BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predaptor. Beberapa senyawa seperti alkaloid, triterpen dan golongan fenol merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari metabolisme skunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dari ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat, antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dantanin, yang tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan. Pada makalah Farmakognosi ini, kami akan membahas mengenai tanin, yang merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dihasilkan oleh tanaman. Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin.
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan senyawa tanin? 2. Bagaimana struktur dari tanin? 3. Apa saja sifat dari senyawa tanin? 4. Bagaimana jalur biosintesis dari tanin? 5. Apa saja klasifikasi dari tanin? 6. Apa saja contoh tanaman penghasil tanin? 1
7. Apa manfaat dari tanin? 8. Bagaimana cara mengidentifikasi tanin? 9. Apa saja contoh jurnal yang terkait?\
C. Tujuan Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusunan dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan : 1. Menjelaskan mengenai pengertian tanin 2. Menjelaskan bagaimana struktur tanin 3. Menjelaskan sifat dari tanin 4. Menjelaskan mengenai jalur biosintesis dari tanin 5. Menjelakan klasifikasi dai tanin 6. Menyebutkan contoh tanaman penghasil tanin 7. Menyebutkan manfaat dari tanin 8. Menjelaskan cara mengidentifikasi senyawa tanin 9. Melampirkan contoh jurnal yang terkait
D. Kegunaan Makalah Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teotitis makalah ini berguna sebagai pemberitahuan mengenai senyawa tanin dalam tumbuhan. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. penulis, sebagai wahana pengetahuan dan konsep keilmuan mengenanai senyawa tanin dalam tumbuhan. 2. pembaca/dosen, sebagai media informasi mengenai senyawa tanin dalam tumbuhan. 2
E. Prosedur Makalah Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan secara jelas dan konprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai literature yag relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dengan konteks makalah.
3
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Tanin Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin.Pada mikroskop, tanin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat. Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan. Sebagai contoh dari lokasi tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering di temukan di daerah pertumbuhan pohon, seperti floem sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini. Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat mengendapkan protein dari 4
larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik. Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi, dan senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna (Najebb, 2009). Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam. Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa phenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin tersebut (Hangerman,2002).
B. Struktur Umum dari Tanin Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10% H 2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5 - 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Beberapa struktur kimia senyawa tanin adalah sebagai berikut :
5
Gambar 1.1: Struktur kimia tanin
Gambar 2.1: Tanin Terkondensasi, Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4.
6
Gambar 3.1: Tanin Terhidrolisis, Gallotanin prototipe merupakan glukosa pentagalloyl (β-1, 2, 3, 4, 6-Pentagalloyl-OD-Glukopyranose). PGG memiliki 5 hubungan ester identik yang melibatkan gugus hidroksi alifatik gulainti. PGG memiliki banyak isomer seperti Gallotanin.
Gambar 3.2: Rantai ester poligallol ditemukan di dalam gallotanin terbentuk dari meta-atau para-depside obligasi, melibatkan hidroksil fenolik dari pada gugus hidroksi alifatik. Depsideobligasi lebih mudah dihidrolisis daripada ikatan ester alifatik. Metanolisis dalam asam lemah dengan menggunakan metanol dapat 7
menghancurkan depsidete tapi tidak ester obligasi. Dengan demikian poliolinti dengan kelompok galloyl yang teresterisasi dapat dihasilkan dari campuran kompleks dari ester polygalloyl oleh metanolisis dengan buffer asetat. Asam kuat mineral, panas, dan metanol dapat digunakan untuk metanolisis baik depside dan esterobligasi menghasilkan poliolinti dan metil galat. Hidrolisis dengan asam kuat dapat mengubah galotanin menjadi asam galat dan poliolinti.
Gambar 3.3: Aceritannin, gallotannin yang ditemukan pada daun maple dan hamamellitannin adalah gallotannin dari kulit kayu pohon ek.
Gambar 4.1: Elagitanin sederhana merupakan ester dari asam hexahidroxidifenik (HHDP).
8
Gambar 4.2: Eugenin membentuk HHDP pada ikatan karbon C-4 dan C-6, casuarictin pada ikatan C-2 dan C-3
Gambar 4.3: Corilagin berikatan pada C-3 dan C-6, geraniin pada ikatan C-2 dan C4, davidiin pada ikatan C-1 dan C-6
9
Gambar 4.4: Setelah casuarictin berubah menjadi pedunculagin, cincin piranosa dari glukosa terbuka dan membentuk kelompok senyawa termasuk castalagin dan vescalagin.
Gambar 4.5: Elagitanin berikatan dengan tanin terhidrolisis lain. Sebagai contoh, pada bebera paeuforbs, geraniin oksidatif mengembun bersama PGG untuk menghasilkan berbagai euphrobin, ditandai dengan adanya kelompok valoneoyl.
10
Gambar 4.6: Oenetheinadalahdimermakrosiklikdihubungkan oleh dua kelompok valoneoyl.
11
C. Sifat dari senyawa Tanin Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain :
1. Sifat Fisika
2. Sifat Kimia
3. Sifat sebagai pengkhelat logam
Apabila dilarutkan ke dalam
air,
tanin
membentuk
Tanin
merupakan
Fenol yang ada pada tanin,
akan senyawa kompleks yang secara
koloid
sepat.
glatin,
maka
akan
terbentuk endapan. Tanin
berguna
proses
pengkhelatan
akan
Apabila dipisahkan sehingga sulit terjadi sesuai dengan pola subtitusi
dicampur dengan alkaloid membetuk kristal. dan
dapat
dan memiliki bentuk campuran sebagai khelat logam. Mekanisme
akan memiliki rasa asam polifenol yang Sulit untuk atau dan
biologis
tidak
Tanin diidentifikasi
dan pH senyawa fenol itu sendiri. dapat Hal ini biasanya terjadi pada tanin dengan terhidrolisis,
sehingga
memiliki
untuk
menjadi
dapat menggunakan kromotografi kemampuan
mengkristal. Tanin dapat Senyawa fenol yang ada pengkhelat logam. mengendapkan protein dari pada tanin mempunyai aksi
Khelat yang dihasilkan dari
larutannya dan bersenyawa adstrigensia, antiseptic dan tanin ini dapat memiliki daya khelat dengan
protein
tersebut pemberi warna.
yang kuat dan dapat membuat
sehingga tidak dipengaruhi
khlelat logam menjadi lebih stabil
oleh enzim protiolitik.
dan aman di dalam tubuh. Namun, dalam mengkonsumsi tanin harus sesuai dengan kadarnya, karena apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah) tidak akan memberikan efek, namun apabila mengkonsumsi terlalu banyak (kadar tinggi) dapat mengakibatkan anemia karena zat besi yang ada dalam darah akan dikhelat tersebut.
12
oleh
senyawa
tanin
Ciri-ciri Tanin : 1.
Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat.
2.
Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.
3. Tidak dapat mengkristal. 4.
Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen.
5.
Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
D. Jalur Biosintesis pada Tanin Biosintesa dari Tanin secara umum : Biosintesa asam galat dengan precursor senyawa fenol propanoid Contoh : - Asam gallat merupakan hasil hidrolisa tannin - Dari jalur asam siklimat melalui asam 5-D-hidroksisiklimat - Dengan precursor senyawa fenol propanoid. (Rhus thypina) - Katekin dibentuk dari 3 molekul as. Asetat , as. Sinamat & as. Katekin 1)
Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galotanin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuktanin-terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. 2)
Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling
sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa 13
glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, disini pun berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam elagat. Tannin terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan asam klorida atau asam sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat. Contoh gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic (C76H52O46), ditemukan dalam daun dan kulit berbagai jenis tumbuhan.
E. Klasifikasi dari senyawa Tanin Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa polifenol yang artinya senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan karbon. Tanin terkondensasi banyak ditemukan dalam berbagai jenis tanaman seperti Acacia spp, sericea Lespedeza serta spesies padang rumput seperti Lotus spp. Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4. Salah satu contohnya adalah 14
Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol. Tanin
terhidrolisis
biasanya
berikatan
dengan
karbohidrat
dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air.
F. Tanaman penghasil Tanin
Tanin banyak terdapat dalam bermacam-macam tumbuhan seperti :
Kaliandra
Tanin yang terkandung dalam pakan ternak seperti pada daun kaliandra, dapat menjadi anti nutrisi pada ternak ruminansia jika dikonsumsi berlebih. Hal ini dapat diatasi dengan cara melakukan manipulasi proses pencernaan oleh mikroba rumen dengan menginokulasi isolasi bakteri toleran tanin supaya mengoptimalkan 15
pemanfaatan kaliandra sebagai sumber pakan. Tanin mampu memproteksi protein bahan pakan, seperti daun katuk, sehingga tidak terdegradasi di rumen. Tanin juga bermanfaat sebagai agensia pelindung asam lemak tak jenuh, sehingga tidak terdegradasi oleh mikroba rumen dalam sistem pencernaan ruminansia. Kaliandra adalah salah satu jenis legum yang banyak terdapat di daerah pegunungan dengan tinggi rata-rata 10 meter, mempunyai bunga yang berfilamenfilamen (Watson et al., 1992). Klasifikasi dari tanaman kaliandra adalah : Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub-kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Sub-famili
: Mimosoideae
Kaliandra yang termasuk daun legum diketahui mengandung protein kasar yang cukup banyak jumlahnya (Tangendjaja et al.,1992) sehingga dapat digunakan sebagai suplemen bagi hijauan rendah protein (Mannetje dan Jones, 1992). Zat anti nutrisi yang terdapat pada kaliandra adalah tanin (NRC, 1983). Tanin yang terdapat pada kaliandra cukup tinggi, yakni bisa mencapai 11% (Tim Laboratorium INTP Fapet IPB 2007). Daun kalindra mengandung 22-24% protein kasar, 24,38-30,00% serat kasar, 4-5% abu dan 2-3% lemak. Kandungan Ca 0,54%, P 0,34%, Na kurang dari 0,001%, Mg 0,33%, S 0,12% dan Fe 26 ppm (Ruskin et al., 1984). Kualitas protein kaliandra merupakan yang terbaik jika dibandingkan dengan legum pohon lainnya, walaupun legum ini juga mengalami defisiensi asam amino methionin (Ruskin et al., 1984). Kaliandra merupakan tanaman leguminosa yang tahan terhadap
16
kekeringan dan mengandung protein sekitar 22% sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Disamping itu kaliandra mengandung tanin sekitar 10% menyebabkan kecernaan kaliandra menjadi rendah yaitu 35 - 42% dan diperkirakan dapat melindungi protein dari pemecahan oleh mikroba rumen. Kandungan tanin dalarn pakan ternak mrnpunyai pengaruh yang rnenguntungkan dan merugikan. Kaliandra merupakan tanin terkondensasi yang dapat mengikat protein dan dapat digunakan sebagai pelindung protein dari degragasi mikroba rumen (Wiryawan et al., 1999).
Daun Teh
Teh mengandung tanin yang bersifat sebagai antibakteri dan astringen atau menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Oleh karena itu zaman dahulu sebelum ada oralit, bayi mencret diberi teh kental sebagai usaha mengatasi hal itu (Sukasman, 1997). Senyawa kimia dalam daun the secara umum dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu ; 1). Substansi fenol yang terdiri dari flavnol dan flavonol ; 2). Subsatansi bukan fenol diantaranya karbohidrat, pektin, alkoloid, protein, lemak, asam amino, klorofil, asam organik, vitamin dan mineral; 3). Substansi aromatik dan 4). Enzim (Bokuchava, 1969).
17
Polifenol teh atau yang disebut dengan tannin merupakan zat yang unik karena berbeda dengan tanin yang berada dalam tanaman lain. Tanin dalam teh tidak bersifat menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan. Tanin dalam teh termasuk tanin terkondensasi yang secara biosintetis terbentuk dari kondensasi katekin tunggal yang membntuk senyawa dimet kemudian oligomer yang lebih tinggi. Pada daun the segar terdapat sekitar 30 % senyawa tanin, yang sebagian besar dari golongan katekin dan daun teh juga dilengkapi enzim polfenol oksidase yang siap bekerja merubah tanin menjadi senyawa turunan tanin yaitu, theaflavin dan thearubigin. Pada proses ini daun teh berubah menjadi coklat muda lalu coklat tua (Bokuchava, 1969). Teh merupakan salah satu hasil olahan komoditi pertanian yang dibuat dari daun pucuk tanaman Camellia sinensis. Dengan proses yang berbeda akan dihasilkan jenis teh yang berbeda, diantaranya yaitu teh hijau (diproses tanpa fermentasi) dan teh hitam (diproses dengan fermentasi penuh). Teh mengandung zat flavanoid atau tanin yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas yang mengacaukan keseimbangan tubuh dan menjadi salah satu pemicu kanker. Daun teh juga mengandung polifenol, theofilin, dan senyawa lainnya yang membantu menghambat perkembangan virus. Jenis teh juga berpengaruh terhadap kadar tanin. Hal ini karena menurut (Sartika, 2006) terdapat perbedaan cara pengolahan pada teh hijau dan teh hitam dimana perbedaan cara pengolahan ini berpengaruh terhadap kadar tanin pada masing-masing jenis teh. Sartika (2006) juga mengatakan bahwa dalam daun teh terdapat enzim yang disebut enzim katekol oksidase dimana enzim ini dapat mengubah senyawa tanin menjadi senyawa turunan.
18
Gamal
Gamal (G. maculata) merupakan salah satu tanaman yang memiliki senyawa yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati. Tanaman ini banyak mengandung senyawa yang bersifat toksik seperti dicoumerol, asam sianida (HCN), tanin, dan nitrat (NO3) (Nismah, 2009).. Hasil penelitian Indriyani (2008) membuktikan bahwa ekstrak etanol daun gamal mengandung senyawa toksik yang dapat mematikan imago hama bisul dadap. Daun gamal digunakan sebagai bahan makanan ternak ruminansia karena mempunyai protein kasar 25.2% dan energi yang lebih tinggi 5.3 Mkal/kg BK. Kadar ADF yang rendah (25.95%) juga menyebabkan koefisien cerna bahan kering ransum gamal lebih tinggi daripada ransum lamtoro dan kaliandra yang mengandung ADF sekitar 26.8% dan 36.5% (Rahmawati, 2001). Selain itu kandungan tanin sekitar 0,07% dapat memberikan efek melindungi protein pakan dari degradasi mikroba rumen. Daun gamal juga mempunyai palatabilitas yang rendah karena baunya yang spesifik (Mathius et al., 1981).
19
Lamtoro
Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon yang mengandung protein tinggi dan karotenoid yang sangat potensial sebagai pakan ternak non ruminansia seperti unggas di daerah tropis. Lamtoro mengandung senyawa -N-(3-hydroxy-4pyrodine) mengandung senyawa polifenol yang tinggi termasuk tanin akan mengikat protein, sehingga protein menjadi tidak “tersedia” untuk ternak dan menyebabkan efek negatif terhadap palatabilitas, kecernaan, dan pertumbuhan (Laconi et al., 2010). Menurut Helena (1992) yang dikutip oleh Susanti (2002), kandungan nutrisi daun lamtoro cukup tinggi yaitu 24.77% protein, 1.7% abu, 3.86% lemak, 14.26% SK, 39.53% BETN, 1.57% Ca, dan 0.285% P.
20
Daun Kembang Sepatu
Daun, bunga, dan akar Hibiscus rosasinensis mengandung flavonoid. Di samping itu daunnnya juga mengandung saponin dan polifenol, bunga mengandung polifenol, akarnya juga mengandung tanin, saponin, skopoletin, cleomiscosin A, dan cleomiscosin C. Senyawa yang telah diisolasi adalah senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, dan suatu senyawa metabolit sekunder yang mengandung gugus aromatik dan gugus hidroksi yang tidak berhubungan langsung (Nohong et al., 2006).
Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Daun singkong mempunyai kandungan protein yang tinggi berkisar antar 16.7%-39.9% bahan kering dan hampir 85% dari fraksi protein kasar merupakan protein murni. Dari 2.5-3 ton/ha hasil samping daun singkong dapat menghasilkan tepung daun singkong sebanyak 600-800 kg/ha. Pemakaian tepung daun singkong dalam formulasi ransum dapat dijadikan sebagai sumber protein dan konsentrat pada kambing dan sapi perah. Selain berfungsi sebagai sumber protein, daun singkong juga 21
berperan sebagai anti cacing (anthelmintic) dan kandungan taninnya berpotensi meningkatkan daya tahan saluran pencernaan ternak terhadap mikroorganisme parasit. Ensilase merupakan salah satu cara pengawetan daun singkong sebagai pakan ternak dan efektif menurunkan kandungan sianida (HCN) pada ubi kayu setelah 3 bulan ensilase yaitu 289 mg/kg menjadi 20.1 mg/kg (Anonim, 2011)
Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Daun belingbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)merupakan salah satu jenis tanaman yang mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin. Kadar tanin dalam daun belimbing wuluh muda sebesar 10,92% (Hayati et al., 2010). Turi merupakan salah satu tanaman yang mengandung tanin. Kulit batang turi mengandung tanin, egatin, zantoegatin, basorin, resin, kalsium oksalat, sulfur, peroksidase, zat warna. Pada daun turi terdapat saponin, tanin, glikoside, peroksidase, vitamin A dan B pada bunga terdapat kalsium, zat besi, zat gula, vitamin A dan B (Widiyati, 2009).
22
G. Manfaat dari senyawa Tanin Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan antitumor. Tanin tertentu dapatm enghambat selektivitas replikasi HIV dan juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989). Tanaman yang mengandung tanin telah diakui memiliki efek farmakologi dan dikenal agar membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat (Heslem,1989). Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata pertahanan untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan ruminansia dan menghindari diri dari serangga, sebagai penyamak kulit, bahan untuk pembuatan tinta (+ garam besi(III) → senyawa berwarna tua), sebagai reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat mengendap), sebagai antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat yang mengendap), sebagai antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas, obat diare karena inflamasi saluran gastro intestinal, dan sebagai obattopikal (lesi terbuka, luka, hemoroid). Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali, dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, perekat, dan mordan. Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh,
23
kopi, anggur, dan bir memberikan aroma dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung dalam teh memiliki korelasi yang positif antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap penyakit diare yang disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi. Hasil penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum mengalami pengolahan lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena seiring dengan pengolahan menjadi teh hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri pada daun teh menjadi berkurang. Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya usus besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak. Serta sebagai penyerap racun (antidotum) dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan sebagai obat diare.
H. Cara identifikasi senyawa Tanin Bahan tanaman yang digunakan sebagai contoh identifikasi yaitu : daun Mangga (Mangifera indica). Persiapan ekstraksi tanaman: heksana, etil asetat dan ekstrak metanol dari daun tanaman yang telah disiapkan sesuai dengan metode standar (Harborne, 1973; Sofowora, 1982). Sampel tanaman yang dikumpulkan ketika udara kering dan digiling dengan menggunakan mesin penggilingan. Bahan yang telah diserbukkan dipindahkan ke dalam alat Soxhlet dan diekstraksi dalam ekstraktor Soxhlet menggunakan heksana,
24
etil asetat dan metanol berturut-turut masing-masing selama 72 jam. Ekstrak terkonsentrasi sampai kering dan residu yang diperoleh sebagai hitam solid, bergetah hitam kehijauan solid dan kecoklatan hitam solid, masing-masing setelah itu, residu dipindahkan ke dalam wadah sampel pra-ditimbang dan disimpan dan kemudian siap digunakan untuk skrining fitokimia. Skrining fitokimia: ekstrak daun mangga (Mangiferaindica)(varietasEdward) dianalisis mengandung alkaloid, saponin, antrakuinon, steroid, tanin, flavonoid, mengurangi kadar gula darah sesuai dengan metode standar (Odebiyi danSofowora, 1978;Sofowora, 1982,Harborne, 1973;. Onwukeamedll., 2007). Ekstraksi air sampel dilakukan dengan menggunakan larutan uji klorida 15 %. Catat warna yang dihasilkan. Jika warna yang dihasilkan adalah warna biru, maka menunjukkan adanya tanin terhidrolisis. Atau, 10 mL kalium hidroksida (KOH) disiapkan dalam gelas kimia, tambahkan 0,5g ekstrak kemudian aduk. Jika terbentuk endapan
kotor,
maka
menunjukkan
adanya
tanin
(Odebiyi
danSofowora,
1978;Sofowora, 1982). Berikut adalah indikator yang dapat digunakan
ketika mengidentifikasi
senyawa tanin secara kualitatif: a.
Galotanin, Elagitanin + garam Feri → warna + hitam kebiruan
b.
Tanin terkondensasi + garam Feri → coklat kehijauan
c.
Galotanin + K-iodat → warna rosa
d.
Asam galat bebas + K-iodat → warna jingga
e.
Elagitanin + asam nitrit → mula-mula rosa, kemudian ungu, lalu biru
f.
Tanin terkondensasi + vanilin + HCl → merah
Berikut adalah cara skrining fitokimia secara umum :
25
a) Ditimbang 0,5 g bahan tumbuhan. b) Disari / dimaserasi dengan akuades 10ml selama 15 menit. c) Kemudian disaring, filtrat diencerkan dengan akuadessampai hampir tidak berwarna. d) Diambil 2 ml filtrat, ditambahkan 2 teteslarutan FeCl3 10%. e) Diperhatikan warna yang terjadi, warna biru atau hijaumenunjukkan adanya tanin. f) Warna biru menunjukkan adanya 3 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin sedangkan warna hijau menunjukkan adanya 2 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin. .
26
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predator, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasaasam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin juga dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin. Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil, sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makan yang memiliki tanin maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia. Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang berbeda. Untuk tanin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau tanin terkondensasi biasanya berbentuk polimer, jenis ini didominasi dengan flavonoid sebagai monomernya. Beberapa cara mengujinya bergantung pada tujuannya apakah kualitatif atau kuantitatif, masing-masing dapat dilakukan dilaboratorium dengan reagen dan metode tertentu. Tanin jenis terhidrolisis lebih mudah untuk dimurnikan daripada jenis terkondensasi.
27
B.
Saran Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Tanin yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah Farmakognosi ini, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah Tanin ini mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan makalah ini. Kami sebagai penulis berharap agar para pembaca bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kami pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
28
DAFTAR PUSTAKA Olav Smidsrød, Størker Moe, & Størker T. Moe (2008). Biopolymer Chemistry. Dari http://books.google.co.id/books?id=qDWZiFcbS0EC&pg=PA117&dq=Tannin,+Cellu lose,+Lignin&hl=id&sa=X&ei=yqqEU6m3PMm2uATI9IDgBA&ved=0CHUQ6AEw CQ#v=onepage&q=tannin&f=false, 23 November 2014 Edwin Haslam (1989). Plant Polyphenols: Vegetable Tannins Revisited. Dari http://books.google.co.id/books?hl=id&id=Zyc9AAAAIAAJ&q=tannin#v=snippet&q =tannin&f=false, 23 November 2014 O.O. AiyelaagbeandPaul M. Osamudiamen (2009). Phytochemical Screening for Active Compounds in Mangifera indica Leaves. Dari http://www.medwelljournals.com/fulltext/?doi=psres.2009.11.13, 23 November 2014 Shahin Hassanpour, Naser MaheriSis, Behrad Eshratkhah, & Farhad Baghbani Mehmandar (2011).
Plants
and
Secondary
Metabolites
(Tannins):
A
Review.
http://www.ijfse.com/index.php/IJFSE/article/view/IJFSE-Vol%201%281%29-2011-8,
Dari
23
November 2014 Elok Kamilah Hayati, A. Ghanaim Fasyah, dan Lailis Sa’adah (2010). Fraksinansi dan Identifikasi
Senyawa
Tanin
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/download/2804/1993,
Dari 23
November
2014 Asriyah Firdausi, Tri Agus Siswoyo, dan Soekandar Wiryadiputra (2013). Identifikasi Tanaman Potensial Penghasil Tanin-Protein Kompleks untuk Penghambatan Aktivitas α-Amilase Kaitannya Sebagai Pestisida Nabati. Dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CD oQFjAC&url=http%3A%2F%2Ficcri.net%2Fdownload%2FPelita%2520Perkebunan %2Fvol_29_no_1_april_2013%2FIdentifikasi%2520Tanaman%2520Potensial%2520 Penghasil%2520Taninprotein%2520Kompleks%2520Untuk%2520Penghambatan%2520Aktivitas%2520am ylase%2520Kaitannya%2520Sebagai%2520Pestisida%2520Nabati.pdf&ei=RWeKU7NCcmTuATY3IGYCQ&usg=AFQjCNFgL_czFl-pJUEZnsmoYgZUa9O3A&sig2=P7jLvK4KESb6_4JpnULWgA, 23 November 2014
29