Makalah Farmakognosi: "Tanin" D3 1 FA1 Sekolah Tinggi Farmasi Bandung Page 23
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predator. Beberapa senyawa seperti alkaloid, triterpen dan golongan phenol merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari metabolisme sekunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dari ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat, antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan.
Pada makalah Farmakognosi ini, kami akan membahas mengenai tanin, yang merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dihasilkan oleh tanaman. Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin.
Rumusan Masalah
Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysabletannins).
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dai pengendap protein hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang. Dalam makalah Farmakognosi ini akan dibahas berbagai hal tentang tanin yaitu penggolongnan tanin, struktur tanin, tanaman penghasil tanin, manfaat tanin, cara skrining fitokimia tanin, cara isolasi tanin, dan kromatografi tanin.
Maksud dan Tujuan
Pembuatan makalah Farmakognosi tentang Tanin ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai tanin. Sebagai media pembelajaran bagi kami sebagai penyususn dan mahasiswa lainnya. Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini secara rincinya adalah sebagai berikut:
Mengetahui definisi tanin.
Mengetahui penggolongan tanin.
Mengetahui struktur kimia tanin.
Mengetahui tanaman penghasil tanin.
Mengetahui manfaat tanin.
Mengetahui cara skrining fitokimia tanin.
Mengetahui cara isolasi tanin.
Mengetahui kromatografi tanin.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat.
Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan. Sebagai contoh dari lokasi tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon, seperti floem sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini.
Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein.
Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat: jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi, dan senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna (Najebb, 2009).
Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam. Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa phenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin tersebut (Hangerman, 2002).
Penggolongan
Senyawa tanin termasuk ke dalam senyawa polifenol yang artinya senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan karbon. Tanin terkondensasi banyak ditemukan dalam berbagai jenis tanaman seperti Acacia spp, sericea Lespedeza serta spesies padang rumput seperti Lotus spp.
Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4. Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol.
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxy diphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air.
Struktur Kimia
Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10% H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5 - 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Beberapa struktur kimia senyawa tanin adalah sebagai berikut.
Gambar 1.1: Struktur kimia tanin
Gambar 2.1: Tanin Terkondensasi, Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4.
Gambar 3.1: Tanin Terhidrolisis, Gallotanin prototipe merupakan glukosa pentagalloyl (β-1, 2, 3, 4, 6-Pentagalloyl-OD-Glukopyranose). PGG memiliki 5 hubungan ester identik yang melibatkan gugus hidroksi alifatik gula inti. PGG memiliki banyak isomer seperti Gallotanin.
Gambar 3.2: Rantai ester poligallol ditemukan di dalam gallotanin terbentuk dari meta-atau para-depside obligasi, melibatkan hidroksil fenolik daripada gugus hidroksi alifatik. Depside obligasi lebih mudah dihidrolisis daripada ikatan ester alifatik. Metanolisis dalam asam lemah dengan menggunakan metanol dapat menghancurkan depside tetapi tidak ester obligasi. Dengan demikian poliol inti dengan kelompok galloyl yang teresterisasi dapat dihasilkan dari campuran kompleks dari ester polygalloyl oleh metanolisis dengan buffer asetat. Asam kuat mineral, panas, dan metanol dapat digunakan untuk metanolisis baik depside dan ester obligasi menghasilkan poliol inti dan metil galat. Hidrolisis dengan asam kuat dapat mengubah galotanin menjadi asam galat dan poliol inti.
Gambar 3.3: Aceritannin, gallotannin yang ditemukan pada daun maple dan hamamellitannin adalah gallotannin dari kulit kayu pohon ek.
Gambar 4.1: Elagitanin sederhana merupakan ester dari asam hexahidroxidifenik (HHDP).
Gambar 4.2: Eugenin membentuk HHDP pada ikatan karbon C-4 dan C-6, casuarictin pada ikatan C-2 dan C-3
Gambar 4.3: Corilagin berikatan pada C-3 dan C-6, geraniin pada ikatan C-2 dan C-4, davidiin pada ikatan C-1 dan C-6
Gambar 4.4: Setelah casuarictin berubah menjadi pedunculagin, cincin piranosa dari glukosa terbuka dan membentuk kelompok senyawa termasuk castalagin dan vescalagin.
Gambar 4.5: Elagitanin berikatan dengan tanin terhidrolisis lain. Sebagai contoh, pada beberapa euforbs, geraniin oksidatif mengembun bersama PGG untuk menghasilkan berbagai euphrobin, ditandai dengan adanya kelompok valoneoyl.
Gambar 4.6: Oenethein adalah dimer makrosiklik dihubungkan oleh dua kelompok valoneoyl.
Tanaman Penghasil
Jenis tanaman yang mengandung tanin antara lain adalah daun sidaguri (Sida rhombifolia L.) yang diketahui mengandung tanin cukup tinggi dan telah digunakan sebagai pestisida nabati pembunuh ulat (larvasidal) (Kusuma et al., 2009; Islam et al., 2003). Daun melinjo (Gnetum gnemon L.) juga mengandung tanin. Daun gamal (Gliricidia sepium Jacq.) dan lamtoro (Leucaena leucocephala Lamk.) mempunyai kandungan tanin 8-10% (Suharti, 2005; Sulastri, 2009). Biji pinang (Areca catechu L.) dan simplisia gambir (Uncaria gambir Roxb.) telah dikenal luas sebagai penghasil tanin dengan kandungan tanin masing-masing sebesar 26,6% dan 30-40% (Pambayun, 2007; Hadad et al., 2007).
Pegagan (Centella asiatica) atau antanan (Sunda), daun kaki kuda (Melayu), gagan-gagan, rendeng (Jawa), taidah (Bali) sandanan (Papua) broken copper coin, buabok (Inggris), paardevoet (Belanda), gotu kola (India), ji xue cao (Hanzi) juga diduga memiliki kandungan senyawa tanin beserta asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Zat vellarine dan tanin yang ada dapat memberikan rasa pahit.
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid.
Buah, daun, dan kulit batang pohon jambu biji (Psidium guajava) mengandung tanin, sedang pada bunganya tidak banyak mengandung tanin. Daun jambu biji juga mengandung zat lain kecuali tanin, seperti minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin (IPTEKnet, 15 Januari, 2007).
Daun dewa (Gynura divaricata) mengandung zat saponin, minyak atsiri,
flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis daun dewa adalah antikoagulan (koagulan=zat yang mempermudah dan mempercepat pembekuan darah), mencairkan bekuan darah,
stimulasi sirkulasi, menghentikan perdarahan, menghilangkan panas, dan
membersihkan racun.
Ciplukan (Physalis minina) temasuk ke dalam famili tumbuhan Solanaceae. Nama lain dari ciplukan antara lain adalah morel berry (Inggris), ceplukan (Jawa), cecendet (Sunda), yoryoran (Madura), lapinonat (Seram), angket, kepok-kepokan, keceplokan (Bali), dedes (Sasak), leletokan (Minahasa). Tumbuhan ini mempunyai kandungan kimia berupa chlorogenik acid, asam citrun, fisalin, flavonoid, saponin, polifenol. Buah mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin, vitamin C dan gula. Biji mengandung elaidic acid. Sifat tumbuhan ini analgetik (penghilang rasa sakit), peluruh air seni (diuretik), menetralkan racun, meredakan batuk, mengaktifkan fungsi kelenjar-kelenjar tubuh dan anti tumor.
Manfaat
Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan antitumor. Tanin tertentu dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989). Tanaman yang mengandung tanin telah diakui memiliki efek farmakologi dan dikenal agar membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat (Heslem, 1989).
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata pertahanan untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan ruminansia dan menghindari diri dari serangga, sebagai penyamak kulit, bahan untuk pembuatan tinta (+ garam besi(III) senyawa berwarna tua), sebagai reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat mengendap), sebagai antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat yang mengendap), sebagai antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas, obat diare karena inflamasi saluran gastro intestinal, dan sebagai obat topikal (lesi terbuka, luka, hemoroid).
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali, dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, perekat, dan mordan.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir memberikan aroma dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung dalam teh memiliki korelasi yang positif antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap penyakit diare yang disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi. Hasil penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum mengalami pengolahan lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena seiring dengan pengolahan menjadi teh hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri pada daun teh menjadi berkurang.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya usus besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak. Serta sebagai penyerap racun (antidotum) dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan sebagai obat diare.
Skrining Fitokimia
Bahan tanaman: daun Mangga (Mangifera indica).
Persiapan ekstraksi tanaman: heksana, etil asetat dan ekstrak metanol dari daun tanaman yang telah disiapkan sesuai dengan metode standar (Harborne, 1973; Sofowora, 1982). Sampel tanaman yang dikumpulkan ketika udara kering dan digiling dengan menggunakan mesin penggilingan. Bahan yang telah diserbukkan dipindahkan ke dalam alat Soxhlet dan diekstraksi dalam ekstraktor Soxhlet menggunakan heksana, etil asetat dan metanol berturut-turut masing-masing selama72 jam. Ekstrak terkonsentrasi sampai kering dan residu yang diperoleh sebagai hitam solid, bergetah hitam kehijauan solid dan kecoklatan hitam solid, masing-masing setelah itu, residu dipindahkan ke dalam wadah sampel pra-ditimbang dan disimpan dan kemudian siap digunakan untuk skrining fitokimia.
Skrining fitokimia: ekstrak daun mangga (Mangifera indica) (varietas Edward) dianalisis mengandung alkaloid, saponin, antrakuinon, steroid, tanin, flavonoid, mengurangi kadar gula darah sesuai dengan metode standar (Odebiyi dan Sofowora, 1978; Sofowora, 1982, Harborne, 1973;. Onwukeame dll., 2007).
Ekstraksi air sampel dilakukan dengan menggunakan larutan uji klorida 15 %. Catat warna yang dihasilkan. Jika warna yang dihasilkan adalah warna biru, maka menunjukkan adanya tanin terhidrolisis. Atau, 10 mL kalium hidroksida (KOH) disiapkan dalam gelas kimia, tambahkan 0,5 g ekstrak kemudian aduk. Jika terbentuk endapan kotor, maka menunjukkan adanya tanin (Odebiyi dan Sofowora, 1978; Sofowora, 1982).
Berikut adalah indikator yang dapat digunakan ketika mengidentifikasi senyawa tanin secara kualitatif:
Galotanin, Elagitanin + garam Feri warna + hitam kebiruan
Tanin terkondensasi + garam Feri coklat kehijauan
Galotanin + K-iodat warna rosa
Asam galat bebas + K-iodat warna jingga
Elagitanin + asam nitrit mula-mula rosa, kemudian ungu, lalu biru
Tanin terkondensasi + vanilin + HCl merah
Kromatografi dan Isolasi
Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisme. Kandungan senyawa metabolit sekunder telah terbukti bekerja sebagai derivat antikanker, antibakteri dan antioksidan, antara lain adalah golongan alkaloid, tanin, golongan polifenol dan turunanya.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat, diare sampai tekanan darah tinggi.
Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin (Faharani, 2009; Hayati, et al., 2010). Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa makromolekul (Horvart, 1981). Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi. Kadar tanin yang tinggi pada daun belimbing wuluh muda sebesar 10,92% (Ummah, 2010).
Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin terhadap esktrak aseton-air (7:3) daun belimbing wuluh dengan reagen FeCl3, gelatin dan campuran formalin: HCl menunjukan adanya golongan senyawa tanin. Ekstrak tanin pada daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, (Hayati, et al., 2009), Pseudomonas fluorescens, dan Micrococcus luteus (Hayati, et al., 2010). Adanya potensi aktif terhadap beberapa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai obat diare dan pengawet alami.
Tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan metode maserasi, sedangkan salah satu cara untuk memisahkan senyawa tanin adalah dengan kromatografi lapis tipis preparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eluen terbaik dalam pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing wuluh.
Bahan utama yang digunakan adalah daun belimbing wuluh, dipilih daun muda yang segar dan diambil diujung ranting dari daerah Malang. Bahan-bahan kimia yang digunakan berderajat pa meliputi: aseton, akuades, asam askorbat 10 mM, kloroform, etil asetat, gelatin, formaldehid 3 %, natrium asetat, HCl pekat, FeCl3 1 %, FeCl3 5 %, toluen, ferri sulfat, asam asetat glasial, asam asetat, n-butanol, metanol, NaOH 2 M, AlCl3 5 %, AlCl3 1 %, H3BO3, pelet KBr, plat KLT silika G60 F254.
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas, vacum rotary evaporator, bejana pengembang, lampu UV 254 dan 366 nm, seperangkat alat UV-Vis merk Shimadzu, seperangkat alat FTIR merk IR Buck M500 Scientific.
Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 ºC selama 5 jam dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian. Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian direndam dengan 400 mL pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL asam askorbat 10 mM.
Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-50°C. Cairan hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL) menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform (bawah) dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah) dipekatkan dengan vacum rotary evaporator (Makkar, 1998).
Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F254 yang sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100oC selama 10 menit. Masing-masing plat dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium klorida 5% (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5), metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1% (Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10% (15:5:2). Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan memperhatikan bentuk noda pada berbagai larutan pengembang ditentukan perbandingan larutan pengembang yang paling baik untuk keperluan preparatif.
Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254 dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan aseton-air, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai Rf nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan aseton : air dan disentrifuge kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet dan diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm.
Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M, AlCl3 5%, AlCl3 5%/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah sebagai berikut:
Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan dicatat spektrum yang dihasilkan.
Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5 menit dan diamati spectrum yang dihasilkan.
Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya. Sampel ditambah denga 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.
Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg. Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150 mg dikocok sampai homogen dan diamati spektrumnya.
Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan dengan satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin, dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predator, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin juga dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin. Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil, sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makan yang memiliki tanin maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia. Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang berbeda. Untuk tanin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau tanin terkondensasi biasanya bebrbentuk polimer, jenis ini didominasi dengan flavonoid sebagai monomernya. Beberapa cara mengujinya bergantung pada tujuannya apakah kualitatif atau kuantitatif, masing-masing dapat dilakukan di laboratorium dengan reagen dan metode tertentu. Tanin jenis terhidrolisis lebih mudah untuk dimurnikan daripada jenis terkondensasi.
Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Tanin yang menjadi pokok bahasan dalam makalah Farmakognosi ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah Tanin ini.
Kami sebagai penulis banyak berharap agar para pembaca yang budiman bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kami pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
LAMPIRAN
Buck M500 Infra-red Spectrometer BUCK Scientific M500 Scanning Infra-Red System Buck
Shimadzu UVmini 1240 UV Visible Scanning Spectrophotometer 115 VAC
Vacuum Rotary Evaporator RV 10
DAFTAR PUSTAKA
Olav Smidsrød, Størker Moe, & Størker T. Moe (2008). Biopolymer Chemistry. Dari http://books.google.co.id/books?id=qDWZiFcbS0EC&pg=PA117&dq=Tannin,+Cellulose,+Lignin&hl=id&sa=X&ei=yqqEU6m3PMm2uATI9IDgBA&ved=0CHUQ6AEwCQ#v=onepage&q=tannin&f=false, 27 Mei 2014
Edwin Haslam (1989). Plant Polyphenols: Vegetable Tannins Revisited. Dari http://books.google.co.id/books?hl=id&id=Zyc9AAAAIAAJ&q=tannin#v=snippet&q=tannin&f=false, 27 Mei 2014
O.O. Aiyelaagbe and Paul M. Osamudiamen (2009). Phytochemical Screening for Active Compounds in Mangifera indica Leaves. Dari http://www.medwelljournals.com/fulltext/?doi=psres.2009.11.13, 27 Mei 2014
Shahin Hassanpour, Naser MaheriSis, Behrad Eshratkhah, & Farhad Baghbani Mehmandar (2011). Plants and Secondary Metabolites (Tannins): A Review. Dari http://www.ijfse.com/index.php/IJFSE/article/view/IJFSE-Vol%201%281%29-2011-8, 28 Mei 2014
Elok Kamilah Hayati, A. Ghanaim Fasyah, dan Lailis Sa'adah (2010). Fraksinansi dan Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/download/2804/1993, 27 Mei 2014
Asriyah Firdausi, Tri Agus Siswoyo, dan Soekandar Wiryadiputra (2013). Identifikasi Tanaman Potensial Penghasil Tanin-Protein Kompleks untuk Penghambatan Aktivitas α-Amilase Kaitannya Sebagai Pestisida Nabati. Dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDoQFjAC&url=http%3A%2F%2Ficcri.net%2Fdownload%2FPelita%2520Perkebunan%2Fvol_29_no_1_april_2013%2FIdentifikasi%2520Tanaman%2520Potensial%2520Penghasil%2520Tanin-protein%2520Kompleks%2520Untuk%2520Penghambatan%2520Aktivitas%2520amylase%2520Kaitannya%2520Sebagai%2520Pestisida%2520Nabati.pdf&ei=RWeKU-7NCcmTuATY3IGYCQ&usg=AFQjCNFgL_czFl-pJUE-ZnsmoYgZUa9O3A&sig2=P7jLvK4KESb6_4JpnULWgA, 27 Mei 2014
Imelda Fajriati (2006). Optimasi Metode Penetuan Tanin (Analisis Tanin secara Spektrofotometri dengan Pereaksi Orto-Fenantrolin). Dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&ved=0CGMQFjAF&url=http%3A%2F%2Fdigilib.uin-suka.ac.id%2F7897%2F1%2FIMELDA%2520FAJRIATI%2520OPTIMASI%2520METODE%2520PENENTUAN%2520TANIN.pdf&ei=MvyKU9r8EpG9uATe04KICA&usg=AFQjCNHTLCtJiexNAqTyal0exhQ8SwTsNw&sig2=uYLfQbaa7g-OlwaIRZ_kNw, 27 Mei 2014