BAB I
PENDAHULUAN
I.1.. Latar Belakang
Pentingnya gen yang merupakan bagian dari genom yang membawa sifat suatu
organisme dalam melakukan riset biologi molekuler dan pengembangan
bioteknologi. Usaha untuk memahami ataupun memodifikasi berbagai proses
biologi pada tingkat molekuler, diperlukan gen-gen yang terlibat di dalam
proses tersebut, termasuk informasi yang terkait dengan gen-gen tersebut.
Identifikasi dan karakterisasi gen seringkali dibutuhkan dalam berbagai
percobaan molekuler antara lain isolasi, kloning ataupun mempelajari
ekspresinya. Untuk itu pelacak sfesifik gen diperlukan untuk
mengidentifikasi keberadaannya maupun ekspresinya dengan cara yang mudah
dan akurat.
Bioteknologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan
makhluk hidup baik itu bakteri, fungi, virus, dan lain-lain maupun produk
dari makhluk hidup enzim, alkohol dalam proses produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa. Pada zaman sekarang ini perkembangan Bioteknologi tidak
hanya semata – mata pada bidang ilmu biologi saja melainkan juga
perkembangan pada bidang – bidang ilmu murni dan terapan lain seperti
biokimia, computer, genetika, biologi molekuler, maupun mikrobiologi.
Penerapan bioteknologi dalam kehidupan sudah banyak dilakukan oleh para
ahli. Beberapa penerapan dalam bidang teknologi yang sudah banyak dilakukan
misalnya bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju,
pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang
pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan
bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin,
antibiotik, dan insulin.
Pada zaman sekarang, di Negara – Negara maju dan berkembang bioteknologi
berkembang dengan sangat pesat. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya
berbagai macam teknologi seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA
rekombinan pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi
ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit
genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan. Selain itu Hal – hal
yang mendorong perkembangan bioteknologi ini adalah untuk meningkatkan mutu
baik itu dalam bidang pangan, medis, maupun bidang kehidupan lainnya.
Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme
melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi
fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain
atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Salah satu penerapan bidang
bioteknologi yang sering dibicarakan orang yaitu Kloning. Dimana dengan
dilakukannya kloning ini maka akan bermanfaat bagi kehidupan manusia baik
itu dalam bidang pengobatan maupun yang lainnya.
I.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja metode hibridisasi DNA?
2. Bagaimana proses terjadinya hibridisasi DNA dengan pelacak?
3. Bagaimana pengaplikasian hibridisasi DNA dalam dunia kesehatan?
4. Apa saja metode Kloning?
5. Bagaimana proses kloning?
6. Bagaimana kegunaan kloning dalam bidang kedokteran?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah
untuk mendeskripsikan bagaimana proses terjadinya, metode,
pengaplikasian dan berbagai data lainnya yang berkaitan tenteng
hibridisasi DNA dengan pelacak. Selain itu juga untuk menjelaskan
mengenai kloning, proses kloning dan kegunaan kloning dalam bidang
kedokteran
I.4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu : 1.
Manfaat Akademis
Sebagai tambahan referensi dan menambah jumlah studi mengenai
Hibridisasi DNA dengan pelacak dan kloning dalam bidang kedokteran
2. Manfaat Praktis
Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam biologi
molekular.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Hibridisasi
Dalam biologi molekular, hibridisasi adalah pembentukan ikatan dupleks
stabil antara dua rangkaian nukleotida yang saling komplementer melalu
perpasangan basa N. Hibridisasi dapat menunjukkan suatu keseragaman
sekuens. Pasangan DNA–DNA, DNA–RNA, atau RNA–RNA dapat terbentuk melalui
proses ini.
Hibridisasi DNA–DNA (Hibridisasi Southern) terbentuk dalam Southern
blotting sedangkan hibridisasi DNA–RNA (Hibridisasi Northern) terbentuk
dalam Northern blotting.
1. Hibridisasi Southern
Hibridisasi Southern adalah proses perpasangan antara DNA yang
menjadi sasaran dan DNA pelacak. Hibridisasi southern biasa digunakan
untuk melacak adanya DNA yang sesuai dengan pelacak, misalnya untuk
mengetahui integrasi transgen di dalam organisme transgenik.
Berdasarkan prinsipnya, hibridisasi southern dapat dibagi ke
dalam 4 tahap, yaitu : (1) fiksasi DNA di membran (nitroselulosa atau
nilon); (2) pelabelan pelacak; (3) prehibridisasi dan hibridisasi; dan
(4) deteksi hasil hibridisasi. Fiksasi DNA di membran dapat dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu (1) penetesan DNA (dot blot) langsung di
membran; (2) fiksasi DNA bakteri replika (plasmid rekombinan) di
membran; (3) fiksasi DNA fage rekombinan dari satu replika plak di
membran; dan (4) transfer DNA dari gel agarose (yang sebelumnya telah
dimigrasikan dengan elektroforesis) ke membran. Membran yang
dipergunakan untuk memfiksasi DNA biasanya menggunakan membran nilon
karena lebih kuat daripada membran nitroselulosa. Dot blot dan
hibridisasi terhadap DNA replika hanya dapat digunakan untuk mendeteksi
keberadaan DNA tetapi tidak dapat mengetahui ukurannya. Sebaliknya,
hibridisasi southern terhadap DNA yang difiksasi ke membran dengan cara
transfer melalui metode southern (southern
blotting) dapat diketahui ukuran DNA targetnya (Suharsono dan Widyastuti,
2006).
Pelacak dapat diperbanyak melalui beberapa metode sebagai berikut :
perbanyakan plasmid yang dilanjutkan dengan isolasi fragment DNA yang
diinginkan melalui elusi atau dengan PCR dengan menggunakan primer yang
spesifik. Berbagai bahan dan cara telah dikembangkan untuk melabel pelacak.
Pada dasarnya bahan untuk melabel DNA pelacak dapat dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu (1) bahan radioaktif (radioisotop) seperti 32P, 33P, 3H;
dan (2) bahan non radioaktif seperti digoxigenin, biotin, ECL, dan alkalin
fosfatase (AlkPhos). Radioisotop sangat sensitif untuk digunakan dalam
hibridisasi southern, tetapi membutuhkan fasilitas yang canggih dan
keamanan yangharus dijaga dengan ketat. Oleh karena itu,
pemilihan bahan non radioisotop menjadi sangat menarik karena dampak
lingkungannya lebih ringan dibandingkan dengan menggunakan bahan
radioisotop walaupun sensitifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan bahan
radioisotop (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Hibridisasi southern dibentuk dalam Southern Blotting. Southern
Blotting atau Blot Southern merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang
terpisah secara elektroforesis dari gel ke membran. Metode ini diambil
dari nama penemunya yaitu Edward M. Southern. Prinsipnya adalah
kapilaritas, dimana bufer yang merupakan fase gerak diasumsikan akan
membawa fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan DNA negatif
sedangkan muatan membran positif maka fragmen DNA akan menempel (blot) pada
membran. Membran yang digunakan pada proses blot southern adalah membran
nitroselulosa.
2. Hibridisasi Nothern
Northern Blot atau RNA Blot dikenalkan pertama kali pada tahun 1977,
dua tahun setelah teknik Southern Blot. Sebenarnya secara umum teknik ini
mirip dengan Suothern Blot (lihat postingan Mengenal Southern Blot). Yang
membedakan adalah sampel yang digunakan, yaitu RNA. Dan yang perlu diingat
adalah pada umumnya RNA lebih mudah terdegradasi, sehingga sebisa mungkin
tangan kita tidak bersentuhan langsung dengan sampel RNA. Maka dari itulah,
saat bekerja Northern Blot diharuskan memakai kaos tangan, bahkan masker.
Teknik ini digunakan untuk melihat ekspresi (transkripsi) suatu mRNA (gen)
pada organ atau jaringan tertentu, seperti daun, bunga, biji, batang, dan
lain sebagainya.
Hibridisasi northern merupakan modifikasi dari hibridisasi southern.
Namun, target dari hibridisasi northern adalah RNA yang telah dipisahkan
dengan elektroforesis gel agrosa menggunakan pelacak DNA berlabel.
Teknik blotUtara dikembangkan pada tahun 1977 oleh James Alwine, David
Kemp, dan GeorgeStark di Stanford University blotting Utara mengambil nama
dari kesamaannya dengan. Teknik blotting pertama, Southern blot, nama untuk
biologi Edwin Southern perbedaan utama adalah bahwa RNA, bukan DNA,
dianalisis di blot utara.
11.2. Kloning
II.2 1..Definisi
Secara definisi, Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah
individu yang secara genetic sama persis (identik). Sedangkan istilah klon
adalah sekelompok organisme hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan
melalui reproduksi aseksual dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap
anggota dari klon tersebut mempunyai susunan dan jumlah gen yang sama dan
kemungkinan besar fenotipnya juga sama. Cloning didasarkan pada prinsip
bahwa setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan totipotensi yang artinya
setiap sel mempunyai kemampuan untuk menjadi individu.
II.2.2 .Sejarah Kloning
Kata kloning, dari kata Inggris clone, pertama kali diusulkan oleh
Herbert Webber pada tahun 1903 untuk mengistilahkan sekelompok makhluk
hidup yang dilahirkan tanpa proses seksual dari satu induk. Secara alami
kloning hanya terjadi pada tanaman : menanam pohon dengan stek. Kloning
pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada tanaman
wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat
tumbuh menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat klon
tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul,
kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan
sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen yang sama, sehingga tiap
sel merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan
mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi.
Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium
perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel
epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal. Keberhasilan
ini tentu memicu penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan penerapan
teknologi kloning ini pada hewan lain dan manusia. Hingga akhirnya pada
tanggal 13 Oktober 1993, dua peneliti Amerika, Jerry L. Hall dan Robert J.
Stillman dari Universitas George Washington mengumumkan hasil kerjanya
tentang kloning manusia dengan menggunakan metode embryo splitting
(pemisahan embrio ketika berada dalam tahap totipotent) atas embrio yang
dibuat secara in vitro fertilization (IVF). Dari proses embryo splitting
tersebut, Hall dan Stillman mendapatkan 48 embrio baru yang secara genetis
sama persis. 18 Penelitian terhadap kloning ini pun tetap berlanjut.
Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak tahun 1900, tetapi hewan
kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Dr. Ian Willmut seorang
ilmuwan skotlandia pada tahun 1997, dan untuk pertama kali membuktikan
bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Metode kloning
yang digunakan untuk mengklon biri-biri tersebut adalah metode somatic cell
nuclear transfer (SCNT). Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti sel
epitel ambing domba dewasa yang dikultur dalam suatu medium, kemudian
ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telah dikeluarkan, yang
akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama Dolly.
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning.
Dolly direproduksi tanpa bantuan domba jantan, melainkan diciptakan dari
sebuah sel kelenjar susu yang di ambil dari seekor domba betina. Dalam
proses ini Dr. Ian Willmut menggunkan sel kelenjar susu domba finndorset
sebagai donor inti sel dan sel telur domba blackface sebagi resepien. Sel
telur domba blackface dihilangkan intinya dengan cara mengisap nukleusnya
keluar dari selnya menggunakan pipet mikro. Kemudian, sel kelenjar susu
domba finndorset difusikan (digabungkan) dengan sel telur domba blackface
yang tanpa nukleus. Proses penggabungan ini dibantu oleh kejutan/sengatan
listrik, sehingga terbentuk fusi antara sel telur domba blackface tanpa
nucleus dengan sel kelenjar susu dompa finndorsat. Hasil fusi ini kemudian
berkembang menjadi embrio dalam tabung percobaan dan kemudian dipindahkan
ke rahim domba blackface. Kemudian embrio berkembang dan lahir dengan ciri-
ciri sama dengan domba finndorset.
Sejak Wilmut et al. berhasil membuat klon anak domba yang donor
nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa, maka terbukti bahwa
pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para ahli berpendapat
bahwa pada manusia pun secara teknis klon dapat dibuat.
1962 - John Gurdon mengklaim telah mengkloning katak dari sel dewasa.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama DNA rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan tikus dengan hanya satu
orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus dengan telur tanpa
inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen Wiladsen bergabung
Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari sel embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel dewasa lahir
1997 - Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 - Richard Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan Campbell menciptakan Polly, domba kloning dengan gen
manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik
identik.
Adapun teknik rekayasa genetika yang umum dilakukan adalah sebagai
berikut:
A. Perbanyakan (Pengklonan) DNA
Kloning DNA umumnya adalah perbanyakan DNA rekombinan, yaitu DNA yang
sudah direkayasa dengan teknik penggabungan/penyisipan gen (DNA) dari
organisme satu ke dalam genom organisme lain (transplantasi gen/teknologi
plasmid). Contohnya : kloning gen penghasil insulin dari kelenjar pankreas
manusia, disisipkan ke dalam plasmid bakteri Escherichia coli, sehingga
bakteri dapat mengekspresikan gen tersebut dan menghasilkan insulin manusia
dalam jumlah yang banyak, mengingat bakteri sangat cepat membelah diri dan
bertambah banyak dengan cepat.
Mekanisme Penyisipan Gen atau DNA :
1. DNA yang ingin disisipkan, diisolasi dan dipotong oleh enzim
endonuklease restriksi, ditempat yang urutan nukleotidanya spesifik.
2. DNA yang akan digunakan sebagai inang, misalnya plasmid bakteri E.
coli, diisolasi dan dipotong pula oleh enzim yang sama. Plasmid ini
biasanya disebut sebagai vektor pengklon.
3. Fragmen DNA kemudian disisipkan ke dalam vektor dan disatukan oleh
enzim endonuklease ligase.
4. Plasmid yang telah disisipi, dimasukkan kembali ke dalam bakteri,
kemudian bakteri tersebut dikembangbiakan menjadi banyak, sehingga
rekombinan pun ikut bertambah banyak, demikian pula hasil ekspresi
gennya
B. Kloning Gen Eukariotik dalam Plasmid Bakteri
Pengekspresian gen eukariot di dalam ruang lingkup gen prokariot
sangatlah sulit, karena kedua gen tersebut susunannya berbeda, selain itu
adanya daerah bukan pengkode (intron) di dalam DNA eukariotik yang cukup
panjang, dapat mencegah ekspresi gen yang benar oleh sel prokariot.Untuk
mengatasi hal tersebut, maka ketika enzim restriksi memotong DNA eukariot,
dibagian hulu fragmen DNA tersebut harus disisipi oleh promoter prokariot.
Pada saat gen eukariot disisipkan, bakteri dapat mengenali promoter, dan
langsung mengekspresikan gen tersebut. Untuk hal yang kedua, bisa diatasi
dengan merubah mRNA menjadi DNA komplementer ('complementary DNA'/cDNA),
menggunakan enzim transkriptase balik ('reverse transcriptase'), yaitu
enzim yang diisolasi dari retrovirus. mRNA bisa digunakan karena pada mRNA,
intronnya telah dikeluarkan pada saat proses 'splicing'
Setelah DNA ditransplantasi menghasilkan DNA rekombinan, maka DNA
tersebut harus dimasukkan kembali ke dalam inang, supaya bisa berekspresi.
Pemasukkan DNA rekombinan bisa dengan cara elektroporasi (memberikan
kejutan listrik untuk membuka membran sel), atau dengan cara penyuntikan
(mikroinjeksi), atau dengan cara transformasi, yaitu penyerapan DNA
rekombinan dari larutan.
C. Kloning DNA secara In Vitro
Pengklonan DNA di dalam sel tetap merupakan metode terbaik untuk
mempersiapkan gen tertentu dalam jumlah banyak. Namun ketika sumber DNA
sangat sedikit dan tidak murni, maka dapat digunakan metode PCR
('Polymerase Chain Reaction'), sehingga setiap fragmen DNA dapat disalin
beberapa kali dengan cepat dan diperkuat (amflipikasi) tanpa menggunakan
sel. Mekanisme PCR dapat dilihat pada gambar 3. Adapun yang dibutuhkan
dalam PCR ini adalah enzim DNA polimerase yang tahan panas, potongan DNA
untai tunggal sebagai primer, dan pasokan nukleotida.
Sejak tahun 1985, PCR telah banyak digunakan dalam penelitian biologis
kedokteran, sosial, dan hukum. Contohnya : PCR digunakan untuk memperkuat
DNA gajah purba (Mamoth), yang telah berusia 40.000 tahun, PCR digunakan
untuk mendeteksi pelaku kejahatan dari sampel DNA air mani, darah atau
jaringan tubuh pelaku lainnya, atau PCR ini digunakan untuk mendeteksi
patogen yang sulit terdeteksi, seperti DNA virus HIV.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. PROSES HIBRIDISASI
1. Southern Blotting
Tahap awal dari metode Blot Southern adalah pendigestian DNA dengan
enzim restriksi endonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang
lebih kecil. Kemudian DNA dipisahkan sesuai ukuran dengan elektroforesis
agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan DNA ke membran
nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap blotting.
Membran nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa.
Pada teknik blotting dengan menggunakan vakum, membran diletakkan pada
bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara merata pada gel untuk memastikan
terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer berlangsung
dengan memanfaatkan daya kapilaritas.
Setelah DNA ditransfer ke gel, membran nitroselulosa dipanaskan
dengan suhu tinggi (60oC-100oC) kemudian membran diberi radiasi UV agar
terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran.
Lalu, membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah dilabel
radioaktif, tetapi dapat juga digunakan label nonradioaktif yang dapat
berpendar. Probe yang digunakan adalah DNA utas tunggal yang memiliki
sekuen yang akan dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar dapat
berhibridisasi dengan DNA yang ada pada membran.
Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak terikat dicuci dari
membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di
membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada film X-
ray melalui autoradiografi.
2. Northern Blotting
Tahapan umum northern blot :
a) Isolasi RNA
Dapat dilakukan dengan :
Lisis membra Seluler
Penghambatan aktivitas ribonuklease
Deproteinasi
Recovery intact RNA
a) Denaturasi dan elektroforesis gel agarosa
Dapat dilakukan dengan cara : Formaldehida biasa digunakan secara
tradisionalsebagai denaturan, meskipun sistem glyoxalmemiliki beberapa
keunggulan dibandingkanformaldehida
b) Transfer ke support solid dan imobilisasi Dapat dilakukan dengan cara :
- RNA ditransfer ke membran nilon bermuatan positif dankemudian
bergerak selama hibridisasi berikutnya.
- Metode berteknologi rendah terbaik untuk transfer agarosaadalah
dengan elusi, pasif sedikit basa, ke bawah.
- Prosedur ini, dibandingkan dengan mentransfer ke atas, jauhlebih
cepat dan karena itu menghasilkan band-band lebihketat dan sinyal
yang lebih. Atau, cara transfer yang tersediasecara komersial aktif
(electroblotter, semidry electroblotter,vakum tinta, tinta tekanan,
dll) dapat digunakan.
- Setelah RNA ditransfer, membran harus segera disiapkanuntuk
Crosslink RNA. Hal ini dapat dilakukan oleh sinarultraviolet
(metode yang disukai) atau dengan dipanggang.
c) Prehybridization dan hibridisasi dengan probe
- Prehybridization
Prehybridisasi atau memblokir, diperlukan sebelummenyelidiki
hibridisasi untuk mencegah probe darilapisan membran. Blocking yang
baik diperlukanuntuk meminimalkan masalah back ground.
- Hibridisasi Probes
Dapat dilakukan dengan cara :
1) Hibridisasi asam nukleat mensyaratkan bahwa probe ini
melengkapi atau sebagian, dari urutan mRNA target.
2) Secara umum, ukuran minimum untuk probe untukmemastikan
spesifisitasadalah sekitar dua puluh lima basa,memberikan bahwa
ada kecocokan lengkap antara urutanprobe dan urutan dari mRNA
target,
3) Ada dua bentuk utama probe hibridisasi, pendekatantradisional
yang menggunakan DNA komplementer (cDNA).Atau, anti-sense
oligonukleotida (umumnya30-40 basa) dapat dirancang dari data
urutan dan disintesis.
4) Oligonukleotida, seperti cDNA, adalah molekul DNA yangtetapi
'riboprobes' basa RNA nya dapat digunakan.
5) Riboprobes dapat meningkatkan sensitivitas dibandingkandengan
probe DNA, tetapi mereka kurang stabil dalam artimenjadi subyek
dengan kerusakan oleh RNA.
Beberapa hal yang membedakan dengan Southern blotting adalah:
1. RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA, oleh karena
itu elektroforesis dilakukan dalam bufer yang mengandung zat kimia
yang bersifat melindungi (biasanya formaldehid)
2. RNA sudah berupa untai tunggal dan membutuhkan kondisi denaturasi yang
lebih ringan.
3. RNA biasanya berukuran tertentu sehingga tidak memelukan digesti enzim
untuk memperoleh pola pita. Kedua prosedur sangat mirip karena setelah
elektroforesis RNA juga ditransfer ke membran melalui difusi
kapilaritas. Biasanya sinar UVdigunakan untuk mengikat (crosslink) RNA
pada membran sehingga tidak bergerak (imobilisasi).
B. STRATEGI HIBRIDISASI
Prinsip dari strategi hibridisasi adalah terjadinya pasangan secara
tepat antara dua untai DNA yang komplemen.
Komponen utama dari strategi hibridisasi ada tiga, diantaranya DNA
pelacak, DNA target, dan deteksi sinyal.
Tahapan dari strategi hibridisasi, diantaranya :
1. Terjadinya pasangan secara tepat antara dua untai DNA yang komplemen
2. Penambahan DNA pelacak untai tunggal yang telah berlabel pada kondisi
tertentu (suhu dan konsentrasi ion) supaya terjadi pasangan antara DNA
target dan pelacak;
3. Pencucian untuk menghilangkan kelebihan pelacak yang tidak menempel
pada DNA target yang spesifik;
4. Deteksi adanya hibrid antara DNA target dan pelacak
C. APLIKASI HIBRIDISASI
Teknik Blot Southern telah digunakan dalam berbagai aplikasi di bidang
kesehatan maupun pada rekayasa genetika. Salah satunya digunakan untuk
menganalisis sistem major histokompatibilitas pada tikus dan menganalisis
penyusunan klon dari gen T-cell receptor penyakit luka yang diakibatkan
oleh mikosis dari fungoides. Diterapkan dalam :
1. Mencari informasi letak suatu fragmen DNA dalam genom
2. Analisis transkipsi dan regulasi DNA
3. Deteksi penyakit genetik dan sidik jari DNA
Northern blot digunakan untuk mempelajari pola ekspresi dari jenis
tertentu molekul RNA sebagai perbandingan relatif antara set sampel yang
berbedA dari RNA. Ini pada dasarnya adalah kombinasi dari denaturasi RNA
elektroforesis gel, dan sebuah noda.
III.2. Proses Terjadinya Kloning
Lahir dan Berkembangnya Kloning Gen
Sekitar satu abad lalu, Gregor Mendel merumuskan aturan-aturan
menerangkan pewarisan sifat-sifat biologis. Sifat-sifat organisme yang
dapat diwariskan di atur oleh suatu faktor yang disebut gen, yaitu
suatu partikel yang berada di dalam suatu sel, tepatnya di dalam
kromosom. Gen menjadi dasar dalam perkembangan penelitian genetika
meliputi pemetaan gen, menganalisis posisi gen pada kromosom. Hasil
penelitian lebih berkembang baik diketahuinya DNA sebagai material genetik
beserta strukturnya, kode-kode genetik, serta proses transkripsi dan
translasi dapat dijabarkan. Suatu penelitian rekomendasi atau rekayasa
genetika yang inti prosesnya adalah kloning gen, yaitu suatu prosedur
untuk memperoleh replika yang dapat sama dari sel atau organisme tunggal.
Belakangan ini di media masa (televisi, koran, Internet,dll.)
memberitakan tentang kloning manusia. Tetapi karena belum ditemukan
rujukan dari kitab-kitab hukum terdahulu, para ahli hukum sekarang
masih memperdebatkan masalah ini dan belum ditemukan kesepakatan final
dalam kasus yang menyeluruh.
Proses kloning gen dapat terjadi secara sederhana :
1. Mempersiapkan sel stem.
2. Sel stem diambil inti sel yang mengandung informasi genetic kemudian
dipisahkan dari sel.
3. Mempersiapkan sel telur.
4. Inti sel stem diimplantasikan ke sel telur.
5.Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah
membelah menjadi embrio.
6. Blastosis mulai memisahkan diri dan siap diimplantasikan ke rahim.
7. Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis sama
dengan sel stem donor.
Molekul DNA dan bakteriofog mempunyai sifat-sifat dasar yang
ditentukan sebagai sarana kloning. Namun sifat ini tidak berguna tanpa
adanya teknik-teknik eksperimen untuk manipulasi molekul DNA di dalam
laboratorium. Ketrampilan dasar untuk melakukan kloning secara sederhana
adalah
Preperasi sampel DNA murni
Pemotongan DNA murni
Analisis ukuran fragmen DNA
Penggolongan molekul DNA
Memasukan molekul DNA ke dalam sel tuan rumah
Identifikasi sel yang mengandung molekul DNA rekombinasi
III.3. Jenis – Jenis Kloning
Kloning adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan keturunan tanpa
fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan
gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotip yang sama.
Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa jenis kloning yang
dikenal, antara lain :
1. Kloning DNA Rekombinan
Kloning DNA adalah memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel
bakteri. DNA yang dimasukkan ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan
diturunkan pada sel anak pada waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini
tetap melakukan fungsi seperti sel asalnya, walaupun berada dalam sel
bakteri. Pembentukan DNA rekombinan ini disebut juga rekayasa genetika.
Perekayasaan genetika terhadap satu sel dapat dilakukan dengan hanya
menghilangkan, menyisipkan atau menularkan satu atau beberapa pasang basa
nukleotida penyusun molekul DNA tersebut. Untuk kloning ini diperlukan
plasmid dan enzim untuk memotong DNA, serta enzim untuk menyambungkan gen
yang disisipkan itu ke plasmid.
Beberapa jenis bakteri mempunyai sejumlah molekul DNA melingkar yang
ukurannya kecil sekali, hanya mengandung beberapa ribu pasang basa, selain
mempunyai kromosom utama dengan 4 juta pasang basa. Kromosom mini ini
dinamakan juga plasmid. Plasmid dapat bereplikasi secara otonom. Plasmid
ini merupakan elemen genetis yang tidak berhubungan dengan kromosom utama
dan mengandung gen-gen yang resisten terhadap antibiotik, antara lain yaitu
antibiotik tetrasiklin dan ampisilin). Keresistenan terhadap antibiotik
memerlukan sejumlah enzim yang secara kimiawi dapat menetralisir antibiotik
tersebut.
Dengan menempatkan gen pada plasmid, masing-masing gen ada dalam
salinan (copy) sejumlah plasmid tertentu yang dinamakan episom. Plasmid ini
mampu bergerak mendekati dan menjauhi elemen kromosom utama. Hal ini
menunjukkan bahwa plasmid memiliki elemen-elemen genetis yang bergerak,
yang dilakukan melalui fusi secara bebas dari dua unit DNA replikasi
(replikon). Plasmid dapat diintegrasikan (dimasukkan) ke dalam kromosom
bakteri dan dapat dipindahkan dari satu sel bakteri ke bakteri yang lain
melalui transformasi, jika kromosom sel-sel tersebut merupakan pasangannya.
Transformasi adalah pemindahan satu sifat mikroba melalui bagian DNA
tertentu dari mikroba. Oleh karena DNA plasmid sangat kecil daripada
fragmen DNA kromosom, maka dapat dengan mudah dipisahkan dan dimurnikan. Di
dalam laboratorium, jika plasmid dicampurkan dengan bakteri, dengan adanya
ion Ca++, DNA plasmid tersedot ke dalam sel bakteri, sehingga bakteri
mengandung plasmid yang tersedot tersebut. Sel bakteri mempunyai satu
bentuk plasmid. Kenyataannya bahwa enzim Eco Ri menghasilkan potongan ujung
khusus yang kohesif yang selanjutnya merupakan metode praktis untuk kloning
fragmen DNA. Cara yang penting adalah memasukkan suatu fragmen DNA yang
telah dipotong dengan enzim restriksi Eco Ri ke dalam plasmid hibrid yang
dapat digunakan untuk mempengaruhi bakteri. Masing-masing sel bakteri
memperoleh satu sel plasmid rekombinan yang mengandung fragmen DNA asing
yang dimasukkan.
Penggunaan antibiotik secara ekstensif dan penyalahgunaan antibiotik
dalam pengobatan manusia dan hewan ternak menyebabkan strain bakteri alami
menjadi resisten terhadap kebanyakan antibiotik yang bersifat umum.
Biasanya keresistenan ini tergantung pada respon (tanggapan) plasmid
bakteri yang mempunyai enzim khusus yang dapat menguraikan antibiotik. Jika
digunakan plasmid yang resisten antibiotik bersama-sama dengan sel bakteri
yang plasmidnya sensitive terhadap antibiotik, dengan memasukkan plasmid
resisten terhadap antibiotik yang mengandung gen rekombinan, plasmid ini
dapat dideteksi dengan mudah. Plasmid pbR 322 adalah salah satu contoh
plasmid yang mengandung gen resisten terhadap dua jenis antibiotik yaitu
ampisilin dan tetrasiklin. Selain itu tempat untuk enzim restriksi bekerja
berada di antara gen-gen yang resisten terhadap antibiotik tersebut (lihat
Gambar 2). Dengan demikian, jika sepotong DNA asing dikombinasikan ke dalam
satu atau lebih gen resisten antibiotik, gen tersebut tidak akan aktif. Hal
ini berarti bahwa keberhasilan pemotongan DNA asing ke dalam satu gen
resisten antibiotik dengan mudah dideteksi. Potensi genetis untuk resisten
tersebut dieleminir. Jika plasmid dimasukkan ke dalam sel bakteri (hos),
bakteri akan memperoleh keresistenan khusus yang kedua karena gen tersebut
masih utuh..
Plasmid yang membawa gen resisten antibiotik itu tersebar luas di alam
dan plasmid tersebut dimutasikan agar tidak dapat bergerak secara spontan
dari satu sel ke sel yang lain. Dengan menggunakan strain bakteri tertentu,
percobaan dengan menggunakan plasmid yang resisten obat sangat berguna
tanpa menimbulkan resiko yang berarti. Plasmid yang pertama kali dipakai
sebagai vektor untuk rekombinan DNA adalah plasmid dari sel bakteri
Escherichia coli. Plasmid ragi Saccharomyces cerevisiae, dan plasmid
bakteri Bacillus subtilis dan virus saat ini juga digunakan sebagai vektor
untuk rekombinan DNA.
Dalam melakukan pengklonan suatu DNA asing atau DNA yang diinginkan
atau DNA sasaran harus memenuhi hal-hal sebagai berikut. DNA plasmid vektor
harus dimurnikan dan dipotong dengan enzim yang sesuai sehingga terbuka.
DNA yang akan disisipkan ke molekul vektor untuk membentuk rekombinan
buatan harus dipotong dengan enzim yang sama. Reaksi pemotongan dan
penggabungan harus dipantau dengan menggunakan elektroforesis gel.
Rekombinan buatan harus ditransformasikan ke E. coli atau ke vektor
lainnya.
Rekayasa genetik dengan menggunakan plasmid bakteri E. coli dapat
dilakukan sebagai berikut.
1. Menentukan gen yang diinginkan untuk disisipkan, misalnya gen pengkode
hormone insulin dari sel-sel pankreas manusia atau gen pengkode hormone
pertumbuhan dari kelenjar pituitari. Kromosom sel-sel pankreas dikeluarkan
dengan memecah membran plasma. Membran plasma ini dipecah dengan diberi
kejutan listrik atau dengan pemberian zat kimia yaitu polietilen glikol
atau kalsium klorida (CaCl2), sehingga kromosom dapat keluar dari sel
pankreas.
2. Kromosom yang diinginkan tadi dipotong dengan menggunakan enzim
restriksi endonuklease untuk melepaskan bagian DNA yang diinginkan,
kemudian memurnikan DNA tersebut. Elektroforesis dapat juga digunakan untuk
persiapan memurnikan fragmen DNA tertentu, selain digunakan untuk
menganalisis.
3. Mengektraksi plasmid dari sel bakteri. Plasmid dipisahkan dari sel
dengan cara memecah dinding sel bakteri. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan deterjen atau dengan enzim lisozim, kemudian dilisis dengan
natrium hidroksida (NaOH) dan larutan dedosil sulfat. DNA kromosom akan
menggumpal dan dinetralisir dengan natrium asetat. DNA plasmid ini akan
menggumpal membentuk jaring-jaring dan dengan mudah mengendap. Untuk
memisahkan DNA ini dilakukan sentrifugasi.
4. Cairan yang mengandung plasmid ini dijenuhkan dengan pengendapan etanol.
DNA plasmid yang dimurnikan dengan filtrasi gel. Plasmid yang berbentuk
lingkaran itu dipotong dengan enzim restriksi endonuklease yaitu enzim yang
sama digunakan untuk memotong DNA pankreas. Enzim ini memecah ikatan
fosfodiester pada molekul DNA. Endonuklease memecah asam nukleat pada
posisi internal, sedangkan enzim eksonuklase memecah molekul DNA dari ujung
molekulnya.
5. Kemudian pemasangan gen pengkode yang diinginkan tadi ke dalam plasmid
dengan menggunakan enzim ligase yang fungsinya menggabungkan ikatan
fosfodiester antara fragmen ujung-ujung yang terpotong tadi. Proses
penyambungan tersebut disebut ligasi. Karena enzim yang digunakan untuk
memotong DNA sel pankreas dan plasmid sama jenisnya, akan menghasilkan
ujung-ujung yang lengket yang sama strukturnya, sehingga penyambungannya
akan menyatu sempurna. Suhu optimum untuk ligasi adalah 37oC, tetapi
ikatannya tidak stabil. Ligasi akan berhasil jika dilakukan pada suhu 4o-
150oC.
6. Plasmid yang telah disisipi gen pengkode yang diinginkan itu dimasukkan
ke dalam sel bakteri coli dengan cara tranformasi. Transformasi dilakukan
dengan memasukkan bakteri E. coli ke dalam larutan CaCl2 sehingga terbentuk
lubang-lubang sementara, sehingga plasmid dapat masuk ke dalam sel bakteri.
Diharapkan bakteri yang telah disisipi gen tersebut mewarisi sifat gen
baru, sehingga bakteri yang telah disisipi dengan gen pengkode insulin
dapatm memproduksi insulin.
7. Langkah selanjutnya adalah mengembangbiakkan bakteri hasil rekayasa
dalam tabung fermentasi yang berisi medium untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri E. coli untuk memproduksi insulin dalam jumlah
yang banyak. Insulin yang terbentuk kemudian dipisahkan dari senyawa yang
lain.
Langkah pembuatan insulin dengan menggunakan plasmid bakteri yang
dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
2. Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning)
Kloning terapeutik bagian dari terapi sel punca yang bertujuan untuk
menghindari adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien pada saat
dilakukan terapi. Kloning terapeutik dilakukan dengan sel induk,
dimaksudkan untuk tujuan terapeutik (penyembuhan) dan riset medis, bukan
untuk menciptakan manusia baru. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
teknologi SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer). Sel punca memiliki potensi
yang sangat menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan
harapan baru untuk mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3 golongan penyakit
yang dapat diatasi dengan penggunaan sel punca, di antaranya adalah:
1. Penyakit autoimun,
2. Penyakit degeneratif, contoh stroke, Parkinson, Alzhimer.
3. Penyakit kanker, contoh leukemia.
Sel punca embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi
berbagai macam jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast,
fibroblast, dan sebagainya. Oleh karena itu, sel punca embrionik dapat
digunakan untuk transplantasi jaringan yang rusak. Selain itu, sel punca
embrionik memiliki tingkat imunogenisitas yang rendah selama belum
mengalami diferensiasi. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya graft
versus host disease (GVHD) adalah dengan menggunakan sel punca embrionik
dengan sel somatik yang bersumber dari pasien itu sendiri sehingga tidak
akan ada penolakan lagi terhadap sistem imunnya. Dengan menggunakan
teknologi SCNT, sel punca embrionik yang dihasilkan akan identik dengan
induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri). Hal itu mengakibatkan
tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien apabila
dilakukan transplantasi.
Secara teoritis, teknik SCNT memiliki potensi besar dalam dunia
kesehatan karena dapat dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan
jaringan pada manusia. Secara singkat tahapan untuk melakukan kloning
terapeutik pada manusia (Gambar 2) Pertama mengambil biopsi sel somatik
dari tubuh pasien dan inti dari sel somatik tersebut ditransfer ke dalam
sel telur donor yang telah dikeluarkan intinya (unfertilized enucleated
oocyte). Sel telur hasil manipulasi dikultur sampai ke tahapan tertentu dan
setelah mengalami berbagai proses akan didapatkan sel punca embrionik. Sel
punca embrionik ini diarahkan perkembangannya menjadi suatu jaringan atau
organ tertentu yang akan dapat digunakan untuk transplantasi jaringan atau
organ dan tidak akan mengalami rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri
(immunologically compatible transplant). Dengan menggunakan bantuan
mikroskop, pergerakan sel telur ditahan dengan holding pipette. Kemudian,
DNA dari sel somatik pasien (yang berada di dalam injection pipette)
diintroduksikan ke dalam sel telur enucleated. Sel telur hasil manipulasi
dikultur secara in vitro menjadi blastosit selama 5-6 hari. Lalu, inner
cell mass diisolasi dan dikultur di cawan petri sehingga akan berkembang
menjadi sel punca embrionik yang memiliki profil imunologi yang sama dengan
pasien.
3. Kloning Reproduksi (Reproductive Cloning)
Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan
Inggris, John Gurdon. Beliau berhasil melakukan kloning pada katak.
Kemudian para peneliti dengan antusias melakukan percobaan lain pada
mamalia. Sampai dengan tahun 1996 tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para
peneliti yang lain dari Roslin Institute di Edinburg (Skotlandia) berhasil
menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi penelitian ini
dikatakan belum berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai umur
11 tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini,
menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini, menderita penyakit radang
sendi, dan infeksi paru kronis.
Kloning reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan
untuk menghasilkan individu baru atau teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan hewan yang sama dengan menggunakan teknik SCNT. Genetika
individu klon tidak seluruhnya memiliki kesamaan dengan sang induk,
persamaan genetika individu klon dengan induknya hanya terletak pada inti
DNA donor yang berada di kromosom. Individu klon juga memiliki material
genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di sitoplasma. Teknologi
kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kepunahan
hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit dikembangbiakkan. Namun, laju
keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah seperti pada contoh yaitu Domba
Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang satu-satunya klon yang
berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada kloning reproduktif ini sel donor yang berupa sel somatik (2n)
diintroduksikan ke enucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio
konstruksi secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses
pembelahan sampai ke tahap blastosit. Kemudian, embrio dimplantasikan ke
dalam rahim untuk dilahirkan secara normal. Berbeda pada kloning kesehatan
yang setelah embrio mencapai tahapan blastosit, embrio dikultur secara in
vitro untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan
terapeutik atau kesehatan.
Sampai saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup
banyak, di antaranya adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan
mencit. Sementara itu, tingkat keberhasilan kloning masih rendah pada hewan
anjing, ayam, kuda, dan primata. Masalah yang kerap kali timbul dalam
kloning reproduktif adalah biaya dan efisiensinya. Penelitian dalam kloning
reproduktif membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan tingkat kegagalannya
tinggi. Di samping tingkat keberhasilan yang rendah, hewan klon cenderung
mengalami masalah defisiensi sistem imun serta sangat rentan terhadap
infeksi, pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan lainnya. Penyebab
timbulnya berbagai masalah di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman
material genetik (reprogramming) dari sel donor. Kesalahan pengkopian DNA
dari sel donor atau yang lebih dikenal dengan sebutan genomic imprinting
akan mengakibatkan terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai
contoh abnormalitas yang terjadi pada klon mencit adalah obesitas,
pembesaran plasenta (placentomegally), kematian pada usia dini. Parameter
yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam SCNT adalah kemampuan
sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel donor dan juga
kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan secara
epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua penelitian yang telah
dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil
rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa atau fetal) yang berkembang
menjadi individu muda yang sehat.
b. Kloning Gen Ditinjau Dari Peluang Alam
Daniel Callahan 1972 (dikutip dari shannon, TA. 1987). Menyebutkan
adanya 3 orientasi dasar yang mempengaruhi cara kita memandang peluang-
peluang alam:
Pertama, ada model yang memandang alam sebagai sesuatu yang plastis,
dalam arti bisa direka/diolah oleh manusia. Dalam prespektif ini, alam
dilihat sebagi hal yang asing dan jauh dari manusia. Alam itu bersifat
plastis sejauh dapat dibentuk dan dimanfaatkan dengan cara apapun yang
dianggap sesuai oleh manusia. Dengan demikian, alam adalah milik manusia
yang dapat dimanfaatkan sesukanya.
Kedua, alam dapat dihayati sebagai hal yang suci. Pandangan ini dapat
dijumpai dalam tradisi keagamaan baik ditimur maupun di barat. Taoisme
mengasumsikan kesesuaian individu dengan alam, sehingga bisa menjadi bagian
dari keseluruhan kosmis yang ditayangkan oleh alam. Teolog dari abad
pertengahan memandang alam sebagai jejak Tuhan. Al-Qur'an diturunkan dengan
perintah membaca sebagai firman pertama (Al-Alaq [96]: 1-5) "bacalah atas
nama penciptamu; yang telah menciptakan manusia dari segumpal nutfah;
bacalah ! dan tuhanmu sangat pemurah; yang telah mengajarkan penggunaan
kalam; mengajarkan hal-hal yang tidak diketahui olehnya" kalau ALLAH Secara
langsung tidak dapat kita lihat, yang tampak adalah bekas goresannya
disekitar kita ini berupa semua kejadian yang dapat kita amati di alam
semesta. Pandangan ini menciptakan suatu sikap tanggung jawab terhadap alam
dan kemampuan untuk melestarikannya. Manusia boleh mengintervensi alam,
asal perbuatannya itu mengetahui ukuran dan tidak terlalu banyak.
Ketiga, merupakan suatu model teologis. Pengertian ini mengasumsikan
adanya tujuan dan logika dalam alam. Terdapat suatu dinamisme internal
dalam alam yang membawanya kepada tujuan atau maksud tertentu. Setiap
campur tangan dalam alam harus menghomati tujuan-tujuan ini, sehingga
dengan demikian mencegah akan terjadinya pelanggaran terhadap keutuhan
alam. Dengan demikian juga jangkauan terhadap intervensi manusia dalam alam
ditentukan oleh dinamisme alam itu sendiri.
c. Kloning Gen Ditinjau Dari Segi Etik Profesi
Salah satu perdebatan dalam etik profesi adalah menyangkut tanggung
jawab para ilmuan, atau lebih umum tanggung jawab para ahli. Gustafon dalam
beberapa tahun 1970 (dikutip dari shannon, TA. 1987), mengemukakan beberapa
model yang dapat dipakai untuk menangani masalah tanggung jawab profesi ini
yaitu:
Pertama, para ilmuwan berhak untuk melakukan apa saja yang mungkin
dilakukan. Pembenaran dari pendapat ini adalah nilai yang inheren pada
pengenalan itu sendiri. Hal itu juga dilengkapi dengan pertimbangan bahwa
keingintahuan intelektual merupakan suatu nilai khusus disamping naluri
yang melekat pada manusia untuk memecahkan persoalan. Dalam model ini, satu-
satunya kendala yang membatasi adalah tiadanya kemampuan teknis.
Kedua, para ilmuwan yang tidak berhak untuk mencampuri alam. Larangan
yang tegas ini didasarkan atas keyakinan bahwa alam itu suci atau adanya
anggapan bahwa setiap penelitian melangar batas yang ditentukan oleh alam.
Namun banyak yang tidak setuju untuk menggunakan prinsip ini secara mutlak,
melainkan memahaminya sebagai suatu dorongan yang kuat untuk mempraktekkan
tangung jawab yang sudah ada sebelumnya.
Ketiga, ilmuwan tidak berhak untuk mengubah ciri-ciri manusia yang khas.
Model tanggung jawab ini berkaitan dengan pandangan tedeologis tentang
alam, yang menganggap bahwa intervensi dalam alam dibatasi oleh suatu
faktor khusus, yaitu ciri-ciri manusia.
Dengan demikian, berbeda dengan model kedua, karena disini orang dapat
mencampuri dengan alam, tetapi yang menjadi batasnya adalah kodrat manusia,
dan bukan ketidakmampuan teknis seperti pada model pertama. Akhirnya
ilmuwan berhak untuk memelihara pertumbuhan ciri-ciri manusia yang berharga
dan menyingkirkan ciri-ciri yang merugikan. Model ini menunjukan tingkat
intervensi yang tinggi, baik untuk menguasai maupun mengarahkan
perkembangan manusia. Tujuannya adalah kualitas kehidupan.
d. Kloning Gen Ditinjau Dari Hukum Agama
Prestasi ilmu pengetahuan yang sampai pada penemuan proses
kloning,sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum alam yang ditetapkan
ALLAH SWT pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, karena proses kloning telah
menyikap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan terdapat potensi
menghasilkan keturunan, jika intisel tubuh tersebut ditanamkan pada sel
telur perempuan yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi sifat inti sel
tubuh itu tak ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang dapat membuahi sel
telur perempuan.
Pada hakikatnya islam sangat menghargai iptek. Oleh sebab itu islam
terhadap kloning tersebut tentunya sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat
internasional. Didalam islam berbeda antara hukum kloning binatang dan
manusia.
Pada hukum kloning pada manusia. Menurut buku fatawa mu'ashiroh
karangan Yusuf Qurdhowy bahwa tidak diperbolehkanya kloning terhadap
manusia. Atas beberapa pertimbangan diantaranya :
Pertama : Dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman. (varietas).
ALLAH SWT telah menciptakan alam ini dengan kaedah keanekaragaman. Hal
tersebut tertuang dalam Al-Qur'an surat fathir ayat 26 dan 27. Sedangkan
dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman tersebut. Karena dengan
kloning secara tidak langsung menciptakan duplikat dari satu orang. Dan
dengan ini akan dapat merusak kehidupan manusia dan tatanan sosial dalam
masyarakat, efeknya sebagian telah kita ketahui dan sebagian lainnya kita
ketahui di kemudian hari.
Kedua : Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan).
Bagaimana dengan hubungan orang yang mengkloning dan hasil kloningan
tersebut, apakah dihukumi sebagai duplikatnya atau bapaknya ataupun
kembarannya, dan ini adalah permasalahan yang kompleks. Kita akan kesulitan
dalam menentukan nasab hasil kloningan tersebut. Dan tidak menutup
kemungkinan kloning dapat digunakan untuk kejahatan, Siapa yang bisa
menjamin jikalau diperbolehkan kloning tidak akan ada satu negara yang
mencetak ribuan orang yang digunakan sebagai prajurit militer yang
berfungsi menumpas negara lain.
Ketiga : Dengan kloning akan mengilangkan Sunatullah (nikah).
ALLAH SWT telah menciptakan manusia, tamanan, binatang dengan berpaang-
pasangan. Surat Addariyat 46.. Anak-anak produk kloning tersebut dihasilkan
melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah
ditetapkan ALLAH SWT untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah
untuk menghasilkan anak-anak dan keturunannya. ALLAH SWT berfirman: " dan
Bawasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan
perempuan, dari air mani apabila dipancarkan." (QS. An Najm : 45-46).
Keempat : Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan
banyak hukum-hukum syara'. Seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah,
hak, dan kewajiban antar bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan
kemahraman, hubungan 'ashabah dan lain-lain. Disamping itu koning akan
mencampur adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitra yang telah
diciptakan ALLAH SWT untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Kloning
manusia sesungguhnya merupakan perbuatan keji yang akan dapat menjungkir
balikkan struktur kehidupan masyarakat.
Berdasarkan dalil-dalil itulah proses kloning manusia diharamkan
menurut hukum islam dan tidak boleh dilaksanakan. ALLAH SWT berfirman
mengenai perkataan iblis terkutuk, yang mengatakan : "…dan akan aku (iblis)
suruh mereka (mengubah ciptaan ALLAH), lalu benar-benar mereka
mengubahnya." (QS.An Nisaa' : 119).
e. Kloning Gen Ditinjau Dari Hukum Di Indonesia
Dalam UU kesehatan No.23 tahun 1992 terdapat ketentuan pasal-pasal
tentang kehamilan di luar cara alami sebagai berikut :
Pasal 16
1. Kehamilan diluar alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir
untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
Penjelasan: Jika secara medis dapat membuktikan bahwa pasangan suami
istri yang sah dan benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan secara
alami, pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan diluar
cara alami sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran.
2. Upaya kehamilan diluar alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dan dengan
ketentuan :
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan,
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
wewenangan untuk itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
Penjelasan: Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus
dilakukan sesuai dengan norma hukum, norma kesusilaan, dan norma
kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang
memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk
menyelenggarakan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh
pemerintah.
3. Ketentuan mengenai persyaratan dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini ialah :
Sperma harus berasal dari suami sah dari pemilik ovum. Bila sperma
berasal dari laki-laki lain, hukumannya sama dengan perzinaan.
Hasil pembuahan tidak boleh ditanam di dalam rahim wanita yang bukan
pemilik ovum yang dibuahi tersebut.
Yang dimasud dengan keturunan adalah sperma dari suami.
Ketentuan pidana.
Ketentuan pidana untuk pelaku upaya kehamilan diluar cara alami diatur
dalam pasal 82 ayat (2) a yang berbunyi : Melakukan upaya kehamilan
diluar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
III.4.Efek Negatif Kloning
Jika kloning pada tanaman bertujuan menghasilkan tanaman
baru yang memiliki sifat-sifat identik dengan induknya maka kloning pada
tanaman akan menghasilkan individu baru yang sama dengan sifat induknya.
Hal ini hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang
dihasilkan. Tentu hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang
dihasilkan. Akibatnya, keanekaragaman tumbuhan yang merupakan sumber daya
alam hayati pun akan semakin menurun. Demikian juga kloning pada hewan,
akan menurunkan keanekaragaman hewan. Keanekaragaman genetik memainkan
peran yang sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies,
karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil
diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang
memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan
memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang
memiliki sangat sedikit variasi cendering memiliki risiko lebih besar.
Dengan sedikitnya variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan
semakin sulit, dan keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui
Kloning pada hewan dan manusia masih dipertentangkan karena akibat
yang ditimbulkan seperti contohnya: resiko kesehatan terhadap individu
hasil kloning. Beberapa kalangan berpendapat bahwa kloning manusia dapat
disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru dengahn tujuan yang
bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Lagipula, kloning pada mamalia belum
sepenuhnya sempurna. Dapat dilihat dari domba Dolly yang menderita berbagai
penyakit dan berumur pendek.. Setelah hidup hanya 6 tahun (umur domba
biasanya mencapai 11-12 tahun), Dolly mati muda disebabkan penyakit paru-
paru yang biasanya menyerang domba-domba yang lanjut usia. Dolly juga
mengidap penyakit arthritis, mengerasnya sendi-sendi dan engsel tulang,
lagi-lagi penyakit yang biasa ditemukan pada domba yang sudah mulai uzur.
Penelitian sesudah kematiannya, menunjukkan bahwa Dolly memiliki telomer
yang lebih pendek daripada domba normal seusianya. Telomer adalah bagian
yang melindungi ujung-ujung kromosom (bundelan rantai DNA) yang memendek
setiap kali sebuah sel membelah, atau boleh dikatakan setiap saat individu
itu bertumbuh. Individu hasil kloning sel-selnya diperoleh dari induknya.
Ini berarti umur sel-sel hasil kloning pun sama dengan umur sel-sel
induknya. Oleh karena itu, individu hasil kloning pun akan memiliki umur
sama dengan induknya. Dolly dikloning dari domba yang berusia 6 tahun dan
hasil penelitian ini seolah-olah menunjukkan bahwa tubuh Dolly sudah
berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
Terjadi kekecauan kekerabatan dan identitas diri dari
klon maupun induknya. Klon atau individu hasil cloning akan diangggap
sebagai kopian dari individu lain yang dianggap sebagai induknya karena
memiliki sifat yang sama dengan induknya. Sehinggga terjadi kekacauan
apakah status klon tersebut adalah anak atau merupakan kembaran dari
individu aslinya.
III.5. Bioetika Kloning
Tujuan kloning ini adalah untuk menciptakan mahluk baru, sehingga
banyak yang berpendapat ini adalah upaya "playing GOD"yang tidak dapat
dibenarkan. Hal ini memicu kontroversi tentang kloning di berbagai belahan
dunia. Berbagai kalangan mereaksi dengan keras bahwa jika teknologi ini
diterapkan pada manusia, maka teknologi kloning sungguh tidak dapat
dibenarkan secara moral. Teknologi kloning pada manusia akan menimbulkan
begitu banyak persoalan etis dan moral yang amat serius. Salah satu contoh
pelarangan teknologi kloning pada manusia muncul dari National Bioethics
Advisory Commision (Amerika Serikat) yang menyatakan bahwa: "Untuk saat
ini, secara moral tidak dapat diterima bila seseorang mencoba untuk
menciptakan anak dengan mempergunakan teknik somatic cell nuclear transfer
kloning, baik secara pribadi maupun secara umum, baik dalam lingkup riset
maupun dalam lingkup klinis". Hal yang sama juga terjadi di Parlemen Uni
Eropa yang melarang setiap negara anggotanya melakukan kloning terhadap
manusia. Meski demikian, perdebatan mengenai kloning pada manusia masih
terus berlanjut.
Hingga waktu ini sikap para ilmuwan, organisasi profesi dokter dan
masyarakat umumnya adalah bahwa pengklonan individu yaitu pengklonan untuk
tujuan reproduksi (reproductive kloning) dengan menghasilkan manusia
duplikat, kembaran identik, manusia fotokopi yang berasal dari sel induk
dengan cara implantasi inti sel tidak dibenarkan, tetapi untuk tujuan
terapi (therapeutic kloning) dianggap etis.
Etika tentang klonasi/ kloning dalam adeddum Buku Kedokteran Indonesia
disebutkan bahwa menolak dilakukan kloning terhadap manusia karena upaya
itu mencerminkan penurunan derajat serta martabat manusia sampai setingkat
bakteri. Sehingga para ilmuwan dihimbau untuk tidak melakukan klonasi dalam
kaitan dengan reproduksi manusia. Tetapi mendorong ilmuwan untuk tetap
menggunakan bioteknologi kloning pada:
1. Sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan melalui
antara lain: pembuatan zat anti atau antigen monoclonal yang banyak
digunakan dalam bidang kedokteran baik aspek diagnostic maupun dalam
pengobatan.
2. Dalam sel maupun jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan
penggunaan klonasi organ serta penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan
digunakannya klonasi organ manusia untuk kepentingan dirinya sendiri.
Kajian bioetika sangat perlu dilakukan dengan seksama, dalam menilai
masalah kloning. Yang sangat utama untuk diperhatikan adalah seharusnya
kloning hanya dilakukan untuk kepentingan kesejahteraan kehidupan serta
tidak menyalahi etika dan moral.
Setelah dilaporkan tentang Dolly, seekor anak domba yang berhasil di
klon dari sel domba dewasa. Segera timbul pertanyaan di masyarakat terutama
para ahli, apakah nantinya manusia juga akan di klon? Sebab, teknologi ini
dapat diterapkan pada semua mamalia termasuk juga manusia. Tetapi dengan
demikian munculah masalah etika, yang didasari berbagai pertanyaan seperti
apakah yang telah dilakukan dengan hewan ini boleh dilakukan pada manusia?
Sejauh manakah manusia dapat dan boleh malangkah ke depan tanpa kehilangan
kemanusiaanya.
Para ilmuwan berpendapat dan memiliki keyakinan yang besar akan hal
ini dapat membantu pasangan yang infertil yang tidak bisa dibantu dengan
metode lain untuk bisa mendapatkan keturunan.
Dilihat dari tujuan kloning reproduktif yaitu penciptaan manusia baru
maka kloning manusia dapat dikatakan tidak etis karena tentu saja hal ini
melampaui kekuasaan Tuhan.
Dilihat dari tujuan kloning dikatakan etis apabila digunakan untuk
tujuan kesehatan atau tujuan klinik. Penelitian yang berlangsung menyangkut
diri manusia harus bertujuan untuk menyempurnakan tata cara diagnostic,
terapeutik dan pencegahan serta pengetahuan tentang etiologi dan
tatogenesis. Dan juga kloning tidak disalahgunakan untuk kepentingan
pribadi yang dari pengembangannya untuk tujuan ekonomi, militerisme dan
tindakan-tindakan kriminal.
III.6. PANDANGAN MEDIS
1. Riset klinis harus disesuaikan dengan prinsip moral dan ilmu pengetahuan
yang membenarkan riset medis. Selain itu, riset klinis hendaknya didasarkan
atas percobaan laboratoris dan eksperimen dengan bintang atau fakta-fakta
ilmiah yang sudah pasti.
2. Riset klinis hendaknya secara sah, oleh ahli yang berkompeten dan
dibawah pengawasan tenaga medis yang ahli dibidangnya.
3. Setiap proyek riset klinis hendaknya didahului oleh suatu taksiran yang
cermat terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi didalamnya dan
dibandingkan dengan manfaat yang diperkirakan dapat diperoleh oleh orang
yang menjadi objek riset atau orang lain.
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan Hibridisasi
Hibridisasi DNA adalah teknik yang sangat peka untuk menganalisis atau
menentukan karakter suatu fragmen DNA. Hibridisasi DNA didasari berdasarkan
pembentukan dupleks dua untai asam nukleat yang komplemen. Prinsip
Hibridisasi DNA yaitu terjadinya pasangan secara tepat antara dua untai DNA
yang komplemen. 3 komponen utama yang diperlukan dalam Hibridisasi ialah
DNApelacak, DNA target dan pendeteksi sinyal. Pada dasarnya, strategi
Hibridisasi DNA meliputi
1. Pengikatan DNA untai tunggal (target) pada membran;
2. Penambahan DNA pelacak untai tunggal yang telah berlabel pada kondisi
tertentu (suhu dan konsentrasi ion) supaya terjadi pasangan antara DNA
target dan pelacak;
3. Pencucian untuk menghilangkan kelebihan pelacak yang tidak menempel
pada DNA target yang spesifik;
4. Deteksi adanya hibrid antara DNA target dan pelacak.
Hibridisasi DNA sangat diperlukan dalam pengembangan teknologi,
khususnya teknologi kesehatan, karena aplikasi dariHibridisasi DNA tersebut
dapat diterapkan pada:
1. Mencari informasi letak suatu fragmen DNA dalam genom
2. Analisis transkipsi dan regulasi DNA
3. Deteksi penyakit genetik dan sidik jari DNA
IV.2. Kesimpulan Kloning
1. Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang
secara genetic sama persis (identik). Kloning pertama kali dicetuskan
oleh Herbert Webber pada tahun 1903.
2. Manfaat kloning bagi manusia antara lain; untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul, untuk
tujuan diagnostik dan terapi, dan menolong atau menyembuhkan pasangan
infertil untuk mempunyai keturunan.
3. Terdapat beberapa jenis kloning yaitu, Kloning DNA Rekombinan,
Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning), Kloning Reproduksi
(Reproductive Cloning).
4. Bioetika kloning menyangkut pendapat – pendapat mengenai kloning ini.
Ada yang pro dengan dilakukan kloning dan ada yang kontra.
DAFTAR PUSTAKA
Suharsono dan Widyastuti, Utut. 2006. Pelatihan Singkat Teknik Dasar
Pengklonan Gen. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi – Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB dengan
DIKTI – DIKNAS, Bogor.
Sudjadi, Prof., Drs,., Apt., MS., Ph.D. 2008. Bioteknologi Kesehatan.
Yogyakarta : Kanisius