TEKNIK PREPARASI SAMPEL UNTUK BAHAN MAKANAN
1. 2. 3. 4.
Disusun oleh: Kelas 2B1 Meja 3 Agung Karuniadi W. 115997 Christina Fitri Lu’Ailik 116101 Goffar Utomo
AKADEMI KIMIA ANALISIS 2012/2013
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penyusun diberi kemudahan, kelancaran untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Teknik Preparasi Sampel Untuk Bahan Makanan ini. Makalah ini disusun berdasarkan studi pustaka yaitu mencari informasi lengkap melalui berbagai media baik media cetak maupun media elektronik untuk mengetahui lebih banyak lagi informasi mengenai Teknik Preparasi Sampel untuk Bahan Makanan. Masalah yang akan disampaikan dalam makalah ini mengenai Teknik Preparasi Sampel Untuk Bahan Makanan disertai dengan hasil diskusi yang objektif, sistematis dan logis. Penyusun menyadari banyak pihak yang turut memberikan perhatian dan bantuan serta dukungan selama proses penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, penyusun tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kelancaran penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan kekurangan dan keterbatasan penyusun, baik dari sudut pengetahuan, waktu, maupun kurangnya keterampilan dalam bidang menulis makalah. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan ke depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, November 2012
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam penetuan bahan makanan diperlukan preparasi sampel supaya sampel tersebut berhasil. Analisis suatu bahan hasil makanan (hati ayam, telur ayam, wortel, jahe, daging ayam) hanya akan dicapai secara baik jika pengambilan sampel bahan dilakukan secara benar dan representatif. Pengambilan perlu memperhatikan homogenitas sampel yaitu efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadapa homogenitas bahan. Bahan dengan ukuran dan berat lebih besar cenderung akan berpisah dengan bahan yang lebih kecil dan ringan (Segregasi). Cara pengambilan sampel yaitu dilakukan dengan dua cara yaitu dengan aselektif artinya pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut, selektif artinya pengambilan sampel secara acak dari bagian tertentu suatu bahan. Jumlah sampel sudah ada ketentuan yaitu 10 % dari berat bahan dan sangat berpengaruh pada tingkat representatif. Penanganan sampel dilakukan agar sampel tidak mengalami perubahan sifat saat pengambilan sampel. Prosesing sampel yaitu tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis, kimia dan biologis, semua sampel juga harus digiling sehingga diperoleh sampel yang halus. 1.2
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui bagaimana teknik preparasi untuk bahanmakananmulai dari pengambilan sampel sampai dengan melakukan preparasi sampel. Dan harus dilakukan dengan cara representatif supaya mendapatkan hasil yang benar. Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui bagaimana teknik preparasi sampel untuk bahan hasil peternakan (susu, daging, dan telur ). 1.3
Metode
Metode yang digunakan dalam membuat makalah ini adalah studi pustaka. Studi pustaka yaitu kegiatan mencari informasi lengkap melalui berbagai media baik media cetak maupun media elektronik untuk mengetahui lebih banyak lagi informasi mengenai teknik preparasi sampel untuk bahan makanan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel makanan harus dilakukan dengan benar. Tidak tepat dalam pengambilan sampel, hasil analisis kimia yang diperoleh tidak dapat menggambarkan kondisi yang representatif atau mewakili keseluruhan daribahan yang akan dianalisis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam pengambilan sampel perlu diperhatikanbeberapa parameter sebagai berikut : a. Homogenitas Sampel Efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadap homogenitas bahan, dimana bagian yang berukuran dan berat lebih besar cenderung akan berpisah dengan bagian yang lebih kecil dan ringan (segregasi). Oleh karena itu sebelum sampel diambil, bahan harus dicampur secara merata atau sampel diambil secara acak dari beberapa bagian baik bagian dasar, tengah maupun bagian atas sehingga diperoleh sampel yang representatif. Demikian juga pada tanaman disuatu lahan, kualitas pada tiap bagian tanaman atau lahan mempunyai kualitas yang berbeda. b. Cara Pengambilan Sampel Sampel dari bahan dapat diambil secara non-selektif atau selektif. Non-selektif adalah pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut. Misalnya dalam d alam pengambilan sampel rumput gajah, sampel diambil dari seluruh bagian rumput, baik daun maupun batang, kemudian dipotong-potong dan dicampur secara merata agar diperoleh bahan yang homogen. Selektif artinya pengambilan sampel secara acak dari bagian tertentu suatu bahan. Misalnya sampel rumput gajah tadi dipisahkan pengambilan sampel batang dan daun.
c.
Jumlah Sampel Jumlah sampel yang diambil akan sangat berpengaruh terhadap tingkat representatif sampel yang diambil. Jumlah sampel yang diambil tergantung dari kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan yang diambil sampelnya. Sebagai pedoman jumlah sampel yang diambil adalah 10 persen dari jumlah bahan. d. Penanganan Sampel Sampel yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak rusak atau berubah sehingga mempunyai sifat yang berbeda dari mana sampel tersebut diambil. Misalnya terjadi penguapan air, pembusukan ataupun tumbuhnya jamur. Sampel yang mempunyai kadar air rendah (kurang dari 15 persen) kemungkinan terjadinya kerusakan sampel kecil sekali. Sampel demikian dapat langsungdimasukkan ke kantong plastik dan dibawa ke laboratorium. Sampel dengan kadar air tinggi seperti silase, maka kemungkinan terjadinya penguapan air sangat besar. Sehingga untuk mengontrol penguapan air, maka sampel yang telah diambil harus segera ditimbang, dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara, dibawa ke laboratorium dan segera dianalisis kadar bahan
e.
f.
1.
2.
3.
keringnya. Jika tidak dianalisis segera maka sampel yang telah diambil segera timbang, dikeringkan atau dijemur sampai beratnya konstan. Kemudian baru dibawa ke laboratorium. Prosesing Sampel Untuk tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis, kimia dan biologis, semua sampel harus digiling sehingga diperoleh sampel yang halus. Penentuan Kadar Air Sampel Segar Sampel dapat berasal dari tumbuh-tumbuahan seperti rumput-rumputan, biji-bijian, buah-buahan, hasil produksi pertanian dan pangan maupun yang berasal dari hewan. Sebelum dikeringkan bahan segar dipotong-potong untuk mendapatkan partikel yang leih kecil agar cepat kering. Aplikasinya seperti di bawah ini: Sejumlah sampel ditimbang sebanyak A gram kemudian dijemur sampai kering di bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam oven dengan temperature 50 - 60°C sekitar ±24 jam. Setelah kering, sampel tadi ditimbang yaitu sebesar B gram didapatkan, kemudian digiling atau diperhalus lagi bentuknya untuk analisis lebih lanjut. Selisih antara bobot sampel sebelum dan sesudah dikeringkan merupakan kadar air(KA) sampel segar dan selanjutnya dapat ditentukan bahan kering (BK) udara sampel. Untuk mengetahui bahan kering sesungguhnya untuk mengetahui bahan kering sesungguhnya, maka bahan kering udara dikali dengan bahan kering oven. 2.1 Tahap preparasi Preparasi sampel adalah pengurangan massa dan ukuran dari gross sampel sampai pada massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di laboratorium. Tahap-tahap preparasi sampel adalah sebagai berikut : Pengeringan udara/air drying Pengeringan udara pada gross sampel dilakukan jika sampel tersebut terlalu basah untuk diproses tanpa menghilangnya moisture atau yang menyebabkan timbulnya kesulitan pada crusher atau mill. Pengeringan udara dilakukan pada suhu ambient sampai suhu maksimum yang dapat diterima yaitu 400oC. waktu yang diperlukan untuk pengeringan ini bervariasi tergantung dari typical batubara yang akan dipreparasi, hanya prinsipnya batubara dijaga agar tidak mengalami oksidasi saat pengeringan. Pengecilan ukuran butir Pengecilan ukuran butir adalah proses pengurangan ukuran atas sampel tanpa menyebabkan perubahan apapun pada massa sampel. Contoh alat mekanis untuk pengecilan ukuran butir adalah : Jaw Crusher Rolls Crusher Swing Hammer Mills Jaw Crusher atau Roll Crusher biasa digunakan untuk mengurangi ukuran butir dari 50 mm sampai 11,2 mm ; 4,75 mm atau 2,36 mm. roll Crusher lebih direkomendasikan untuk jumlah/massa sampel yang besar. Swing Hammer Mill digunakan untuk menggerus sampel sampai ukuran 0.2 mm yang akan digunakan untuk sampel yang akan dianalisa di Laboratorium. Mixing atau Pencampuran
Mixing/pencampuran adalah proses pengadukan sampel agar diperoleh sampel yang homogen. Pencampuran dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a. Metode manual : menggunakan riffle atau dengan membentuk dan membentuk kembali timbunan berbentuk kerucut. b. Metode mekanis : menggunakan alat Alat Al at Rotary Sampel Divider (RSD) 4. Pembagian atau Dividing memperkecil il Proses untuk mendapatkan sampel yang representative dari gross sampel tanpa memperkec ukuran butir.
2.1 Metode Untuk menentukan suatu kadar mineral dalam suatu sampel makanan tentunya penggunaan dari metode tidak sama antar satu sampel dengan sampel yang lainnya. Hal ini dikarenakan : 1. Bentuk fisik yang berbeda (Padatan atau Cairan, bahkan Gas) 2. Kandungan matriks sampel yang berbeda Maka dari itu digunakan suatu metode yang tepat untuk menganalisis suatu sampel makanan tersebut. Untuk saat ini dapat digunakan metode standar dari SNI (STANDAR NASIONAL INDONESIA) sebagai acuan dalam menentukan kadar mineral dalam sampel makanan. Kemudian dari setiap metode terdapat perbedaan-perbedaan baik dalam teknik : Pengambilan sampel Preparasi sampel Pengujian/analisis sampel 2.1
Metode Kjeldahl Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.Metode ini telah banyak mengalami modifikasi.Metode ini cocok digunakan secara semi-mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain – lain hasilnya cukup baik. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein total dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6.25, maka diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl yaitu mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan
dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro. 1. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan dalam ukuran besar (1-3 gram) 2. Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, caraini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
2.2
Pengabuan
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam bahan, yaitu: 1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat 2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim, 2008). Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, digunak an, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan. Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara basah (tidak langsung). Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zatzat tertinggal. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P. Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan. Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar 10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada sehingga analisis bisa terganggu. Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan yang berlemak banyak dan mudah
menguap harus diabukan menggunakan suhu mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono, 1989). Bahan yang akan diabukan dimasukkan ke dalam wadah yaitu harus baik dari porselen, quartz, silika ataupun nikel. Penggunaan wadah bergantung pada jenis bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Ukuran wadah mulai dari 15mL sampai 100mL.
Dengan demikian, bahan-bahan yang banyak mengandung senyawa-senyawa yang bersifat asam sangat dianjurkan menggunakan wadah yang terbuat dari porselen yang dilapisi silika bagian pernukaan dalam wadah, seperti saat menganalisis kadar abu buah-buahan.
BAB III ISI 3.1 Analisis Kadar Protein (Mikro Kjeldahl) Dalam Daging Ayam 3.1.1 Alat Dan Bahan Bahan utama yang digunakan adalah daging, bagian dada ayam kampung sebanyak 4,75 Kg. Daging tersebut diperoleh dari 54 ekor ayam dengan berat hiduprata-rata 900 g dan berumur sekitar empat bulan.Daging dada dibersihkan dari lemak dan kulit sebelum diolah dan dianalisa. 1. Bahan : o 1.9000 ± 0.1 g K 2SO4 o 0.0040 ± 0.0010 mg HgO o 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 o HCl 0.01 N&HCl 0.05 N o Aquadest o Larutan H3 BO3 o Indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) o NaOH 0.5 N
Selain itu digunakan pula alat-alat analisis laboratorium yang meliputi peralatan analisis kadar protein metode Kjeldahl. Alat-alat tersebut antara lain neraca analitik, labu Kjeldahl 30 ml, pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan penghisap uap melalui aspirator, alat destilasi, labu Erlenmeyer 50 ml dan 125 ml, kondensor, shaker kondensor, shaker waterbath waterbath,, kertas saring Whatman 41, 41, pH meter, alat titrasi, gelas piala, labu takar, gelas ukur, cawan porselen dan sudip.
3.1.2 Cara Kerja Sampel ditimbang sebanyak 0.05-0.1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labuKjeldahl 30 ml. Katalis dan 3-10 ml HCL 0,01 N ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian dididihkan di dalam pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan penghisap uap melalui aspirator hingga cairan menjadi jernih. Labu didinginkan dan isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air, dan air cucian ini dimasukkan juga ke dalam alat destilasi. Labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetesindikator diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam didalam larutan H3BO3. Larutan NaOH sebanyak 2-3 ml ditambahkan, kemudian dilakukan destilasi sampai
tertampung 50 ml larutan destilat (berwarna hijau) di dalam labu Erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air. Air bilasan ditampung di dalam Erlenmeyer yang sama. Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl0.05 N pada hasildestilasi hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu (warna semula) dan dilakukan penetapan blanko. Penggunaan HCl 0.05 Npada saat titrasi dicatat untuk perhitungan kadar protein. Perhitungan kadar protein kasar dilakukan dengan rumus :
Keterangan: a : ml titer b : ml blanko (0,1 ml) c : faktor konversi daging (6,25) N HCl : 0,05 N
3.2 Preparasi Sampel untuk Penetapan Mineral dalam Cerelac Kacang Hijau 3.2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain tanur, gegep, cawan porselen, labu takar 100 ml, kertas saring, desikator, botol penyimpaan sampel, AAS. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalahcerelac kacang hijau. 3.2.2 Cara Kerja a. Pengabuan Basah Ditimbang 5 gram sampel dalam erlemeyer Ditambahkan 10 ml S2O3, diamkan 15 menit dan ditambahkan aquabidest 20-25 ml Dipanaskan,kemuadian di kocok dan dinginkan saringwhatman42 Filtrat disaring dengan kertas saringwhatman42 Dimasukkan filtrat ke dalam erlemeyer 100 ml dan d itambah aquabidest Dimasukkan dalam tabung reaksi ± 15 ml Dibaca kandungan/kadar Fe, Ca dan Zn dengan AAS
b. Pengabuan Kering Ditimbang 1-2 gram sampel ke cawan porselen dan diperarang Diabukan pada suhu 550 oC hingga berwarna putih, kemudian didinginkan Ditambahkan 4ml HCl lalu panaskan, dinginkan Ditambahkan 10 ml HCl kemudian aduk Disaring kertas saringwhatman saringwhatman 42 Dimasukkan filtrat ke dalam labu takar Ditambah dengan aquabidest Dibaca kandungan/kadar Fe, Ca dan Zn dengan menggunakan AAS
3.3 IdentifikasiPewarna Sintetis Dalam Produk Pangan 3.3.1 Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel cair/koloid (minuman ringan yang dijajakan, daun cincau, dan bumbu basah), sampel padatan berupa krupuk warna dan permen warna-warni, Asam asetat 10%, Etil metil keton 70 mL, Aseton 30 mL, Aquadest 30 mL, NaCl 25 gram, Etanol 50% 100 mL, Air, Amoniak 10%, Metanol(Pro Analis), Standar/Baku pembanding (Tartrazine dan Rhodamin B). Alat-alat yang digunakan adalah Gelas piala 100 mL dan 200 mL, Batang pengaduk, Pipet volumetrik dan bulf, Penangas air (water (water bath), bath), Benang wool bebas bebas lemak, Bejana kromatografi (chamber, developing tank ), ), Pipa kapiler, Kertas whatman no 1, 1, SFM UV-VIS, Neraca analitik digital, Tabung reaksi, dan gelas ukur. 3.3.2 Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Untuk pengambilan sampel dapat dilakukan di berbagai lokasi pusat kermaian seperti di pasar dan di dekat sekolah-sekolah. 3.3.3 Metoda Uji 1. Analisis Kualitatif Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisis kualitatif menggunakan metode Kromatografi Papper Chromatografhy) Chromatografhy) yang berdasarkan pada SNI, 01-2895-1992. Kertas( Papper 2. Analisis Kuantitatif Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisis kuantitatif menggunakan metode SFM-UV-VIS yang berdasarkan pada Depkes RI, 1995 . 3.3.4 Preparasi Standar Untuk metode analisis kuantitatif, yaitu: 1. Pembuatan Deret Standar Tartrazine ( 0 ppm – 10 10 ppm) Memipet masing-masing 1025.4 µL , 2050.8µL, dan 3076.3µL standar tartrazine 487.6 ppm ke dalam labu takar 100 mL. Menera dan menepatkan dengan aquadest, kemudian dihomogenkan. Deret standar ini mengandung 0 ; 1 ; 2.5 ; 5 ; 7.5 ; dam 10 ppm tartrazine 2. Pembuatan Deret Standar Rhodamin B (0 ppm – 10 10 ppm) Memipet masing-masing 1107.4 µL, dan 2214.8 µL standar Rhodamin B 451.5 ppm ke dalam labu takar 100 mL. Menera dan menepatkan dengan aquadest, kemudian dihomogenkan. Deret standar ini mengandung 0 ; 1 ; 2.5 ; 5 ; 7.5 ; dam 10 ppm Rhodamin B 3.3.5 Preparasi Sampel Analisis Kualitatif 25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL 1. Memasukkan 10 mL sampel cair atau 10 – 25 2. Diasamkan dengan menambah 5 mL asam asetat 10 % 3. Memasukkan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut 4. Memanaskan hingga mendidih (± 10 menit) 5. Mengambil benang wool, dicuci dengan air, dan dibilas dengan aquadest
Menambahkan 25 mL amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telh dibilas
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Memanaskan benang wool sampai tertarikpada benang wool (luntur) Memanaskan benang wool sampai tertarikpada benang wool (luntur). Benang wool dibuang, larutan diuapkan diatas water bath sampai kering. Residu ditambah beberapa tetes metanol,untuk ditotolkan pada kertas kromatografiyang siap pakai. Dieluasi dalam bejana dengan eluen sampaimencapai sampaimencapai tanda batas. Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkanmeng dibiarkanmengering. ering. Warna yang terjadi diamati,membandingkan Rf ( Retardation ( Retardation factor factor )antara )antara Rf sampel dan Rf standar. Perhitungan : Rf = Jarak yang ditempuh komponen / J arak yang ditempuh eluen
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Analisis Kuantitatif Memasukan 10 ml sampel cair atau 10 – 25 25 gram sampel padatan ke dalamgelas piala 100 ml. Diasamkan dengan menambahkan 5 mlasam asetat 10 %. Memasukan dan merendam benangwool ke dalam sampel tersebut. Memanaskan dan mendiamkan sampaimendidih ( 10 menit). Mengambil benang wool, dicuci denganair dan dibilas dengan aquades. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % kedalam benang wool yang telah dibilastersebut. Memanaskan benang wool sampaiwarna yang tertarik pada benang woolluntur kembali kembali.. Warna yang telah ditarik dari benangwool dan masih larut dalam amoniakkemudian di analisa denganspektrofotometer denganspektrofotom eter UV-Visibel. Perhitungan : Konsentrasi (ppm) = ppm kurva x ml
FP = Faktor Pengenceran Pengenceran
3.3.6 Pengujian
Simpulan Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode Kjeldahl yang melalui proses destruksi, destilasi, titrasi titrasi dan perhitungan. Metode Kjeldahl menganalisis unsur nitrogen dalam bahan makanan, sehingga untuk memperoleh nilai protein kasar, hasil analisa harus dikalikan dengan faktor proteinnya Proses pengabuan basah, sampel diambil sebanyak 1-2 gram lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Kemudian pada sampel ditambahkan larutan HNO3 (asam nitrat) yang berfungsi agar larutan dan sampel dapat teroksidasi dengan sempurna. Proses pengabuan kering, sampel diambil sebanyak 1-2 gram lalu dimasukkan dalam cawan porselen. Sampel tersebut kemudian diarangkan sampai semua asap hilang. Kemudian sampel diabukan kembali pada suhu 550oC hingga sampel berwarna putih dan dalam bentuk abu. Pada sampel ditambahkan larutan HCl yang berfungsi sebagai oksidator karena HCl merupakan oksidator yang kuat sehingga sampel dapat teroksidasi sempurna.
Daftar Pustaka
Nur, M. dan H. Adijuwana.1987. Teknik Separasi dalam Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nurmawan, S. T. 2003. Respon ayam kampung terhadap pemberian pakan mengandung 25% Bungkil Inti Sawai (BIS) dan enzim. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor Ngili Y. 2010. Biokimia 2010. Biokimia Dasar . Jakarta : Rekayasa Sains. Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember: Praktek). Jember: UNEJ.