Torsi Kista Ovarium Andi Siti Hardiyanti 10.2011.165 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta J akarta Barat Alamat korespondensi :
[email protected]
Pendahuluan Kista ovarium terpuntir merupakan penyebab nyeri abdomen bagian bawah yang jarang namun signifikan pada wanita. Presentasi P resentasi klinisnya sering tidak spesifik dengan temuan fisik tidak khas, biasanya menimbulkan keterlambatan diagnosis dan penanganan bedah. Torsi atau puntiran kista ovarium terjadi bila kista terpuntir pada tangkai vaskularnya dan mengganggu suplai darah karena vena mudah tertekan, terjadi bendungan darah dalam tumor yang berakibat tumor makin besar dengan perdarahan didalamnya.
Jika torsi berlanjut, kista, ovarium dan sering diikuti
sebagian tuba akan mengalami nekrosis hemoragik dan jika dibiarkan dapat terjadi robekan pada dinding kista dengan akibat perdarahan intra adominal atau peradangan sekumder dengan manifestasi klinik dengan akut abdomen. Torsi/putaran tangkai dapat terjadi pada tangkai kista ovarium dengan diameter 5 cm atau lebih. Kondisi yang mempermudah torsi adalah kehamilan dan sesudah persalinan. Pada kehamilan, uterus yang membesar akan merubah letak kista, sedangkan pada sesudah persalinan dapat terjadi perubahan mendadak dalam rongga abdomen. Diagnosis Anamnesis
Pasien datang dengan onset mendadak, berat, nyeri abdomen bagian bawah unilateral yang memburuk secara intermiten dalam beberapa jam. Hampir 25% pasien mengalami nyeri bilateral kuadran bawah yang dideskripsikan sebagai nyeri tajam atau lebih jarang berupa kram. Mual muntah terjadi pada hampir 70% pasien, menyerupai nyeri yang berasal dari traktus gastrointestinal dan menyulitkan diagnosis. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya mungkin membantu sehubungan dengan adanya torsi yang membaik secara spontan. Demam mungkin merupakan temuan akhir bila ovarium mengalami nekrosis. Onset selama latihan fisik fisik atau gerakan aktif lainnya umum terjadi. 1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, sebagaimana anamnesis biasanya tidak spesifik dan sangat bervariasi. Massa adnexa kenyal, unilateral, dilaporkan pada 50-90%. Bagaimanapun, tidak adanya temuan ini tidak menyingkirkan diagnosis. Nyeri tekan umum ditemukan; tetapi cukup ringan pada 30% pasien. Oleh karena itu, tidak adanya nyeri tekan tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan kista ovarium terpuntir. Nyeri lepas dan muscle rigidity dapat ditemukan dan sering sulit dibedakan dari abses pelvis atau apendisitis. Temuan massa ovarium mungkin mengarahkan, namun bisa menyesatkan asal sumber nyeri. Karena massa yang terlibat biasanya non-neoplasma atau kista hemoragik, yang memang menimbulkan nyeri pada lokasi dan dengan kualitas yang sama.1 Pemeriksaan penunjang
USG adalah modalitas pencitraan utama untuk pasien yang dicurigai mengalami kista ovarium terpuntir. Pembesaran ovarium sekunder terhadap kerusakan drainase vena dan limfatik adalah temuan paling umum pada kista ovarium terpuntir.2
Kombinasi Doppler flow imaging dengan penentuan morfologik ovarium dapat meningkatkan akurasi diagnosis; membantu memperkirakan viabilitas struktur adneksa dengan menggambarkan aliran darah pada pedikel yang terpuntir dan adanya aliran vena sentral.2
Computed tomography dapat menggambarkan pembesaran ovarium dan massa adneksa, tapi tidak dapat mengevaluasi da tidaknya aliran darah ke ovarium yang terlibat. CT dapat berguna dalam menyingkirkan penyebab lain nyeri abdomen bawah bila diagnosis tidak dapat ditentukan. CT dapat menyingkirkan adanya massa pelvis.2
Differntial Diagnosis
Dengan diagnosis kerja torsi kista ovarium, beberapa penyakit dengan gejala yang mirip dapat dimasukan ke dalam diagnosis banding, diantaranya adalah appendisitis dan kehamilan ektopik terganggu . Appendisitis terjadi pada 1 : 1200 kehamilan, dengan penatalaksanaan yang 2
jauh lebih sulit ketimbang pasien yang tidak hamil. Hal ini disebabkan appendiks pada ibu hamil terdorong lebih keatas dan ke kanan, jauh dari titik McBurney. Karena itu nyeri setempat yang lazim, biasanya tidak terjadi.3 Uterus yang meregang menggeser usus besar dan usus halus, kontraksi uterus mencegah pembentukan abses dan dinding pembatas, dan hubungan usus terganggu. Pada paling sedkit 20% pasien kebidanan dengan appendisitis, diagnosis yang benar tegas ditegakan sampai appendiks ruptur dan terjadi peritonitis. Keterlambatan dapat menyebabkan sepsis, persalinan prematur atau abortus.3 Appendektomi dini merupakan penatalaksanaan yang harus dilaksanakan. Jika diagnosis dibuat selama persalinan atau mendekati cukup bulan, seksio cesare dan appendektomi harus dikerjakan untuk memperkecil resiko terjadinya peritonitis.
Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam
rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Kehamilan ektopik terjadi karena h ambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya. Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per
3
vaginam, ada nyeri perut kanan/ kiri bawah, n yeri tekan dan nyeri lepas. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
Etiologi
Torsio ovarium merupakan hasil dari rotasi organ ovarium pada bagian pembuluh darah, yang menyebabkan terhambatnya vaskularisasi terhadap ovarium. Massa adnexal merupakan penyebab utama terjadinya torsi ovarium, karena ligamentum ovarium tidak dapat menahan beban massa yang leih berat dari posisi normal anatomi. Massa yang dapat menyebabkan hal ini diantaranya adalah neoplasma, polikistik ovarium, kista ovarium besar, endometriomas, dan kista dermoid.1 Penyebab terjadinya kista belom diketahui dengan pasti, namun ada beberapa penyebabnya :
Perubahan anatomis yang mempengaruhi berat dan ukuran ovarium dapat mengubah posisi tuba fallopi dan menimbulkan puntiran. Kehamilan kadang-kadang menyebabkan kista terpuntir, sekunder terhadap pembesaran ovarium yang terjadi selama ovulasi dengan kelemahan jaringan penyokong ovarium.
Malformasi kongenital dan pemanjangan tuba fallopi dapat ditemukan pada sebagian pasien prepubertas muda.
Tumor ovarium. Menyebabkan lebih dari setengah kasus torsi adnexa. Tumor dermoid adalah yang paling sering. Tumor ganas lebih jarang daripada tumor jinak. Hal ini disebabkan perlekatan kanker yang memfiksir ovarium ke jaringan sekitar.
Pasien dengan riwayat pembedahan pelvis (terutama ligasi tuba) memiliki resiko lebih tinggi terhadap kista terpuntir.
Gejala Klinis
Pasien biasa datang ke unit gawat darurat dengan keluhan nyeri kolik pada bagian pelvis. Rasa sakit ini bukan karena adanya massa pada ovarium, melinkan adanya torsi yang menyebabkan iskemi.1 Rasa sakit yang berlebihan ini juga menyebabkan rasa mual dan muntah pada pasien. Selain itu, pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya massa yang terpalpasi pada daerah pelvis, dan juga hilangnya nafsu makan4
4
Epidemiologi Torsi ovarium terjadi pada wanita semua umur, namun paling sering mengenai usia muda dan masa remaja. Jika terjadi pada usia muda, sering sekali disebabkan karena kista dermoid yang besar, dimana sering terjadi pada usia pre remaja. Pada wanita dewasa muda, bisa disebabkan karena kista ovarium besar. Pada wanita usia postmenopause dapat disebabkan karena adenokarsinoma pada ovarium.1 Kista ovarium merupakan 6 kasus kanker terbanyak dan merupakan penyebab kematian oleh karena keganasan ginekologi. Terdapat variasi yang luas insidensi keganasan ovarium, ratarata tertinggi terdapat di Negara Skandinavia (14,5-15,3 per 100.000 populasi). Di Amerika insidensi kista ovarium semua ras adalah 12,5 kasus per 100.000 populasi pada tahun 1988 sampai 1991. Sebagian besar kista adalah kista fungsional dan jinak. Di Amerika karsinoma ovarium didiagnosa pada kira-kira 22.000 wanita, kematian sebanyak 16.000 orang.1
Patofisiologi Kista ovarium terpuntir secara klasik terjadi unilateral pada ovarium yang membesar patologis. Ireguleritas ovarium menimbulkan fulcrum di sekitar tuba yang terlibat. Proses tersebut dapat berlangsung pada ovarium saja tapi lebih sering mempengaruhi kedua ovarium dan tuba (adnexa terpuntir). Hampir 60% torsi terjadi pada sisi kanan. Berbagai faktor mempengaruhi perjalanan kista ovarium terpuntir. Kista ovarium terpuntir normalnya paling sering terjadi pada usia muda, dimana abnormalitas perkembangan misalnya tuba yang panjang atau ketiadaan mesosalfing mungkin berperan. Faktanya, kurang dari setengah terpuntirnya ovarium pada pasien anak melibatkan kista, teratoma, atau massa lainnya. Selama hamil muda, adanya pembesaran kista korpus luteum mungkin merupakan predisposisi terpuntirnya kista. Wanita yang menjalani induksi ovulasi untuk infertilitas memiliki resiko lebih besar, karena menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG. Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang be rlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah 5
kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermaldimana adanya kista teka lutein memperbesar volume ovarium secara bermakna.5 Tumor ovarium, jinak maupun ganas berimplikasi pada 50-60% kasus. Massa yang terlibat hampir seluruhnya lebih besar dari 4-6 cm, walaupun jug mungkin terjadi pada massa berukuran lebih kecil.
Tatalaksana
Prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasi dan tumor nonneoplastik tidak, jika menghadapi tumor ovarium yang tidak memberikan gejala/keluhan pada penderita dan yang besarnya tidak melebihi 5 cm diameternya, kemungkinan besar tumor tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum. Tidak jarang tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang, sehingga perlu diambil sikap untuk menunggu selama 2-3 bulan, jika selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam pertumbuhan tumor tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan tumor besar itu bersifat neoplastik dan dapat dipertimbangkan untuk pengobatan operatif. Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor, akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan tuba (salphyngoooforektomi). Jika terdapat keganasan operasi yang lebih tepat ialah histerektomi dan salphyngoooforektomi bilateral. Akan tetapi pada wanita muda yang masih ingin mendapat keturunan dan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah, dapat dipertanggungjawabkan untuk mengambil resiko dengan melakukan operasi yang tidak seberapa radikal.
Komplikasi
6
o
Torsio kista ovarium
Komplikasi kista ovarium bisa berat. Komplikasi paling sering dan paling berbahaya adalah torsio dari kista ovarium yang merupakan kegawat daruratan medis yang menyebabkan tuba falopi berotasi, situasi ini bisa menyebabkan nekrosis. Kondisi ini sering menyebabkan infertilitas. Manifestasi dari torsio kista ovarium adalah nyeri perut unilateral yang biasanya menyebar turun ke kaki. Pada kondisi ini pasien harus segera di bawa ke rumah sakit. Jika pembedahan selesai pada 6 jam pertama setelah onset krisis, intervensi pada kista torsio bisa dilakukan. Jika torsio lebih dari 6 jam dan tuba falopi sudah nekrosis, pasien akan kehilangan tuba falopinya.6
o
Perdarahan dan ruptur kista
Komplikasi lain adalah perdarahan atau rupturnya kista yang ditandai dengan ascites dan sering sulit untuk dibedakan dari kehamilan ektopik. Situasi ini juga perlu pembedahan darurat. Gejala dominan dari komplikasi ini adalah nyeri kuat yang berlokasi di salah satu sisi dari abdomen (pada ovarium yang mengandung kista). Ruptur kista ovarium juga mengakibatkan anemia. Ruptur kista ovarium sulit dikenali karena pada beberapa kasus tidak ditemukan gejala. Tanda pertama yang bisa terjadi adalah terasa nyeri di abdomen bagian bawah, mual, muntah dan demam.6
o
Infeksi
Infeksi bisa mengikuti komplikasi dari kista ovarium. Kista ovarium yang tidak terdeteksi dan susah untuk didiagnosis bisa mengakibatkan kematian akibat septikemia. Gejala infeksi pertama adalah demam, malaise, menggigil dan nyeri pelvis.6
Kesimpulan
Kasus diatas yakni Wanita usia 23 tahun, yang sedang dalam masa hamil 29 minggu yang datang dengan keluhan nyeri dibagian abdomen (kanan bawah), disertai mual muntah dan terdapat riwayat kista di diagnosis pasti terkena torsi kista ovarii dan diarahkan untuk penanganan berupa tindakan operatif salpingo-oophrectomy. Diharapkan tindakan dini ini akan mengurangi resiko dari kasus yang potensi bertambah parah dan berpotensi besar berkembang menjadi keganasan. 7
Daftar Pustaka
1. Uzelac A, Davis RW. Blueprints radiology, Ed.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.h.72-3. 2. Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, Adams J. Rosen’s emergency medicine: concepts and clinical practice 7th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2010.h.1326-7. 3. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri dan ginekologi Ed.9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009.h.412-3. 4. Reid JR, Lee EY, Paladin A, Carrico C, Davros W. Pediatric radiology. New York: Oxford University Press, 2013.h.243 5. Hamm B, Baert AL, Forstner R. MRI and CT of the female pelvis. New York: Springer, 2007.h.360-1. 6. Lentz GM, Lobo RA, Gershenson DM, Katz VL.Comprehensive gynecology. Philadelphia: Elsevier Health Sciences, 2012.h.430.
8