yang telah dilaporkan dalam hubungan dengan paparan kontras dalam rahim. Gadolinium yang digunakan pada MRI telah diketahui efek teratogeniknya pada hewan dan tidak disarankan kecuali jika memiliki keuntungan yang jelas lebih besar dari resikonya. Pemeriksaan sinar-X pada ekstremitas, kepala, dan tengkorak, mamografi, dan pemeriksaan tomografi komputerisasi (CT) pada kepala dan leher bisa dilakukan saat hamil atau mungkin pada wanita hamil tanpa perhatian. Pemeriksaan sinar X lainnya juga bisa dilakukan jika dosis radiasi ke embrio atau janin cenderung terjadi kurang dari 1 mSv [5]. Rasio manfaat dan risiko harus dinilai dimana prosedur pada wanita hamil bisa mengakibatkan dosis radiasi lebih dari 1 mSv pada embrio atau janin. Peralatan pelindung pribadi, (misalnya, gaun timbal) disarankan hanya untuk wanita hamil saat posisi rahim berada pada balok sinar-X langsung (dan jika tidak mengganggu
pencitraan).Llebih baik melakukan CT scan tunggal dengan kontras teriodinasi daripada melakukan penilaian suboptimal yang multipel tanpa kontras. Informasi dan konseling kepada wanita yang terpapar radiasi selama diagnosis dan perawatan harus dilakukan.
Ultrasound Ultrasound (US) dapat menilai kerusakan organ yang solid, cairan intraperitoneal, usia kehamilan, DJJ, aktivitas janin, presentasi janin, derajat cedera janin, lokasi plasenta, volume cairan amnion, dan profil biofisik. US bukan merupakan indikator yang handal pada abrupsi plasenta yang sedang terjadi. FAST scan (penilaian terfokus dengan sonografi untuk trauma) sama akuratnya pada pasien yang tidak hamil untuk menilai cairan bebas intra-abdomen. US obstetri yang mengikuti FAST harus dilakukan jika diperlukan. Hal ini akan membantu mengidentifikasi cairan intraabdominal, sehingga meningkatkan indeks pada kecurigaan perdarahan intraperitoneal.
CT Scan Modalitas pencitraan lain yang mungkin diindikasikan selama evaluasi pasien trauma selama hamil adalah computed tomography (CT), yang umumnya mengekspos janin sampai 3,5 rad. Meskipun CT Scan diindikasikan dalam kasus dimana manfaatnya terhadap ibu lebih besar daripada risiko terhadap janin, konseling yang memadai, jika memungkinkan, tetap diperlukan.
Lavase Peritoneal Terbuka Lavase peritoneal terbuka dapat diperlukan jika dicurigai adanya perdarahan intraperitoneal berdasarkan tanda atau gejala perut sugestif pada perdarahan intraperitoneal, sensorium yang berubah, Syok yang tidak dapat dijelaskan, cedera toraks mayor, dan cedera ortopedi multipel mayor. Lavase peritoneal terbuka, biasanya secara periumbilical, dengan diseksi tajam dan pembukaan peritoneum abdomen anterior di bawah pandangan langsung adalah teknik yang lebih disukai dalam kehamilan karena hal ini cenderung lebih sedikit melukai rahim atau organ lain dibandingkan dengan penyisipan jarum buta. Penting
untuk ditekankan bahwa, jika perdarahan intraperitoneal secara klinis terbukti, maka lavasee tidak diindikasikan.
Seksio Caesarea Perimortem Operasi caesar (CS) dimulai setelah RJP dilakukan. Hal ini bisa memperbaiki kelangsungan hidup salah satu atau baik wanita dan janin tetapi harus dipertimbangkan sebagai prosedur resusitasi yang dilakukan terutama untuk kepentingan maternal survival. Hal ini dapat memperbaiki kondisi/kelangsungan hidup ibu dari peningkatan aliran balik vena setelah pengeluaran uterus gravid dari IVC. Outcome survival dan neurologis pada janin yang viable berhubungan dengan waktu antara kematian maternal dan kelahiran. Kelangsungan hidup janin yang terbaik terjadi saat kelahiran dalam waktu 4-6 menit dari serangan jantung pada ibu. Kelangsungan hidup janin yang utuh belum diperlihatkan di luar 30 menit setelah serangan jantung. Keterlambatan dalam memulai operasi caesar perimortem telah dikaitkan dengan outcome yang buruk.
Pengelolaan Saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu, CS perimortem dilakukan 4 menit setelah tidak adanya respon terhadap RJP yang efektif. CS dilakukan pada titik resusitasi. RJP dilanjutkan selama dan setelah prosedur.
Strategi Pencegahan Perawatan prenatal sangat penting untuk hasil yang optimal untuk pasien hamil dan bayi. Bagian dari perawatan prenatal merupakan edukasi yang tepat dalam pencegahan cedera, terutama trauma tumpul, meskipun telah menggunakan sabuk pengaman secara tepat.
Kekerasan Sosial Kekerasan interpersonal telah ditekankan sebagai etiologi trauma hanya selama beberapa dekade terakhir. Pelecehan seksual atau fisik terjadi sampai 17-32% kehamilan, dan 60% di antaranya dilaporkan sebagai beberapa episode pelecehan.
Pelecehan sering dimulai atau meningkat selama kehamilan atau periode pascapartum. Pelaku yang paling sering biasanya dikenal oleh pasien, sering kali ia merupakan suami atau pasangan. Kekerasan interpersonal seperti itu bukan merupakan fungsi status perkawinan, ras, umur, atau status ekonomi. Semua petugas kesehatan harus menyadari epidemi ini dan harus membantu dalam pengurangan kejahatan tersebut, terutama selama kehamilan.
Penggunaan Obat Ilegal selama Kehamilan Sayangnya, jumlah signifikan wanita hamil yang terluka memiliki tingkat alkohol atau obat lain dalam darah yang tinggi. Zat ini berkontribusi pada kecelakaan mobil dan juga berat lahir yang rendah.
Sistem Pengaman Mobil dan Edukasi Pasien Terlempar dari mobil yang sedang berjalan dapat mengakibatkan cedera besar bagi siapa saja dalam sebuah kecelakaan. Sistem pengekangan, baik air bag dan Ikat pinggang yang dipakai secara tepat, dapat mengurangi kejadian cedera dan dianggap aman untuk wanita hamil. Edukasi tentang bagaimana sabuk pengaman seharusnya dipakai rendah pada panggul dan tidak berada di atas uterus yang gravid akan membantu dalam penurunan cedera yang berhubungan dengan sabuk pengaman. Posisi sabuk pengaman yang benar meliputi: • Sabuk pangkuan berada di atas pinggul dan di bawah rahim • Selempang berada di antara payudara dan di atas rahim Penerapan yang benar mengenai sabuk pengaman: • Mengurangi cedera maternal/janin • Mengurangi mortalitas karena terlempar • Meningkatkan kelangsungan hidup janin Penggunaan sabuk pangkuan saja tidak dianjurkan. Hal ini dapat meningkatkan fleksi uterus dan bisa meningkatkan abrupsio plasenta (Gambar 25.4).
Gambar. 25.4 Pedoman Klinis Queensland, Trauma dalam kehamilan, pedoman no. MN14.31-V1-R19, Queensland Health. Februari 2014
DAFTAR PUSTAKA
1. Chapter 42. Critical care and trauma. In: Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, editors. Williams obstetrics. 23rd ed. 2010. p. 926– 45. 2. Desjardins G. Management of the injured pregnant patient. 2014. http://www.trauma.org/archive/resus/ pregnancytrauma.html . 3. Mattox KL, Goetzl L. Trauma in pregnancy. Crit Care Med. 2005;33(10 (Suppl)):S385–9. 4. Mirza FG, Devine PC, Gaddipati S. Trauma in pregnancy: a systematic approach. Am J Perinatol. 2010;27(7):579–86. 5. Queensland Clinical Guidelines, Trauma in pregnancy. guideline no MN14.31V1-R19,
Queensland
Health.
Feb
2014.
Available
from:
http://www.health.qld.gov.au/qcg/ . 6. Raja AS, Zabbo CP. Trauma in pregnancy. Emerg Med Clin North Am. 2012;30:937–48. 7. Rudra A, Ray A, Chatterjee S, et al. Trauma in pregnancy. Indian J Anaesth. 2007;51(2):100–5. 8.
Schwaitzberg
SD.
Trauma
and
pregnancy.
http://emedicine.medscape.com/article/796979-overview .
2013.